• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kel. 8 - Analisis Permasalahan Masyarakat Majemuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kel. 8 - Analisis Permasalahan Masyarakat Majemuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 ANALISIS PERMASALAHAN MASYARAKAT MAJEMUK

Bagus Febrianto Legowo, Munifatin Nisak, Nadhirotul Ulfa Prodi S1 Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang Email: bagusfebriantolegowo@gmail.com, dr.ninis@gmail.com,

ulfa.sukses14@gmail.com

ABSTRAK: Indonesia merupakan negara yang multikultural, artinya negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, ras, dan golongan. Dengan menjadi negara yang multikultural seperti ini menjadikan Indonesia kaya akan budaya dan kearifan lokal yang dapat menjadi sebuah keunggulan dan kekayaan lokal di masing-masing daerah. Disisi lain dengan begitu banyaknya suku bangsa, agama, ras dan golongan berimplikasi pada permasalahan pada masyarakat yang majemuk, yang meliputi konflik etnis. Konflik kapanpun bisa terjadi karena perbedaan pemahaman dari etnis terlalu mengunggulkan jati dirinya, kebijakan pemerintah yang tidak adil. Dalam artikel ini penulis berusaha untuk menyajikan 1) dampak positif dan negatif pada masyarakat majemuk, 2) permasalahan pada masyarakat majemuk, dan 3) solusi guna mengatasi permasalahan masyarakat majemuk.

Kata Kunci: permasalahan masyarakat majemuk, konflik

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan. Dengan bentuk negara kepulauan tersebut, membuat penduduk Indonesia kesulitan dalam berinteraksi dengan penduduk yang berbeda tempat karena terkendala faktor-faktor alam sehingga bangsa Indonesia memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan yang terlihat adalah budaya yang dimiliki oleh setiap daerah.

Bangsa Indonesia memiliki budaya yang beragam yang menjadi ciri khas bagi setiap daerahnya. Selain adanya perbedaan dalam budaya, Indonesia juga memiliki keanekaragaman lainnya yaitu keanekaragaman suku bangsa, ras, agama, dan golongan. Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia tersebut menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang majemuk.

Kemajemukan dalam masyarakat memiliki potensi konflik yang terjadi cukup besar yang mungkin akan mengganggu dalam persatuan bangsa termasuk yang ada di Indonesia. Ada berbagai konflik yang terjadi karena berbagai

(2)

2 perbedaan atas kesalahahpahaman antar suku bangsa, antar ras, antar agama, dan antar golongan.

Dalam artikel ini akan dibahas dampak positif dan negatif masyarakat majemuk, permasalahan pada masyarakat majemuk, dan solusi guna mengatasi permasalahan masyarakat majemuk.

KAJIAN TEORI 1. Masyarakat Majemuk

Istilah masyarakat majemuk atau plural society pertama kali dikemukakan oleh J. Furnivall berdasarkan penelitian di Indonesia dan Birma, yang kemudian secara khusus digunakan bagi merujuk pada masyarakat tropik yang saat itu berada di bawah kekuasaan kolonialis (J. S. Furnivall dalam Wilodati).

Menurut Furnivall (dalam Wilodati) “masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai ragam kelompok atau golongan yang memiliki kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian berbeda pula dengan agama, bahasa dan adat istiadat.” Sedangkan menurut Nasikun (dalam Lubis, 2014) mengemukakan masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk memahami satu sama lain.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbentuk dari banyak perbedaan, semisal perbedaan suku bangsa, agama dan ras yang tinggal dalam satu wilayah. Di Indonesia sendiri kemajemukan masyarakat dapat dilihat dari suku bangsa, agama, dan ras.

a. Suku Bangsa

Menurut Koentjaraningrat (2009:215) “suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas sering kali (tapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.” Menurut Theodorson dan Theodorson (dalam Iskandar, 2011) “suku bangsa adalah suatu kelompok sosial yang memiliki tradisi

(3)

3 kebudayaan dan rasa identitas yang sama sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang lebih besar.” Melihat dari pengertian tersebut, suku bangsa merupakan suatu kesatuan manusia yang berada di wilayah tertentu yang di dalamnya timbul suatu kesadaran di antara anggotanya untuk memiliki suatu identitas atau ciri khas kebudayaan yang membedakan mereka dari suku bangsa lainnya.

Dapat ditelaah bahwa suku bangsa merupakan sekelompok masyarakat yang terikat oleh satu norma tertentu, dimana karena keterikatan tersebut memunculkan kebudayaan yang khas pada masing-masing suku bangsa.

Indonesia memiliki keragaman suku bangsa antara lain adalah suku bangsa Jawa, suku bangsa Sunda, suku bangsa Batak, suku bangsa Minangkabau, suku bangsa Ambon, suku bangsa Irian, suku bangsa Dayak, suku bangsa Aceh dan suku bangsa lainnya yang masih banyak lagi mendiami wilayah Indonesia. Selain itu, suku bangsa tersebut juga memiliki sebutan sendiri untuk beberapa suku yang masih satu kesatuan suku bangsa. Misalnya adalah suku Papua yang terdiri dari berbagai suku yaitu suku Dani, suku Yahray, suku Asmat, suku Marind, dan masih banyak lagi.

b. Agama

Agama merupakan salah satu dari unsur kebudayaan. Menurut J. Van Baal (Tanpa Tahun:33) “agama adalah semua gagasan yang bekaitan dengan kenyataan yang tidak dapat ditentukan secara empiris dan semua gagasan tentang perbuatan yang bersifat dugaan semacam itu, dianggap sebagai benar.” Melihat pengertian tersebut, Van Baal menganggap bahwa orang yang beragama mempercayai apa yang dilakukannya sesuai dengan agama masing-masing, tetapi tidak ada bukti nyata dari hal-hal yang dipercayainya misalnya adalah ada surga dan neraka.

Menurut Karl Marx (dalam Damsar, 2011:27) “agama adalah candu”. Maksudnya adalah agama dijadikan sebagai suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga masyarakat tersebut dapat tenang. Berbagai ide, ritual dan praktik keagamaan akan dilaksanakan oleh masyarakat yang percaya, dan dia akan terus kembali pada agamanya. Misalnya ketika ada sesorang yang sedang sedih atau tertimpa musibah maka dia akan kembali pada agama sehingga dia akan merasa tenang dan akan terus seperti itu.

(4)

4 Jadi dapat ditarik kesimpulan dari kedua definisi sebelumnya bahwa agama adalah sebuah keyakinan (gagasan) yang muncul yang bersifat irasional (tidak dapat dipikirkan oleh akal sehat) yang terus menerus diyakini oleh pemeluknya, dilaksanakan melalui ritual dan praktik keagamaan tertentu. Dijadikan pedoman dan motivasi untuk kehidupan manusia penganutnya. Agama yang diakui di Indonesia secara hukum ada 6 meliputi: Islam, Protesan, Khatolik, Hindu, Budha, dan Khong hucu.

c. Ras

Menurut Dunn dan Dobshansky (dalam Ertina, 2015) “ras adalah populasi yang dibedakan oleh persamaan gen atau kategori individu secara turun-temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu, ras memiliki pengertian secara biologis dan fisik serta tidak termasuk sifat-sifat budayanya.” Sedangkan menurut Horton dan Hunt (dalam Ertina, 2015) “ras adalah suatu kelompok manusia yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lain dari segi ciri-ciri fisik bawaan, disamping itu banyak juga ditentukan oleh pengertian yang digunakan oleh masyarakat.”

Jadi ras merupakan klasifikasi dalam masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisik (hal yang tampak mata) semisal warna kulit, jenis rambut, bentuk mata dan bentuk hidung,dan tinggi badan. Ras terbentuk dari gen kedua orang tua, gen yang dominan lah yang kebanyakan membentuk ras keturunannya.

Pembagian ras di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga. Meliputi wilayah dan ciri-ciri fisik sebagai berikut: 1) Bangsa Melayu Mongoloid, menempati wilayah Indonesia bagian barat seperti Jawa, Madura, Bali, sebagian Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan ciri-ciri kulit sawo matang, rambut ikal/lurus, muka agak bulat, 2) Bangsa Papua Melanosoid, menempati wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Barat, dengan ciri-ciri kulit hitam, rambut keriting, bibir tebal, 3) Bangsa Vedoid, menempati wilayah Indonesia bagian tertentu seperti Jambi, Mentawai, dan Siak, dengan ciri-ciri kulit sawo matang, rambut ikal, tubuh kecil.

2. Konflik

Istilah konflik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan. Menurut asal katanya, istilah „konflik‟

(5)

5 berasal dari bahasa Latin „confligo‟, yang berarti bertabrakan, bertubrukan, terbentur, bentrokan, bertanding, berjuang, berselisih, atau berperang.

Menurut Coser (dalam Wibowo, 2014) “konflik adalah perilaku dan kondisi seseorang yang tengah dilakukannya dan juga perbedaan fokus dan pemahaman manusia.” Sedangkan menurut Krisberg (dalam Wibowo, 2014) “konflik adalah berbedanya tujuan masing-masing manusia (individu), kelompok, dan etnis dalam suatu negara dan bangsa.”

Menurut Alo Liliweri (dalam Wibowo, 2014) “konflik adalah bentuk perasaan yang tidak beres yang melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain.” Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah perbedaan tanggapan yang terjadi akibat interaksi manusia dalam mewujudkan atau mengungkapkan keinginannya.

Dalam suatu masyarakat akan selalu ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah akan ditindas dan menjalankan kehendak kelompok atas. Fenomena ini akhirnya memicu timbulnya konflik antar kelompok. Selain hal tersebut kurangnya integrasi dalam masyarakat, perbedaan paham atau kepentingan juga sebagai faktor timbulnya konflik.

Dalam konteks Indonesia sebagai bangsa majemuk, konflik yang sering terjadi adalah konflik etnis. Menurut Wibowo (2014) konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan-permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua komunitas etnis atau lebih. Sedangkan Sukamdi (dalam Wibowo, 2014) konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua kelompok etnis atau lebih (Wibowo, 2014).

Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi bisa juga tidak. Namun biasanya konflik etnis bernuansa dengan kekerasan dan jatuh korban. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu

(6)

6 mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.

Sebenarnya akar dari konflik etnis adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik tersebut. Sementara itu, Sukamdi (dalam Wibowo, 2014) menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri dari tiga sebab utama, yakni: 1) konflik muncul karena ada benturan budaya, 2) karena masalah ekonomi politik, 3) karena kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial.

PEMBAHASAN

Dampak Positif dan Negatif dari Bangsa Majemuk

Keanekaragaman suku budaya, agama, ras, golongan dan kepentingan berdampak positif dan negatif terhadap keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak positif yang muncul menurut Minangkabawi (2012) yakni 1) keanekaragaman memberikan ruang bagi masyarakat untuk terbuka dalam menjalin hubungan sosial maupun berbudaya, 2) keanekaragaman memberikan ikatan dan hubungan antar sesama untuk dapat saling berbagi, bersahabat, menghargai antar budaya yang berbeda, tanpa adanya batasan-batasan karena sebuah perbedaan.

Selain dampak positif keanekaragaman suku budaya, agama, ras, golongan juga memunculkan dampak negatif, menurut Minangkabawi (2012) dampak negatif yang mungkin muncul yakni 1) rentan terhadap konflik, sebuah perbedaan jika disikapi dengan rasa kurang toleransi akan memunculkan konflik antar individu maupun antar kelompok. Perbedaan nilai-nilai budaya dan norma dasar akan sulit disesuaikan antara masing-masing agama, akan selalu bertentangan dan hal ini akan memunculkan gesekan-gesekan yang berbuah konflik, 2) munculnya sikap etnosentrisme. Etnosentrisme yakni sikap dimana dirinya menganggap unggul kebudayaannya sendiri, dan biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain, 3) munculnya sikap fanatisme ekstrim. Fanatisme atau fanatik adalah keyakinan yang kuat terhadap agama, kebudayaan, kelompok, dll. Ekstrim adalah sangat kuat, keras yang solidaritas terhadap persamaan dan kelompoknya sendiri, 4) munculnya sikap

(7)

7 primordialisme. Primordialisme adalah paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai tradisi, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

Dampak negatif yang mungkin muncul dalam keragaman suku bangsa, agama, ras, golongan dapat dikurangi dengan mendasarkan pada sikap toleransi. Toleransi dapat diwujudkan melalui sikap menghargai kepercayaan, kebiasaan, dan pandangan orang lain yang berbeda darinya.

Permasalahan pada Masyarakat Majemuk

Menurut Abdurrahman dalam buku Krisis Sosial, Krisis Politik, Krisis Bangsa Majemuk (2007: 25–29) terdapat beberapa masalah yang muncul berkaitan dengan permasalahan pada masyarakat majemuk yaitu:

1. Penetapan Agama yang Tidak Sesuai dengan Kondisi Masyarakat

Indonesia memiliki keragaman dalam agama yang dipercayai oleh masyarakat. Agama yang ada di Indonesia tidaklah dapat ditentukan dengan agamanya. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Pancasila yang di dalamnya memberikan peraturan untuk bebas dalam mempercayai agama apapun. Indonesia bukanlah negara yang berbentuk syariat agama seperti negara Saudi Arabia yang menggunakan syariat Islam dalam menjalankan pemerintahan.

Namun dalam kenyataannya, di Indonesia hanya mengakui beberapa agama saja yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Khong hucu yang baru-baru ini diakui. Di Indonesia tidaklah hanya ada 6 agama tersebut tetapi masih ada kepercayaan masyarakat lainnya yang harusnya diakui oleh Indonesia. Kepercayaan agama tidaklah dapat dibatasi 6 agama tersebut karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari beragam agama. Selain itu, ada beberapa golongan yang ingin menjadikan Indonesia menjadi negara yang menjalankan Syariat Islam atau syariat tertentu yang bertentangan dengan paham yang dianut Indonesia yaitu demokrasi dan paham kebangsaan. Peraturan di daerah tertentu juga ada yang dibuat sesuai dengan aturan golongan tertentu dan berlaku untuk golongan tertentu juga.

2. Orientasi Pendidikan Tidak Mengacu kepada Multikulturalisme

Selama ini pendidikan lebih menekankan pada proses belajar mengajar di sekolah, padahal pendidikan juga harus bertujuan mengenalkan budaya-budaya

(8)

8 yang ada di Indonesia (civic education). Indonesia merupakan negara yang mutikulturalisme yang memiliki budaya yang beragam yang perlu dipahami oleh bangsa Indonesia sehingga akan terjadi toleransi terhadap multikulturalisme dan budi pekerti untuk membangun karakter humanisme. Dengan adanya civic education, Abdurrahman (2007) berpendapat pendidikan menjadi arena yang dapat digunakan untuk menanamkan kesadaran kritis akan identitas sebagai warga negara dan bangsa dalam era global yang fleksibel terhadap tuntutan multiple-identities.

3. Media Massa Cenderung Hanya Mengejar Keuntungan Publik

Di era modern saat ini, banyak media yang hanya mementingkan keuntungan yang didapat perusahaannya dan rating yang didapat dari penonton. Semakin rating bagus, maka acara tersebut dianggap sukses dan menjadi unggulan dari stasiun televisi tanpa mempedulikan kualitas dari tayangannya. Media khususnya televisi mempengaruhi pikiran masyarakat cukup besar, maka dari itu media memiliki peranan yang cukup penting dalam mengintegrasi bangsa. Menurut Drake dalam buku Krisis Sosial, Krisis Politik, Krisis Bangsa Majemuk (Abdurrahman, 2007:31) di era 80-an tatkala negara memilki kekuasaan dan kekayaan yang berlebih, televisi menayangkan program-program yang bersifat instruktif dengan membangkitkan sentimen sejarah yang menggelorakan semangat dari bangsa yang terjajah menuju bangsa yang maju, mengeksplor budaya nusantara, membangun media dan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan lainnya sehingga ada mobilitas dan informasi serta dari dimensi ekonomi menciptakan keseimbangan ekonomi regional yang saling memiliki ketergantungan agar selain tumbuh lokasi-lokasi pertumbuhan industri yang baru juga bisa dilihat lebih nyata bahwa kualitas kehidupan dan kesejahteraan rakyat meningkat.

Namun, setelah kekayaan negara hilang, masyarakat yang dalam proses membangsa telah kehilangan prakasarnya sendiri dalam mencapai a sense of national belonging menjadi disorientasi dan kembali mencari akar pegangan pada primordialismenya masing-masing.

(9)

9 Solusi Guna Mengatasi Permasalahan Masyarakat Majemuk

1. Pembenahan terhadap Pendidikan Multikultural & Pendidikan Berbasis Masyarakat

Sesuai dengan 4 pilar pendidikan menurut UNESCO, yaitu: 1) learning to know, learning to do, 3) learning to live together, 4) learning to be. Dari keempat pilar pendidikan tersebut terlihat bahwa pilar learning to live together, learning to live with others, dalam konteks kemajemukan merupakan suatu pilar yang sangat penting (Sudiadi, 2013). Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan supaya peserta didik mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran terhadap orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang lain dan sekaligus yang bersangkutan mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya serta orang lain. Sehingga bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya pada learning to know, lerning to do dan leraning to be, tetapi juga diarahkan ke learning to live together, masalah kemajemukan akan dapat teratasi dengan melakukan manajemen konflik dan dengan demikian akan juga diikuti oleh tumbuhnya kebudayaan nasional yang tidak melupakan kebudayaan daerah, tumbuhnya bahasa nasional dengan tidak melupakan bahasa daerah, tumbuhnya sistem politik nasional dengan tanpa mengabaikan sistem politik daerah, (pemerintahan daerah). Secara umum akan tumbuh dan berkembang Sistem Sosial Indonesia, yang berbeda dari Sistem Sosial Amerika, Sistem Sosial Jepang, dan Sistem Sosial negara-negara lainnya.

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini lebih berfokus pada pembelajaran berbasis masyarakat. Adanya harapan dari tujuan pembelajaran tersebut yakni dapat memecahkan permasalahan daerah sesuai karakteristik wilayah masing-masing. Padahal masih ada pembelajaran lagi yang perlu ditekankan yakni pembelajaran multikultural.

Adanya dilema antara penyelenggaraan model pendidikan berbasis masyarakat dengan pendidikan multikultural, dimana tujuan awal dari keduanya berbeda (Sudiadi, 2013). Namun untuk mengoptimalkan potensi daerah terutama dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pendidikan, sesuai dengan konteks otonomi daerah, pendidikan berbasis masyarakat perlu dipikirkan formatnya, supaya penyelenggaraannya tidak semata-mata untuk menyelesaikan kekurangan

(10)

10 dana dari negara, tetapi untuk mendukung terlaksananya pendidikan multikultur yang ditujukan agar tercapai kehidupan Indonesia yang harmonis dan berkualitas dengan karakter Indonesia.

Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan multikultural, diperlukan perubahan paradigma pendidikan, dan karenanya diperlukan peningkatan kompetensi pendidik untuk mewujudkannya, reformasi kurikulum yang mengarah pada pengakuan dan pengilhaman kemajemukan masyarakat, serta penyusunan kembali buku bacaan.

2. Pembenahan Media Massa Menuju Edukatif sebagai Konsumsi Masyarakat Aktivitas dan isi dari media massa turut membentuk masyarakat massa. Hal ini karena sebagian dari isi yang dikandung dan disebarluaskan oleh media massa adalah apa yang dikenal sebagai budaya massa. Tanpa sadar media massa telah membawa masyarakat masuk kepada pola budaya yang baru dan mulai menentukan pola pikir serta perilaku masyarakat. Perubahan pola tingkah laku yang paling terasa ialah dari aspek gaya hidup dan aspek ini paling kelihatan dalam lingkungan generasi muda.

Untuk menanggulangi efek negatif dari media massa masyarakat dihimbau agar bersikap realistis terhadap semua tayangan yang ada di media massa baik media cetak maupun elektronik. Masyarakat harus dapat membedakan mana yang benar-benar nyata dan mana yang hanya merupakan imajinasi belaka (Hamidah, 2013).

Selain itu masyarakat harus dapat bersikap bijak menyikapi segala macam pesan maupun informasi yang ditayangkan melalui media massa. Misalnya bersikap bijak dalam menyikapi iklan-iklan yang menawarkan berbagai keunggulan suatu produk dan harga yang menggiurkan. Sehingga dengan berlaku bijak akan dapat menghindarkan perilaku konsumtif.

Peran orang tua dalam mendampingi anak ketika sedang menyaksikan tayangan televisi apapun. Sehingga jika ada hal-hal yang kurang sesuai dengan perkembangan anak, orang tua dapat mematikan atau mengganti saluran televisi. Selain itu orang tua juga dapat memberikan pengarahan dan bimbingan ketika menonton televisi (Hamidah, 2013).

(11)

11 Dari sisi pemerintah, untuk meningkatkan fungsi dari lembaga sensor film, agar adegan-adegan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarkat dapat dihilangkan. Sebaiknya para produser film maupun sinetron bukan hanya mengejar keuntungan saja, alangkah lebih baiknya jika para produser lebih berorientasi untuk mendidik masyarakat. Agar tayangan yang dibuat memiliki mutu yang tinggi. Terutama dalam menumbuhkan kembali sikap cinta tanah air, agar pengaruh masuknya budaya asing tidak akan melunturkan kebudayaan dan identitas nasional (Hamidah, 2013).

Berdasarkan solusi di atas dalam mendidik masyarakat melalui peran media massa tidak akan berhasil tanpa adanya peran masyarakat dan pemerintah. Tidak dapat masalah ini dibebankan hanya pada salah satu pihak sehingga perlunya kesadaran bersama antara masyarakat dan pemerintah.

3. Kebijakan Sosial dalam Penanggulangan Konflik Agama

Seringnya perbedaan akan keyakinan menimbulkan timbulnya konflik. Indonesia sebagai negara agamis rawan akan terjadinya konflik. Bila dilihat secara teliti, sebenarnya tidak ada konflik agama yang ada ialah konflik antar umat beragama yang memiliki cara pandang berbeda mengenai makna nilai-nilai sosial. Solusi dalam pemecahannya pun tergolong sulit karena keyakinan cenderung dipegang teguh oleh para penganutnya.

Peran pemerintah dalam menanggulangi konflik agama seringkali bertindak sebagai pemeluk agama, padahal pemerintah berkewajiban memiliki peran sebagai mediator. Untuk itu pemerintah perlunya mengembangkan kebijakan sosial yang sesuai.

Dalam hal ekonomi, pemerintah harus menciptakan lingkungan aktivitas ekonomi yang menguntungkan bagi masyarakat berbeda keyakinan dapat bekerja bersama. Tanpa adanya keberpihakan terhadap golongan tertentu. Dengan demikian, diharapkan adanya peluang ekonomi adil dan merata bagi semua pihak (Maubourgee dalam Nugroho, 2014:168).

Dalam hal kepercayaan, pemerintah harus mengakui keberagaman kepercayaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat selama itu sesuai dengan falsafah pancasila, dengan cara mengembangkan dialog yang terbuka dan terus-menerus di antara kelompok-kelompok penganut agama. Dialog juga

(12)

12 berperan sebagai forum penasihat kebijakan. Memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menghargai kepercayaan yang berbeda dibutuhkan dalam menuju integrasi bangsa (Maubourgee dalam Nugroho, 2014:168).

Apabila telah terjadi konflik di masyarakat perlunya pemerintah mengembangkan kebijakan agar konflik tersebut menjadi isu individu bukan isu sosial. Karena dengan menyebarnya isu sosial dari sebuah konflik akan dapat memicu terjadinya konflik yang lebih besar lagi. Selain itu, perlunya mengontrol kemajuan resolusi konflik sehingga tidak ada penyusup atau penunggang gelap yang dimungkinkan untuk mengambil keuntungan dari kebijakan dan menciptakan potensi konflik lebih maju. (Maubourgee dalam Nugroho, 2014:168).

Berdasarkan solusi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menanggulangi konflik agama perlunya kesadaran bersama antar umat beragama dan komunikasi yang baik sehingga dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang bertenggang rasa antar sesama.

Indonesia sebagai bangsa majemuk rawan akan konflik akan tetapi bila dapat disatukan dengan cara memahami, dan menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi nasionalisme maka keberlangsungan bangsa itu bisa dijamin.

KESIMPULAN

Indonesia sebagai negara yang memiliki masyarakat yang multikultural, multi suku bangsa, agama, ras, golongan dan kepentingan amat rentan terpicu konflik. Permasalahan yang muncul diantaranya antara lain adalah 1) penetapan agama yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, 2) orientasi pendidikan tidak mengacu kepada multikulturalisme, 3) media massa cenderung hanya mengejar keuntungan publik.

Solusi guna mengatasi permasalahan masyarakat majemuk yang ditawarkan yakni 1) pembenahan terhadap pendidikan multikultural & pendidikan berbasis masyarakat, 2) pembenahan media massa menuju edukatif sebagai konsumsi masyarakat, 3) kebijakan sosial dalam penanggulangan konflik agama. Selain dari ketiga upaya tersebut yang terpenting dan paling mendasar adalah sikap toleransi yang harus dimiliki oleh anggota masyarakat, mereka harus

(13)

13 menyadari adanya perbedaan tersebut dan berusaha menghargai sesamanya, agar tercipta kehidupan yang damai, harmonis dan kesatuan NKRI tetap terjaga.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman, Moeslim. 2007. Krisis Sosial, Krisis Politik, dan Krisis Bangsa Majemuk. Yogyakarta: Impulse.

Baal, J. Van. Tanpa Tahun. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya: Hingga Dekade 1970. Terjemahan J. Piry. 1987. Jakarta: PT Gramedia. Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup.

Ertina, Febri. 2015. Keberagaman Ras dan Gender, (Online),

(https://febriertina.wordpress.com/2015/02/16/keberagaman-ras-dan-gender/), diakses 17 September 2015.

Hamidah, Nurul. 2013. Efek Komunikasi Massa, (Online),

(http://nrhamidahr.blogspot.co.id/2013/05/efek-komunikasi-massa.html), diakses 4 September 2015.

Iskandar. 2011. Etnis & Suku Bangsa, (Online), (http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.co.id/2011/11/etnis-suku-bangsa.html), diakses 17 September 2015.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Lubis, Farhan Aziz. 2014. Pengertian Masyarakat Majemuk Menurut Para Ahli,

(Online), (http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-masyarakat-majemuk-menurut.html), diakses 17 September 2015. Minangkabawi, Qaid. 2012. Dampak Postitif Negatif Multikultural Indonesia,

(Online), (http://mahasiswa-adm.blogspot.co.id/2012/11/dampak-positif-negatif-multikultural.html), diakses 1 September 2015

Nugroho, Riant. 2014. Kebijakan Sosial untuk Negara Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudiadi, Dadang. 2013. Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk, (Online), (http://www.m-edukasi.web.id/2013/07/menuju-kehidupan-harmonis-dalam.html?m=0), diakses 3 September 2015. Wibowo, Pandu. 2014. Konflik Antar Etnis: Penyebab dan Solusi, (Online),

(http://www.kompasiana.com/pandu_wibowo/konflik-antar-etnis-penyebab-dan-solusi_54f6d84fa33311ea608b4a5e), diakses 10 September 2015.

(14)

14 Wilodati. ____. Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ika-An

Kebudayaan Indonesia. Jurnal Masyarakat Majemuk, (Online), ____: 1– 9, (http://www.scribd.com), diakses 4 September 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Subjek (penderita malaria falciparum) datang dengan status sedang menderita penyakit malaria di wawancarai untuk mengetahui gejala klinis yang dialami oleh subjek,

1. Biaya pendirian/pengadaan unit pengolahan limbah, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit saat membangun unit pengolahan limbah. Biaya ini meliputi biaya

disaksikan oleh saksi saksi dari Partai Politik, dan diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan Luar Negeri menyelesaikan rekapitulasi hasil suara untuk Pemilihan Umum Anggota

 Berdasarkan kegiatan membuat rangkaian seri dan paralel peserta didik berdiskusi kelompok, dan membuat kesimpulan (creative thinking) mengenai rangkain listrik.

RANGKA DAN NO.. Tun Abdul Razak, samping Rs.. RANGKA DAN NO.. Tun Abdul Razak, samping Rs. RANGKA DAN NO. TUN ABDUL RAZAK NO.. Bunderan Samata)..

Kemampuan pemecahan masalah siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SK: (1) menuliskan apa yang diketahui secara lengkap dan terurut, menuliskan apa yang ditanyakan dari

Karena pengaturan hukum administrasi Negara mencakup tataran yang begitu luas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa (penyelenggaraan administrasi Negara, penyelenggaraan

Dengan pertimbangan ini dan dikombinasikan dengan pembiayaan BBLD yang terdiversifikasi, kami percaya pendapatan akan bertumbuh 5,5% YoY pada akhir tahun ini...