III. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan cookies jagung adalah jagung varietas BPPT-IPB 1, terigu protein rendah merek Kunci Biru, gula merek Kenari, margarin merek Forvita, susu skim merek Sunlac, telur, dan soda kue merek Koepoe-Koepoe.
Bahan yang digunakan untuk analisa yaitu K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH pekat, H2BO3, metilen blue, HCl, heksana, H2SO4, NaOH, K2SO4, petroleum eter, alkohol 95%, etanol, larutan asam asetat, I2, KI, glukosa murni, serta garam-garam untuk pengujian umur simpan seperti, LiCl, MgCl2, K2CO3, NaBr, KI, NaCl, KCl, dan BaCl2.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung jagung adalah polisher, disc mill, ayakan 120 mesh, sealer, dan timbangan. Peralatan pembuatan cookiesyaitu timbangan, oven pemanggang, hand mixer, loyang, cetakan, plastik, dan peralatan masak lainnya.
Alat utama yang digunakan dalam analisa adalah chromameter, texture analyzer, jangka sorong, brabender amilograph, aw-meter, chamber, higrometer, spektrofotometer, vorteks, labu soxhlet, labu kjeldahl, labu lemak, tanur, alat destilasi, oven pengering, desikator, gegep, cawan aluminium, cawan porselin, aluminium foil, loyang, tabung reaksi bertutup, dan alat gelas lainnya.
B. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu persiapan bahan, formulasicookies dan pendugaan umur simpannya. Diagram alir tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Tahap persiapan bahan merupakan tahapan analisis jagung pipil, pembuatan tepung jagung, analisis tepung jagung.
Gambar 4 Diagram alir tahap penelitian Penentuan kemiringan kurva sorpsi
Pembuatan tepung jagung
Pengujian karakteristik tepung jagung
Formulasi ketigacookiesjagung Formulasi keduacookiesjagung
Formulasi kesatu cookiesjagung
Penentuan atribut kerusakan
Penentuan kadar air kritis
Penentuan kadar air kesetimbangan Analisis jagung pipil
Analisis cookies
jagung terpilih Uji perbandingan cookies
jagung dengan reference
Uji Kimia (proksimat, kadar serat kasar, total
pati, amilosa) Uji Fisik (Rendemen, derajat pengembangan, kerenyahan dan kekerasan, warna, densitas kamba) Penggunaan model persamaan
Penentuan variabel pendukung
Umur simpan (bulan)
Analisis kimia
Analisis fisik
1. Tahap persiapan penelitian 1.1 Analisis jagung pipil
Analisis jagung pipil bertujuan untuk mengetahui karakteristik awal bahan baku jagung yang digunakan dalam pembuatan tepung jagung. Analisis jagung pipil yang dilakukan adalah analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Jagung pipil perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum dianalisis.
1.2 Pembuatan tepung jagung
Tahapan pembuatan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 5. Pembuatan tepung jagung dimulai dengan pemipilan biji jagung dari tongkolnya. Kemudian, jagung pipil direndam setiap 2.5 kg selama 20 menit dan ditiriskan selama 10 menit.
Pemimipilan jagung tongkol ↓
Perendaman 2,5 kg (20 menit) ↓
Penirisan (10 menit) ↓
Pembuangan kulit ari (polisher) (25 menit) ↓
Pengecilan ukuran dengan disc milltanpa saringan (10 menit) ↓
Pembuangan perikarp dan germ (30 menit) ↓
Penirisan jagung bersih (30 menit) ↓
Pengeringan jagung bersih dengan oven 60 oC selama 2 jam ↓
Penepungan dengan disc mill dengan saringan 120 mesh (15 menit) ↓
Pengeringan tepung jagung dalam oven 60 oC (3 jam) ↓
Pengayakan dengan pengayak 120 mesh ↓
Tepung jagung lolos ayakan 120 mesh Gambar 5 Diagram alir pembuatan tepung jagung
Kulit ari jagung pipil yang telah direndam dan ditiriskan lalu dibuang dengan alat polisher selama 25 menit. Jagung hasil tahapan ini disebut jagung sosoh. Jagung sosoh kemudian dikecilkan ukurannya dengan menggunakan disc milltanpa saringan selama 10 menit. Setelah itu, jagung tersebut direndam dalam air untuk membuang perikarp dan germ selama 30 menit dan dihasilkan jagung bersih. Kemudian, jagung bersih ditiriskan selama 30 menit.
Jagung bersih dikeringkan dengan oven pada suhu 60ºC selama 2 jam. Jagung yang telah kering tersebut kemudian ditepungkan dengan disc milldengan saringan. Tepung jagung tersebut kembali dikeringkan dengan oven pada suhu 60ºC selama 3 jam. Tahap terakhir, tepung jagung yang telah kering kemudian diayak dengan pengayak 120 mesh.
1.3 Analisis tepung jagung
Analisis tepung jagung dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan pada tahapan ini adalah sebagai berikut:
1) Analisis proksimat, meliputi: a. Kadar air b. Kadar abu c. Kadar protein d. Kadar lemak 2) Kadar serat kasar
3) Total pati 4) Kadar amilosa
5) Profil gelatinisasi pati (dengan menggunakan brabender amilograph) 6) Densitas kamba
7) Derajat warna (dengan menggunakan chromameter).
2. Formulasi CookiesJagung
Tahap formulasi cookies jagung diawali dengan pembuatan cookies jagung. Tahap pembuatan cookiesjagung bertujuan menentukan parameter proses yang digunakan dalam tahap formulasi cookiesjagung. Parameter yang ditentukan
dalam tahap ini adalah waktu pencampuran gula dan margarin serta krim dengan telur. Tahap formulasi cookiesjagung dibagi menjadi tiga yaitu formulasi kesatu, formulasi kedua, dan formulasi ketiga cookiesjagung.
2.1 Formulasi kesatu cookiesjagung
Formulasi kesatu adalah tahap awal formulasi cookies jagung. Formulasi kesatu dilakukan dengan melakukan pembuatan cookies jagung berdasarkan perbandingan jumlah tepung jagung terhadap terigu. Perbandingan tepung jagung dan terigu dalam formulasi kesatu pada berbagai tingkat substitusi dapat dilihat pada Tabel 11 dengan acuan formula awal pada Tabel 12.
Tabel 11 Perbandingan tepung jagung dan terigu dalam formulasi kesatu cookies jagung
Formula Perbandingan
Tepung jagung (%) Terigu (%)
1 100 0 2 90 10 3 80 20 4 70 30 5 60 40 6 50 50
Tabel 12 Bahan-bahan pembuatan cookiesper 100 g tepung
Bahan Komposisi (%) Gula 30 Margarin 30 Mentega 7 Vanili 0.2 Putih telur 25 Kuning telur 7 Cream of tartar 0.4 Susu skim 14 Garam 0.8 Soda kue 0.2
Pembuatan keenam formula pada formulasi kesatu dilakukan berdasarkan diagram alir pembuatan cookies jagung yang dapat dilihat pada Gambar 6. Pembuatan cookies terdiri dari beberapa tahap yaitu penimbangan, pencampuran bahan, pengadonan, penuaan (aging), pencetakan, pemanggangan, dan pendinginan. Penimbangan dilakukan sesuai dengan formula. Tujuan dilakukan pencampuran adalah menghasilkan adonan yang homogen dan memiliki konsistensi yang sesuai untuk proses selanjutnya (Manley 2001). Pencampuran harus dilakukan secara baik sehingga pencetakan dapat optimal (Lallemand 2000). Pemasukan bahan dilakukan secara bertahap.
Pencampuran gula (setengah bagian), margarin, mentega, vanili selama 2 menit hingga terbentuk krim
↓
Pengadukan 1 hingga merata ↓
Pengadukan 1 hingga terbentuk adonan ↓
Aging14 menit dan pencetakan dengan tebal 0.5 cm ↓
Pemanggangan (baking) 150ºC-160ºC selama 8-9 menit ↓
Pendinginan (cooling time) ↓
Cookies
Gambar 6 Diagram alir pembuatan cookiesjagung formulasi kesatu (modifikasi Supriadi 2004)
Proses pencetakan adalah perlakuan penipisan adonan dan pemberian bentuk serta ukuran yang seragam pada cookies. Pencetakan yang dilakukan dengan alat pencetak akan menghasilkan cookiesdengan bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman juga dibutuhkan untuk mempermudah pemanggangan (Syamsir et al.2008).
Di kocok putih telur, gula halus (1/2 bagian), cream of tartarselama 1 menit - Kuning telur - Susu skim - Terigu - Tepung
Pemanggangan dalam oven merupakan tahap pemasakan adonan dan perubahan suatu adonan menjadi sebuah cookies. Selama pemanggangan terjadi tiga perubahan utama yaitu peningkatan ketebalan (pengembangan struktur), peningkatan warna coklat kemerahan pada permukaan produk (sesuai prinsip reaksi mailard), dan penurunan kadar air secara signifikan (Manley 2001). Suhu yang digunakan pada proses pembuatan cookies yaitu 150ºC-160ºC selama 8-9 menit tergantung pada jumlah cookies jagung dalam loyang yang digunakan. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan cookies menjadi hangus di bagian luar, tetapi di bagian dalam belum matang. Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan pemanggangan terlalu banyak, rasa dan aroma juga banyak berkurang (Syamsir et al. 2008). Produk cookies yang telah matang sebaiknya didinginkan untuk memudahkan penanganan, mengeraskan tekstur, serta memberikan kesempatan kelebihan air untuk menguap. Pendinginan perlu dilakukan secara bertahap untuk menghindari keretakan produk karena distribusi air yang belum merata.
Keenam formula tersebut dilihat karakteristik adonannya untuk melihat kalis atau tidaknya adonan tersebut. Selain itu, keenam formula pada formulasi kesatu diuji secara organoleptik. Dua puluh lima orang panelis semi terlatih melakukan uji rating hedonik untuk mendapatkan formula terbaik yang disukai pada formulasi kesatu.
2.2 Formulasi kedua cookiesjagung
Setelah ditemukan formula perbandingan tepung jagung dan terigu terbaik, maka dilakukan tahap formulasi kedua cookies jagung dengan faktor perlakuan persentase telur yang ditambahkan. Penentuan penambahan telur tersebut didasarkan pada berat telur ayam besar pada umumnya. Berat telur yang digunakan adalah 63g. Hal ini mengacu pada SNI 01-3926-1995 yaitu berat telur ayam besar lebih besar dari 60 gram. Untuk mempermudah penimbangan bahan maka satuan telur adalah persentase berat telur terhadap total tepung (100 g) sehingga perlakuan yang diberikan menjadi 63%, 42%, 21% dan 18% seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Formulasi kedua cookies jagung
Formulasi kedua cookiesjagung
Persentase telur per 100 g tepung (%) 63
42 21 18
Proses pembuatan pada tahap formulasi kedua cookiesjagung mengalami perubahan dibandingkan tahap formulasi kesatu. Hal ini dikarenakan pada formulasi kedua terjadi perubahan formula sehingga turut mempengaruhi tahap pencampuran (mixing). Diagram alir proses pembuatan cookies jagung formulasi kedua dapat dilihat pada Gambar 7.
Pencampuran gula margarin, kayu manis bubuk hingga terbentuk krim selama 2 menit
↓
Pengadukan selama 2 menit ↓
Pengadukan selama 1 menit ↓
Pengadukan hingga terbentuk adonan ↓
Aging14 menit dan pencetakan dengan tebal 0.5 cm ↓
Pemanggangan (baking) 160ºC, 8 menit ↓
Pendinginan (cooling time) ↓
Cookies
Gambar 7 Diagram alir pembuatan cookiesjagung formulasi kedua Telur
Susu skim dan soda kue Tepung
Keempat formula tersebut dilihat karakteristik adonan dan diuji secara organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik terhadap atribut warna, rasa, dan tekstur cookies jagung dengan menggunakan 25 orang panelis tidak terlatih untuk mendapatkan formula terbaik pada formulasi kedua.
2.3 Formulasi ketiga cookiesjagung
Perlakuan pada formulasi ketiga adalah penambahan jumlah air yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, dan 10 % per 100g tepung. Formulasi ketiga cookies jagung disajikan dalam Tabel 14. Formulasi ketiga dilakukan sesuai dengan metode pembuatan pada Gambar 8.
Tabel 14 Formulasi ketiga cookies jagung
Formulasi ketiga cookiesjagung
Air per 100g tepung (%) 0
2.5 5 7.5
10
Pencampuran gula margarin, kayu manis bubuk hingga terbentuk krim selama 2 menit
↓
Pengadukan selama 2 menit ↓
Pengadukan selama 1 menit ↓
Pengadukan hingga terbentuk adonan ↓
Aging14 menit dan pencetakan dengan tebal 0.5 cm ↓
Pemanggangan (baking) 160ºC, 8 menit ↓
Pendinginan (cooling time) ↓
Cookies
Gambar 8 Diagram alir pembuatan cookiesjagung formulasi ketiga Telur
Susu skim dan soda kue
Kelima formula dilihat karakteristik adonan secara visualnya. Formula terpilih dilihat dari adonan kalis yang terbentuk dan hasil uji organoleptik dengan menggunakan 25 orang panelis semi terlatih. Uji organoleptik dilakukan terhadap atribut warna, rasa, dan tekstur.
3 Analisis produk cookies jagung terpilih
Analisis produk cookies jagung bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia cookies. Analisis dilakukan terhadap produk cookies formula terpilih hasil formulasi ketiga. Analisis kimia dan fisik terhadap cookies jagung meliputi:
1. Rendemen cookies
2. Analisis warna cookiesmetode Hunter 3. Uji kerenyahan dan kekerasan cookies 4. Derajat pengembangan cookies 5. Densitas kamba
6. Aktivitas air dengan menggunakan aw-meter 7. Proksimat meliputi:
a. Kadar air b. Kadar abu c. Kadar protein d. Kadar lemak
e. Kadar karbohidrat by difference 8. Total pati metode Luff Schoorl
9. Kadar amilosa 10. Kadar serat kasar 11. Nilai energi cookies
4. Pendugaan umur simpan
Tahap lanjutan dari penelitian utama adalah tahap penyimpanan cookies jagung terpilih guna menduga umur simpan cookies jagung dengan pendekatan kadar air kritis. Percobaan untuk menduga umur simpan cookies menggunakan
model Labuza (1982). Uji organoleptik selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan rating hedonik. Tahapan analisisnya sebagai berikut:
1. Penentuan atribut utama kerusakan cookies 2. Penentuan kadar air awal (Mi)
3. Penentuan kadar air kritis (Mc) cookiesjagung
4. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) cookiesjagung 5. Penggunaan model persamaan sorpsi isotermik
6. Penentuan variabel pendukung umur simpan cookiesjagung 7. Penentuan umur simpan cookiesjagung.
C. METODE ANALISIS
1. Analisis kimia
1.1 Analisis kadar air, metode oven (Apryantono et al.1989)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 1000C. Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 1050C selama 1 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu sampel ditimbang sebanyak 2 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator. Cawan ditimbang berat akhirnya. Kadar air sampel dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar air (% b/b) = W3 (g) x 100% W1 (g)
Kadar air (% b/k) = W3 (g) x 100% W2 (g)
Dimana: W1 = berat sampel
W2 = berat setelah dikeringkan W3 = kehilangan berat
1.2 Analisis kadar abu, metode oven (Faridah et al. 2008)
Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit dan didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin cawan ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 2 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama pada suhu 4000C lalu dilanjutkan pada suhu 5500C, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar abu (% b/b) = W3-W2 x 100% W1
Kadar abu (% b/k) = kadar abu (b/b) x 100% (100-kadar air (b/b) Dimana: W1 = berat sampel (g)
W2 = berat cawan kosong (g)
W3 = berat sampel + cawan sesudah diabukan (g)
1.3 Analisis kadar protein, metode Kjedahl (Faridah et al.2008)
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
% Nitrogen = (HCl – Blanko) ml x N HCl x 14,007 x 100%
mg sampel
Kadar protein (% b/b) = % Nitrogen x FK.
Kadar protein (% b/k) = kadar protein (b/b) x 100% (100 - kadar air (b/b)
Faktor konversi beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 15. FK cookies jagung adalah 6.25 (protein terbesar berasal dari tepung jagung).
Tabel 15 Faktor konversi nitrogen menjadi protein beberapa bahan pangan Bahan Faktor konversi*
Telur 6.25 Tepung (gandum) 5.70 Serealia 6.25 Jagung 6.25** Maizena 6.25 Susu skim 6.38 Sumber : Nielsen (2003) *
AOAC 979.09 (diacu dalam Christian 2006) **
1.4 Analisis kadar lemak, metode Soxhlet (Faridah et al.2008)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 2 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang. Perhitungan :
Kadar lemak (% b/b) = W2 x 100% W1
Kadar lemak (% b/k) = kadar lemak (b/b) x 100% (100 - kadar air (b/b)
Dimana: W1 = berat total sampel (g)
1.5 Analisis kadar karbohidrat, by difference (Faridah et al.2008)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan cara :
Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu)
Kadar karbohidrat (%b/k) = 100% - ((% b/k)(kadar protein + kadar lemak + kadar abu)
1.6 Kadar serat kasar (Faridah et al.2008)
Uji kadar serat kasar diawali dengan menggiling sampel sampai halus sehingga dapat melewati saringan berdiameter 1 mm. Sebanyak 2 gram sampel diambil dan lemaknya yang terkandung di dalamnya diekstrak dengan menggunakan soxhlet dengan pelarut petroleum eter lalu sampel yang sudah bebas lemak tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600 ml. Lalu, larutan H2SO4mendidih ditambahkan ke dalam erlenmeyer 200 ml.
Kemudian, erlenmeyer tersebut diletakkan ke dalam pendingin balik dalam keadaan yang tertutup dan dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dan sesekali digoyang-goyangkan. Setelah selesai, suspensi tersebut disaring dan residu yang tertinggal dicuci dengan air mendidih. Pencucian dilakukan hingga air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Lalu, residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali yang dapat dilakukan dengan spatula.
Pencucian sisa residu di kertas saring kembali dilakukan dengan menggunakan 200 ml larutan NaOH mendidih sampai samua residu masuk ke dalam erlenmeyer dan didihkan kembali sampel tersebut selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyang-goyangkan. Lalu, sampel disaring kembali dengan menggunakan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Lalu, residu di kertas saring dicuci kembali dengan air mendidih, kemudian dengan alkohol 95%. Setelah itu, kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven 1050C sampai berat konstan (1-2 jam). Setelah didinginkan dalam desikator sampel pun ditimbang.
Perhitungan :
Kadar serat kasar (% b/b) = W2 - W1x 100 W
Kadar serat kasar (% b/k) = kadar serat kasar (b/b) x 100% (100 - kadar air (b/b)
Keterangan:
W2 = berat residu dan kertas saring yang telah dikeringkan (g) W1 = berat kertas saring (g)
W = berat contoh yang dianalisis (g).
1.7 Total pati
Hidrolisis pati dengan asam
Sebanyak 2 g sampel yang telah dihaluskan ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. ditambahkan air destilata sebanyak 200 ml dan 20 ml HCl 25 %. Erlenmeyer ditutup, lalu dipanaskan di atas penangas air suhu 100oC selama 2.5 jam untuk menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25 % dan diencerkan sampai volume 100 ml dan dihomogenisasi dan disaring untuk kemudian disebut larutan stok.
Penentuan total gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl
Ambil filtrat sebanyak 25 ml dan ditambahkan larutan Luff schoorl dalam erlenmeyer. Perlakuan blanko pun dibuat yaitu 25 ml akuades dan 25 ml larutan luff schoorl. Kemudian, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, dan dididihkan. Pendidihan larutan diusahakan selama 10 menit. Selanjutnya, larutan tersebut cepat-cepat didinginkan dan ditambahkan dengan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 25 ml H2SO4 26.5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati 1% sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi, pati diberikan pada saat titrasi akan berakhir.
Penentuan kadar pati sampel
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dengan titrasi contoh. Kadar gula reduksi dalam bahan dapat diketahui dengan menggunakan Tabel 16.
Nilai kadar gula pereduksi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran. Kadar total pati dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor konversi 0.9.
Tabel 16 Penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan dengan metode Luff Schoorl
ml 0.1 N Na-thiosulfat
Glukosa fruktosa, gula invert, mg C6H12O6
ml 0.1 N Na-thiosulfat
Glukosa fruktosa, gula invert, mg C6H12O6 Δ Δ 1 2.4 2.4 13 33.0 2.7 2 4.8 2.4 14 35.7 2.8 3 7.2 2.5 15 38.5 2.8 4 9.7 2.5 16 41.3 2.9 5 12.2 2.5 17 44.2 2.9 6 14.7 2.5 18 47.1 2.9 7 17.2 2.6 19 50.0 3.0 8 19.8 2.6 20 53.0 3.0 9 22.4 2.6 21 56.0 3.1 10 25.0 2.6 22 59.1 3.1 11 27.6 2.7 23 62.2 -12 30.3 2.7 24 -
-1.8 Kadar amilosa (Faridah et al.2008) Pembuatan kurva standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera sebagai larutan stok standar.
Dari larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 ml. Larutan asetat 1 N ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml ke dalam masing-masing labu takar tersebut. Ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam setiap labu takar, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi.
Analisis sampel
Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan etanol 95 % dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 ml larutan gel pati dipindahkan 1.0 ml ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod ke dalam labu takar tersebut, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh.
Kadar amilosa (%) = Dimana :
C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml) V = volume akhir contoh (ml)
FP = faktor pengenceran W = berat contoh (mg).
1.9 Analisis nilai energi (Almatsier 2002)
Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut.
Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak)
2. Analisis fisik 2.1 Rendemen tepung
Rendemen tepung jagung dapat dihitung berdasarkan perbandingan tepung jagung dengan jagung pipil mula-mula (sebelum diolah).
% 100 pipil jagung bahan berat jagung ng berat tepu Rendemen % x 2.2 Densitas kamba
Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan dengan penimbangan dan pencatatan berat gelas ukur (a gram) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran gelas ukur yang berisi sampel (b gram). Densitas kamba diukur dihitung berdasarkan rumus:
Densitas kamba = (b-a) g/50 ml.
2.3 Uji gelatinisasi pati dengan metode amilograf
Tahap persiapan dilakukan dengan membuat 10 % (w/v) suspensi contoh dalam 450 ml air. Suspensi tersebut diaduk dengan menggunakan gelas pengaduk selama 5 menit, sehingga suspensi pati tersebut homogen. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml akuades, lalu air bilasan dituangkan ke mangkok bilasan. Suspensi pati kemudian dimasukkan ke dalam wadah mangkuk dan pengaduk diputar pada 75 rpm, sedangkan tahap pengukuran dilakukan dengan memasang wadah mangkuk berisi contoh tersebut pada alat brabender amilograph. Sebelum alat dinyalakan, rekorder dipasang dengan pensil pencatat terletak pada garis dasar (0 BU). Sumbu x menunjukkan waktu (menit) dan sumbu y menunjukkan viskositas (Brabender Unit).
Kemudian tombol pengontrol diatur pada posisi heating (pemanasan). Suhu awal adalah 30°C. Tombol ON ditekan dan pengaduk akan berputar pada kecepatan konstan dan suhu akan berangsur-angsur naik dengan kecepatan 1.5°C/menit. Viskositas mulai terbaca ketika alat pencatat mulai bergerak ke atas dari garis dasar. Pada saat ini suhu pemasakan mencapai suhu awal gelatinisasi.
Setelah melewati suhu gelatinisasi, viskositas suspensi pati akan meningkat secara cepat dengan meningkatnya suhu pemasakan. Viskositas mulai menurun setelah mencapai titik puncaknya. Viskositas yang terbaca pada saat
maksimum ini, viskositas akan menurun secara cepat dengan meningkatnya suhu pemanasan. Tahap proses pemanasan akan berakhir setelah suhu dari contoh telah mencapai 95°C.
Proses holding kemudian dilakukan pada suhu 95°C selama 20 menit dengan mengatur posisi pengatur suhu pada posisi holding. Pada tahap ini alat pencatat akan terus mencatat nilai viskositas. Setelah tahap holding, maka alat diatur pada posisi cooling. Pada tahap ini, suhu pasta pati akan menurun secara berangsur-angsur. Apabila alat tidak dilengkapi dengan pendingin, maka es dapat digunakan sebagai pendingin. Pendinginan dilakukan pada hingga suhu 50°C.
Grafik yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi tiga parameter, yaitu:
1). Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik. Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1,5)
2). Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu puncak gelatinisasi ditentukan dengan berdasarkan
perhitungan berikut:
Suhu puncak gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1,5)
3). Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dengan Brabender Unit (BU).
4). Setback, yaitu selisih antara viskositas pada akhir pendinginan (50ºC) dengan viskositas pada akhir pemasakan pada suhu konstan (95ºC).
5). Breakdown yaitu stabilitas pasta panas. Breakdowndiukur berdasarkan selisih dari viskositas maksimum setelah pemanasan pada suhu konstan (95ºC) selama 20 menit.
2.4 Warna metode Hunter
Sampel tepung jagung diletakkan pada cawan petri dengan alas putih. Sampel diratakan sampai semua permukaan tertutup sampel. Pengukuran dilakukan pada dua posisi berbeda. Sampel tepung dan produk cookies difoto menggunakan chromameter CR-200 sehingga diperoleh nilai L, a, dan b. L menyatakan kecerahan sampel (warna akromatis dari hitam mutlak dengan nilai 0 sampai putih mutlak dengan nilai seratus), parameter a menunjukkan campuran
merah hijau (a+ = 0-100 untuk warna merah dan a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Parameter b menunjukkan campuran warna biru kuning (b+ =0-70 untuk warna kuning dan b-= 0-(-70) untuk warna biru. Selanjutnya, dihitung ºHue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan ºHue = arc tan (a/b). Deskripsi warna berdasarkan ºHue dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Deskripsi warna berdasarkan ºHue ºHue [arc tan (a/b)] Deskripsi warna
18-54 Red(R)
54-90 Yellow red(YR)
90-126 Yellow(Y)
126-162 Yellow Green(YG)
162-198 Green(G) 198-234 Blue Green(BG) 234-270 Blue(B) 270-306 Blue Purple(BP) 306-342 Purple(P) 342-18 Red Purple (RP) Sumber : Hutchings (1999)
2.5 Rendemencookies(Muchtadi & Sugiyono 1992)
Rendemen cookiesdapat dihitung berdasarkan perbandingan berat adonan. Rendemen cookiesdapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% 100 (g) adonan berat (g) cookies berat Rendemen % x 2.6 Derajat pengembangan
Derajat pengembangan cookies dilakukan dengan mengunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan terhadap tebal dan lebar cookies sebelum dan sesudah pemanggangan.
Rasio = a x b A‘x b‘
keterangan :
a = ketebalan sebelum pemanggangan b = lebar sebelum pemanggangan a‘ = ketebalan sesudah pemanggangan b‘ = lebar sesudah pemanggangan.
2.7 Uji kerenyahan dan kekerasan cookies(Faridah et al. 2008)
Kerenyahan dan kekerasan diukur dengan menggunakan texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada Gambar 9. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi probe. Cookies yang diukur kerenyahan dan kekerasannya diletakkan di bawah probe dan ”Quick Run Test“ ditekan.
Probe yang digunakan adalah P2, jarak probe dikalibrasi sesuai dengan tinggi cookies jagung yaitu 4 mm. Probe P2 dapat dilihat pada Gambar 9. Setelah pengukuran selesai, nilai kerenyahan dan kekerasan cookies dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran cookies jagung dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Pengaturan texture analyzerpada pengukuran cookies jagung Test Mode Measure force in compression
Option Return to start
Parameters Pre test speed 2.0 mm/s
test speed 0.5 mm/s
Post test speed 10.0 mm/s
Distance 4 mm
Trigger Type Auto
Force 5 g
Unit Force Grams
Distance Milimeters
Data acquisition rate 200 pps
2.8 Densitas kamba cookies jagung
Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan penimbangan berat cookies jagung (a gram) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml. Manik-manik diperlukan untuk memenuhi tanda tera. Kemudian Manik-manik tersebut dipindahkan ke dalam gelas ukur untuk melihat volumenya (b ml). Densitas kamba dihitung berdasarkan rumus:
Densitas kamba = a g/(50-b) ml
2.9 Aktivitas air (aw), menggunakan aw-meter
Pengukuran aktivitas air cookies jagung pada awal penyimpanan dilakukan dengan menggunakan aw-meter yang telah dikalibrasi dengan NaCl dengan nilai kelembaban (RH) adalah 75%. Sampel cookies jagung dimasukkan ke dalam chamberpada aw-meter dan ditutup dengan rapat. Pembacaan dilakukan pada saat angka penunjuk digital pada aw-meter tidak berubah yang ditandainya dengan munculnya tulisan “complete” pada monitor. Aw-meter dapat dlihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Aw-meter
3. Uji organoleptik
Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan. Uji hedonik yang dilakukan adalah rating. Parameter yang diuji pada uji rating meliputi warna, tekstur, dan rasa. Skor penilaian yang digunakan dalam formulasi kesatu ada 7 tingkat, yaitu 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Kuisioner yang digunakan dalam tahap formulasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Skor yang digunakan pada formulasi kedua dan ketiga diubah menjadi 5 tingkat, yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Kuisioner yang digunakan pada formulasi kedua dan ketiga dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penilaian organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis tidak terlatih. Produk yang diujikan adalah produk dalam keadaan matang, yaitu yang sudah melewati proses pemanggangan. Untuk mengetahui pengaruh perlakukan terhadap tingkat kesukaan panelis maka dilakukan analisis ragam terhadap data hasil uji organoleptik. Atribut yang diberi penilaian adalah warna, rasa, dan tekstur (sandiness).
Produk cookies jagung pilihan dan cookies reference diuji organoleptik, Hal ini dimaksudkan untuk melihat daya terima panelis terhadap produk terpilih dan produk reference. Parameter yang digunakan adalah warna, kerenyahan, dan rasa. Skor penilaian yang digunakan adalah 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Data yang diperoleh dapat menunjukkan adanya perbedaan produk cookies pilihan dengan pembandingnya. Kuisioner uji
rating hedonik cookies jagung dan produk reference dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penentuan atribut kerusakan cookies yang utama bertujuan untuk mengetahui atribut kerusakan yang paling utama terjadi pada produk cookies. Kuisioner dibagikan terhadap 30 orang panelis. Kuisioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Keempat atribut yang dinilai adalah warna, aroma, kerenyahan, dan rasa.
Uji organoleptik terakhir yang dilakukan adalah untuk uji umur simpan yaitu pada saat penentuan kadar air kritis. Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik terhadap 30 panelis tidak terlatih. Uji hedonik bertujuan untuk melihat kesukaan penelis terhadap cookies jagung yang telah disimpan setiap 2 jam selama 12 jam. Parameter skor yang digunakan yaitu 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka.
Kadar air kritis ditetapkan pada skor penilaian 3 yaitu ”agak tidak suka” dan bukan pada ”tidak suka” karena pada kondisi agak tidak suka, produk cookies jagung sudah dianggap tidak disukai lagi (ditolak) oleh konsumen. Penilaian dilakukan dengan fokus terhadap atribut kerenyahan. Contoh kuisioner rating hedonik untuk penentuan kadar air kritis dapat dilihat pada Lampiran 5.
4. Pendugaan umur simpan
Tahap lanjutan dari penelitian utama adalah tahap pendugaan umur simpan cookies jagung dengan menggunakan model Labuza (1982). Uji organoleptik selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik. Ada empat tahap dalam pendugaan umur simpan (Nugroho 2007).
1. Penetapan atribut utama dan kerusakan cookies
Penentuan atribut mutu produk dilakukan dengan survei terhadap 30 konsumen. Responden diminta menilai faktor yang paling mudah diidentifikasi apabila cookies telah rusak dan tidak layak dikonsumsi pada keempat atribut. Keempat atribut tersebut adalah warna, aroma, kerenyahan (tekstur), dan rasa.
2. Penentuan karakteristik awalcookiesjagung.
Penentuan karakteristik cookies jagung dilakukan dengan menggunakan data analisis kimia yaitu kadar air dengan metode oven dan analisis fisik yaitu kerenyahan dengan menggunakan alat texture analyzer.
3. Penentuan kadar air kritis
Cookiesjagung tanpa kemasan disimpan pada udara terbuka dengan suhu kamar (30⁰C) selama 12 jam penyimpanan. Cookiesjagung dianalisis dengan uji organoleptik dan diukur kadar air serta kerenyahannya (dengan alat texture analyzer) pada 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam penyimpanan. Uji organoleptik menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih. Hasil uji organoleptik dihubungkan dengan hasil kadar air kritis sehingga didapatkan kurva hubungan antara kadar air cookies jagung dengan skor hedonik selama penyimpanan. Selain itu, hasil kadar air selama penyimpanan dihubungkan dengan kerenyahannya sehingga didapatkan kurva hubungan antara antara kadar air dan kerenyahan cookiesjagung selama penyimpanan.
4. Penentuan kadar air kesetimbangan
Prinsip utama tahap ini adalah menghasilkan kurva isotermik cookies. Kurva ini akan digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air cookies dari lingkungannya. Pertama-tama dilakukan preparasi larutan garam jenuh. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam desikator. Lalu sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi. Desikator kemudian ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 30ºC.
Sebanyak 2-5 gram cookiesdiletakkan pada cawan yang terbuat dari alufo kering kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke setiap chamberyang telah berisi larutan garam jenuh. Desikator kemudian disimpan dalam ruang terbuka dengan suhu konstan 30ºC (Hermanianto 2000). Jumlah garam dan air yang dibutuhkan untuk membuat larutan garam jenuh dapat dilihat pada Tabel 19 (Sholehuddin 2005).
Tabel 19 RH larutan garam jenuh yang digunakan pada suhu 30ºC.
No Jenis garam Nama senyawa RHs (%)
Kuantitas Garam
(gram) (ml)Air
1 LiCl Litium chloride 11.3 75 42
2 MgCl2.6H2O Magnesium chloride
hexahydrate 32 200 25
3 K2CO3 Potassium carbonate 43 200 90
4 NaBr Natrium bromide 56 200 80
5 KI Kalium Iodine 69 200 50
6 NaCl Sodium chloride 75 200 60
7 KCl Kalium chloride 84 200 80
8 BaCl2.2H2O Barium chloride
dehydrate 90 250 70
Sumber : Spiess dan Wolf (1987)
Cookies ditimbang secara berkala yaitu setiap 24 jam hingga mencapai bobot stabil. Cookiesyang telah memiliki bobot tetap ditandai dengan selisih tiga kali penimbangan sebesar 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Adawiyah 2006 diacu dalam Fitria 2007).Cookiesyang telah stabil bobotnya kemudian diukur kadar airnya dalam basis kering. Kemudian dibuat kurva hubungan antara RH/aw sebagai absis dengan kadar air cookies saat setimbang sebagai ordinat (Hermanianto 2000).
5. Penggunaan model persamaan sorpsi isotermik
Model persamaan yang digunakan adalah Hasley, Chan-Clayton, Henderseon, Caurie, Oswin, dan GAB. Untuk menguji ketepatan model-model persamaan sorpsi isotermik tersebut digunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan:
MRD = ……… Persamaan (2)
Dimana : `Mi = kadar air percobaan Mpi = kadar air perhitungan
Jika nilai MRD < 5 maka model tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat
Jika nilai 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
Jika nilai MRD < 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya (Arpah et al.2002).
Model persamaan yang memiliki nilai MRD < 5 dan merupakan nilai MRD terkecil dibandingkan model lain adalah model yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan fenomena sorpsi isotermik.
6. Penentuan variabel pendukung umur simpan cookiesjagung Variabel pendukung umur simpan digunakan untuk melengkapi persamaan umur simpan. Variabel tersebut adalah permeabilitas kemasan, luas kemasan, dan berat solid per kemasan cookies jagung. Permeabilitas kemasan yang dibutuhkan adalah permeabilitas metalized plastic dan polipropilena (PP). Luas kemasan primer (A) dihitung dengan mengalikan panjang dan lebar kemasan dan dinyatakan dalam m2. Penentuan berat solid per kemasan (Ws) diperoleh dengan menimbang berat produk awal dalam kemasan dan dikoreksi kadar air awalnya.
7. Penentuan umur simpan cookiesjagung
Penentuan umur simpan membutuhkan data kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, kemiringan kurva sorpsi isotermik, serta data variabel pendukung yaitu permeabilitas kemasan, luas kemasan, dan berat solid per kemasan cookies jagung. Data-data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan sbb: b Po Ws A x k Mc Me Mi Me ts ln ……….Persamaan (3) dimana:
ts = Waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari).
mi = Kadar air awal produk (g H2O/g solid) mc = Kadar air kritis produk (g H2O/g solid)
k/x = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = Luas permukaan kemasan (m2)
Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g) Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)
b = Kemiringan kurva sorpsi isotermik (yang diasumsikan linear antara midan mc).