• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Unjuk Kerja Repeat-Accumulate Codes (RAC) untuk Kanal AWGN dengan BER Chart dan EXIT Chart

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Unjuk Kerja Repeat-Accumulate Codes (RAC) untuk Kanal AWGN dengan BER Chart dan EXIT Chart"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Unjuk Kerja

Repeat-Accumulate Codes

(RAC) untuk Kanal

AWGN dengan BER

Chart

dan EXIT

Chart

Daryus Chandra, Adhi Susanto, Sri Suning Kusumawardani

Department of Electrical Engineering and Information Technology, Universitas Gadjah Mada

Jalan Grafika no.2, Yogyakarta, 55281, Indonesia

[email protected] Abstract – Repeat-Accumulate Codes (RAC) is one the

alternative choice beside turbo code and LDPC code. The main advantage of RAC from the other codes are RAC have a simple structure and simple encoding scheme. This research is designed in order to investigate the performance of RAC with various frame-length of codeword and different number of decoding iterations. This paper presents two way to evaluate the performance of RAC, BER Chart and EXIT Chart. BER Chart is the most common and simple way to represent performance of coded communication systems. Meanwhile, EXIT Chart is a representative tool to represent the behaviour of iteratively decoded RAC. Therefore, BER Chart and EXIT Chart will provide a better insight about performance of RAC.

Intisari – Repeat-Accumulate Codes (RAC) merupakan salah satu pilihan alternatif selain sandi turbo dan sandi LDPC. Keuntungan utama RAC yang membuat RAC lebih dipertimbangkan dibandingkan sandi lain untuk makalah ini adalah RAC memiliki struktur dan skema penyandian yang sederhana. Penelitian kali ini dirancang dalam rangka mengevaluasi unjuk kerja RAC, terutama pengaruh jumlah iterasi pengawasandian dan panjang bingkai kata pesan. Makalah ini menyajikan dua cara berbeda untuk mengevaluasi kinerja RAC, yaitu BER Chart dan EXIT Chart. BER Chart adalah cara yang paling umum dan sederhana untuk mengilustrasikan unjuk kerja sistem komunikasi dengan penyandian. Sementara itu, EXIT Chart adalah cara yang representatif untuk menunjukkan perilaku dari pengawasandian iteratif RAC. Oleh karena itu, BER Chart dan EXIT Chart akan memberikan wawasan yang lebih baik tentang unjuk kerja RAC. Kata Kunci - Repeat-Accumulate Codes (RAC), BER Chart, EXIT Chart, iterative decoding, error-floor

I. PENDAHULUAN

Repeat-Accumulate Codes (RAC) adalah salah satu jenis dari sandi yang menyerupai sandi turbo (turbo-like coding) [1]. Sandi RAC merupakan salah satu alternatif pilihan metode penyandian kanal yang memberikan hasil unjuk kerja yang unggul selain sandi turbo dan sandi low-density parity-check

(LDPC). Keunggulan utama RAC atas skema penyandian yang lain, utamanya sandi LDPC, adalah kompleksitas penyandiannya meningkat secara linear seiring dengan bertambahnya panjang kata pesan [2]. Keuntungan lainnya adalah kesederhanaan struktur penyandi yang dimiliki oleh RAC menyebabkan RAC dapat dengan mudah dikombinasikan dengan detektor maupun modulator [2]. Keunggulan utama RAC atas skema sandi turbo adalah sandi RAC hanya menggunakan satu komponen pengawasandian iteratif BCJR, sedangkan sepeti yang kita ketahui bersama bahwa sandi turbo membutuhkan dua atau lebih komponen pengawasandian iteratif BCJR tergantung jumlah komponen sandi konvolusi yang digunakan pada penyandi. Secara umum

dan sandi LDPC adalah RAC menawarkan arsitektur operasional yang lebih sederhana baik di sisi penyandi maupun pengawasandi. Perlu dicatat bahwa meskipun RAC menawarkan struktur yang sederhana, RAC mampu menawarkan hasil unjuk kerja koreksi yang bersaing dengan sandi turbo maupun sandi LDPC [3]. Keunggulan-keunggulan inilah yang membuat RAC menjadi salah satu skema penyandian yang dilirik dalam perkembangan teori penyandian. Beberapa perkembangan yang muncul setelah penemuan RAC antara lain, penambahan blok akumulator sebelum blok sandi repetisi, yang kemudian dikenal sebagai

accumulate-repeat-accumulate codes (ARAC) [4] atau penambahan blok matriks pengkombinasi (combiner) di antara blok interleaver dan blok akumulator, yang kemudian dikenal sebagai irregular repeat-accumulate codes (IRAC) [5],[6],[7].

Penelitian kali ini dirancang dalam rangka mengevaluasi unjuk kerja RAC, terutama pengaruh jumlah iterasi pengawasandian dan panjang bingkai kata pesan. Evaluasi unjuk kerja dapat dinyatakan dalam bentuk pesat galat bit (bit error rate, BER) dan ditampilkan dalam bentuk BER Chart. BER Chart adalah cara paling umum dan paling sederhana untuk mengilustrasikan unjuk kerja suatu sistem komunikasi tersandikan (coded communication system) [8]. Namun cara ini tidak dapat digunakan secara mendalam untuk menganalisis fenomena yang tampak pada BER chart terkait perilaku pengawasandian iteratif [8]. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan alat lain yang dapat digunakan untuk analisis lebih dalam terkait perilaku pengawasandi iteratif, yang secara luas dikenal dengan EXIT

Chart.

II. REPEAT-ACCUMULATEDCODES

Repeat-Accumulate Codes (RAC) tersusun atas penyandi luar yang berupa sandi pengulangan (repetition code) dan penyandi dalam yang berupa blok akumulator (accumulator) atau disebut juga sebagai penyandi diferensial (differential encoder). Blok akumulator berwujud penyandi konvolusi dengan pesat penyandian tunggal (unity rate) dengan satu unit tunda. Suku banyak pembangkit penyandi konvolusi yang berfungsi sebagai blok akumulator dapat dinyatakan sebagai

D D G + = 1 1 )

( . Penyandi luar dan penyandi dalam disusun tergandeng serial dengan dipisahkan oleh interleaver di antaranya. Pesat penyandian RAC ditentukan oleh pesat penyandian sandi repetisi. Pada percobaan ini digunakan pesat penyandian ½. Struktur penyandi RAC dapat dilihat pada Gambar 1.

(2)

Gbr. 1 Struktur penyandi RAC

Mengawasandikan RAC relatif lebih sederhana dibandingkan mengawasandikan sandi turbo, karena RAC hanya memiliki satu komponen pengawasandi log-BCJR. Pengawasandi repetisi dan pengawasandi log-BCJR, tergandeng secara serial dan terpisahkan oleh interleaver dan

deinterleaver untuk melakukan proses pengawasandian iteratif sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gbr. 2 Struktur pengawasandi RAC

Konsep pengawasandian iteratif diawali dengan konsep penghitungan log-likelihood ratio (LLR). LLR menunjukkan nilai reliabilitas dalam proses pengawasandian yang dirumuskan dalam persamaan (1) sebagai berikut:

      − = + = +       − = + = =       − = − = + = + = =       − = + = = ) 1 ( ) 1 ( log ) 1 | ( ) 1 | ( log ) | ( ) 1 ( ). 1 | ( ) 1 ( ). 1 | ( log ) | 1 ( ) | 1 ( log ) | ( d P d P d x P d x P x d L d P d x P d P d x P x d P x d P x d L ) ( ) | ( ) | (d x L x d L d L = + (1)

Notasi L(d|x) melambangkan reliabilitas yang ditentukan dengan LLR yang merupakan nilai keyakinan keputusan kata pesan atas sebuah kata sandi yang diterima, L(x|d) adalah LLR dari uji statistik yang dilakukan oleh penerima dengan kemungkinan bahwa pengirim mengirimkan d=+1 atau

1

− =

d , dan L(d) adalah LLR dari bit d. Untuk menyederhanakan notasi pada persamaan (1), persamaan tersebut dapat ditulis ulang pada persamaan (2) sebagai berikut: ) ( ) ( ) ˆ ( ' d L x Ld L = c + (2)

Untuk pengawasandi RAC, terdapat informasi tambahan yang diperoleh dari proses pengawasandian yang bersifat iteratif, yaitu LLR ekstrinsik, sehingga persamaan (2) dapat dinyatakan dalam ulang dalam persamaan (3) sebagai berikut:

) ˆ ( ) ( ) ( ) ˆ ( ' d L x Ld L d L = c + + e (3)

Pengawasandian RAC dimulai dengan mengawasandikan blok akumulator

D +

1 1

menggunakan pengawasandian iteratif dengan metode BCJR. Untuk mengurangi kompleksitas

pengawasandian BCJR digunakan bentuk logaritma dari metode BCJR yang disebut sebagai log-BCJR.

Masukan pengawasandi log-BCJR adalah bit-bit kata terima L(r) dan LLR apriori A(d) untuk mengkalkulasi nilai LLR ekstrinsik E(d). Untuk menghitung nilai LLR ektrinsik E(v)

dan bit-bit prediksi L(u), pengawasandi repetisi menggunakan masukan nilai apriori A(v) yang mana merupakan nilai LLR ekstrinsik E(d) yang sudah mengalami proses deinterleaving. Sebelum nilai nilai LLR ekstrinsik E(v) digunakan sebagai masukan untuk pengawasandi log-BCJR, E(v) mengalami proses interleaving untuk menghasilkan nilai ariori A(d), dan dengan demikian, satu iterasi dapat dikatakan selesai.

III.MODELSISTEM

Model yang digunakan adalah pada penelitian kali ini adalah model sistem komunikasi dengan penyandian kanal RAC dengan parameter yang diamati dari simulasi adalah pesat galat bit (Bit Error Rate, BER). Model sistem komunikasi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. Modulasi yang digunakan adalah Binary Phase Shift Keying

(BPSK) dan kanal komunikasi yang digunakan adalah kanal AWGN. Pada skema penyandian RAC, penyandi dalam (inner coding) yang digunakan adalah penyandi akumulator yang merupakan sandi konvolusi dengan pesat penyandian tunggal dan memiliki suku banyak pembangkit

D D G + = 1 1 ) ( . Untuk

penyandi luar (outer coding), sandi yang digunakan adalah sandi pengulangan (repetition code). Sandi pengulangan yang dipakai adalah sandi pengulangan dengan pesat penyandian ½.

Gbr. 3 Model sistem yang digunakan pada penelitian kali ini

Pada tiap simulasi, panjang bingkai kata pesan diubah, masing-masing 103 bit, 104 bit, dan 105 bit, dan untuk masing-masing panjang bingkai kata pesan, jumlah iterasi pengawasandian juga diubah-ubah, yaitu 1 iterasi, 2 iterasi, 4 iterasi, 8 iterasi, dan 16 iterasi. Unjuk kerja yang ditinjau pada penelitan kali ini adalah pesat galat bit yang dihasilkan oleh setiap skenario yang akan direpresentasikan dalam BER Chart. Selain menggunakan BER Chart, analisis juga dilakukan dengan menggunakan EXIT Chart. Konstruksi EXIT Chart

didasarkan pada mutual information untuk menunjukkan proses pertukaran extrinsic information di antara kedua pengawasandi, yakni pengawasandi Log-BCJR dan pengawasandi repetisi [2],[9].

(3)

IV.HASILDANPEMBAHASAN

Pada bagian ini analisis menggunkan dua metode representasi yaitu dengan BER chart dan juga dengan EXIT

chart. Masing-masing akan dipaparkan pada sub-bab yang terpisah

A. Analisis dengan BER Chart

Pada percobaan pertama digunakan kata pesan dengan panjang bingkai 103 bit, sehingga ukuran interleaver yang digunakan adalah 2×103 bit. Perbandingan dilakukan dengan mengubah jumlah iterasi pengawasandian pada setiap langkah simulasi. Jumlah iterasi pengawasandian yang digunakan berturut-turut adalah satu, dua, empat, delapan, dan enam belas iterasi. Hasil unjuk kerja untuk masing-masing jumlah iterasi pengawasandian yang berupa pesat galat bit dibandingkan. Gambar 4 menunjukkan unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai kata pesan 103. Terlihat bahwa, untuk nilai SNR yang rendah (SNR < 0 dB), makin banyak jumlah iterasi pengawasandian tidak memberikan perbaikan hasil unjuk kerja koreksi galat. Untuk nilai SNR yang relatif tinggi (SNR ≥ 0 dB), penambahan jumlah iterasi pengawasandian memberikan perbaikan unjuk kerja yang lebih baik, meskipun perbaikan tersebut tidak terlalu signifikan. Jika diamati lebih jauh, penurunan pesat galat bit pada nilai SNR yang relatif tinggi justru semakin melandai dibandingkan penurunan pesat galat bit pada nilai SNR yang sedang. Fenomena melandainya penurunan pesat galat bit ini disebut sebagai fenomena error-floor.

Gbr. 4 Unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai 103 bit untuk berbagai

jumlah iterasi pengawasandian

Pada percobaan kedua digunakan kata pesan dengan panjang bingkai 104 bit, sehingga ukuran interleaver yang digunakan adalah 2×104 bit. Perbandingan dilakukan dengan mengubah jumlah iterasi pengawasandian pada setiap langkah simulasi. Jumlah iterasi pengawasandian yang digunakan berturut-turut adalah satu, dua, empat, delapan, dan enam belas iterasi. Hasil unjuk kerja untuk masing-masing jumlah iterasi pengawasandian yang berupa pesat galat bit dibandingkan. Gambar 5 menunjukkan unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai kata pesan 104 bit. Terlihat bahwa, untuk nilai SNR yang rendah (SNR < 0 dB), makin banyak

jumlah iterasi pengawasandian tidak memberikan perbaikan hasil unjuk kerja koreksi galat. Untuk nilai SNR yang relatif tinggi (SNR ≥ 0 dB), penambahan jumlah iterasi pengawasandian memberikan perbaikan unjuk kerja yang cukup signifikan.

Gbr. 5 Unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai 104 bit untuk berbagai

jumlah iterasi pengawasandian

Gbr. 6 Unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai 105 bit untuk berbagai

jumlah iterasi pengawasandian

Pada percobaan ketiga digunakan kata pesan dengan panjang bingkai 105 bit, sehingga ukuran interleaver yang digunakan adalah 2×105 bit. Perbandingan dilakukan dengan mengubah jumlah iterasi pengawasandian pada setiap langkah simulasi. Jumlah iterasi pengawasandian yang digunakan berturut-turut adalah satu, dua, empat, delapan, dan enam belas iterasi. Hasil unjuk kerja untuk masing-masing jumlah iterasi pengawasandian yang berupa pesat galat bit dibandingkan. Gambar 6 menunjukkan unjuk kerja RAC dengan panjang bingkai kata pesan 105 bit. Terlihat bahwa, untuk nilai SNR yang rendah (SNR < 0 dB), makin banyak jumlah iterasi pengawasandian tidak memberikan perbaikan hasil unjuk kerja koreksi galat. Untuk nilai SNR yang relatif tinggi (SNR ≥ 0 dB), penambahan jumlah iterasi pengawasandian memberikan perbaikan unjuk kerja yang signifikan.

(4)

Gbr. 7 Unjuk kerja RAC untuk berbagai panjang bingkai dengan enam belas iterasi pengawasandian

Pada percobaan selanjutnya, jumlah iterasi pengawasandian dibuat tetap, sementara panjang bingkai kata pesan diubah-ubah. Panjang bingkai kata pesan yang digunakan adalah 103, 104, dan 105 bit per bingkai. Jumlah iterasi pengawasandian yang dilakukan adalah sebanyak 16 kali iterasi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semakin panjang bingkai kata pesan, maka unjuk kerja koreksi galat RAC semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan teori informasi yang menyatakan bahwa peluang galat bit akan semakin kecil jika panjang kata sandi mendekati tak hingga. Namun jika ditinjau lebih jauh, ternyata untuk panjang bingkai 103 bit dijumpai fenomena error-floor. Error-floor adalah fenomena melandainya penurunan pesat galat bit ketika nilai nisbah daya isyarat terhadap daya derau semakin tinggi. Fenomena error-floor pada RAC untuk panjang bingkai kata pesan 103 bit dapat dilihat pada Gambar 8.

Gbr. 8 Ilustrasi fenomena error floor pada RAC

Fenomena error-floor sering dijumpai pada berbagai metode penyandian yang pengawasandiannya menggunakan pengawasandi iteratif, seperti sandi turbo maupun sandi LDPC [10],[11],[12]. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa untuk nilai

SNR yang sedang (-1 ≤ SNR ≤ 1 dB), unjuk kerja koreksi galat tampak lebih curam dibandingkan untuk nilai SNR yang relatif tinggi (SNR > 1 dB). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi efek dari error-floor ini adalah dengan memperpanjang bingkai kata pesan. Dengan memperpanjang bingkai kata pesan, maka dapat diperoleh daerah error-floor yang lebih rendah atau bahkan tidak ditemukan lagi fenomena error-floor. Hasilnya juga dapat dilihat pada Gambar 8. Fenomena error-floor muncul pada RAC dengan panjang bingkai 103 bit, sedangkan untuk RAC dengan panjang bingkai 105 bit belum dijumpai fenomena

error-floor. Dikatakan “belum dijumpai” karena secara teoritis RAC dengan panjang bingkai 105 bit tetap akan mengalami fenomena error-floor namun dengan posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan RAC dengan panjang bingkai 103 bit.

B. Analisis dengan EXIT Chart

EXIT Chart adalah metode yang digunakan untuk menganalisis konvergensi dari sutu pengawasandian iteratif. EXIT Chart menggunakan nilai mutual information yang saling dipertukarkan dalam proses pengawasandian iteratif. Pada proses pengawasandian iteratif keluaran pengawasandi pertama digunakan sebagai masukan untuk pengawasandi kedua dan sebaliknya. EXIT Chart dapat digunakan untuk memprediksi tingkah laku dari suatu metode pengawasandian iteratif. Pada bagian ini akan digunakan EXIT Chart untuk menganalisis tingkah laku dari pengawasandian RAC.

Gbr. 9 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 103 bit (SNR = -2 dB)

Gambar 9 menunjukkan EXIT Chart pengawasandian RAC untuk panjang bingkai 103 bit dengan kondisi SNR = –2 dB. Terlihat pada Gambar 9 terjadi kondisi lintasan buntu pada proses pengawasandian. Kondisi ini disebut juga sebagai

pinch-off region [9]. Kondisi pinch-off pada EXIT Chart ini dapat diartikan dengan unjuk kerja pengawasandian RAC akan buruk pada nilai SNR rendah, meskipun dilakukan iterasi yang berulang-ulang, karena penambahan jumlah iterasi tidak akan membuat lintasan (trajectory) EXIT Chart keluar dari

pinch-off region

.

Unjuk kerja RAC pada kondisi SNR = –2 ISBN: 978-602-71396-1-9

(5)

dB dapat dilihat pada BER Chart yang ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gbr. 10 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 103 bit

(SNR = 0 dB)

Gbr. 11 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 103 bit

(SNR = 2 dB)

Gambar 10 menunjukkan EXIT Chart pengawasandian RAC untuk panjang bingkai 103 bit dengan kondisi SNR = 0 dB. Terlihat pada Gambar 10 terjadi kondisi lintasan yang sedikit terbuka pada proses pengawasandian. Kondisi ini disebut juga sebagai bottleneck region [9]. Kondisi bottleneck

pada EXIT Chart ini dapat diartikan dengan unjuk kerja pengawasandian RAC memiliki konvergensi lambat, artinya dibutuhkan penambahan jumlah iterasi untuk memperbaiki unjuk kerja pengawasandian RAC, karena penambahan jumlah iterasi dapat mengantarkan lintasan (trajectory) untuk melalui bottleneck region. Unjuk kerja RAC pada kondisi SNR = 0 dB dapat dilihat pada BER Chart yang ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 11 menunjukkan EXIT Chart pengawasandian RAC untuk panjang bingkai 103 bit dengan kondisi SNR = 2 dB. Terlihat pada Gambar 11 terjadi kondisi lintasan yang terbuka lebar pada proses pengawasandian. Kondisi ini disebut juga sebagai wide-open region [9]. Kondisi wide-open

pada EXIT Chart ini dapat diartikan dengan unjuk kerja pengawasandian RAC memiliki konvergensi cepat, artinya dengan jumlah iterasi yang tidak terlalu banyak akan menghasilkan unjuk kerja pengawasandian RAC yang baik karena satu atau dua iterasi saja dapat mengantarkan lintasan (trajectory) untuk melalui wide-open region. Unjuk kerja RAC pada kondisi SNR = 2 dB dapat dilihat pada BER Chart

yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada Gambar 4, representasi BER Chart juga menunjukkan adanya fenomena error-floor. Hal ini dapat dijelaskan melalui representasi EXIT Chart pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat bahwa EXIT Chart

menyempit pada daerah di sekitar (IA, IE) = (1, 1). Hal ini menyebabkan pada daerah sekitar (IA, IE) = (1, 1) justru mengalami konvergensi lambat [2]. Inilah yang menyebabkan unjuk kerja RAC dengan 16 iterasi pengawasandian tidak meningkat secara signifikan meskipun nilai SNR terus dinaikkan.

Gbr. 12 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 105 bit

(SNR = -2 dB)

Gbr. 13 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 105 bit (SNR = 0 dB)

(6)

Gbr. 14 EXIT Chart untuk RAC dengan panjang bingkai kata pesan 105 bit

(SNR = 2 dB)

EXIT Chart untuk panjang bingkai kata pesan 105 bit dengan kondisi SNR berturut-turut –2 dB, 0 dB, dan 2 dB dapat dilihat pada Gambar 12, Gambar 13 dan Gambar 14. Hasil dan analisis menunjukkan hasil yang serupa pada EXIT

Chart untuk panjang bingkai kata pesan 103 bit. Berdasarkan hasil yang diperoleh, EXIT Chart mampu menjelaskan fenomena yang tidak dapat dijelaskan atau direpresentasikan oleh BER Chart.

V. KESIMPULAN

Secara umum, penambahan jumlah iterasi pengawasandian memperbaiki kemampuan koreksi galat dari skema penyandian RAC. Namun, perlu ditinjau lebih jauh apakah pengorbanan yang dilakukan dengan menambah jumlah iterasi pengawasandian setimpal dengan peningkatan perolehan penyandian (coding gain) yang dihasilkan. Meskipun, berhasil memperbaiki unjuk kerja koreksi galat, penambahan jumlah iterasi tidak berhasil menghilangkan fenomena yang disebut sebagai error-floor. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak error-floor adalah menambah panjang bingkai kata pesan. Untuk memperoleh wawasan lebih luas tentang RAC, analisis menggunakan EXIT Chart

juga dilakukan. EXIT Chart berhasil menjelaskan perilaku pengawasandi iteratif yang tidak dapat diamati melalui BER

Chart. Pada akhirnya, penulis berharap RAC dapat diapliaksikan sebagai skema penyandian kanal untuk standar teknologi telekomunikasi yang akan datang mengingat RAC memiliki arsitektur dan cara operasi yang relatif sederhana.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pengelola Program Beasiswa Unggulan Fast-Track.

REFERENSI

[1] D. Divsalar, H. Jin, and R. J. McEliece, “Coding Theorems for ‘Turbo-Like’ Codes,” in Annual Allerton Conference on Communication, Control, and Computing, 1998, pp. 201–210. [2] S. Brink and G. Kramer, “Design of Repeat-Accumulate Codes

for Iterative Detection and Decoding,” IEEE Transactions on Signal Processing, vol. 51, no. 11, pp. 2764–2772, 2003. [3] X. Chen and Y. Shen, “Research of RA Coding Algorithm

Based on AWGN Channel,” Journal of Networks, vol. 7, no. 4, pp. 605–612, 2012.

[4] A. Abbasfar, D. Divsalar, and K. Yao, “Accumulate-Repeat-Accumulate Codes,” IEEE Transactions on Communications, vol. 55, no. 4, pp. 692–702, 2007.

[5] H. Jin, A. Khandekar, and R. McEliece, “Irregular Repeat-Accumulate Codes,” in 2nd International Conference on Turbo Codes and Related Topics, 2000.

[6] A. Roumy, S. Guemghar, G. Caire, and S. Verdú, “Design Methods for Irregular Repeat-Accumulate Codes,” IEEE Transactions on Information Theory, vol. 50, no. 8, pp. 1711– 1727, 2004.

[7] S. J. Johnson and S. R. Weller, “Constructions for Irregular Repeat-Accumulate Codes,” in International Symposium on Information Theory, 2005, pp. 179–183.

[8] S. Shamsy, “EXIT Chart Analysis of Repeat Accumulate Codes for Log-BCJR Algorithm in Iterative Decoding,” in 1st International Conference on Communications, Signal Processing, and their Applications (ICCSPA), 2013, pp. 1–5. [9] S. Brink, “Convergence Behavior of Iteratively Decoded

Parallel Concatenated Codes,” IEEE Transactions on Communications, vol. 49, no. 10, pp. 1727–1737, 2001. [10] S. Dolinar, D. Divsalar, and F. Pollara, “Turbo Codes and

Space Communications.” Communications Systems and Research Section, Jet Propulsion Laboratory, Califorina Institute of Technology, pp. 1–8, 1998.

[11] T. Richardson, “Error Floors of LDPC Codes,” in Annual Allerton Conference on Communication, Control, and Computing, 2003, pp. 1426–1435.

[12] Y. He, J. Yang, and J. Song, “A Survey of Error Floor of LDPC Codes,” International ICST Conference on Communications and Networking in China (CHINACOM), pp. 61–64, Aug. 2011.

Gambar

Gambar  9  menunjukkan  EXIT  Chart  pengawasandian  RAC untuk panjang bingkai 10 3  bit dengan kondisi SNR = –2  dB
Gambar  11  menunjukkan  EXIT  Chart  pengawasandian  RAC untuk panjang bingkai  10 3  bit dengan  kondisi SNR  = 2  dB

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul, “ Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan Dalam Sidang Pengadilan Negeri (Kajian Perbandingan Kasus-Kasus Pada Pengadilan Negeri Sungguminasa) ,”

Sebagian besar dari lumut hati adalah tumbuhan darat, beberapa spesies hidup di air sebagai akuatik sekunder, artinya mereka itu tumbuhan darat yang teradaptasi kembali

Non tes berupa angket respon siswa untuk menilai respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning, lembar aktivitas siswa

dengan kebersihan diri yang tidak baik seperti penyakit kulit akibat

Salah satu penelitian tentang masalah matematika terbuka adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Al-Absi (2013) yang berjudul “ The Effect of Open-ended Tasks as an

1) Root, Admin Master mempunyai fungsi utama sebagai pengatur konten website, membuat akun pegawai, membuatkan surat baru selain itu bisa melihat semua data dan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan pengembangan ini antara lain; 1 Untuk mengetahui desain macromedia flash sebagai media pembelajaran pada materi bangun ruang

Menurut pemustaka laki-laki terdapat delapan indikator yang terdiri dari sepuluh item dalam dimensi LibQUAL+TM dari hasil evaluasi kualitas layanan Perpustakaan IAILM yang terletak