BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka dan landasan teori. Sumber tinjauan pustaka dapat berupa jurnal, paten, dan sumber jenis lainnya.
2.1.1 Kajian Jurnal
Jurnal ROTOR, Volume 5 Nomer 2, Juli 2012
Gambar 2.1 Uji struktur material secara statis (A) nilai distribusi tegangan pada benda yang diuji (B) benda uji yang diberi beban
(Sumber: Mulyadi, 2012)
Dari Gambar 2.1 di atas dapat dilihat distribusi tegangan suatu benda yang diberi beban. Dengan menggunakan analisa kegagalan Von Mises, distribusi tegangan diwakili dengan perubahan warna yang ditampilkan digambar, dimana semakin menuju warna merah tegangan yang diterima oleh benda semakin besar. Dari hasil perhitungan secara komputasi didapatkan tegangan maksimum yang bekerja pada rangka tersebut yaitu yaitu tegangan terbesar ditunjukkan pada warna merah (8,82e+007N/m2 ) sedangkan tegangan minimum yang bekerja yaitu ditunjukkan pada warna biru (1,38e+005 N/m2).
2.1.2 Kajian Paten
Perancangan ini memerlukan tinjauan pustaka berupa penelitian kasus sejenis yang sudah pernah dibuat/diteliti oleh orang lain. Kasus yang di ambil berdasarkan dari paten yang telah ada, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kajian paten 1. Simulated Climbing Wall (Brewer, G. 1992)
Gambar 2.2 Simulated climbing wall
(Sumber: Brewer, 1992) Keterangan alat:
Posisi alat yang sudah miring dengan menggunakan sistim transmisi chain, rangka utama menggunakan besi hollow square, sistim keaman jatuh dari papan panjat hanya menggunakan matras.
2. Climbing Training Apparatus (Thompson, F. J. & Meyers, O. D. 1999)
Gambar 2.3 Climbing training apparatus
(Sumber: Thompson, F. J. & Meyers, O. D. 1999) Keterangan alat:
Papan panjat yang dibuat tidak permanen sehingga papan panjat bisa dirubah menjadi beberapa sudut yang berbeda-beda, rangka utama untuk penahan alatnya menggunakan besi pipa dan ketinggian rangka penahannya hanya sampai setengahnya saja, sistim keamanan jatuh yang mengandalkan matras.
3. Rock Climbing Apparatus (Wu, F. Y. 2007)
Gambar 2.4 Rock climbing apparatus
(Sumber: Wu, 2007) Keterangan alat:
Posisi alat yang dibuat tegak, rangka penahan bebannya menggunakan besi hollow square yang dimana ketinggian rangka penahannya setengahnya dari papan panjat membuat alat menjadi simple, tetapi sistim keamanan jatuh penggunanya tidak ada. Yang bisa membahayakan cedera kaki maupun tangan bagi pengguna alatnya. 4. Climbing Arrangement with Climbing Surface (Vanamo, K. 2010)
Gambar 2.5 Climbing Arragement with climbing surface
(Sumber: Vanamo, 2010) Keterangan alat:
Model alat dibuat menjadi modern dengan menyatukan alat pengaman jatuh matras dengan papan panjatnya sehingga memudahkan dalam penyimpanan alatnya. Rangka utama atau framenya dibuat seunik mungkin dengan bentuk bengkok tidak lurus. Ukuran matras yang sangat lebar membuat pengguna alat lebih aman ketika jatuh di sudut manapun.
Gambar 2.6 Adjustable Rock Climbing Device
(Sumber: Wang et al. 2004) Keterangan:
Papan panjat bisa dimajukan dan dimundurkan gunanya untuk mendapatkan sudut memanjat yang enak, rangka utamanya menggunakan besi hollow square yang ketinggiannya pun mengikuti papan panjatnya, alat pengaman jatuhnya hanya menggunakan matras yang dimana panjangnya disesuaikan dengan ukuran frame.
2.1.3 Konsep Tegangan
Salah satu masalah utama dalam mekanika bahan adalah menyelidiki tahanan dalam dari suatu benda, yaitu gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang mengimbangi gaya-gaya luar. Gaya-gaya dalam merupakan vektor dalam dan bertahan dalam kesimbangan terhadap gaya-gaya luar. Dalam mekanika bahan perlu menentukan intensitas dari gaya-gaya ini dalam berbagai potongan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan bahan tersebut. Biasanya intensitas gaya diuraikan menjadi tegak lurus dan sejajar dengan irisan yang dibuat. Penguraian intensitas gaya pada luas kecil yang tak berhingga diperlihatkan dalam gambar dibawah ini. Intensitas gaya yang tegak lurus atau normal terhadap irisan disebut tegangan normal (normal stress) pada sebuah titik. Komponen yang lain dari intensitas gaya yang bekerja sejajar dengan bidang dari luas ementer adalah tegangan geser (shearing stress) (Nugroho, 2012).
Gambar 2.7 Metode irisan suatu benda (Sumber: Nugroho, 2012)
a. Tegangan geser
Tegangan geser adalah tegangan yang timbul akibat gaya geser dan gaya puntir atau torsi. Bila gaya aksial atau momen lentur yang bekerja dengan gaya geser atau momen puntir, maka elemen akan mengalami tegangan normal dan geser, hal ini diperlihatkan dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2.8Tegangan pada pembebanan elemen (Nugroho, 2012)
Keterangan gambar yaitu:
Dengan sumbu X1 = x ; X2 = y ; X3 = z maka caucy tegangan tensor
𝜎 = [ 𝜎11 𝜎12 𝜎13 𝜎21 𝜎22 𝜎23 𝜎31 𝜎32 𝜎33] = [ 𝜎𝑥𝑥 𝜎𝑥𝑦 𝜎𝑥𝑧 𝜎𝑦𝑥 𝜎𝑦𝑦 𝜎𝑦𝑧 𝜎𝑧𝑥 𝜎𝑧𝑦 𝜎𝑧𝑧] = [ 𝜎𝑥𝑥 𝜏𝑥𝑦 𝜏𝑥𝑧 𝜏𝑦𝑥 𝜎𝑦𝑦 𝜏𝑦𝑧 𝜏𝑧𝑥 𝜏𝑧𝑦 𝜎𝑧𝑧] Dimana: τxy = τyx ; τxz = τzx ; τyz = τzy
σx = tegangan normal yang bekerja pada bidang x dan arah sumbu x. σy = tegangan normal yang bekerja pada bidang y dan arah sumbu y. σz = tegangan normal yang bekerja pada bidang z dan arah sumbu z.
τxy = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu x dalam arah sumbu y.
τxz = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu x dalam arah sumbu z.
τyx = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu y dalam arah sumbu x.
τyz = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu y dalam arah sumbu z.
τzx = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu z dalam arah sumbu x.
τzy = tegangan geser yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu z dalam arah sumbu y.
2.1.4 Teori Kegagalan Statis dan Tegangan Von Mises
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya yielding, retak, patah, korosi aus, dan lain-lain. Penyebab kegagalan juga bermacam-macam seperti misalnya salah desain, beban operasional, kesalahan
maintenance, cacat material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus kegagalan juga dapat diakibatkan oleh beban mekanis yaitu yang berhubungan dengan jenis tegangan yang terjadi pada komponen mesin. Dengan pengetahuan yang lengkap tentang kegagalan, maka para insinyur dapat mempertimbangkan berbagai aspek penyebab kegagalan dalam perancangan sehingga diharapkan kegagalan tidak akan terjadi selama umur teknisnya.
a. Teori energi distorsi (Von Mises-Henky)
Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Huber. (1904) dan kemudian disempurnakan melalui kontribusi von Mises dan Henky. Teori ini menyatakan bahwa kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energi distorsi per unit volume sama atau lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan unaksial sederhana terhadap spesimen dari material yang sama.
Gambar 2.9 menggambarkan sebuah unit kubus yang dikenai tiga tegangan normal σ1, σ2, σ3. Gambar 2.9a menggambarkan elemen dengan tiga tegangan sumbu. Gambar 2.9b menggambarkan komponen tegangan untuk distorsi. Gambar 2.9c menggambarkan komponen tegangan untuk perubahan volume. Rumus energi regangan total yang diberikan adalah:
𝑈 = 12𝜎1𝜀1+12𝜎2𝜀2+12𝜎3𝜀3 (2.1)
Gambar 2.9 Tegangan elemen tiga dimensi (Sumber: Bhandari, 1994)
Dimana ε1, ε2, ε3 adalah regangan yang dirumuskan sebagai berikut: 𝜀1= 1 𝐸[𝜎1+ 𝑣(𝜎2+ 𝜎3)] 𝜀2 = 1 𝐸[𝜎2+ 𝑣(𝜎1+ 𝜎3)] 𝜀3 = 1 𝐸[𝜎3+ 𝑣(𝜎1+ 𝜎2)]
Sehingga rumus untuk energi regangan total menjadi:
𝑈 =2𝐸1 [(𝜎12+ 𝜎
22+ 𝜎32) − 2𝑣(𝜎1𝜎2+ 𝜎2𝜎3+ 𝜎3𝜎1)] (2.2) Energi regangan total U, diselesaikan dalam dua komponen Uv dan Ud. Uv untuk adalah perubahan volume tanpa distorsi pada elemen dan Ud untuk distorsi pada elemen tanpa perubahan volume. Tegangan juga diselesaikan dalam dua komponen seperti gambar 2.7 komponen σ1d, σ2d, dan σ3d menyebabkan distorsi pada kubus sementara σv menyebabkan perubahan volume. Oleh karenanya yang dirumuskan sebagai berikut:
𝑈 = 𝑈𝑣 + 𝑈𝑑 (2.3)
𝜎1 = 𝜎1𝑑+ 𝜎𝑣 𝜎2 = 𝜎2𝑑+ 𝜎𝑣
𝜎3 = 𝜎3𝑑+ 𝜎𝑣
Tegangan Von Mises menurut Bhandari. (1985) diperoleh menggunakan persamaan yang dirumuskan sebagai berikut:
𝑈 = 𝑈𝑣 + 𝑈𝑑 𝑈𝑣 =(1−2𝑣)(𝜎1+𝜎2+𝜎3)2 6𝐸 (2.4) 𝑈𝑑 = 𝑈 − 𝑈𝑣 𝑈𝑑 =2𝐸1 [(𝜎12 + 𝜎22+ 𝜎32) − 2𝑉(𝜎1𝜎2+ 𝜎2𝜎3+ 𝜎3𝜎1)] −(1−2𝑣)(𝜎1+𝜎2+𝜎3) 2 6𝐸 𝑈𝑑 =(1+𝑣)6𝐸 [(𝜎1− 𝜎2)2+ (𝜎 2− 𝜎3)2+ (𝜎3− 𝜎1)2] (2.5) Dalam uji tarik sederhana, ketika spesimen mulai luluh, maka besar elemen tegangannya adalah σ1 = σy, σ2 = σ3 = 0, sehingga,
𝑈𝑑 = ((1+𝑣)6𝐸 ) 𝜎𝑦2 (2.6)
Dari persamaan (2.5) dan (2.6), kriteria tegangan kegagalan untuk teori energi distorsi (tegangan von mises) dirumuskan sebagai berikut:
𝜎𝑦 = √12[(𝜎1𝜎2)2+ (𝜎2𝜎3)2+ (𝜎3𝜎1)2] (2.7) Untuk keadaan tegangan dua dimensi, σ2 = 0 maka,
𝜎𝑦 = √𝜎22− 𝜎1𝜎3+ 𝜎32
Pada dasarnya tegangan dapat didefinisikan sebagai besaran gaya yang bekerja pada suatu satuan luas. Secara matematis menurut Shigley dan Mitchell. (1984) definisi tersebut dapat ditulis sebagai:
𝜎 = 𝐹𝐴 (2.8)
Tegangan efektif Von Mises (σ') didefinisikan sebagai tegangan tarik unaksial yang dapat menghasilkan energi distorsi yang sama dengan yang dihasilkan oleh kombinasi tegangan yang bekerja.
𝜎′ = √𝜎12 + 𝜎
22+ 𝜎32− 𝜎1𝜎2− 𝜎2𝜎3− 𝜎1𝜎3 (2.9) Atau,
𝜎′ = √(𝜎𝑥− 𝜎𝑦)2+ (𝜎𝑦− 𝜎𝑧)2+ (𝜎𝑧− 𝜎𝑥)2+ 6(𝜏𝑥𝑦2+ 𝜏𝑦𝑧2+ 𝜏𝑧𝑥2) Untuk kasus tegangan dua dimensi, σ2 = 0 maka,
𝜎′ = √𝜎12 − 𝜎
1𝜎3+ 𝜎32 (2.10)
𝜎′ = √𝜎𝑥2 + 𝜎𝑦2− 𝜎𝑥𝜎𝑦+ 3𝜏𝑥𝑦2
Kegagalan akan terjadi apabila 𝜎′𝑥 ≥𝜎𝑦𝑛 (2.11) Untuk geseran murni σ1 = σ3 = τ dan σ2 = 0
𝜎𝑦 = 𝜎12− 𝜎1𝜎1+ 𝜎12 = 3𝜎12 = 3𝜏𝑚𝑎𝑥2
𝜎1 = 𝜎𝑦
√3= 0,577 𝜎𝑦 = 𝜏𝑚𝑎𝑥 (2.12)
Dari persamaan diatas didefinisikan kekuatan luluh (yield) terhadap geser dari material ulet adalah fraksi dari kekuatan luluh yang didapat dari uji tarik.
2.1.5 Skema Finete Element Analysis
Secara garis besar kegiatan pada finite element modeling terdiri dari preprocessor, solving
Gambar 2.10 FEA (Sumber: Effendi, 2015)
Kegiatan pada finite element modeling kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan model geometri, meshing, menentukan kondisi batas dan beban, menentukan properti material, dan menentukan tipe analisis.Pada tahapan solving dilakukan analisis solusi yang ditampilkan pada tahap post-processor.
2.1.6 Mesh Finite Element Analysis
Jaringan elemen dan nodal yang membagi model menjadi elemen kecil disebut sebagai mesh. Jenis elemen pada mesh diilustrasikan pada. Kerapatan mesh meningkat sebagai elemen lainnya ditempatkan dalam suatu wilayah tertentu. perbaikan mesh adalah ketika mesh dimodifikasi dari satu model analisis ke analisis selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil umumnya menjadi lebih baik ketika kerapatan mesh meningkat pada daerah stress gradien yang tinggi atau ketika zona transisi geometris dibuat mesh yang hasul. Umumnya, hasil the FEA konvergen menuju hasil yang lebih tepat apabila mesh terus diperbaiki. Untuk menilai perbaikan, di daerah di mana stress gradien yang tinggi muncul, mesh pada struktur dapat diperbaiki dengan kerapatan mesh yang lebih tinggi di lokasi yang diberbaiki. Jika ada perubahan dalam minimal dalam nilai maksimum tegangan.Ini adalah hasil yang wajar ketika setelah mengalami konvergen.
2.1.7 Konsep Perancangan Pahl dan Beitz
Harsokoesoemo. (2004) dalam konsep Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya; Engineering Design : A
Systematic Approach. Cara merancang Pahl dan Beitz tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Ke-empat fase tersebut adalah :
- Perancangan dan penjelasan tugas - Perancangan konsep produk - Perancangan bentuk produk - Perancangan detail
Sebenarnya langkah-langkah dalam ke-empat fase proses perancangan di atas tidaklah perlu dikelompokkan dalam 4 fase secara kaku, sebab seperti misalnya, pada fase perancangan detail (fase ke-4), maka pada fase sebelumnya (fase ke-3), yaitu fase perancangan produk, elemen produk atau detail sudah diperlukan dan karena itu detail sudah (mulai) dibahas pada fase ke-3 tersebut, dan banyak lain contoh seperti itu. a. Perancangan Proyek dan Penjelasan Tugas
Tugas fase ini adalah menyusun spesifikasi teknis produk yang menjadi dasar perancangan produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Produk dengan spesifikasi teknis tersebut merupakan olahan hasil survey bagian pemasaran atau atas permintaan segmen masyarakat. Fase pertama tersebut perlu diadakan untuk menjelaskan secara lebih detail sebelum ide produk dikembangkan lebih lanjut.
Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang keinginan pengguna dan persyaratan (requirements) lain yang harus dipenuhi oleh produk dan tentang kendala-kendala yang merupakan batas-batas produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi teknis produk yang dimuat dalam suatu daftar persyaratan teknis. Fase perencanaan produk tersebut baru dapat memberikan hasil yang baik, jika fase tersebut memperhatikan kondisi pasar, keadaan perusahaan dan ekonomi Negara.
b. Perancangan Konsep Produk
Berdasarkan spesifikasi teknis produk hasil fase pertama, dicarilah beberapa konsep produk yang dapat memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi tersebut. Konsep produk tersebut merupakan solusi dari masalah perancangan yang harus dipecahkan. Beberapa alternatif konsep produk dapat ditemukan. Konsep produk
biasanya berupa gambar skets atau gambar skema yang sederhana, tetapi telah memuat semua elemen dan komponen yang diperlukan.
Beberapa alternatif konsep produk kemudian dikembangkan lebih lanjut. Setelah itu dievaluasi. Evaluasi tersebut haruslah dilakukan beberapa kriteria khusus seperti kriteria teknis, kriteria ekonomis dll. Konsep produk yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi teknis produk, tidak diproses lagi dalam fase-fase berikutnya, sedangkan dari beberapa konsep produk yang memenuhi kriteria dapat dipilih solusi yang terbaik. Mungkin saja terjadi ditemukannya beberapa konsep produk terbaik yang semuanya dikembangkan lebih lanjut pada fase-fase berikutnya.
Dari diagaram alir cara merancang Pahl dan Beitz dapat dilihat bahwa fase perancangan konsep produk terdiri dari beberapa langkah.
c. Fase Perancangan Bentuk
Dari diagram alir cara merancang Pahl dan Beitz dapat dilihat bahwa fase perancangan bentuk terdiri dari beberapa langkah, yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah langkah-langkah pada fase perancangan konsep produk.
Pada fase perancangan bentuk ini, konsep produk “diberi bentuk”, yaitu elemen-elemen konsep produk yang dalam gambar skema atau gambar skets masih berupa garis atau batang saja, kini harus diberi bentuk, sedemikian rupa sehingga komponen-komponen tersebut secara bersama menyusun bentuk produk, yang dalam geraknya tidak saling bertabrakan sehingga produk dapat melakukan fungsinya. Pada fase ini ditentukan material untuk setiap komponen, perhitungan kekuatan dll. Konsep produk yang sudah diberi bentuk digambarkan pada preliminary layout, sehingga dapat diperoleh beberapa
preliminary layout jika konsep produk yang dikembangkan terdiri dari beberapa konsep.
Preliminary layout masih dikembangkan lagi menjadi layout yang lebih baik lagi dengan meniadakan kekurangan dan kelemahan yang ada dan sebagainya. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap beberapa preliminary layout yang sudah dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kriteria teknis, kriteria ekonomis dan lain-lain yang lebih ketat untuk memperoleh layout yang terbaik yang disebut definitive layout.
Definitive layout telah dicek dari segi kemampuan melakukan fungsi produk, kekuatan, kelayakan finansial dan lain-lain.
d. Fase Perancangan detail
Pada fase perancangan detail, maka susunan elemen produk, bentuk, dimensi, kehalusan permukaan, material dari setiap elemen produk ditetapkan. Demikian juga kemungkianan cara pembuatan setiap produk sudah dijajagi dan perkiraan biaya sudah dihitung. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan dan bill of materials. Ketiga hal tersebut disebut dokumen untuk pembuatan produk.
Gambar 2.11 Diagram alir perancangan Pahl dan Beitz (Sumber: perancangan produk, 2004)
2.1.8 Konsep Keseimbangan
Jika pada suatu benda bekerja hanya satu gaya, maka benda akan dipercepat searah dengan arah gaya yang bekerja. Jika dua buah gaya bekerja pada sebuah benda tanpa
mengalami percepatan maka dikatakan bahwa gaya berada pada kondisi keseimbangan. (Zainuri, 2008).
Sebuah benda tegar dikatakan dalam keseimbangan jika gaya-gaya yang bereaksi pada benda tersebut membentuk sistem gaya yang ekuivalen dengan nol. Sistem tidak mempunyai resultan gaya dan resultan kopel. Ada beberapa syarat yang menjadikan suatu benda tegar dalam kondisi keseimbangan, yakni: Jumlah gaya arah x
𝑥 = 0 (Σ𝐹𝑥 = 0) (2.13)
dimana:
𝑥 = arah gaya x
𝐹𝑥 = gaya arah x (N) a. Jumlah gaya arah y
𝑦 = 0 (Σ𝐹𝑦 = 0) (2.14) dimana: 𝑦 = arah gaya y Fy = gaya arah y (N) b. Jumlah momen M 𝑀 = 0 (Σ𝑀 = 0) (2.15) dimana: 𝑀 = momen (Nm) 2.1.9 Faktor Keamanan
Agar tercapai suatu desain aman elemen struktural, ditentukan suatu faktor keamanan, yaitu perbandingan tegangan patah (failure stress) terhadap tegangan ijin. Umumnya, di dalam banyak desain seperti baja struktural dan alumunium, tegangan maksimum (yield stress) dianggap sebagai tegangan patah. Meskipun baja atau alumunium belum benar patah (rupture) pada titik ini, deformasi yang cukup signifikan terjadi pada titik ini.
F. K = 𝜎𝑦(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑙𝑢ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙)
𝜎𝑒(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎) (2.16) Klasifikasi faktor keamanan berdasarkan bahan (Mott, 2009), bahan ulet:
1. N = 1,25 hingga 2,0. Perancangan struktur yang menerima bahan beban statis dengan tingkat kepercayaan yang tinggi untuk semua data perancangan.
2. N = 2,0 hingga 2,5. Perancangan elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan tingkat kepercayaan rata-rata untuk semua data perancangan.
3. N = 2,5 hingga 4,0. Perancangan struktur statis atau elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan ketidakpastian mengenai beban, sifat-sifat bahan, analisi tegangan, atau lingkungan.
4. N = 4,0 atau lebih. Perancangan struktur statis atau elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan ketidakpastian mengenai beberapa kombinasi beban, sifat-sifat bahan, analisi tegangan, atau lingkungan. Keinginan untuk memberikan keamanan ekstra komponen yang kritis dapat juga memilih nilai-nilai ini.
2.1.10 Hubungan Tegangan dan Regangan
Dalam sebuah perancangan, yang perlu diperhatikan adalah keadaan material pada saat hasil rancangan dioperasikan. Untuk mengetahuinya maka perlu diketahui karakteristik material yang digunakan dengan cara melakukan uji material seperti uji tarik (Tensil test). Uji tarik adalah suatu test secara terus menerus dengan menambahkan beban pada suatu material yang akan diteliti dan mencatat berapa besar beban dan elongasi yang terjadi pada material sampai material tersebut patah. (Wirjosoedirjo, 1996).
(Stolk, J. 1994) definisi tegangan adalah gaya per satuan luar penampang, pembebanan dan tegangan terdiri dari 5 jenis:
1. Pembebanan dan Tegangan Tarik: Gaya bekerja sejajar sumbu/tegak lurus penampang kearah luar (menjauh), yang mengakibatkan batang/elemen konstruksi mengalami perpanjangan.
𝜎
𝑡=
𝐹𝑛 𝐴 (2.17) dimana: σt = Tegangan tarik (N/mm²) Fn = Gaya tarik (N) A = Luas penampang (mm²)2. Pembebanan dan Tegangan Tekan: Gaya bekerja sejajar sumbu/tegak lurus penampang kearah dalam (menuju), yang mengakibatkan batang/elemen kontruksi mengalami pendekatan.
𝜎
𝑑=
𝐹𝑛 𝐴 (2.18) dimana: σd = Tegangan tekan (N/mm²) Fn = Gaya tarik (N) A = Luas penampang (mm²)3. Pembebanan dan Tegangan Bengkok (Bending): Gaya bekerja dengan jarak tertentu terhadap penampang, yang mengakibatkan momen bengkok batang/elemen kontruksi mengalami bengkokan.
𝜎
𝑏=
𝑀𝑏 𝑊𝑏𝜎
𝑏=
𝑀𝑏 . 𝑌 𝐼𝑥(2.19) dimana: σb = Tegangan bengkok (N/mm²) Mb = Momen bengkok (Nmm)
Wb = Momem tahanan bengkok (mm³) Ix = Momen inersia penampang (mm⁴)
Y = Jarak elemen terhadap sumbu netral (mm)
4. Pembebanan dan Tegangan Geser: Gaya bekerja sejajar penampang/tegak lurus sumbu yang mengakibatkan batang/elemen konstruksi mengalami geseran.
𝜏
𝑔=
𝐹𝑔 𝐴(2.20) dimana: τg = Tegangan geser (N/mm²) Fg = Gaya geser (N) A = Luas penampang (mm²)
5. Pembebanan dan Tegangan Puntir: Gaya bekerja sejajar penampang dengan radius tertentu terhadap sumbu batang, yang mengakibatkan momen puntir sehingga batang konstruksi mengalami puntiran.
𝜏
𝑝=
𝑀𝑝dimana:
τg = Tegangan puntir (N/mm²) Mp = Momen puntir (Nmm) Wp = Momen tahanan (mm³)