• Tidak ada hasil yang ditemukan

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Penilaian Tanah

Dalam penentuan nilai tanah untuk kepentingan Pajak Bumi dan Bangunan digunakan metode perbandingan data pasar (sales comparison approach). Penilaian properti dengan pendekatan perbandingan harga jual dapat dilakukan dengan dua teknik sebagai berikut (Eckert, 1990):

a. Teknik perbandingan harga jual secara langsung (direct sales comparison). Teknik ini sering disebut dengan teknik perbandingan harga jual secara tradisional. Teknik ini cenderung lebih mudah dan praktis, karena untuk mengaplikasikannya hanya diperlukan sampel harga jual yang dapat dibandingkan dalam jumlah yang sedikit. Hasil estimasi nilai dengan teknik ini berupa satu titik nilai tunggal (a single point estimate of value).

b. Teknik perbandingan harga jual dengan menggunakan analisis regresi (sales comparison using regression analysis).

Teknik ini juga berdasarkan prinsip statistika inferensi, yaitu prinsip analisis regresi. Untuk aplikasinya juga diperlukan jumlah sampel yang besar, dengan hasil estimasi yang berupa selang/interval keyakinan nilai estimasi tertentu (confidence interval around the point estimate of value). Dalam teknik ini, prinsip analisis regresi digunakan untuk pengembangan model estimasi (a value estimating equation).

II.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah

(Eckert, 1990) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah atau suatu sistem nilai tanah, dapat dibedakan atas empat kategori, yaitu : faktor-faktor ekonomi, sosial, legal, kebijakan pemerintah dan politik, serta faktor-faktor fisik, lingkungan dan lokasi.

a. Faktor ekonomi.

(2)

permintaan yang mempengaruhi nilai tanah mencakup status kepemilikan, tingkat pendapatan/gaji, ketersediaan dana, tingkat suku bunga, biaya transaksi. Variabel penawaran mencakup ketersediaan tanah, biaya pemeliharaan, biaya konstruksi, perpajakan, dan biaya kepemilikan yang lain. b. Faktor sosial.

Faktor sosial merupakan faktor yang terkait pola perilaku dan budaya (sosiologis) masyarakat dalam melakukan pengelolaan tanah/lahan. Secara langsung ataupun tidak langsung tingkat peradaban dan budaya masyarakat ikut mempengaruhi pola penggunaan lahan.

c. Faktor legal, kebijakan pemerintah, dan politik.

Faktor-faktor legal, kebijakan pemerintah dan politik secara nyata sangat berpengaruh dan menentukan karena dapat menaikkan atau menurunkan permintaan akan tanah. Kebijakan-kebijakan yang baik dapat meningkatkan efisiensi pemeliharaan dan penggunaan tanah/lahan. Pada tingkat nasional, keadaan ekonomi, kebijakan moneter dan perpajakan dapat mempercepat atau memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi permintaan akan tanah.

d. Faktor fisik, lingkungan, dan lokasi.

Faktor-faktor fisik, lingkungan dan lokasi memberikan pengaruh yang kuat terhadap nilai tanah. Faktor situs/fisik (site) adalah faktor endogen karena bersifat melekat/inherentpada suatu bidang tanah, misalnya ukuran, topografi dan ciri-ciri fisik yang membentuk persil. Faktor situs/fisik mempengaruhi nilai tanah karena pemilik tanah dapat menggunakan/memanfaatkan sumber daya yang menjadi sifat lahannya.

Sebaliknya faktor situasi atau lokasi merupakan faktor eksogen yang meliputi titik pusat persil yang berhubungan dengan persil lain, seperti pusat bisnis, sekolah dan sebagainya. Faktor situasi dapat mempengaruhi nilai tanah karena pengaruh kedekatan atau aksesibilitas ke sumber daya di sekitarnya.

(3)

1. Jarak ke pusat bisnis lokal/central business district(CBD) terdekat.

Jarak ke CBD diduga berpengaruh terhadap nilai tanah, karena dengan kedekatannya pada CBD yang ditunjang dengan segala fasilitas yang ada, akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan harga tanah di CBD dan sekitarnya akan menjadi tinggi. Von Thunen dalam (Rahman, 1992) mengatakan bahwa, tanah di pusat kota memiliki nilai tertinggi dan semakin menurun jika makin menjauhi pusat kota. Pusat kota diidentikkan dengan CBD yang merupakan kawasan pusat kegiatan perdagangan dan jasa. (Balchin, 1982) mengatakan bahwa pertumbuhan kota terjadi di beberapa nuclei yang berjauhan. Nuklei-nuklei tersebut dapat berupa pusat-pusat bisnis/CBD yang tersebar di beberapa tempat (sub-center) kota yang menjadi titik-titik pertumbuhan kota yang baru.

2. Jarak ke sekolah, perguruan tinggi dan pusat pelayanan terdekat

(Catanese,1986) menyatakan utilitas secara garis besar dibedakan menjadi utilitas umum, pribadi dan fasilitas pelayanan umum. Fasilitas-fasilitas untuk pelayanan umum berupa kantor-kantor administrasi serta pelayanan, stasiun pemadam kebakaran dan kepolisian, perpustakaan, sekolah, taman dan tempat bermain serta tempat pengumpulan sampah. Semakin lengkap ketersediaan utilitas, maka semakin meningkatkan nilai tanah di kawasan tersebut. Kelengkapan tersebut dapat dicirikan berdasarkan kedekatan obyek bidang tanah terhadap tempat fasilitas tersebut berada. Berdasarkan konsep permintaan dan penawaran, diketahui bahwa apabila terdapat beberapa pilihan lokasi tanah di beberapa wilayah dengan kuantitas penawaran yang tetap, maka lokasi yang mempunyai kelengkapan utilitas (semakin dekat jarak antara bidang tanah ke lokasi fasilitas pelayanan umum dimaksud), akan semakin meningkatkan nilai ke lokasi bidang tanah tersebut.

3. Jarak ke jalan utama terdekat.

Kriteria variabel jalan akan selalu diasosiasikan dengan aksesibilitas. Akbar dalam (Rooroh, 2006) mengemukakan bahwa aksesibilitas

(4)

suatu daerah. Hal ini dikarenakan berbagai jenis bangunan yang bersifat komersial kebanyakan memiliki kedekatan dengan jalan utama sehingga mengakibatkan persil di sekitar jalan utama memiliki nilai investasi yang tinggi. Jalan utama pada suatu wilayah dapat diketahui melalui frekuensi jalan tersebut dilalui oleh prasarana angkutan umum, keadaan fisik jalan, fungsi jalan dan sebagainya. Nilai tanah akan tinggi pada jalan-jalan utama dan akan rendah bila menjauhi dari jalan utama (Tarigan, 2004). 4. Lebar sisi depan bidang tanah

(Eckert, 1990) menyatakan bahwa variabel lebar sisi depan bidang tanah merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dari suatu bidang tanah. Hal ini terkait dengan konsep ekonomi yakni prinsip kontribusi. Prinsip tersebut menyatakan bahwa nilai suatu karakteristik diukur berdasarkan kontribusinya terhadap nilai secara keseluruhan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa semakin lebar sisi depan suatu bidang tanah, maka kemungkinan pemanfaatan atau penggunaan yang beragam dan menciptakan nilai tambah ekonomi semakin tinggi. Secara tidak langsung akan ikut memberikan tambahan kontribusi terhadap nilai tanah tersebut.

5. Lebar Jalan di depan objek

Liechfield dan Drabkin dalam (Suyudi, 2002) menyatakan bahwa daerah urban harus memiliki infrastruktur (utilitas dan fasilitas) dan daerah urban tidak akan memiliki nilai tanah tinggi jika tidak mempunyai aksesibilitas. Jalan adalah sarana aksesibilitas dan mobilitas masyarakat. Dengan sarana jalan proses distribusi barang dan jasa lancar dan mobilitas manusia mudah. Kecenderungan masyarakat menginginkan sarana jalan yang lebar untuk mempermudah menjangkau pusat-pusat layanan (tempat kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan).

6. Luas tanah

(Eckert, 1990) menyatakan bahwa penawaran dan permintaan sangat berpengaruh dalam penilaian tanah karena penawaran tanah bersifat tetap tidak dapat ditambah. Hal ini berarti nilai tanah sangat dipengaruhi oleh

(5)

faktor permintaan seperti kepadatan penduduk dan angka pertumbuhan penduduk, tingkat penghasilan, tingkat suku bunga. Permintaan akan suatu bidang tanah juga ditentukan seberapa besar manfaat yang bisa diperoleh dari kepemilikan tanah tersebut. Semakin luas semakin banyak aktifitas yang dapat dilakukan diatas suatu bidang tanah sehingga semakin banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh pemilik tanah.

II.1.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penilaian nilai tanah telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan berbagai faktor/variabel nilai tanah yang berpengaruh, diantaranya adalah :

(Isharijudi, 2003), menggunakan masukan variable awal yakni luas tanah, bentuk tanah, lebar depan bidang tanah, lebar jalan, jarak ke jalan utama dan pusat bisnis dalam rangka pemodelan nilai tanah. Hasil penelitian menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel yang signifikan berpengaruh terhadap nilai tanah di Kelurahan Pandeyan, Yogyakarta adalah luas tanah, lebar jalan di depan lokasi, jarak ke jalan utama, dan jarak ke pusat bisnis lokal terdekat.

(Boesro, 2004), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, analisa yang dilakukan terhadap data dan seluruh hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan empat model regresi disimpulkan bahwa model yang terbaik dari penelitian adalah model regresi semi log (model Log Lin) dengan variabel yang signifikan berpengaruh terhadap nilai tanah adalah Lebar Jalan (LJ), Kondisi Jalan (KJ), Jarak ke Pusat Perbelanjaan (JPB), dan tersedianya Jaringan Telepon (TLP).

(Budi Rusmanto, 2004), dalam penelitiannya menghasilkan Model Nilai Jual Objek Pajak Bumi (NJOPB) yang paling sesuai yang mampu menggambarkan hubungan antara NJOPB dengan variabel bebas adalah model log-log, dengan tingkat kemampuan menjelaskan model 65,7%. Dengan variabel-variabel yang

(6)

berpengaruh signifikan terhadap NJOPB yang dapat digunakan sebagai variabel penyesuaian adalah sebagai berikut :

a. Variabel lokasi terdiri dari Jarak ke Pusat Pemerintahan, Jarak ke Pusat Perdagangan, Lebar Jalan.

b. Untuk Variabel Jenis Penggunaan Tanah walaupun signifikan berpengaruh terhadap nilai tanah namun tidak dapat dipergunakan karena mempunyai karakteristik berbeda antara JPT perumahan dan komersial

c. Adapun variabel-variabel Jarak ke Sekolah, Jarak ke Rumah Sakit, Luas Tanah dan Jarak ke Makam tidak dapat digunakan sebagai variabel untuk penyesuaian karena variabel-variabel tersebut tidak lolos uji.

(Imawan, 2007), melakukan pengembangan metode penilaian tanah dengan menggabungkan analisis spasial dengan jaringan syaraf tiruan. Analisis spasial dimaksudkan untuk mendapatkan variabel jarak secara otomatis dengan menggunakan software mapping. Jarak disini merupakan jarak lurus antara centroid bidang yang dijadikan acuan dengan centroid objek yang menjadi variabel dalam penelitian seperti pusat perdagangan, jalan, pusat pemerintahan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan jaringan trayek angkutan kota. Dari hasil perbandingan dengan metode regresi didapatkan kesimpulan bahwa metode jaringan syaraf tiruan memberikan hasil prediksi nilai tanah yang lebih mendekati nilai yang sesungguhnya dilapangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini digunakan metode pengukuran jarak mengunakan jarak tempuh terdekat dari centroid variabel penelitian ke centroid data sampel yang didapat melalui analisis jaringan jalan. Penggunaan variabel jarak dilakukan dalam bentuk asli dan resiprokal. Selain variabel jarak juga digunakan variabel yang bersifat endogen yaitu lebar jalan didepan objek, luas tanah dan lebar sisi depan bidang objek. Terhadap variabel bebas juga dilakukan seleksi variabel menggunakan regresi stepwise untuk mendapatkan variabel bebas yang signifikan untuk digunakan dalam model.

(7)

II.2 Metode Pemodelan Nilai Tanah

Mengacu kepada Standar Model Penilaian Otomatis AVMs yang dikeluarkan IAAO sebuah lembaga asosiasi penilai internasional, terdapat beberapa metode kalibrasi pemodelan nilai tanah. Beberapa teknik kalibrasi tersebut diantaranya Teknik Regresi yang berdasarkan kepada teknik statistik dan JST yang merupakan tiruan dari sistem syaraf biologi manusia yang menganalogikan cara belajar secara adaptif dari syaraf manusia.

II.2.1 Teknik Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda adalah analisis berbasis statistik, yang menilai hubungan linier antara variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan parameter estimasi/koefisien untuk masing-masing variabel bebas, yang digunakan secara bersama-sama untuk memprediksi nilai tanah dalam suatu model matematis.

Nilai suatu properti didekati berdasarkan model yang terbentuk dari hubungan harga properti yang diketahui terhadap variabel fisik, lokasi, ekonomi atau variabel lain yang diduga mempengaruhi nilai properti yang diketahui. Hubungan nilai properti dengan variabel-variabel tersebut terbentuk setidaknya dari tiga bentuk persamaan yaitu penambahan (aditif- hubungan linear), perkalian (multiplikatif- bukan linear) dan campuran (hybrid- bukan linear) (Eckert, 1990): a. Bentuk penambahan:

MV=B0+B1*X1+B2*X2+…+Bi*Xi (II.1)

MV adalah nilai pasar prediksi sebagai variabel terikat, B0 mewakili

konstanta, Xi mewakili variabel bebas yang diduga mempengaruhi nilai, Bi sebagai koefisien variabel

b. Bentuk perkalian:

MV = B0* X1B1* X2B2*....* XnBn (II.2) Bentuk perkalian dapat ditransformasi dengan logaritma natural (disingkat Ln) menjadi:

(8)

sehingga membentuk model aditif:

Ln(MV) = Ln(B0)+ B1*Ln(X1) + B2*Ln(X2) + .... + Bn*Ln(Xn) (II.3) MV adalah nilai pasar prediksi sebagai variabel terikat, B0 mewakili

konstanta, Xi mewakili variabel bebas yang diduga mempengaruhi nilai, Bi sebagai koefisien variabel, Ln adalah nilai logaritma berbasis bilangan e=2,71828.

c. Bentuk campuran:

MV=πGQ*[πBQ*ΣBA)+πLQ*ΣLA)+ΣOA] (II.4)

MV adalah nilai pasar prediksi, πGQ adalah variabel kualitatif umum, πBQ adalah variabel kualitatif bangunan, ΣBA jumlah pengaruh variabel bangunan, πLQ adalah variabel kualitatif tanah, ΣLA jumlah pengaruh variabel tanah, ΣOA jumlah pengaruh variabel lainnya.

Model campuran (hybrid) tidak dapat ditransformasi langsung menjadi bentuk model penambahan (aditif) melainkan dipisah terlebih dahulu dalam bentuk penambahan dan perkalian.

(Gujarati, 1978) menyatakan bahwa, gangguan stokastik ui memegang peranan penting (kritis) dalam analisis regresi. Oleh karena itu penting untuk tetap menjaga agar model regresi tetap sederhana. Selain itu (Sharma, 1996) menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah variabel bebas akan mengurangi tingkat kepercayaan (degrees of freedom) terhadap model regresi yang dibangun, sementara berbagai pengukuran dan statistik berbasis banyaknya degrees of freedom. Meningkatnya jumlah variabel bebas akan memunculkan potensi kolinearitas yang tinggi. Hal ini menyebabkan model yang diperoleh tidak lagi memenuhi aturan asumsi klasik analisis regresi.

Selanjutnya (Dillon, 1984) menjelaskan ada beberapa pilihan metode yang dapat digunakan untuk melakukan seleksi variabel-variabel bebas dalam rangka membentuk model akhir regresi. Metode yang paling popular digunakan yakni metode stepwise, yang merupakan kombinasi dari forward dan backward selection.

(9)

Salah satu karakteristik metode regresi adalah memperhitungkan ukuran ketepatan model (Goodness of fit) yang terbagi atas dua kategori yaitu ukuran ketepatan model secara keseluruhan dan ukuran ketepatan masing-masing variabel memprediksi nilai properti dengan kesalahan (residual) yang minimum. Ukuran ketepatan model prediksi secara keseluruhan dapat diketahui dengan menghitung: koefisien determinasi (R2), standar kesalahan estimasi (SEE). Ukuran ketepatan variabel-variabel bebas dalam model dapat diketahui dengan menghitung: koefisien korelasi (r), uji-t, uji-F. (IAAO, 2003).

Ukuran ketepatan variabel bebas ditujukan untuk mengetahui kelayakan variabel bebas untuk dijadikan estimator dari variabel terikatnya. Variabel dinyatakan lolos uji, jika variabel terbukti lolos dalam uji apriori ekonomi, uji-t, uji-F dan memenuhi asumsi klasik regresi yaitu bebas multikolinieritas dan heterokedastisitas.

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien atau nilai R2menunjukkan berapa besar prosentase variasi variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel tidak bebasnya. Formula untuk menghitung koefisien determinasi adalah (Eckert, 1990):

    2 2 2 ) ( ) ( Y Y Y Y R i i (II.5) i

Y =nilai prediksi ke-i, Y=rata-rata harga, Yi=nilai pengamatan ke-i

Nilai R² berada dalam rentang antara 0 dan 1, jika nilai R² semakin mendekati 1, berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.

b. Standar kesalahan estimasi (SEE)

1 ) ( 2    

p n Y Y SEE i i (II.6) i

Y =nilai prediksi ke-i, Yi=nilai pengamatan ke-i, n=jumlah pengamatan, p=jumlah variabel bebas.

(10)

Kesalahan prediksi semakin mendekati 0 berarti semakin baik. Jika kesalahan prediksi adalah terdistribusi normal, maka 68% prediksi nilai termasuk dalam 1SEE, 95% termasuk dalam 2SEE, 99% termasuk dalam 3SEE. (Eckert, 1990) c. Koefisien korelasi (r)



2 2 2 2

. . .

    i i i i i i i i Y Y n X X n Y X Y X n r (II.7)

rxy=1menunjukan bahwa kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna, rxy=0 menunjukan bahwa kedua variabel tidak terdapat hubungan yang linear. (Gujarati, 1995)

d. Uji-t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memprediksi nilai ketika variabel bebas lainnya dianggap konstan.

) ( 1 1     t (II.8)

β1 =koefisien variabel,

σ

(β1) = standard error

Dalam uji ini dibandingkan antara nilai t-hitung dengan t-tabel. Apabila nilai t-hitung > t-tabel H0 ditolak dan variabel bebas berpengaruh signifikan

memprediksi nilai. (Gujarati, 1995) e. Uji-F

Digunakan untuk menguji secara statistik bahwa keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. ) 1 /( ) 1 ( ) /( 2 2     k n R k R F (II.9) 2

(11)

Kriteria pengujian yaitu apabila F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak dan semua

variabel bebas bersama-sama mempengaruhi signifikan memprediksi nilai. (Gujarati, 1995)

f. Tidak terdapat gejala multikolinearitas signifikan

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya hubungan linear diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi yaitu ditunjukan dengan adanya derajat kolinieritas yang tinggi di antara variabel-variabel bebas. Dengan kata lain merupakan keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari variabel bebas lainnya. Dalam model regresi linear diasumsikan bahwa seluruh variabel bebas yang termasuk dalam model mempunyai pengaruh secara individu terhadap variabel terikat. Dalam suatu sampel tertentu ada kemungkinan terjadi beberapa atau seluruh variabel bebas mempunyai korelasi yang tinggi sehingga tidak dapat diisolasi pengaruh individualnya terhadap variabel terikat. Dengan kata lain sampel tidak memenuhi asumsi dasar mengenai ketidaktergantungan diantara variabel bebas yang termasuk dalam model, ini menunjukkan adanya masalah multikolinearitas dalam model.

Salah satu cara untuk mendeteksi masalah multikolinearitas yaitu dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari regresi antar variabel bebas. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan regresi antar variabel bebas (secara bergantian) untuk mengetahui VIF masing-masing variabel bebas. Jila nilai VIF < 10 maka hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas yang serius (berderajat rendah). Nilai VIF dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1995):

) 1 ( 1 2 r VIF   (II.10)

r² : koefisien determinasi dari regresi antar variabel bebas g. Tidak terdapat gejala heteroskedastisitas signifikan

Heterokedastisitas adalah suatu keadaan adanya varian yang tidak konstan dari variabel pengganggu. Konsekuensi heteroskedastisitas (seandainya semua

(12)

biasa (OLS) tetap tak bias dan konsisten, tetapi penaksir tersebut tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (Gujarati, 1995).

Dalam penelitian ini fenomena heterokedastisitas diidentifikasi dengan melakukan pengujian ranking korelasi dari Spearman. Koefisien ranking korelasi Spearman dirumuskan sebagai :

rs= 1 - 6 } (II.11)

dimana :

di = perbedaan dalam ranking yang ditepatkan untuk dua karakteristik yang

berbeda dari individual atau fenomena ke i,

N = banyaknya individual atau fenomena yang diranking (dengan asumsi Yi = 0+ 1Xi+ ui).

Selanjutnya koefisien korelasi Spearman tersebut digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari rsdengan pengujian tsebagai berikut :

t = (II.12)

dengan derajat kebebasan (df) = N-2.

Ketentuan yang berlaku adalah jika nilaityang dihitung melebihi nilai t kritis atau tabel, maka diterima hipotesis yang menyatakan adanya heterokedastisitas. Sebaliknya jika nilait hitung lebih kecil dari nilai t kritis atau tabel, maka hal tersebut berarti tidak terdapat gejala heterokedastisitas dalam model regresi tersebut (Gujarati,1985).

II.2.2 Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dirancang memiliki kecenderungan mengikuti pola-pola pada jaringan otak manusia. JST perlu belajar untuk melatih dan mengenal suatu masukan yang diberikan kepadanya. JST tidak perlu diprogram secara eksplisit, karena JST dapat belajar dari beberapa contoh. Jaringan syaraf tiruan (JST) dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi, sebagai sebuah model, JST memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Kemampuan memodelkan pembobotan pada tiap-tiap koneksi. Pada sebagian besar tipe jaringan syaraf, nilai bobot koneksi akan dikalikan dengan

(13)

sinyal-b. Kemampuan memodelkan struktur informasi terdistribusi. Artinya, proses pengolahan informasi disebarkan pada beberapa neuron tiruan sekaligus. c. JST bersifat tak linier. Jaringan cocok digunakan untuk sistem-sistem dengan

kompleksitas permasalahan yang tinggi (tak linier).

d. JST bersifat adaptif. Jaringan yang dapat belajar dari data yang diberikan padanya dan menghasilkan pemecahan (hubungan pemetaan) antara masukan dan keluarannya.

e. JST dapat melakukan generalisasi. Jaringan dapat mengolah data yang belum pernah dilatihkan padanya berdasarkan apa yang telah diproses selama proses belajar

Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama (Gambar II.1). Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf terdiri dari beberapa neuron, dan terdapat hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut.

Gambar II.1 Model nonlinear sebuah neuron Rosenblatt (Fausett, 1994) Neuron-neuron buatan bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuron-neuronbiologis. Informasi (disebut dengan input) akan dikirim ke neurondengan bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan

(14)

yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang akan datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold)tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron.

Fungsi aktivasi tersebut dapat berupa fungsi sigmoid maupun fungsi linier. Fungsi sigmoid dibedakan atas dua jenis yakni fungsi logistik sigmoid (logsig) dan fungsi tangen sigmoid. Fungsi logistik sigmoid digunakan untuk membatasi level signal antara 0 dan 1, seperti pada persamaan II.13 di bawah ini (Siang, 2005):

 

y e x f   1 1 (II.13) dimana β merupakan parameter kemiringan (slope parameter) fungsi sigmoid. Fungsi tangen sigmoid digunakan untuk membatasi level signal antara -1 dan 1, seperti pada persamaan II.14 di bawah ini (Siang, 2005):

 

1 1 2    y e y f (II.14)

Apabila input melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuronakan diaktifkan, namun sebaliknya jika tidak melewati ambang tersebut maka neuron tidak akan diaktifkan. Apabila neuron diaktifkan, maka neuron akan mengirimkan output melalui bobot-bobot outputnya ke semua neuronyang berhubungan dengannya. Secara garis besar pada JST terdapat dua tahap komputasi yaitu :

a. Tahap Belajar

Pada tahap ini proses dimulai dengan memasukkan pola-pola belajar ke dalam jaringan. Dengan menggunakan pola-pola ini jaringan akan mengubah-ubah bobot yang menjadi penghubung antara node. Satu periode dimana seluruh pola belajar telah diproses disebut 1 (satu) iterasi. Pada setiap 1 iterasi dilakukan evaluasi terhadap keluaran jaringan. Tahap ini berlangsung pada beberapa iterasi dan berhenti setelah jaringan menemukan bobot yang sesuai dimana suatu keadaan yang diinginkan telah terpenuhi. Selanjutnya bobot ini menjadi knowledge base(dasar pengetahuan) pada tahap pengenalan.

Ada 2 metode tahap belajar JST yaitu:

1. Pelatihan Terawasi (Supervised Learning)

(15)

keluaran yang diinginkan. Pada tiap node lapisan output dicari error (kesalahan) yaitu selisih antara keluaran jaringan dengan keluran yang diinginkan. Jaringan akan mengubah-ubah bobot sampai error yang dihasilkan dapat diterima. Pengubahan bobot ini dilakukan dengan menggunakan algoritma belajar tertentu seperti Propagasi Balik.

2. Pelatihan Tak Terawasi (Unsupervised Learning)

Pada metode ini pengubahan bobot dilakukan dengan sendirinya tanpa menggunakan keluaran yang diinginkan.

b. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini dilakukan pengenalan terhadap suatu pola masukan dengan menggunakan bobot hasil tahap belajar.

Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation (JST-BP) merupakan jaringan syaraf yang sangat populer digunakan untuk memecahkan masalah. Hal ini disebabkan oleh arsitektur dan proses belajar yang sederhana sangat memudahkan untuk dipelajari. Pada JST-BP, error di lapisan keluaran akan di propagasi balik ke lapisan sebelumnya selama proses belajar. Metode ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, dimana secara metodologi sudah menjadi sebuah model untuk jaringan syaraf tiruan yang mempunyai banyak lapisan (Multi Layer). Arsitektur JST-BP diilustrasikan oleh Gambar II.2.

Gambar II.2 Arsitektur jaringan JST propagasi balik (Fausett, 1994)

(16)

memberikan masukan, maka saat itu juga akan diaktifkan nilai forward yang berasal dari input layer pada unit-unit yang terproses. Kemudian masing-masing layer internal, diberikan kepada layer keluaran yang terproses oleh unit-unit keluaran. Unit-unit dari keluaran akan memberikan respons terhadap jaringan. Bilamana jaringan terdapat koreksi-koreksi pada parameter didalamnya, mekanisme perbaikan akan memulai dari output unit dan Back Error Propagation kemudian akan kembali ke masing-masing unit internal untuk dipakai pada input layer.

Keluaran dari lapisan tersembunyi (hidden Layer) diperoleh dengan menggunakan suatu nilai bias dan juga suatu fungsi threshold dengan jumlah bobot yang bergantung pada bobot-bobot di lapisan masukan. Di sini keluaran dari lapisan tersembunyi menjadi masukan untuk lapisan keluaran, yang juga diproses dengan menggunakan suatu nilai bias dan fungsi threshold untuk menentukan keluaran akhir dari jaringan.

Pola keluaran kemudian dibandingkan dengan pola yang diinginkan, dan sebuah sinyal error dihitung untuk setiap sel keluarannya. Sinyal error ini kemudian ditransmisikan kembali dari lapisan keluaran masing-masing titik di lapisan tersembunyi ini hanya menerima sebagian dari sinyal error total, sesuai dengan kontribusi relatifnya pada lapisan keluaran.

Error di lapisan keluaran menentukan ukuran dari error hasil keluaran pada lapisan tersembunyi, yang digunakan sebagai dasar untuk pengaturan bobot antara lapisan masukan dengan lapisan tersembunyi. Pengaturan bobot penghubung antar dua lapisan ini terjadi secara terus menerus dalam suatu iterasi berulang, dan akan berhenti sampai error yang terjadi kurang dari batas toleransi. Adapun nilai konstanta belajar yang digunakan diatur dalam range yang sekecil mungkin, dimana dengan konstanta yang bernilai kecil jaringan harus melakukan sejumlah besar iterasi untuk memperoleh kombinasi bobot yang sesuai untuk jaringan saraf tiruan.

(17)

a. Definisi masalah, misalkan matriks masukan (P) dan matriks target (T).

b. Inisialisasi, menentukan bentuk jaringan dan menetapkan nilai-nilai bobot sinaptik v dan w, dan learning rate(lr).

c. Pelatihan Jaringan : 1. Propagasi maju

Gambar II.3 Fase Propagasi Maju (Fausett, 1994)

a) Hitung

semua keluaran di lapisan tersembunyi zj(j=1, 2, ...N) (Siang, 2005):

   M i ji i j j v xv in z 1 0 _ (II.15) nilai keluaran lapisan tersembunyi zj diperoleh dengan mengubah nilai

z_inj menggunakan fungsi aktivasi. Jika fungsi aktivasi yang

digunakan adalah fungsi sigmoid biner, maka nilai zj adalah (Siang,

2005): z injj e z _ 1 1    (II.16) b) Hasil keluaran dari Hidden Layer dipakai untuk mendapatkan

(18)

   N j kj jk k k w z w in y 1 0 _ (II.17) dengan fungsi aktivasi adalah fungsi sigmoid biner, maka (Siang, 2005): k in y k e y _ 1 1    (II.18) 2. Propagasi balik

Gambar II.4 Fase Propagasi Balik (Fausett, 1994)

a) Galat (E) merupakan selisih antara nilai keluaran yang diinginkan (T) dengan keluaran yang sesungguhnya (yk), sebagai berikut (Siang,

2005): k y T E  (II.19) Sum Square Error (SSE) yang dinyatakan oleh persamaan berikut :

 2

E

SSE (II.20)

hitung faktor δ lapisan keluaran berdasarkan kesalahan di setiap keluaran yk(k=1, 2, .. , Q) (Siang, 2005): ) ( ' *f y E k   (II.21)

δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan

bobot lapisan dibawahnya. Oleh karena fungsi aktivasi antara lapisan tersembunyi adalah fungsi sigmiod, maka (Siang, 2005):

(19)

k

k y y y f'( ) *1 (II.22) sehingga

k

k kE*y *1y(II.23) b)...Hitung suku perubahan bobot wkj(yang akan digunakan untuk merubah bobot

wjk) dengan laju percepatan lr (Siang, 2005):

k k

kj lr y

w  * *

(II.24)

Hitung faktor δ lapisan tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap lapisan tersembunyi zi(i =1, 2, .. , N) (Siang, 2005):

  Q k kj k j w net 1 * _   (II.25)

Faktor δ lapisan tersembunyi (Siang, 2005):

j

j j j

j

j  _net * f'(NetH ) _net *z * 1z

(II.26)

Hitung suku perubahan bobot vji(yang akan digunakan untuk merubah

bobot vji). (Siang, 2005): i k ji lr x v  * *  (II.26)

3. Perbaikan Bobot Jaringan hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke lapisan keluaran (Siang, 2005): kj

kj

kj baru w lama w

w ( ) ( ) (II.27)

Perubahan bobot garis yang menuju ke lapisan tersembunyi (Siang, 2005): kj

kj

kj baru v lama v

v ( ) ( ) (II.28)

Langkah-langkah di atas adalah untuk satu kali siklus pelatihan (satu epoch), sehingga harus diulang-ulang sampai jumlah epoch yang ditentukan atau telah tercapai SSE (Sum Square Error)yang diinginkan.

Hasil akhir pelatihan jaringan adalah didapatkannya bobot W1 dan W2 yang kemudian disimpan untuk pengujian jaringan.

Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk memprediksi nilai tanah. Proses prediksi tersebut menggunakan proses perhitungan maju saja

(20)

II.2.3 Validasi model

Validasi dilakukan setelah diperoleh model dari kedua metode terpilih. Validasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dan tingkat keseragaman hasil estimasi dari model. Validasi dilakukan dengan menguji model terhadap data lain diluar data yang digunakan dalam pemodelan. Keakuratan model dalam memprediksi data lain diluar data model diukur dengan ukuran-ukuran dibawah ini :

a. Koefisien Dispersi (COD)

Koefisien dispersi adalah yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat penilaian. COD adalah prosentasi tingkat penilaian yang dihitung dari rata-rata absolut simpangan, rasio terhadap median rasio. Tingkat penilaian yang baik untuk tanah kosong atau vacant land adalah COD < 20%. (IAAO, 2003): n n i x R A COD R A AR     1 ~ ~ 100 ~ ~ (II.29) AR=rasio (prediksi/harga pasar), RA~~ =median rasio, n= jumlah data b. Price Related Differential (PRD)

PRD diukur untuk mengetahui apakah penilaian yang dilakukan regresif atau progresif. Regresif artinya properti yang berharga tinggi dinilai kerendahan sedangkan properti yang berharga rendah dinilai ketinggian. Progresifartinya properti yang berharga tinggi dinilai ketinggian sedangkan properti yang berharga rendah dinilai kerendahan. Tingkat penilaian yang baik adalah jika nilai PRD yang dihasilkan >0,98 dan <1,03 (IAAO, 2003):

w m AR AR PRD(II.30) m

AR = Nilai rasio rata-rata, ARw =Nilai rasio terboboti (weighted) c. Koefisien variasi kesalahan estimasi (COV)

Y SEE

COV100* (II.31)

(21)

Koefisien variasi adalah untuk mengekspresikan kesalahan estimasi terhadap rata-rata harga. (Eckert, 1990). Tingkat penilaian yang baik untuk tanah kosong atau vacant landadalah COV < 10%. (IAAO, 2003)

Gambar

Gambar II.1 Model nonlinear sebuah neuron Rosenblatt (Fausett, 1994)
Gambar II.2 Arsitektur jaringan JST propagasi balik (Fausett, 1994)
Gambar II.3 Fase Propagasi Maju (Fausett, 1994)
Gambar II.4 Fase Propagasi Balik (Fausett, 1994)

Referensi

Dokumen terkait

Magnesium berperan dalam pertumbuhan tanaman untuk pembentukan klorofil dan sebagai aktivator penelitian Wulandari (2009) dan dolomit dengan dosis 17.5 ton efektif

Terbukti dari penurunan cemaran getah kuning pada aril (Tabel 1) dan kulit buah (Tabel 2) yang cukup tinggi pada perlakuan dosis kalsium 2 ton Ca ha -1 untuk sumber

(1) Keluaran/ Output: Layanan Dukungan Manajemen Satker 1.1 Jumlah penyelenggaraan Manajemen di Provinsi. (Keuangan dan

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan

Penentuan urutan kelas nilai tanah didasarkan pada kriteria jarak dari CBD, jarak dari jalan utama, kepadatan penduduk, jarak dari mata air, jarak dari goa dan kesesuaian

Indikasi lain yaitu bervariasinya debit air sungai, misalnya debit air Sungai Serayu yakni 19-113 liter/detik yang menunjukkan telah terjadi kerusakan lingkungan di

Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur dengan Pendekatan Dinamika Struktur Tegakan (Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan), [Tesis].. Bogor: Program

Metode regresi lebih ditujukan untuk merepresentasikan sistem yang linier dan memperhitungkan multikolinieritas, hasil prediksi dan penilaian tanah dengan menggunakan