HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN
PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Nilam Triarmiyati NIM 11104244047
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JANUARI 2016
MOTTO
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah : 153)
“ Emosi adalah bagian dari kehidupan manusia, tetapi menjadi emosi dan tidak rasional itu keliru”
(Susilo Bambang Yudhoyono)
“Kadang kamu harus belajar berdiri sendiri. Karna bagi sebagian orang yang berjanji untuk selalu ada untukmu. Akhirnya juga pergi”
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
Bapak dan Mamah tercinta atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipajatkan.
Almamater saya BK FIP UNY
HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI DI SMK PERINDUSTRIAN
YOGYAKARTA Oleh Nilam Triarmiyati NIM 11104244047
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan mengenai kemandirian belajar yang terjadi pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kematangan emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuantitatif korelasional. Subyek dalam penelitian ini yaitu kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta dengan populasi 70 siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala kematangan emosi dan skala kemandirian belajar. Skor validitas skala kematangan emosi bergerak dari angka 0,265 sampai dengan 0,705, sedangkan skor validitas skala kemandirian belajar bergerak dari angka 0,256 sampai dengan 0,630. Nilai koefisien reliabilitas alpha (α) pada skala kematangan emosi sebesar 0,860 sedangkan pada skala kemandirian belajar sebesar 0,822. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik product moment dari pearson
Hasil analisis korelasi product moment menunjukan koefisien korelasi sebesar 0,163 dengan signifikansi 0,177 (sig>0.01) yang berarti tidak terdapat hubungan antara kematangan emosi dan kemandirian belajar. Tidak ada hubungan antara kematangan emosi dan kemandirian belajar dipengaruhi beberapa faktor eksternal dan internal diantaranya: motivasi, konformitas teman sebaya, dan penyesuaian sosial. Selain dari faktor eksternal dan internal tersebut, mungkin ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi dengan kemandirian belajar yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat rahmat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ini. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Hubungan Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar pada Siswa Kelas XI di SMK Perindustrian Yogykarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa banuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Muh Farozin, M.Pd, dan Bapak Sugiyanto, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu, perhatian, tenaga juga pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi.
5. Drs. Sujarwanto, M.Pd kepala sekolah SMK Perindustrian Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di SMK Perindustrian Yogyakarta
6. Guru BK SMK Perindustrian Yogyakarta yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.
9. Keluarga Bapak Sunarno, Ibu
11.Miftah Faturochman yang selalu dukungan. Terimakasi
penyusunan skripsi
12.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu p
komentar10ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Sunarno, Ibu Nunuk Sudarjati, mas Aditya Yora, Mas Dita dan Anindya, yang sudah menjadi baru di perantauan, doa dan semangat yang selalu diberikan
.
kesayangan Septri, Shinta, Nurul, Rahma, Agnes, Tika,
memberikan dukungan, motivasi, semangat, yang setia kesah selama penyusunan skripsi.
Faturochman yang selalu memberikan perhatian, kesabaran, dan dukungan. Terimakasih karena selalu ada dan mendengar keluh kesah
ini.
Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima
ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
i, mas Aditya Wahyu menjadi keluarga diberikan dalam
Septri, Shinta, Nurul, Rahma, Agnes, Tika, Dini dan dukungan, motivasi, semangat, yang setia
perhatian, kesabaran, dan kesah selama
Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN TEORI ... A. Kematangan Emosi ... 13
1. Pengertian Kematangan Emosi ... 13
2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ... 16
3. Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 20
4. Karakteristik Kematangan Emosi ... 22
5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi ... 24
B. Kemandirian Belajar ... 25
2. Faktor Kemandirian Belajar ... 26
3. Karakteristik Kemandirian Belajar ... 29
4. Cara Mengungkap Kemandirian Belajar ... 32
C. Kerangka Fikir ... 32
D. Penelitian yang Relevan ... 35
E. Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 39
B. Subjek Penelitian ... 40
C. Setting Penelitian ... 41
D. Variabel Penelitian ... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ... 43
F. Instrumen Penelitian ... 43
1. Definisi Oprasional Kematangan Emosi ... 45
2. Definisi Oprasional Kemandirian Belajar ... 47
G. Pengujian Instrumen ... 49
1. Uji Validitas ... 50
2. Uji Reliabilitas ... 54
H. Analisis Data ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60
1. Gambaran Umum SMK Perindustrian Yogyakarta ... 60
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 61
a. Deskripsi Data Kematangan Emosi ... 61
b. Deskripsi Data Kemandirian Belajar ... 62
3. Uji Prasyarat Analisis ... 64
a. Uji Normalitas ... 64
b. Uji Linieritas... 65
B. Pembahasan ... 67
C. Keterbatasan Penelitian ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian... 40
Tabel 2. Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi... 46
Tabel 3. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar... 49
Tabel 4. Kisi-kisi Skala Kematangan Emosi Hasil Uji Coba... 52
Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Hasil Uji Coba... 53
Tabel 6. Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data Kematangan Emosi... 57
Tabel 7. Kriteria Kategorisasi Data Kematangan Emosi... 57
Tabel 8. Penentuan Skor Minimal, Maksimal, Rentang, dan Mean Data Kemandirian belajar... 58
Tabel 9. Kriteria Kategorisasi Data Kemandirian Belajar... 58
Tabel 10. Data Kematangan Emosi Siswa Kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta... 61
Tabel 11. Data Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta... 63
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas... 64
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1. Uji Coba Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian
Belajar... 87
Lampiran 2. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kematangan Emosi... 95
Lampiran 3. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Kemandirian Belajar... 96
Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar... 97
Lampiran 5. Skala Kematangan Emosi dan Kemandirian Belajar... 101
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Skala Kematangan Emosi... 107
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Skala Kemandirian Belajar... 109
Lampiran 8. Hasil Uji Prasyarat...111
Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis...112
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masa globalisasi ini menciptakan berbagai kemajuan dalam
berbagai sektor yang salah satunya merupakan kemajuan di sektor
pendidikan.Pendidikan merupakan salah satu bentuk proses yang penting
dan merupakan hak yang didapatkan dalam hidup setiap individu, meliputi
segala pengalaman belajar yang berlangsung di lingkungan dan sepanjang
hidup setiap individu.
Pendidikan merupakan hal yang menunjang bagi semua aspek
dalam kehidupan yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Belajar
sebagai bentuk proses perubahan yang bersifat relatif permanen, salah
satunya dalam potensi perilaku sebagai bentuk dari hasil pengalaman atau
latihan yang dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dapat
menggunakan media apa saja.Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan adalah:
Dari yang dijabarkan dalam Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan
yaitu tujuan akhir dari pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
agar terciptanya bangsa yang bermartabat. Sehingga dengan itu akan
semakin banyak individu yang berkualitas dengan adanya pendidikan
sebagai pembentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.
Terlaksananya pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran
sekolah sebagai lembaga yang memberikan pendidikan kepada siswa.
Dalam suatu proses pendidikan di dalam lembaga sekolah memiliki
komponen–komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu tenaga
pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana, yang pada komponen
tersebut berperan penting pada terciptanya proses pendidikan (Mayawatie,
2005: 2). Lembaga pendidikan di Indonesia sendiri terdiri dari jenjang usia
dini hingga jenjang perguruan tinggi yang tentunya memberikan perannya
masing–masing dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri, misalnya
saja untuk anak usia dini, pada masa ini siswa dikenalkan dengan
lingkungan awal sekolah. Peran sekolah menengah sudah mulai
mengarahkan siswa untuk menuju ke arah kemandirian awal sebelum
memasuki jenjang pendidikan selanjutnya di perguruan tinggi atau
persiapan kerja bagi siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
sekalipun.
Menurut Mappiere (dalam Ali, 2008: 9) remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan
termasuk dalam kategori remaja yang rata–rata siswa berusia 16 sampai
dengan 18 tahun. Pada masa ini siswa yang dikategorikan sebagai remaja
mempunyai beberapa tugas perkembangan yang dilalui. Tugas
perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Ali, 2008: 10) yaitu
mampu menerima keadaan fisik, menerima dan memahami peran seks usia
dewasa, membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mengembangkan
kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota
masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa
dan orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang
diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki
perkawinan, dan memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung
jawab kehidupan keluarga. Dari berbagai tugas perkembangan remaja,
pembentukannya tidak terlepas dari lingkungan sekolah, masyarakat dan
keluarga sendiri.
Sesuai dengan tugas perkembangan yang di alami remaja yaitu
mencapai kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan ke-
terampilan intelektual maka pendidikan merupakan hal yang sangat
dibutuhkan dalam mencapai tugas perkembangan tersebut.Namun terdapat
fenomena di lapangan yang tidak sesuai, tidak semua siswa dapat belajar
dengan mandiri dan memiliki kematangan emosi yang baik.Masih adanya
halnya yang terjadi pada siswa SMA di Yogyakarta, masih adanya
tawuran antar pelajar yang kerap terjadi di kalangan remaja SMA/SMK di
Yogyakarta. Salah satu contohnya terjadi pada bulan Oktober 2015
(Tribunnews.com, 2013), bermula dari saling ejek antar siswa SMK di
Jogja yang berakibat saling lempar batu. Kasus selanjutnya yang terjadi
yaitu adanya kasus penganiayaan sesama perempuan yang terjadi karena
masalah sepele salah satunya dikarenakan tato Hello Kitty yang dimiliki
seorang siswa di Yogyakarta yang berujung tindak penganiayaan oleh
temanya (Liputan6.com, 2015). Kasus lainya ada tindak percobaan bunuh
diri atau bunuh diri pada remaja yang salah satunya di mahasiswa 19th
ditemukan gantung diri di kamar kosnya diduga karena merasa belum bisa
membahagiakan orang tuanya dan merasa labil serta kesulitan beradapatasi
dalam kehidupanya yang merantau (Tribunnews.com, 2015). adanya
banyak permasalahan emosional pada remaja yang berupa gejala–gejala
tekanan perasaan, frustasi, atau konflik internal maupun konflik eksternal
pada diri individu itu sendiri yang melanda individu yang masih dalam
proses perkembanganya.
Menurut Yusuf (dalam Ika Dian Purwnti,2011: 3) Jurnal yang
berjudul Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan Kematangan
Emosi pada Siswa SMA N 9 Samarinda bahwa remaja (siswa
SekolahLanjutan Tingkat Pertama dan siswa Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas) adalah siswa yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah
semua remaja dapat mencapainya secara baik dan mulus. Terlihat
berdasarkan dari beberapa kasus yang dijelaskan di atas, masih banyak
ditemukan remaja yang mengalami masalah, yaitu remaja yang
menunjukan sikap dan perilaku menyimpang, tidak wajar dan bahkan tidak
bermoral, seperti: membolos dari sekolah, tawuran, tindak kriminal dan
terlibat pergaulan bebas (free sex).
Hasil penelitian Friedberg (dalam Ika Dian,2011:2) juga
meng-indikasikan berbagai permasalahan emosional remaja disebabkan oleh
dampak kasus-kasus keluarga atau lingkungan sekitar remaja, diantaranya
korban perceraian orang tua,ketidak harmonisan antara anggota
keluarga,dan sebagainya. Permasalahan emosional remaja yang terjadi
pada saat ini seharusnya tidak perlu terjadi seandainya pada diri remaja
telah mampu mengontrol emosi dan adanya perlakuan lingkungan yang
lebih ramah dan mendukung hal positif pada remaja yang diharapkan
mampu mencegah dan menekan kasus–kasus yang menyimpang yang
belakangan ini sering terjadi dikalangan remaja.
Sama halnya yang telah dijelaskan oleh Hall (Santrock, 2007 : 6)
bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress (storm and stress),
yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana
hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan
hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan.Oleh karena
itu masa remaja dapat dikatakan sebagai tahap perkembangan manusia
Pada kondisi yang tidak stabil kematangan emosi memungkinkan
berperan dalam kehidupan sehari-hari remaja agar terhindar dari berbagai
sikap negatif yang dapat membawa remaja itu sendiri kedalam kondisi
yang negatif . Kematangan emosi adalah kemampuan menerima hal-hal
negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif,
melainkan dengan kebijakan (Martin, 2003: 24). Ditambahkan Yusuf
(2011: 114) yang mengungkapkan bahwa kematangan emosi merupakan
kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman,
mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang
lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan
kreatif. Emosi yang sudah matang mampu menerima dan selalu belajar
menerima kritikan, mampu menangguhkan respon-responnya, dan
cenderung memiliki aliran sosial untuk energi emosinya, misal bermain,
olahraga, melakukan hobi dan sebagainya.
Lis Binti Muawanah Dkk (2012: 11) juga menjelaskan beberapa
karakteristik individu yang telah matang emosinya yaitu adalah mampu
mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk diarahkan
kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan diri kepada orang
lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan keputusan, menerima diri
secara fisik maupun psikis. Dari penjelasan karakteristik kematangan
emosi tersebut menjelaskan mengenai tanggung jawab. Karena pada
Tanggung jawab erat hubungannya dengan kemandirian yang di tuntut
untuk dimiliki oleh remaja pada masa perkembangannya.
Selama masa remaja tuntunan terhadap kemandirian sangat besar,
dan jika tidak merespon secara tepat dapat menimbulkan dampak yang
tidak baik dan tidak terselesaikannya tugas perkembangan pada remaja.
Kondisi tersebut terjadi karena menjadi mandiri merupakan salah satu
tugas perkembangan pada masa remaja. Mandiri pada hal ini salah satunya
merupakan mandiri dalam belajar.Kemandirian belajar berpengaruh juga
terhadap meningkatnya prestasi akademik. Pekrun dkk (2002: 96) telah
mengkaji bagaimana pengaruh self regulated learning (kemandirian
belajar) terhadap emosi – emosi yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap
meningkatnya prestasi akademik.
Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek diantara kesulitan
belajar siswa.Dalam hal ini kemandirian belajar dapat menjadi faktor
penunjang tercapainya prestasi belajar yang bagus.Pada pencapaian
prestasi belajar yang bagus dalam prosesnya tidak semudah membalikkan
telapak tangan, dan kesulitan belajar yang tidak jarang dialami siswa dapat
menghambatnya. Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005: 50), kemandirian
dalam belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong
oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Oleh karna itu kemandirian siswa diperlukan agar mereka
mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya
belajar yang dimiliki oleh setiap individu karena hal tersebut menunjukan
kedewasaan pada siswa.
Pada kenyataanya masih adanya siswa remaja yang masih
mengalami kesulitan dalam mencapai prestasinya di sekolah. Hasil
wawancara dengan guru BK di sekolah pada bulan Februari 2015, masih
ditemukan siswa yang mendapatkan hasil belajar yang kurang optimal
karena mengalami kesulitan dalam belajar. Gejala kesulitan belajar siswa
salah satunya pada aspek kemandirian belajar. Hal ini diperkuat dengan
hasil observasi yang dilakukan terhadap siswa. Berdasarkan hasil
observasi pengamatan yang dilakukan di SMK Perindustrian Yogyakarta
pada bulan Februari 2015 ditemukan gejala-gejala yang cenderung
menujukan ketidakmandirian pada siswa yaitu jika pergantian jam
pelajaran banyak siswa yang kurang menyiapkan materi pelajaran
selanjutnya justru jalan-jalan keluar kelas, tugas rumah yang harusnya
dikerjakan dirumah cenderung lebih suka mengerjakan di kelas dan
menyontek pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh teman lainnya, dan
adanya kecemasan pada siswa pada saat ujian terlihat dari ketidaksiapan
mengikuti ujian mengakibatkan siswa cenderung meminta atau
menanyakan jawaban pada teman. Selain itu dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan guru BK disekolah adanya siswa yang cenderung malas
belajar, merasa berat mengerjakan tugas, sulit dalam membagi waktu dan
secara menyeluruh bahwa siswa tersebut belum mencapai kemandirian
belajar karena masih adanya gejala ketidakmandirian belajar.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kematangan emosi telah
banyak dilakukan antara lain Faradina (2010) yang meneliti mengenai
hubungan kematangan emosi dengan agresivitas remaja akhir laki-laki.
Remaja yang emosionalnya matang, mampu mengurangi agresivitas
dengan teman sebaya. Kemudian ada juga peneliti yang meneliti mengenai
kematangan emosi yang dimiliki seseorang dipengaruhi oeleh
kencenderungan perilaku self injury (melukai diri) yang dilakukan oleh
M. Ilmi (2011). Penelitian kematangan emosi juga dilakukan oleh Annisa
Aulia (2014) dengan judul dinamika kematangan emosi remaja putri yang
orang tuanya bercerai.
Penelitian ini merupakan yang berbeda dari penelitian-penelitian
tersebut diatas karena menghubungkan variabel kematangan emosi dengan
variabel kemandirian belajar. Berdasarkan beberapa fenomena yang telah
dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan
Kematangan Emosi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun pelajaran 2014/2015”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas maka masalah dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Kematangan emosi dan kemandirian belajar yang kurang akan
2. Siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta rentang konflik satu
dan lainnya.
3. Beberapa siswa SMK Perindustrian memiliki kecenderungan tidak
inisiatif dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran yang
berdampak pada kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah
4. Belum diketahuinya seberapa jauh hubungan antara kematangan emosi
dengan kemandirian pada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Dari uraian yang telah disampaikan maka peneliti bermaksud
memberikan batasan dalam penelitian ini yaitu tentang hubungan antara
kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka
rumusan masalah yang peneliti tetapkan yakni apakah terdapat hubungan
antara kematangan emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI
di SMK Perindustrian Yogyakarta?.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas,
tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan
emosi dengan kemandirian belajar pada siswa kelas XI SMK Perindustrian
F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
pengembangan teori sikap, terutama kaitannya dengan layanan bidang
bimbingan dan konseling pribadi, serta bimbingan dan konseling
belajar yang akan menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai
pentingnya memiliki kematangan emosi guna mencapai kemandirian
belajar pada siswa.
2. Secara Praktis
a. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menjadi masukan bahwa kematangan emosi dapat mem-
pengaruhi kemandirian belajar. Setelah diketahuinya hal tesebut
diharapkan dapat mengembangkan kematangan emosi sehingga
mampu meningkatkan kemandirian belajar.Setelah mampu
me-ngembangkan kemandirian belajar dan kematangan emosi dengan
baik siswa dapat mengoptimalkan potensi serta pengembangan
dirinya.
b. Bagi guru bimbingan konseling
Sebagai bahan informasi mengenai masalah-masalah dalam
kematangan emosi dan kemandirian belajar pada pada siswa kelas
XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 untuk
sebagai salah satu upaya pengembangan potensi diri serta tugas
perkembangan melalui layanan dalam bidang bimbingan pribadi
dan konseling belajar dan pribadi pada siswa kelas XI SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
c. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti
nyata dan wawasan mengenai seberapa jauh hubungan antara
kematangan emosi dan kemandirian belajar pada siswa kelas XI
SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Selain
itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti
dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling pada pada
siswa kelas XI SMK Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Kematangan Emosi
1. Pengertian Kematangan Emosi
Hurlock (2003: 213) menjelaskan kematangan emosi adalah
individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum
bereaksi secara emosional tidak bereaksi tanpa berpikir sebelumnya
seperti anak-anak atau individu yang tidak matang emosinya. Artinya
bahwa kematangan emosi merupakan suatu bentuk pencapaian
tindakan atas reaksi-reaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak
meledakan emosinya dengan mengabaikan banyak rangsangan yang
tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Pada akhirnya remaja
yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil,
tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati
yang lain.
Berbeda dengan Hurlock, Albin (dalam Lis Binti, 2012: 7)
menjelaskan mengenai kematangan emosi sebagai kemampuan dalam
mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar dengan pengendalian
diri, memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, serta memiliki
penerimaan diri yang tinggi. Dari kedua pendapat tersebut memiliki
sudut pandang yang berbeda karena Albin lebih menekankan pada
antara lain pengendalian diri, kemandirian, konsekuensi diri, dan
penerimaan diri yang tinggi.
Covey (dalam Ika, 2011: 4) mengemukakan bahwa
kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan
perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, yang diimbangi
dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan
akan individu lain.Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang biasanya
mendukung perilaku dalam mengekspresikan perasaan dan
pengembanghan sikap positif dalam berhubungan dengan individu
lain dalam suatu lingkungan. Pendapat tersebut didukung oleh
pendapat Syamsu Yusuf (2011: 114) mengungkapan kematangan
emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran,
merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau
menerima dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan
emosinya secara konstruktif dan kreatif. Beberapa pendapat yang
dijelaskan mengenai kematangan emosi adalah individu yang mampu
memahami situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi
secara emosional.
Hurlock (2003: 213) menjelaskan bahwa laki-laki dan
perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila tidak
lagi “meledakan” emosinya di hadapan orang lain melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan
2014) mengatakan bahwa seseorang yang matang secara emosional
sanggup mengendalikan perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan
dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, tidak
mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang
lain. Hurlock (2003: 213) juga menjelaskan dalam mencapai
kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran
tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Adapun cara yang dilakukan dalam menyalurkan emosinya adalah
latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis
dengan demikian cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang
timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi.
Terlebih keadaan emosi yang dialami oleh remaja. Masa
remaja dianggap masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat perubahan fisik dan kelenjar. Sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan emosi, meskipun demikian perubahan emosi yang
dialami remaja pada umumnya mengalami perubahan perbaikan
perilaku emosionalnya dari tahun ke tahun yang menunjukan
kematangan pada emosionalnya.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan tersebut peneliti
mengambil kesimpulan yang dirujuk dari pendapat Hurlock bahwa
kematangan emosi suatu bentuk pencapaian tindakan atas
reaksi-reaksi yang stabil tidak berubah-ubah dan tidak meledakan emosinya
menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya remaja yang emosinya matang
memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari
satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.
Individu yang dapat mencapai kematangan emosi yang baik
dapat mengendalikan emosinya secara baik dan tidak mementingkan
perasaan diri sendiri melainkan mempertimbangkan perasaan orang
lain. Kematangan emosi dapat dicapai dengan berbagai
faktor.Faktor-faktor tersebut memiliki peranan penting dalam mencapai kematangan
emosi pada setiap individu.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Budi Astuti (2005) menjelaskan terdapat 5 (lima) faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan kematangan emosi pada
individu, antara lain:
a. Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai
makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman
berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku
anak.
b.Pengalaman traumatik
Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi
bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar
keluarga.
c. Temperamen
Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang
mencirikan kehidupan emosional seseorang.Pada tahap tertentu
masing-masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri,
dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir dan merupakan
bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang
kehidupan manusia.
d.Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan
adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran
jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya
perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.
e. Usia
Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan
dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi
dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis
seseorang.
Young (dalam Maryati dkk, 2007) juga mengungkapkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan emosi
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat individu tinggal termasuk di dalamnya adalah
lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. Dalam
lingkungan yang mendukung perilaku yang positif maka seseorang
akan menjadi pribadi yang baik dan santun. Selain itu lingkungan
yang mendukung perilaku positif dapat berpengaruh dalam prestasi
akademik, dengan adanya dukungan oleh lingkungan yang baik
akan mempengaruhi prestasi dalam akademik.
b. Faktor Individu
Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu hal
juga dapat menimbulkan gejolak emosi pada dirinya. Meliputi,
kepribadian yang dimiliki setiap orang. Pada individu yang matang
emosinya dapat memposisikan dirinya dengan baik, ketika sedang
dilanda masalah atau memiliki perasaan marah tidak mudah
melampiaskan kemarahannya dengan sembarangan akan tetapi
meredam dan berbuat positif sehingga apa yang dilakukan tidak
merugikan dirinya dan orang lain.
c. Faktor Pengalaman.
Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan
Abu Bakar Baradja (dalam Dini, 2011: 4) menjelaskan bahwa
terjadinya kematangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
individu tersebut, antara lain :
a. Faktor Fisiologis, yaitu pada perkembangan kelenjar endokrin yang
akan mematangkan perilaku emosi individu. Pada masa bayi
produksi kelenjar endokrin sangat kurang dan akan berkembang
sesuai dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan kelenjar
adrenalin yang memainkan peranan penting pada emosi. Pada
awalnya kelenjar adrenalin mengecil, kemudian membesar dan
sampai pada taraf kestabilan di usia 16 tahun.
b. Faktor Psikologis, yaitu perkembangan pengertian individu akan
lebih menjelaskan proses munculnya emosi itu sendiri. Dengan
individu mampu memperhatikan, mengerti satu rangsangan dalam
waktu yang lebih lama, kemudian memutuskan untuk bereaksi
terhadap rangsangan tersebut, dengan menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Rangsangan yang menyenangkan akan diterima
dengan reaksi gembira dan tertawa, sedangkan rangsangan yang
tidak menyenangkan akan diterima individu dengan reaksi yang
takut dan malu. Bertambah matangnya usia dan perkembangan,
membuat individu lebih reaktif terhadap rangsangan yang ada.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka
peneliti mengambil kesimpulan menurut Budi Astuti yang
emosi yang meliputi a) pola asuh orang tua, b) pengalaman traumatik,
c) temperamen, d) jenis kelamin, e) usia.
Berbagai faktor dalam kematangan emosi membutuhkan
beberapa aspek. Aspek-aspek dalam kematangan emosi tersebut yang
akan mempengaruhi kematangan emosi pada setiap individu.
3. Aspek-aspek Kematangan Emosi
Muray (dalam Budi Astuti, 2011: 3) terdapat beberapa aspek
penting dalam kematangan emosi, yaitu:
a. Pemberian dan penerimaan cinta, yaitu mampu menerima
mengekspresikan cintanya sebagaimana remaja yang dapat
menerima cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang
mencintainya.
b. Pengendalian emosi, yaitu individu yang matang secara emosi
dapat menggunakan amarahnya sebagai sumber energi untuk
meningkatkan usahanya dalam mencari solusi.
c. Toleransi terhadap frustasi, yaitu ketika hal yang diinginkan tidak
berjalan sesuai dengan keinginan, individu yang matang secara
emosi mempertimbangkan untuk menggunakan cara atau
pendekatan lain.
d. Kemampuan mengatasi ketegangan yaitu pemahaman yang baik
akan kehidupan menjadikan individu yang matang secara emosi
yakni akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang
Dijelaskan kembali oleh Katkosvsky dan Gorlow (dalam M
Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek kematangan
emosi, yaitu:
a. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambilnya.
b.Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama
dengan orang lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta
tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu
menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi
situasi apapun.
d.Kemampuan merespon dengan tepat
Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk
merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang
e. Kemampuan berempati
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri
pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan
atau rasakan.
f. Kemampuan menguasai amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja
yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan
perasaan marahnya.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya maka
terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam kematangan emosi
yang dirujuk peneliti menurut Katkosvy dan Gorlow yaitu
kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan
beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kemampuan
berempati, dan kemampuan merasa aman.
Kematangan emosi merupakan salah satu bagian penting bagi
remaja dalam proses perkembangannya. Karakteristik kematangan
emosi itu yang menunjukan apakah remaja tersebut mencapai
ke-matangan emosi yang baik, dengan demikian remaja dapat dengan
optimal mencapai tugas perkembangannya.
4. Karakteristik Kematangan Emosi
Murray (dalam Dini, 2011: 4 ) mengemukakan karakteristik
kematangan emosi pada individu yaitu memiliki kemampuan untuk
menghadapi kenyataan, mementingkan memberi daripada menerima,
memiliki penilaian yang objektif, memiliki kemampuan untuk belajar
dari pengalaman, memiliki kemampuan untuk menerima frustrasi,
memiliki kemampuan untuk menangani bentuk-bentuk permusuhan
dan relatif bebas dari gejala ketegangan.
Bimo Walgito (2004: 45) juga memaparkan beberapa
karakteristik kematangan emosi remaja, yaitu:
a.Dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain
seperti apa adanya sesuai dengan keadaan objektif hal ini di
sebabkan karena seseorang yang lebih matang emosinya daoat
berpikir secara lebih baik, dapat berpikir secara objektif.
b.Tidak bersifat implusif, akan merespon stimulus dengan cara
berpikir baik, dapat mengatur pikiranya untuk memberikan
tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya.
c. Dapat mengontrol emosinya dengan baik sehinhgga dapat
mengatur kapan kemarahan itu dapat dimenestasikan.
d.Bersifat sabar, pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai
toleransi yang baik.
e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak
mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan
penuh pengertian.
Lebih lanjut Lis Binti Muawanah (2012: 11) juga menjelaskan
adalah mampu mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi
diri untuk diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab
menjalankan keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya
peneliti menyimpulkan berdasarkan pendapat Lies Binti Muawanah
terdapat beberapa karakteristik kematangan emosi yang meliputi
mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk
diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan
diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan
keputusan, menerima diri secara fisik maupun psikis, dan mampu
untuk belajar dari pengalaman.
5. Cara Mengungkap Kematangan Emosi
Kematangan emosi dapat diungkap dengan kuesioner salah
satunya menggunakan skala kematangan emosi dengan empat
alternatif pilihan jawaban dari setiap item pernyataan-pernyataan yang
diajukan serta dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan
unfavourable.
Peneliti akan mengukur bagaimana individu dalam mencapai
kematangan emosinya dengan menggunakan beberapa aspek yang ada
didalam kematangan emosi dijelaskan oleh Katkosvsky dan Gorlow
(dalam M Ilmi, 2011: 23), mengemukakan 6 (enam) aspek-aspek
kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan
tepat, kemampuan berempat, kemampuan menguasai amarah
B. Kajian Tentang Kemandirian Belajar
A. Pengertian Kemandirian Belajar
Haris Mujiman (dalam Pratistya dan Abdullah, 2012: 54)
ke-mandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang
dimiliki siswa untuk menguasai sesuatu kompetensi yang dimiliki.
Abu Ahmadi (2004: 31) menjelaskan bahwa kemandirian belajar
adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang
lain. Hal ini menunjukan bahwa siswa dituntut untuk memiliki
inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses pemeblajaran yang
bertujuan dalam meningkatkan prestasi belajar.
Pendapat lainya diungkapkan oleh Tirtaraharja dan Sulo
(2005: 50) yang menjelaskan kemandirian dalam belajar adalah
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Selanjutnya Herman Holsten (dalam Sri Khumayatun, 2008: 11)
kemandirian belajar merupakan sikap mandiri dan inisiatifnya sendiri
mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing. Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan yang dirujuk dari
pendapat Tirtarahaja dan Sulo bahwa kemandirian belajar merupakan
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
yang dimana siswa dituntut untuk memiliki inisiatif, keaktifan, dan
keterlibatan dalam proses pembelajaran yang bertujuan dalam
meningkatkan prestasi belajar.
Individu yang mencapai kemandirian belajar yang tinggi tidak
tergantung dengan orang lain dalam melakukan aktivitas belajarnya.
Pencapaian kemandirian belajar dibutuhkan beberapa faktor yang
berperan penting dalam pencapaian kemandirian belajar.
B. Faktor Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar terjadi terhadap individu yang sedang
berkembang, pada fase perkembangan ini diharapkan individu dapat
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan secara baik dan optimal.
Ali dan Asrori (2009: 118) menjelaskan ada 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar antara lain:
a. Gen atau keturunan orang tua
Gen atau keturunan orang tua pasti akan melekat pada setiap
individu yang terlahir ke muka bumi ini, yang kemudian akan turut
serta mempengaruhi perkembangan individu. Orang tua yang
memiliki kemandirian tinggi sering kali menurunkan kepada
anaknya meskipun tidak secara keseluruhan dapat diturunkan.
b.Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan tempat pertama kalinya individu tersebut
memperoleh pengasuhan. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua
kemandiriannya. Salah stau contohnya apabila anak diberikan
kepercayaan untuk melakukan sesuatu dengan kekuatan sendiri
akan membentuk sikap kemandirian yang tinggi begitu juga
sebaliknya apabila anak dilarang untuk berbuat sesuatu dan selalu
diberikan bantuan tanpa ada usaha dari anak itu sendiri maka anak
tersebut akan selalu bergantung dan perkembangan kemandirianya
akan terhambat.
c. Sistem pendidikan sekolah
Sekolah sebagai tempat individu memperoleh pendidikan secara
formal. Sistem pendidikan yang mendukung dan mengajarkan
kemandirian dalam proses belajar mengajarnya sangat membantu
individu dalam mengembangkan kemandirian yang dimiliki
d.Sistem pendidikan di maysarakat
Masyarakat juga berperan dalam pengembangan kemandirian
belajar, dimana masayarakat sebagai lingkungan lain selain rumah
dan sekolah. Didalam masyarakat juga terdapat banyak aktivitas
yang dapat melibatkan individu.
Hal di atas selaras dengan pendapat Eviana (dalam Budi
Astuti, 2013) yang menambahkan mengenai faktor-faktor
kemandirian belajar siswa, antara lain; a) pola asuh orang tua, orang
tua berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu
mengarahkan anak menjadi mandiri. Keluarga merupakan pilar utama
umur, semakin bertambah umur seseorang, perilaku mandiri akan
terus berkembang dan perilaku ketergantungan akan berkurang, c)
pendidikan, sekolah berperan memberikan kesempatan anak untuk
bersikap mandiri melalui upaya mendidik, membimbing dan melatih,
d) dukungan sosial, fungsi dukungan penghargaan dan motivasi
seperti harga diri dan kepercayaan diri merupakan komponen
kemandirian.
Berdasarkan pendapat yang sudah dijelaskan diatas, dapat
disederhanakan yang dirujuk dari pendapat Ali dan Asrori bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar antara lain: a)
pola asuh orang tua, b) dukungan sosial, c) sistem pendidikan di
sekolah, dan d) usia.Individu yang dapat dikatakan mandiri dalam
belajar apabila mampu mencapai kegiatan belajarnya.Mampu
mencapai kegiatan belajarnya salah satu karakteristik dalam
kemandirian belajar. Karakteristik kemandirian belajar itulah yang
akan menunjukan individu tersebut sudah mencapai kemandirian
belajar yang baik.
C. Karakteristik Kemandirian Belajar
Rusman (2011: 366) menjelaskan karakteistik kemandirian
belajar adalah sebagai berikut:
a. Sudah diketahui pasti apa yang ingin dicapai dalam kegiatan
belajarnya. Karena itu inidividu tersebut ingin menentukan tujuan
tidak sesuai dengan keinginannya. Karena itu individu tersebut
tidak menyukai program pembelajaran yang sangat terstruktur yang
tidak dapat menampung keinginan atau kebutuhan belajarnya.
b.Sudah dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui
kemana harus menemukan bahan-bahan belajar yang diinginkan.
Individu tersebut juga mempunyai keyakinan bahwa dapat
menafsirkan isi pelajaran dengan betul dan sesuai yang dimaksud
oleh penyusunan bahan belajar. Maka ketika mengalami kesulitan
belajar individu tersebut juga sudah tau kemana di dapat mencari
narasumber yang dapat dimintai bantuan untuk ikut memecahkan
masalah kesulitan belajarnya.
c. Sudah dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalahan
yang dijumpainya dalam kehidupannya. Karena itu, dia ingin
menilai sendiri atau ingin ikut menentukan kriteria keberhasilan
belajarnya.
Hal di atas selaras dengan pendapat Basri (dalam Yunita,
2013: 45) menyebutkan bahwa karakteristik kemandirian belajar
meliputi: a) Siswa merencanakan dan memilih kegiatan sendiri, b)
siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar terus menerus, c)
siswa dituntut tanggung jawab dalam belajar, d) siswa belajar secara
kritis,logis, dan penuh keterbukaan, e) siswa belajar dengan penuh
Thoha (dalam Toni, 2012: 12) menjelaskan beberapa
karakteristik kemandirian belajar sebagai berikut:
a. Mampu berpikir kritis
Individu yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif
terhadap sehala sesuatu yang datang dari dirinya, mereka tidak
segera menerima begitu saja pengaruh orang lain tanpa dipikirkan
terlebih dahulu segala kemungkinan yang akan timbul, tetapi
mampu melahirkan suatu gagasan baru.
b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain
Seseorang yang dikatakan tidak mudah terpengaruh oleh orang
lain adalah orang yang mampu membuat keputusan secara bebas
tanpa dipengaruh oleh orang lain dan percaya pada diri sendiri.
c. Tidak lari dan menghindari masalah
Orang yang mandiri adalah tidak lari atau menghindari masalah di
mana secara emosional berani menghadapi maslah tanpa bantuan
orang lain.
d. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta
bantuan orang lain
Seseorang dapat dikatakan mandiri adalah apabila menjumpai
masalah dan berusaha memecahkan masalah oleh dirinya sendiri.
e. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan
Mampu bekerja keras dan sungguh-sungguh serta berupaya
f. Bertanggung jawab atas tindakanya sendiri
Dalam melakukan segala tindakan seseorang yang mandiri akan
selalu bertanggung jawab atau siap menghadapi segala resiko atau
konsekuensi dari tindakannya.
Sufyaman (2003: 51) juga menjelakan 5 karakteristik
kemandirian belajar, antara lain:
a. Progresif dan ulet seperti tampak mengejar prestasi, penuh
ketekunan merencanakan dan mewujudkan harapan-harapanya.
b. Berinisiatif, yang berarti mampu berpikir dan bertindak secara
original, kreatif, dan penuh inisiatif.
c. Pengendalian diri dalam adanya kemampuan mengatasi masalah
yang dihadapi mampu mengendalikan tindakan serta kemampuan
mempengaruhi lingkungan atas ulahnya sendiri
d. Kemampuan diri, mencakup dalam aspek percaya diri sendiri.
e. Memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik
kesimpulan yang diujuk dari pendapat Thoha bahwa karakteristik
kemandirian belajar adalah mampu menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan, tidak mudah menyerah, inisiatif atau kreatif, pengendalian
diri, dan kemantapan diri.
D. Cara Mengungkap Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar dapat diungkap dengan kuesioner salah
alternatif pilihan jawaban dari setiap item pernyataan-pernyataan yang
diajukan serta dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan
unfavourable.
Berdasarkan cara mengungkap tersebut, sejumlah alat ukur
telah dirancang sedemikan rupa untuk mengungkap kemandirian
belajar individu. Sebagian alat ukur tersebut mengasumsikan bahwa
kemandirian belajar kematangan emosi dapat disusun dalam sebuah
pertanyaan dan pernyataan yang dapat dijawab dengan kategori benar
sampai sangat tidak benar.
C. Kerangka Fikir
Pendapat lainya di ungkapkan oleh Tirtaraharja & Sulo (2005:50)
yang menjelaskan kemandirian dalam belajar adalah aktivitas belajar yang
berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan
tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Selanjutnya Herman Holsten
(dalam Sri Khu,ayatun, 2008) kemandirian belajar merupakan sikap
mandiri dan inisiatifnya sendiri mendesak jauh ke belakang setiap
pengendalian asing. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa kemandirian belajar merupakan aktivitas belajar yang
berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan
tanggung jawab sendiri dari pembelajaran yang dimana siswa dituntut
untuk memiliki inisiatif, keaktifan, dan keterlibatan dalam proses
Sufyaman (2003: 51) juga menjelakan 5 karakteristik kemandirian
belajar, antara lain: a) Progresif dan ulet seperti tampak mengejar prestasi,
penuh ketekunan merencanakan dan mewujudkan harapan-harapanya, b)
Berinisiatif, yang berarti mampu berpikir dan bertindak secara original,
kreatif, dan penuh inisiatif, c) Pengendalian diri dalam adanya kemampuan
mengatasi masalah yang dihadapi mampu mengendalikan tindakan serta
kemampuan mempengaruhi lingkungan atas ulahnya sendiri, d)
Kemampuan diri, mencakup dalam aspek percaya diri sendiri, e)
Memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri. Pengendalian diri pada siswa
pada hal ini dengan ciri-ciri mampu mengendalikan emosi, mampu
mengendalikan tindakan, menyukai penyelesaian masalah secara damai,
berpikir dulu sebelum bertindak dan mampu mendisiplinkan diri.
Pengendalian diri erat hubunganya dengan kematangan emosi yang
dimiliki siswa.
Kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam menilai
situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum akhirnya bereaksi secara
emosional.Reaksi secara emosional yang bertindak tanpa berpikir terlebih
dahulu yang sering kali dialami saat remaja. Terlebih keadaan emosi yang
dialami oleh remaja. Masa remaja dianggap masa dimana ketegangan
emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Sebagian
besar remaja mengalami ketidak stabilan emosi, meskipun demikian
perubahan perbaikan perilaku emosionalnya dari tahun ke tahun yang
menunjukan kematangan pada emosionalnya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (2003: 213) yang
menyatakan bahwa kematangan emosi dalah individu yang mampu
menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional, tidak bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak
atau individu yang tidak matang emosinya, artinya kematangan emosi
merupakan suatu bentuk pencapaian tindakan atas reaksi-reaksi yang stabil
tidak berubah-ubah dan tidak meledakan emosinya.
Kematangan emosi dapat disimpulkan sebagai kemampuan
individu dalam mengungkapkan dan mengekspresikan emosinya
dihadapan orang lain dimana individu yang matang emosinya tidak mudah
meledakan emosinya dihadapan orang lain. Individu yang mampu
mengekspresikan emosinya dengan tepat memiliki pengendalian diri,
memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, dan memiliki
penerimaan diri yang tinggi.
Hal ini juga dijelaskan oleh Katkosvy dan Gorlow (dalam M Ilmi,
2011: 23) yang menjelaskan mengenai aspek–aspek kematangan emosi
yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan
beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kemampuan berempati,
kemampuan menguasai amarah, dengan demikian kematangan emosi
yang matang emosinya mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya secara mandiri.
Berhubungan dengan kemungkinan adanya hubungan
ke-matangan emosi dan kemandirian belajar, dapat dikatakan bahwa apabila
individu mencapai kematangan emosi, individu akan bertanggung jawab
atas keputusannya secara mandiri. Individu yang matang emosinya akan
membentuk kemandirian belajar atau bertanggung jawab dalam hal belajar
pada individu itu tersebut. Oleh karena itu, individu yang mencapai
kematangan emosi yang tinggi dapat memiliki kemandirian belajar yang
tinggi.
D. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lis Binti Muawanah, Suroso, Herlan
Pratiko (2012) yang berjudul “Kematangan Emosi , Konsep Diri, dan
Kenakalan Remaja” hasil penelitian yang dilakukan pada remaja
tengah usia 16-17 tahun yaitu 53 laki-laki dan 67 perempuan yang
tinggal di Kota Kediri ini menunjukan bahwa koefisien determinasi
R2=0,132, menunjukan 13,2% proporsi variasi kenakalan remaja dapat
dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep dir. Sisanya
(100%-13,2%) = 86,8% dijelaskan faktor lain yang tidak dianalisis dalam
penelitian. F=8,908 dan p=0,000 (p < 0,05) menunjukkan dengan
signifikan variabel kematangan emosi dan konsep diri secara simultan
memprediksi kenakalan remaja dalam hubungan searah dan linier.
dan kenakalan remaja. Perbedaan lainya yaitu waktu , tempat, dan
subjek penelitian. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah
pada variabel bebas yaitu sama-sama kematangan emosi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuyuk Neni Yuniarti (2009) yang
berjudul “Hubungan Persepsi Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Orang Tua dan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Diri Pada
Remaja Siswa SMAN 1 Polanharjo” penelitian ini dilakukan pada
remaja siswa SMAN 1 Polaharjo yang menghasilkan terdapatnya
hubungan positif yang signifikan taraf persepsi efektivitas komunikasi
interpersonal orang tua dan penyesuain diri yang memperoleh nilai
kolerasi rxly = 0,667 dengan taraf signifikan 5%, terdapat hubungan
positif yang signifikan antara kematangan emosi dan penyesuaian diri
dengan memperoleh nilai kolerasi rxly= 0,544 dengan taraf signifikan
5%, dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi
efektivitas komunikasi interpersonal orang tua dan kematangan emosi
dengan penyesuaian diri pada remaja dengan memperoleh nilai
R=0,511 dan Fregresi= 74,735 > dari Ftabel4,757 dengan taraf signifikan
5%. Perbedaan pada penelitian ini terdapat pada variabel terikatnya
yaitu penyesuaian diri, selain itu tempat, waktu dan subjek juga
berbeda. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah pada
variabel bebas yaitu sama-sama kematangan emosi.
3. Penelitian dilakukan oleh Astuti Prasetyaningsing, Muhamad
Belajar dan Interaksi Edukatif dengan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas
IV SD Se-kecamatan Purworejo”. Penelitian yang dilakukan pada
siswa kelas IV se kecamatan Purworejo menghasilkan adanya
hubungan positif dan signifikan antara kemandirian belajar dan
interaksi edukatif secara bersama-sama dengan hasil belajar IPS.
Perbedaan dalam penelitian ini terdapat pada jumlah variabel dan
variabel terikatnya yaitu hasil belajar, selain itu waktu, tempat
pelaksanaan, dan subjek pun berbeda. Persamaanya sama-sama
meneliti tentang kemandirian belajar.
4. Penelitian dilakukan oleh Muhamad Maemun (2008) yang berjudul
“Hubungan Kemandirian Belajar dan Fasilitas Belajar di Rumah
dengan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas X MAN Wonokromo”.
Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas X di MAN Wonokoromo
ini mendapatkan hasil adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara kemandirian belajar dann fasilitas belajar dengan prestasi
belajar biologi siswa kelas X MAN Wonokromo Bantul tahun ajaran
2006/2007. Penelitian ini memiliki perbedaan pada jumlah variabel
yang diteliti selain itu adanya perbedaan pada variabel terikatnya yaitu
prestasi belajar dan kemandirian belajar pada variabel bebas.
Perbedaan lainnya terdapat pada waktu pelaksanaan, tempat, dan
subjek. Penelitian ini memiliki kesamaan pada variabel kemandirian
E. Hipotesis
Berdasarkan pembahasan dalam kajian teori di atas maka
hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kematangan
emosi dan kemandirian belajar berfokus masalah pada siswa kelas XI
SMK Perindustrian.Hal ini berarti kematangan emosi berkontribusi pada
BAB III
METODE PENELITIAN
A. PendekatanPenelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis penelitian pendekatan kuantitatif, hal ini karena dalam analisisnya
menekankan pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan
metode statistika. Selain itu hal tersebut berdasarkan adanya pendapat
bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam bentuk
angka yang memungkinkan digunakan teknik analisis statistik (Suharismi
Arikunto, 2010: 10). Penelitian kuantitatif ini secara spesifik lebih
diarahkan kepada penggunaan metode korelasional. Korelasi adalah
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau
lebih (Sugiyono, 2010: 9). Suharsimi Arikunto (2010: 4) menjelaskan
penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan
perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah
ada. Penelitian korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel
bebas (independent variabel) yaitu kematangan emosi dan variabel terikat
(dependent variabel) yaitu kemandirian belajar di SMK Perindustrian
B. Subjek Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006: 152) menyatakan subjek penelitian
adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian yang
dipermasalahkan melekat. Subjek merupakan tempat dimana data dapat
diambil. Subjek penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting
kedudukannya dalam penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI yang ada di SMK Perindustrian Yogyakarta
Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah siswa kelas XI yang ada di SMK
Perindustrian Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016 sebanyak 70 siswa
yang terdiri dari dua jurusan yaitu teknik otomotif 3 kelas dan teknik kimia
1 kelas. Berikut populasi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian No Kelas dan Jurusan Jumlah Siswa
1 XI Otomotif A 15 Siswa
2 XI Otomotif B 17 Siswa
3 XI Otomotif C 18 Siswa
4 XI Kimia 20 Siswa
Jumlah 70 Siswa
Penelitian ini merupakan penelitian populasi, karena jumlah siswa
kelas XI di SMK Perindustrian Yogyakarta berjumlah 70 siswa. Sejalan
dengan yang dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (2002: 112) yang
menjelaskan bahwa jika jumlah subjeknya kurang dari atau sama dengan
100 orang, maka lebih baik jumlah populasi dijadikan sempel, sedangkan
jika jumlah subjek lebih dari 100 orang maka sampel dapat diambil
Alasan peneliti mengambil siswa kelas XI sebagai subjek
penelitian adalah karena siswa kelas XI tergolong pada usia remaja akhir
yang rentang usianya dari 16 sampai dengan 18 tahun yang dimana remaja
mengalami masa sebagai periode peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa, sehingga pada usia ini remaja dituntut meninggalkan segala
sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku
dan sikap baru menjadi dewasa (Rita Eka Izzaty, 2008: 125). Pola perilaku
dan sikap dewasa salah satunya adanya kematangan emosi dan
kemandirian salah satunya kemandirian dalam belajar. Pada siswa kelas XI
beban belajar yang dimiliki siswa kelas XI lebih ringan dari beban belajar
siswa kelas XII hal ini berpengaruh pada tanggung jawab belajar, lebih
tidak terbebani namun justru memungkinkan munculnya perilaku
kurangnya mandiri dalam belajar.
C. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan
Perindustrian Yogyakarta yang beralamat Jalan Kalisahak No.26, Kelitren,
Gondo Kusuma, Yogyakarta. Alasan Penelitian ini dilakukan di sekolah
ini karena terdapat masalah yang melatarbelakangi tujuan penelitian ini
D. Variabel Penelitian
Sugiyono (2013: 61) menjelaskan variabel penelitian adalah objek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Suharsimi
menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Dari kedua pendapat
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah objek
atau apa menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian yang memiliki
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari
dan disimpulkan.
Sugiyono (2013: 61) menurut hubungan antara satu variabel
dengan variabel yang lainya maka macam-macam variabel dalam
penelitian dibedakan menjadi 5 variabel yaitu variabel independen,
variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening, dan variabel
kontrol. Sugiyono (2013: 65) juga menjelaskan dalam penentuan
kedudukan variabel tersebut dalam penelitian harus dilihat dari konteksnya
dengan dilandasi konsep teoritis yang mendasari maupun hasil yang dari
pengamatan data empiris di tempat penelitian, tetapi karna adanya
keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti sering hanya memfokuskan
pada beberapa variabel penelitian saja, yaitu pada variabel independent
atau variabel bebas (X) dan variabel dependent atau variabel terikat (Y).
Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu kematangan emosi merupakan
variabel bebas (X) dan kemandirian belajar merupakan variabel terikat