• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN RASIO GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN RASIO GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL ILMIAH

OLEH

RENI MUSTIKA FITRI BP/NIM : 2008/00508

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2012

(2)
(3)

in West Sumatera Province Reni Mustika Fitri Jurnal Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Email: Rh3_ny@yahoo.com

Abstract

Poverty is one of macro economics problem that get attention of government in the world and in Indonesia. This research is aim to analysze effect of education quality, healthy quality, economic growth, and gender ratio on poverty in West Sumatera Province. The result of this research indicate that education quality, healthy quality, and economic growth have effect significant on poverty in West Sumatera Province. However, the gender ratio doesn’t have effect significant on poverty in West Sumatera Province. The method of analysis use in this research is a method OLS (Ordinary Least Square) with pooling data in 19 regency/city West Sumatera Province from 2006-2010 years. This research give suggestion to government so that to increase human resource quality, increase social status and economic women, and makes economic growth that advantageous for poor people.

Key Word : Poverty, Human Resource Quality, Economic Growth, and Gender Ratio Abstrak

Kemiskinan merupakan salah satu masalah makro yang menjadi pusat perhatian pemerintah di dunia termasuk negara Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, pertumbuhan ekonomi, dan rasio gender terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat Namun, rasio gender tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan data panel yaitu kombinasi 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2006 sampai 2010. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk, meningkatkan status sosial dan ekonomi kaum wanita, serta meningkatkan distribusi pendapatan bagi kelompok penduduk yang berpenghasilan rendah agar manfaat pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk.

Kata Kunci : Tingkat Kemiskinan, Kualitas Sumber Daya Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan Rasio Gender

I. Pendahuluan

Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World Bank, ditingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang tahun 2005 – 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar 0,8%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian negara lain seperti Kamboja, Thailand,

Cina, dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1% per tahun. Bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan penduduk miskin.

Meskipun Indonesia adalah negara yang paling berhasil menurunkan angka kemiskinan, tetapi masih terdapat disparitas antarpro vinsi. Provinsi DKI Jakarta memiliki angka kemiskinan paling rendah yaitu sebesar 3,48%, sedangkan provinsi Papua memiliki tingkat kemiskinan

(4)

tertinggi yaitu sebesar 36,8%. Sementara itu, Provinsi Sumatera Barat termasuk provinsi yang cukup berhasil dalam menurunkan tingkat kemiskinan karena berada di bawah angka kemiskinan nasional yaitu sebesar 9,5%, sedangkan tingkat kemiskinan nasional sebesar 13,33%. Namun,secara kabupaten/kota tingkat kemiskinan juga termasuk tinggi karena hampir separoh daerah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata Sumatera Barat. Oleh karena itu, pemerintah Sumatera Barat harus berusaha lebih giat lagi untuk menurunkan tingkat kemiskinan, karena kemiskinan merupakan salah satu masalah makro yang akan menghambat pembangunan daerah.

Tingginya kemiskinan di suatu daerah disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari indikator angka melek huruf dan angka harapan hidup, pertumbuhan ekonomi, dan rasio gender. Tingginya pembangunan manusia Sumatera Barat dapat dilihat dari tingginya sumbangan pendidikan dan kesehatan, dimana seluruh indikator komposit pembangunan manusia yang terdiri dari angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan angka harapan hidup berada di atas rata-rata nasional.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga diharapkan mampu mengatasi masalah kemiskinan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan distribusi pendapatan untuk kelompok berpendapatan rendah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2010 sebesar 5.93%. Angka ini lebih rendah dibandingkan nasional, dimana pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,10%. Rendahnya pertumbuhan ekonomi kemungkinan menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan di Sumatera Barat. Kemudian, rasio gender Sumatera Barat juga cukup tinggi yaitu sebesar 50,39% pada tahun 2010. Artinya jumlah penduduk perempuan melebihi jumlah penduduk laki- laki. Fenomena ini kemungkinan menyebabkan tingginya angka kemiskinan di Sumatera Barat, sebagaimana teori ekonomi mengatakan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk perempuan menyebabkan tingginya angka kemiskinan.

II. Teori Kemiskinan

Kemiskinan terkait dengan masalah kekurangan pangan dan gizi, keterbelakangan pendidikan, kriminalisme, pengangguran,

prostitusi, dan masalah‐masalah lain yang bersumber dari rendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk. Kemiskinan merupakan masalah yang amat kompleks dan tidak sederhana penanganannya. Menurut Mulyono (2006) kemiskinan berarti ketiadaan kemampuan dalam seluruh dimensinya (BAPPENAS, 2010:8).

Amartya Sen dalam Todaro (2006:23) mengemukakan bahwa tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional, yang paling penting bukanlah apa yang dimilki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan dari barang-barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang-barang tersebut.

Sen dalam Todaro (2006:23) juga mengatakan bahwa “kapabilitas untuk berfungsi (capabilities to function)” adalah yang paling menentukan status miskin-tidaknya seseorang. Pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas kehidupan yang kita jalani dan kebebasan yang kita nikmati.

Jhingan (2007:417) mengatakan bahwa untuk mengubah keterbelakangan ekonomi dan membangkitkan kemampuan dan motivasi untuk maju, maka adalah penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan rakyat. Pada kenyataannya tanpa perbaikan kualitas faktor manusia tidak mungkin ada kemajuan. Jadi, dapat diketahui bahwa negara itu miskin karena memiliki penduduk yang tidak berkualitas. Meskipun dilakukan pembangunan fisik seperti jalan, pabrik, rumah sakit, dan lain sebagainya, tetapi manusianya tidak berkualitas modal fisik tersebut tidak akan bisa dimanfaatkan dengan baik.

Menurut hipotesis Kuznets dalam Tambunan (2001:89), pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi yang sangat kuat. Pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Simmon Kuznets dalam Todaro (2003:240) juga mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung

(5)

penduduk termiskin di berbagai negara-negara berkembang, akan terungkap fakta bahwa hampir disemua tempat yang paling menderita adalah kaum wanita beserta anak-anak. Merekalah yang paling menderita kemiskinan atau kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk jasa sosial yang lainnya (Todaro, 2003:256).

III. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota. Data penelitian diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat. Teknik analisis data yang digunakan terdiri dari analisis deskriptif dan induktif.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian

Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) diperoleh koefisien masing-masing variabel seperti yang terlihat pada Tabel 1 (lampiran). Model regresi pada penelitian ini adalah sebagai beri:

Dari empat variabel yang ada, tiga variabel menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat pada derajat kepercayaan 95% ( ). Variabel tersebut adalah kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan pertumbuha n ekonomi. Sementara itu, satu variabel tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Variabel tersebut adalah rasio gender.

Pertumbuhan ekonomi memang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan, namun bentuk pengaruhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tidak signifikannya pengaruh rasio gender terhadap tingkat kemiskinan dan tidak sesuainya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut.

maka akan menurunkan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat sebesar 0,737 persen. Angka harapan hidup menunjukkan hubungan negatif dengan tingkat kemiskinan dengan koefisien regresi sebesar -0,895 persen. Artinya apabila angka melek huruf meningkat satu persen, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat sebesar 0,895 persen

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan positif dengan tingkat kemiskinan dengan koefisien regresi sebesar 0,505 persen. Hal ini berarti apabila pertumbuhan ekonomi meningkat satu persen, maka tingkat kemiskinan meningkat sebesar 0,505 persen. Rasio gender tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan karena tingkat signifikansinya melebihi .

2. Pembahasan

2.1 Pengaruh Kualitas Pendidikan, Kualitas Kesehatan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Rasio Gende r Secara Bersama-sama terhadap Tingkat Ke miskinan di Provinsi Sumatera Barat

Hasil temuan menunjukkan bahwa variabel kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, pertumbuhan ekonomi, dan rasio gender secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Namun, jika dilihat secara sendiri-sendiri ditemukan satu variabel yang tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan yaitu variabel rasio gender.

2.2 Pengaruh Kualitas Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pendidikan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Jika pendidikan suatu daerah sudah baik berarti mutu sumber daya manusia di daerah tersebut juga baik. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Jadi, orang yang

(6)

mempunyai kualitas pendidikan tinggi akan mampu menghasilkan barang dan jasa secara optimal sehingga akan memperoleh pendapatan yang optimal juga. Apabila pendapatan penduduk tinggi maka seluruh kebutuhan akan terpenuhi dan jauh dari lingkaran kemiskinan.

Penyelenggaraan pendidikan di Sumatera Barat tidak terlepas dari konteks pembangunan nasional, dimana pada hakekatnya fungsi pendidikan nasional itu adalah pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan, dan pengembangan potensi diri. Untuk mengimplementasikan fungsi pendidikan nasional tersebut, maka prioritas penyelenggaraan pendidikan di Sumatera Barat yang dituangkan dalam Rencana Strategis Pembangunan 2006-2010, antara lain : mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Sumatera Barat, meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing ditingkat nasional, regional dan internasional, dan meningkatkan manajemen dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.

Pemerintah Sumatera Barat telah melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan penduduk di daerahnya. Diantaranya,pemberian berbagai jenis beasiswa seperti BBM yang diberikan kepada siswa atau mahasiswa yang tidak mampu, dan PPA diberikan kepada siswa atau mahasiswa yang berprestasi. Dengan adanya kebijakan tersebut kesempatan untuk mendapatkan pendidikan secara formal dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Berkualitasnya pendidikan penduduk suatu daerah dapat diukur dari indikator angka melek huruf. Angka melek huruf penduduk Sumatera Barat cukup bagus karena berada di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 97.09%, sedangkan nasional sebesar 92.91%. Hal ini d isebabkan karena tingginya partisipasi penduduk Sumatera Barat untuk bersekolah dan pemerintah Sumatera Barat juga ikut andil dalam meningkatkan mutu pendidikan di Sumatera Barat. Dengan demikian, angka buta huruf penduduk akan berkurang. Semakin sedikit penduduk yang buta huruf maka semakin sedikit pula penduduk yang menderita kebodohan. Kebodohan merupakan penyebab kemiskinan.

2.3 Pengaruh Kualitas Kesehatan terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat

Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas kesehatan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat. Kesehatan merupakan salah satu syarat peningkatan produktivitas. Orang yang kondisi kesehatannya buruk tidak akan melakukan pekerjaan dengan efektif. Jika seseorang tidak efektif dalam bekerja maka produktivitasnya juga rendah. Jika produktivitasnya rendah berarti penghasilannya juga rendah. Penghasilan seseorang yang rendah akan membuat orang tersebut kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga orang tersebut bisa terjebak dalam kemiskinan.

Kualitas kesehatan di Sumatera Barat cukup baik. Hal ini terbukti dengan lebih tingginya angka harapan hidup Sumatera Barat daripada nasional, dimana masing- masingnya sebesar 69.50 tahun dan 69.43 tahun. Meningkatnya angka harapan hidup sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Sumatera Barat. Angka harapan hidup dapat dijadikan indikator untuk membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan.

2.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat. Namun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat belum mampu menurunkan angka kemiskinan. Hal ini disebabkan karena belum berkualitasnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat.

Pertumbuhan ekonomi dikatakan berkualitas apabila mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang sekaligus mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Jika pertumbuhan ekonomi suatu daerah tinggi tetapi tidak berdampak positif pada pengurangan

(7)

tahun. Data BPS Sumatera Barat memperlihatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2009 sebesar 5,46% menjadi 5,93% tahun pada 2010. Peningkatan pertumbuhan ekonomi belum bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat apabila pertumbuhan yang semakin meningkat tersebut tidak dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat maka peningkatan pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan pemerataan pembagian pendapatan.

Menurut Tjiptoherijanto (1997:80) usaha-usaha untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia pada dasarnya diarahkan pada penyesuaian kebijaksanaan makro ekonomi sehingga mampu menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang diperlukan, tetapi belum mencukupi dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Menurut kriteria Bank dunia, penduduk dibagi menjadi tiga golongan, yaitu 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi. Berdasarkan data dari BPS (2010) pembagian pendapatan bagi kelompok 40 persen penduduk yang berpendapatan rendah semakin mengecil dari tahun ke tahun. Hal ini jelas terlihat apabila kita bandingkan kondisi di tahun 1999, dimana kelompok tersebut mendapat distribusi pendapatan sebesar 25,17%, sementara pada tahun 2010 hanya memperoleh bagian 20,55%. Sedangkan untuk kelompok 20 persen yang berpendapatan tinggi cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 kelompok 20 berpendapatan tinggi mendapat bagian sebesar 37,08%, sementara pada tahun 2010 kelompok tersebut mendapat bagian sebesar 40,22%.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perbandingan pembagian pendapatan di kalangan penduduk berpendapatan rendah dan penduduk berpendapatan tinggi sangat jelas sekali, dimana penduduk yang berpendapatan tinggi lebih banyak menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi daripada penduduk yang berpendapatan rendah.

pertumbuhan sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang relatif lambat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2008 pertumbuhan sektor pertanian cukup tinggi yaitu sebesar 5.47%. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 3.47%. Pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 3.66%. Walaupun pertumbuhan sektor pertanian mengalami peningkatan pada tahun 2010, tetapi peningkatannya relatif lambat jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Seperti sektor bangunan yang mengalami pertumbuhan sangat besar yaitu 4.04% tahun 2009 menjadi 13,73% pada tahun 2010. Pertumbuhan output yang hanya 3.66% pada sektor pertanian, yang menjadi tumpuan penghidupan sekitar 44.10% tenaga kerja Sumatera Barat tentu saja akan berakibat pada lambannya peningkatan kesejahteraan petani dibandingkan dengan kesejahteraan pekerja diluar sektor pertanian. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat.

2.5 Pengaruh Rasio Gender terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat

Todaro (2006:256) mengatakan bahwa mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Jika dibandingkan standar hidup penduduk termiskin di negara berkembang, akan terungkap fakta bahwa hampir di semua tempat yang paling menderita adalah kaum wanita beserta anak-anaknya. Akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak disektor formal, berbagai tunjangan sosial dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan pemerintah. Dengan demikian, dapat disimpulkan semakin bayak kaum wanita, semakin tinggi rasio gender serta semakin banyak penduduk miskin atau semakin tinggi tingkat kemiskinan suatu daerah.

Sumber dari permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh kaum perempuan suatu daerah terletak pada budaya yang dimiliki oleh masyarakat daerah tersebut. Budaya yang dimiliki antardaerah berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Diantaranya, budaya daerah yang menganut sistem matlinear seperti daerah

(8)

Sumatera Barat (Minangkabau) dan budaya daerah yang menganut sistem patrilinear seperti daerah Bali. Budaya tersebut tercermin dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja dan sistem kepemilikan. Kultur yang demikian ini akhirnya akan bermuara pada terjadinya perlakuan diskriminasi, ekploitasi maupun kekerasan terhadap perempuan.

Deskriminasi terhadap kaum perempuan menjadikan daya saing perempuan dalam berbagai aspek kehidupan menjadi lemah. Budaya perempuan tidak boleh bekerja mengakibatkan kaum perempuan tidak mempunyai penghasilan. Dengan demikian, semakin banyak keluarga yang dikepalai oleh perempuan maka semakin tinggi angka kemiskinan.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa jumlah penduduk perempuan tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Ini berarti besar kecilnya jumlah penduduk perempuan tidak mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di Sumatera Barat. Hal ini disebabkan karena budaya Sumatera Barat yang menganut sistem matrilinear, yaitu sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu.

Masalah gender dalam masyarakat Minangkabau jauh berbeda dari gender yang dikenal masyarakat umum. Dalam tatanan masyarakat dan ajaran adat Minagkabau tidak pernah dicantumkan perbedaan antara laki- laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan merupakan suatu kesatuan utuh dalam suatu kerangka adat dan budayanya. Laki- laki dan perempuan juga merupakan satu paket yang saling ketergantungan, saling mendukung, saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian, deskrimasi terhadap perempuan tidak terjadi di Minangkabau.

Kemiskinan penduduk perempuan juga terlihat dari terbatasnya akses perempuan terhadap pendidikan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur, perempuan tidak dianggap investasi keluarga karena setelah menikah akan menjadi milik orang lain (suaminya). Miskin pendidikan akan berpengaruh terhadap aspek lainnya seperti pada aspek terhadap pekerjaan. Perempuan tidak memiliki pengetahuan

dan keterampilan karena tidak berpendidikan sehingga akan sulit untuk mengakses pekerjaan di sektor formal yang relatif mempunyai upah tinggi. Pekerjaan mereka hanya terbatas pada sektor informal yang berupah rendah.

Pada kenyataanya di Sumatera Barat anggapan tersebut bukanlan faktor penghambat kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Ha ini dapat dilihat dari indikator pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Berdasarkan data BPS Sumatera Barat (2011) menunjukkan bahwa penduduk perempuan yang menamatkan pendidikan sarjana (S1) sebesar 3,91%. Sementara penduduk laki- laki yang tamat S1 hanya sebesar 1,40%. Hal ini membuktikan bahwa perempuan Minangkabau sudah memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dengan demikian, peluang untuk bekerja dan memiliki penghasilan yang tinggi juga besar bagi kaum perempuan. Apabila kaum perempuan berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi, maka kaum perempuan tidak lagi menjadi beban dalam kelurganya dan jauh dari kemiskinan.

Selain itu, tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk perempuan di Sumatera Barat juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data BPS Sumatera Barat (2011), menunjukkan pada tahun 2008 TPAK penduduk perempuan Sumatera Barat sebesar 49,48%, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu menjadi 49.70% dan 51,42%. Ini membuktikan bahwa partisipasi perempuan Minangkabau untuk bekerja atau aktif dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Dengan demikian, secara ekonomis penduduk perempuan mempunyai penghasilan yang bisa disumbangkan untuk kebutuhan keluarganya. Kondisi keluarga yang demikian dapat menhindarkan diri dari kemiskinan secara ekonomis.

V. Simpulan dan Saran 1. Simpulan

Kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, pertumbuhan ekonomi dan rasio gender secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Kualitas pendidikan dan kualitas kesehatan mempunyai pengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Artinya semakin tinggi kualitas pendidikan dan kualitas kesehatan maka akan

(9)

di Provinsi Sumatera Barat. Artinya apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat belum berkualitas. Artinya manfaat pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat belum merata dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Rasio gender tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat. Artinya tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat tidak ditentukan oleh rasio gender. Hal ini disebabkan karena budaya Sumatera Barat yang menganut sistem matrilinear yaitu sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu.

2. Saran

Pemerintah harus lebih memperhatikan penduduk yang tinggal jauh dari pusat kota atau

terkendala oleh jarak yang jauh antara rumah dan sekolah serta menyediakan tenaga pendidik yang profesional. 2) menambah sarana kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas serta tenaga medis yang handal.

Pemerintah Sumatera Barat harus berusaha meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan cara memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas hasil pertanian melalui pemberian bibit unggul, pemberian pupuk bersubsidi dan meningkatkan distribusi pendapatan bagi kelompok penduduk berpenghasilan rendah. Kemudian, pemerintah juga harus lebih memperhatikan kaum perempuan melalui pemberian kesempatan memperoleh pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan agar kaum perempuan memiliki kebebasan untuk memilih.

Daftar Referensi

Ariefianto, Moch. Doddy. 2012. Ekonometrika esensi dan aplikasi dengan menggunakan EViews. Jakarta: Erlangga

Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Kesejahteraan Rakyat Sumatera Barat tahun 2008. Padang: BPS Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Ekonomi Sumatera Barat (Tinjauan PDRB Provinsi

Sumatera Barat dan Kabupaten/Kota Menurut Lapangan Usaha) Tahun 2006-2010. Padang: BPS Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2011. Jakarta:

BPS.

Bappenas. 2010. Laporan Akhir Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera-I/KS-I. Jakarta: Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kedeputian Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat. 2012. Program Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Partai Demokrat

Jhingan, M. L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Tambunan, Dr. Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2011. Indikator Kesejahteraan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Jakarta: TNP2K

Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Prospek Perekonomian Indonesia dalam Rangka Globalisasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga . 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga . 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga

(10)

Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pe rtumbuhan Ekonomi, dan Rasio Gender te rhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat

Variabel Koefisien Signifikansi Uji Autokorelasi (DW) Newey-West Koefisien Signifikansi AMH -0,737 0,000* DW = 0,70 -0,737 0,006* AHH -0,895 0,000* -0,895 0,001* PE 0,505 0,010* 0,505 0,004* RG -0,639 0,010* -0,639 0,131** Adjusted 0,5971=59,71%

Ket : AMH = Angka Melek Huruf, AHH = Angka Harapan Hidup, PE = Pertumbuhan Ekonomi,

RG = Rasio Gender. * = Signifikansi pada , ** = Tidak Signifikan pada .

Tabel 2. Hasil Uji Heterokedastisitas dan Uji Multikolinearitas Variabel Uji Heterokedastisitas

(Park Test)

Uji Multikolinearitas

Variabel VIF

AMH 0,891** AMH & AHH 1,284

AHH 0,745** AMH & PE 1,001

PE 0,163** AMH & RG 1,079

RG 0,523** AHH & PE 1,036

AHH & RG 1,052

PE & RG 1,016

Ket : AMH = Angka Melek Huruf, AHH = Angka Harapan Hidup,

Gambar

Tabel 2. Hasil Uji  Heterokedastisitas dan  Uji  Multikolinearitas  Variabel  Uji  Heterokedastisitas

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun

Hasil penelitian menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun

Leonard Bastian Girsang, NIM 137003010 “ Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan terhadap

Pertumbuhan ekonomi secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan, akan tetapi pertumbuhan ekonomi dapat memengaruhi dalam

memberikan hasil yang serupa dengan hasil penelitian ini dimana, pertumbuhan ekonomi mempunyai keterkaitan yang erat dengan kemiskinan. Melalui pertumbuhan

lima faktor yang mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. yakni: Laju pertumbuhan ekonomi, Jumlah penduduk, Produk domestik

Hasil pengujian hipotetsis secara bersama-sama dan parsial Laju Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia dan Tingkat Pengangguran memiliki hubungan searah dan tidak