• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBORDINASI PEREMPUAN MELALUI KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL DALAM ADAT BATAK TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBORDINASI PEREMPUAN MELALUI KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL DALAM ADAT BATAK TOBA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

SUBORDINASI PEREMPUAN MELALUI KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL DALAM ADAT BATAK TOBA

(Studi Kasus terhadap Perempuan sebagai Orangtua Tunggal dalam Filosofi Dalihan Na Tolu pada Masyarakat Batak Toba)

Nora Evangeline Pasaribu 100904102

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Subordinasi Perempuan dalam Adat Batak Toba (Studi Kasus Terhadap Perempuan sebagai Orangtua Tunggal dalam Filosofi Dalihan Na Tolu Pada Masyarakat Batak Toba). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa-apa saja subordinasi yang terjadi pada perempuan sebagai orangtua tunggal serta ketidakseimbangan perlakuan terhadap perempuan yang bertolak belakang dengan “Dalihan Na Tolu”. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis sebagai sudut pandang peneliti, sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualitatif dalam bentuk studi kasus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Cultural Studies yaitu budaya yang dominan mempengaruhi budaya yang lain. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan secara intensif dan terus menerus sampai data yang didapatkan telah sesuai dengan tujuan penelitian dan penelitian kepustakaan (Library Research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan (RS,YS, SM, MP dan LM) sebagai orangtua tunggal tersubordinasi baik melalui komunikasi verbal maupun nonverbal dan subordinasi tersebut bertolak belakang dengan filosofi masyarakat Batak Toba. RS,YS,SM,MP dan LM adalah “boru” yang masyarakat Batak Toba meyakini bahwa perempuan ada di urutan kedua. Sementara kelima informan menurut “Dalihan Na Tolu” merupakan sumber kekuatan terhadap “Hula-Hula”. Pandangan masyarakat yang sudah terbiasa dengan subordinasi perempuan lebih kuat mempengaruhi sikap sehingga adanya subordinasi yang bertolak belakang dengan filosofi “Dalihan Na Tolu”.

Kata Kunci : Subordinasi, Komunikasi Verbal, Komunikasi Nonverbal, Orangtua Tunggal, Cultural studies

PENDAHULUAN Konteks Masalah

Perempuan merupakan kaum yang sering berada di urutan kedua dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat Batak. Masyarakat patrilineal khususnya dalam masyarakat “Batak Toba” menganggap bahwa anak laki-laki lebih berharga atau lebih tinggi kedudukannya dari pada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap sebagai pembawa keturunan ataupun penerus marga dari orangtuanya. Sebaliknya, anak perempuan nanti akan ikut dengan suami dan keturunan yang dilahirkannya akan mengikuti marga suaminya. Kedudukan perempuan sebagai orangtua tunggal menurut adat bertolak belakang pada kenyataan bahwa perempuan sebagai orang asing. Sehingga tidak berhak untuk mendapat apapun.

(2)

2

Namun di dalam adat jika isteri tidak menikah lagi, maka isteri dapat memiliki harta yang diperoleh selama ada ikatan perkawinan (harta bersama).

Pernikahan pada suku Batak bukan masalah perseorangan, tetapi masalah keluarga. Bila seseorang menikah dengan orang lain, bukan saja dia yang mengikat tali kekerabatan dengan keluarga istri atau suaminya, tetapi terbentuklah jaringan-jaringan kekerabatan atau jaringan kekeluargaan yang baru. Kalau ikatan kekerabatan sudah ada atau sudah erat sebelumnya, maka pernikahan itu berarti memperbaharui dan memperkuat ikatan yang sudah ada. Tetapi jika diantara mempelai itu tidak terdapat hubungan kekeluargaan atau kekerabatan sebelumnya, maka pernikahan mereka akan membentuk suatu jaringan kekerabatan atau jaringan kekeluargaan yang baru (Tambun, 2004: 56). Masyarakat Batak Toba memiliki filosofi yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak yaitu “Dalihan Na Tolu”. Filosofi “Dalihan Na Tolu” ini menunjukkan solidaritas persatuan dan sikap saling hormat menghormati diantara sesama manusia. Dalam adat Batak, “Dalihan Na Tolu” ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga hal tersebut yaitu, Pertama, “Somba Marhulahula/samba” Hormat kepada keluarga pihak Istri. Kedua, “Elek Marboru” sikap membujuk/mengayomi perempuan. Ketiga, “Manat Mardongan Tubu” bersikap hati-hati atau saling menghormati kepada teman semarga (Rajamarpodang : 1992).

Penelitian ini berangkat dari adanya ketidakseimbangan antara kenyataan yang terjadi dan bertolak belakang dari filosofi “Dalihan Na Tolu” pedoman dasar suku Batak terhadap perempuan yang sudah tidak memiliki suami ataupun yang sama sekali tidak memiliki suami tetapi memiliki anak didalam budaya Batak Toba. Dari ketidakseimbangan inilah terdapat subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal. Perempuan seringkali disubordinasikan oleh lingkungan. Penelitian ini ingin mengetahui apa sajakah bentuk-bentuk subordinasi yang terdapat pada prempuan sebagai orangtua tunggal. Penelitian ini akan membahas bagaimana peran perempuan di dalam adat Batak serta bagaimana ketidakseimbangan “Dalihan Na Tolu” yang salah diartikan oleh masyarakat Batak Toba.

Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan sebelumnya, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana bentuk-bentuk subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal dalam filosofi Dalihan Na Tolu?”.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal melalui komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal dalam adat Batak Toba.

2. Untuk mengetahui bagaimana peran perempuan sebagai orangtua tunggal di dalam adat Batak Toba.

3. Untuk mengetahui bagaimana ketidakseimbangan perlakuan perempuan yang bertolak belakang dengan “Dalihan Na Tolu”.

(3)

3 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan pembuktian terhadap beberapa teori yang membahas tentang subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai budaya adat Batak Toba, dan penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi kalangan mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa suku Batak. Penelitian ini juga diharapkan dapat disumbangkan untuk memperluas wawasan serta berguna bagi mahasiswa.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan masyarakat Batak Toba serta merubah pandangan masyarakat dalam memperlakukan perempuan sebagai orangtua tunggal.

KAJIAN PUSTAKA Paradigma Kajian

Paradigma Kualitatif merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci. Sedangkan Wimmer & Dominick (Kriyantono, 2006: 48) menyebut pendekatan dengan paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. Metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma kritis. Paradigma kritis menurut Guba dan Lincoln, critical paradigm menilai ilmu sosial sebagai proses yang kritis berusaha mengungkap the real structures (dalam Kriyantono, 2006: 48).

Komunikasi

Menurut Louis Forsdale (dalam Muhammad,2007:2) komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Tubbs dan Moss mendefenisikan komunikasi sebagai proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Menurut Koentjaraningrat, komunikasi tidak hanya sekedar pertukaran pesan, namun juga mengenai bagaimana cara mereka dalam proses pertukaran pesan tersebut, serta kebiasaan-kebiasaan manusia dalam berkomunikasi.

Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata mereka menggunakan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam Komunikasi verbal, bahasa sangat memegang peranan penting (dalam Hadjana, 2003:32).

(4)

4 Komunikasi Nonverbal

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulayana, 2007 : 343), mengemukakan Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.

Teori Cultural Studies (Kajian Budaya)

Kajian budaya (West, 2008:63) adalah perspektif teoritis yang berfokus bagaimana budaya dipengaruhi oleh budaya yang kuat dan dominan. Tidak seperti beberapa tradisi teoritis lainnya, kajian budaya tidak merujuk pada doktrin tunggal mengenai perilaku manusia.

Gender

Gender didefenisikan sebagai perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial. Identitas Gender merujuk pada cara budaya tertentu dalam membedakan peranan masukluin dan feminim. Budaya berpengaruh pada apa yang membentuk keindahan gender dan bagaimana hal itu ditampilkan diantara budaya (Kisni, 2003:253).

Subordinasi terhadap Perempuan

Subordinasi menurut KBBI edisi ketiga adalah kedudukan bawahan, pengertian subordinasi yaitu suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.Subordinasi terhadap perempuan merupakan pandangan yang memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki. Perempuan dianggap kurang mampu, sehingga diberikan tugas yang mudah dan ringan.

Pandangan ini membuat perempuan sebagai pembantu, sosok bayangan dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi. Bagi laki-laki, pandangan ini menyebabkan mereka sah untuk tidak memberi kesempatan perempuan muncul sebagai pribadi utuh. Laki-laki berfikir perempuan tidak mampu berfikir seperti ukuran mereka (Muniarti, 2004:23).

Perempuan Sebagai Orangtua Tunggal

Perempuan menurut KKBI edisi ketiga artinya orang (manusia) yg mempunyai alat reproduksi, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.Perempuan dalam konteks gender didefenisikan sebagai sifat yang melekat pada seseorang untuk menjadi feminim. Sedangkan perempuan dalam pengertian sex merupakan salah satu jenis kelamin yang ditandai oleh alat reproduksi berupa rahim, sel telur, dan payudara sehingga perempuan dapat hamil, melahirkan dan menyusui (Mosse, 2000:2). Orangtua tunggal dapat disebabkan beberapa hal antara lain adalah : (1) Perceraian, (2) Kematian, (3) Kehamilan diluar nikah, (4) Bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah, kemudian mengadopsi anak orang lain.

(5)

5 Adat Batak Toba

Suku Batak adalah suku murni sejati atau suku asli, sesuai dengan yang terdapat pada “Mithologi Siboru Deakparujar” yaitu “Batakna” yang artinya “Mulana” atau “Mulanya”.

Dalihan Na Tolu

“Dalihan Na Tolu” berasal dari kata “Dalihan” yang artinya tungku yang dibuat dari batu, “Na” artinya yang dan “Tolu” artinya tiga. Jadi “Dalihan Na Tolu” berarti Tiga Tiang Tungku. Tungku merupakan tempat untuk memasak dengan menggunakan batu dan tungku tersebut terdiri dari tiga batu.

Perempuan Sebagai Orangtua Tunggal dalam “Dalihan Na Tolu”

Seorang perempuan Batak akan menikah dengan laki-laki di luar kelompok kekerabatannya, artinya laki-laki dari marga lain akan memperisterikan dan perempuan itu akan menjadi bagian dari marga suaminya. Ketika telah menikah,perempuan akan menjadi hak dari keluarga suaminya karena keluaraga suaminya telah membayar mas kawin dalam bahasa batak disebut “sinamot” kepada keluarga perempuan sebagai simbol untuk “menghargai” perempuan yanga akan dijadikan isteri. Posisi perempuan itu dalam “Dalihan Na Tolu” juga telah berkembang setelah ia menikah, kalau dulu sewaktu belum menikah ia hanya menjadi “Boru” dalam “Dalihan Na Tolu” tetapi sekarang ia bisa menjadi “Hula-hula” lebih dipandang karena adanya peran suaminya sebagai laki-laki. Model Teoritik

- Teori Kajian Budaya (Cultural Studies) - Gender

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkan atau dihubungkan satu dengan lainnya (dalam hal lebih dari

Perempuan Sebagai Orangtua Tunggal karena

Kematian Budaya Adat

Batak Toba

Perempuan Sebagai Orangtua Tunggal karena

Cerai Hidup

Bentuk-Bentuk subordinasi Perempuan Perempuan Sebagai

Orangtua Tunggal yang Tidak Memiliki Suami

(Hamil tanpa pernikahan)

(6)

6

satu kasus), dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan kontekstual (Pawito,2007:141).

Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif menjelaskan apa yang menjadi sasaran penelitian yang secara konkret tergambar dalam fokus masalah penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal.

Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah perempuan sebagai orangtua tunggal yang cerai karena kematian, cerai hidup serta perempuan sebagai orangtua tunggal tanpa memiliki suami.

Kerangka Analisis

Unit Analisis dari penelitian ini adalah budaya. Budaya dipandang sebagai ranah ideal, spiritual, dan nonmaterial. dipahami sebagai suatu bidang bermotif keyakinan, nilai-nilai, simbol, tanda-tanda, dan wacana (Smith, 2008 : 2).

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi melalui informan dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Studi Kepustakaan

2. Wawancara Mendalam (in-depth interview) 3. Observasi

Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Triangulasi

2. Ketekunan Pengamatan Teknik Analisis Data

Peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Peneliti melakukan redukasi data.

2. Melakukan penyajian data.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi PEMBAHASAN

Wawancara pertama yang dilakukan terhadap informan yaitu ibu RS. RS merupakan perempuan sebagai orangtua tunggal karena kematian. RS sudah menjalani hidup sebagai orangtua tunggal sejak tahun 2011, suami RS meninggal karena penyakit jantung. Setelah meninggal RS tidak menikah lagi sampai saat ini. Sejak saat itu RS menjadi orangtua tunggal dan menanggung beban yang cukup berat dengan diri sendiri, anak, dan orang sekitarnya. Pandangan negatif orang sekitar muncul satu persatu, bukan hanya itu saja bahkan RS harus menjaga sikap ketika berbicara dengan lawan jenisnya. Keluarga dari suami yang awalnya

(7)

7

tidak peduli sekarang malah semakin tidak peduli dengan keberadaan RS, padahal di adat DS merupakan hula-hula bagi keluarga sihombing.

Subordinasi di dalam adat bukanlah hal yang buruk bagi RS, karena RS berpendapat bahwa penyubordinasian di adat batak memiliki tujuan yang jelas. Dimana di dalam adat batak mengutamakan laki-laki karena laki-laki lebih dapat menstabilkan emosi dibanding perempuan. Hal ini di kemukakan RS karena RS merasa perempuan lebih mudah emosi dan labil, bukan hanya itu saja tetapi saat manusia diciptakanpun berjenis kelamin laki-laki. Itu alasan yang membuat RS merasa subordinasi yang terjadi di adat adalah baik adanya.

Informan kedua yang bernama YS, kehilangan suami akibat penyakit jantung. Tertutupnya suami membuat YS terkejut akan kematian suaminya, komunikasi yang mereka jalin cukup lancar akan tetapi ada beberapa hal yang ditutupi oleh suami YS. Bapak samosir meninggalkan harta yang lumayan banyak agar YS dan anak-anak dapat melanjutkan hidup dengan baik. Hal ini ternyata bertolak belakang dengan keinginan bapak samosir. Hidup yang dijalani YS dan anak-anaknya berubah drastis, mereka sangat terpukul dengan kepergian kepala keluarga mereka. YS mengaku awalnya tidak begitu paham tentang adat tetapi setelah ia menikah, ia lumayan mengetahui bagaimana adat Batak Toba. YS merasa subordinasi yang dirasakan di tengah keluarga suami karena sikap tegasnya. Saat suami masih hidup YS tegas dengan keputusannya, jika ia maka akan tetap ia dan sebaliknya.

Peneliti menganggap cerita YS seutuhnya adalah kebenaran karena cerita YS sesuai dengan cerita beberapa tetangga YS di lingkungannya dulu. Bahkan banyak dari tetangga YS mengakui bahwa keluarga dari bapak samosir sangat gila dengan kekuasaan dan harta. Subordinasi yang dia rasakan bukan hanya saat menjadi janda, bahkan saat belum menjadi janda YS sudah merasakan.

SM adalah informan ke-3 karena cerai hidup, dua kali menjalani pernikahan dan keduanya gagal karena pihak ketiga. SM yang merupakan orangtua tunggal hanya memiliki tujuan yaitu membesarkan anaknya. Menurut SM hidup sebagai seorang janda merupakan hal yang sulit pandangan negatif selalu muncul dari orang sekitar, akan tetapi semenjak SM pindah ke Simpang Selayang dia begitu menjaga sikapnya. Setelah menjadi “janda” SM merasa ia harus memulai lagi hidup dari awal. SM membesarkan anak, SM mengajarkan adat karena SM merasa jika kita tidak tahu adat maka kita tidak akan punya saudara. Bagi SM adat dapat menyatukan kita yang semarga tetapi tidak mengenal. Akan tetapi, saat SM di tanya mengenai “Dalihan Na Tolu”, SM tidak tahu tentang “Dalihan Na Tolu”. SM hanya tahu jika dia tau menyambungkan marganya atau jika bertemu dengan teman semarga maka ia memiliki saudara bahkan jika ia berada di ujung dunia sekalipun. SM hanya “janda” cerai hidup karena masih berfikir pendek tanpa mengetahui jalan apa yang harus ia ambil dan dia tidak mau tetap di jalan yang sama, dia berusaha untuk merubah hidupnya.

Informan peneliti yang keempat ini berinisial MP, ibu satu orang anak ini tidak pernah memiliki suami. MP hamil diluar nikah saat dia duduk di bangku SMA, MP mengalami hari-hari tersulitnya saat mengandung US. Awalnya MP tidak ingin menceritakan pahit hidup yang dijalaninya, bahkan dia tidak ingin orang tahu tentang hidupnya. Tetapi akhirnya MP mau juga menceritakan tentang

(8)

8

hidupnya dan keberadaannya yang sekarang kepada peneliti. MP mengaku dia sempat tidak menyukai anaknya, anaknya begitu mirip dengan ayahnya dan anak yang dibesarkannya dengan susah payah ternyata bandal. Akan tetapi, anak tetaplah anak. MP dari awal sudah menjadi orangtua tunggal, dia tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang suami. MP dimarginalkan oleh lingkungan pada awalnya, tetapi waktupun berlalu dan US sudah besar, sehingga MP tidak begitu disingkirkan oleh masyarakat. Begitu juga dengan bentuk subordinasi yang dia jalani, pendapat MP sekarang di dengar sekalipun karena pendapat orangtua. MP menegaskan bahwa adat lah yang membentuk sistem kekerabatan pada masyarakat batak. Tetapi menurut MP tidak semua orang yang tahu adat memperlakukan hal yang sama.

LM merupakan informan terakhir peneliti, informan yang satu ini sangat berbeda dengan informan yang sebelumnya. LM mendapatkan perhatian lebih setelah suaminya meninggal, LM merasa bahwa janda tidak selamanya terkucilkan. Memang dapat dikatakan mendapat keluarga seperti ini sangat jarang, keluarga suami masih peduli dengan menantu mereka. Meskipun demikian LM tetap saja merasa sedih kehilangan suaminya. Keluarga sangat berpengaruh dikehidupan LM, keluarga suami yang tidak membedakan LM bahkan sudah menganggap LM sebagai anak dan bagian dari keluarga mereka. Disisi lain, hal yang sama pun terlihat dari keluarga LM sendiri yang memberikan perhatian juga. LM merasa pantas mendapatkan semua perhatian dari keluarganya karena LM tidak pernah bersikap buruk. LM sangat menghormati keluarganya, LM menganggap mertuanya sama dengan orangtua sendiri sehingga LM sangat menyayangi dan menghormati mertuanya. LM merasa tidak ada penomor duaaan di kehidupannya.menurut LM menjadi seorang perempuan tidak selamanya harus tersubordinasi.

Saat peneliti bertanya kepada LM bagaimana tentang subordinasi di adat batak, LM menjawab memang ada suordinasi di adat batak tetapi kembali lagi bagaimana pandangan orang menanggapinya.Sekalipun LM berpendapat demikian, LM tetap mengakui adanya subordinasi di kalangan batak. Perempuan yang sudah menjadi janda memiliki hidup yang sulit, jika perempuan dekat dengan laki - laki masyarakat pasti menganggap perempuan murahan, tidak memperdulikan anak. LM menganggap sikap tersebut bertolak belakang dengan “Dalihan Na Tolu”. Perempuan harus dihargai sekalipun harta, kekuasaan, milik laki–laki. Tetapi kembali lagi, LM menganggap itu semua teradi karena masyarakat terbiasa dengan pola pikir yang mengatakan bahwa perempuan tidak layak untuk diutamakan dank arena menganut sistem patrilineal.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Bentuk-bentuk subordinasi yang terjadi pada informan peneliti adalah beragam. RS dan YS memiliki banyak kesamaan, subordinasi yang mereka rasakan yaitu RS dan YS tidak dihargai oleh keluarga pihak laki-laki. RS dan YS dimarginalkan, sebagai “boru” di dalam adat RS dan YS tidak dapat ikut berpendapat dan hanya berada di dapur. Anak laki-laki sebagai pengganti ayah, subordinasi ini jelas dirasakan RS dan YS. Sekalipun anak, tetapi

(9)

9

peneliti melihat adanya ketidaseimbangan gender yaitu dimana laki-laki lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan. Sementara SM tidak diadati, peneliti melihat bahwa SM tidaklah berharga dan SM tidak banyak mengetahui tentang adat. Bahkan SM tidak tahu sama sekali tentang filosofi “Dalihan Na Tolu”. Selanjutnya, subordinasi yang dirasakan MP yaitu pendapat MP tidak dianggap saat awal menjadi orangtua tunggal, tidak dihargai karena suami yang membuat perempuan berharga. Bukan hanya tersubordinasi bahkan MP termarginalkan oleh oranglain dan keluarga sendiri. Informan terakhir adalah LM, peneliti melihat tidak ada subordinasi yang LM rasakan selama menjadi orangtua tunggal. Akan tetapi, peneliti melihat adanya kesamaan dari kelima informan. RS, YS, SM, MP, LM mendapat pandangan negatif dari lingkungan ketika mereka salah bersikap dengan lawan jenisnya. Ini merupakan subordinasi yang sangat jelas dilihat peneliti, dimana ketika “janda” berbicara dengan lawan jenis maka masyarakat spontan berfikiran negatif. Perempuan sebagai orangtua tunggal cendrung di nilai negatif di banding laki-laki sebagai orangtua tunggal.

2. Peran perempuan sebagai orangtua tunggal yaitu RS, YS, SM, MP, dan LM harus menjadi ibu dan ayah bagi anaknya, serta menafkahi anaknya sendiri. Hal ini merupakan beban ganda bagi kelima informan. Sekalipun demikian mereka tetap menjadi “boru” di dalam adat, peneliti melihat bahwa tidak begitu banyak yang berubah dari perubahan status RS, YS, SM, MP dan LM. 3. Peneliti melihat adanya ketidakadilan yang terjadi pada perempuan sebagai

orangtua tunggal karena adanya pengaruh dari persepsi dan kebiasaan masyarakat Batak Toba yang sudah tertanam sejak dulu. Peneliti melihat bahwa “Dalihan Na Tolu” memiliki tujuan untuk tetap menyatukan suku Batak Toba dan menyeimbangkan antara perempuan dan laki-laki. Sementara dari perlakuan masyarakat yang mensubordinasikan perempuan tersebut justru membuat suku Batak Toba menjadi tidak seimbang. Ketidakadilan gender yang dirasakan perempuan akan membuat ketidakseimbangan yang terus menerus antara filosofi “Dalihan Na Tolu” dan pandangan masyarakat Batak Toba terhadap subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal. Selain itu, peneliti melihat ketidakseimbangan “Dalihan Na Tolu” terhadap sikap masyarakat batak yaitu karena adanya perbedaan sikap. RS, YS merasakan ketidakseimbangan karena sikap tegas mereka yang dianggap tidak menghormati keluarga pihak suami, sementara LM mendapatkan keseimbangan karena rasa hormatnya terhadap mertuanya. Sikap tegas dari seorang perempuan terhadap “hula-hula” dan orang yang dihormati di adat justru dianggap tidak baik . Sehingga, hubungan interaksi yang tidak baik juga mempengaruhi ketidakseimbangan “Dalihan Na Tolu” dan pandangan masyarakat Batak Toba.

Saran

1. Saran penelitian, penelitian sebaiknya dapat merubah pandangan tentang subordinasi perempuan Batak dan melalui penelitian ini masyarakat dapat merubah sikap untuk tidak mensubordinasikan perempuan. Peneliti harus

(10)

10

dapat merasakan yang dirasakan informan, agar lebih mudah dalam mencari informasi serta bisa mengerti apa yang dijelaskan informan.

2. Saran akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru untuk lebih mengetahui tentang bagaimana perempuan sebagai orangtua tunggal di masyarakat Batak Toba.

3. Saran praktis, menjadi perempuan sebagai orangtua tunggal bukanlah hal yang mudah. Masyarakat hendaknya lebih menghargai dan menghilangkan subordinasi dikalangan masyarakat Batak Toba. Subordinasi dalam masyarakat batak sangat bertentangan dengan filosofi orang batak sehingga masyarakat batak harus mengetahui jelas apa itu “Dalihan Na Tolu”. Bukan hanya Batak Toba bahakan seluruh masyarakat batak. “Dalihan Na Tolu” ada pada seluruh suku batak, Batak Toba dan batak mandailing dengan nama “Dalihan Na Tolu”. Batak karo dengan nama “Rakut Sitelu”, Batak simalungun dengan nama “Tolu Sahundulan”, dan terakhir batak pakpak dengan nama “Delikken Sitellu”.

Daftar Refrensi

Hadjana, Agus M. 2003. Komunikasi Interprsonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius

Kriyantono, Rahmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mosse, Julia Cleves 2000. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Murniati, Nunuk A. 2004. Getar Gender. Magelang : Indonesia Tera

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LKIS

Rajamarpodang, D.J. Gultom. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Medan : CV. Media Sarana

Samovar, Larry A dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta : Salemba Humanika. Senjaya, Sasa Djuarsa. 2007. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka

Setiadi, Elly M , dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Prenenda Media Tambun, R. 2004. Hukum Adat Dalihan Na Tolu. Medan : Mitra

West, Richard & Lynn H. Turnner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika

Sumber Lain :

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu melalui KJP untuk belanja penggunaan yang tidak secara nyata dibutuhkan oleh Peserta Didik.

Jika diketahui ukuran logical address adalah 16-bit dengan page size sebesar 256 Byte, maka tentukanlah alamat pemetaan page number tersebut pada memori utama jika pasangan

PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo, Tbk, y.ang b€ftedudukan di Kdta Tangerang, derigan ini mengumunkan bahwa pihaknya bermaksud untuk mengambilalih 100% saham-saham yang

[r]

8 Mardianto, ( 2012), Psikologi Pendidikan , Medan: Perdana Publising, hal.193.. mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses

It covers political education, social education, local cultural wisdom (through Kiai Kanjeng), religious education, critical character building, and civic education, 50 as

Dari studi yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) pengambilan data detail situasi tidak hanya mengambil batas-batas atap dari setiap

Processed spectra (smoothing +Savitzky-Golay derivation) of coffee blend (Luwak- Arabica) with different content of adulterant (Arabica) in the range of 200-450