• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK R DENGAN MASALAH RISIKO JATUH DI SASANA TRESNA WERDHA CIBUBUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK R DENGAN MASALAH RISIKO JATUH DI SASANA TRESNA WERDHA CIBUBUR"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK R

DENGAN MASALAH RISIKO JATUH

DI SASANA TRESNA WERDHA

CIBUBUR

KARYA ILMIAH AKHIR

NAEDI 1006823425

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JULI, 2013

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KAKEK R

DENGAN MASALAH RISIKO JATUH

DI SASANA TRESNA WERDHA

CIBUBUR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Ners

NAEDI 1006823425

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK JULI, 2013

(3)
(4)
(5)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah ini dilakuakn dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dewi Irawati, MA, Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

2. Riri Maria, SKp., MANP., selaku koordinator Karya Ilmiah Akhir Ners.

3. Widyatuti, Skp., M.Kes., Sp.Kom., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

4. Ns. Ibnu Abas, S.Kep., selaku pembimbing lahan praktik Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur.

5. Staf pegawai dan perawat Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur, yang telah banyak memberikan dukungan.

6. Keluarga tercinta dan orang yang saya sayangi orangtua, istri, anak-anak yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan karya ilmiah ini. 7. Rekan-rekan mahasiswa profesi peminatan gerontik yang telah bekerjasama dan

memberikan dukungan.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu Keperawatan.

Depok, 10 Juli 2013

(6)
(7)

Program Studi : Profesi Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada kakek R dengan masalah Risiko Jatuh di Sasana Tresna Werdha Cibubur

Risiko jatuh pada lansia merupakan kejadian yang tiba-tiba dan tanpa disengaja yang sering dialami dan dapat menimbulkan cidera. Risiko jatuh dapat dihindari dengan upaya pencegahan melalui identifikasi faktor risiko, latihan kekuatan fisik, dan modifikasi lingkungan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran asuhan keperawatan lansia dengan masalah risiko jatuh di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur. Metodologi penulisan karya ilmiah yang digunakan adalah analisis kasus melalui praktik langsung pada lansia dengan melakukan wawancara, observasi, diskusi dan tinjauan literatur. Hasil analisis intervensi balance exercise yang diberikan tiga kali seminggu selama lima minggu pada kakek R dengan masalah risiko jatuh menunjukan bahwa ada pengaruh latihan terhadap peningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh kearah yang lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan latihan. Dan untuk mendapatkan peningkatan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh yang optimal, program latihan fisik yang diberikan perlu dilakukan secara kontinyu.

Kata kunci :Analisis keperawatan, lansia, Risiko jatuh

ABSTRACT

Name : Naedi

Study Program : Profesional of Nursing

Title : Clinical Practice Analysis of Urban Problem Health

Nursing in Mr R with Risk for Falls at Sasana Tresna Werdha Cibubur.

Risk for falls in elderly was an accidental suddenly event which usually common and caused injury. Risk for falls can be avoided by prevention through the identification of risk factors, physical strength exercise, and environment modifications. This paper aimed to get an overview of nursing care in elderly with risk for falls in Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti. Methodology which used in writing this scientific paper was through case analysis to elderly by interview, observation, discussion, and review to the literature. Analysis result of balance exercise intervention which was given for three times a week in five weeks on Grandpa R with risk for falls showed that there were effects of exercise on muscle strength and balance improvement towards a better body than before. Physical exercise program must be done continuously to obtain an increase in muscle strength and optimal body balance. Keywords: Elderly, nursing analysis, risk for falls.

(8)

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

KATA PENGANTAR... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

1. PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Tujuan Karya Tulis... 1.4. Metode Penulisan... 1.5. Manfaat Penulisan... 1 3 4 4 5 2. TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Usia Lanjut... 2.2. Risiko Jatuh pada Lansia... 2.3. Latihan Keseimbangan Fisik (Balance Exercise)...

6 7 13 3. ANALISA KASUS... 3.1. Gambaran Kasus... 3.2. Masalah Keperawatan... 17 18 4. ANALISIS SITUASI... 4.1. Profil Lahan Praktek... 4.2. Analisis Masalah Asuhan Keperawatan... 4.3. Analisa satu Intervensi dengan Konsep...

22 24 27

(9)

5. PENUPUP... 31 DAFTAR PUSTAKA

(10)

Lampiran 1 Pengkajian risiko jatuh Morse Fall Scale (MFS)

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (diatas 60 tahun) dari total populasi telah terjadi di seluruh dunia. Data UNFA menyebutkan bahwa akan ada kenaikan proporsi penduduk lansia dari 10% menjadi 25% pada tahun 2050 (UNFA, 2007 dalam Fatma, 2010). Sementara itu, populasi penduduk lansia di Asia dan Pasifik pada tahun 2007 berjumlah 410 juta dan diprediksi meningkat pesat menjadi 1,3 triliun pada 2050 (Macao, dalam Fatma, 2010). Pada saat ini, di Indonesia populasi lansia rata-rata 7,5% dari jumlah total penduduk dan diperkirakan jumlahnya akan melebihi balita dalam waktu 20 tahun lagi (Fatma, 2010). Sedangkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional memperkirakan lebih dari seperlima penduduk Indonesia adalah lanjut usia pada tahun 2025 (BPS, 2008).

Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain sehingga abad 21 ini menjadi abad lansia (BPS, 2008). Sejalan dengan arah pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin baik dan usia harapan hidup meningkat, sehingga jumlah usia lanjut semakin bertambah.

Fenomena terjadinya peningkatan jumlan penduduk lansia disebabkan oleh banyak faktor, yaitu penurunan angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan yang merupakan dampak dari adanya kemajuan teknologi dan penelitian kesehatan. Transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai oleh peningkatan kasus obesitas pada lansia, peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) dari 45 tahun di awal tahun 1950 menjadi 65 tahun di abad 21, pergeseran gaya hidup dari urban rural

(12)

lifestyle menjadi sedentary urban lifestyle, dan peningkatan pendapatan perkapita

(Fatma, 2010).

Peningkatan jumlah populasi lansia yang sangat pesat, akan berdampak pada berbagai persoalan hidup yang dihadapi para lanjut usia terutama masalah kesehatan. Masalah-masalah kesehatan yang sering timbul tersebut antara lain: penurunan sistem imun, penurunan semua fungsi tubuh seperti sitem pencernaan, respirasi, sirkulasi, perkemihan, dan muskuloskeletal. Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Survey Departemen kesehatan 1996). Salah satu kemunduran atau perubahan fisik yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yaitu berkurangnya massa otot, kekuatan jaringan penghubung, dan osteoporosis. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot terutama otot ekstremitas bawah, ketahanan, dan koordinasi serta terbatasnya range of motion (ROM) Miller (2004).

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masalah keperawatan risiko jatuh yang muncul pada kasus kakek R merupakan masalah yang sering terjadi pada lanjut usia, terutama pada masyarakat perkotaan karena terkait dengan gaya hidup masyarakat yang tinggal diperkotaan cenderung kurang sehat seperti malas berjalan dan kemana-mana lebih sering naik kendaraan meskipun jarak tujuanya dekat. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal diperkampungan yang masih cenderung berjalan kaki dan aktivitas fisiknya masih cukup tinggi. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab fungsi otot mengalami penurunan karena kurangnya aktivitas fisik. Kelemahan otot ekstremitas bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh sehingga mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan gampang goyah (Darmojo, 2000), terlambat mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung.

Penurunan fungsi sistem tubuh pada lansia adalah fisiologis, penurunan tersebut memerlukan penyesuaian sehingga kualitas hidup lansia dapat dipertahankan. Bentuk penurunan tersebut akan meningkatkan risiko cidera terutama jatuh pada

(13)

lansia. Jatuh pada lansia bukanlah hal sederhana, banyak sekali faktor risiko yang telah diidentifikasi menjadi penyebab jatuh. Faktor risiko yang menjadi penyebab jatuh pada lansia antara lain adalah gangguan gaya berjalan dan gangguan keseimbangan (Siburian, 2006). Hasil pengkajian pada lansia di Wisma Bungur STW Karya Bhakti RIA Pembangunan, terdapat 9 dari 20 lansia yang memiliki risiko jatuh. Lansia yang memiliki risiko jatuh tersebut mengeluh gangguan keseimbangan tubuh akibat kelemahan otot ekstremitas bawah, dan pernah mengalami jatuh.

Penurunan keseimbangan postural akibat penurunan kekuatan otot dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan fisik yang berguna untuk menjaga agar fungsi otot dan postur tubuh tetap baik (Budiharjo, 2005). Salah satu olahraga yang direkomendasikan untuk peningkatan keseimbangan postural lansia adalah latihan Balance Exercise (Ceranski, 2006). Latihan Balance Exercise sebagai upaya untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia belum sepenuhnya diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini terlihat dari hasil pengkajian pada lansia wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur yang memiliki risiko jatuh maupun yang pernah mengalami jatuh berulang, belum ada intervensi latihan Balance Exercise yang dilakukan secara intensif pada lansia namun baru sebatas kegiatan senam yang dilakukan secara umum dan tidak melihat kebutuhan individu lansia.

Melihat kenyataan yang terjadi dan beberapa data yang telah dijelaskan diatas, maka penulis termotivasi untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada kakek R dengan masalah risiko jatuh di Sasana Tresna Werdha Cibubur”

1.2. Rumusan Masalah

Data riwayat jatuh dari hasil pengkajian pada kakek R di wisma Bungur STW Karya Bhakti Cibubur, selama tinggal di wisma sudah mengalami jatuh sebanyak dua kali. Upaya pencegahan jatuh yang sudah dilakukan di STW adalah senam

(14)

bugar lansia, senam triloka, seniot fitnes, dan senam bersama, tetapi tidak semua lansia mengikutinya.

Sementara itu latihan fisik berupa balance exercise yang bertujuan untuk mengurangi risiko jatuh belum secara maksimal dilakukan. Padahal latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot untuk menjaga keseimbangan tubuh. Menurut Shobha (2005), salah satu penyebab jatuh pada lansia adalah akibat adanya gangguan keseimbangan dan gaya berjalan serta lemahnya otot ekstremitas bawah.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah penerapan intervensi balance exercise pada kakek R dengan masalah keperawatan risiko jatuh di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur.

1.3. Tujuan Karya Tulis Ilmiah

Tujuan Karya Tulis Ilmiah dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus seperti yang diuraikan berikut ini:

1.3.1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran asuhan keperawatan klien dengan risiko jatuh di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan ini adalah teridentifikasinya: a. Pengkajian pada kakek R dengan risiko jatuh

b. Penegakan diagnosa keperawatan risiki jatuh pada kakek R c. Rencana intervensi terhadap diagnosa risiko jatuh pada kakek R d. Implementasi masalah risiko jatuh pada kakek R dengan penerapan

latihan keseimbangan (balance exercise)

e. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dan pendokumentasian asuhan keperawatan pada kakek R dengan risiko jatuh

(15)

1.4. Metode Penulisan

Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode analisis kasus dari salah satu lansia dengan masalah risiko jatuh di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur dimulai dengan pengkajian, analisis data, rencana keperawatan, hingga catatan perkembangan lansia. Metode penulisan dilakukan dengan cara pengambilan data dengan praktik langsung di STW Karya Bhakti Cibubur, dengan teknik wawancara, observasi, diskusi, dan tinjauan literatur.

1.5. Manfaat Penulisan 1.5.1 Manfaat Keilmuan

Karya ilmiah ini berguna sebagai bahan pengajaran dan pengembangan ilmu yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan risiko jatuh dengan penerapan latihan keseimbangan (balance exercise).

1.5.2 Manfaat Aplikatif

Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dalam memberikan berbagai cara alternatif tindakan untuk mempermudah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan meminimalkan risiko jatuh.

1.5.3 Manfaat Metodologi

Hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan risiko jatuh pada lansia dengan penerapan latihan keseimbangan (balance exercise). Selain itu, karya ilmiah ini juga berguna sebagai bahan referensi dan dapat menjadi ide dalam mengembangkan asuhan keperawatan risiko jatuh.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan teori dan konsep yang terkait dengan karya ilmiah akhir berdasarkan judul karya ilmiah “Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada kakek R dengan masalah risiko jatuh di Sasana Tresna Werdha Cibubur”. Teori dan konsep tersebut meliputi konsep lansia, risiko jatuh, dan

balance exercise.

2.1. Usia lanjut

Usia lanjut adalah setiap warga Negara Indonesia pria dan wanita yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih baik yang masih potensial maupun tidak potensial (Depkes dan Depsos, 2001). Proses menua adalah proses yang tidak dapat dihentikan dan tidak dapat ditunda, dimana terjadi perubahan dari aspek fisik, psikologis, dan sosial. Pada proses menua terjadi penurunan fungsi-fungsi organ tubuh seperti kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, perkemihan, mobilisasi, kognitif, sensori, kulit, pola tidur, dan seksualitas (Miller, 2004). Keadaan tersebut menyebabkan terhambatnya berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan lansia. Menjadi tua dapat ditandai oleh berbagai kemunduran baik biologis, psikologis maupun sosial.

Kemunduran biologis atau fisik antara lain: kulit mengendur atau keriput, rambut berubah, gigi tanggal, penurunan penglihatan dan pendengaran, cepat lelah, gerakan lamban karena terjadi perubahan pada sendi karena proses menua atau proses penyakit (rematik, asam urat, osteoporosis, osteoarthritis). Kemunduran psikologis antara lain : menurunnya daya ingat, ingatan jangka panjang lebih baik dari ingatan jangka pendek, penurunan terhadap orientasi umum (ruang, tempat, waktu), perasaan malu karena merasa tidak berdaya lagi, kesulitan dalam menerima hal yang baru. Kemunduran sosial antara lain: penampilan diri yang tidak menarik lagi, membatasi

(17)

diri untuk berinteraksi seperti kegiatan sosial, arisan, pengajian, mengalami penurunan komunikasi.

Perubahan fungsi fisiologis diantaranya adalah perubahan pada fungsi neurologis, sensori, dan muskuloskeletal (Miller, 2004; Wallace, 2008). Perubahan sistem neurologis seperti penurunan berat otak, aliran darah ke otak, dan berkurangnya neuron. Perubahan tersebut menyebabkan lansia kehilangan memori, menjadi lambat dalam bereaksi, serta dapat menimbulkan masalah keseimbangan dan gangguan tidur (Wallace, 2008). Perubahan yang terjadi pada sistem saraf lansia mengakibatkan terganggunya sistem organ lainnya. Perubahan pada saraf motorik mengakibatkan gangguan dalam reflek, kognitif dan emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang dapat menimbulkan kelemahan otot. Perubahan dan penurunan fungsi fisiologis pada lansia tidak dapat dianggap sebagai hal yang sepele, namun perlu perhatian khusus dari pemberi asuhan. Karena dampak dari perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya risiko jatuh.

2.2. Risiko jatuh pada lansia

Jatuh merupakan konsekuensi fungsional dari proses penuaan. Dahulu banyak pakar geriatrik yang berpendapat bahwa jatuh sebagai konsekuensi normal dari proses penuaan, namun sekarang para ahli setuju bahwa jatuh disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan (Miller, 2004). Menurut (Tinetti, 1997 dalam Feder, 2000), jatuh adalah tiba-tiba, tidak sengaja yang menyebabkan perubahan posisi seseorang berada diarea yang lebih rendah, pada suatu objek, dilantai atau ditanah, selain akibat serangan paralisis, epilepsi atau kekuatan diluar batas. Pendapat lain mengartikan jatuh sebagai suatu kejadian yang dilaporkan oleh penderita atau saksi mata yang melihat kejadian dan mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2004).

(18)

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian jatuh, dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tanpa disegaja yang mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk dilantai atau tanah yang sering terjadi dan dialami oleh lansia sebagai dampak dari penurunan fungsi keseimbangan. Risiko jatuh pada lansia dapat disebabkan oleh faktor instrinsik seperti diri sendiri dan aktivitas, serta faktor ekstrinsik berupa lingkungan dan obat-obatan (Kane, 1994; Runge, 2000Shobha, 2005; Probosuseno, 2006).

2.2.1. Faktor risiko jatuh

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terhadap terjadinya jatuh pada lansia dapat disebabkan oleh faktor instrinsik yang berasal dari diri sendiri dan faktor ekstrinsik atau lingkungan sekitar tempat tinggal.

2.2.1.1. Faktor diri lansia

Faktor yang menyebabkan jatuh sangat kompleks dan tergantung pada kondisi lansia, antara lain disability, penyakit yang sedang diderita (vertigo, hipotensi ortostatik, syncope), perubahan akibat proses penuaan (penurunan fungsi pendengaran, penurunan penglihatan, penurunan status mental), gangguan muskuloskeletal seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, gangguan keseimbangan, dan gaya berjalan (Shobha, 2005). Pada gangguan muskuloskeletal menyebabkan perubahan gaya berjalan dan keseimbangan, hal ini berhubungan dengan proses penuaan yang fisiologis. Perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek-pendek, dan penurunan irama. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah. Keterlambatan mengantisipasi bila terpeleset, tersandung, dan kejadian tiba-tiba dikarenakan terjadi perpanjangan waktu reaksi sehingga memudahkan jatuh (Reuben, 1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992 dalam Darmojo, 2004).

2.2.1.2. Faktor aktivitas

Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil, mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau aktif tetapi dengan postur

(19)

yang stabil. Hasil penelitian Probosuseno (2006), dikatakan bahwa risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif dengan sedikit gangguan keseimbangan baik yang terjadi di rumah sakit maupun panti lansia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Barnedha (2006) pada lansia di puskesmas Tebet bahwa lansia dengan aktivitas rendah atau jarang berolahraga berisiko 7,63 kali menderita gangguan keseimbangan dibandingkan lansia dengan aktivitas tinggi.

Oleh sebab itu, lansia perlu diberikan latihan aktivitas seperti berjalan dan penggunaan alat bantu jalan yang bertujuan untuk penguatan otot-otot ekstremitas bawah dan meningkatkan keseimbangan tubuh sehingga tidak terjadi risiko jatuh. Hasil penelitian Hopkins (1990), dalam Roger (2001), terdapat peningkatan keseimbangan pada seseorang yang melakukan latihan seperti aerobik yang dilakukan selama 12 minggu.

2.2.1.3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap risiko jatuh antara lain: penerangan yang kurang, benda-benda dilantai seperti keset dan karpet, peralatan rumah yang tidak tertata, tangga tanpa pegangan, tempat tidur yang terlalu tinggi, lantai yang tidak rata dan licin, serta kamar mandi yang tidak dilengkapai handrail.

2.2.1.4. Faktor obat-obatan

Obat-obatan yang meningkatkan risiko jatuh diantaranya obat golongan sedatif dan hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindroma parkinson seperti diuretik atau anti hipertensi, antidepresan, antipsikotik, obat-obatan hipoglikemik dan alkohol. Obat-obatan lain yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi mengganggu vestibular, neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan seperti phenothiazine, barbiturat dan benzodiazepin kerja panjang juga meningkatkan risiko jatuh. Robbins, et al (1989) dalam Newton (2003) berpendapat bahwa lansia yang memiliki tiga faktor seperti kelemahan otot kaki, ketidakseimbangan, dan mendapat program pengobatan lebih dari empat jenis obat berisiko jatuh cukup besar.

(20)

2.2.2. Pencegahan terhadap jatuh

Jatuh merupakan kejadian tiba-tiba yang dapat dialami oleh siapapun termasuk lansia, namun hal itu sebetulnya dapat dicegah. Beberapa hal yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya jatuh antara lain melalui:

2.2.2.1. Identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan untuk meningkatkan keseimbangan fisik, dan memodifikasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan tubuhnya dalam melakukan aktivitas seperti gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian keseimbangan tubuh sangatlah diperlukan untuk menghindari terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian kekuatan otot ekstremitas bawah apakah lansia dapat melangkah atau berjalan tanpa bantuan alat jalan, apakah kakinya dapat menapak dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar ketika berjalan. Semua hal tersebut harus diperbaiki bila terdapat penurunan (Tinetti, 1992; Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2004). Program latihan yang dibarengi dengan perbaikan input sensori sangat bermakna dalam meningkatkan keseimbangan tubuh.

Latihan keseimbangan yang berguna untuk meningkatkan fleksibilitas, menguatkan otot-otot tungkai dan meningkatkan respon keseimbangan bila tidak dikombinasikan dengan intervensi lain hanya menurunkan risiko jatuh sebesar 11% (Brandt, et al. 1986; dalam Rogers, 2001). Sedangkan jika intervensi dilakukan secara kombinasi yang meliputi latihan keseimbangan yang terstruktur, modifikasi lingkungan, pengurangan konsumsi obat-obat psikotropika, serta perbaikan visus dapat menurunkan risiko jatuh hingga 25-39% (Robbin, 1989 dalam Barnedh, 2006). Pendapat lain yang dikemukakan Colon Emeric (2002), menyatakan bahwa latihan fisik merupakan salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat dilakukan pada lansia karena kekuatan kedua ekstremitas bawah dan keseimbangan dapat terlihat

(21)

peningkatannya secara nyata dengan program latihan fisik yang sederhana dan teratur serta terukur.

2.2.2.2. Petugas kesehatan panti werdha atau petugas yang bertanggung jawab terhadap lansia hendaknya melakukan kontrol secara rutin, mengamati kemampuan dan keseimbangan serta gaya berjalan yang dilakukan lansia baik secara penilaian dengan menggunakan skala jatuh maupun dilakukan langsung melalui observasi.

2.2.2.3. Melakukan modifiasi kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, seperti dengan menjauhkan benda-benda berbahaya, menata barang-barang yang ada diruangan, menjaga konsisi lantai selalu kering, mengganti keset kaki yang sudah basah atau sudah rusak, memasang tanda bahaya jatuh pada area yang berundak, serta memberikan lampu penerangan ruangan yang cukup.

2.2.2.4. Merespon dan menindaklanjuti keluhan yang disampaikan lansia seperti kepala pusing, badah lemah, pandangan kabur, kaki gemetar dan kesemutan. Sehingga kegiatan yang akan dilakukan lansia harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan tidak boleh memaksakan kegiatan tertentu jika kodisinya tidak memungkinkan.

2.2.3. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan tubuh lansia

Beberapa faktor yang berkontribusi dalam mempengaruhi keseimbangan tubuh lansia diantaranya adalah usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik.

2.2.3.1. Usia

Seiring dengan bertambahnya usia pada lansia menyebabkan fungsi organ-organ keseimbangan mengalami penurunan. Tinetti (1994) menyebutkan bahwa prevalensi jatuh pada usia diatas 65 tahun mencapai 30% setiap tahunnya. Data lain menyatakan bahwa prevalensi jatuh pada usia diatas 80 tahun mencapai 50% (Hazzard, 2003).

(22)

Hasil penelitian Barnedh (2006), menyebutkan bahwa usia berhubungan secara bermakna dengan gangguan keseimbangan dimana proporsi pada kelompok usia lebih dari 80 tahun yang mengalami gangguan keseimbangan sebesar 70%, usia 70-79 tahun sebesar 63% dan usia 60-69 tahun sebesar 23%.

2.2.3.2. Jenis kelamin

Kejadian jatuh lebih banyak terjadi pada perempuan dikarenakan perempuan mengalami menopause yaitu terjadinya penurunan hormon estrogen yang dapat menurunkan kemampuan tubuh menyerap kaslium sehingga memicu terjadinya osteoporosis. Hampir 80% kejadian osteoporosis menyerang perempuan. Dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan tulang kehilangan kepadatannya sehingga menjadi rapuh (Nusdwinuringtyas, 2008). Selain itu lansia perempuan lebih sering terserang osteoartritis atau pengapuran sendi pada lutut yang menimbulkan keluhan nyeri sendi, kaku sendi, pembengkakan sendi, dan tulang berderit.

2.2.3.3. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dapat meningkatkan penggunaan energi yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan sehari-hari seperti berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah dan berkebun, maupun aktivitas olahraga seperti berenang, bersepeda, senam, fitness (Skelton, 2001). Menurut penelitian Newton (2003) hampir 40% dari usia dewasa tidak memanfaatkan waktu luang untuk aktivitas fisik dan keterbatasan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan jatuh. Menurut Lemon, et al. (1972) dalam Miller (2004), dengan teori aktivitasnya menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan dan mempertahankan aktivitas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Barnedh (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan keseimbangan dimana aktivitas fisik yang rendah salah satunya tidak teratur berolahraga berisiko untuk terjadinya gangguan keseibangan.

(23)

Menurut Skelton (2001) aktivitas fisik mempunyai efek positif terhadap keseimbangan tubuh atau faktor risiko jatuh, yaitu meningkatkan keseimbangan, kemampuan fungsional, mobilitas, kekuatan dan tenaga, koordinasi dan gaya berjalan, serta menurunkan depresi dan ketakutan terhadap jatuh. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa pentingnya aktivitas fisik bagi lansia dilakukan sebagai upaya meningkatkan keseimbangan guna mencegah risiko jatuh. Latihan fisik juga bertujuan untuk menjaga mobilitas dan postur tubuh pada lansia dalam meningkatkan kekuatan otot, menstimulasi peredaran darah, menjaga kapasitas fungsional, mencegah kontraktur dan memelihara postur tubuh yang baik (Jimmy, 2008).

Hasil penelitian Perrin, et al. (1999) menyebutkan bahwa lansia yang mempunyai kegiatan olahraga, bahkan yang sudah berhenti lama pun mempunyai kontrol postural yang lebih baik dan menurunnya ketergantungan informasi visual dibandingkan dengan lansia yang kurang aktif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kene (1989) dalam Darmojo (2004), bahwa pada keadaan imobilisasi kira-kira 3% kekuatan otot berkurang tiap harinya, yang berarti lansia akan lebih cepat mengalami kemunduran karena tidak dilatih.

2.2.4. Skala penilaian risiko jatuh

Risiko jatuh pada lansia dapat dicegah dengan cara mengidentifikasi faktor risiko, menilai, dan mengawasi keseimbangan dan gaya berjalan, mengatur serta mengatasi faktor situasional. Metode cepat dan sederhana yang digunakan untuk menilai kemungkinan jatuh pada lansia adalah dengan menggunakan Morse Fall Scale (MFS). Sebagian besar perawat (82,9%) menilai slaka ini cepat dan mudah untuk digunakan dan (54%) memperkirakan bahwa butuh waktu kurang dari tiga menit untuk menilai pasien (Morse, 1997). Skala ini terdiri dari enam variabel yang cepat dan mudah untuk digunakan, dan telah terbukti memiliki validitas yang baik. MFS

(24)

telah digunakan secara luas untuk mengukur risiko jatuh pada rumah sakit (lihat lampiran 1).

2.3. Latihan keseimbangan fisik (balance exercise)

Latihan keseimbangan fisik dianjurkan bagi lansia dengan penurunan keseimbangan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot ekstremitas bawah. Latihan fisik yang dianjurkan perminggu adalah 3-5 kali dengan durasi 30-60 menit. Waktu yang paling baik adalah pagi hari ketika terpapar sinar matahari sekitar pukul 07.00-09.00 (Siswono, 2006). Pada tahap awal melakukan latihan fisik hendaknya diberikan secara bertahap menyesuaikan dengan kemampuan tubuh dalam mentoleransi bentuk gerakan.

Balance exercise dilakukan untuk meningkatkan kebugaran fisik lansia melalui

peningkatan kekuatan otot, daya tahan, kecepatan, keterampilan, dan kelenturan sendi. Program latihan ini mencakup tiga tahap yaitu pemanasan, gerakan inti, dan pendinginan. Pemanasan bertujuan untuk menimbulkan semangan, memanskan jaringan tubuh agar tidak kaku, dan mencegah cedera akibat latihan. Gerakkan inti merupakan bentuk-bentuk gerakan latihan yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot sehingga tercapai keseimbangan tubuh. Sedangkan pendinginan bertujuan untuk mencegah kekakuan otot dan nyeri otot, mengganti defisit oksigen, dan mengurangi keluhan pusing setelah melakukan latihan (Pujiastuti dan Utomo, 2003).

Penelitian tentang latihan keseimbangan yang dilakukan Ballard, et al (2004) terhadap 40 lansia perempuan yang memiliki riwayat jatuh dan ketakutan terhadap jatuh selama 15 minggu, durasi 4 jam per hari dengan menggunakan instrumen skala keseimbangan berg memperlihatkan peningkatan secara signifikan 5 item dari 14 item yang dinilai yaitu pada instruksi berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain, berdiri dengan satu kaki, menengok kebelakang melewati bahu kiri dan kanan ketika berdiri, duduk dari posisi berdiri, dan mengambil barang di lantai dari posisi berdiri.

(25)

Menurut Stanley dan Beare (1999), keuntungan dari program latihan pada lansia terutama pada sistem muskuloskeletal adalah peningkatan kekuatan otot, ROM (Range of Motion), kelenturan, kepadatan tulang, dan keseimbangan. Hal ini didukung oleh penelitian Gunarto (2005), menunjukkan bahwa lansia yang diberikan latihan four square step yaitu salah satu bentuk latihan keseimbangan berdiri secara dinamik selama 4 minggu mempunyai nilai keseimbangan lebih baik secara signifikan dibandingkan sebelum latihan.

Menurut Reuben, et al. (1996, dalam Darmojo, 2004) menyebutkan bahwa hasil penelitian di panti rawat werdha terkait latihan ketahanan yang intensif akan meningkatkan kecepatan langkah sekitar 12% dan kekuatan untuk menaiki tangga sebesar 23-38%. Penelitian lain oleh Barnett, et al. (2003, dalam Anonim, 2007) menyatakan bahwa program latihan fisik yang terdiri dari pemanasan diikuti dengan keseimbangan, koordinasi, dan latihan kekuatan otot serta pendinginan yang dilakukan sekitar 60 menit setiap minggu dalam jangka waktu satu tahun dapat menurunkan angka kejadian jatuh sebesar 40%.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diuraikan diatas penulis menyimpulkan bahwa peningkatan keseimbangan tubuh dapat dilakukan melalui latihan keseimbangan fisik (balance exercise) secara teratur untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah pada lansia sehingga secara tidak langsung dapat berkontribusi untuk mencegah risiko terjadinya jatuh.

Bentuk gerakan balance exercise, sumber (Modul program pencegahan jatuh pada lanjut usia, Nurviyandari, 2010).

1 Berdiri tegak:

Berdiri tegak dalam satu garis, tangan di samping tubuh. Mata terbuka, pandangan ke depan, tekuk ke belakang kaki kanan selama 10 detik, bergantian kaki kiri. Bila tidak mampu dapat menggunakan bantuan dengan berpegangan pada kursi.

(26)

2 Melacak mata:

a. Letakkan ibu jari di depan wajah (jarak 10 cm), gerakkan jari ke kiri dan atas bawah ikuti gerakan ibu jari oleh mata tanpa menggerakkan bagian tubuh lain. b. letakkan ibu jari di depan wajah dengan tangan diluruskan, gerakkan tangan ke kiri dan kanan dan atas bawah dengan diikuti anggota tubuh lain serta kepala yang naik turun.

3 Mencapai jam:

Berdiri di samping kursi dengan berpegangan pada kursi. Tekuk kaki kanan dan angkat tangan kanan ke samping badan. Ibaratkan depan adalah jam 12 dan arah belakang adalah jam 6. Gerakkan tangan dari arah jam 3 menuju arah jam 12 lalu menuju arah jam 6. Ulangi gerakan untuk kaki dan tangan kiri dengan memindahkan posisi bangku.

4 Berdiri segaris:

Letakkan kaki kanan di depan kaki kiri dalam satu garis. Lakukan dengan seimbang. Lakukan selama satu detik. Bila tidak mampu, gunakan bantuan kursi. Lakukan untuk posisi kebalikannya.

5 Berdiri dengan menaikan tangan:

Berdiri di samping kursi. Angkat kaki kiri lurus ke depan dengan tangan kiri dinaikkan ke atas, tahan 10 detik. Ulangi sisi yang berlawanan.

6 Tongkat keseimbangan:

Siapkan tongkat yang panjangnya 1 meter dan kursi. Duduk di kursi dan letakkan tongkat di telapak tangan kanan. Jaga keseimbangan tongkat agar tidak terjatuh selama 10 detik. Ulangi untuk tangan kiri.

7 Jalan ditempat:

Berdiri tegak lalu jalan di tempat dengan mengangkat paha dan lutut sampai posisi segaris (senyaman mungkin), lakukan selama 20 detik.

(27)

Berdiri tegak, badan condongkan ke depan lalu gerakkan berputar dengan kaki tidak bergerak. Lakukan selama 1 menit.

9 Tumit ke jari kaki

Berdiri dengan posisi satu kaki di depan menempel antara jari dan tumit. Kemudian berjalan dengan pada garis lurus sepanjang 3 meter bolak balik. 10 Langkah menyilang:

Berdiri menyamping pada garis lurus, berjalan dengan menyilangkan kaki kanan kea rah kiri dalam garis lurus sepanjang 3 meter. Ulangi gerakan dengan menyilangkan kaki kiri kea rah kanan.

11 Latihan melangkah:

a. letakkan minimal 5 benda di depan posisi berdiri dengan jarak antar benda 50 cm, melangkah melewati benda. Lakukan bolak balik. Setelah itu coba lakukan tanpa berhenti pada setiap jarak antar benda.

b. sama dengan sebelumnya namun berdiri menyamping dari 5 benda, kemudian berjalan zig zag tapi dengan garis melengkung.

12 Berjalan dinamis:

a. berdiri pada ujung ruangan, kemudian berjalan ke ujung ruangan lain dengan kepala menengok ke kiri dan kanan dengan perlahan. Ulangi beberapa kali. b. berdiri pada ujung ruangan, dengan memegang sehelai kertas di tangan kanan, kemudian berjalan ke depan sambil membaca kertas. Ulangi kertas di tangan kiri.

(28)

BAB 3

ANALISA KASUS

3.1. Gambaran kasus

Klien adalah kakek R, berusia 69 tahun, pendidikan D II perniagaan. Status duda cerai, memiliki dua orang anak dan keduanya sudah menikah serta tinggal di luar negeri. Klien pernah bercerai dengan istrinya dan menikah lagi dengan wanita lain kemudian bercerai lagi, selanjutnya klien tidak menikah lagi. Mantan istri pertama klien saat ini sudah meninggal. Klien terakhir bekerja sebagai manajer sebuah hotel, semenjak pensiun dan tidak bekerja lagi klien selalu berpindah-pindah tempat tinggal mulai dari ikut dengan keponakannya sampai tinggal di rumah kontrakan.

Klien tinggal di Sasana Tresna Werdha sejak tahun 2010, pada awalnya atas anjuran keponakannya dengan pertimbangan karena dirumah tinggal sendiri, tidak ada yang mengurus. Namun setelah masa percobaan 3 bulan klien merasa betah dan memutuskan untuk tetap tinggal di Sasana Tresna Werdha dengan harapan

mendapatkan ketentraman dan ada yang memperhatikan kondisi kesehatannya, serta tidak merasa kesepian dan bisa berinteraksi dengan lansia yang sebaya.

Klien memiliki riwayat 4 kali jatuh, pernah menjalani operasi fraktur pada femur kiri dan operasi prostat pada tahun 2006. Selain itu klien memiliki riwayat gastritis, hipertensi, katarak, kolesterol, asam urat, dan pembesaran jantung. Keluhan yang sering dirasakan klien yaitu kedua tangan sering terasa kesemutan terutama ditelapak dan jari-jari tangan, selain kedua tangan klien juga sering mengeluhkan kesemutan pada kedua kaki terutama jari-jari kaki. Klien sering mengalami susah tidur nyeyak, bisa tidur nyenyak kalau dibantu dengan minum obat tidur. Klien juga mengeluhkan nyeri pada kedua lutut kaki sehingga jalannya sedikit pincang.

Kebutuhan klien selama tinggal di Sasana Tresna Werdha berasal dari uang pensiun dan bantuan dari keponakannya. Klien rutin dikunjungi keponakannya sebulan sekali, sedangkan kedua anaknya jarang berkunjung karena tinggal diluar negeri, namun selalu ada hubungan komunikasi lewat telpon. Saat ini klien jarang aktif mengikuti kegiatan yang ada di Sasana Tresna Werdha, karena merasa malas

(29)

dan lebih senang melakukan kegiatan sendiri seperti nonton TV, jalan-jalan keliling Sasana Tresna Werdha. Namun selalu mengikuti jika ada kegiatan perpisahan mahasiswa dan klien sering tampil untuk menyanyi.

Hasil pengkajian dan pemeriksaan tentang kondisi kesehatannya, didapatkan bahwa klien saat ini memiliki keluhan nyeri pada lutut, kaki sering terasa kesemutan, badan sering terasa lemah, mudah capai kalau berjalan jauh, dan jalan sedikit goyah. Dari pemeriksaan fisik tekanan darah tidak stabil kadang tinggi sampai 180/100mmHg, kadar asam urat relatif tinggi, cara berjalan kurang stabil terlihat agak pinjang dan diseret, hasil kekuatan otot ekstremitas bawah kanan dan kiri adalah 4444. Skor pemeriksaan BBT didapatkan 35 dengan interpretasi memiliki risiko jatuh sedang, dan skor pemeriksaan Morse Fall Scale (MFS) didapatkan 65 dengan interpretasi memiliki risiko jatuh tinggi.

Hasil pemeriksaan medis dinyatakan klien memiliki hipertensi dan tekanan darah yang cenderung kurang stabil dengan mendapatkan terapi anti hipertensi, peningkatan asam urat dengan mendapatkan terapi allopurinol, juga didiagnosis katarak pada kedua matanya dengan mendapatkan terapi tetes mata, selain itu klien juga rutin menjalani program fisioterapi dengan infra red pada kedua lututnya.

Klien memiliki pola kebiasaan sehari-hari merokok dan minum kopi. Dalam sehari dapat menghabiskan rokok ½ - 1 bungkus, dan minum kopi 1 – 2 gelas.

3.2. Masalah Keperawatan

Berdasarkan hasil analisa data diatas menunjukkan bahwa pada kasus kakek R ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu:

a. Risiko jatuh dengan riwayat fraktur dan operasi femur, proses penyakit asam urat, kelemahan otot ekstremitas.

b. Nyeri pada kedua lutut akibat adanya peningkatan kadar asam urat darah. c. Perilaku kesehatan cenderung berisiko akibat kebiasaan merokok dan

minum kopi.

d. Gangguan gaya berjalan akibat kelemahan otot ekstremitas dan peningkatan asam urat.

(30)

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas dari keempat diagnosa yang muncul adalah risiko jatuh.

3.2.1. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan: risiko jatuh

b. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 minggu risiko jatuh dapat dicegah.

c. Rencana intervensi:

Berikan penjelasan pada klien tentang resiko jatuh dan kondisi ruangan yang menyebabkan resiko jatuh. Identifikasi bersama klien lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan jatuh. Diskusikan dengan klien pemilihan alas kaki yang tidak menyebabkan resiko jatuh. Lakukan permainan memilih gambar alat-alat bantu untuk mencegah jatuh, demonstrasikan cara penggunaan alat bantu jalan dengan cara berpegangan pada handrail dan furniture yang kuat dan stabil untuk mencegah jatuh. Ajarkan balance

exercise untuk meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan. Motivas klien

untuk melakukan latihan ROM di kamar baik dalam keadaan berbaring atau duduk. Bekerjasama dengan caregiver/ cleaning service dalam memberikan lingkungan yang aman pada kamar lansia dan lingkungan wisma bungur (pencahayaan yang cukup pada KM, lantai tidak licin, keset tidak terlipat, dan tersedianya handrail di kamar dan kamar mandi. Bekerjasama dengan klien untuk merapihkan kamar. Diskusikan dengan klien tempat yang tepat untuk barang-barang yang berserakan agar mudah dijangkau. Motivasi caregiver atau cleaning service untuk menyikat lantai kamar mandi setiap hari tanpa menggunakan detergent, namun diganti dengan larutan desinfektan. Sarankan pada klien agar mengganti keset kaki lama yang telah aus dengan keset kaki yang memiliki alas karet dibawahnya. Memotivasi klien untuk melakukan senam ringan sendiri di kamar baik dalam keadaan berbaring atau duduk. Beri tanda pintu kamar dan kamar mandi klien, lantai yang tidak rata, area tangga sekitar wisma dengan warna merah atau warna yang cerah yang menandakan harus hati-hati berjalan pada area tersebut. Pasang tanda peringatan pada area yang licin dan basah, lantai yang sedang di pel atau lantai yang tergenang air akibat hujan agar klien berhati-hati.

(31)

3.2.2. Implementasi

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan risiko jatuh sebagai diagnosa prioritas yaitu dengan memberikan penjelasan pada klien tentang risiko jatuh meliputi pengertian, penyebab, dan cara pencegahan jatuh melalui diskusi. Memberikan motivasi untuk menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat dalam melakukan aktivitas pergerakan atau perpindahan tempat dan mendemonstrasikan cara pemakaiannya. Melakukan latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kekuatan otot dengan balance

exercise, yang diberikan 3 kali dalam seminggu selama 5 minggu. Memberikan

memotivasi untuk melakukan latihan pergerakan sendi guna mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah. Dan memodifikasi ruangan dan lingkungan dengan menjaga kondisi lantai agar tidak licin, mengganti keset yang basah atau sudah rusak, penerangan ruangan yang cukup, penataan barang-barang yang ada di kamar, dan mendekatkan peralatan atau barang-barang yang akan digunakan agar mudah dijangkau, melalui kolaborasi dengan cleaning service dan

caregiver. Serta memotivasi klien untuk aktif mengikuti kegiatan senam yang

diadakan Sasana Tresna Werdha guna menjaga kondisi tubuh dan meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot dan sendi.

3.2.3. Evaluasi

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan pemberian latihan keseimbangan (balance exercise) 3 kali seminggu selama 5 minggu pada masalah risiko jatuh, hasilnya menunjukan bahwa pengetahuan klien mengenai risiko jatuh meningkat ditandai dengan klien mampu menyebutkan pengertian jatuh, penyebab jatuh, dan cara pencegahan jatuh, serta mampu memodifikasi lingkungan dengan penataan barang-barang yang ada dikamar dibantu caregiver.

Kekuatan otot ekstremitas bawah mengalami sedikit peningkatan dari 4444 menjadi 4455 dan keseimbangan tubuh menjadi lebih seimbang ditandai dengan cara berjalan klien tampak lebih seimbang dan tidak terlalu goyah, kaki dapat menapak dengan baik dan tidak gemetaran, kakinya mulai jarang diseret, dibandingkan sebelum dilakukan latihan.

(32)

Klien mengatakan mau menggunakan alat bantu jalan (tongkat) namun jika jalan jauh saja, kalau dekat belum mau menggunakan tongkat karena merasa malu dan kelihatan seperti orang yang lemah.

3.2.4. Rencana Tindak Lanjut:

Motivasi klien untuk tetap mau menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat, lanjutkan intervensi pemberian latihan keseimbangan fisik (balance exercise) dengan melibatkan mahasiswa praktek, libatkan caregiver dalam menjaga lingkungan tetap nyaman dan terhindar dari risiko jatuh, dan kolaborasi dengan perawat yang ada diwisma untuk mengkaji ulang risiko jatuh secara berkala setiap 3 bulan menggunakan skala pengukuran Morse Fall Scale (MFS) dan Berg

(33)

BAB 4

ANALISIS SITUASI

Bab ini membahas analisis situasi terkait asuhan keperawatan risiko jatuh pada kakek R di Sasana Tresna Werdha Karya Bakti Cibubur yang meliputi profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan terkait konsep KKMP, analisis intervensi, dan analisis terkait alternatif pemecahan masalah.

4.1. Profil lahan praktek

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur merupakan sebuah panti werdha yang dikelola oleh Yayasan RIA Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus kepada generasi lanjut usia. Pelayanan yang ada di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur bagi para lansia untuk menjaga kualitas hidup meliputi pelayanan kesehatan berupa konsultasi ahli, asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan. Pelayanan sosial berupa pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni tradisional (angklung), bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan kegitan bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Selain itu, di sasana tresna werdha ini lansia dapat menyalurkan hobi yang dapat dilakukan dan ada rekreasi bersama, pelayanan harian lanjut usia melalui pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital, pelayanan individu dan pelayanan kelompok sesuai kebutuhan lansia.

Lansia yang ingin tinggal di Sasana Tresna Werdha harus memiliki syarat khusus. Persyaratan bagi lansia yang ingin menetap di Sasana Tresna Werdha, antara lain: berusia di atas 60 tahun, sehat jasmani maupun rohani, mandiri, ingin tinggal di Sasana Tresna Werdha atas keinginan sendiri, memiliki penanggung jawab keluarga, dan yang terpenting adalah tidak ada paksaan. Sasana Tresna Werdha Cibubur dilengkapi oleh sarana dan prasarana, antara lain fasilitas hunian, klinik werdha, fasilitas penunjang kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Bungur

(34)

kapasitas 25 kamar, Wisma Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma Dahlia kapasitas 8 kamar. Fasilitas klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma kapasitas 3 kamar VIP, bangsal rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan 24 jam. Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar, Wisma Kamboja, dan Wisma Kenanga. Fasilitas lain pendukung bagi kehidupan lansia antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan, pendopo, ruang pemeriksaan kesehatan.

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur memiliki visi yaitu pengabdian pada sesama dengan memberikan pelayanan secara terpadu dan menyeluruh baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual pada lanjut usia. Untuk merealisasikan visi tersebut Sasana Tresna Werdha memiliki misi yaitu dengan membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan sosial pada lansia. Misi tersebut tertuang dalam agenda kegiatan yang telah dibentuk oleh Sasana Tresna Werdha antara lain pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal, pendidikan khusus, kursus, pelatihan, seminar, dan studi banding. Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kebutuhan. Ketiga, melengkapi sarana dan prasarana seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Keempat, menjadi mitra di dunia pendidikan dan pemerintah. Kelima, menjadi tempat keterpaduan fasilitas dan pemberian pelayanan kepada masyarakat khusus usa lanjut. Keenam, bekerja sama dengan institusi terkait regional maupun global (nasional atau internasional). Ketujuh, berperan aktif di dalam gerakan “peduli lansia” dan “lansia peduli”.

Para lansia yang tinggal di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur selain memperoleh pelayanan dibidang kesehatan juga diberikan berbagai kegiatan untuk mempertahankan kondisi fisik dan mentalnya berupa kegiatan rutin harian seperti olahraga dan latihan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat masing-masing lansia yang secara rutin dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan rutin harian lansia tidak hanya diikuti oleh werdha yang tinggal di wisma saja, melainkan juga diikuti oleh PHLU (Pembinaan Harian Lanjut Usia) yang berasal dari sekitar lingkungan Ssana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur dan sudah

(35)

terdaftar sebagai anggota perkumpulan lansia dibawah binaan Sasana Tresna Werdha.

Berikut adalah jenis kegiatan harian yang rutin dilaksanakan:

4.2. Analisis masalah asuhan keperawatan terkait konsep KKMP

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masalah keperawatan risiko jatuh yang muncul pada kasus kakek R merupakan masalah yang sering terjadi pada lanjut usia, terutama pada masyarakat perkotaan karena terkait dengan gaya hidup masyarakat yang tinggal diperkotaan cenderung kurang sehat seperti malas berjalan dan lebih sering naik kendaraan meskipun jarak tujuanya dekat. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal diperkampungan yang masih cenderung berjalan kaki dan aktivitas fisiknya masih cukup tinggi. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab fungsi otot mengalami penurunan karena kurangnya aktivitas fisik. Menurut Skelton (2001) Aktivitas fisik mempunyai efek positif terhadap keseimbangan tubuh atau faktor risiko jatuh, yaitu meningkatkan keseimbangan, kemampuan fungsional, mobilitas, kekuatan dan tenaga, koordinasi dan gaya berjalan serta menurunkan depresi dan ketakutan terhadap jatuh. Hal ini menandakan bahwa aktivitas fisik pada lansia perlu dilakukan karena banyak keuntungan yang dapat dirasakan oleh lansia itu sendiri.

Jam/ Hari

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu

07.00 Sarapan sarapan Sarapan Sarapan Sarapan Sarapan Sarapan 08.00-09.00 Senam Bugar Lansia Senam GLO/Triloka Senor Fitnes Relaksasi Terapi musik Senam Bersama Kegiatan bebas 09.00-11.30 Pengajian (tadarus, ceramah) PHLU (Membuat kerajinan) Nonton film (Minggu1) Angklung (Minggu2, 3, 4) PHLU Melukis Senam Jantung/ Kunjungan keluarga 15.00 Kebaktian BAKI (Bincang Antar Kita) Kebaktian protestan Pengajian sore, sholat ashar Kebaktian advent

(36)

Akibat dari proses penuaan secara biologis atau fisik, dimana pada proses penuaan fisik akan terjadi penurunan fungsi-fungsi tubuh diantaranya sistem muskuloskeletal (Miller, 2004). Pada penurunan fungsi sistem muskuloskeletal menyebabkan lansia mengalami penurunan jumlah sel otot, perubahan syaraf motorik, gangguan dalam reflek sehingga berpotensi terjadinya risiko jatuh. Masalah keperawatan ini diangkat kerena kejadian jatuh pada lansia merupakan salah satu masalah yang tidak bisa dianggap sepele dan dampak yang ditimbulkan akibat jatuh dapat menyebabkan cidera.

Masalah Risiko jatuh yang dialami kakek R selain disebabkan oleh faktor penuaan secara fisiologis yaitu dengan adanya penurunan fungsi kekuatan oto ekstremitas bawah yang dapat mempengaruhi kesembangan gaya berjalan, juga disebabkan karena faktor lain seperti kurangnya aktivitas atau kegiatan olahraga yang mengakibatkan kekuatan otot-otot mengalami penurunan dan menurunnya fungsi keseimbangan yang dapat berakibat pada risiko jatuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Barnedha (2006) pada lansia di puskesmas Tebet bahwa lansia dengan aktivitas rendah atau jarang berolahraga berisiko 7,63 kali menderita gangguan keseimbangan dibandingkan lansia dengan aktivitas tinggi.

Kondisi lain yang menyebabkan klien mengalami risiko jatuh adalah kondisi lingkungan. STW Karya Bhakti Cibubur kalau dilihat dari kontur tanah berdirinya bangunan cukup berisiko karena permukaan tanah yang cenderung berundak atau tidak rata dapat berkontribusi terhadap terjadinya risiko jatuh. Selain itu curah hujan yang tinggi menyebabkan lantai disepanjang jalan wisma basah dan licin yang dapat menimbulkan risiko tergelincir dan jatuh.

Kondisi selain lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko jatuh pada klien adalah faktor obat-obatan. Klien saat ini mengkunsumsi obat-obatan rutin yang diberikan medis lebih dari satu jenis obat, hal ini dapat memicu timbulnya gejala efek samping obat berupa tremor, mengantuk, pandangan kabur atau kepala pusing yang dapat berakibat terhadap gangguan keseimbangan tubuh dan berlanjut pada risiko terjadinya jatuh. Obat-obatan yang meningkatkan risiko jatuh diantaranya obat golongan sedatif dan hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindroma parkinson seperti diuretik atau anti

(37)

hipertensi, antidepresan, antipsikotik, obat-obatan hipoglikemik dan alkohol. Obat-obatan lain yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi mengganggu vestibular, neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan seperti phenothiazine, barbiturat dan benzodiazepin kerja panjang juga meningkatkan risiko jatuh. Robbins, et al (1989) dalam Newton (2003) berpendapat bahwa lansia yang memiliki tiga faktor seperti kelemahan otot kaki, ketidakseimbangan, dan mendapat program pengobatan lebih dari empat jenis obat berisiko jatuh cukup besar.

Berdasarkan pernyataan diatas dimungkinkan masalah risiko jatuh yang dialami oleh kakek R berhubungan dengan proses penuaan yang terjadi secara fisiologis. Miller (2004) menyatakan bahwa proses menua adalah proses yang tidak dapat dihentikan dan tidak dapat ditunda, dimana terjadi perubahan dari aspek fisik, psikologis, dan sosial. Karena itu, masalah risiko jatuh yang dialami kakek R merupakan kondisi yang disebabkan oleh multi faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Untuk menangani masalah ini beberapa intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat diantaranya adalah dengan memberikan edukasi tentang risiko jatuh dan kondisi yang dapat menyebabkan risiko jatuh agar pengetahuan klien mengenai risiko jatuh meningkat. Identifikasi lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan jatuh. Memotivasi dan mendemonstrasikan cara pemakaian alat bantu jalan (tongkat). Motivasi untuk melakukan ROM untuk meningkatkan kekuatan otot. Latihan keseimbangan fisik (balance exercise) guna meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh. Serta memodifikasi lingkungan yang dapat mencegah terjadinya jatuh. Semua itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien agar masalah risiko jatuh yang dialami klien dapat teratasi secara optimal.

Hasil intervensi menunjukan bahwa setelah diberikan latihan keseimbangan fisik (balance exercise) 3 kali seminggu selama 5 minggu risiko jatuh pada kakek R tidak terjadi dan keseimbangan klien meningkat meskipun hanya sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryam, dkk (2009) bahwa keseimbangan fisik dapat meningkat dengan pemberian latihan keseimbangan. Pendapat tersebut didukung oleh penelitian Weerdestey, et al (2006) bahwa kejadian jatuh dapat berkurang dengan pemberian latihan fisik dua kali seminggu selama lima minggu.

(38)

Menyikapi hasil intervensi pada masalah risiko jatuh yang dialami kakek R dan dikaitkan dengan beberapa hasil penelitian, penulis berpendapat bahwa untuk mengatasi masalah risiko jatuh tidak cukup hanya dengan pemberian latihan keseimbangan fisik (balance

exercise), melainkan perlu diimbangi dengan intervensi lainnya. Selain itu perlu adanya

kedisiplinan klien dalam melakukan latihan, dan dilakukan secara kontinyu, serta memerlukan waktu yang relatif lama, tidak cukup hanya dengan 5 minggu saja untuk mendapatkan hasil yang optimal.

4.3. Analisa salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada lansia kakek R dilakukan sejalan dengan aktivitas perawat dalam melaksanakan askep fisik terhadap masalah utama klien yaitu risiko jatuh. Masalah jatuh yang gagal dicegah dapat menimbulkan masalah baru yang lebih serius dan berbahaya. Perhatian perawat terhadap masalah risiko jatuh akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya masalah yang lebih serius lagi. Tinetti et, al.,1998 dalam Salzman, 2010 akibat gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering mengarah pada injuri, kecacatan, kehilangan kemandirian dan berkurangnya kualitas hidup. Oleh karena itu, agar tujuan pelayanan dapat dicapai dengan lebih maksimal penanganan terhadap masalah risiko jatuh klien perlu diperhatikan dengan menggunakan intervensi keperawatan yang tepat.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah risiko jatuh difokuskan pada salah satu tindakan yaitu dengan latihan balance exercise. Dengan memberikan latihan keseimbangan fisik (balance exercise), diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap status kesehatan klien secara umum. Hasil penelitian yang dilakukan Weerdesteyn, et al (2006) dengan sampel 113 lansia dengan riwayat jatuh didapatkan bahwa kejadian jatuh berkurang 46% pada kelompok lansia yang dilakukan program latihan dua kali seminggu selama lima minggu. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maryam, dkk (2009) menyebutkan bahwa lansia yang diberikan intervensi berupa latihan keseimbangan sebanyak tiga kali seminggu selama enam minggu lebih baik dari pada lansia yang tidak melakukan latihan tersebut, dan keseimbangan fisiknya meningkat dari sebelum latihan.

(39)

Berdasarkan pernyataan tersebut penulis menemukan kesesuaian dengan kondisi klien setelah dilakukan intervensi. Dalam memberikan asuhan keperawatan selama lima minggu, penulis melakukan intervensi-intervensi untuk meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan fisik berupa latihan balance exercise, menganjurkan untuk aktif menggerakan persendiaan, memberikan motivasi untuk penggunaan alat bantu jalan (tongkat), memberikan motivasi untuk aktif dalam kegiatan senam yang diadakan Sasana Tresna Werdha, dan membantu memodifikasi lingkungan yang bekerjasama dengan cleaning service dan caregiver, memberikan reinforcement positif atas kemauan yang dan usaha yang dilakukan klien. Hasil dari intervensi yang dilakukan menunjukkan bahwa klien pada akhirnya mampu meningkatkan keseimbangan tubuhnya meskipun belum optimal sesuai dengan harapan. Peningkatan itu tampak dari kemampuan cara berjalan klien yang mulai stabil, langkahnya mulai diangkat dan tidak terlalu diseret, dan tidak lagi memiliki perasaan takut jatuh. Klien juga menunjukkan penilaian diri yang lebih baik dengan mengungkapkan rasa terimakasih karena merasa telah banyak dibantu dan diperhatikan serta berniat untuk melaksanakan hal-hal positif yang sudah diajarkan seperti latihan keseimbangan.

4.4. Alternatif pemecahan masalah

Masalah-masalah keperawatan lansia yang berhubungan dengan proses penuaan belum begitu banyak diminati oleh dunia keperawatan karena dianggap kurang menarik, dan masih ada anggapan bahwa lansia merupakan individu yang tidak berdaya, tidak produktif, dan hanya menjadi beban saja bagi orang lain. Paradigma ini semestinya sudah tidak lagi ada karena dalam konsep keperawatan area perawatan mencakup semua agregat termasuk lansia.

Stanley (2007) menyebutkan bahwa perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang memiliki risiko jatuh harus mampu melakukan pengkajian secara teratur dan saksama agar dapat mengidentifikasi masalah-masalah potensial dan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi risiko jatuh seorang lansia. Pengkajian untuk risiko jatuh meliputi fisik, psikososial, penggunaan obat-obatan dan efeknya, lingkungan, riwayat jatuh (pencegahan sekunder).

(40)

Intervensi pada asuhan keperawatan risiko jatuh yang dilakukan bertujuan untuk meminimalkan risiko jatuh dan untuk mencegah terjadinya jatuh berulang. Pencegahan jatuh akan memerlukan jumlah waktu keperawatan yang tidak realistis dan mengandung pembatasan ketat bagi aktivitas lansia. Keberhasilan tindakan pencegahan jatuh adalah melalui pemberian edukasi tentang jatuh, modifikasi lingkungan dan riwayat jatuh.

Pemberian asuhan keperawatan risiko jatuh pada lansia yang tinggal dipanti dapat dilakukan oleh perawat mulai dari tahap pengkajian sampai dengan analisa data. Pengkajian ini dapat membantu mengedentifikasi lansia yang berisiko juga situasi yang sering terjadi jatuh. Ketika informasi telah terkumpul perawat harus menentukan seberapa besar lansia tersebut masih berisiko untuk jatuh. Pencegahan jatuh adalah tanggung jawab perawat dalam 24 jam (Stanley, 2007). Namun tidak mungkin pencegahan jatuh hanya tanggungjawab seorang perawat saja tetapi hal tersebut harus merupakan suatu cara berpikir dan prioritas bagi semua orang yang bekerja dengan lansia.

Pencegahan risiko jatuh pada lansia yang tinggal di masyarakat maupun di institusi pelayanan werdha dapat dilakukan melalui tiga bentuk pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Stanley, 2007). Pencegahan primer bertujuan untuk meminimalkan risiko jatuh, dan diharapkan untuk mencegah jatuh. Intervensi yang termasuk dalam pencegahan primer seperti pengkajian fisik dan psikososial, peninjauan ulang penggunaan obat-obatan, pengkajian lingkungan, dan perbaikan atau penatalaksanaan masalah-masalah potensial. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya jatuh berulang. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi kemampuan lansia kembali optimal setelah mengalami cidera yang serius akibat jatuh.

Pelaksanaan asuhan keperawatan risiko jatuh yang dilaksanakan oleh perawat STW masih bersifat umum dan belum merujuk pada tingkat kebutuhan individu lansia, salah satu tindakan yang dilakukan dalam mencegah risiko jatuh yang rutin dilaksanakan adalah senam dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan otot-otot ekstremitas sehingga lansia dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya. selain intervensi melalui senam juga

(41)

pada area yang tidak rata, serta hampir semua jalan sekitas wisma telah dilengkapi dengan pegangan tangan (handrail).

Asuhan keperawatan dan intervensi yang sudah dilakukan, penulis juga melakukan pendokumentasian pada format askep yang sudah ada. Pendokumetasian dilakukan setiap melakukan asuhan keperawatan secara berkesinambungan dari shift ke shift dengan memperhatikan kaidah-kaidah pendokumentasian untuk memenuhi aspek etik dan legal keperawatan. Kozier (2004) menyebutkan bahwa pendokumentasian merupakan kegiatan mencatat atau merekam peristiwa atau objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting, dilakukan setelah pelaksanaan setiap tahap proses keperawatan dilakukan dan disesuaikan dengan urutan waktu. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat. Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat umtuk pengambilan keputusan yang sistematis, problem solving, dan riset lebih lanjut. Dengan melakukan sistem pendokumentasian yang baik diharapkan penanganan terhadap masalah klien dapat dilakukan dengan lebih optimal.

(42)

BAB 5 PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran terkait dengan asuhan keperawatan yang sudah dilakukan pada kakek R dengan masalah keperawatan risiko jatuh di Sasana Tresna Werdha Karya Bakti Cibubur.

5.1. Kesimpulan

Masalah risiko jatuh yang terjadi pada kasus kakek R merupakan dampak dari penurunan kekuatan otot dan gangguan keseimbangan tubuh akibat proses penuaan, dan faktor lain seperti riwayat cidera (fraktur), kurangnya aktivitas fisik, efek samping penggunaan obat lebih dari satu jenis.

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada kakek R yang mengangkat masalah keperawatan utama risiko jatuh dengan memberikan beberapa intervensi selama 5 minggu risiko jatuh dapat dicegah.

Pengetahuan klien mengenai risiko jatuh meningkat setelah diberikan edukasi ditandai dengan klien mampu menyebutkan pengertian jatuh, penyebab jatuh, dan cara pencegahan jatuh, klien mengatakan mau menggunakan alat bantu jalan (tongkat) namun jika jalan jauh saja, kalau dekat belum mau menggunakan tongkat karena merasa malu dan kelihatan seperti orang yang lemah.

Latihan keseimbangan (balance exercise) yang dilakukan 3 kali seminggu selama 5 minggu, sudah menunjukkan ada pengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia kearah yang lebih baik dibandingkan sebelum diberikan latihan meskipun belum optimal. Hasilnya menunjukan bahwa kekuatan otot mengalami sedikit peningkatatan ditandai dengan kekuatan otot ekstremitas bawad dari 4444 menjadi 4455, dan cara berjalan klien tampak lebih seimbang dan tidak terlalu goyah, kaki dapat menapak dengan baik, tidak gemetaran, dan kakinya mulai jarang diseret.

Pencapaian keseimbangan belum menunjukan hasil yang optimal hal ini mungkin disebabkan faktor lain yang berpengaruh terhadap keseimbangan, seperti kurangnya aktivitas fisik lain yang dilakukan oleh klien dalam keseharian, pemakaian obat-obatan

(43)

lebih dari satu jenis, serta riwayat kesehatan terdahulu yang pernah mengalami fraktur femur dan menjalani operasi.

Melihat kenyataan yang ada penulis berpendapat bahwa untuk mencapai keseimbangan tubuh yang lebih baik pada lansia agar tidak jatuh, tidak cukup hanya dengan melakukan balance exercise, namun perlu diimbangi dengan intervensi lain yang dapat dilakukan seperti, olahraga atau senam, dan aktivitas fisik lain supaya lebih ditingkatkan. Oleh karena itu, pemberian latihan keseimbangan fisik (balance

exercise) perlu dilakukan secara kontinyu tidak cukup dengan 5 minggu namun perlu

dilakukan berkesinambungan baik dengan pengawasan maupun secara mandiri dilakukan oleh klien.

Latihan fisik selain perlu diberikan secara kontinyu dan berkesinambungan juga tidak kalah pentingnya secara periodik mengkaji ulang kondisi kesehatan yang dimilki klien seperti fungsi pendengaran, fungsi penglihatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya yang dapat berkontribusi pada gangguan keseimbangan yang dapat meningkatnya risiko jatuh pada lansia. Selain itu, modifikasi lingkungan juga merupakan satu hal yang tidak bisa diabaikan karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti konsisi lantai yang licin, lantai berundak, penerangan yang kurang, serta benempatan barang-barang rumah tangga yang kurang tepat dapat memicu risiko terjadinya jatuh pada lansia.

5.2. Saran

5.2.1. Untuk STW Karya Bhakti Cibubur

Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumber informasi bagi pengelola Sasana Tresna Werdha dalam mencegah terjadinya risiko jatuh pada lansia, dengan membuat kebijakan berupa penyusunan jadwal kegiatan untuk meningkatkan program latihan keseimbangan fisik secara intensif dan menggunakan media yang lebih menarik sehingga diminati oleh seluruh lansia. Program latihan ini dilakukan tidak terbatas bagi lansia yang aktif saja tetapi lansia yang kurang atau tidak aktif perlu adanya perhatian agar dapat meningkatkan kondisi fisik dan kesehatan tubuhnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan pajak dan kepatuhan wajib pajak serta menguji pengaruh kesadaran wajib pajak

jingle iklan terhadap daya ingat kosumen produk Oreo pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Variabel independen pada

Bagi unit pelayanan kesehatan Katolik kiranya Ensiklik Evangelium Vitae atau Injil Kehidupan ini adalah tepat sebagai pedoman bioetik bagi para tenaga kesehatan

Dari pengalaman tersebut investor yang tercatat dalam Bursa Efek. Indonesia (BEI) yang masih bertahan dari krisis pasar modal pada

listrik pada sela kontak atau peristiwa busur api tidak terulang lagi, sehingga. pemutusan berlangsung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengaruh tekanan dari pacar terhadap kejadian seks pranikah pada remaja putri di SMAN 1

Pada tingkatan perguruan tinggi, seseorang belajar berdasarkan suatu bidang keahlian tertentu, sehingga output dari sebuah perguruan tinggi diharapakan mampu

Matlamat program Saijana Pendidikan Teknik dan Vokasional (PTV) di Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) adalah untuk melahirkan tenaga pengajar profesional dalam bidang