• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dengan adanya suatu perkawinan adalah,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dengan adanya suatu perkawinan adalah,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dengan adanya suatu perkawinan adalah , memperoleh keturunan akan tetapi kadangkala di dalam perkawinan yang berlangsung cukup lama masih belum memperoleh keturunan yang diharapkan. Dalam suatu tujuan perkawinan adalah untuk membentuk dan membina keluarga yang kekal, berhasil dan mendapatkan keturunan yang diharapkan dan harus di didik dengan baik.1

Soerojo Wignjodipuro yang mengutip pengertian keturunan dari Djojodigoeno adalah sebagai berikut :2

“Keturunan adalah ketunggalan leluhur artinya ada perhubungan darah antara orang yang seorang dengan orang lain. Dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah. Jadi yang tunggal leluhur adalah keturunan yang seorang dari yang lain.”

Maka itu Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga serta dibina, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Memiliki keturunan merupakan hal yang sangat didambakan oleh setiap keluarga untuk 1 M. Hasballah Thaib, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Fakultas Hukum Universitas

Dharmawangsa, Medan ,1993,Hal. 12, Tujuan perkawinan dalam Islam secara luas adalah : 1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar 2. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan

3. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah 4. Menduduki fungsi sosial

5. Mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok 6. Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan

2Soerojo Wignjodipuro, 1967, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV Haji Masagung,

(2)

meneruskan marga orang tua dan menambah kebahagiaan keluarga. Terkadang keinginan tidak sepenuhnya dapat terwujud di karenakan terdapat kekurangan dan hambatan diantara pasangan tersebut, sehingga salah satu cara bagi mereka untuk mendapatkan seorang anak yaitu dengan melakukan pengangkatan anak.

Ketika keturunan berupa seorang anak yang diinginkan tidak diperoleh maka dilakukan dengan cara mengangkat anak orang lain untuk menjadi anak kita. Selanjutnya anak tersebut dimasukkan kedalam anggota keluarganya sebagai pengganti anak yang tidak bisa diperoleh secara alami tersebut. Cara memperoleh anak dengan cara ini, dalam istilah hukum Perdata Barat lazim disebut sebagai adopsi yang dalam tulisan ini disebut penulis sebagai pengangkatan anak.

Soerojo Wignjodipuro menyatakan bahwa :3

“Oleh karena itu apabila ada clan, suku atau kerabat yang khawatir akan menghadapi kenyataan tidak memiliki keturunan, clan, suku atau kerabat, pada umumnya melakukan pemungutan anak untuk menghindari kepunahan“

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.4

Pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan/motivasi. Motivasinya antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam sebuah perkawinan tidak memperoleh keturunan.5

3 Ibid, hal 105

4 Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2008, hal 5.

(3)

Tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Menurut catatan Ter Haar, sebagaimana dikutip oleh J. Satrio, pengangkatan anak di dalam Hukum Adat bukan merupakan sesuatu lembaga yang asing. Lembaga ini dikenal luas hampir di seluruh Indonesia.7

B. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the

Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un such a way that his relationship amongs to the same things as a true kindship relation. (Adopsi pada umumnya terdapat di

seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu rupa sehingga

menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan

kemasyarakatan yang tertentu biologis.)8

Menurut B. Bastian Tafal bahwa pengangkatan anak adalah usaha untuk

mengambil anak bukan keturunan dengan maksud untuk memelihara dan

memperlakukannya sebagai anak sendiri.9

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak mengenal lembaga adopsi, yang diatur dalam KUHPerdata adalah pengakuan anak luar kawin yaitu dalam Bab XII bagian ke III pasal 280 sampai 290 KUHPerdata. Sedangkan pengangkatan anak di kalangan masyarakat Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa merupakan suatu perbuatan hukum yang lazim dilakukan karena menurut

6 Ibid, Pasal 39 ayat 2.

7J.Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, CitraAditya

Bakti, Bandung, 2002, Hal.202.

8 Ibid, hal 175 9 Ibid, hal 45

(4)

tradisi seorang anak laki-laki harus mempunyai anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan (patrilinial).

Pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk meneruskan keturunan jika dalam sebuah perkawinan tidak memperoleh keturunan, ataupun di karenakan telah melewati batas usia yang aman untuk

melahirkan, kurangnya keinginan untuk mengandung dan melahirkan dan

kemampuan mereka sudah tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan seorang anak, sehingga salah satu cara untuk memiliki anak dapat adalah dilakukan dengan mengangkat anak.

Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa daerah, antara lain :

1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang bersangkutan akan punah ( Fear of extinction of family )

2) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilangan garis keturunannya ( Fear of diving childless and so suffering

the axtinction of the line ofdescent ).10

Sejak diundangkannya Staatsblad 1917 No. 129 jo Staatsblad 1924-557, maka bagi golongan Timur Asing Tionghoa dinyatakan bahwa seluruh ketentuan dalam KUH Perdata yang berlaku bagi golongan Eropa termasuk hukum keluarganya juga memuat ketentuan-ketentuan tentang pengangkatan anak khusus bagi golongan Timur Asing. Hal ini perlu diciptakan di Indonesia karena bagi golongan Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa lembaga pengangkatan anak dianggap masih berakar kuat dalam tradisi mereka.11

Menurut ketentuan dalam Staatsblad 1917 No. 129 bahwa pengangkatan anak bagi golongan Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa hanya mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan keturunannya. Pengangkatan ini akan mengakibatkan

10 Ibid, hal 176

(5)

putusnya hubungan keperdataan antara anak yang telah diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat disamakan dengan kedudukan anak kandung oleh orang tua angkatnya, dan anak angkat berhak mewarisi harta kekayaan dari orang tua angkatnya. Pada mulanya pengangkatan anak ini dilakukan hanya sebagai alat pancingan agar mendapatkan karunia anak dari perkawinan sah keluarga untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam sebuah keluarga yang tidak mempunyai anak. Tetapi sejalan dengan dalam perkembangan masyarakat, tujuan adopsi juga ditujukan untuk kesejahteraan anak, seperti halnya telah diatur dalam Pasal 28B Undang – Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan juga tercantum dalam pasal 12 ayat (1) Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, yang menyatakan : “pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.”

Perkembangan hukum dan masyarakat dimungkinkan pengangkatan anak perempuan, dalam hal ini secara otomatis kedudukan anak angkat perempuan ini dipersamakan dengan anak angkat laki-laki. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963 tertanggal 29 Mei 1963 yang menetapkan tentang pengangkatan anak perempuan. Adapun dasar pertimbangan tersebut dikarenakan hukum adat Tionghoa mengenai pengangkatan anak telah lama meninggalkan sifat patrilineal, sehingga sekarang lebih bercorak parental.12

Perkembangan pengangkatan terhadap anak perempuan tersebut bahkan telah berlangsung sejak tahun 1963, seperti dalam kasus pengangkatan anak

perempuan yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta

No.907/1963/pengangkatan tertanggal 29 Mei 1963 dan keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 558/63.6 tertanggal 17 Oktober 1963, bahkan pada tahun yang sama pada kasus lain mengenai pengangkatan anak perempuan Pengadilan Negeri Jakarta dalam suatu keputusan antara lain menetapkan bahwa pasal 5, 6, dan 15 ordonansi S.1917:129 yang hanya memperbolehkan 12Soedharyo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta,

(6)

pengangkatan anak laki-laki dinyatakan tidak berlaku lagi, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.13

Pengangkatan anak dalam masyarakat Tionghoa kebanyakan berasal dari: 1. Dari lingkungan keluarga sendiri atau kerabat dekat yang dilakukan

diam-diam atau tertutup oleh anggota keluarganya.

2. Dari luar lingkungan keluarga orang tua yang mengangkatnya, maka akan di umumkan ke tetangga dan lingkungan sekitarnya, agar apabila anak tersebut sudah dewasa, maka anak tersebut tidak dapat ditarik kembali oleh orang tua kandungnya.14

Agar pengangkatan anak tersebut tercatat dengan baik, maka anak-anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan dan tidak mempunyai identitas resmi di hadapan hukum di Negara di tempat mereka dilahirkan atau negara asal orangtua mereka.

Maka akan lebih baik pengangkatan seperti ini tidak terjadi maka harus mengikuti proses hukum sesuai dengan dasar hukum notaris yang membuat akta pengangkatan anak diatur dalam Bab II Staatsblad tahun 1917 Nomor 129 tentang pengangkatan anak, yaitu dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) yang mulai diberlakukan umum pada tanggal 1 Maret 1925, yang berisikan bahwa pengangkatan anak hanya dapat terjadi dengan adanya akta notaris. Peraturan ini berlaku bagi golongan Timur Asing Tionghoa saja (Pasal 6 Staatsblad 1917 nomor 129), sehingga pengangkatan anak di luar peraturan ini tidak di benarkan atau tidak sah serta kedudukan anak berubah menjadi anak yang di angkat yang tidak mempunyai hak atas warisan.15

Pada Pasal 10 ayat (4) Staatsblad tahun 1917 No. 129 berbunyi “Setiap orang yang berkepentingan dapat meminta agar pada akta kelahiran orang yang diangkat, pada sisi akta itu dicantumkan tentang pengangkatan anak itu”. Setelah dibuatkannya sesuai dengan akta notaris mengenai pengangkatan anak, maka itu akta tersebut akan di daftarkan di Kantor Catatan Sipil setelah itu di Kantor Catatan Sipil akta akan di catat dan kemudian akan dikeluarkan akta kelahiran yang baru yang menyebutkan bahwa anak tersebut adalah anak dari orang tua angkat yang mengangkatnya dan bukan di anggap sebagai anak angkat.16

13 J.Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 202.

14 Hidayat Z. M., Masyarakat dan Kebudayaan Tionghoa Indonesia, Tarsito ,Bandung, 1977,

hal 101-103

15Ibid., hal. 203 16Ibid., hal. 203

(7)

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 tahun 1983 tentang Pengangkatan Anak, terdapat perubahan untuk sahnya pengangkatan anak bukan hanya diharuskan dengan adanya akta notaris, tetapi juga harus ada proses hukum pengadilan yang berupa penetapan dari Pengadilan Negeri.

Karena itulah notaris mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perlindungan hukum atas hak waris anak angkat keturunan Tionghoa yang berkebangsaan Warga Negara Indonesia.

Sri Widyowati Wiratmo Soekito mengatakan bahwa :

“Dengan berkurangnya kewibawaan lembaga-lembaga adat di negara kita dan yang telah menimbulkan berbagai masalah yang tidak semuanya dapat diselesaikan oleh hukum adat, mendorong masyarakat untuk mencari penyelesaian pada badan-badan pengadilan.”17

“Di dalam lingkungan Hukum Adat, Hukum Islam maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), anak dari si peninggal warisan merupakan golongan yang terpenting dan yang utama. Pada hakekatnya anak merupakan satu-satunya golongan ahli waris, artinya sanak keluarga tidak menjadi ahli waris apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak.”18

Hubungan anak dengan orang tuanya menurut hukum adat sangat dipengaruhi oleh struktur genealogis atau menurut asas keturunan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan yaitu patrilineal, matrilineal atau parental.19

17Sri Widowati Wiratmo Soekanto, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta, 1988, hal 55. 18 Soedaharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga : Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,

Hukum Islam, dan Hukum Adat, Sinar Grafika , Jakarta, 2004, hal. 32

19Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, PT. Pradnya Paramita , Bandung, 1995,

(8)

Dalam struktur patrilineal anak laki-laki maupun perempuan masuk ke dalam kekerabatan ayahnya, seluruh anggota kerabat ayah sangat penting artinya bagi anak-anak yang dilahirkan. Dengan demikian anak-anak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya dan anggota kerabat dari pihak ayah. Anak laki-laki dalam kerabat ini sesudah beristeri tetap tinggal menjadi anggota dan padanya dan membawa masuk isteri mereka selaku anggota baru, sedangkan bagi anak perempuannya meninggalkan kerabat asal mereka, untuk mengikuti suami mereka masing-masing ke dalam kerabat suami. Anak laki-laki mempunyai status yang utama di dalam kerabatnya.20

Dalam kehidupan sehari- hari pastilah ada sedikit masalah yang akan terjadi . Begitu pula masalah ini bisa menghampiri dalam kehidupan keluarga yang berdampak terjadinya pemutusan hubungan Anak yang telah diangkat.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul : “Problematika Hukum Atas Pernyataan Putus Hubungan antara Orang tua Angkat dan Anak Angkat.”

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengangkatan anak dalam hukum adat Tionghoa di Medan?

2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya pemutusan hubungan antara orang tua dan anak angkat?

3. Bagaimana kedudukan anak angkat dalam pembagian warisan apabila terjadi pemutusan hubungan orang tua angkat dan anak angkat dikaitkan dengan hak waris anak?

C. Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(9)

1. Untuk mengetahui pengangkatan anak dalam hukum adat Tionghoa di Medan 2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pemutusan hubungan antara orang tua

dan anak angkat

3. Untuk mengetahui kedudukan anak angkat dalam pembagian harta warisan apabila telah terjadi pemutusan hubungan orang tua angkat dan anak angkat dikaitkan dengan hak waris anak

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan mengenai Problematika Hukum Atas Pernyataan Putus Hubungan antara Orang tua Angkat dan Anak Angkat. 2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi penyempurnaan aturan yang menyangkut Problematika Hukum Atas Pernyataan Putus Hubungan antara Orang tua Angkat dan Anak Angkat. E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul: “Problematika Hukum Atas Pernyataan Putus

Hubungan antara Orang tua Angkat dan Anak Angkat”, belum pernah ada yang

meneliti sebelumnya.

(10)

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto Ady Wibowo, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Hak dan kewajiban orang tua dan anak (alimentasi) menurut KUH Perdata dan UU No.1 tahun 1974.”

Pokok masalah dari penelitian adalah:

a. Apa yang menjadi hak dan kewajiban orang tua terhadap anak menurut Kitab UU Hukum Perdata dan UU Perkawinan No.1 tahun 1974?

b. Bagaimana apabila orang tua tersebut tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana semestinya dan apa akibatnya?

2. Penelitian yang dilakukan oleh Anastasius Rico Haratua Sitanggang, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Yuridis tentang Putusnya Hubungan orangtua dan anak diakibatkan Perceraian”. a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan putusnya hubungan orang tua

dan anak karena perceraian?

b. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang disebabkan perceraian orang tuanya?

c. Bagaimanakah hak dan kewajiban orangtua dan anak di tinjau dari UU No.1 Tahun 1974?

Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis. Oleh karena itu judul tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan

(11)

seperti yang diuraikan di atas. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa penelitian ini akan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar thea ini pula datang kata modern teater yang berarti pertunjukan atau tontonan. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), dan juga simbolis.”21

“Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah.”22

Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo :

“Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (Frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut”.23

“Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,

1999, hal. 12.

22 Ibid., hal. 15

23Bintoro Tjokroaminoto dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,

(12)

variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab”.24

“Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian-kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian. Menurut Radburch tugas dari teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada dasar-dasar filsafat yang paling dalam”.25

Dalam penelitian ini, teori hukum yang dipakai adalah teori keadilan.

Aristoteles membedakan antara keadilan “distributif” dan keadilan “korektif” atau “remedial”. Keadilan distributif mengacu kepada pembagian barang dan jasa kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat, dan perlakuan yang sama terhadap kesederajatan di hadapan hukum (equality before the law). Keadilan jenis ini menitikberatkan kepada kenyataan fundamental dan selalu benar, walaupun selalu dikesampingkan oleh hasrat para filsuf hukum untuk membuktikan kebenaran pendirian politiknya, sehingga cita keadilan secara teoritis tidak dapat memiliki isi yang tertentu sekaligus sah. Keadilan yang kedua pada dasarnya merupakan ukuran teknik dari prinsip-prinsip yang mengatur penerapan hukum. Dalam mengatur hubungan hukum harus ditemukan suatu standar yang umum untuk memperbaiki setiap akibat dari setiap tindakan, tanpa memperhatikan pelakunya dan tujuan dari perilaku-perilaku dan obyek-obyek tersebut harus diukur melalui suatu ukuran yang obyektif.26

Sedangkan Kerangka Teori pada penelitian Hukum Sosiologis atau Empiris yaitu kerangka teoritis yang didasarkan pada kerangka acuan hukum, kalau tidak ada acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi Ilmu Hukum.

24Ibid, hal. 13.

25Anonim, http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html, Teori Hukum,

diakses tanggal 10 Maret 2013

(13)

“Hukum tidak dapat dilepaskan dari perubahan sosial. Oleh karena itu, hukum tidak bersifat statis melainkan hukum bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat, namun demikian perkembangan masyarakat tersebut perlu diatur dengan suatu ketentuan hukum guna terciptanya suatu kepastian hukum yang dapat melindungi hak dan kewajiban subjek hukumnya”.27

“Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum perkawinan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini”.28

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi29 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak-benaran.

”Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum perjanjian dan hukum perkawinan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis ini.”30

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada

27

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2002, hal. 7.

28Ibid, hal 11

29 J.J.J. M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting : M. Hisyam,

Fakultas Ekonomi, Univesitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.

30

(14)

dalam pikiran (berupa ide). “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.31

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut.

Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas, karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian, oleh karena itu dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisis masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.32

Guna menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap judul penelitian ini, penulis merasa perlu memberikan konsepsi agar dapat tercapai tujuan yang dimaksud. Pengertian konsepsi di sini adalah definisi operasional penelitian, yaitu pengertian atau maksud dasar dari istilah-istilah yang dipakai atau digunakan:

a. “Keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri, dan anak yang berdiam dalam satu tempat tinggal. Antara orang tua dan anak masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.”33

b. “Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh

31

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal.7.

32

Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 11 33Ibid, hal 10

(15)

dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.”34

c. “Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.”35

d. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, endidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

e. Media cetak bisa diartikan sebagai sebuah media penyampai informasi yang memiliki manfaat dan terkait dengan kepentingan rakyat banyak, yang disampaikan secara tertulis. Media cetak merupakan bagian dari saluran informasi masyarakat di samping media eletronik dan juga media digital. Melihat dinamika masyarakat yang demikian pesat, media cetak dianggap sudah tertinggal dibandingkan dengan dua pesaingnya yakni media elektronik dan media digital. Meski demikian, bukan berarti media cetak sudah tidak mampu meraih konsumen yang menantikan informasi yang dibawanya.36

f. Masyarakat keturunan Tionghoa adalah suatu perkumpulan/ komunitas yang berasal timur asing (China) yang bermukim diwilayah Indonesia yang kemudian disamakan sebagai warga negara Indonesia.

G. Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian yang dilakukan dalam tesis ini adalah suatu cara penyelidikan atau pemeriksaan dengan menggunakan penalaran yang berpikir logis berdasarkan nilai-nilai, asas-asas dan norma-norma, serta teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Sebelum menguraikan metode yang digunakan dalam penelitian, maka dalam penulisan ini akan terlebih dahulu memberi arti tentang Metodologi Penelitian ini 34 Andayani & Koentjoro. Psikologi Keluarga: Peran Ayah Menuju Coparenting. Citra

Media, Yogyakarta, 2004, hal 8 35

Djaja S.Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1992, hal 41.

36Nita Au Batuwael, Media Cetak di Indonesia: Kritis atau Eksis?,

(16)

dimana Metodologi Penelitian merupakan suatu penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau prosedur maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.37

Menurut Sutrisno Hadi, Penelitian atau Research adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.38

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah “penelitian yang berbasis kepada ilmu hukum normatif, yaitu penelitian tentang asas-asas hukum, kaedah hukum, dan sistematika hukum, serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, bahan hukum lainnya”.39

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk meneliti permasalahan yang ada.

2. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain meliputi

37 Sutrisno Hadi, Metodelogi Riset Nasional, Akmil, Magelang, 1978, hal. 8 38

Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000, hal 4

39

Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal. 336.

(17)

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer diperoleh dari Kitab Undang - undang Hukum Perdata, yang bertujuan untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan

(library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier yaitu “bahan hukum yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal, serta laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis dengan tujuan untuk lebih memahami dalam penelitian ini”.40

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian.41

40Masri Singarimbun dkk Op.Cit, hal. 16. 41Ibid., hal. 19.

(18)

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, 42 yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas. Metode ini akan menghasilkan data berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.43

Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang untuh.44

Penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul, yang kemudian akan dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara deduktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.45

Langkah selanjutnya adalah menyusun rangkuman dalam abstraksi tersebut ke dalam satuan-satuan, yang mana satuan-satuan ini kemudian di kategorikan. Data yang di kategorisasikan, kemudian di tafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara menjadi teori substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif yaitu dari pernyataan yang bersifat umum ke arah yang khusus.

42 Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode

Baru, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992, hal. 15-20

43Ibid., hal. 15.

44Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1984,

hal 20

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan tersebut, seperti: (1) keharusan menulis identitas, sedangkan desain yang peruntukkan siswa awas yang hanya melingkari atau menghitamkan bulatan-bulatan utnuk

Untuk menggunakan mesin penyiangan perlu mengatur jarak tanam sesuai alat mesin penyiang. Penyianag denagn mesin baik dengan temaga ternak atau traktor lebih cepat dan lebih

Disain platform menggunakan tiga buah motor servo yang berfungsi sebagai penggerak segitiga yang dihubungkan dengan IMU, seperti yang dapat dilihat pada Gambar

Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid

a) Seseorang dikatakan penderita diabetes mellitus jika kadar glukosa darah a) Seseorang dikatakan penderita diabetes mellitus jika kadar glukosa darah ketika puasa > 120 mg/dl

Belum adanya syslog server yang dapat menampilkan log jika terjadi serangan di sebuah jaringan client yang ditampilkan secara terpusat untuk memudahkan para admin wahana

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

Maka dari itu para produsen media cetak bersaing saling merebut hati khalayaknya dengan adanya gambar karikatur dengan nama maupun tokoh yang mudah diingat oleh masyarakat,