• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Domba

Domba memiliki kedudukan yang sama dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mammalia, Bangsa: Placentalia (mempunyai plasenta), Suku: Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub ordo: Seledontia, Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries

(Kartadisastra, 1997).

Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat beranak lebih dari satu ekor, cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih

dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaan lebih mudah, termasuk

pemakan rumput sehingga dalam pemberian pakan lebih mudah (Tomaszweska et al., 1993).

Domba Lokal

Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh dan bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: 1) badannya memiliki bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti hitam belang-belang yang terletak disekitar mata. 2) Domba jantan memiliki tanduk yang kecil sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. 3) Ekor relatif tipis dan kecil.

(2)

Pakan Domba

Bahan pakan berserat seperti hijauan merupakan bahan pakan sumber energi dan secara alamiah ternak domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari pada konsentrat. Hijauan tersebut pada umumnya merupakan bahan pakan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi. Ternak ruminansia mampu mencerna hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994). Kebutuhan harian zat makanan untuk domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan pakan domba BB (Kg) BK Energi Protein Ca (g) P (g) (Kg) % BB ME (Mcal) TDN (Kg) Total (g) DD 5 10 15 20 25 30 0,14 0,25 0,36 0,51 0,62 0,81 - 2,50 2,40 2,60 2,50 2,70 0,60 1,01 1,37 1,80 1,91 2,44 0,61 1,28 0,38 0,50 0,53 0,67 51 81 115 150 160 204 41 68 92 120 128 163 1,91 2,30 2,80 3,40 4,10 4,80 1,40 1,60 1,90 2,30 2,80 2,30 Sumber: NRC (1995)

Menurut Parakkasi (1995) pakan merupakan semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk kehidupannya seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral.

Pakan yang di berikan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

(3)

Pertumbuhan dan Penggemukan Ternak Domba

Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun seperti tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah dan zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).

Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Bagian-bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan selama pertumbuhan dan perkembangan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan maksimal yang berbeda pula. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).

Pemberian Air Minum Domba

Kompisisi tubuh domba, 70% dari berat badannya berupa berupa air. Kekurangan air di dalam tubuh hingga mencapai 20% akan menyebabkan domba mengalami dehidrasi yang bisa menyebabkan kematian. Karena itu, ketersedian air bersih di dalam kandang untuk minum merupakan hal yang mutlak perlu. Kebutuhan domba terhadap air tergantung pada banyak faktor, misalnya kondisi fisiologis, kondisi hijauan, ataupun kondisi lingkungan.

Domba muda relatif membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan domba tua. Jika hijauan yang diberikan dan dikonsumsi sudah tua, yang umumnya berkadar air rendah, domba akan membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan hijauan yang masih muda. Jika temperatur lingkungan cukup tinggi, domba akan membutuhkan air lebih banyak dari pada biasanya. Seekor domba

(4)

membutuhkan air sebanyak 1,5-2,5 liter per hari. Sebaiknya, air disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas (Sodiq dan Abidin, 2002).

Sistem Pencernaan Domba

Hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Pakan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan sistem pencernaan pakan pada hewan ruminansia, tempat pada struktur gizi, yaitu terdapat geraham belakang (molar yang besar), berfungsi untuk mengunyah rerumputaan yang sulit dicerna. Disamping itu terdapat pada hewan ruminansia modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum dan abomasum. Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, abomasums 7-8% (Prawirokusumo, 1994).

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam mulut dan gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel mikroorganisme (Tillman et al.,1991).

(5)

Pengolahan Bahan Pakan

Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair (Hardjo et al., 1989).

Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah, dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate, 1966).

a. Pengolahan Secara Fisik

Pengolahan secara fisik pada bahan pakan berserat tinggi bertujuan untuk merombak struktur fisik bahan dan memecah matriks karbohidrat penyusun dinding sel. Pengolahan secara fisik dapat juga digunakan dalam pengawetan dan menghilangkan kandungan antinutrisi bahan. Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan, peletting, penghancuran dan lain-lain.

b. Pengolahan Secara Kimia

Perlakuan kimia pada pakan berserat tinggi bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dan konsumsi pakan bebas dengan cara memecah komponen-komponen dinding sel atau memecah ikatan lignin dengan senyawa karbohidrat yang terdapat pada sel tanaman. Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa

(6)

perlakuan-perlakuan kimia yang telah dicoba diteliti antara lain terdiri dari perlakuan Naoh, KOH, Ca (OH)2 dan urea.

Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45% atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1954).

Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik untuk pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Amoniasi dapat menurunkan kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak. Yang berakibat

meningkatkan kecernaan pakan lebih jauh. Dari hasil percoban Chuzaemi dan Soejono (1987) dengan level urea yang lebih tinggi yaitu 6% dan

8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik juga energinya. Energi tercerna meningkat dari 6,07 MJ menjadi 8,32 dan 9,54 MJ.

c. Pengolahan Secara Biologis

Aplikasi perlakuan secara biologi dalam pengolahan bahan pakan limbah bertujuan untuk megubah struktur fisik bahan, pengawetan dan mengurangi kandungan anti nutrisi. Perubahan struktur fisik pada bahan kasar dilakukan oleh enzim delignifikasi sekaligus memperkaya jaringan pakan dengan protein mikroorganisme. Perlakuan secara biologis dilakukan dengan menggunakan

(7)

enzim pendegradasi dinding sel seperti selulase, hemiselulase dan enzim pemecah lignin, jamur ligninolitik, bakteri dan jamur rumen dengan proses fermentasi dengan maksud untuk mendapatkan bahan pakan yang bermutu tinggi serta tahan lama agar dapat diberikan kepada ternak pada masa kekurangan pakan ternak.

Menurut Saono (1974), fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi menurut Kuswanto (1989), adalah konsentrasi gula, pH fermentasi, temperatur, penambahan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor, ammonium sulfat, ammonium fosfat dan lain-lain yang mengandung N, P, K waktu fermentasi dan aerasi.

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas

Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya

digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan

pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35 - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC (minimum), 45 - 47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik).

Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan

(8)

bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).

Konsentrat

Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik apabila konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 2003).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah daun kelapa sawit merupakan salah satu bahan pakan ternak yang memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedua bahan pakan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan. Produksi pelepah daun kelapa sawit dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Kandungan protein kasar pada kedua bahan pakan tersebut masing-masing mencapai 15% BK (daun) dan 2 – 4% BK (pelepah) (Mathius, 2003). Sementara itu, campuran kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi 4,8%.

Menurut Direktoral Jenderal Perkebunan, 2008 luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,1 juta. Sumatera Utara sendiri pada tahun 2008 memiliki luas perkebunan kelapa sawit 948.800 Ha. Pelepah dan daun kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar.

(9)

Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ pohon/ tahun dengan rataan berat pelepah daun

sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Jalaluddin dan Hutagalung, 1982).

Hasil panen pelepah ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia. Pelepah kelapa sawit saat ini belum dimanfaatkan secara

optimal merupakan salah satu bahan pakan pengganti hijauan (Kawamoto et al., 2002), disamping hasil ikutan lain dalam pengolahan buah

kelapa sawit.

Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Kandungan nutrisi pelepah daun kelapa sawit

Zat nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 26,07a

Protein kasar 5,02b

Lemak kasar 1,07a

BETN 39,82a

TDN 45,00a

Ca 0,96a

P 0,08a

Energi (MCal/ME) 56,00c

Serat kasar 36,94a

Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2000). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).

(10)

Bungkil Inti Sawit

Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik, tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebakan kurang cocok bagi ternak monogastrik, melainkan lebih cocok bagi ternak ruminansia.

Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan bobot badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba. Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%) Protein kasar 15,4a TDN 81b Serat kasar 16,9a Lemak kasar 2,4a Bahan kering 92,6a Ca 0,10c P 0,22c

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000). c. Siregar (2003).

Dedak Padi

Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim kemarau berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi (Balitnak, 2010).

(11)

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi, 1999). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan kandungan nilai gizi dalam dedak padi cukup tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat. Kandungan nutrisi pada dedak padi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 89,6 Protein kasar 13,8 Lemak kasar 7,2 Serat kasar 8,0 TDN 67,0

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).

Garam

Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Devisiensi garam lebih sering terlihat pada hewan herbivora, hal ini disebabkan karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam yaitu nafsu makan menghilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur dan berat badan turun (Anggorodi, 1994). Menurut Parakkasi (1999), kebutuhan domba akan garam sebanyak 9 % dalam makanan.

(12)

Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein, energi serta biosintesa zat – zat pakan esensial (Davendra dan Burns, 1994).

Menurut Murtidjo (1993) juga berpendapat bahwa di Indonesia yang beriklim tropis defisiensi mineral tertentu merupakan kasus lapangan yang sering terjadi, dimana hal ini dapat mengakibatkan ternak domba yang dipelihara mengalami penurunan nafsu makan, efisiensi pakan tidak dicapai, terjadi penurunan bobot tubuh dan gangguan kesuburan ternak bibit. Kandungan mineral dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan mineral

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Kalsium karbonat 50,00 Phospor 25,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15 Sodium klorida 23,05 Besi 0,80 Zn 0,20 Mg 0,15

Sumber : Eka Farma disitasi Warisman (2009).

Molases

Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46-60% sebagai gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molasses atau tetes tebu juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma. Sedangkan kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat

(13)

menyebabkan diare bila dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi pada molasses

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 92,6

Protein kasar 4,00

Lemak kasar 0,08

Serat Kasar 0,38

TDN 81,00

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan, FPUSU (2000)

Urea

Urea dengan rumus molekul Co (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum

ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).

Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagi sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentratnya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan (Hartadi, et. al., 1990).

Parameter Penelitian Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan berpengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1999).

(14)

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting,

menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang

berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997). Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993).

Ransum adalah campuran dari beberapa jenis bahan makanan yang diberikan pada ternak dalam waktu 24 jam, makanan itu dapat diberikan seluruhnya sekaligus atau dalam beberapa kali sebagian-sebagian dari padanya.

Ransum disebut sempurna apabila kombinasi beberapa bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat –zat makanan kepada ternak

dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh berjalan dengan normal. Dalam mengkonsumsi ransum ternak di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, keaktifan ternak , berat badan kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan (Parakkasi, 1995). Menurut Pilliang (1997), bahwa untuk memproduksi satu kilogram daging domba diperlukan bahan pakan ternak sebanyak 8,0 kilogram.

Pengukuran konsumsi pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan. Konsumsi pakan juga

(15)

mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda (Williamson dan Payne, 1993).

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan dinyatakan pada umumnya dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang – ulang dan di ketengahkan dengan penambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman, et al., 1991).

Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak. Pertambahan bobot badan ternak tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1994).

Konversi Ransum

Konversi ransum sangat penting artinya sebab berkaitan dengan biaya produksi, biaya pakan adalah yang terbesar dari total biaya produksi. Konversi ini merupakan salah satu indeks yang dapat memperlihatkan sampai sejauh mana efisiensi usaha ternak dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang diterima oleh peternak (Rasyaf, 1994).

Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).

Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan

(16)

akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).

Konversi pakan pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya (Pond et al., 1995).

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan pakan domba   BB  (Kg)  BK  Energi  Protein  Ca (g)  P  (Kg)  % BB  ME (Mcal)  TDN (Kg)  Total  (g)  (g)  DD  5  10  15  20  25  30  0,14 0,25 0,36 0,51 0,62 0,81  -  2,50 2,40 2,60 2,50 2,70  0,60 1,01 1,37 1,80 1,91 2,44  0,61 1,28 0,3
Tabel 2. Kandungan nutrisi pelepah daun kelapa sawit
Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Tabel 5. Kandungan mineral
+2

Referensi

Dokumen terkait

Putusan Mahkamah menyatakan bahwa peraturan yang dibuat pemerintah tersebut tidak melanggar prinsip FET karena peraturan tersebut sesuai dengan spesifikasi

[r]

Pemanfaatan tumbuhan lokal sebagai pangan alternatif dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional tidak terlepas dari pengetahuan terhadap besarnya nilai gizi dari

adalah: (1) mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis puisi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bojong Kabupaten Tegal melalui teknik akrostik dengan media smart card ; (2)

persoalan yang akan dijadikan sebagai rumusan masalah. Langkah Kedua, mencari landasan teori, sumber, dan referensi serta acuan visual mengenai katak anak panah

Itulah sebabnya, penggunaan ujian masuk atau alat seleksi lainnya untuk memilih calon mahasiswa baru yang mempunyai kemampuan akademik terbaik dan diharapkan