• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pasar Modal

Pasar modal merupakan salah satu sarana yang efektif dalam mengerakkan

dana dari masyarakat untuk selanjutnya disalurkan pada kegiatan-kegiatan yang

produktif. Dana masyarakat yang masuk ke pasar modal merupakan dana jangka

panjang. Upaya pemerintah meningkatkan modal dalam perekonomian dapat

dilakukan melalui pasar modal. Masyarakat yang memiliki kelebihan dana, baik

masyarakat dalam negeri maupun masyarakat luar negeri, dapat menginvestasikan

uangnya melalui pasar modal. Pasar modal yang telah berkembang mimiliki peran

yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara.

Pembiayaan bagi suatu perusahaan dapat berasal dari dua sumber, yaitu

sumber internal dan sumber eksternal. Sumber pembiayaan internal diperoleh dari

setoran dana pemilik perusahaan dan sisa laba yang ditahan. Sementara itu,

sumber pembiayaan eksternal diperoleh melalui kredit perbankan dan dari

lembaga-lembaga pembiayaan lainnya, seperti pasar modal.

Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang terorganisasi di

mana efek-efek diperdagangkan (yang dikenal dengan bursa efek). Menurut UU No. 8 tahun 1995, “pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan

penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan

dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Efek yang dimaksud adalah surat berharga yang diterbitkan oleh

(2)

perusahaan, misalnya: surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,

obligasi, tanda bukti utang, bukti right (right issue), unit peyertaan kontrak, kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap turunan

(derivative) dari efek, seperti option, warrant, dan bukti right.

Menurut Rivai, et al. (2013:97-98) mengenai pasar modal, menyatakan bahwa keberadaan pasar modal memiliki banyak fungsi, yaitu:

1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) untuk dunia usaha

sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal;

2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya

diversifikasi;

3. Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi negara;

4. Penyebaran kepemilikan perusahaan ke dalam masyarakat umum;

5. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek;

6. Menciptakan lapangan kerja yang menarik;

7. Menciptakan likuiditas perdagangan efek;

8. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme serta mencptakan

iklim berusaha yang sehat.

Rivai, et al. (2013:98-99) juga membagi jenis-jenis pasar modal ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Pasar Perdana (Primary Market), merupakan pasar di mana emiten pertama kali memperdagangkan saham atau surat berharga lainnya untuk publik, yang

(3)

2. Pasar Sekunder (Secondary Market), merupakan pasar yang memperdagangkan efek setelah IPO, di mana perdagangan hanya terjadi

antarinvestor yang satu dengan investor lainnya, transaksi ini tidak lepas dari

fungsi bursa sebagai lembaga fasilitator perdagangan di pasar modal.

3. Bursa Paralel, merupakan pelengkap dari bursa efek yang ada. Tidak semua

efek yang diterbitkan oleh perusahaan menjual sahamnya kepada masyarakat

(go public) dapat menjual sahamnya di bursa efek, karena persyaratan untuk mendaftar di bursa efek cukup berat dan sangat ketat. Bursa Paralel

merupakan alternatif bagi perusahaan yang go public, memperjualbelikan efeknya jika tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.

2.1.2. Penawaran Saham Umum (Go Public)

Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten untuk menjual saham kepada masyarakat berdasarkan tata

cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Widjaja dan

Risnamanitis (2009) menyatakan bahwa penawaran umum tidak lain adalah

kegiatan emiten untuk menjual efek yang dikeluarkan kepada masyarakat, yang

diharapkan akan membelinya dengan demikian memberikan pemasukan dana

kepada emiten baik untuk mengembangkan usahanya, membayar hutang, atau

kegiatan lainnya yang diinginkan oleh emiten tersebut. Pada perusahaan yang go public status perusahaan dapat berubah di mana pada awalnya adalah perusahaan tertutup (tidak go public) menjadi perusahaan terbuka (go public). Pasar modal menjadi fasilitas perubahaan tersebut melalui instrumen hukum pasar modal.

(4)

Tabel 2.1

Perbedaan Perusahaan Go Public dan Tidak Go Public

No. Aspek Perusahaan Tidak

Go Public

Perusahaan Go Public

1.

Persyaratan pengungkapan

minimum (minimum disclosure

requirements)

Tidak mutlak Mutlak ditaati

2. Jumlah pemegang saham Biasanya terbatas Lebih dari 300

pemegang saham 3.

Kewajiban menyampaikan laporan (regular maupun insidentil)

Tidak mutlak Mutlak

4. Pemisahan antara pemilik dan

manajemen

Bukan merupakan kebutuhan mendesak

Merupakan kebutuhan

5. Pergantian kepemilikan Rendah Tinggi

6 Tindakan manajemen Tidak selalu menarik

perhatian masyarakat

Menjadi perhatian masyarakat Sumber: Widjaja dan Risnamanitis (2009)

Setiap manajemen perusahaan memliki pertombangan masing-masing

sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan penawaran umum

di pasar modal. Manajemen perusahaan umumnya mempertimbangkan beberapa

tujuan beberapa tujuan berikut untuk memilih alternatif pembiayaan melalui pasar

modal, yaitu:

1. Tujuan Nonfinansial

a) Meningkatkan profesionalisme;

b) Mengurangi pemilikan internal (untuk saham);

c) Pemasaran perusahaan;

d) Adanya akses (privilage) perseroan;

e) Meningkatkan kepercayaan berbagai pihak pada perseroan;

(5)

2. Tujuan Finansial

a) Meningkatkan modal perseroan (untuk emiten saham);

b) Untuk ekspansi;

c) Meningkatkan dana substansial perusahaan;

d) Meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan perusahaan;

e) Memperbaiki struktur keuangan perseroan;

f) Divestasi.

Setiap perusahaan yang melakukan penawaran umum juga mempunyai

konsekuensi atau akibat sebagai berikut:

1. Keharusan keterbukaan (full disclosure).

2. Keharusan menunjuk wali amanat yang akan mewakili kepentingan pemegang

obligasi.

3. Menyisihkan dana pelunasan obligasi (sinkingfund).

4. Kewajiban melunasi pinjaman pokok dan bunga obligasi dalam waktu yang

telah ditentukan oleh emiten dan wali amanat.

5. Keharusan mengikuti peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan.

6. Mengubah gaya manajemen perusahaan menjadi lebih formal.

7. Kewajiban membayar dividen.

8. Selalu berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan.

9. Memberitahukan kepada wali amanat setiap perubahan yang terjadi yang dapat

(6)

2.1.3. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)

Penawaran umum pedana (initial public offering) merupakan salah satu tahap yang harus dilalui oleh perusahaan dalam proses go public. Pengertian IPO menurut Mayo (2008:31) yaitu: “Firms, in addition to acquiring funds through private placements, may issue new securities and sell them to general public, usually through investments banker. If this sale is the first sale of common stock to the general public, it is referred to as an initial public offering (IPO)”. Hal ini berarti IPO adalah saat di mana perusahaan dalam memperoleh dana dengan cara

menerbitkan sekuritas baru dan menjualnya kepada publik melalui pasar modal

untuk pertama kalinya.

Harga saham pada pasar perdana ditetukan oleh penjamin emisi dan

perusahaan yang melakukan IPO (emiten). Selanjutnya surat berharga yang sudah

beredar akan diperdagangkan di bursa efek yang dinamakan pasar sekunder

(secondary market).

Untuk dapat melakukan listing di pasar modal, suatu perusahaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

sebelum diizinkan untuk menjual sahamnya di pasar modal, sebagaimana

tercantum dalam keputusan Menteri Keuangan RI nomor 859/KMK.01/1989

tentang emisi efek di bursa dan peraturan tentang pelaksanaan emisi dan

perdagangan saham yang tercantum dalam keputusan BAPEPAM

No.011/PM/1987. Persyaratan go public melalui bursa untuk emisi saham antara lain :

(7)

1. Perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas

2. Bertempat kedudukan di Indonesia

3. Mempunyai modal disetor penuh Rp 200.000.000,00

4. Dua tahun memperoleh keuntungan

5. Laporan keuangan dua tahun terakhir haus diperiksa oleh akuntan publik

dengan unqualified opinion

6. Khusus bank, selama tiga tahun terakhir harus memenuhi ketentuan; dua

tahun pertama harus tergolong cukup sehat dan satu tahun terakhir tergolong

sehat.

Menurut Samsul (2006:70) suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya

akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau IPO

membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan-tahapan tersebut

dikelompokkan menjadi lima tahapan, yaitu: rencana go public, persiapan go public, pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM, penawaran umum, dan kewajiban emiten setelah go public.

1. Rencana Go Public

Rencana go pulic membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan, seperti :

a. Rapat gabungan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan komisaris.

Rapat gabungan ini akan membahas alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan, penerbitan saham atau obligasi.

(8)

b. Kesiapan Mental Personel

Personel dari semua lapisan manajemen (termasuk pemegang saham

mayoritas) harus siap secara mental menghadapi perubahan atau

kejadian yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Banyak kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh emiten setelah perusahaan go public, seperti kewajiban melaporkan secara rutin atau insidentil atas suatu peristiwa

penting yang apabila tidak dilaksanakan emiten akan terkena sanksi

denda atau sanksi pidana.

c. Perbaikan Organisasi

Organisasi perusahaan yang ada sebelum go public harus disesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di pasar modal. Misalnya,

kewajiban mengelola perusahaan secara baik atau disebut good corporate governance yang tercermin dari kewajiban mengangkat komisaris independen, kewajiban membentuk komite audit, dan

kewajiban mengangkat corporate secretary. d. Perbaikan Sisem Informasi

Mengingat banyak kewajiban pelaporan yang harus dilaksanakan oleh

emiten, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, yang diminta oleh

BAPEPAM ataupun Bursa Efek, maka emiten harus memiliki sistem

informasi yang dapat diterbitkan setiap kali dibutuhkan. Perbaikan

sistem meliputi keberadaan sistem akuntansi keuangan yang mengacu

pada Standar Akuntansi Keuangan dari Ikatan Akuntan Indonesia,

(9)

efek seperti hasil kerja dari komite audit, dan sistem akuntansi

manajemen yang dapat menghitung laba ekonomis yang akan

digunakan sebagai dasar menentukan jumlah deviden tunai yang harus

dibagikan.

e. Perbaikan Aspek Hukum

Pada umumnya emiten berasal dari perusahaan keluarga walaupun

berbadan hukum perseroan terbatas. Go public berarti perseroan terbatas tertutup harus berubah menjadi perseroan terbatas terbuka (PT

Tbk.), status kepemilikan aset tetap dan aset bergerak harus jelas,

semua jenis aset yang ada dalam laporan keuangan yang telah diaudit

harus sudah atas nama perseroan, termasuk rekening yang ada di bank.

Semua perjanjian dengan pihak ketiga harus dilakukan secara tertulis

nota riil, tidak boleh secara lisan. Semua perizinan usaha yang

diwajibkan harus dipenuhi, dan yang belum ada izin harus segera

diupayakan. Semua perizinan usaha yang diwajibkan harus dipenuhi,

dan yang belum ada izin harus diupayakan. Semua kewajiban pajak

harus dipenuhi dan dibuktikan keabsahannya. Konsultan hukum akan

membantu perusahaan yang akan go public dari segi hukum sehingga sesuai dengan hukum yang berlaku.

f. Perbaikan Struktur Permodalan

Perbaikan struktur modal dengan cara pemegang saham menambah

modal sediri atau mengubah struktur modal pinjaman dengan beban

(10)

g. Persiapan Dokumen

Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi, semua dokumen yang

dibutuhkan oleh lembaga tersebut harus disediakan. Pihak yang terlibat

dalam proses go public adalah underwriter, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai (appraisal company). Dokumen yang dibutuhkan antara lain : laporan keuangan yang telah

diaudit, proyeksi laporan keuangan, bukti kepemilikan aktiva tetap dan

aktiva bergerak, anggaran dasar perseroan, perjanjian nota riil ataupun

yang dibawah tangan, polis asuransi, peraturan perusahaan, pajak-pajak,

perkara pengadilan, dan lain-lain.

2. Persiapan Menuju Go Public

Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti uraian sebelumnya, calon emiten akan menunjuk perusahaan penjamin emisi efek, akuntan publik,

notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai yang terdaftar di Bapepam.

Persiapan menuju go public meliputi :

a. Penunjukkan Lembaga Penunjang dan Lembaga Profesi

Penjamin emisi akan bertindak sebagai koordinator dalam

kegiatan-kegiatan berikut: Menentukan komitmen sesuai kondisi pasar,

rapat-rapat teknis, pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM, public expose

(11)

b. Due Diligence Meeting

Untuk memperoleh gambaran awal mengenai kekuatan pasar, emiten

memerlukan due diligence meeting yang dikoordinasikan oleh

underwriter, yaitu pertemuan antara emiten, underwriter, dan lembaga profesi lainnya di satu sisi dengan para pialang dan para analis

keuangan perusahaan serta investor kelembagaan di sisi lainnya.

c. Pernyataan Pendaftaran ke BAPEPAM

Pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan

kepada BAPEPAM oleh emiten dalam rangka penawaran umum atau

perusahaan publik.

d. Public Expose dan Road Show

Public expose dan road show merupakan upaya sendiri oleh emiten yang menjual saham dengan nilai kapitalisasi sangat besar sehingga

perlu mengundang calon investor.

3. Pelaksanaan Go Public

Kegiatan pelaksanaan go public meliputi: penyerahan dokumen ke BAPEPAM, tanggapan dari BAPEPAM, perbaikan dokumen pernyataan

pendaftaran, mini expose di BAPEPAM, penentuan harga perdana, sindikasi dan perjanjian penjaminan emisi.

4. Penawaran Umum

Kegiatan penawaran umum meliputi: distribusi prospektus, penyusunan

prospektus ringkas untuk diiklankan, penawaran, penjatahan, pengembalian dana,

(12)

Pada saat menjelang penwaran umum, calon emiten harus membagikan

prospektus melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh

underwriter sebelum penawaran resmi dilakukan. Prospektus adalah setiap informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar

pihak lain membeli efek. Calon investor harus berupaya untuk mendapatkan

prospektus itu dan mempelajarinya sebelum melakukan pesanan saham.

Prospektus berisikan antara lain: penawaran umum, tujuan penawaran umum,

penggunaan dana hasil emisi, informasi tentang perusahaan seperti sejarah,

organisasi, dan personalia, kegiatan usaha dan prospeknya, ikhtisar keuangan

perusahaan, modal sendiri sebelum dan sesudah penawaran umum, kebijakan

deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan publik, laporan penilaian

harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga penunjang emisi lainnya,

perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan pemesanan saham,

penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham.

Penawaran resmi efek melibatkan 5 (lima) tahapan, yaitu :

a. Periode penawaran (offering period)

adalah periode (minimal 3 hari kerja) dimulainya penawaran sekuritas.

b. Periode penjatahan (allotment period)

adalah periode (maksimal 6 hari kerja) akan dilakukannya pembagian

perolehan saham.

c. Periode pengembalian dana (refund period)

adalah periode tertentu (maksimal 4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan

(13)

akibat kelebihan pembayaran oleh calon investor berkaitan dengan penjatahan

saham.

d. Periode penyerahan saham (delivery period)

adalah 3 hari sebelum saham itu dicatatkan atau diperdagangkan di Bursa

Efek, saham tersebut sudah diterima oleh investor.

e. Periode pencatatan di bursa efek (listing date)

adalah suatu tanggal yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada

halaman depan prospektus yang menunjukkan hari pertama saham itu

diperdagangkan di bursa efek.

Setelah selesai melakukan penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya

saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia sampai perdagangan di pasar

sekunder dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa

penawaran umum, atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran umum

tersebut tergantung mana yang lebih dahulu.

Di BEI, proses pencatatan efek dimulai dari pengajuan permohonan

pencatatan ke bursa oleh emiten tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek

yang berlaku di BEI. Persyaratan untuk tiap efek berbeda, tetapi persyaratan

pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu antara lain mendapat pernyataan

efektif dari BAPEPAM atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

5. Kewajiban Emiten Setelah Go Public

Pemegang saham mayoritas atau pemilik lama sebagai pemegang saham

pendiri (founding stakeholder) harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemegang saham minoritas atau masyarakat dengan cara :

(14)

a. Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham di pasar;

b. Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor;

c. Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang mengandung

conflic of interest, misalnya transfer pricing, dan pinjaman tanpa bunga; d. Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short form report)

langsung ke alamat pemegang saham;

e. Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh

BAPEPAM/Bursa;

f. Menyampaikan laporan insidentil atas suatu peristiwa yang terjadi dan dapat

mempengaruhi harga saham di pasar.

2.1.4. Underpricing

Para investor tentu berupaya untuk memaksimalkan return yang ingin diperoleh dari penjualan saham pada saat melakukan investasi. Return merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang

dilakukannya. Return dapat bersumber dari yield (berdasarkan besarnya dividen saham yang diperoleh) dan capital gain (berdasarkan kenaikan/penurunan harga surat berharga).

Permasalahan yang sering terjadi pada saat penawaran umum perdana di

pasar modal adalah penentuan harga saham perdananya. Brealey, etal, (2006:392) memberikan penjelasan mengenai underpricing: “the costs of underpricing are hidden but nevertheless real. For IPOs they generally exceed all other issue costs. Whenever any company goes public, it’s very difficult to judge how much investors will be prepared to pay for the stock. Sometimes they misjudge

(15)

dramatically”. Hal tersebut berarti biaya dari underpricing sebenarnya tidak nampak namun tetap ada. Untuk perusahaan yang melakukan IPO umummnya

melebihi masalah biaya-biaya lainnya. Kapanpun perusahaan go public, sangat sulit untuk menilai berapa banyak biaya yang telah dipersiapkan para investor

untuk membeli saham. Di satu pihak pemegang saham lama tidak ingin

menawarkan saham baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor karena

investor tentu menginginkan return untuk memperoleh capital gain dari pembelian saham tersebut. Capitalgain (loss) sebagai komponen dari return yang merupakan kenaikan/penurunan harga surat berharga yang bisa memberikan

keuntungan/kerugian bagi investor. Capital gain bisa juga diartikan sebagai perubahan harga sekuritas (Tandelilin, 2010:102).

Perbedaan kepentingan yang terjadi, di mana emiten menginginkan dana

yang lebih besar dan investor menginginkan return akan mengakibatkan terjadinya underpricing. Selisih dari harga penawaran perdana dengan harga saham di pasar sekunder dinamakan initialreturn. Underpricing menggambarkan biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham

perusahaan pada harga yang menguntungkan (Brealey, et al, 2007:416).

Menurut Yolana dan Martani (2005), underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana

atau saat IPO. Selisih harga ini dikenal sebagai initial return (IR) atau positif

return bagi investor. Underpricing saham juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana efek yang dijual di bawah nilai likuidasinya atau nilai pasar yang

(16)

Ada tiga teori pokok yang menentukan underpricing, yaitu asimetri informasi, signaling hyphothesis, litigation risk. Teori-teori yang menjelaskan

underpricing :

1. Asimetri Informasi

Emiten, underwriter (penjamin emisi), masyarakat pemodal adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana pada saat terjadinya underpricing

karena adanya asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi. Model

Baron (1982) menganggap underwriter memiliki informasi lebih mengenai pasar modal, sedangkan emiten tidak memiliki informasi mengenai pasar modal. Oleh

karena itu, underwriter memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk membuat kesepakatan harga IPO yang maksimal, yaitu harga yang memperkecil resikonya

apabila saham tidak terjual semua. Karena emiten kurang memiliki informasi,

maka emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin

besar ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar

permintaan terhadap jasa underwriter dalam menetapkan harga. Sehingga

underwriter menawarkan harga perdana sahamnya dibawah harga ekuilibrium. Oleh karena itu akan menyebabkan tingkat underpricing semakin tinggi.

Menurut Rock dalam Junaeni dan Agustian (2013) bahwa untuk

menjelaskan informasi asimetris yang mengasumsikan investor dibedakan

menjadi: informed investor, yang mempunyai informasi sempurna tentang realisasi nilai dari penawaran saham baru dan uninformed investor, yang mempunyai harapan sama atas ketidakpastian nilai saham. Asumsi lain adalah

(17)

investor adalah uninformed investor, mempunyai informasi yang terbatas tentang prospek perusahaan baru dibandingkan issuer dan investment banker selaku penjamin emisi. Untuk mengkompensasi atas terbatasnya informasi tersebut,

uniformed investor hanya akan berpartisipasi dalam penawaran saham baru jika dijual dengan harga cukup rendah. Menurut Ritter dalam Junaeni dan Agustian

(2013) bahwa di pasar terdapat investor yang informed dan uniformed investor.

Informed investor hanya akan melakukan investasi pada penawaran-penawaran saham yang berpeluang sukses saja sedangkan uninformed investor secara acak membeli saham yang tersisa yang ditinggalkan oleh informed investor.

2. Signaling Theory

Signaling Theory yang dikemukakan oleh Leland dan Pyle dalam Junaeni dan Agustian (2013) menyatakan bahwa investor yang rasional akan

memperhitungkan bagian kepemilikan para pemilik lama atas saham menjadi

suatu signal berharga yang dapat mencerminkan nilai perusahaan. Penurunan

dalam proporsi kepemilikan saham dari pemilik lama yang ditunjukkan oleh

penawaran saham baru kepada investor luar adalah signal yang negatif.

Sebaliknya semakin tinggi persentase saham yang ditahan oleh pemilik lama,

merupakan signal positif bagi pasar. Signaling theory juga dikembangkan oleh Trueman dalam Junaeni dan Agustian (2013) yang memprediksi bahwa

peningkatkan capital expenditure (biaya modal) akan diikuti oleh reaksi harga saham positif. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manajemen mempunyai

motivasi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham melalui

(18)

meningkatkan biaya modal. Oleh karena itu, ketika perusahaan memutuskan

adanya kenaikan modal, maka investor merespon positif keputusan tersebut dan

merespon negatif jika ada keputusan penurunan biaya modal.

3. Litigation Risk

Mengutip Regulation hyphothesis menjelaskan bahwa peraturan pemerintah yang diberlakukan dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi antara

pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon pemodal (Ernyan dan

Husnan, 2002).

2.1.5. Faktor-faktor Underpricing

Fenomena underpricing dipengaruhi oleh beberapa faktor dan berikut akan dibahas beberapa faktor yang menjadi variabel dalam penelitian ini, yakni:

current ratio, ukuran perusahaan (firm size), financial leverage dan profitabilitas perusahaan (ROE).

1. CurrentRatio

Menurut Van Horne, etal. (2008:138), Current ratio is current assets divided by current liabilities. It shows a firm’s ability to cover its current liabilities with its current assets. Hampir serupa dengan pendapat Van Horne, menurut Rivai, et al. (2013:161), current ratio adalah salah satu rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Dari

pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa current ratio adalah sebuah rasio yang digunakan untuk menghitung kemampuan perusahaan dalam membayar

(19)

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya

sehingga memberikan pengaruh negatif terhadap underpricing. 2. Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Jogiyanto (2003:282) mengemukakan tentang ukuran aktiva bahwa ukuran

aktiva dipakai sebagai wakil pengukur (proxy) besarnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diketahui dari besarnya total asset perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran saham perdananya.

Perusahaan yang besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding

perusahaan yang lebih kecil.

Yolana dan Martani (2005) mengemukakan bahwa semakin besar aset

perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis

perusahaan yang lebih besar mempunyai tingkat kepastian (certainty) yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat

ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat

membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika investor

berinvestasi pada perusahaan tersebut. Investor tentunya akan lebih tertarik untuk

menawarkan modalnya pada perusahaan yang memiliki prospek baik dalam

jangka waktu yang relatif lama. Tingkat kepastian yang tinggi yang dimiliki

perusahaan karena besarnya ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap

underpricing.

3. FinancialLeverage

Menurut Van Horne, etal. (2008:140), Leverage (debt) ratios are ratios that show the extent to which the firm is financed by debt. Debt-to-total-assets ratio is

(20)

derived by dividing a firm’s total debt by its total assets. Mengutip pendapat Rivai, et al. (2013:162), bahwa rasio leverage menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh pihak luar, dengan kata lain proporsi pembiayaan hutang

untuk membiayai investasi perusahaan. Tingkat leverage menggambarkan tingkat risiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban

perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat

leverage yang dimiliki suatu perusahaan, semakin tinggi pula tingkat risiko yang dihadapi perusahaan, yang berarti semakin tinggi tingkat leverage perusahaan semakin tinggi pula faktor ketidakpastian akan perusahaan sehingga berpengaruh

positif terhadap underpricing. 4. Profitabilitas Perusahaan (ROE)

Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai

efektivitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan

memasukkan variabel ini dalam penelitian sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat underpricing.

Van Horne, etal. (2008:150), Profitability ratios are ratios that relate profits to sales and investment. Another summary measure of overall firm performance is return on equity. Return on equity (ROE) compares net profit after taxes (minus preferred stock dividends, if any) with the equity that shareholders have invested in the firm. Pernyataan serupa yang dikemukakan oleh Rivai, et al. (2013:162), bahwa rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba

dalam hitungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Rasio

(21)

berkaitan dengan harga saham maupun dividen yang akan diterima. Rasio ROE

mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang

saham perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi

ketidakpastian IPO sehingga berpengaruh negatif terhadap underpricing.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian adalah penelitian yang

dilakukan oleh Islam et al.(2010) yang berjudul “An Empirical Investigation of the Underpricing of Initial Public Offerings in the Chittagong Stock Exchange”.

Penelitian yang dilakukan dengan sampel 191 perusahaan yang melakukan IPO di

Chittagong Stock Exchange periode 1995-2005, menemukan bahwa umur dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan pada initial return. Sementara jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh secara

negatif terhadap initialreturn.

Penelitian terdahulu oleh Boubaker dan Mezhoud (2011) yang berjudul “Determinants of the Components of IPO Initial Returns: Paris Stock Exchange”.

Penelitian dengan sampel 143 perusahaan yang listing pada tahun 2006-2010 ini menemukan bahwa variabel offer price dan listing delay memiliki efek positif yang signifikan terhadap underpricing. Sedangkan market capitalization dan size ofthe memiliki efek negatif yang signifikan terhadap underpricing.

Jurnal Islam (2014) yang berjudul “An Empirical Investigation of Short runs IPO underpricing: Evidence from Dhaka Stock Exchange”. Penelitian dengan sampel perusahaan yang listing pada tahun 2003-2013 ini menemukan bahwa variabel

(22)

ownership retention dan method of issue memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel ukuran perusahaan dan offer timing

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap underpricing.

Penelitian Yolana dan Martani (2005) yang berjudul “Variabel-variabel

yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham perdana Di BEJ Tahun 1994-2001”. Sampel yang diolah pada penelitian ini adalah 131

emiten yang listing atau tercatat di BEJ dengan melakukan IPO pada tahun 1994-2001 dan mempunyai initial return yang positif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa nilai kurs, total aset, ROE dan jenis industri berpengaruh

positif signifikan terhadap underpricing. Pada penelitian ini, hanya reputasi penjamin emisi yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing.

Penelitian Isffatun dan Hatta (2010), “Analisis Penentu Harga Saham Saat IPO” yang dimuat dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 1 Vol. 15. Penelitian

yang dilakukan dengan sampel yang merupakan perusahaan-perusahaan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2000 – 2006, menemukan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi, variabel leverage menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap initial return. Sedangkan variabel reputasi auditor, reputasi

underwriter, umur perusahaan, dan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap

initial return.

Penelitian Wulandari (2011) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010)”. Penelitian yang menggunakan analisis regresi berganda ini menemukan

(23)

bahwa variabel financial leverage dan jumlah saham yang ditawarkan berpengaruh secara positif terhadap underpricing, sedangkan ROA, umur perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap

underpricing.

Penelitian Hapsari dan Mahfud (2012) yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana Di BEI Periode 2008-2010”. Penelitian dengan sampel 36 perusahaan

yang dipilih dengan metode purposive sampling ini menemukan bahwa variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, return on equity (ROE) dan ukuran perusahaan memiliki efek yang signifikan terhadap underpricing. Sedangkan

current ratio dan earning per share (EPS) tidak memiliki efek yang signifikan terhadap underpricing.

Penelitian Junaeni dan Agustian (2013) yang berjudul “Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering Di BEI”. Penelitian dengan sampel 26 perusahaan yang mengalami underpricing saat IPO di BEI periode 2006-2010 ini menemukan bahwa reputasi underwriter, financial leverage, proceeds, dan jenis industri memberikan pengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing

saham perusahaan. Sedangkan ketika pengujian secara parsial, didapat hasil hanya

(24)

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Nama/

Tahun Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 1. Islam et al.(2010) An Empirical Investigation of the Underpricing of Initial Public Offerings in the Chittagong Stock Exchange Dependen: underpricing Independen: 1. Umur perusahaan 2. Ukuran perusahaan 3. Jumlah saham yang ditawarkan 4. Jenis industri Regresi Linear Berganda 1. Umur Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan pada initialreturn. 2. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan pada initialreturn. 3. Jenis Industri berpengaruh secara negatif terhadap initial return. 4. Jumlah saham yang ditawarkan berpengaruh secara negatif terhadap initial return. 2. Boubaker dan Mezhoud (2011) Determinants of the Components of IPO Initial Returns: Paris Stock Exchange Dependen: underpricing Independen: 1. OfferPrice 2. Listing Delay 3. Kapitalisasi Pasar 4. Ukuran Perusahaan Regresi Linear Berganda 1. OfferPrice berpengaruh positif dan signifikan pada initialreturn. 2. Listingdelay berpengaruh positif dan signifikan pada initialreturn. 3. Kapitalisasi pasar berpengaruh secara negatif terhadap initial return. 4. Ukuran Perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap initial return.

(25)

Lanjutan Tabel 2.2

No Nama/

Tahun Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 3. Islam (2014) An Empirical Investigation of Short runs IPO underpricing: Evidence from Dhaka Stock Exchange Dependen: underpricing Independen: 1. Kapitalisasi pasar 2. Reputasi Underwriter 3. Oversub- scription Rate 4. Offersize 5. Float ownership retention 6. Methodof issue 7. Ukuran perusahaan 8. Offertiming Regresi Linier Berganda 1. Kapitalisasi pasar berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 2. Reputasi underwriter berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 3. Oversubscription rate berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 4. Offersize berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 5. FloatOwnership retention berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 6. Method of issue berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 7. Ukuran perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing. 8. OfferTiming berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing.

(26)

Lanjutan Tabel 2.2

No Nama/

Tahun Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 4. Yolana dan Martani (2005) Variabel-variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham perdana Di BEJ Tahun 1994-2001 Dependen: underpricing Independen: 1. Nilai kurs 2. Total asset 3. ROE, 4. Jenis industri 5. Reputasi penjamin emisi Regresi Linier Berganda 1. Nilai kurs berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 2. Total aset berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing. 3. ROE berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 4. Jenis industri berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing. 5. Reputasi penjamin emisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. 5. Isffatun dan Hatta (2010) Analisis Penentu Harga Saham Saat IPO Dependen: Underpricing Independen: 1. Leverage 2. Reputasi auditor 3. Reputasi underwriter 4. Umur perusahaan 5. ROE Regresi Linier Berganda 1. Leverage menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap initialreturn. 2. Reputasi auditor, tidak berpengaruh signifikan terhadap initialreturn. 3. Reputasi underwriter tidak berpengaruh signifikan terhadap initialreturn. 4. Umur perusahaan, tidak berpengaruh signifikan terhadap initialreturn. 5. ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap initialreturn.

(27)

Lanjutan Tabel 2.2

No Nama/

Tahun Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 6. Wulandari (2011) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010) Dependen: Underpricing Independen: 1. Financial Leverage 2. Jumlah saham yang ditawarkan 3. ROA 4. Umur perusahaan 5. Ukuran perusahaan Regresi Linier Berganda 1. Financial leverage berpengaruh secara positif signifikan terhadap underpricing,

2. Jumlah saham yang ditawarkan berpengaruh secara positif signifikan terhadap underpricing, 3. ROA berpengaruh secara negatif terhadap underpricing. 4. Umur perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap underpricing. 5. Ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap underpricing. 7. Hapsari dan Mahfud (2012) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana Di BEI Periode 2008-2010 Dependen: Underpricing Independen: 1. Reputasi underwriter 2. Reputasi auditor 3. Return on equity (ROE) 4. Ukuran perusahaan 5. Current ratio 6. Earning per share Regresi Linier Berganda 1. Reputasi underwriter

memiliki efek yang signifikan terhadap

underpricing.

2. Reputasi auditor memiliki efek yang signifikan terhadap underpricing. 3. Return on equity (ROE) memiliki efek yang signifikan terhadap underpricing. 4. Ukuran perusahaan memiliki efek yang signifikan terhadap

underpricing.

5. Current ratio tidak

memiliki efek yang signifikan terhadap

underpricing.

6. Earning per share

(EPS) tidak memiliki efek yang signifikan terhadap

(28)

underpricing. Lanjutan Tabel 2.2

No Nama/

Tahun Judul Penelitian Variabel

Teknik Analisis Data Hasil Penelitian 8. Junaeni dan Agustian (2013) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Melakukan Initial PublicOffering Di BEI Dependen: Underpricing Independen: 1. Reputasi underwriter 2. Financial leverage 3. Proceeds 4. Jenis industri Regresi Linier Berganda 1. Reputasi underwriter berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham. 2.Financialleverage tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham. 3.Proceeds tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham.

4.Jenis Industritidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham. 2.3 Kerangka Konseptual

2.3.1 Pengaruh Current Ratio terhadap Underpricing

Current ratio merupakan rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, yang menunjukkan likuiditas suatu perusahaan. Current ratio mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar

yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi current ratio suatu perusahaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

(29)

2.3.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar kecilnya

perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan. Dengan semakin

besar ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang

menaruh perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena

perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil. Kestabilan

tersebut menarik investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Kondisi

tersebut menjadi penyebab atas naiknya harga saham perusahaan di pasar modal.

Investor memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan besar. Ekspektasi

insvestor berupa perolehan dividen dari perusahaan tersebut. Peningkatan

permintaan saham perusahaan akan dapat memacu pada peningkatan harga saham

di pasar modal (Shofwatul, 2011).

2.3.3. Pengaruh Financial Leverage terhadap Underpricing

Tingkat leverage menggambarkan tingkat risiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban dengan total aktiva yang dimiliki

perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage suatu perusahaan, semakin tinggi pula tingkat faktor ketidakpastian akan perusahaan sehingga berpengaruh negatif

terhadap initialreturn (Sulistio, 2005). Hal ini juga didukung oleh Firth dan Smith dalam Trisnaningsih (2005) bahwa financial leverage merupakan tingkat kewajiban yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih

(30)

2.3.4 Pengaruh Profitabilitas (ROE) terhadap Underpricing

Return on equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE

mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Pertimbangan

memasukkan variabel ROE karena profitabilitas perusahaan memberikan

informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Dalam

penelitian ini, variabel profitabilitas yang diwakilkan dengan ROE diasumsikan

sebagai ekspektasi investor atas dana yang ditanamkan pada perusahaan yang

IPO. Semakin besar profitabilitas (ROE) maka investor akan tertarik membeli

atau mencari saham perusahaan IPO tersebut karena berharap dikemudian hari

akan mendapatkan pengembalian yang besar atas penyertaannya. Hal ini

memugkinkan naiknya harga penawaran saham yang diperdagangkan di pasar

sekunder yang disebabkan permintaan akan harga saham tersebut meningkat

(31)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah digambarkan, maka hipotesis

dari penelitian ini adalah current ratio, ukuran perusahaan (firm size), financial leverage dan profitabilitas perusahaan (ROE) secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham pada saat perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Current Ratio

Financial Leverage

Underpricing Ukuran Perusahaan

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka  Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Variabel tergantung berupa indikator pengelolaan obat dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) meliputi a) kesesuaian item obat yang tersedia dengan

Yohanes Tanorian Han Putra, terima kasih untuk cinta dan kasih sayang serta dukungan emosional yang telah diberikan selama ini, untuk segala bantuan yang

ditandai dengan pengkerdilan orientasi pembelajaran untuk menguasai keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung); (2) Metode pembelajaran yang lebih

batas wajar dalam pergaulan remaja, beberapa tahun lalu pernah terjadi tindakan bullying sehingga melibatkan orang tua siswa dan instansi terkait sehingga siswa yang

Yani Mega Mall Pontianak berdasarkan hasil audit energi awal, IKE energi listriknya adalah sebesar 331,48 kWh/m 2 tahun, dari kondisi tersebut melebihi standar IKE

Penyebab yang kedua yaitu masuknya benda-benda asing, seperti kapas lidai atau ranting-ranting pohon, bila masuk ke dalam meatus akustikus eksternus dapat menimbulkan cidera

Hal ini dimungkinkan karena pada susu afkir dapat meningkatkan konsumsi pakan dan memiliki palatabilitas tinggi sehingga pakan yang diberikan dengan tambahan

The objectives of the service are to support the PPP Unit operation in the formulation and implementation of the PPP Unit Business Plan, to provide advice on the