• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPASIAL KONDISI KARBON DIOKSIDA DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA AIRS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SPASIAL KONDISI KARBON DIOKSIDA DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA AIRS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung 

288   

ANALISIS SPASIAL KONDISI KARBON DIOKSIDA DI INDONESIA

DENGAN MENGGUNAKAN DATA AIRS

Indah Susanti, Tiin Sinatra, Lely Qodrita Avia, dan Nani Cholianawati

Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim – LAPAN Email : indahpl@gmail.com

Abstrak

Karbon dioksida adalah gas atmosferik yang tidak berwarna dan tidak berbau dan termasuk gas rumah kaca yang memberikan efek pemanasan atmosfer bumi. Adanya aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, telah meningkatkan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sejak dimulainya revolusi industri. Indonesia merupakan salah satu dari 3 kawasan di daerah ekuator yang kaya akan hutan yang sering dianggap sebagai penyerap CO2 dan juga wilayah yang memiliki daerah perairan yang cukup luas yang secara

teori, lautan memiliki peranan besar dalam siklus karbon. Dengan adanya hutan dan laut di Indonesia, tentunya akan sangat mempengaruhi kondisi dan perubahan konsentrasi CO2 di

atmofer Indonesia. Dengan menggunakan data AIRS-AMSU, dapat diketahui kondisi CO2

bulanan dari September 2002-Agustus 2009 pada total kolom troposfer . Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, terlihat adanya variabilitas konsentrasi CO2 yang besar. Wilayah

Indonesia mengalami peningkatan CO2 atmosfer sekitar 0,1 – 0,22 ppmv per bulan atau 1 – 2,8

ppmv pertahun. Dari September 2002 sampai Agustus 2009, di wilayah Indonesia terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dioksida dari 13 ppmv sampai 19 ppmv. Berdasarkan aspek

kesehatan, konsentrasi CO2 di Indonesia masih pada taraf aman, namun peningkatan yang terus

terjadi semakin memperkuat efek pemanasan global yang dampaknya akan sangat terasa pada berbagai aspek.

Kata kunci : karbon dioksida, AIRS, atmosfer.

Abstract

Carbon dioxide is an atmospheric gas that is colorless, odorless and include greenhouse gas that give the effect of earth's atmosphere warming. The existence of human activities such as fossil fuel burning and deforestation, have increased the concentration of carbon dioxide in the atmosphere since the industrial revolution. Indonesia is one of three areas in equator area rich in forests that are often regarded as an absorber of CO2 and also areas that have a large enough

water area which in theory, the oceans have a major role in the carbon cycle. With the existence of forest and sea in Indonesia, it should be greatly affect the condition and changes in the concentration of CO2 in the planetary Indonesia. Using data-AMSU airs, we can know the

condition of the monthly CO2 from September 2002-August 2009 on the total tropospheric

column. From the data processing has been done, shows that there is great variability of CO2

concentration. Indonesia region have increased atmospheric CO2 of about 0.1 to 0.22 ppmv per month or 1 to 2.8 ppmv per year. From September 2002 until August 2009, in Indonesian territory dioxide CO2 concentration increased from 13 ppmv to 19 ppmv. Based on the health

aspects, the concentration of CO2 in Indonesia remains at safe levels, but improvements continue to occur further strengthen the global warming effect that the impact will be felt in various aspects.

Keywords: carbon dioxide, AIRS, atmosphere.

1.

PENDAHULUAN

Karbon dioksida adalah gas atmosferik yang tidak berwarna dan tidak berbau, terdiri dari dua atom oksigen dan satu atom karbon. Karbon dioksida merupakan buangan dari proses respirasi dan fermentasi mikroba, namun diperlukan untuk proses fotosintesis tumbuhan. Dalam skala industri, karbon dioksida dihasilkan dari enam proses, diantaranya

(2)

dari pe CaCO pening dimula 20 kal dan se yang d Menur karbon G Mauna tersebu pola b nilai k dioksi I yang s memil tentun atmofe wilaya ruanga (Palgu A melak gas ka batuba miliar Sedan tahun dipaka embakaran k O3. Pembakar gkatan kons ainya revolu li lipat lebih ecara lambat dimuntahkan rut perkiraan n dioksida ke Gambar 1.1 a Loa – Haw ut terlihat b bulanan yang konsentrasi da berada pa Gambar Indonesia m sering diang liki peranan nya akan ber er Indonesia ah perkotaan an tertutup, i unadi, 2009) Alan Robock kukan studi m arbon dioksid ara, dan min

ton metrik gkan laju pe

1990 hingga ai kelihatan

kayu dan bah ran kayu dan sentrasi kar usi industri. besar dari y t menurun sa n oleh gunu n paling can e atmosfer s memperliha waii dari tah bahwa konse

g memperlih tertinggi, d ada titik tere

r 1.1. Peruba (Sumb Mauna merupakan sa ggap sebaga besar dalam rpengaruh p a. Konsentra n, konsentra ia dapat men . k, direktur d mengenai ka da yang dile nyak bumi s setiap tahun eningkatan e a 1999 menj terlalu pend han bakar fo n bahan bak rbon dioksi Lima ratus j yang sekaran ampai denga ng berapi se nggih, gunu etiap tahun. atkan peruba hun 1960 sa entrasi karbo hatkan bahw an sekitar b endah. ahan konsent ber: http://up a_Loa_Carb alah satu dar ai penyerap m siklus karb pada kondisi asi karbon d asi karbon d ncapai 10 ka di Pusat Pre arbon dioksid epaskan dari serta pembua n pada 2000 emisi gas ka jadi 3,3 pers dek untuk m

osil dan dari ker fosil pada ida di atm juta tahun y ng dan menu an revolusi i emasa ledak ung berapi m ahan konsen ampai 2008 on dioksida wa pada sek bulan Septem trasi karbon pload.wikime on_Dioxide-ri 3 kawasan karbon diok bon. Dengan i dan perub dioksida um dioksida seca ali lebih besa ediksi Lingk da. Hasil da hasil pemba atan semen, menjadi 8,4 arbon dioksi sen antara ta melihat tren j proses peng a saat ini tela mosfer, yang ang lalu, keb urun 4-5 kali ndustri. Sam kan subaerial melepaskan ntrasi karbon dalam satu terus menin itar bulan A mber – Okt dioksida edia.org/wik -id.svg). n di daerah e ksida. Selain n adanya hut ahan konsen munya bervar ara umum le ar dari konse kungan Univ ari studi terse

akaran bahan telah meng 4 miliar ton ida meningk ahun 2000 hi jangka panj guraian term ah menjadi s g mencapai beradaan ka lipat semasa mpai dengan l adalah kar sekitar 130 n dioksida y uan ppmv. D ngkat. Selain April dan M tober konse kipedia/comm ekuator yang n itu, secara tan dan laut ntrasi karbo riasi secara ebih tinggi, entrasi di atm versitas Rutg ebut menunj n bakar fosil galami penin n metrik pad kat dari 1,3 ingga 2006. ang namun

mal batu kapu sumber utam i 35% seja arbon dioksid a periode Ju 40% dari g rbon dioksid 0-230 juta to yang diukur Dalam gamb n itu, terdap Mei merupaka entrasi karbo mons/1/16/ g kayak huta a teori, lauta t di Indonesi on dioksida musiman. D sedangkan mosfer terbuk gers, AS tela jukkan bahw l seperti kay ngkatan dari a tahun 200 persen anta Periode yan menurut pa ur, ma ak da ura as da. on di bar pat an on an an ia, di Di di ka ah wa yu, 7 06. ara ng ara

(3)

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung 

290   

peneliti hasilnya masuk akal jika dibandingkan dengan studi lain yang melihat dengan rentang waktu lebih lama (Situs kotasatelit, 2007).

Perkembangan populasi dan industrialisasi di Indonesia memberikan kontribusi pada peningkatan konsentrasi karbon dioksida. Disamping itu Indonesia sering mengalami kebakaran hutan. Dalam tulisan ini dibahas seberapa jauh perkembangan konsentrasi karbon dioksida di Indonesia dan bagaimana distribusi spasialnya.

2. DATA DAN PENGOLAHAN

Data yang digunakan dalam studi adalah data CO2 dari sensor AIRS-AMSU. AIRS merupakan salah satu instrument yang terletak on board pada satelit Aqua dengan resolusi sebesar 2.5o x 2o (bujur x lintang). Data CO2 yang dihasilkan dari AIRS adalah CO2 pada total kolom troposfer (Sumber: http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/AIRS/data-holdings/by-data-product/AIRX3C2M). Data yang diperoleh dalam format hdf dengan satuan fraksi mol yang kemudian dikonversi menjadi ppmv (ppmv=ppm dalam volume, 1 ppmv = 1 x 10-6 fraksi mol). Dengan melalui serangkaian pengolahan data, diperoleh data karbon dioksida bulanan dari September 2002-Agustus 2009. Selain itu, dihitung juga kecepatan kenaikan konsentrasi CO2 bulanan dan tahunan berdasarkan data dari September 2002 sampai Agustus 2009.

Untuk mengetahui fluktuasi konsentrasi karbon dioksida, di-cropping data berdasarkan posisi lintang kota-kota tertentu. Karena ukuran grid data cukup besar (2,5 x 2,5 derajat), maka pengambilan sampel grid mewakili titik kota tertentu dan wilayah di sekitarnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa konsentrasi gas karbon dioksida berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Pada kondisi terakhir berdasarkan data AIRS yang digunakan dalam tulisan ini, konsentrasi CO2 di Indonesia pada bulan Agustus 2009 berkisar antara 384 ppmv sampai 390 ppmv. Gambar 3.1 merupakan gambar hasil pengolahan data konsentrasi karbon dioksida yang telah di-cropping untuk wilayah Indonesia, dan telah dikonversi satuannya menjadi ppmv. Pada Gambar 3.1 tersebut dapat dilihat sebaran gas karbon dioksida, dimana sebagian besar wilayah Indonesia memiliki konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sekitar 386 – 388 ppmv. Hanya sedikit daerah yang memiliki level konsentrasi karbon dioksida di bawahnya (384 – 386 ppmv), yaitu di Kalimantan Selatan, sebagian kecil Sumatera bagian timur, dan Papua. Konsentrasi yang lebih tinggi terdapat di lautan. Dengan demikian, gas karbon dioksida tidak tersebar merata di Indonesia. Tidak dapat pula dipastikan daerah mana yang selalu memiliki konsentrasi karbon dioksida lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Pola sebaran di lautan tidak menunjukkan pola yang berbeda dengan di daratan, dan di daratan pun tidak menunjukkan perbedaan pola yang jelas antara daerah hutan dan perkotaan. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan data jumlah karbon dioksida yang digunakan adalah jumlah pada total kolom atmosfer. Dalam hal ini dimungkinkan adanya perbedaan konsentrasi pada level permukaan. Selain itu, satuan waktu (dalam bulan) data yang digunakan, tidak dapat menunjukkan sumber-sumber emisi karbon dioksida. Yang terlihat adalah karbon dioksida yang telah membaur di atmosfer, sehingga konsentrasi karbon dioksida yang ada di atas dataran dan lautan, tidak menunjukkan pola yang lebih mudah terlihat.

(4)

Kecenderungan peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Dari September 2002 sampai Agustus 2009, di wilayah Indonesia terjadi peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida dari 13 ppmv sampai 19 ppmv.

Gambar 3.1. Perubahan konsentrasi CO2 di Indonesia dari September 2002 sampai Agustus 2009 dalam satuan ppmv (Sumber: hasil olahan data, 2009) Daerah yang mengalami peningkatan terkecil adalah Aceh dan Sulawesi Selatan, dengan peningkatan sekitar 13 – 14 ppmv. Sebaliknya, daerah yang mengalami peningkatan terbesar adalah sekitar Jambi dan Riau, yang meningkat sekitar 18-19 ppmv. Daerah Jawa dan beberapa daerah lainnya mengalami peningkatan sekitar 17 ppmv. Dalam hal ini belum diketahui penyebab dari adanya perbedaan peningkatan konsentrasi karbon dioksida ini. Namun dapat diduga bahwa kebakaran hutan yang sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan memberi kontribusi cukup besar pada peningkatan karbon dioksida di atmosfer. Pada Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa di Sumatera dan Pulau Kalimantan bagian utara adalah daerah yang memiliki peningkatan konsentrasi karbon dioksida cukup besar. Dinamika pergerakan gas karbon dioksida dapat menyebabkan konsentrasi terbesarnya tidak tepat pada daerah sumber penghasil karbon dioksida.

(5)

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung 

292   

Gambar 3.2. Konsentrasi CO2 di Indonesia pada bulan Agustus 2009 dalam satuan ppmv. (Sumber: hasil olahan data, 2009)

Apabila digunakan nilai rata-rata bulanan dan tahunan terhadap peningkatan konsentrasi karbon dioksida, maka pada umumnya wilayah Indonesia mengalamai peningkatan gas karbon dioksida atmosfer sekitar 0,1 – 0,22 ppmv per bulan atau 1 – 2,8 ppmv pertahun, dimana nilai peningkatan terendah dan tertinggi berada di lautan. Pada Gambar 3.3 dapat dilhat rata-rata perubahan konsentrasi karbon dioksida bulanan dan tahunan dari 2002 sampai 2009. Sedangkan fluktuasinya dapat dilihat pada Gambar 3.4.

(a) (b)

Gambar 3.3. Rata-rata perubahan konsentrasi CO2 di Indonesia dari September 2002 sampai Agustus 2009 dalam satuan ppmv. (a) rata-rata bulanan, (b) rata-rata tahunan (Sumber: hasil olahan data, 2009)

Pada Gambar 3.4 terlihat fluktuasi konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di beberapa kota di Indonesia yang diambil dari data AIRS berdasarkan posisi geografis masing-masing kota. Kecenderungan umumnya adalah terjadi peningkatan, yang mana peningkatan tersebut tidak terjadi secara konstan. Beberapa daerah mengalami peningkatan drastis yang kemudian diikuti penurunan yang tajam. Peningkatan terbesar terjadi di Makassar pada November 2002, dari level sekitar 376 ppmv menjadi 385,4 ppmv, dan kemudian menurun kembali ke level dibawah 380 ppmv. Di Pontianak justru terjadi sebaliknya, pengalami penurunan drastis dan kemudian meningkat secara drastis pula. Penurunan dan peningkatan drastis yang terjadi, baik di Jakarta, Makassar ataupun

(6)

Pontianak, pada akhirnya kembali pada kecenderungan pola umum yang terjadi. Seperti GRK lainnya, CO2 merupakan gas yang mempunyai waktu tinggal lama (beberapa tahun) oleh karena itu konsentrasi pada suatu saat relatif uniform untuk seluruh dunia (Chunaeni Latief, 2004).

Hasil pengolahan data yang telah dilakukan, menunjukkan adanya kesesuaian dengan data pengamatan CO2 di udara Bukit Kototabang yang juga terlihat adanya trend kenaikan. Trend yang sama di temukan pada konsentrasi global CO2 seperti yang termuat dalam laporan IPCC tahun 2007. Laporan IPCC 2007 dengan basis data terakhir tahun 2005, menunjukan konsentrasi global CO2 di atmosfer sebesar 379 ppm sedangkan di Bukit Kototabang 375 ppm, berarti lebih rendah 4 ppm dari konsentrasi global. Hal ini mengindikasikan emisi karbon Indonesia lebih rendah dari rata-rata emisi karbon dunia (BMG, 2008).

Gambar 3.4. Grafik konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di beberapa kota di Indonesia (Sumber: hasil olahan data, 2009)

Trend kenaikan karbon dioksida di Indonesia berdasarkan data satelit AIRS menunjukkan kesesuaian dengan trend global. Namun pola bulanannya menunjukkan perbedaan. Untuk data karbon dioksida global, konsentrasi tertinggi terjadi sekitar bulan April – Mei, namun untuk data Indonesia, konsentrasi tertinggi cenderung terjadi pada bulan September – Desember. Pada Gambar 3.5 terlihat perbandingan konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di Bandung dan Surabaya dengan data karbon dioksida global.

jakarta, Nov-02, 378.979 jakarta, Dec-04, 380.5 jakarta, Nov-07, 388.537 makassar, Nov-03, 385.386 pontianak, Mar-04, 370.573 365 370 375 380 385 390 Sep-02 Mar-03 Sep-03 Mar-04 Sep-04 Mar-05 Sep-05 Mar-06 Sep-06 Mar-07 Sep-07 Mar-08 Sep-08 Mar-09 bandung denpasar padang jakarta makassar surabaya pontianak biak bengkulu

(7)

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung 

294   

Gambar 3.5. Perbandingan konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di Bandung dan Surabaya dengan data Global (Sumber: hasil olahan data, 2009) Konsentrasi gas karbon dioksida di Indonesia pada saat ini masih berada pada level yang aman. Namun tidak menutup kemungkinan pada tahun-tahun berikutnya akan berada pada level yang berbahaya apabila peningkatan terus terjadi. Hal ini dikarenakan adanya ketidakseimbangan emisi dengan penyerapan gas karbon dioksida. Hutan yang ada di Indonesia tidak cukup untuk dijadikan penyerap karbon dioksida yang terus bertambah. Hutan memiliki penting dalam siklus karbon secara global, yaitu sebagai penyimpan karbon dari semua ekosistem terrestrial, dan bertindak sebagai penyerap karbon dalam beberapa kondisi tertentu. Besarnya karbon dioksida yang tersimpan dalam ekosistem hutan merupakan suatu penyangga penting dalam proses menjaga perubahan iklim (climate changes). Namun hutan yang ada tidak cukup mengimbangi meningkatnya jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, dan jumlah aktivitas perindustrian.

Peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer tidak hanya dipicu pertumbuhan industri dan transportasi yang memuatkan emisi dari bahan bakar fosil. Tapi, naiknya konsentrasi juga didorong turunnya kemampuan daratan dan laut menyerap gas rumah kaca itu. Emisi yang terus terjadi dan penurunan kemampuan daratan dan lautan dalam menyerap gas karbon dioksida menjadi pemicu kenaikan konsentrasi yang terus berlipat (situs kotasatelit, 2007). Alan Robock, direktur di Pusat Prediksi Lingkungan Universitas Rutgers, AS menyatakan bahwa yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan lautan menyerap karbon dioksida dari atmosfer adalah karena adanya perubahan arus angin dan naiknya suhu muka air laut (Barford, 2009). Hal tersebut sejalan dengan apa yang telah diungkapkan oleh Edvin Aldrian (2009) bahwa suhu, tekanan, dan kejenuhan mempengaruhi daya serap permukaan laut terhadap karbon dioksida dan laut tidak terlalu efisien menjadi penyeimbang emisi. Pada dasarnya, karbon dioksida lebih mudah terserap ke laut pada temperatur rendah.

Mengenai keterkaitan antara karbon dioksida dengan pemanasan global yang terjadi, masih menjadi perdebatan. Sebagian berpendapat bahwa kenaikan konsentrasi karbon dioksida telah menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global, namun terdapat pula pendapat bahwa karbon dioksida tidak signifikan mempengaruhi pemanasan global

Oct-05, 382.007 Oct-08, 387.85 Oct-02, 378.979 Nov-04, 380.5 Oct-07, 388.537 365 370 375 380 385 390 395 Wak tu No v-02 Feb-0 3 May -03 Aug-0 3 No v-03 Feb-0 4 May -04 Aug-0 4 No v-04 Fe b-05 Ma y-05 Aug -05 Nov -05 Fe b-06 Ma y-06 Au g-06 Nov -06 Feb-07 Ma y-07 Aug-0 7 No v-07 Feb-0 8 May -08 Aug-0 8 No v-08 Feb-0 9 May -09 Global Bandung Nov-07, 385.081 Dec-02, 375.099 Dec-03, 379.115 370 375 380 385 390 395 Se p-02 De c-02 Mar-0 3 Jun -03 Se p-03 De c-03 Mar-0 4 Jun -04 Se p-04 De c-04 Ma r-05 Jun -05 Se p-05 De c-05 Mar-0 6 Jun-0 6 Sep-0 6 Dec -06 Mar-0 7 Ju n-07 Sep-0 7 Dec -07 Mar-0 8 Ju n-08 Sep-0 8 Dec -08 Mar-0 9 Ju n-09 Global Surabaya

(8)

(Chunaeni Latief, 2009). Berdasarkan penelitian yang Chunaeni Latief lakukan di Bandung, Watukosek, dan Pontianak, konsentrasi CO2 di daerah itu tidak berpengaruh signifikan pada kenaikan temperatur, khususnya di permukaan daerah tersebut. Konsentrasi CO2 di tiga daerah tadi sekitar 400 ppm, jauh di bawah 714 ppm (Media Indonesia, 2009). Meskipun demikian, peningkatan konsentrasi CO2 tetap membutuhkan perhatian serius, karena pada level tertentu, CO2 dapat menjadi berbahaya bagi manusia.

Untuk mencegah adanya peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang lebih drastis adalah dengan mengurangi tingkat emisi dan melakukan penyerapan karbon dioksida sebanyak-banyaknya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menghentikan atau memperlambat kenaikan konsentrasi CO2 atmosfer. Salah satu hasil penelitian para ilmuwan adalah bahwa karbon dioksida dapat disimpan dalam jenis batuan tertentu melalui proses reaksi karbonasi. Batuan yang disebut ultramafik yang mengandung mineral yang dapat bereaksi secara alami dengan karbon dioksida membentuk mineral padat. Proses karbonasi ini berpeluang dijadikan mekanisme penyimpanan karbon dioksida tidak lepas ke udara. Namun, reaksi karbonasi secara alami berjalan sangat lambat dan membutuhkan waktu ribuan tahun. Saat ini sudah berkembang teknik akselerasi karbonasi dengan melarutkan karbon dioksida ke dalam air kemudian menyuntikanya ke batuan tersebut. (Kompas, 2009). Hal tersebut menawarkan penyimpanan secara permanen emisi karbon dioksida. Penelitian lainnya terus dilakukan dengan tujuan mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer, yang diharapkan dapat memperlambat proses pemanasan global yang tengah terjadi saat ini.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan aspek kesehatan, konsentrasi karbon dioksida di Indonesia masih pada taraf aman, namun peningkatan yang terus terjadi semakin memperkuat efek pemanasan global yang dampaknya akan sangat terasa pada berbagai aspek. Wilayah Indonesia mengalami peningkatan gas karbon dioksida atmosfer sekitar 0,1 – 0,22 ppmv per bulan atau 1 – 2,8 ppmv pertahun. Dari September 2002 sampai Agustus 2009, di wilayah Indonesia terjadi peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida dari 13 ppmv sampai 19 ppmv. Kondisi karbon dioksida di atas lautan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kondisi di atas daratan, malah cenderung lebih tinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya penurunan penyerapan di laut, yang diduga karena suhu laut meningkat, dan karbon dioksida lebih mudah larut pada temperatur yang rendah. Konsentrasi karbon dioksida terus meningkat dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara proses emisi/produksi karbon dioksida dengan proses deposisi dan sekuestrasi karbon dioksida. Untuk mencegah adanya peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang lebih drastis adalah dengan mengurangi tingkat emisi dan melakukan penyerapan karbon dioksida sebanyak-banyaknya.

DAFTAR RUJUKAN

BMG, 2008, Trend Konsentrasi Gas Rumah Kaca Stasiun GAW Kototabang Sumatera Barat, http://www.bmg.go.id/dataDetail.bmkg?Jenis=Teks&IDS

Barford C., 2001, M. L. Goulden, C. Wofsy, W. Munger, E. H. Pyle, Factors Controlling Long- and Short-Term Sequestration of Atmospheric CO2 in a Mid-latitude Forest, Science 2001 print ISSN 0036-8075; online ISSN 1095-9203, Downloaded from www.sciencemag.org on December 30, 2009

(9)

Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 2010, 16 Juni 2010, Bandung 

296   

Chunaaeni Latief, Zulkarnain, Gun Gun Gunawan, Heri Suherman, Sampling Co2 Jarak Jauh Berbasiskan Mikrokontroler Atmel, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN, 2004. http://www.dirgantara-lapan.or.id/.

Edvin Aldrian, 2009, Penyerapan Karbon Oleh Laut – Efisiensi Laut Dalam Menyerap Karbon Dioksida Jauh Di Bawah Hutan. Harian Media Indonesia, Selasa, 5 Mei 2009.

IPCC, Le Treut, H., R. Somerville, U. Cubasch, Y. Ding, C. Mauritzen, A. Mokssit, T. Peterson and M. Prather, 2007, Historical Overview of Climate Change. In: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Kompas, Jumat, 13 Maret 2009, Ilmuwan AS Petakan Batu Penyimpan Karbon dioksida, didownload tanggal 13 Januari 2010.

Media Indonesia, 2009, Karbondioksida tidak Signifikan Pengaruhi Perubahan Suhu

Udara, 10 Desember 2009 07:28 WIB, http://www.mediaindonesia.com/read/2009/12/10

/110654/89/14/Karbondioksida-tidak- Signifikan-Pengaruhi-Perubahan-Suhu-Udara.

NASA Goddard Space Flight Center, Goddard Earth Sciences Data and Information Services Center, AIRS/Aqua Level 3, monthly, CO2 in the free troposphere (AIRS+AMSU), http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/contact.shtml. Diunduh tanggal 1 April 2010.

Palgunadi, J., 2009, Karbon dioksida, Misteri Sebuah Senyawa, Situs Kimia Indonesia, http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_anorganik/karbon-dioksida-misteri-sebuah-senyawa/, didownload tanggal 13 Januari 2010.

Situs Kotasatelit, 2007, Emisi Karbondioksida di Atmosfer Terus Meningkat, http://www.kotasatelit.com/forums/showthread.php?3693-Emisi-Karbondioksida-di-Atmosfer-Terus-Meningkat.

Gambar

Gambar 3.1.  Perubahan konsentrasi CO2 di Indonesia dari September 2002 sampai  Agustus 2009 dalam satuan ppmv  (Sumber: hasil olahan data, 2009)  Daerah yang mengalami peningkatan terkecil adalah Aceh dan Sulawesi Selatan,  dengan peningkatan sekitar 13 –
Gambar 3.2. Konsentrasi CO2 di Indonesia pada bulan Agustus 2009 dalam satuan ppmv.
Gambar 3.4. Grafik konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di beberapa kota di  Indonesia (Sumber: hasil olahan data, 2009)
Gambar 3.5.  Perbandingan konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer di Bandung  dan Surabaya dengan data Global (Sumber: hasil olahan data, 2009)  Konsentrasi gas karbon dioksida di Indonesia pada saat ini masih berada pada level  yang aman

Referensi

Dokumen terkait

Pihak Super Pumps telah memproduksi pompa sesuai dengan spesifikasi 1 Agustus 2008 seusai dengan yang di kontrak antara Super Pumps dan Engineering yang menyebutkan bahwa seluruh

Dari 50 citra, 49 citra teridentifikasi sebagai citra dengan jenis kerusakan retak, sementara 1 citra teridentifikasi sebagai lubang. Sementara 2 citra

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Prestasi belajar dan hubungan interpersonal siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif TGT lebih

Pada pelatihan proses asuhan gizi terstandar (PAGT) akan dibahas tentang konsep dasar PAGT, Konsep dasar PAGT, assemen gizi, diagnosis medis, intervensi gizi

Almamater Universitas Muhammadiyah Surakarta terima kasih atas segala ilmu akademik dan ilmu agama yang telah diberikan..

seperti diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji efek pemberian sumber inulin dari umbi Dahlia dalam bentuk ekstrak terhadap keberadaan bakteri

Dominannya jarak menuju pusat administrasi pemerintahan pada jarak lebih dari 1000 meter dan kurang dari 4000 meter memiliki pengaruh yang besar dari pemilik bidang tanah

Bobot uterus dan ovarium tikus yang dicekok purwoceng pada periode yang berbeda dalam dua siklus berahi yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus disajikan pada Tabel