• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Nilam Triarmiyati NIM 11104244047

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JANUARI 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah : 153)

“ Emosi adalah bagian dari kehidupan manusia, tetapi menjadi emosi dan tidak rasional itu keliru”

(Susilo Bambang Yudhoyono)

“Kadang kamu harus belajar berdiri sendiri. Karna bagi sebagian orang yang berjanji untuk selalu ada untukmu. Akhirnya juga pergi”

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

 Bapak dan Mamah tercinta atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipajatkan.

 Almamater saya BK FIP UNY

(7)

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN

YOGYAKARTA Oleh Nilam Triarmiyati NIM 11104244047

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan mengenai kemandirian belajar yang terjadi pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kematangan emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuantitatif korelasional. Subyek dalam penelitian ini yaitu kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta dengan populasi 70 siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala kematangan emosi dan skala kemandirian belajar. Skor validitas skala kematangan emosi bergerak dari angka 0,265 sampai dengan 0,705, sedangkan skor validitas skala kemandirian belajar bergerak dari angka 0,256 sampai dengan 0,630. Nilai koefisien reliabilitas alpha (α) pada skala kematangan emosi sebesar 0,860 sedangkan pada skala kemandirian belajar sebesar 0,822. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik product moment dari pearson

Hasil analisis korelasi product moment menunjukan koefisien korelasi sebesar 0,163 dengan signifikansi 0,177 (sig>0.01) yang berarti tidak terdapat hubungan antara kematangan emosi dan kemandirian belajar. Tidak ada hubungan antara kematangan emosi dan kemandirian belajar dipengaruhi beberapa faktor eksternal dan internal diantaranya: motivasi, konformitas teman sebaya, dan penyesuaian sosial. Selain dari faktor eksternal dan internal tersebut, mungkin ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi dengan kemandirian belajar yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat rahmat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ini. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Hubungan Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas XI di SMK Perindustrian Yogykarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa banuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Muh Farozin, M.Pd, dan Bapak Sugiyanto, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu, perhatian, tenaga juga pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi.

5. Drs. Sujarwanto, M.Pd kepala sekolah SMK Perindustrian Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di SMK Perindustrian Yogyakarta

6. Guru BK SMK Perindustrian Yogyakarta yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

(9)

9. Keluarga Bapak Sunarno, Ibu

11.Miftah Faturochman yang selalu dukungan. Terimakasi

penyusunan skripsi

12.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu p

komentar10ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Sunarno, Ibu Nunuk Sudarjati, mas Aditya Yora, Mas Dita dan Anindya, yang sudah menjadi baru di perantauan, doa dan semangat yang selalu diberikan

.

kesayangan Septri, Shinta, Nurul, Rahma, Agnes, Tika,

memberikan dukungan, motivasi, semangat, yang setia kesah selama penyusunan skripsi.

Faturochman yang selalu memberikan perhatian, kesabaran, dan dukungan. Terimakasih karena selalu ada dan mendengar keluh kesah

ini.

Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima

ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

i, mas Aditya Wahyu menjadi keluarga diberikan dalam

Septri, Shinta, Nurul, Rahma, Agnes, Tika, Dini dan dukungan, motivasi, semangat, yang setia

perhatian, kesabaran, dan kesah selama

Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI ... A. Kematangan Emosi ... 13

1. Pengertian Kematangan Emosi ... 13

2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ... 16

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 20

4. Karakteristik Kematangan Emosi ... 22

5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi ... 24

B. Kemandirian Belajar ... 25

(11)

2. Faktor Kemandirian Belajar ... 26

3. Karakteristik Kemandirian Belajar ... 29

4. Cara Mengungkap Kemandirian Belajar ... 32

C. Kerangka Fikir ... 32

D. Penelitian yang Relevan ... 35

E. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 39

B. Subjek Penelitian ... 40

C. Setting Penelitian ... 41

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Instrumen Penelitian ... 43

1. Definisi Oprasional Kematangan Emosi ... 45

2. Definisi Oprasional Kemandirian Belajar ... 47

G. Pengujian Instrumen ... 49

1. Uji Validitas ... 50

2. Uji Reliabilitas ... 54

H. Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60

1. Gambaran Umum SMK Perindustrian Yogyakarta ... 60

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 61

a. Deskripsi Data Kematangan Emosi ... 61

b. Deskripsi Data Kemandirian Belajar ... 62

3. Uji Prasyarat Analisis ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Linieritas... 65

(12)

B. Pembahasan ... 67

C. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian... 40

Tabel 2. Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi... 46

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar... 49

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi Hasil Uji Coba... 52

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Hasil Uji Coba... 53

Tabel 6. Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data Kematangan Emosi... 57

Tabel 7. Kriteria Kategorisasi Data Kematangan Emosi... 57

Tabel 8. Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data Kemandirian belajar... 58

Tabel 9. Kriteria Kategorisasi Data Kemandirian Belajar... 58

Tabel 10. Data Kematangan Emosi Siswa Kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta... 61

Tabel 11. Data Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta... 63

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas... 64

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Uji Coba Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian

Belajar... 87

Lampiran 2. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kematangan Emosi... 95

Lampiran 3. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kemandirian Belajar... 96

Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar... 97

Lampiran 5. Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar... 101

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Skala Kematangan Emosi... 107

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Skala Kemandirian Belajar... 109

Lampiran 8. Hasil Uji Prasyarat...111

Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis...112

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masa globalisasi ini menciptakan berbagai kemajuan dalam

berbagai sektor yang salah satunya merupakan kemajuan di sektor

pendidikan.Pendidikan merupakan salah satu bentuk proses yang penting

dan merupakan hak yang didapatkan dalam hidup setiap individu, meliputi

segala pengalaman belajar yang berlangsung di lingkungan dan sepanjang

hidup setiap individu.

Pendidikan merupakan hal yang menunjang bagi semua aspek

dalam kehidupan yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Belajar

sebagai bentuk proses perubahan yang bersifat relatif permanen, salah

satunya dalam potensi perilaku sebagai bentuk dari hasil pengalaman atau

latihan yang dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dapat

menggunakan media apa saja.Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun

2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan adalah:

(17)

Dari yang dijabarkan dalam Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan

yaitu tujuan akhir dari pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa

agar terciptanya bangsa yang bermartabat. Sehingga dengan itu akan

semakin banyak individu yang berkualitas dengan adanya pendidikan

sebagai pembentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.

Terlaksananya pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran

sekolah sebagai lembaga yang memberikan pendidikan kepada siswa.

Dalam suatu proses pendidikan di dalam lembaga sekolah memiliki

komponen–komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu tenaga

pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana, yang pada komponen

tersebut berperan penting pada terciptanya proses pendidikan (Mayawatie,

2005: 2). Lembaga pendidikan di Indonesia sendiri terdiri dari jenjang usia

dini hingga jenjang perguruan tinggi yang tentunya memberikan perannya

masing–masing dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri, misalnya

saja untuk anak usia dini, pada masa ini siswa dikenalkan dengan

lingkungan awal sekolah. Peran sekolah menengah sudah mulai

mengarahkan siswa untuk menuju ke arah kemandirian awal sebelum

memasuki jenjang pendidikan selanjutnya di perguruan tinggi atau

persiapan kerja bagi siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

sekalipun.

Menurut Mappiere (dalam Ali, 2008: 9) remaja berlangsung antara

umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan

(18)

termasuk dalam kategori remaja yang rata–rata siswa berusia 16 sampai

dengan 18 tahun. Pada masa ini siswa yang dikategorikan sebagai remaja

mempunyai beberapa tugas perkembangan yang dilalui. Tugas

perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Ali, 2008: 10) yaitu

mampu menerima keadaan fisik, menerima dan memahami peran seks usia

dewasa, membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mengembangkan

kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota

masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa

dan orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki

perkawinan, dan memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung

jawab kehidupan keluarga. Dari berbagai tugas perkembangan remaja,

pembentukannya tidak terlepas dari lingkungan sekolah, masyarakat dan

keluarga sendiri.

Sesuai dengan tugas perkembangan yang di alami remaja yaitu

mencapai kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan ke-

terampilan intelektual maka pendidikan merupakan hal yang sangat

dibutuhkan dalam mencapai tugas perkembangan tersebut.Namun terdapat

fenomena di lapangan yang tidak sesuai, tidak semua siswa dapat belajar

dengan mandiri dan memiliki kematangan emosi yang baik.Masih adanya

(19)

halnya yang terjadi pada siswa SMA di Yogyakarta, masih adanya

tawuran antar pelajar yang kerap terjadi di kalangan remaja SMA/SMK di

Yogyakarta. Salah satu contohnya terjadi pada bulan Oktober 2015

(Tribunnews.com, 2013), bermula dari saling ejek antar siswa SMK di

Jogja yang berakibat saling lempar batu. Kasus selanjutnya yang terjadi

yaitu adanya kasus penganiayaan sesama perempuan yang terjadi karena

masalah sepele salah satunya dikarenakan tato Hello Kitty yang dimiliki

seorang siswa di Yogyakarta yang berujung tindak penganiayaan oleh

temanya (Liputan6.com, 2015). Kasus lainya ada tindak percobaan bunuh

diri atau bunuh diri pada remaja yang salah satunya di mahasiswa 19th

ditemukan gantung diri di kamar kosnya diduga karena merasa belum bisa

membahagiakan orang tuanya dan merasa labil serta kesulitan beradapatasi

dalam kehidupanya yang merantau (Tribunnews.com, 2015). adanya

banyak permasalahan emosional pada remaja yang berupa gejala–gejala

tekanan perasaan, frustasi, atau konflik internal maupun konflik eksternal

pada diri individu itu sendiri yang melanda individu yang masih dalam

proses perkembanganya.

Menurut Yusuf (dalam Ika Dian Purwnti,2011: 3) Jurnal yang

berjudul Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan Kematangan

Emosi pada Siswa SMA N 9 Samarinda bahwa remaja (siswa

SekolahLanjutan Tingkat Pertama dan siswa Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas) adalah siswa yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah

(20)

semua remaja dapat mencapainya secara baik dan mulus. Terlihat

berdasarkan dari beberapa kasus yang dijelaskan di atas, masih banyak

ditemukan remaja yang mengalami masalah, yaitu remaja yang

menunjukan sikap dan perilaku menyimpang, tidak wajar dan bahkan tidak

bermoral, seperti: membolos dari sekolah, tawuran, tindak kriminal dan

terlibat pergaulan bebas (free sex).

Hasil penelitian Friedberg (dalam Ika Dian,2011:2) juga

meng-indikasikan berbagai permasalahan emosional remaja disebabkan oleh

dampak kasus-kasus keluarga atau lingkungan sekitar remaja, diantaranya

korban perceraian orang tua,ketidak harmonisan antara anggota

keluarga,dan sebagainya. Permasalahan emosional remaja yang terjadi

pada saat ini seharusnya tidak perlu terjadi seandainya pada diri remaja

telah mampu mengontrol emosi dan adanya perlakuan lingkungan yang

lebih ramah dan mendukung hal positif pada remaja yang diharapkan

mampu mencegah dan menekan kasus–kasus yang menyimpang yang

belakangan ini sering terjadi dikalangan remaja.

Sama halnya yang telah dijelaskan oleh Hall (Santrock, 2007 : 6)

bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress (storm and stress),

yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana

hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan

hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan.Oleh karena

itu masa remaja dapat dikatakan sebagai tahap perkembangan manusia

(21)

Pada kondisi yang tidak stabil kematangan emosi memungkinkan

berperan dalam kehidupan sehari-hari remaja agar terhindar dari berbagai

sikap negatif yang dapat membawa remaja itu sendiri kedalam kondisi

yang negatif . Kematangan emosi adalah kemampuan menerima hal-hal

negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif,

melainkan dengan kebijakan (Martin, 2003: 24). Ditambahkan Yusuf

(2011: 114) yang mengungkapkan bahwa kematangan emosi merupakan

kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman,

mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang

lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan

kreatif. Emosi yang sudah matang mampu menerima dan selalu belajar

menerima kritikan, mampu menangguhkan respon-responnya, dan

cenderung memiliki aliran sosial untuk energi emosinya, misal bermain,

olahraga, melakukan hobi dan sebagainya.

Lis Binti Muawanah Dkk (2012: 11) juga menjelaskan beberapa

karakteristik individu yang telah matang emosinya yaitu adalah mampu

mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk diarahkan

kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan diri kepada orang

lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan keputusan, menerima diri

secara fisik maupun psikis. Dari penjelasan karakteristik kematangan

emosi tersebut menjelaskan mengenai tanggung jawab. Karena pada

(22)

Tanggung jawab erat hubungannya dengan kemandirian yang di tuntut

untuk dimiliki oleh remaja pada masa perkembangannya.

Selama masa remaja tuntunan terhadap kemandirian sangat besar,

dan jika tidak merespon secara tepat dapat menimbulkan dampak yang

tidak baik dan tidak terselesaikannya tugas perkembangan pada remaja.

Kondisi tersebut terjadi karena menjadi mandiri merupakan salah satu

tugas perkembangan pada masa remaja. Mandiri pada hal ini salah satunya

merupakan mandiri dalam belajar.Kemandirian belajar berpengaruh juga

terhadap meningkatnya prestasi akademik. Pekrun dkk (2002: 96) telah

mengkaji bagaimana pengaruh self regulated learning (kemandirian

belajar) terhadap emosi – emosi yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap

meningkatnya prestasi akademik.

Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek diantara kesulitan

belajar siswa.Dalam hal ini kemandirian belajar dapat menjadi faktor

penunjang tercapainya prestasi belajar yang bagus.Pada pencapaian

prestasi belajar yang bagus dalam prosesnya tidak semudah membalikkan

telapak tangan, dan kesulitan belajar yang tidak jarang dialami siswa dapat

menghambatnya. Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005: 50), kemandirian

dalam belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong

oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari

pembelajaran. Oleh karna itu kemandirian siswa diperlukan agar mereka

mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya

(23)

belajar yang dimiliki oleh setiap individu karena hal tersebut menunjukan

kedewasaan pada siswa.

Pada kenyataanya masih adanya siswa remaja yang masih

mengalami kesulitan dalam mencapai prestasinya di sekolah. Hasil

wawancara dengan guru BK di sekolah pada bulan Februari 2015, masih

ditemukan siswa yang mendapatkan hasil belajar yang kurang optimal

karena mengalami kesulitan dalam belajar. Gejala kesulitan belajar siswa

salah satunya pada aspek kemandirian belajar. Hal ini diperkuat dengan

hasil observasi yang dilakukan terhadap siswa. Berdasarkan hasil

observasi pengamatan yang dilakukan di SMK Perindustrian Yogyakarta

pada bulan Februari 2015 ditemukan gejala-gejala yang cenderung

menujukan ketidakmandirian pada siswa yaitu jika pergantian jam

pelajaran banyak siswa yang kurang menyiapkan materi pelajaran

selanjutnya justru jalan-jalan keluar kelas, tugas rumah yang harusnya

dikerjakan dirumah cenderung lebih suka mengerjakan di kelas dan

menyontek pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh teman lainnya, dan

adanya kecemasan pada siswa pada saat ujian terlihat dari ketidaksiapan

mengikuti ujian mengakibatkan siswa cenderung meminta atau

menanyakan jawaban pada teman. Selain itu dari hasil wawancara yang

dilakukan dengan guru BK disekolah adanya siswa yang cenderung malas

belajar, merasa berat mengerjakan tugas, sulit dalam membagi waktu dan

(24)

secara menyeluruh bahwa siswa tersebut belum mencapai kemandirian

belajar karena masih adanya gejala ketidakmandirian belajar.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kematangan emosi telah

banyak dilakukan antara lain Faradina (2010) yang meneliti mengenai

hubungan kematangan emosi dengan agresivitas remaja akhir laki-laki.

Remaja yang emosionalnya matang, mampu mengurangi agresivitas

dengan teman sebaya. Kemudian ada juga peneliti yang meneliti mengenai

kematangan emosi yang dimiliki seseorang dipengaruhi oeleh

kencenderungan perilaku self injury (melukai diri) yang dilakukan oleh

M. Ilmi (2011). Penelitian kematangan emosi juga dilakukan oleh Annisa

Aulia (2014) dengan judul dinamika kematangan emosi remaja putri yang

orang tuanya bercerai.

Penelitian ini merupakan yang berbeda dari penelitian-penelitian

tersebut diatas karena menghubungkan variabel kematangan emosi dengan

variabel kemandirian belajar. Berdasarkan beberapa fenomena yang telah

dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan

Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK

Perindustrian Yogyakarta Tahun pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas maka masalah dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Kematangan emosi dan kemandirian belajar yang kurang akan

(25)

2. Siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta rentang konflik satu

dan lainnya.

3. Beberapa siswa SMK Perindustrian memiliki kecenderungan tidak

inisiatif dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran yang

berdampak pada kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah

4. Belum diketahuinya seberapa jauh hubungan antara kematangan emosi

dengan kemandirian pada siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian yang telah disampaikan maka peneliti bermaksud

memberikan batasan dalam penelitian ini yaitu tentang hubungan antara

kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK

Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka

rumusan masalah yang peneliti tetapkan yakni apakah terdapat hubungan

antara kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI

di SMK Perindustrian Yogyakarta?.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas,

tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan

emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK Perindustrian

(26)

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi

pengembangan teori sikap, terutama kaitannya dengan layanan bidang

bimbingan dan konseling pribadi, serta bimbingan dan konseling

belajar yang akan menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai

pentingnya memiliki kematangan emosi guna mencapai kemandirian

belajar pada siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan menjadi masukan bahwa kematangan emosi dapat mem-

pengaruhi kemandirian belajar. Setelah diketahuinya hal tesebut

diharapkan dapat mengembangkan kematangan emosi sehingga

mampu meningkatkan kemandirian belajar.Setelah mampu

me-ngembangkan kemandirian belajar dan kematangan emosi dengan

baik siswa dapat mengoptimalkan potensi serta pengembangan

dirinya.

b. Bagi guru bimbingan konseling

Sebagai bahan informasi mengenai masalah-masalah dalam

kematangan emosi dan kemandirian belajar pada pada siswa kelas

XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 untuk

(27)

sebagai salah satu upaya pengembangan potensi diri serta tugas

perkembangan melalui layanan dalam bidang bimbingan pribadi

dan konseling belajar dan pribadi pada siswa kelas XI SMK

Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

c. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti

nyata dan wawasan mengenai seberapa jauh hubungan antara

kematangan emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI

SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Selain

itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti

dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling pada pada

siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran

(28)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Kematangan Emosi

1. Pengertian Kematangan Emosi

Hurlock (2003: 213) menjelaskan kematangan emosi adalah

individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum

bereaksi secara emosional tidak bereaksi tanpa berpikir sebelumnya

seperti anak-anak atau individu yang tidak matang emosinya. Artinya

bahwa kematangan emosi merupakan suatu bentuk pencapaian

tindakan atas reaksi-reaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak

meledakan emosinya dengan mengabaikan banyak rangsangan yang

tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Pada akhirnya remaja

yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil,

tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati

yang lain.

Berbeda dengan Hurlock, Albin (dalam Lis Binti, 2012: 7)

menjelaskan mengenai kematangan emosi sebagai kemampuan dalam

mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar dengan pengendalian

diri, memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, serta memiliki

penerimaan diri yang tinggi. Dari kedua pendapat tersebut memiliki

sudut pandang yang berbeda karena Albin lebih menekankan pada

(29)

antara lain pengendalian diri, kemandirian, konsekuensi diri, dan

penerimaan diri yang tinggi.

Covey (dalam Ika, 2011: 4) mengemukakan bahwa

kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan

perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, yang diimbangi

dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan

akan individu lain.Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang biasanya

mendukung perilaku dalam mengekspresikan perasaan dan

pengembanghan sikap positif dalam berhubungan dengan individu

lain dalam suatu lingkungan. Pendapat tersebut didukung oleh

pendapat Syamsu Yusuf (2011: 114) mengungkapan kematangan

emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran,

merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau

menerima dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan

emosinya secara konstruktif dan kreatif. Beberapa pendapat yang

dijelaskan mengenai kematangan emosi adalah individu yang mampu

memahami situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi

secara emosional.

Hurlock (2003: 213) menjelaskan bahwa laki-laki dan

perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila tidak

lagi “meledakan” emosinya di hadapan orang lain melainkan

menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan

(30)

2014) mengatakan bahwa seseorang yang matang secara emosional

sanggup mengendalikan perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan

dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, tidak

mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang

lain. Hurlock (2003: 213) juga menjelaskan dalam mencapai

kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran

tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.

Adapun cara yang dilakukan dalam menyalurkan emosinya adalah

latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis

dengan demikian cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang

timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi.

Terlebih keadaan emosi yang dialami oleh remaja. Masa

remaja dianggap masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai

akibat perubahan fisik dan kelenjar. Sebagian besar remaja mengalami

ketidakstabilan emosi, meskipun demikian perubahan emosi yang

dialami remaja pada umumnya mengalami perubahan perbaikan

perilaku emosionalnya dari tahun ke tahun yang menunjukan

kematangan pada emosionalnya.

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan tersebut peneliti

mengambil kesimpulan yang dirujuk dari pendapat Hurlock bahwa

kematangan emosi suatu bentuk pencapaian tindakan atas

reaksi-reaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak meledakan emosinya

(31)

menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya remaja yang emosinya matang

memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari

satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.

Individu yang dapat mencapai kematangan emosi yang baik

dapat mengendalikan emosinya secara baik dan tidak mementingkan

perasaan diri sendiri melainkan mempertimbangkan perasaan orang

lain. Kematangan emosi dapat dicapai dengan berbagai

faktor.Faktor-faktor tersebut memiliki peranan penting dalam mencapai kematangan

emosi pada setiap individu.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

Budi Astuti (2005) menjelaskan terdapat 5 (lima) faktor yang

dapat mempengaruhi perkembangan kematangan emosi pada

individu, antara lain:

a. Pola asuh orang tua

Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam

kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai

makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang

pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman

berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku

anak.

b.Pengalaman traumatik

Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi

(32)

bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar

keluarga.

c. Temperamen

Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang

mencirikan kehidupan emosional seseorang.Pada tahap tertentu

masing-masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri,

dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir dan merupakan

bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang

kehidupan manusia.

d.Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan

adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran

jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya

perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.

e. Usia

Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan

dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi

dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis

seseorang.

Young (dalam Maryati dkk, 2007) juga mengungkapkan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan emosi

(33)

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal termasuk di dalamnya adalah

lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. Dalam

lingkungan yang mendukung perilaku yang positif maka seseorang

akan menjadi pribadi yang baik dan santun. Selain itu lingkungan

yang mendukung perilaku positif dapat berpengaruh dalam prestasi

akademik, dengan adanya dukungan oleh lingkungan yang baik

akan mempengaruhi prestasi dalam akademik.

b. Faktor Individu

Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu hal

juga dapat menimbulkan gejolak emosi pada dirinya. Meliputi,

kepribadian yang dimiliki setiap orang. Pada individu yang matang

emosinya dapat memposisikan dirinya dengan baik, ketika sedang

dilanda masalah atau memiliki perasaan marah tidak mudah

melampiaskan kemarahannya dengan sembarangan akan tetapi

meredam dan berbuat positif sehingga apa yang dilakukan tidak

merugikan dirinya dan orang lain.

c. Faktor Pengalaman.

Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan

(34)

Abu Bakar Baradja (dalam Dini, 2011: 4) menjelaskan bahwa

terjadinya kematangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi

individu tersebut, antara lain :

a. Faktor Fisiologis, yaitu pada perkembangan kelenjar endokrin yang

akan mematangkan perilaku emosi individu. Pada masa bayi

produksi kelenjar endokrin sangat kurang dan akan berkembang

sesuai dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan kelenjar

adrenalin yang memainkan peranan penting pada emosi. Pada

awalnya kelenjar adrenalin mengecil, kemudian membesar dan

sampai pada taraf kestabilan di usia 16 tahun.

b. Faktor Psikologis, yaitu perkembangan pengertian individu akan

lebih menjelaskan proses munculnya emosi itu sendiri. Dengan

individu mampu memperhatikan, mengerti satu rangsangan dalam

waktu yang lebih lama, kemudian memutuskan untuk bereaksi

terhadap rangsangan tersebut, dengan menyenangkan atau tidak

menyenangkan. Rangsangan yang menyenangkan akan diterima

dengan reaksi gembira dan tertawa, sedangkan rangsangan yang

tidak menyenangkan akan diterima individu dengan reaksi yang

takut dan malu. Bertambah matangnya usia dan perkembangan,

membuat individu lebih reaktif terhadap rangsangan yang ada.

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka

peneliti mengambil kesimpulan menurut Budi Astuti yang

(35)

emosi yang meliputi a) pola asuh orang tua, b) pengalaman traumatik,

c) temperamen, d) jenis kelamin, e) usia.

Berbagai faktor dalam kematangan emosi membutuhkan

beberapa aspek. Aspek-aspek dalam kematangan emosi tersebut yang

akan mempengaruhi kematangan emosi pada setiap individu.

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Muray (dalam Budi Astuti, 2011: 3) terdapat beberapa aspek

penting dalam kematangan emosi, yaitu:

a. Pemberian dan penerimaan cinta, yaitu mampu menerima

mengekspresikan cintanya sebagaimana remaja yang dapat

menerima cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang

mencintainya.

b. Pengendalian emosi, yaitu individu yang matang secara emosi

dapat menggunakan amarahnya sebagai sumber energi untuk

meningkatkan usahanya dalam mencari solusi.

c. Toleransi terhadap frustasi, yaitu ketika hal yang diinginkan tidak

berjalan sesuai dengan keinginan, individu yang matang secara

emosi mempertimbangkan untuk menggunakan cara atau

pendekatan lain.

d. Kemampuan mengatasi ketegangan yaitu pemahaman yang baik

akan kehidupan menjadikan individu yang matang secara emosi

yakni akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang

(36)

Dijelaskan kembali oleh Katkosvsky dan Gorlow (dalam M

Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek kematangan

emosi, yaitu:

a. Kemandirian

Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab

terhadap keputusan yang diambilnya.

b.Kemampuan menerima kenyataan

Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama

dengan orang lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta

tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

c. Kemampuan beradaptasi

Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu

menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi

situasi apapun.

d.Kemampuan merespon dengan tepat

Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk

merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang

(37)

e. Kemampuan berempati

Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri

pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan

atau rasakan.

f. Kemampuan menguasai amarah

Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja

yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan

perasaan marahnya.

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka

terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam kematangan emosi

yang dirujuk peneliti menurut Katkosvy dan Gorlow yaitu

kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan

beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kemampuan

berempati, dan kemampuan merasa aman.

Kematangan emosi merupakan salah satu bagian penting bagi

remaja dalam proses perkembangannya. Karakteristik kematangan

emosi itu yang menunjukan apakah remaja tersebut mencapai

ke-matangan emosi yang baik, dengan demikian remaja dapat dengan

optimal mencapai tugas perkembangannya.

4. Karakteristik Kematangan Emosi

Murray (dalam Dini, 2011: 4 ) mengemukakan karakteristik

kematangan emosi pada individu yaitu memiliki kemampuan untuk

(38)

menghadapi kenyataan, mementingkan memberi daripada menerima,

memiliki penilaian yang objektif, memiliki kemampuan untuk belajar

dari pengalaman, memiliki kemampuan untuk menerima frustrasi,

memiliki kemampuan untuk menangani bentuk-bentuk permusuhan

dan relatif bebas dari gejala ketegangan.

Bimo Walgito (2004: 45) juga memaparkan beberapa

karakteristik kematangan emosi remaja, yaitu:

a.Dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain

seperti apa adanya sesuai dengan keadaan objektif hal ini di

sebabkan karena seseorang yang lebih matang emosinya daoat

berpikir secara lebih baik, dapat berpikir secara objektif.

b.Tidak bersifat implusif, akan merespon stimulus dengan cara

berpikir baik, dapat mengatur pikiranya untuk memberikan

tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya.

c. Dapat mengontrol emosinya dengan baik sehinhgga dapat

mengatur kapan kemarahan itu dapat dimenestasikan.

d.Bersifat sabar, pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai

toleransi yang baik.

e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak

mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan

penuh pengertian.

Lebih lanjut Lis Binti Muawanah (2012: 11) juga menjelaskan

(39)

adalah mampu mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi

diri untuk diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak

menggantungkan diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab

menjalankan keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis.

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya

peneliti menyimpulkan berdasarkan pendapat Lies Binti Muawanah

terdapat beberapa karakteristik kematangan emosi yang meliputi

mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk

diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan

diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan

keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis, dan mampu

untuk belajar dari pengalaman.

5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi

Kematangan emosi dapat diungkap dengan kuesioner salah

satunya menggunakan skala kematangan emosi dengan empat

alternatif pilihan jawaban dari setiap item pernyataan-pernyataan yang

diajukan serta dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan

unfavourable.

Peneliti akan mengukur bagaimana individu dalam mencapai

kematangan emosinya dengan menggunakan beberapa aspek yang ada

didalam kematangan emosi dijelaskan oleh Katkosvsky dan Gorlow

(dalam M Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek

(40)

kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan

tepat, kemampuan berempat, kemampuan menguasai amarah

B. Kajian Tentang Kemandirian Belajar

A. Pengertian Kemandirian Belajar

Haris Mujiman (dalam Pratistya dan Abdullah, 2012: 54)

ke-mandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang

dimiliki siswa untuk menguasai sesuatu kompetensi yang dimiliki.

Abu Ahmadi (2004: 31) menjelaskan bahwa kemandirian belajar

adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang

lain. Hal ini menunjukan bahwa siswa dituntut untuk memiliki

inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses pemeblajaran yang

bertujuan dalam meningkatkan prestasi belajar.

Pendapat lainya diungkapkan oleh Tirtaraharja dan Sulo

(2005: 50) yang menjelaskan kemandirian dalam belajar adalah

aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan

sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.

Selanjutnya Herman Holsten (dalam Sri Khumayatun, 2008: 11)

kemandirian belajar merupakan sikap mandiri dan inisiatifnya sendiri

mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing. Berdasarkan

beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan yang dirujuk dari

pendapat Tirtarahaja dan Sulo bahwa kemandirian belajar merupakan

aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan

(41)

yang dimana siswa dituntut untuk memiliki inisiatif, keaktifan, dan

keterlibatan dalam proses pembelajaran yang bertujuan dalam

meningkatkan prestasi belajar.

Individu yang mencapai kemandirian belajar yang tinggi tidak

tergantung dengan orang lain dalam melakukan aktivitas belajarnya.

Pencapaian kemandirian belajar dibutuhkan beberapa faktor yang

berperan penting dalam pencapaian kemandirian belajar.

B. Faktor Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar terjadi terhadap individu yang sedang

berkembang, pada fase perkembangan ini diharapkan individu dapat

menyelesaikan tugas-tugas perkembangan secara baik dan optimal.

Ali dan Asrori (2009: 118) menjelaskan ada 4 (empat) faktor yang

mempengaruhi kemandirian belajar antara lain:

a. Gen atau keturunan orang tua

Gen atau keturunan orang tua pasti akan melekat pada setiap

individu yang terlahir ke muka bumi ini, yang kemudian akan turut

serta mempengaruhi perkembangan individu. Orang tua yang

memiliki kemandirian tinggi sering kali menurunkan kepada

anaknya meskipun tidak secara keseluruhan dapat diturunkan.

b.Pola asuh orang tua

Keluarga merupakan tempat pertama kalinya individu tersebut

memperoleh pengasuhan. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua

(42)

kemandiriannya. Salah stau contohnya apabila anak diberikan

kepercayaan untuk melakukan sesuatu dengan kekuatan sendiri

akan membentuk sikap kemandirian yang tinggi begitu juga

sebaliknya apabila anak dilarang untuk berbuat sesuatu dan selalu

diberikan bantuan tanpa ada usaha dari anak itu sendiri maka anak

tersebut akan selalu bergantung dan perkembangan kemandirianya

akan terhambat.

c. Sistem pendidikan sekolah

Sekolah sebagai tempat individu memperoleh pendidikan secara

formal. Sistem pendidikan yang mendukung dan mengajarkan

kemandirian dalam proses belajar mengajarnya sangat membantu

individu dalam mengembangkan kemandirian yang dimiliki

d.Sistem pendidikan di maysarakat

Masyarakat juga berperan dalam pengembangan kemandirian

belajar, dimana masayarakat sebagai lingkungan lain selain rumah

dan sekolah. Didalam masyarakat juga terdapat banyak aktivitas

yang dapat melibatkan individu.

Hal di atas selaras dengan pendapat Eviana (dalam Budi

Astuti, 2013) yang menambahkan mengenai faktor-faktor

kemandirian belajar siswa, antara lain; a) pola asuh orang tua, orang

tua berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu

mengarahkan anak menjadi mandiri. Keluarga merupakan pilar utama

(43)

umur, semakin bertambah umur seseorang, perilaku mandiri akan

terus berkembang dan perilaku ketergantungan akan berkurang, c)

pendidikan, sekolah berperan memberikan kesempatan anak untuk

bersikap mandiri melalui upaya mendidik, membimbing dan melatih,

d) dukungan sosial, fungsi dukungan penghargaan dan motivasi

seperti harga diri dan kepercayaan diri merupakan komponen

kemandirian.

Berdasarkan pendapat yang sudah dijelaskan diatas, dapat

disederhanakan yang dirujuk dari pendapat Ali dan Asrori bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar antara lain: a)

pola asuh orang tua, b) dukungan sosial, c) sistem pendidikan di

sekolah, dan d) usia.Individu yang dapat dikatakan mandiri dalam

belajar apabila mampu mencapai kegiatan belajarnya.Mampu

mencapai kegiatan belajarnya salah satu karakteristik dalam

kemandirian belajar. Karakteristik kemandirian belajar itulah yang

akan menunjukan individu tersebut sudah mencapai kemandirian

belajar yang baik.

C. Karakteristik Kemandirian Belajar

Rusman (2011: 366) menjelaskan karakteistik kemandirian

belajar adalah sebagai berikut:

a. Sudah diketahui pasti apa yang ingin dicapai dalam kegiatan

belajarnya. Karena itu inidividu tersebut ingin menentukan tujuan

(44)

tidak sesuai dengan keinginannya. Karena itu individu tersebut

tidak menyukai program pembelajaran yang sangat terstruktur yang

tidak dapat menampung keinginan atau kebutuhan belajarnya.

b.Sudah dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui

kemana harus menemukan bahan-bahan belajar yang diinginkan.

Individu tersebut juga mempunyai keyakinan bahwa dapat

menafsirkan isi pelajaran dengan betul dan sesuai yang dimaksud

oleh penyusunan bahan belajar. Maka ketika mengalami kesulitan

belajar individu tersebut juga sudah tau kemana di dapat mencari

narasumber yang dapat dimintai bantuan untuk ikut memecahkan

masalah kesulitan belajarnya.

c. Sudah dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk

melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalahan

yang dijumpainya dalam kehidupannya. Karena itu, dia ingin

menilai sendiri atau ingin ikut menentukan kriteria keberhasilan

belajarnya.

Hal di atas selaras dengan pendapat Basri (dalam Yunita,

2013: 45) menyebutkan bahwa karakteristik kemandirian belajar

meliputi: a) Siswa merencanakan dan memilih kegiatan sendiri, b)

siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar terus menerus, c)

siswa dituntut tanggung jawab dalam belajar, d) siswa belajar secara

kritis,logis, dan penuh keterbukaan, e) siswa belajar dengan penuh

(45)

Thoha (dalam Toni, 2012: 12) menjelaskan beberapa

karakteristik kemandirian belajar sebagai berikut:

a. Mampu berpikir kritis

Individu yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif

terhadap sehala sesuatu yang datang dari dirinya, mereka tidak

segera menerima begitu saja pengaruh orang lain tanpa dipikirkan

terlebih dahulu segala kemungkinan yang akan timbul, tetapi

mampu melahirkan suatu gagasan baru.

b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain

Seseorang yang dikatakan tidak mudah terpengaruh oleh orang

lain adalah orang yang mampu membuat keputusan secara bebas

tanpa dipengaruh oleh orang lain dan percaya pada diri sendiri.

c. Tidak lari dan menghindari masalah

Orang yang mandiri adalah tidak lari atau menghindari masalah di

mana secara emosional berani menghadapi maslah tanpa bantuan

orang lain.

d. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta

bantuan orang lain

Seseorang dapat dikatakan mandiri adalah apabila menjumpai

masalah dan berusaha memecahkan masalah oleh dirinya sendiri.

e. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan

Mampu bekerja keras dan sungguh-sungguh serta berupaya

(46)

f. Bertanggung jawab atas tindakanya sendiri

Dalam melakukan segala tindakan seseorang yang mandiri akan

selalu bertanggung jawab atau siap menghadapi segala resiko atau

konsekuensi dari tindakannya.

Sufyaman (2003: 51) juga menjelakan 5 karakteristik

kemandirian belajar, antara lain:

a. Progresif dan ulet seperti tampak mengejar prestasi, penuh

ketekunan merencanakan dan mewujudkan harapan-harapanya.

b. Berinisiatif, yang berarti mampu berpikir dan bertindak secara

original, kreatif, dan penuh inisiatif.

c. Pengendalian diri dalam adanya kemampuan mengatasi masalah

yang dihadapi mampu mengendalikan tindakan serta kemampuan

mempengaruhi lingkungan atas ulahnya sendiri

d. Kemampuan diri, mencakup dalam aspek percaya diri sendiri.

e. Memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik

kesimpulan yang diujuk dari pendapat Thoha bahwa karakteristik

kemandirian belajar adalah mampu menyelesaikan tugas-tugas yang

diberikan, tidak mudah menyerah, inisiatif atau kreatif, pengendalian

diri, dan kemantapan diri.

D. Cara Mengungkap Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar dapat diungkap dengan kuesioner salah

(47)

alternatif pilihan jawaban dari setiap item pernyataan-pernyataan yang

diajukan serta dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan

unfavourable.

Berdasarkan cara mengungkap tersebut, sejumlah alat ukur

telah dirancang sedemikan rupa untuk mengungkap kemandirian

belajar individu. Sebagian alat ukur tersebut mengasumsikan bahwa

kemandirian belajar kematangan emosi dapat disusun dalam sebuah

pertanyaan dan pernyataan yang dapat dijawab dengan kategori benar

sampai sangat tidak benar.

C. Kerangka Fikir

Pendapat lainya di ungkapkan oleh Tirtaraharja & Sulo (2005:50)

yang menjelaskan kemandirian dalam belajar adalah aktivitas belajar yang

berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan

tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Selanjutnya Herman Holsten

(dalam Sri Khu,ayatun, 2008) kemandirian belajar merupakan sikap

mandiri dan inisiatifnya sendiri mendesak jauh ke belakang setiap

pengendalian asing. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di tarik

kesimpulan bahwa kemandirian belajar merupakan aktivitas belajar yang

berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan

tanggung jawab sendiri dari pembelajaran yang dimana siswa dituntut

untuk memiliki inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses

(48)

Sufyaman (2003: 51) juga menjelakan 5 karakteristik kemandirian

belajar, antara lain: a) Progresif dan ulet seperti tampak mengejar prestasi,

penuh ketekunan merencanakan dan mewujudkan harapan-harapanya, b)

Berinisiatif, yang berarti mampu berpikir dan bertindak secara original,

kreatif, dan penuh inisiatif, c) Pengendalian diri dalam adanya kemampuan

mengatasi masalah yang dihadapi mampu mengendalikan tindakan serta

kemampuan mempengaruhi lingkungan atas ulahnya sendiri, d)

Kemampuan diri, mencakup dalam aspek percaya diri sendiri, e)

Memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri. Pengendalian diri pada siswa

pada hal ini dengan ciri-ciri mampu mengendalikan emosi, mampu

mengendalikan tindakan, menyukai penyelesaian masalah secara damai,

berpikir dulu sebelum bertindak dan mampu mendisiplinkan diri.

Pengendalian diri erat hubunganya dengan kematangan emosi yang

dimiliki siswa.

Kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam menilai

situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum akhirnya bereaksi secara

emosional.Reaksi secara emosional yang bertindak tanpa berpikir terlebih

dahulu yang sering kali dialami saat remaja. Terlebih keadaan emosi yang

dialami oleh remaja. Masa remaja dianggap masa dimana ketegangan

emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Sebagian

besar remaja mengalami ketidak stabilan emosi, meskipun demikian

(49)

perubahan perbaikan perilaku emosionalnya dari tahun ke tahun yang

menunjukan kematangan pada emosionalnya.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (2003: 213) yang

menyatakan bahwa kematangan emosi dalah individu yang mampu

menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara

emosional, tidak bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak

atau individu yang tidak matang emosinya, artinya kematangan emosi

merupakan suatu bentuk pencapaian tindakan atas reaksi-reaksi yang stabil

tidak berubah-ubah dan tidak meledakan emosinya.

Kematangan emosi dapat disimpulkan sebagai kemampuan

individu dalam mengungkapkan dan mengekspresikan emosinya

dihadapan orang lain dimana individu yang matang emosinya tidak mudah

meledakan emosinya dihadapan orang lain. Individu yang mampu

mengekspresikan emosinya dengan tepat memiliki pengendalian diri,

memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, dan memiliki

penerimaan diri yang tinggi.

Hal ini juga dijelaskan oleh Katkosvy dan Gorlow (dalam M Ilmi,

2011: 23) yang menjelaskan mengenai aspek–aspek kematangan emosi

yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan

beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kemampuan berempati,

kemampuan menguasai amarah, dengan demikian kematangan emosi

(50)

yang matang emosinya mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan

bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya secara mandiri.

Berhubungan dengan kemungkinan adanya hubungan

ke-matangan emosi dan kemandirian belajar, dapat dikatakan bahwa apabila

individu mencapai kematangan emosi, individu akan bertanggung jawab

atas keputusannya secara mandiri. Individu yang matang emosinya akan

membentuk kemandirian belajar atau bertanggung jawab dalam hal belajar

pada individu itu tersebut. Oleh karena itu, individu yang mencapai

kematangan emosi yang tinggi dapat memiliki kemandirian belajar yang

tinggi.

D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Lis Binti Muawanah, Suroso, Herlan

Pratiko (2012) yang berjudul “Kematangan Emosi , Konsep Diri, dan

Kenakalan Remaja” hasil penelitian yang dilakukan pada remaja

tengah usia 16-17 tahun yaitu 53 laki-laki dan 67 perempuan yang

tinggal di Kota Kediri ini menunjukan bahwa koefisien determinasi

R2=0,132, menunjukan 13,2% proporsi variasi kenakalan remaja dapat

dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep dir. Sisanya

(100%-13,2%) = 86,8% dijelaskan faktor lain yang tidak dianalisis dalam

penelitian. F=8,908 dan p=0,000 (p < 0,05) menunjukkan dengan

signifikan variabel kematangan emosi dan konsep diri secara simultan

memprediksi kenakalan remaja dalam hubungan searah dan linier.

(51)

dan kenakalan remaja. Perbedaan lainya yaitu waktu , tempat, dan

subjek penelitian. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah

pada variabel bebas yaitu sama-sama kematangan emosi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuyuk Neni Yuniarti (2009) yang

berjudul “Hubungan Persepsi Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Orang Tua dan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Diri Pada

Remaja Siswa SMAN 1 Polanharjo” penelitian ini dilakukan pada

remaja siswa SMAN 1 Polaharjo yang menghasilkan terdapatnya

hubungan positif yang signifikan taraf persepsi efektivitas komunikasi

interpersonal orang tua dan penyesuain diri yang memperoleh nilai

kolerasi rxly = 0,667 dengan taraf signifikan 5%, terdapat hubungan

positif yang signifikan antara kematangan emosi dan penyesuaian diri

dengan memperoleh nilai kolerasi rxly= 0,544 dengan taraf signifikan

5%, dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi

efektivitas komunikasi interpersonal orang tua dan kematangan emosi

dengan penyesuaian diri pada remaja dengan memperoleh nilai

R=0,511 dan Fregresi= 74,735 > dari Ftabel4,757 dengan taraf signifikan

5%. Perbedaan pada penelitian ini terdapat pada variabel terikatnya

yaitu penyesuaian diri, selain itu tempat, waktu dan subjek juga

berbeda. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah pada

variabel bebas yaitu sama-sama kematangan emosi.

3. Penelitian dilakukan oleh Astuti Prasetyaningsing, Muhamad

(52)

Belajar dan Interaksi Edukatif dengan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas

IV SD Se-kecamatan Purworejo”. Penelitian yang dilakukan pada

siswa kelas IV se kecamatan Purworejo menghasilkan adanya

hubungan positif dan signifikan antara kemandirian belajar dan

interaksi edukatif secara bersama-sama dengan hasil belajar IPS.

Perbedaan dalam penelitian ini terdapat pada jumlah variabel dan

variabel terikatnya yaitu hasil belajar, selain itu waktu, tempat

pelaksanaan, dan subjek pun berbeda. Persamaanya sama-sama

meneliti tentang kemandirian belajar.

4. Penelitian dilakukan oleh Muhamad Maemun (2008) yang berjudul

“Hubungan Kemandirian Belajar dan Fasilitas Belajar di Rumah

dengan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas X MAN Wonokromo”.

Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas X di MAN Wonokoromo

ini mendapatkan hasil adanya hubungan yang positif dan signifikan

antara kemandirian belajar dann fasilitas belajar dengan prestasi

belajar biologi siswa kelas X MAN Wonokromo Bantul tahun ajaran

2006/2007. Penelitian ini memiliki perbedaan pada jumlah variabel

yang diteliti selain itu adanya perbedaan pada variabel terikatnya yaitu

prestasi belajar dan kemandirian belajar pada variabel bebas.

Perbedaan lainnya terdapat pada waktu pelaksanaan, tempat, dan

subjek. Penelitian ini memiliki kesamaan pada variabel kemandirian

(53)

E. Hipotesis

Berdasarkan pembahasan dalam kajian teori di atas maka

hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kematangan

emosi dan kemandirian belajar berfokus masalah pada siswa kelas XI

SMK Perindustrian.Hal ini berarti kematangan emosi berkontribusi pada

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PendekatanPenelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis penelitian pendekatan kuantitatif, hal ini karena dalam analisisnya

menekankan pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan

metode statistika. Selain itu hal tersebut berdasarkan adanya pendapat

bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam bentuk

angka yang memungkinkan digunakan teknik analisis statistik (Suharismi

Arikunto, 2010: 10). Penelitian kuantitatif ini secara spesifik lebih

diarahkan kepada penggunaan metode korelasional. Korelasi adalah

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau

lebih (Sugiyono, 2010: 9). Suharsimi Arikunto (2010: 4) menjelaskan

penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan

perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah

ada. Penelitian korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

dua variabel. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel

bebas (independent variabel) yaitu kematangan emosi dan variabel terikat

(dependent variabel) yaitu kemandirian belajar di SMK Perindustrian

(55)

B. Subjek Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 152) menyatakan subjek penelitian

adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian yang

dipermasalahkan melekat. Subjek merupakan tempat dimana data dapat

diambil. Subjek penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting

kedudukannya dalam penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI yang ada di SMK Perindustrian Yogyakarta

Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah siswa kelas XI yang ada di SMK

Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016 sebanyak 70 siswa

yang terdiri dari dua jurusan yaitu teknik otomotif 3 kelas dan teknik kimia

1 kelas. Berikut populasi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian No Kelas dan Jurusan Jumlah Siswa

1 XI Otomotif A 15 Siswa

2 XI Otomotif B 17 Siswa

3 XI Otomotif C 18 Siswa

4 XI Kimia 20 Siswa

Jumlah 70 Siswa

Penelitian ini merupakan penelitian populasi, karena jumlah siswa

kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta berjumlah 70 siswa. Sejalan

dengan yang dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (2002: 112) yang

menjelaskan bahwa jika jumlah subjeknya kurang dari atau sama dengan

100 orang, maka lebih baik jumlah populasi dijadikan sempel, sedangkan

jika jumlah subjek lebih dari 100 orang maka sampel dapat diambil

(56)

Alasan peneliti mengambil siswa kelas XI sebagai subjek

penelitian adalah karena siswa kelas XI tergolong pada usia remaja akhir

yang rentang usianya dari 16 sampai dengan 18 tahun yang dimana remaja

mengalami masa sebagai periode peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa, sehingga pada usia ini remaja dituntut meninggalkan segala

sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku

dan sikap baru menjadi dewasa (Rita Eka Izzaty, 2008: 125). Pola perilaku

dan sikap dewasa salah satunya adanya kematangan emosi dan

kemandirian salah satunya kemandirian dalam belajar. Pada siswa kelas XI

beban belajar yang dimiliki siswa kelas XI lebih ringan dari beban belajar

siswa kelas XII hal ini berpengaruh pada tanggung jawab belajar, lebih

tidak terbebani namun justru memungkinkan munculnya perilaku

kurangnya mandiri dalam belajar.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan

Perindustrian Yogyakarta yang beralamat Jalan Kalisahak No.26, Kelitren,

Gondo Kusuma, Yogyakarta. Alasan Penelitian ini dilakukan di sekolah

ini karena terdapat masalah yang melatarbelakangi tujuan penelitian ini

D. Variabel Penelitian

Sugiyono (2013: 61) menjelaskan variabel penelitian adalah objek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Suharsimi

(57)

menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Dari kedua pendapat

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah objek

atau apa menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian yang memiliki

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari

dan disimpulkan.

Sugiyono (2013: 61) menurut hubungan antara satu variabel

dengan variabel yang lainya maka macam-macam variabel dalam

penelitian dibedakan menjadi 5 variabel yaitu variabel independen,

variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening, dan variabel

kontrol. Sugiyono (2013: 65) juga menjelaskan dalam penentuan

kedudukan variabel tersebut dalam penelitian harus dilihat dari konteksnya

dengan dilandasi konsep teoritis yang mendasari maupun hasil yang dari

pengamatan data empiris di tempat penelitian, tetapi karna adanya

keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti sering hanya memfokuskan

pada beberapa variabel penelitian saja, yaitu pada variabel independent

atau variabel bebas (X) dan variabel dependent atau variabel terikat (Y).

Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu kematangan emosi merupakan

variabel bebas (X) dan kemandirian belajar merupakan variabel terikat

Gambar

Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi
Table 4. Kisi-kisi skala kematangan emosi setelah uji coba
Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar setelah uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Tielman (2014) tidak melakukan kajian pada aspek pengendalian tekanan darah, maka pada penelitian ini peneliti melakukan kajian pada

Download aplikasi OvpnSpider atau EasyOvpn (aplikasi ini berfungsi untuk melihat seluruh IP address yang tersedia yang nantinya akan kita gunakan untuk merubah IP address)..

Meskipun kita ada band baru trus mereka jadi membernya myspace.com trus dari band baru yang tidak terkenal sekalipun itu musiknya bisa diperkenalkan gitu loh … jadi

Besarnya laba bersih diperoleh dari laba sebelum pajak (EBT) dengan besarnya pajak penghasilan yang ditanggung perusahaan. Pendapatan yang semakin tinggi dan adanya

Melihat jumlah anak yang belum/putus sekolah tingkat pendidikan SMP/MTs dan sederajat yang persentasenya besar dan dengan mempertimbankan budaya setempat, tampaknya

Hari dan Tanggal lahir : Hari Tgl Bln

Seminar : Pertambangan, Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat, di Universitas Samratulangi – Manado, pada 06 Agustus 2007, hal.. Manajemen Sumber Daya Manusia:

[r]