• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vaksinasi Anthrax di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vaksinasi Anthrax di Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Vaksinasi Anthrax di Indonesia

Engkus Ainul Yakin

Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Jl. Letjen Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. 0271 593156, fax 0271 591065

Abstrak

Anthrax atau radang limpa adalah penyakit menular pada sapi yang paling berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacilllus anthracis bersifat akut atau perakut pada bebagai jenis ternak: ruminansia, kuda, babi, berbagai jenis hewan liar, kelinci, marmot dan burung unta. Salah satu cara pengendalian penyakit anthrax ini adalah dengan melalui vaksinasi. Hasil dari vaksinasi terhadap sapi cukup memuaskan dengan menurunnya jumlah sapi yang mati karena penyakit anthrax secara signifikan. Namun demikian berbeda hasilnya pada kambing dan domba. Pada hewan-hewan ini terjadi efek Post vaccinal yang dampaknya malah dapat menimbulkan kematian pada hewan-hewan tersebut. Keberhasilan program vaksinasi anthrax sangat dipengaruhi oleh status hewan, vaksin yang dipergunakan serta cara pemberian vaksin termasuk dosis yang diberikan. Kata-kata Kunci: Anthrax, Vaksinasi, Sapi, Kambing,, Domba

Pendahuluan

Penyakit anthrax tergolong penyakit sapi yang paling berbahaya karena penularannya cepat dan bisa menular kepada manusia (Murtidjo, 1990). Penyakit ini dijumpai di seluruh dunia tetapi lebih sering ditemukan didaerah tropis. Oleh karena itu kita yang berada di daerah tropis harus selalu mewaspadai penyakit anthrax ini. Penyebab anthrax adalah bakteri Bacillus anthraxcis. Meskipun Anthrax merupakan penyakit ruminansia dan kuda namun penyakit tersebut dapat pula menyerang hewan-hewan menyusui lainnya secara luas (Subronto, 2003). Kata Anthrax dalam bahasa Inggris berarti batu bara, dalam bahasa Perancis disebut sebagai Charbon dan dalam bahasa Yunani berarti batu bara. Kata tersebut digunakan sebagai nama penyakit pada manusia yang ciri utamanya yaitu adanya luka yang rasanya pedih, ditengahnya berwarna hitam seperti batu bara (Christie, 1980). Anthrax disebut juga radang limpa. Radang limpa merupakan penyakit akut disertai demam yang ditandai dengan bakteriemia yang bersifat terminal pada kebanyakan spesies hewan (Subronto, 2003). Penyakit ini bersifat zoonosis sehingga dapat menular kepada manusia dan menimbulkan kematian.

Etiologi

Penyebab penyakit Anthrax adalah Bacillus anthracis dan hanya merupakan penyakit hewan menyusui. Kuman tersebut bersifat gram positif, berukuran besar dan tidak dapat bergerak. Kuman yang sedang menghasilkan spora memiliki garis tengah 1 mikron atau lebih dan panjang 3 mikron atau lebih (Subronto, 2003).

Pertama kali ditemukan oleh Davaine dan Bayer pada tahun 1849. Selanjutnya dilakukan identifikasi oleh Pollender tahun 1855. Pada tahun 1857 Bravel berhasil memindahkan penyakit ini dengan cara menginokulasikan darah hewan yang terkena

(2)

anthrax. Pada tahun 1877 Robert Koch dapat membuat biakan murni dari Bacillus anthracis, membuktikan kemampuan bakteri tersebut membentuk spora serta mengenali lebih lanjut sifat-sifat bakteri tersebut. Bakteri ini merupakan bakteri pertama yang diketahui mampu menyebabkan penyakit. Pada biakan agar koloni terlihat mempunyai permukaan seperti serpihan kaca atau ground glass. Pinggiran koloni terlihat sebagai Medussa, oleh karena pembentukan filamen yang panjang sehingga seakan-akan terlihat bagaikan rambut yang panjang dan ikal.

Bacillus anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, ujung-ujungnya persegi dengan sudut-sudut yang tampak jelas, tersusun berderet sehingga tampak seperti ruas-ruas bambu. Pada kondisi yang kurang menguntungkan, bakteri ini akan membentuk spora untuk melindungi dirinya,sehingga mampu bertahan hidup dalam segala cuaca dan dalam waktu bertahun-tahun (Sugeng, 2003). Bakteri ini juga bisa hidup pada suasana anaerob, sehingga apabila mereka terbenam di dalam lapisan tanah pun tetap bisa bertahan hidup (Sugeng, 2003). Oleh karena itu harus dilakukan langkah-langkah preventif agar penyakit ini tidak menjangkiti suatu daerah karena bisa dibayangkan betapa berbahayanya penyakit ini bila sudah mewabah pada suatu daerah.

Epidemiologi

Wilayah yang terserang anthrax biasanya lebih bersifat terbatas. Daerah-daerah yang terserang anthrax biasanya memiliki tanah yang bersifat alkalis dan kaya bahan-bahan organik (Subronto, 2003).

Banyak daerah peternakan yang diketahui merupakan daerah penyakit anthrax tidak mengalami wabah penyakit ini untuk jangka panjang, meskipun tidak dilakukan vaksinasi. Apabila terjadi perubahan ekologik, misal karena datangnya musim hujan, spora basil yang semula bersifat laten akan berkembang hingga terjadi peningkatan populasi kuman dan selanjutnya kuman-kuman dapat menyerang ternak tersebut (Van Ness,1961 yang disitasi oleh Subronto, 2003).

Sumber utama infeksi kuman adalah tanah dan air. Wabah dapat pula menyebar melalui pakan. Padang rumput yang baru saja menerima air berlebihan bisa juga menjadi penyebab penyakit ini. Kuman masuk tubuh melalui saluran pencernaan makanan. Selain itu juga bisa masuk melalui saluran pernafasan.

Spesies sapi, domba dan kuda biasanya yang paling banyak menderita penyakit anthrax (Subronto, 2003). Hewan pemakan daging dapat menderita anthrax setelah memakan daging yang berasal dari penderita anthrax. Hewan yang mati karena anthrax menunjukkan bakteriamia yang hebat. Pada waktu bangkai dibuka untuk pemeriksaan, oksigen yang ada diudara akan segera mengubah kuman-kuman yang labil tersebut menjadi spora yang memiliki ketahanan yang tinggi. Oleh karena itu pemeriksaan bedah bangkai Anthrak tidak diperbolehkan atau dilarang (Subronto, 2003).

Patogenesis

Kebanyakan infeksi terjadi melalui selaput lendir dan selanjutnya kuman akan memasuki cairan limpa dan kemudian berakhir di dalam darah (Subronto, 2003). Infeksi dapat terjadi melalui kulit dan alat pernafasan, tetapi kejadian yang paling sering adalah melalui saluran pencernaan. Spora termakan, kemudian mengalami germinasi dan menjadi bentuk vegetatif dalam mukosa kerongkongan ataupun saluran pencernaan. Kapsul yang tersusun oleh asam poliglutamat akan terbentuk dan berfungsi melindungi

(3)

bakteri dari proses fagositosis serta antibodi yang akan melumpuhkan bakteri tetapi tidak menggertak pembentukan antibodi pelindung. Bacillus anthracis yang bersifat virulen hanya galur yang mempunyai kapsul dan bersifat toksigenik. Di waktu lampau penyakit ini diperkirakan diakibatkan oleh penyumbatan pembuluh kapiler akibat multiplikasi bakteri. Pada hewan penderita tidak ditemukan baik endo maupun ekso toksin. Meskipun demikian kematian akibat bakteri ini menunjukkan gejala toksemia. Eksotoksin ditemukan dalam plasma hewan yang mati. Multiplikasi bakteri terjadi terutama pada bagian yang edema dan menyebar melalui jaringan limfa ke limfoglandula. Bakteri kemudian masuk ke peredaran darah dan limfa. Sebenarnya bakteri ini disaring di dalam limfa tetapi melampaui kemampuan penyaringan sehingga masuk dalam peredaran darah.

Gejala-gejala

Saat permulaan munculnya penyakit ini sulit dikenali, tetapi selanjutnya nampak tanda-tanda mencret dengan kotoran bercampur darah (Murtidjo, 1990). Menurut Sugeng (2003) pada awalnya penderita sulit buang kotoran, tetapi kemudian menjadi diare, kotoran bercampur air, biasanya darah. Kadang-kadang darah juga keluar dari mulut, lubang hidung dan vulva (Sugeng, 2003). Tanda utama dari penyakit ini yaitu terjadi mendadak, demam tinggi, kesulitan bernafas, hewan sempoyongan, sangat lemah dan kematian terjadi sangat cepat. Kematian berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

Pencegahan

Bangkai hewan yang diduga menderita Anhrax harus dibakar atau dikubur dengan gamping. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan vaksinasi serum Anthrax terhadap sapi yang sehat. Vaksinasi dengan vaksin spora (Max Sterne) dengan dosis 1 cc, dilakukan setiap selang 6 bulan sekali atau dapat juga dengan serum antianthrax dengan dosis 50-100 cc per ekor sapi (Murtidjo, 1990). Bila sapi sudah terjangkit penyakit maka harus segera diisolasi dan diobati dengan antibiotik seperti Leukomycyn, Tondococel, Streptimisin, Oksitetraciklin, atau Penisilin (Sarwono dan Arianto, 2003)

Kasus anthrax di Indonesia

Ada beberapa laporan kasus anthrax yang terjadi di Indonesia sejak awal kejadian hingga kejadian tahun 2004 kemarin. Pertama kali terjadi wabah anthrax di Indonesia pada tahun 1932 di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1969 dilaporkan 36 orang meninggal setelah makan daging di Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Sedang pada tahun 1973 dilaporkan 7 orang meninggal setelah memakan daging di Desa Loeya kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1990 kejadian anthrax yang menyerang sapi perah di wilayah Semarang dan Boyolali dilaporkan beberapa ekor sapi mati. Pada tahun 2000 di wilayah Purwakarta anthrax telah mematikan banyak sekali burung Unta (Ostrich) juga menyerang 32 orang secara klinis. Tahun 2001 kejadian muncul di Hambalang Bogor Jawa Barat menyerang kambing dan domba serta mengakibatkan 2 orang meninggal dan 22 orang menunjukkan gejala klinis. Pada tahun 2002 di wilayah Bogor juga anthrax menyerang kambing dan domba dan mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Pada tahu 2003 wilayah DIY juga terserang

(4)

anthrax mengakibatkan 1 ekor sapi mati. Pada tahun 2004 kembali wilayah Bogor anthrax muncul pada kambing dan domba serta mengakibatkan 6 orang meninggal dunia.

Vaksinasi anthrax

Vaksinasi merupakan salah satu cara yang dipergunakan untuk pencegahan penyakit anthrax. Vaksin pertama kali dibuat oleh Pasteur pada tahun 1879. Pasteur menemukan bahwa inkubasi bakteri pada suhu 420 C akan menyebabkan penurunan sifat virulensi bakteri ini. Vaksin ini tidak digunakan lagi setelah ditemukan vaksin spora (spore live vaccine) oleh karena dapat disimpan lebih lama. Vaksin spora ini berasal dari varian yang tidak berkapsel dan tidak virulen. Penambahan saponin dalam vaksin akan menghambat penyebaran yang cepat dari spora ke dalam jaringan sehingga akan dihasilkan efek adjuvan (vaksin carbozoo).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam vaksinasi anthrax antara lain penyimpanan vaksin tidak boleh di frezzer tetapi di refrigeratornya . Hewan-hewan yang sedang dalam pengobatan antibiotika tidak diijinkan untuk divaksin anthrax misalnya sapi perah dalam pengobatan karena mastitis. Hewan yang akan dipotong dalam waktu minimal 6 minggu sebelumnya tidak boleh divaksin. Hasil vaksinasi anthrax pada sapi di wilayah Semarang dan Boyolali pada tahun 1990 menunjukkan hasil yang bagus yaitu terjadi penurunan kematian sapi secara signifikan. Hasil vaksinasi pada sapi-sapi tersebut terlihat pada Gambar 1.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Bulan ekor

Mati mendadak Sakit

Gambar 1. Hasil vaksinasi anthrax pada sapi perah di Semarang dan Boyolali tahun 1990.

Vaksinasi pada sapi perah di Kabupaten Semarang dan Boyolali pada tahun 1990 menggunakan vaksin anthrax produksi Pusat Veterina Farma Surabaya. Pemberian secara subkutan dengan dosis pemberian 1 ml. Kematian sangat tinggi mencapai 494 ekor sapi yang menunjukkan sakit dan 209 ekor sapi mati secara mendadak pada bulan Mei 1990. Kematian menurun satu bulan berikutnya pada bulan Juni setelah dilakukan vaksinasi yaitu 238 ekor karena sakit dan 70 ekor mati mendadak, dan turun drastis pada bulan agustus 1990 hanya 8 ekor mati karena sakit dan 2 ekor mati mendadak

(5)

(Anonim, 1990). Vaksinasi pada kambing dan domba di wilayah Sleman Yogyakarta yang dilakukan pada bulan Oktober 2004 menggunakan vaksin produksi Pusat Veterina Farma Surabaya, secara subkutan dan menggunakan dosis 0,5 ml. Hasil vaksinasi anthrax pada kambing dan domba pada tahun 2004 di wilayah Yogyakarta, dari kurang lebih 800 ekor yang divaksin terjadi kematian setelah vaksinasi kurang lebih 54 ekor atau sekitar 6,7%. Sementara hasil vaksinasi pada kambing dan domba di wilayah Bogor dalam waktu yang hampir bersamaan dari laporan tidak ditemukan kematian, meski ada beberapa ekor yang mengalami sakit setelah vaksinasi tersebut. Dari hasil ini tampak berbeda sekali hasil ataupun dampak dari vaksinasi anthrax antara sapi dan kambing atau domba. Kambing atau domba memang lebih mudah menampakkan reaksi terhadap vaksin anthrax (post-vaccinal reaction) (Anonim, 2002). Untuk menyikapi hal itu beberapa perusahaan menyarankan pemberian vaksin anthrax pada kambing atau domba dibagi menjadi dua kali pemberian. Pemberian pertama sebanyak seperempat dosis dari standar yang direkomendasikan (1 dosis = 0,5 ml) sebagai pre-inoculation dose dan pemberian ke dua dengan selang waktu 1 bulan sebanyak 1 dosis yang dianjurkan. Vaksinasi pada kambing atau domba ini disuntikkan secara subkutan disebalik ekor pada tempat yang kering dan bersih. Menyimak kejadian kematian kambing atau domba setelah vaksinasi anthrax ini, perlu kiranya untuk lebih berhati-hati dalam pelaksanaan vaksinasi anthrax terhadap hewan-hewan tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan suatu vaksinasi harus sangat diperhatikan. Dalam pelaksanaan vaksinasi harus diperhatikan apakah dalam kondisi ternak yang sehat dan siap divaksin. Selain itu ternak bunting sebisa mungkin dihindari untuk divaksin anthrax karena hal ini bisa memungkinkan untuk terjadi kematian bila dipaksakan untuk divaksin. Perlu diperhatikan juga pemberian vaksin seperti yang dianjurkan yaitu pemberian sebanyak 2 kali dengan interval 1 bulan dan dosis pemberian yang pertama 0,25 dosis yang dianjurkan (Anonim, 2002). Dan kiranya perlu untuk difikirkan pembuatan vaksin Anthrax tidak dengan spora dari Bacillus anthracis untuk mendapatkan hasil yang protektif tetapi tidak begitu berbahaya baik bagi hewan yang divaksin maupun petugas yang memberi vaksin di lapangan misalnya dengan pembuatan subunit vaksin.

Penutup

Dengan semakin meningkatnya jumlah populasi ternak sapi yang ada di Indonesia, maka penanganan pencegahan penyakit perlu semakin ditingkatkan. Salah satu penyakit yang dapat menyerang ternak yaitu anthrax. Penyakit anthrax merupakan salah satu penyakit berbahaya pada ternak dan bersifat zoonosis yaitu dapat menular ke manusia. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi serum anthrax secara rutin setiap selang 6 bulan sekali terhadap sapi yang sehat dan apabila sudah terjangkit maka harus segera diisolasi dan diobati dengan antibiotik.

(6)

Daftar Rujukan

Anonim. 1990. Proceeding seminar. Rabies, Zoonosa dan Anthrax. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis tanggal 18 April 2003. Kerjasama Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.

Anonim. 2002. Pedoman dan Protap Penatalaksanaan Kasus Anthrax di Indonesia. Semarang

Christie, A.B. 1980. Infectious Diseases: Epidemiology and Clinical Practice. Third Edition, Churchill Livingstone, Eidenburg, London, Melbourne and New York. Murtidjo, A. Bambang. 1990. Beternak Sapi Potong. Yogyakarta : Kanisius.

Sarwono, B. dan Arianto, H.B. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta : Penebar Swadaya.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Gambar

Gambar  1.  Hasil  vaksinasi  anthrax  pada  sapi  perah  di  Semarang  dan  Boyolali  tahun   1990

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya berkaitan dengan pentingnya penataan ruang wilayah untuk penyelenggaraan pembangunan perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman dan teratur di kota

Stress ialah ukuran ketidakcocokan ( a lack of fit measure ) antara konfigurasi yang ada dengan ukuran kesesuaian yang diinginkan, makin tinggi nilai stress semakin tidak

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh earnings management terhadap relevansi nilai informasi akuntansi terutama

Secara praktik konsep garis batas tanggal Saaddoe‟ddin Djambek ini kurang tepat jika digunakan untuk penentuan awal bulan Kamariah, karena tidak menggunakan imkan

aus 11 Hot Press (Tahap Soft Core/Ven eer) 3 Mesin berfungsi dengan baik Tergantung ketersediaan bahan baku gelondongan kayu/log - Mesin berukuran besar

Berhati-hatilah bila pada saat pasien datang dengan ketoasidosis, kadar kaliumnya rendah atau pada batas bawah normal karena berarti ada kekurangan kalium yang berat

terlihat  berkas  cahaya  yang  memantul  dinding  gua  yang  tergantung  tipe  gua.  Di  zona  peralihan  kondisi  lingkungan  masih  dipengaruhi  oleh  luar 

Penerimaan tidak resmi dalam bentuk uang dan/atau setara uang, barang, fasilitas atau akomodasi yang diterima Insan Taspen dan Keluarga dari Pihak Ketiga yang merupakan mitra