• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pemukiman di Sekitar Masjid Pathok Negoro Mlangi dan Plosokuning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pola Pemukiman di Sekitar Masjid Pathok Negoro Mlangi dan Plosokuning"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.1.1. Batas Keistimewaan Wilayah Yogyakarta

Yogyakarta berada di wilayah Jawa Tengah, yang memiliki sejarah cukup panjang. Awal mula terbentuknya Kasultanan Yogyakarta adanya invasi pihak Belanda yang melihat peluang untuk memisahkan kedaulatan Mataram Islam yang saat itu terjadi sengketa antara Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi. Dengan adanya sengketa yang memisahkan kekuatan pribumi, pihak Belanda selalu ada diantara pertikaian dengan dalih politik kerjasama dan demi mencapai kedamaian di bumi Mataram. Maka Belanda mengusulkan adanya perjanjian yang memisahkan daerah kekuasaan untuk dua bersaudara tersebut, maka disepakatilahadanya perjanjian Giyanti yang saat itu diwakili oleh Nicolaas Harthingh dari pihak Belanda, dan Pangeran Mangkubumi dari pihak Kerajaan Mataram.

Gambar 1. 1. Surat perjanjian Giyanti Sumber: wikipedia.com [diakses 25/05/2014]

(2)

Setelah adanya perjanjian Giyanti yang disepakati pada tahun 1755 maka kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Yogyakarta sendiri terbagi menjadi beberapa wilayah kekuasaan berdasarkan catatan yang ada dalam Babad Yogyakarta cakupan wilayah Yogyakarta dibagi menjadi tigabagian wilayah, yaitu1: Nagari Ngayogyakarta (wilayah ibukota), NagaraAgung (wilayah utama), dan Manca Nagara (wilayah luar).Keseluruhan wilayah Nagari Ngayogyakarta dan wilayah Nagara Agung memiliki luas 53.000 karya (sekitar 309,864500 km²), dan keseluruhan wilayah Manca Nagara memiliki luas 33.950 karya (sekitar 198,488675 km²).

Selain itu, masih terdapat tambahan wilayah dari Danurejo I di Banyumas, seluas 1.600 karya (sekitar 9,3544 km persegi). 2

Gambar 1. 2. Kerajaan Mataram 1757 pasca Perjanjian Giyanti 1755 Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Babad_Giyanti[diakses 05/08/2014],

digambar ulang oleh penulis, 2014

Menurut Babad Tanah Jawi (Bab.11, Hal.55) batas wilayah Kasultanan Yogyakarta pasca Perjanjian Giyanti yaitu:

1

Babad Tanah Jawi, digubah oleh L. VAN RIJCKEVORSELBab.11, H.55 2

L. Van Rijckevorsel dan R.D.S. Hadiwidjana. 1925. Babad tanah Djawi.Den haag: Welterfredden

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 13

(3)

1. Negara(wilayah ibukota): Yogyakarta

2. Negara Gung(wilayah sebelah kanan dan kiri Negara):

• Mataram = Yogyakarta

• Pajang = Surakarta sebelah selatan dan barat

• Sukawati = Surakarta sebelah utara dan timur

• Bagelen

• Kedhu

• Bumi Gedhe = Surakarta sebelah utara dan barat

3. Manca Negara: yaitu Banyumas, Madiun, Kediri, Surabaya sebelag selatan barat, Rembang sebelahselatan timur, Grobogan dan sedikit tanah kecil-kecil lainnya

Sejak saat itu Yogyakarta menjadi daerah keistimewaan hingga saat ini. Sejarah yang panjang masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I sampai Sultan Hamengku Buwono X membuat reformasi dalam tatanan sosial dan ekonomi. Kebudayaan yang turun temurun tetap dilaksanakan hingga saat ini tertulis dalam Babad Mataram dan Babad Yogyakarta baik tata cara pemilihan dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Sultan yang berkuasa pada masa itu.Dengan adanya kedaulatan yang terpisah maka kependudukan dan sistem masyarakatnya berbeda dengan masa pemerintahan Mataram Islam.

Yogyakarta mempunyai ciri khas tersendiri baik dalam karakter kota maupun masyarakatnya. Masyarakat Yogyakarta sendiri terdiri dari mayoritas suku Jawa yang kental akan pengaruh kebudayaan Hindu. Jauh sebelum Islam masuk, agama Hindu yang datang dari negri Hindustan atau sering disebut India menyebar kemudian menerapkan beberapa prinsip-prinsip keyakinan terhadap masyarakat Yogyakarta kala itu. Mereka mengenalkan spiritual dalam bekerja, bermasyarakat serta berkeluarga sehingga dari semangat spiritual yang diterapkan mereka membentuk suatu wadah untuk beraktivitas secara khusus yang terdiri dari ruang sakral dan ruang-ruang ritual. Ruang-ruang tersebut merupakan ruang sakral yang

(4)

sering kita kenal dengan sebutan candi. Banyak peninggalan kebudayaan Hindu berupa candi-candi di Yogyakarta yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Sampai akhirnya ajaran Budha masuk membentuk pola-pola ruang sakral yang hampir sama dengan ajaran Hindu yang membagi tingkat kesakralan menjadi tiga yaitu, kamadatu, rupadatu, arupadatu. Sedang dalam Hindu lebih dikenal dengan burloka, swarloka, buwarloka.

Islam masuk Yogyakarta pada abad 15 hal-hal yang berkaitan dengan bentuk manifestasi ruang sakral Hindu-Budha tidak lagi dilakukan dengan ritual-ritual khusus akan tetapi mereka berintegrasi dengan ajaran Islamdengan tidak serta merta membuang unsur-unsur spiritual yang ada sebelumnya dan mengadaptasikannya ke dalam ajaran-ajaran Islam. Seperti kegiatan sodakohan atau sedekahan yang biasanya dilakukan masyarakat Jawa kuno sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan tetap dilaksanakan hingga sekarang. Contoh yang paling dekat dengan keseharian masyarakat adalah rumah sebagai bentuk dari kepercayaan, ikatan sosial, ekspresi, pribadai (kepribadian) dan permasalahan atau makna yang dituliskan dari cuplikan Mulder dalam karya Arya Ronald yang berjudul, "Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa". Ada hubungan yang tidak bisa dilepaskan dalam kepercayaan masyarakat Jawa dari masa lampau hingga sekarang yaitu manifestasi kekuatan dan kenyataan yang dicantumkan dalam tabel berikut.

1.1.2. Pengaruh Islam Terhadap Karakter Masyarakat Yogyakarta

Masa sebelum adanya Kasultanan Yogyakarta masyarakat yang menjadi bagian dari kerajaan Mataram Islam telah lebih dulu memeluk agama Islam. Meskipun demikian akulturasi budaya nenek moyang yaitu Hindu masih terlihat dalam upacara-upacara yang bersifat seremonial seperti awal pembangunan keraton. Pembangunan keraton Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 1755 atau 3 Syura tahun Wawu 1681. Selain keraton dibangunn pula fasilitas-fasilitas lain seperti

(5)

alun dan masjid. Pada masa Sultan Hamengku Buwono I berkuasa, ia menentukan hukum adat dan hukum sosial berdasarkan hukum agama Islam layaknya kerajaan-kerajaan Islam. Ketika awal keraton dibangun ia menunjuk kepada salah satu abdi dalem Kanjeng Wirjakusuma sebagai arsitek untuk membuat masjid di sebelah barat alun-alun di bawah pengawasan pengulu keraton Kyai Faqih Ibrahim Dipaningrat. Tertera dalam prasasti “Gapura Trus Winayang Jalma”dengan tanggal 29 Mei 1773 dan terdapat tarikh dengan huruf Arab 6 Rabiul Akhir tahun Alip 1699.3

Sistem pemerintahan dalam keraton sesuai dengan wewenang dan kekuasaan Raja yaitu Sultan Hamengku Buwono I dan dibantu oleh para abdi dalem yang memilki peran masing-masing di keraton. Urusan keagamaan ditangani oleh lembaga kepenguluan yang disebut sebagai abdi dalem pamethakan. Pamethakan yang berarti putihan mempunyai peran sebagai penasehat dewan daerah serta tugas utama sebagai pengadilan agama dan kemasjidan. Oleh Sultan wewenang dan kantor kepenguluandinamakan kawedanan Pengulon yang tugasnya mengurusi administrasi yang bersifat keagamaan dari pernikahan hingga kematian.

Pada dasarnya pendirian Masjid Agung selain untuk aktivitas keagamaan sebagai bentuk “meruang” sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh kasultanan Yogyakarta. Hal ini merupakan strategi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono I seperti pada masanya ketika berperang dahulu. Sehingga setiap pos yang didirikan ketika melawan penjajah juga didirikan langgar (mushola). Strategi tersebut diterapkan dalam penataan ruang dalam keraton.

Peran pengulu dalam sistem pemerintahan Keraton Yogyakarta amat penting mengingat aktivitas keagamaan selalu dilaksanakan setiap

3

Ahmad Adaby Darban. 2000. Sejarah Kauman, Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah. Yogyakarta

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 16

(6)

hari dan acara-acara besar bulanan maupun tahunan. Selain berfungsi sebagai pengadilan agama, pernikahan, perwalian, pengumpulan zakat juga hal-hal yang berkaitan dengan juru kunci makam kerajaan. Semua aktivitas dilakukan di masjid Agung, namun untuk aktivitas yang bersifat komunal dilakukan di serambi masjid yang dibangun dua tahun setelah pembangunan masjid utama yaitu tahun 1775.

Gambar di bawah ini merupakan susunan kosmologi keraton Ngayogyokarto Hadiningrat di mana di bagian utara terdapat gunung Merapi, tugu, keraton, panggung Krapyak, serta laut selatan. Di dalam keraton sendiri terdapat elemen seperti masjid serta alun-alun. Keraton Yogyakarta memiki dua alun-alun yang menjadi landmark yaitu, alun-alun utara dan alun-alun selatan. Selain itu terdapat masjid Pathok Negoro di keempat penjuru mata anginnya. Sampai saat ini, kosmologi yang terdapat pada gambar 1.3 masih bisa dikunjungi dan menjadi kekhasan yang jarang ditemui di kota lain.

Gambar 1. 3. Tatanan ruang kota Yogyakarta. Sumber: yogyakota.com [diakses: 15/09/2014]

(7)

Setelah Islam berkembang di Mataram maka dengan system pemerintahan yang dipimpin Sultan maka berdirilah kampong Kauman yang berasal dari kata kaum yang berarti ahli agama, santri dan pengelola masjid Agung. Semenjak Sultan Hamengku Buwono I memberikan titah agar dibangun masjid serta lembaga yang mengurusi kegiatan keagamaan maka dibentuklah abdi dalem yang bertugas di masjid Agung. Lembaga tersebut akhirnya diberi nama kepenguluan yang berfungsi sebagai pengurus keagamaan sekaligus penasehat dewan daerah (Darban, 2000). Di bawah ini merupakan susunan kepengurusan abdi dalem pamethakan yang ada di kawedanan pengulon.

(8)

Gambar 1. 4. Susunan pengerus abdi dalem pamethakan.

Sumber: Sejarah Kauman, Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, 2000

Dalam birokrasi keraton pengulu menjabat sebagai bupati nayaka sedangkan secara keseluruhan pengurus kepenguluandinamakan abdi dalem pamethakan. Sejak didirikannya masjid Agung para abdi dalem pamethakan diberi tugas dan kantor di sekitar masjid. Kantor kawedanan pengulon yang terletak di utara masjid dikelilingi oleh benteng berpendopo yang berbentuk joglo. Kemudian para abdi dalem pamethakan ini diberi fasilitas oleh Sultan berupa tanah gaduhan yang nantinya digunakan sebagai sarana aktivitas dan tempat tinggal para abdi dalem tersebut. Lokasitanah gaduhanberbeda-beda sesuai jabatan abdi dalem pamethakan. Masing-masing pembagian lokasi tanah para abdi dalem pamethakan yaitu: Berjumlah 9 orang dikepalai langsung oleh pengulu. Berjumlah 5 orang dan dikepali oleh lurah modin. Berjumlah 40 orang, dikepalai oleh lurah barjama’a h Berjumlah 10 orang dan dikepalai oleh lurah merbot

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 19

PENGULU KETIB (petugas khutbah/ pemimpin ibadah) MODIN (petugas adzan/muadz in) BARJAMA'AH (Orang-orang yang beribadah dan bersifat tetap) MERBOT (penjaga kebersihan masjid)

(9)

a. Pengulu mendapat tanah gaduhan di sebelah utara masjid (mangku masjid) yang juga berfungsi sebagai kantor kawedanan pengulon.

b. Ketibmendapat tanah gaduhan di sekitar masjid. Ketib amin dan ketib kulon mendapat tanah gaduhan di bagian barat masjid, ketib tengah dan ketib anom mendapat bagian antara masjid dan ketib kulon. Ketib lor mendapat bagian di sebelah barat laut masjid, ketib wetan di sebelah utara pengulon. Ketib iman, ketib cendana serta ketib senemi mendapat bagian di tanah gaduhan di barat daya Masjid Agung.

c. Barjama’ah dan modin mendapat tanah gaduhan di antara para ketib.

d. Merbot mendapat bagian di sebelah barat masjid atau tepat di sebelah makam.

Tanah tersebut digunakan oleh abdi dalem pamethakan hingga kepengurusan berganti berdasarkan pertalian darah. Hingga akhirnya tanah tersebut diberikan kepada pengurus dan keluarganya sebagai paringan dalem.

Diperkenankan kepada pengurus untuk mewariskan tanah gaduhannya sehingga turun-temurun tanah di sekitar masjid merupakan tanah para pengurus masjid yang ahli dalam agama dan kepengurusanmasjid, sehingga terbentuk kampung yang dinamakan kampung kauman hingga sekarang

1.1.3. Berdirinya Masjid Pathok Negoro

Masjid Pathok Negoro sebagai masjid peninggalan kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwono I merupakan masjid yang menjadi titik perkembangan peribadatan umat Islam kala itu. Namun seringkali

(10)

masyarakat melupakan fungsi utama masjid Pathok Negoroterkait dengan perkembangan dan kosmologi kota Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro didirikan sebagai batas keraton yang paling luar yaitu negara gung.

Masjid Pathok Negoro dibangun sekitar 1723 – 1819. Empat Masjid Pathok Negoro dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Dan khusus untuk Masjid Wonokromo ini diperkirakana didirikan sekitar tahun 1819. Masjid Pathok Negoro terletak di luar Kutanagara, yaitu di wilayah Negara Agung (antara 5 – 10 km dari Kutanagara/pusat pemerintahan).

Di sisi selatan terdapat Masjid Dongkelan (Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul) dan Masjid Wonokromo (Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul), Di Timur Masjid Babadan (Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul), Barat Masjid Mlangi dan di Utara Ploso Kuning.4

Gambar 1. 5. Titik lokasi Masjid Pathok Negoro Sumber: penulis, 2014

4

Tim Tembi, Situs-situs: Masjid Pathok Negoro. Yogyakarta. http://www.tembi.org/situs-prev/dongkelan.htm

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 21

(11)

Dalam catatan di tiang masjid Mlangi sebelum dipugar tertulis angka 1723, dimana pada masa tersebut Yogyakarta belum berdiri, masih berstatus kerajaan Mataram. (Widyastuti, 1995) dalam tesisnya menyampaikan bahwa hal tersebut dikarenakan pendiri masjid Pathok Negoro Mlangi merupakan anak dari Amangkurat IV atau kakak dari Hamengku Buwono I yang beda ibu. Mlangi merupakan wilayah kekuasaan Mataram sehingga bisa saja masjid Mlangi didirikan lebih dulu daripada keraton Yogyakarta. Di dalam istilah bahsa Jawa pathok adalah kayu atau bambu yang ditancapkan sebagai tetenger /tanda yang tetap, sedang nagoroadalah kota tempat tinggal raja, jadi Pathok Negoro adalah sebuah tanda kekuasaan raja dan tanda tersebut tidak dapat dirubah.

Masjid Pathok Negoro dibangun pada tahun 1723-1819. Namun pada status desaWonokromo, menurut catatan yang tertulis status desa perdikan Wonokromo sudah ada jauh sebelum Perjanjian Giyanti. Sejarah mencatat bahwa desa perdikan Wonokromo merupakan hadiah dari Sultan Hamengku Buwono I kepada Kyai Muhammad Fakih selaku imam dan bertanggung jawab atas tanah perdikan karena merupakan guru mengaji Sultan sekaligus kakak ipar Sultan. Pada tahun 1701 Sultan menunjuk secara birokatis kepada Kyai Muh.Faqih sebagai kepala Pathok Negoro Kemudian Kyai Muh. Fakih yang bergelar Kyai Welid meminta Sultan untuk menunjuk orang-orang yang dapat dipercaya untuk membimbing akhlak dan budi pekerti masyarakat. Hingga akhirnya Kyai Muh. Fakih menjadi imam masjid kecil di tanah perdikan yang dinamakan “wanakarama” yang berasal dari kata “Wa Anna Karama” diharapkan area tersebut senantiasa memberikan kemuliaan bagi masyarakat setempat, lantas nama Wonokromo menjadi familiar hingga sekarang56. Masjid Taqwa sebagai masjid Pathok Negoro di Wonokromo merupakan saksi

5

Erna Wardatatun. "Perkembangan Masjid Taqwa Wonokromo Bantul 1970-1997". Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.

6

Abdul Baqir Zein. "Masjid-Masjid Berdejarah di Indonesia". 1999

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 22

(12)

sejarah perjuangan masyarakat Yogyakarta melawan kependudukan Belanda dan Jepang.

Melihat dari usianya pastilah masjid Pathok Negoroini memiliki sejarah yang cukup panjang dari masa penjajahan Belanda sampai Jepang. Mlangi yang merupakan pusat keagamaan pada masanya disebut sebagai perdikan ageng. Begitu juga dengan desa Wonokromo yang merupakan hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono kepada Kiai Welid yang merupakan kakak ipar sekaligus guru mengaji Sultan agar membimbing akhlak dan budi pekerti masyarakat.

Pengembangan Masjid Pathok Negoro pada masa itu merupakan pengembangan rancangan jangka panjang (grand design) dari dinasti Hamengku Buwono untuk memantapkan eksistensinya. Masjid Pathok Negoro ditetapkan sebagai bagian dari kesultanan dan untuk menandakan batas wilayah negara atau negari yaitu Yogyakarta itu sendiri7. Itu sebabnya masjid-masjid yang kemudian didirikan dinamakan masjid Pathok Negoroyang berarti batas negara “Pathok Negoro”. Masjid Gedhe kauman merupakan pancer atau pusat dari keempat masjid yang pertama dibangun di empat penjuru mata angin sehingga terdapat istilah formasi pathok kiblat papat lima pancer.Dalam Babad Diponegara juga disebut-sebut adanya Pathok Negoro yang ditulis oleh P. B. R Carey (dalam Widyastuti, 1995)yang berjudul Babad Dipanagara An Account of the Outbreak of The Java War (1825-1830):

“Pathok Negoro is centres for the ulama (experts in fiqh (Islamic) laws) who acted as the advisers of the pengulu (chief -religious functionary) in the -religious courts. Before they abolished in c. 1830, there were four pathoks (alias pillars) at both Yogya

7

Drajat Suhardjo, Dr. 2004. Mengaji Ilmu LIngkungan Kraton. Safiria Insania Press. Hal.49

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 23

(13)

and Surakarta answerable to the pengulu at the centre, thus recalling the five pillars of Islam.”8

Pola permukiman pada masa awal berdirinya Keraton Yogyakarta pasca Perjanjian Giyanti terpecah menjadi beberapa kabupaten dan kota madya. Sebelum terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta batas wilayah kerajaan Mataram Islam cukup luas. Batas wilayah saat itu menggunakan sistem indrawi manusia seperti penglihatan dan pendengaran, sak pandelengan yaitu batas mata manusia bisa memandang. Sungai mempunyai peran penting dalam penentuan pola permukiman, kota Yogyakarta sendiri dibatasi oleh dua sungai yaitu sungai Winongo dan sungai Gajah Wong. Wilayah Kabupaten Bantul dan Sleman bagian barat yang berbatasan dengan Kulon Progo dibatasi dengan sungai Progo. Penduduk yang tinggal di daerah sekitar sungai atau dusun-dusun yang tinggal di sekitar sungai cenderung mempunyai kepadatan yang tinggi.

Sedangkan sumbu kosmolgi Jogja (sebutan masyarakat untuk Yogyakarta) sendiri juga menggunakan sistem sejauh mata memandang, yaitu laut selatan, keraton, tugu Jogja dan Gunung merapi yang ada pada garis lurus. Hal tersebut merupakan bentuk manifestasi bahwa manusia mempunyai peran dalam keterbatasannya.

Sebagai batas dari wilayah kekuasaan yang ada di Yogyakarta masjid-masjid ini dikepalai oleh pemuka adat atau imam yang mengelola dan mengatur segala bentuk kebijakan masjid dan langsung di bawah pemerintahan Sultan yang berkuasa pada masa itu. Majid Jami’ Annur Mlangi yang didirikan pertama kali merupakan batas di sebelah barat. Masjid Sulthoni Ploso Kuning didirikan setelahnya merupakan batas wilayah sebelah utara, terletak di desa Ploso Kuning Condong Catur.

8

P.B.R Carey. 1981. Babad Dipanagara An Account of the Outbreak of The Java War (1825-1830). Kuala Lumpur Art printing Works. Hal.302

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 24

(14)

Masjid Babadan Banguntapan sebagai batas wilayah sebelah timur. Masjid Ad-Dorojatun Babadan terletak di desa Babadan, kecamantan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 1. 6. Masjid Pathok Negoro Sumber: penulis, 2014

Masjid Ad-Dorojatun mudah ditemukan karena letaknya tidak jauh dari jalan besar, merupakan batas sebelah timur. Masjid Nurul Huda Dongkelan terletak di desa Kauman, dusun Dongkelan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid ini dibangun pada tahun 1775, yang digunakan sebagai tempat ibadah dan sekaligus benteng pertahanan dan batas di sebelah barat. Masjid Taqwa Wonokromo berada di Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Keberadaanya yang di dekat tempuran sungai Opak dan Oyo cukup jauh dari keramaian kota yang menambah kekhusukan saat menjalankan ibadah.Masjid Pathok Negoro yang dipimpin oleh Pathok Negoro dengan jabatan pengulu mendapat tanah yang disebut sebagai

(15)

tanah mutihan. Tanah mutihan ini merupakan tanah yang terdapat kiai (ulama), masjid, dan pesantren berupa desa perdikan yang merupakan desa bebas pajak dan wajib kerja kepada raja atau kepala daerah.9

Tanah perdikan biasanya tanah yang terdapat tempat-tempat suci seperti makam keluarga raja, bangunan suci (masjid) serta alim ulama yang dipandang berjasa. Pathok Negorosendiri disebutkan sebagai dua hal yaitu10:

1. Istilah Pathok Negorojuga digunakan untuk menyebut masjid yang menjadi tanggung jawab pejabat tersebut.

2. Istilah Pathok Negorojuga digunakan untuk menyebut desa yang di tempati masjid Pathok Negoro dan pejabat tersebut.

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka Pathok Negoro merupakan sebuah kesatuan dari beberapa elemen yang mempunyai ketetapan yaitu masjid, masyarakat (pejababat) serta permukiman dalam hal ini desa. Berdasarkan waktu berdirinya Mlangi dan Plosokuninglah yang memiliki kedekatan baik dari segi jarak maupun kekerabatan. Meskipun ke empatnya memiliki kekerabatan dengan Kyai Nur Iman. Saat ini Masjid Pathok Negoro yang masih menjaga tradisi dan menjadikan fungsi sebagaimana Kyai Nur Iman menjadikan fungsi masjid sebagai pusat aktivitas keagamaan, meskipun tidak sebagai badan hokum secara formal.

Adanya ikatan antara Kyai dan santri menjadikan Mlangi dan Plosokuning lebih terasa atmosfer pondok pesantren yang merupakan khas pondok pesantren Salafyang merupakan turunan dari Jawa Timur. Sedangkan Plosokuning seorang Pathoknya merupakan anak sulung dari Kyai Nur Iman yang saat ini masih dihuni oleh beberapa keturunan asli dari Mbah Mursada atau Kyai Hanif.

9

Soetardjo Kartohadikoesoema. 1953. Desa. Jojakarta: Sumur Bandung. 10

Widyastuti. 1995. Fungsi Latar Belakang Pendirian Dan Peranan Masjid-Masjid Pathok Negoro Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Hal.45

Desy Ayu Krisna Murti | 12/3388440/PTK/08171 26

(16)

1.2. Rumusan Masalah Umum

Adanya kampung Pathok Negoro yang ditetapkan oleh Sultan Hamengku Buwono I sebagai kampung mutihan sebagai batas kewilayahan. Dimana pada kawasan masjid Pathok Negoro terdapat permukiman yang memiliki karakteristik khusus yaitu pusat pengembangan Islam dengan pengulu sebagai pengurus masjid yang terikat dengan peraturan kraton.

1.3. Rumusan Masalah Khusus

Faktor penentu yang membentuk pola permukiman di Pathok Negoro masa sekarang. Dalam penelitian kali ini lebih difokuskan pada Pathok Negoro Mlangi dan Plosokuning. Karena Mlangi mempunyai permukiman yang homogen dan Pathok Negoro pertama dan Pathok Negoro Plosokuning merupakan yang kedua dan mempunyai isu paling kuat masalah teritori.

1.4. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pola permukiman di sekitar Masjid Pathok Negoro Mlangi dan Plosokuning?

2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan pola permukiman di Sekitar Masjid Pathok Negoro Mlangi dan Plosokuning?

(17)

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi pola permukiman dengan melihat ciri-ciri fisik dan non- fisik yang ada di setiap permukiman Mlangi dan Plosokuning. 2. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh di permukiman Pathok

NegoroMlangi dan Plosokuningsaat ini baik aspek fisik maupun non-fisik.

1.6. Batasan Penelitian

Batasan studi pada penelitian ini mencakup di permukiman Pathok Negoro yang berupa padukuhan secara administratif yaitu Mlangi dan Plosokuning . Penelitian melihat dua amatan yaitu aspek fisik dan non-fisik. Penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor apa saja yang akan berpengaruh terhadap permukiman tersebut berdasarkan deskripsi dari teori yang digunakan yaitu tentang permukiman dan unsur lain yang terkait di dalamnya termasuk pengguna yang nantinya akan membentuk pola tertentu.

Batasan waktu untuk kajian sejarah masjid Pathok Negoro dari masa keraton dibentuk sampai tahun 2015, dan batasan lokasi penelitian yaitu Plosokuning dan Mlangi.

(18)

1.7. Keaslian Tulisan

Berdasarkan penelusuran melalui media internet dan pencarian data manual di literatur tesis Universitas Gajah Mada penulis menyatakan bahwa karya dengan judul di atas belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Berdasarkan pencarian dalam jurnal kumpulan Skripsi dan tesis Arkeologi dan Kebudayaan tidak menemukan judul seperti di atas. Adapun penelitian yang berkaitan dengan masjid Pathok Negoro dalam beberapa penelitian antara lain:

A. Nama : Ahda Mulyanti, 1995

Judul : Pola Spasial di Kampung Kauman, Yogyakarta Lokasi : Kauman, Yogyakarta

Fokus : Pola spasial permukiman

Hasil : Adanya pola spasial yang spesifik pada kampung Kauman

B. Nama : Widyastuti, 1995

Judul : Fungsi, Latar Belakang, dan Peranan Masjid Pathok Negara Kasultanan Yogyakarta

Lokasi : Daerah Istimewa Yogyakart Fokus : Antropologi Budaya

Hasil : Pemahaman masjid yang memiliki nilai edukasi, religi, dan filosofi. Dan makna masjid terhadap Kasultanan

Yogyakarta.

C. Nama : Indrayadi, 2006

Judul : Kenyamanan Thermal dalam Ruang Masjid Pathok Negara Yogyakarta

Lokasi : Daerah Istimewa Yogyakart

(19)

Fokus : Penghawaan di Dalam Masjid Pathok Negoro

Hasil : Ada pengaruh bentukan struktur terhadap penghawaan ruang di masjid Pathok Negoro yang mempengaruhi kenyamanan thermal dalam sholat jumat.

D. Nama : Luluk Maslucha, 2009

Judul : Kajian Permukima Kampung Kauman Berdasarkan Sistem Aktivitas Keagamaan

Lokasi : Kauman, Yogyakarta Fokus : Setting Permukiman

Hasil : Setting permukiman terjadi di tingkat mikro.

E. Nama : Dr. Ir. Dwita Hadirahmi, 2013

Judul : Pusaka Saujana untuk Penguatan Budaya Dan Ekonomi

Lokal : Pelestarian Kawasan ‘Pathok Negoro’ Dalam Kerangka Keistimewaan Yogyakarta

Lokasi : Sleman, Bantul, Yogyakarta

Fokus : Pengembangan konsep pelestarian budaya sebagai strategi penguatan ekonomi lokal dan perlindungan.

Hasil : Terdapatnya potensi-potensi lokal yang dapat dikembangkan baik segi ekonomi budaya maupun pelestarian budaya di permukiman Pathok Negoro.

F. Nama : Indah Kartika Sari, 2013

Judul : Arsitektur Permukiman di Kampung Beting di Kota Pontianak

Lokasi : Pontianak

(20)

Fokus : Perubahan bentuk permukiman dari waktu ke waktu di Kampung Beting

Hasil : Adanya faktor yang memepengaruhi perubahan di kampung Beting dengan pola tertentu.

G. Nama : Indri Rahmawaty

Judul : Arsitektur Masjid Pathok Negoro Ditinjau dari Fungsi, Teknik, Bentuk dan Ruang.

Fokus : Arsitektur empat masjid Pathok NegoroYogyakarta dari segi fungsi, bentuk arsitekturnya dan faktor yang mempengaruhi.

Hasil :Ada persamaan dari empat masjid Pathok Negoro dari fungsi, segi bentuk dan konsep keruangandan keletakkan, ada perbedaan namun tidak secara mendasar.

H. Nama : Nensi Golda Yuli

Judul : The Spatial Concepts at Moslem Settlement in Current Context of Modern Indonesia using Phenomenology Method.

Fokus : Konsep ruang yang terdapat di Mlangi dalam kehidupan modern.

Hasil : Adanya hirarki ruang di Mlangi dengan menitik beratkan pada bagaimana posisi warga Mlangi sebagai keturunan warga Mlangi dari Kyai Nur Iman dan pembagian area berdasarkan status ekonomi, social-budaya.

Gambar

Gambar 1. 1. Surat perjanjian Giyanti  Sumber: wikipedia.com [diakses 25/05/2014]
Gambar 1. 2. Kerajaan Mataram 1757 pasca Perjanjian Giyanti 1755  Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Babad_Giyanti[diakses 05/08/2014],
Gambar di bawah ini merupakan susunan kosmologi keraton  Ngayogyokarto Hadiningrat di mana di bagian utara terdapat gunung  Merapi, tugu, keraton, panggung Krapyak, serta laut selatan
Gambar 1. 4. Susunan pengerus abdi dalem pamethakan.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pola concentric dengan masjid sebagai pusat kampung tetap bertahan dari periode Mataram Islam hingga periode modern, tetapi berbagai latar belakang peristiwa

Pengembangan Kawasan Sekolah Tinggi Islam Yayasan Masjid Kauman di Semarang merupakan lembaga pendidikan tinggi islam yang secara khusus sedikit berbeda

Khusus di Watampone pengajian tersebut dilaksanakan di Masjid Kerajaan Bone, yakni Masjid Al-Mujahidin yang menjadi pusat pendidikan Islam dibina oleh para Kadi

(anya saja komunitas kebudayaan yang bagaimana yang mendorong komunitas masjid ini beresponsi ketika berinteraksi dengan dunia luar? Jika melihat dari perubahan