EKSPLOITASI SUSTER DALAM FILM-FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Eksploitasi Tubuh Suster dalam Film Horor Indonesia Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster Gepeng).
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana S-1
Ilmu Komunikasi
Tri Heri Kurniawan L 100 080 148
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1
NASKAH PUBLIKASI
EKSPLOITASI SUSTER DALAM FILM-FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Eksploitasi Tubuh Suster dalam Film Horor Indonesia Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster Gepeng). Tri Heri Kurniawan
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected] ABSTRAK
Dalam setiap film-film horor Indonesia, perempuan selalu menjadi objek yang paling sering ditampilkan, dari ujung kaki sampai ujung kepala, karena perempuan menjadi sangat potensial dan komersil untuk ditampilkan dalam media. Perempuan dalam film Suster Keramas II dan Bangkitnya Suster Gepeng, menempatkan perempuan yang dieksploitasi tubuh mereka dari atas sampai bawah.
Untuk mengetahui kecenderungan dan mengetahui frekuensi eksploitasi perempuan dalam film Suster Keramas II dan Bangkitnya Suster Gepeng. Digunakan analisis isi untuk mengetahui isi film dan menghitung adegan-adegan dari film, sehingga dapat mengetahui seberapa banyak kecenderungan dan frekuensi eksploitasi tubuh perempuan yang berperan sebagai suster. Dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa adanya kecenderungan eksploitasi tubuh perempuan yang sangat tinggi. Frekuensi kemunculan adegan eksploitasi tubuh perempuan sejumlah 158 variabel atau sebanyak 74% dari keseluruhan variabel eksploitasi tubuh perempuan yang berperan sebagai suster dalam dua film yang menjadi sampel penelitian yaitu sejumlah 214 variabel.
2
PENDAHULUAN Latar Belakang
Beberapa tahun kebelakang,
Indonesia diwarnai dengan
munculnya film-film horor atau
mistis yang tayang setiap bulan di
bioskop seluruh Indonesia. Bahkan
bisa dibilang film horor periode
tahun 2011 sampai sekarang ini
mampu mengalahkan film Indonesia
lainnya yang bergenre cinta atau
komedi, film bergenre horor
sebenarnya sudah tidak asing lagi
bagi penikmat film Indonesia, dulu
film horor bisa dibilang menjadi film
yang paling banyak ditonton, seperti
contohnya film horor yang sangat
populer di eranya adalah Malam Satu
Suro, film ini dibintangi oleh
almarhum Suzana.
Tapi seiring dengan
kemajuan jaman dan kemajuan di
bidang perfilman dunia yang
berimbas juga di Indonesia, banyak
film horor yang dibumbui dengan
hal-hal yang bersifat vulgar dan lebih
mengarah ke eksploitasi tubuh
perempuan, bahkan demi menarik
keuntungan film tersebut, para
produser berani membayar mahal
dengan menyewa artis film porno
luar negeri, nama-nama seperti
Miyabi atau Maria Ozawa dan Sola
Aoi pernah menjadi pemeran di salah
satu film horor Indonesia.
Dalam setiap film-film horor
Indonesia ini, perempuan selalu
menjadi objek yang paling sering
ditampilkan, dari ujung kaki sampai
ujung kepala. Tentu hal itu membuat
perempuan menjadi korban
eksploitasi dalam film, karena
perempuan menjadi sangat potensial
3 ditampilkan dalam setiap media,
dalam hal ini adalah film sebagai
media untuk menampilkan keindahan
tubuh perempuan. Munculnya
film-film bertema suster seperti Suster
Gepeng membuat polemik
dikalangan Aliansi Mahasiswa
Peduli Perawat di Makasar, mereka
menganggap ada pelecehan dan
eksploitasi perawat atau suster di
film tersebut, karena profesi perawat
merupakan pekerjaan yang terhormat
dan mulia (http://www.tempo.co
/read/news/2012/09/22/111431165/
Mahasiswa-Keperawatan-Tolak-Film-Suster-Gepeng).
Perempuan dalam film Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster
Gepeng menempatkannya sebagai
pemuas seks laki-laki. Seks dalam
masyarakat diartikan sebagai
kekuasaan laki-laki terhadap
perempuan. Dalam masyarakat
patriarchal, seks adalah bagian yang
mendominasi antara hubungan
laki-laki dan perempuan, selain itu juga
memposisikan peran perempuan
sebagai subordinasi (Burhan,
2003:133).
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang yang telah dijelaskan, maka
dapat dirumuskan pokok
permasalahan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana kecenderungan
eksploitasi tubuh perempuan
yang berperan sebagai suster
dalam Film Suster Keramas II
dan Bangkitnya Suster Gepeng?
2. Berapa frekuensi eksploitasi
tubuh perempuan yang berperan
sebagai suster dalam film Suster
Keramas II dan Bangkitnya
Suster Gepeng?
4
Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan
riset kuantitatif, yang berarti
menggambarkan atau menjelaskan
suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan, dengan demikian
tidak terlalu mementingkan kedalam
data atau analisis (Kriyantono, 2010 :
55).
Metode Analisis Isi
Metode analisis isi adalah
salah satu metode dari riset
kuantitatif, metode analisis isi adalah
metode yang digunakan untuk
menganalisis atau , meriset isi
komunikasi secara sistematik,
objektif, dan kuantitaif tentunya.
Analisis isi kuantitatif lebih
memfokuskan pada isi komunikasi
yang tampak (Kriyantono, 2010 :
60-61).
Unit Analisis Penelitian
Unit analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah,
eksploitasi tubuh perempuan.
Kemunculan variabel eksploitasi
dihitung dalam satuan pengkodian menggunakan babak atau rangkaian adegan yang didefinisikan sebagai
kesatuan dalam sebuah kejadian yang sama. dalam setiap babak,
yang dicatat dalam lembar koding yaitu adegan, setting cerita, dan pakaian yang menonjolkan unsur
eksploitasi tubuh perempuan, dan dihitung secara ada atau tidaknya
dalam setiap adegan yang
mengandung unsur-unsur tersebut.
Sumber Data
Teknik pengumpulan data
dalam penelitian kuantitatif ini
adalah film horror Indonesia yang
berjudul Suster Keramas II dan
Bangkitnya Suster Gepeng.
5
Populasi adalah seluruh
obyek penelitian yang terdiri dari
benda nyata yang abstrak, sedangkan
sampel adalah bagian dari populasi
yang memiliki sifat-sifat yang sama
dari obyek yang merupakan sumber
data (Sukandarrumidi, 2006: 47,50
dalam Ahmada 2011: 54). Untuk itu
populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh adegan
yang ada di dalam film Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster
Gepeng.
Reliabilitas
Salah satu uji reliabilitas
yang dapat digunakan adalah
berdasarkan rumus Ole R. Holsty.
Dimana periset melakukan pretest
dengan cara mengkoding sampel ke
dalam kategorisasi. Uji ini dikenal
dengan uji antar kode. Kemudian
hasil pengkodingan dibandingkan
dengan menggunakan rumus Hosty,
yaitu :
2M CR =
N1 + N2
Keterangan:
CR = Coefficient Reliability
M = Jumlah pernyataan yang
disetujui oleh pengkoding (hakim) dan periset. N1, N2 = jumlah pernyataan yang
diberi kode oleh
pengkoding (hakim) dan periset (Kriyantono, 2010, 239).
Generalisasi
Kesimpulan diambil
berdasarkan frekuensi dan presentase
atas hasil data-data yang telah
diteliti, bentuk representasi data yang
paling umum yang pada pokoknya
membantu meringkaskan fungsi
analisis, berkaitan dengan frekuensi
adalah frekuensi absolute seperti
jumlah kejadian yang ditentukan
6
frekuensi tertinggi menjadi
pertimbangan utama untuk menarik
kesimpulan (Krippendorf, 1991: 168
dalam Ahmada, 2011: 56).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Film yang menjadi objek
penelitian adalah Suster Keramas II
dan Bangkitnya Suster Gepeng.
Tujuan dari penelitian ini adalah
salah satunya untuk mengetahui
frekuensi eksploitasi tubuh
perempuan yang khususnya berperan
sebagai suster dalam kedua film
Suster Keramas II dan Bangkitnya
Suster Gepeng, data dari penelitian
ini adalah jumlah eksploitasi tubuh
perempuan yang berperan sebagai
suster yang disajikan dalam tabel
sesuai dengan kategori jenis
eksploitasi yang sudah ditentukan
pada Bab I.
Hasil dan Uji Reliabilitas
Reliabilitas digunakan
sebagai penentu sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan, sehingga dapat dipakai lebih dari satu kali oleh orang lain untuk mengukur gejala yang sama. semua data yang yang akan dihitung adalah hasil dari indikator-indikator yang
telah dikoding sebelumnya
menggunakan tahapan uji reliabilitas. Dalam penelitian ini uji
reliabilitas didapat dari
membandingkan hasil koding yang dilakukan oleh dua orang pengkode. Pengkode satu dan dua melakukan perhitungan dengan cara menghitung jumlah eksploitasi tubuh perempuan yang berperan sebagai suster dalam
film Suster Keramas II dan
Bangkitnya Suster Gepeng, sesuai
dengan kategori yang telah
ditentukan. Data dari kedua
7 Hasil tes uji reliabilitas yang mencapai 70% sampai 80% dianggap sebagai presentase atau kesesuaian
yang layak meski belum ada
kesepakatan mengenai standart
angka reliabilitas.
1. Film Suster Keramas II
Tabel 3.1
Hasil uji realibilitas variabel
Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam
film Suster Keramas II
Kategori N1 N2 M
Berhubungan intim - - -
Eksploitasi tubuh
bagian dada dan
belahan dada
35 35 35
Eksploitasi tubuh
bagian payudara
6 5 5
Eksploitasi tubuh
bagian perut
8 8 8
Eksploitasi tubuh
bagian paha
8 8 8
Eksploitasi tubuh
bagian punggung
5 6 5
Eksploitasi tubuh
8 Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh kedua
pengkoder, yaitu pengkoder
pertama selaku N1, dan
pengkoder kedua selaku N2 telah
disepakati bahwa jumlah
pernyataan perhitungan yang
disetujui adalah M. dari
kesepakatan tersebut hasil tes uji
reliabilitas yang didapat adalah
98%. Hal ini menunjukkan
kesepaktan yang tinggi antara
pengkode 1 dan 2 pada
penghitungan kemunculan
variabel eksploitasi tubuh
perempuan dalam hal ini yang
bereperan sebagai suster,
berdasarkan kategori yang telah
ditentukan sebelumnya.
2. Film Bangkitnya Suster Gepeng
Tabel 3.2
Hasil uji realibilitas variabel
Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam
film Bangkitnya Suster Gepeng
Kategori N1 N2 M
Berhubungan intim 1 1 1
Eksploitasi tubuh
bagian dada dan
belahan dada
17 17 17
Eksploitasi tubuh
bagian payudara
- - -
Eksploitasi tubuh
bagian perut
- - -
Eksploitasi tubuh
bagian paha
- - -
Eksploitasi tubuh
bagian punggung
- - -
Eksploitasi tubuh
9
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh kedua
pengkoder, yaitu pengkoder
pertama selaku N1, dan
pengkoder kedua selaku N2 telah
disepakati bahwa jumlah
pernyataan perhitungan yang
disetujui adalah M. dari
kesepakatan tersebut hasil tes uji
reliabilitas yang didapat adalah
99%. Hal ini menunjukkan
kesepaktan yang tinggi antara
pengkode 1 dan 2 pada
penghitungan kemunculan
variabel eksploitasi tubuh
perempuan dalam hal ini yang
bereperan sebagai suster,
berdasarkan kategori yang telah
ditentukan sebelumnya.
Frekuensi Kemunculan Variabel Eksploitasi Suster
Frekuensi kemunculan
variabel adegan eksploitasi tubuh
perempuan yang bereperan sebagai
suster paling banyak ditemukan pada
film Suster Keramas II, yaitu
sejumlah 158 variabel atau sebanyak
74% dari keseluruhan variabel
eksploitasi tubuh perempuan yang
berperan sebagai suster dalam dua
film yang menjadi sampel penelitian
10 Tabel 3.4
Frekuensi Kemunculan Variabel
Eksploitasi Tubuh Perempuan yang
berperan sebagai suster pada Film
Suster Keramas II dan Bangkitnya
Suster Gepeng
Tabel diatas adalah frekuensi
kemunculan adegan eksploitasi pada
film Suster Keramas II dan
Bangkitnya Suster Gepeng,
sedangkan dibawah ini adalah
presentase keseluruhan adegan
eksploitasi tubuh perempuan yang
bereperan sebagai suster sesuai
dengan kategorinya. Angka 158 dan
56 didapat dari penjumlahan M yang
berarti jumlah pernyataan yang
disetujui oleh pengkoding satu dan
dua atau hakim dan periset, hasil
keseluruhan dari film Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster
Gepeng dijumlahkan kemudian
dibagi sesuai dengan presentase
untuk mendapatkan variabel
frekuensi kemunculan eksploitasi
tubuh perempuan yang berperan
sebagai suster.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Kecenderungan setiap adegan
eksploitasi tubuh perempuan yang
berperan sebagai suster dalam film
Suster Keramas II dan Bangkitnya
Suster Gepeng cukup banyak, dan
setiap suster dalam film Suster
Keramas II saja mencapai 98% dari
11 tubuh perempuan yang berperan
sebagai suster, sedangkan dari film
Bangkitnya Suster Gepeng mencapai
99%. Hal ini membuktikan bahwa
kecenderungan eksploitasi tubuh
perempuan yang berperan sebagai
suster menjadi alat yang paling
banyak digunakan untuk menarik
perhatian penonton, tidak dipungkiri
jika sebuah film menampilkan
adegan yang mengeksploitasi tubuh
perempuan, akan menjadi daya tarik
sendiri.
Suster di setiap adegan dalam
film Suster Keramas II dan
Bangkitnya Suster Gepeng bisa
dibilang menjadi magnet yang
utama, selain peran artis pembantu
yang lain seperti Sola Aoi dalam film
Suster Keramas II dan Baby
Margareth dalam film Bangkitnya
Suster Gepeng, apa yang ditampilkan
dalam kedua film ini sangat bertolak
belakang dengan realita suster,
profesi suster yang secara umum
adalah merawat pasien dan
membantu kerja dokter ini dicitrakan
dengan suster yang berpakain sexy,
belahan dada terbuka dan terkesan
menggoda pasien yang berlawan
jenis.
Hal inilah yang membuat
Aliansi Mahasiswa Peduli Perawat di
Makasar melakukan aksi demo untuk
menolak eksploitasi prosfesi suster
yang ditampilkan dalam setiap film
horor yang bertema suster, selain
melecehkan profesi suster, hal ini
juga dianggap menempatkan wanita
dalam sebuah sistuasi yang selalu
dimanfaatkan oleh media dengan
mengeksploitasi tubuh guna
memasarkan suatu produk, dalam
kasus ini adalah film-film horor
12 Frekuensi eksploitasi tubuh
perempuan yang berperan sebagai
suster di setiap adegan dalam film
Suster Keramas II dan Bangkitnya
Suster Gepeng yang sering diekspos
adalah bagian tubuh mereka yaitu
belahan dada atau belahan payudara.
Suster-suster ini memakai pakain
suster yang sexy, dengan belahan
dada terbuka sehingga menampilkan
belahan dada, dan rok yang mini
sehingga paha mereka selalu menarik
perhatian setiap orang yang
melihatnya bahkan jika mereka
membungkuk celana dalamnya akan
kelihatan.
Dari segi pakaian saja sudah
melihatkan hal yang tidak sesuai,
citra yang ingin dibangun dalam film
ini adalah suster yang bisa dibilang
hot dan menggoda. Dari bawah
sampai atas tubuh perempuan yang
berperan sebagai suster ini selalu
ditampilkan dan diarahkan ke
bagian-bagian yang sangat sensistif.
Terdapat banyak adegan eksploitasi
tubuh perempuan yang berperan
sebagai suster dalam film Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster
Gepeng, sehingga membuat kedua
film ini menjadi film yang
mengandung unsur eksploitasi tubuh
perempuan.
Saran
Untuk para peneliti
selanjutnya yang meneliti tentang
film, gender, eksploitasi tubuh
perempuan, dapat dilakukan dengan
metode yang lain selain analisis isi,
dan mencoba dengan metode seperti
analisis efek, kajian analisis efek
digunakan untuk meneliti suatu
media misalnya film, setelah
menonton suatu film apa efek
13
dapat mempengaruhi penonton
tersebut.
Kemudian bagi masyarakat
yang menjadi target penonton
film-film yang sejenis dengan Suster
Keramas II dan Bangkitnya Suster
Gepeng agar lebih selektif dalam
menonton film, mana yang
bermanfaat secara posistif. Kita juga
bisa belajar bijaksana dalam
menyaring setiap film. Hal tersebut
juga harus diikuti oleh lembaga yang
mengurus film-film yang beredar di
Indonesia, dalam hal ini adalah
Lembaga Sensor Film Indonesia
yang berwenang membuang adegan
yang dianggap tidak perlu dan tidak
wajar.
PERSANTUNAN
Dalam penelitian ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada
para dosen pembimbing Ibu Dian
Purworini dan Ibu Palupi, yang telah
memberikan arahan dan bimbingan
serta masukan dalam menyelesaikan
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2003. Porno Media, Konsentrasi Sosial, Teknologi Telematika, dan Perayaan Seks di Media Massa. Jakarta Timur: Prenada Media.
Rahhmad, Kriyantono. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Website
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/22/111431165/Mahasiswa-Keperawatan-Tolak-Film-Suster-Gepeng diakses tanggal Desember 2012 pukul 21.30 WIB.
SKRIPSI