• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PERBANDINGAN KINERJA BAKTERI BREVUNDIMONAS DIMINUTA DALAM PENGOLAHAN AMONIAK LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET DAN PUPUK SECARA BIOLOGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PERBANDINGAN KINERJA BAKTERI BREVUNDIMONAS DIMINUTA DALAM PENGOLAHAN AMONIAK LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET DAN PUPUK SECARA BIOLOGIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PUPUK SECARA BIOLOGIS

Enggal Nurisman1*, AlHafiz Pratama1, Suci I Rizki1, Rahmatullah1, Nina Haryani1dan Rosmania2

1Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, Palembang

2Lab Mikrobiologi FMIPA, Universitas Sriwijaya, Palembang

*Corresponding author: enggalnurisman@ft.unsri.ac.id

ABSTRAK: Salah satu unsur pencemar yang terdapat pada limbah cair di industri karet dan pupuk adalah amoniak.

Umumnya proses pengolahan limbah pada industri karet dan pupuk dilakukan secara kimiawi yang relatif mahal dan bersiko terhadap dampak lingkungan. Penelitian ini dilakukan melalui proses pengolahan limbah secara biologis untuk membandingkan kemampuan isolat bakteri Brevundimonas diminuta dalam menurunkan kadar amoniak pada limbah cair industri karet maupun limbah cair industri pupuk. Bakteri Brevundimonas diminuta diinokulasi ke dalam bioreactor selama prosedur pengolahan biologis dengan rasio inokulum 5%. Pasokan udara diatur melalui aerator dengan 3 variasi laju alir mulai dari 1,5 hingga 4,5 L/min serta 3 rentang waktu aerasi dari 1,5 hingga 6 jam. Kadar DO dan populasi bakteri kecendrungannya meningkat seiring dengan bertambahnya laju aliran udara sedangkan kadar amoniaknya akan semakin berkurang. Pada tiap laju alir udara, populasi bakteri hanya meningkat untuk jangka waktu awal proses hingga 3 jam kemudian berkurang dan meningkat kembali untuk jangka waktu 4,5 sampai 6 jam.

Berdasarkan hasil analisis, Brevundimonas diminuta dapat menurunkan kadar amoniak sebesar 85,05%, dari 4,28 mg/L menjadi 0,64 mg/L pada limbah cair industri karet selama proses aerasi 4,5 jam (T-03) sehingga memenuhi persyaratan Baku Mutu Lingkungan. Namun, pada penurunan kadar amoniak paling signifikan pada limbah cair industri pupuk hanya sebesar 40,14% dari 2,94 mg/L menjadi 1,76 mg/L untuk waktu aerasi 6 jam (T-04). Kondisi optimum pada reduksi amoniak tersebut baik limbah cair industri karet maupun pupuk terjadi pada laju alir udara sebesar 3 L/min.

Kata Kunci: Limbah Cair , Industri Karet, Industri Pupuk, Brevundimonas diminuta, Amoniak

ABSTRACT: One of the pollutant elements found in liquid waste in the rubber and fertilizer industry is ammonia.

Generally, the waste treatment process in the rubber and fertilizer industry is carried out chemically, which is relatively expensive and has a risk of environmental impact. This research was conducted through a biological waste treatment process to compare the ability of the isolates of Brevundimonas diminuta bacteria in reducing ammonia levels in the liquid waste of the rubber industry and liquid waste of the fertilizer industry. Brevundimonas diminuta bacteria were inoculated into the bioreactor during the biological treatment procedure with an inoculum ratio of 5%. Air supply is regulated through aerators with 3 flow rate variations from 1.5 to 4.5 L/min and 3 aeration time ranges from 1.5 to 6 hours. DO levels and bacterial populations tend to increase with increasing air flow rate, while ammonia levels will decrease. At each air flow rate, the bacterial population only increased for the initial period of up to 3 hours, then decreased and increased again for a period of 4.5 to 6 hours. Based on the results of the analysis, Brevundimonas diminuta can reduce ammonia levels by 85.05%, from 4.28 mg/L to 0.64 mg/L in the rubber industry liquid waste during the 4.5 hour aeration process (T-03) of so that it meets the requirements Environmental Quality standards.

However, the most significant reduction in ammonia levels in the liquid waste of the fertilizer industry was only 40.14%

from 2.94 mg/L to 1.76 mg/L for aeration time of 6 hours (T-04). The optimum condition for ammonia reduction, both liquid waste from the rubber and fertilizer industries, occurs at an air flow rate of 3 L/min.

Keywords: Waste water, Rubber Industry, Fertilizer Industry, Brevundimonas diminuta, Ammonia

(2)

PENDAHULUAN

Sumatera Selatan merupakan merupakan salah satu provinsi yang memiliki beragam industri baik industri migas, pupuk, industri pengolahan hasil perkebunan maupun beragam industri lainnya. Peningkatan aktivitas industri tersebut tentu berdapak pula pada potensi limbah yang dihasilkan. Limbah amoniak pada unit produksi pupuk akan dikirim ke fasilitas pengolahan limbah (Darmadi, 2014) dan disamping itu juga, limbah cair industri pupuk yang belum mengalami pengolahan dapat mengandung amoniak hingga 31700 mg/L (Mareta, 2019).

Selaras dengan perkembangan industri pupuk, sektor pertanian dan perkebunan di Sumatera Selatan juga semakin berkembang pesat. Salah satu produk utama dari sektor pertanian dan perkebunan Sumatera Selatan ialah pada produk karet alamnya yang sangat melimpah.

Bahkan, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Sumatera Selatan merupakan produsen karet alam terbesar di Indonesia yang menyumbang 804,8 ribu ton/tahun atau setara dengan 28,7% dari total produksi karet dalam negeri. Tingginya produksi karet di provinsi ini membuat industri karet terus berkembang dan berpotensi menimbulkan peningkatan dampak limbah yang dihasilkan

Salah satu unsur pencemar yang sering terkandung dalam limbah industri karet adalah amoniak.

Berdasarkan penelitian Susilawati dan Daud (2018), kadar amoniak terendah pada limbah yang dihasilkan oleh 19 produsen karet di Kota Palembang adalah 3,56 mg/L dan tertinggi 10,95 mg/L. Seperti diketahui, limbah keluaran dari industri karet harus dapat memenuhi batasan Baku Mutu Lingkungan amoniak sebesar 5 mg/L menurut Peraturan Gubernur Sumsel No.

8 Tahun 2012. Oleh karena itu, pengendalian limbah cair menjadi penting untuk menurunkan konsentrasi amoniak sebelum dibuang ke Sungai Musi. Untuk mengolah air limbah, lumpur aktif tradisional dan biofilter stasioner sering digunakan (Said dan Rina, 2001). Salah satu proses mikrobiologi yang berbasis pada penggunaan media buffer sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri pengurai kontaminan adalah proses biofilter. Air limbah dari produksi industri karet mengalami penurunan kadar amoniak dari 4,095 mg/L menjadi 0,275 mg/L berkat penerapan teknik adsorpsi-biofiltrasi (Primarani, 2020).

Dengan menggunakan pendekatan konsorsium bakteri, empat bakteri, yaitu Arthrobacter sp., Bacillus sp., Lactobacillus sp., dan Pseudomonas sp. dapat mereduksi amoniak dari konsentrasi awal limbah 3,048 mg/L menjadi 0,713 mg/L, menurut studi oleh Pllai dan Girish (2014). Pada penelitian lain digunakan bakteri Nitrosomonas, Nitrosolobus, Nitrospina, dan Nitrosospira untuk menurunkan kadar amoniak pada

limbah cair industri karet dari level awal 20,5 mg/L menjadi 0,323 mg/L dengan teknik isolasi bakteri petrofilik. Hakim et al. (2016) melakukan penelitian tambahan tentang pengolahan air limbah dan penurunan kadar amoniak dari air limbah industri karet dengan menggabungkan proses pretreatment dengan membran ultra-filtrasi dengan aluminium sulfat, NaOH, dan aquadest sebagai koagulan untuk menurunkan kadar amoniak awal dari 33,6 mg/L hingga 25,2 mg/L.

Kemudian, pada tahun 2019, Habatullah (2019) melakukan penelitian kedua di mana ia menggunakan tanaman kiambang (Salvinia molesta) untuk menurunkan kadar amoniak dalam air limbah rumah dari 0,039 mg/L menjadi 0,019 mg/L dengan menggunakan pendekatan fitomediasi.

Penelitian oleh Nurisman et al (2020) tentang pengolahan kadar amoniak limbah cair meliputi penurunan kadar amoniak pada air limbah industri petrokimia dengan menggunakan pendekatan isolat bakteri petrofilik berupa Brevundimonas diminuta.

Penelitian yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu menurunkan kadar amoniak dalam limbah industri petrokimia sebesar 88,81 persen, dari 750,48 mg/kg menjadi 84,015 mg/kg pada kadar amoniak semula. Jenis bakteri Brevundimonas diminuta merupakan basil gram negatif lingkungan yang disebut tidak memfermentasi laktosa (Han dan Andrade, 2015).

Berbagai bakteri gram negatif yang disebut Brevundimonas diminuta, sebelumnya dikenal sebagai Psedoumonas diminuta, dapat berkembang biak secara aerobik di tanah atau air.

Pada penelitian yang berbeda, Nurisman et al (2022) juga mengamati bahwa B. diminuta mampu menurunkan kadar amoniak di sektor pupuk. Kadar amoniak dalam limbah cair perusahaan pupuk menurun dari 2,94 mg/L menjadi 1,76 mg/L selama 6 jam pada laju alir 3 L/menit.

Untuk mengetahui apakah isolat B. diminuta juga mampu menurunkan kadar amoniak pada limbah industri karet, penelitian ini menguji hipotesis tersebut serta membandingkan hasilnya antara kinerja B. diminuta pada limbah cair industri karet dengan industri pupuk.

Diharapkan, bakteri B. diminuta ini mampu menurunkan kadar amoniak pada limbah cair industri karet yang lebih signifikan dibandingkan pada pengolahan limbah industri pupuk. Selain itu, perlu ditelaah lebih lanjut, apakah proses pengolahan limbah industri karet ini akan dipengaruhi oleh kondisi operasi yang sama atau berbeda sehingga akan dapat ditentukan kondisi operasi optimumnya.

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat

Sampel limbah cair industri karet yang diteliti berasal dari limbah intake IPAL industri karet di wilayah

(3)

Gandus, Sumatera Selatan. Disisi lain, sampel limbah cair industri pupuk yang menjadi sampel pembanding berasal dari outlet pembuangan air limbah industri pupuk yang dialirkan ke Sungai Musi. Proses inokulasi bakteri Brevundimonas diminuta dilakukan di Laboratorium FMIPA Unsri sedangkan proses pengolahan limbag dengan airlift bioreactor dilaksanakan di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia, Katalisis dan Bioproses FT Unsri. . Bioreaktor airlift merupakan bagian utama dari peralatan yang digunakan, bersama dengan sejumlah peralatan penunjang seperti erlenmeyer, gelas kimia, cawan petri, cooler, inkubator, bunsen, mikroskop Olympus CX23, aerator CJY-4500, bio-ring, hemacytometer, botol sampel, neraca analitik, dan autoklaf hicleve HVE-50.

Prosedur Penelitian

Sampel awal limbah cair industri karet maupun industri pupuk dianalis kadar amoniaknya di Balai Besar Lab Kesehatan Palembang (BBLK). Nilai kadar amoniak awal ini yang menjadi baseline kadar amoniak yang akan direduksi. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan beberapa tahapan, dimulai dengan produksi dan pembaharuan kultur bakteri, uji pertumbuhan B. diminuta pada sampel limbah cair amoniak sintetik, dan uji efisiensi B. diminuta dalam menurunkan kadar amoniak pada limbah cair industri karet dan industri pupuk.

Pembuatan dan Peremajaan Kultur Bakteri

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan dan Peremajaan Kultur Bateri

Tahap Pengujian Awal Pertumbuhan B. diminuta terhadap sampel Limbah Cair Amoniak Sintetik

Isolat bakteri pada awalnya diuji ketahanannya menggunakan limbah cair amoniak sintetik menggunakan pereaksi amonium sulfat (NH4)SO4

dengan kisaran konsentrasi amoniak 5 ppm-25 ppm pada media PCA sebelum diuji dengan limbah cair dari industri karet. Pengujian awal ini dilakukan selama 24 jam di inkubator. Jika pada pengujian awal ini menujukkan tingkat pertumbuhan yang baik maka dapat dilakukan pengujian pada tahap selanjutnya di dalam bioreaktor

Tahap Uji Kinerja B. diminuta dalam Mereduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Industri Pupuk

Hasil pengecekan kadar awal amoniak pada sampel limbah cair industri karet menunjukkan konsentrasi sebesar 4,28 mg/L. Sedangkan, kadar amoniak awal pada limbah cair industri pupuk ialah 2,94 mg/L (Nurisman et al., 2022). Baik pada limbah cair industri karet dan pupuk, pengujian reduksi amoniak dilakukan pada suatu rangkaian airlift bioreactor menggunakan rasio inokulum bakteri yang sebesar 5% terhadap sampel air limbah yang digunakan.

Pasokan udara dalam bioreaktor dialirkan menggunakan aerator dengan 3 kondisi laju aliran yang berbeda (dalam L/menit): 1,5; 3; dan 4,5. Pengamatan mulai dilakukan setelah aerator dalam kondisi dinyalakan. Waktu aerasi diamati secara bertahap dari 1,5 jam hingga 6 jam Setelah waktu aerasi yang ditentukan tersebut, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara berkala untuk dianalis kadar DO dan amoniaknya. Parameter operasi tekanan atmosferik dan suhu kamar (25-30oC)

Gambar 2. Skema Rangkaian Alat Bioreaktor (Nurisman et.al., 2020)

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Pendahuluan Pertumbuhan B.diminuta pada Limbah Cair Amoniak Sintetik.

Tabel 1. Hasil Uji Pertumbuhan B. diminuta pada Limbah Cair Amoniak Sintetik selama 24 jam

Kadar Amoniak (ppm) Pertumbuhan

5 Positif (+++)

10 Positif (+++)

15 Positif (++)

20 Positif (++)

25 Positif (++)

Tabel 1. menunjukkan bahwa koloni Brevundimonas diminuta yang diuji dengan limbah amoniak sintetik berupa amonium sulfat (NH4)SO4 dengan konsentrasi 5 ppm-25 ppm dapat bertahan dan berkembang dengan baik pada media PCA selama 24 jam di inkubator. Hal ini menunjukkan bakteri memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dan kadar amoniak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amoniak sampel limbah industri karet maupun limbag pupuk yang diamati.

Beberapa elemen, antara lain keberadaan medium, suhu, keasaman, dan sterilitas, berdampak pada perkembangan bakteri (Rachmawaty, 2020). Air, sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin, mineral, dan gas adalah semua komponen yang diperlukan untuk media. Hal ini menunjukkan bahwa B. diminuta dapat bertahan dan siap untuk dilakukan pengujian pada tahapan berikutnya dengan kandungan limbah riil industri karet dan pupuk yang memiliki kadar unsur pencemar yang lebih kompleks dibandingkan dengan limbah amoniak sintetik yang telah diuji pada tahap awal.

Hasil Pengujian Lanjutan pada Limbah Industri Karet dan Pupuk secara biologis di Bioreaktor

Pengaruh Waktu Aerasi terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan Industri Pupuk

Setelah melalui tahap uji pertumbuhan limbah cair amoniak sintetik yang dilakukan pada PCA, berikutnya dilakukan pengamatan terhadap tingkat pertumbuhan limbah cair industri karet dan pupuk dilakukan di unit airlift bioreactor Mengingat prosedur pengolahan limbah pada bioreaktor ini dilakukan secara aerobik, maka dilakukan prosedur aerasi terus menerus sesuai dengan laju alir dan waktu aerasi yang telah ditentukan.

Laju alir dan waktu aerasi ini mempengaruhi nilai populasi bakteri dan tingkat reduksi kadar amoniak pada limbah cair industri karet dan pupuk.

Berdasarkan grafik yang tertera pada Gambar 3, pada waktu aerasi 1,5 jam (T-01) serta waktu 3 jam (T-02) pada gambar 4, terjadi kenaikan populasi bakteri yang relatif signifikan pada limbah cair industri karet.

Berdasarkan grafik, diketahui bahwa B. diminuta hanya perlu waktu generasi yang cukup singkat. B. diminuta adalah suatu bakteri pengoksidasi amoniak yang menggunakan waktu generasi sekitar 1 x 24 jam.

Menurut Jene dan Rahayu (2004), menyatakan bahwa perkembangan mikroorganisme yang akan digunakan pada suatu penelitian mempunyai waktu generasi mencapai 5 sampai 10 jam tetapi tergantung dengan lingkungan dan jenis mikroorganisme tersebut.

Gambar 3. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 1,5 Jam

Bila mempelajari tentang pernyataan tersebut, maka diperkirakan dalam rentang waktu 1,5-3 jam, pertumbuhan bakteri tersebut masih pada kondisi lag phase atau tahap penyesuaian. Hal ini terjadi karena populasi bakteri tersebut sedang mengalami tahap penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Hal tersebut dijelaskan oleh penelitian Prabowo et al. (2018) yang menyebutkan bahwa dalam kondisi lag phase atau fase penyesuaian populasi bakteri akan berada pada minggu ke-1. Selanjutnya, akan menjadi fase eksponensial atau fase pertumbuhan dalam minggu ke-3.

Gambar 4. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan

(5)

Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 3 Jam

Pada limbah cair industri karet, populasi bakteri terjadi penurunan yang relatif signifikan pada waktu aerasi T-03 (Gambar 5) serta T-04 (Gambar 6) pada seluruh laju alir setelah sebelumnya terjadi kenaikan jumlah populasi pada sampel waktu aerasi T-01 (Gambar 3) dan T-02 (Gambar 4). Selain ditunjukkan pada grafik pada Gambar 3, pada Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6 juga, bisa diketahui bahwa tingginya laju alir yang terjadi, maka populasi bakteri cenderung akan semakin meningkat selama waktu aerasi 1,5-3 jam serta akan mengalami penurunan pada rentang waktu aerasi 4,5-6 jam. Hal tersebut terjadi karena pada kondisi penyesuaian dengan lingkungan untuk beradaptasi terjadi pada 1,5–3 jam.

Gambar 5. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 4,5 Jam

Disisi lain, tingkat populasi pada sampel limbah cair industri pupuk yang dinyatakan pada Gambar 3,4,5 dan 6, menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan pada laju alir 1,5 L/ dan mengalami kenaikan saat waktu aerasi selama 1,5 jam. Menurut Nurisman et al., (2022), populasi mulai menurun setelah 1,5 jam (T-01) sebagai akibat dari awal periode jeda (lag phase) dan adaptasi B.

diminuta dengan lingkungan baru yang mengandung air limbah. Hal ini sebagai dampak perubahan komposi nutrisi yang mengalami perubahan saat dimasukkan dalam air limbah dan berbeda dengan nutrisi pada media Zobell saat inokulasi awal. Setelah 3 jam (T-02) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4, populasi meningkat secara drastis untuk semua sampel kecuali pada laju alir 3 L/min. Hal ini menunjukkan bahwa B. diminuta telah bertransisi ke fase eksponensial setelah beradaptasi dengan media barunya. Kemudian, pada Gambar 6, bakteri B. diminuta berangsur-angsur menuju tahap stasioner dan death phase setelah waktu aerasi 6 jam (T- 04).

Gambar 6. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 6 Jam

Pengaruh Laju Alir terhadap Populasi Bakteri pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk

.Dari grafik yang telah ditampilkan pada gambar 3,4,5 dan 6 sebelumnya, dapat pula diketahui bahwa semakin tinggi laju alir udara, maka persentase penurunan populasi bakteri pada waktu pengamatan 1,5 jam (T-01) akan menjadi semakin kecil juga. Maka dari itu, penurunan populasi bakteri tertinggi terjadi pada laju alir 1,5 L/min dengan persentase penurunan sebesar 80,75%.

Sedangkan, penurunan populasi terendah terjadi pada laju alir udara sebesar 4,5 L/min dengan persentase penurunan sebesar 56,15%. Setelah mengalami penurunan, umumnya populasi bakteri akan mengalami kenaikan pada waktu pengamatan 3 jam (T-02) di semua variasi laju alir. Hasil tersebut menunjukkan kesamaan terhadap uji yang dilakukan pada limbah cair industri karet yang juga mengalami kenaikan setelah waktu aerasi di atas 3 jam.

Pada grafik yang terdapat di Gambar 3, 4, 5, dan 6 juga terlihat kecenderungan bahwa pada limbah cair industri pupuk memiliki populasi bakteri yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi bakteri pada limbah cair industri karet. Terlebih lagi, populasi bakteri pada limbah cair industri pupuk untuk laju alir 1,5 L/min hampir menyentuh tiga kali lipat dari populasi bakteri pada limbah cair industri karet yang hanya dalam rentang 10-30 x 106bakteri. Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan populasi awal bakteri pada limbah cair industri pupuk yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Awal B. diminuta pada Limbah Laju Alir (L/min) Populasi awal di

L. Karet (x106) Populasi awal di L. Pupuk (x106)

1,5 25,6 107

3 28 42,3

4,5 21,2 43,1

(6)

Pada laju alir 1,5 L/min, populasi awal limbah cair industri pupuk memiliki 10,7 x 107 bakteri. Pengujian selanjutnya, yaitu pada laju alir 3-4,5 L/min, jumlah populasi bakteri telah menurun lebih dari setengah populasi awal untuk laju alir 1,5 L/min. Berbeda halnya dengan penelitian yang diuji pada limbah cair industri pupuk, populasi bakteri pada limbah cair industri karet telah disesuaikan agar jumlah populasinya tidak terlalu padat dengan proses pengenceran. Hal tersebut dilakukan karena jumlah populasi yang terlalu padat mengakibatkan kinerja bakteri tidak bekerja secara maksimal. Di samping itu, populasi bakteri yang terlalu padat beriringan dengan kinerjanya yang menurun merupakan suatu kerugian (Widjajanti et al., 2021). Oleh sebab itu, populasi bakteri yang terlalu padat pada uji terhadap limbah cair industri pupuk ini akan berefek juga ke reduksi kadar amoniak nantinya.

Berdasarkan penelitian Nurisman et al. (2020), populasi bakteri yang paling tinggi terjadi dalam waktu 24 jam di mana B. diminuta akan semakin bertambah.

Sampel dengan laju alir 4,5 L/min pada limbah cair industri karet dengan populasi awal 21,2 x 106 bakteri menunjukkan bahwa hasilnya terjadi penurunan pada waktu pengamatan 1,5 jam sebesar 50,94%. Berdasarkan kedua gambar-gambar hasil pengaruh laju alir terhadap populasi bakteri di atas sebelumnya,, laju alir dengan 3 L/min menunjukkan bahwa semakin cepat waktu aerasi yang dilakukan dengan waktu tertentu, maka bakteri akan semakin efektif dalam menurunkan nilai pencemar pada limbah, serta bakteri yang dihasilkan akan semakin banyak (Prasetiyo dan Hasminar, 2015).

Pengaruh Laju Alir terhadap Reduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Industri Pupuk

Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa limbah cair industri karet dengan kadar amoniak awal sebesar 4,28 mg/L mengalami penurunan kadar di setiap laju alirnya.

Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan terhadap limbah cair industri pupuk dengan kadar amoniak awal sebesar 2,94 mg/L yang mengalami penurunan kadar amoniak di setiap laju alirnya. Untuk limbah cair industri karet, penurunan kadar amoniak yang paling signifikan terjadi di laju alir 3 L/min. Pada laju alir 4,5 L/min terjadi kenaikan kadar amoniak yang signifikan, berbeda halnya dengan laju alir 3 L/min. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang dapat menghambat terjadinya perkembangan B. diminuta sebagai pereduksi kadar amoniak dalam limbah cair industri karet ini, salah satunya adalah faktor lingkungan biotik yang ada hubungannya dengan keberadaan bakteri lain atau pengotor lain yang berada di sekitar lingkungan hidup bakteri (Purnomo, 2004). Menurut Murtius (2018), untuk mengatasi hal tersebut proses sterilisasi perlu diperhatikan terlebih dahulu dengan memanfaatkan nyala api bunsen selama prosesnya berlangsung.

Gambar 7. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Reduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 1,5 Jam

Selain itu, menurut Napitupulu (2018), jenis serta jumlah mikroorganisme yang tumbuh dalam suatu media sangat dipengaruhi ada tidaknya suatu oksigen yang berada di sekitar yang berfungsi untuk metabolisme serta kelangsungan hidup. Menurut Titiresmi dan Sopiah (2006), menyatakan bahwa jumlah oksigen yang terlarut dalam limbah cair tersebut akan mengganggu terjadinya pertumbuhan bakteri dan aktivitas yang akan dilakukan di dalamnya. Pada variasi kecepatan udara sebesar 1,5 L/min, telah terjadi supply O2 secara kontinu ke dalam limbah cair industri karet. Berdasarkan dari supply O2

tersebut bahwa Brevundimonas diminuta menggunakannya untuk proses metabolisme serta melakukan proses nitrifikasi dan denitrifikasi untuk mereduksi kadar amoniak tersebut. Sehingga, penurunan yang paling signifikan kadar amoniak terjadi pada laju alir udara 3 L/min sehingga pada laju alir ini terjadi penurunan secara drastis dari waktu pengamatan 1,5 jam (T-01) pada gambar 7 dibandingkan dengan waktu 3 jam (T-02) pada gambar 8. Sedangkan penurunan yang terjadi ialah sebesar 3,58 mg/L dengan efisiensi 83,64%

dan efisiensi reduksi tertinggi terjadi pada waktu pengamatan 4,5 jam (T-03), yaitu sebesar 85,05%.

Penelitian Said dan Utomo (2007) yang menyatakan bahwa semakin pendek waktu tinggal efluen dalam reaktor maka efisiensi pengolahan amoniak semakin rendah. Hal terjadi karena waktu kontak yang tersedia antara air limbah dengan mikroorganisme tersebut terlalu pendek, sehingga degradasi senyawa amoniak menurun.

Penurunan kadar amoniak paling signifikan pada laju alir 4,5 L/menit terjadi pada waktu aerasi 6 jam (T-04) dengan penurunan sebesar 3,14 mg/L dengan efisiensi 73,36%.

Berdasarkan dengan hasil penelitian dari Nurisman et al. (2020) yang menyebutkan bahwa semakin lama proses reduksi yang terjadi, maka konsentrasi amoniak dalam air limbah akan semakin menurun hal tersebut

(7)

sejalan dengan hasil penelitian yang ditampilkan pada gambar 7, 8, 9 dan 10 dengan waktu aerasi T-01 hingga T-04. Hal ini selaras dengan pernyataan dari Titiresmi dan Sopiah (2006), yang menyatakan bahwa waktu detensi merupakan salah satu faktor banyak-sedikitnya reduksi amoniak yang terjadi. Waktu detensi adalah lamanya waktu kontak antara limbah cair dengan mikroba pengurai yang berada di dalam bioreaktor.

Semakin lama waktu detensi yang dilakukan, maka kadar amoniak yang terjadi akan berkurang dengan sangat besar pula.

Gambar 8. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Reduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 3 Jam.

Selain itu, dari Gambar 7, 8, 9, dan 10 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alir, maka kadar amoniak yang tereduksi akan semakin tinggi pula. Laju alir sebesar 3 L/min ialah laju alir dengan efisiensi reduksi kadar amoniak tertinggi. Laju alir yang melebihi 3 L/min cenderung akan memiliki nilai reduksi kadar amoniak yang lebih rendah dibandingkan laju alir 3 L/min.

Gambar 9. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Reduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 4,5 Jam

Penurunan secara signifikan dengan terjadinya peningkatan kadar amoniak lagi terjadi pada variasi laju alir 1,5 L/menit dan 3 L/menit. Pada laju alir 1,5 L/min dengan waktu aerasi 4,5 jam (T-03), terjadi kenaikan kadar amoniak dari 3,87 mg/L menjadi 3,96 mg/L.

Untuk laju alir 3 L/min, kenaikan kadar amoniak kembali terjadi pada waktu aerasi 6 jam (T-04) dari 0,64 mg/L menjadi 0,74 mg/L. Berbeda halnya dengan laju alir 1,5 L/min dan 3 L/min, laju alir 4,5 L/menit cenderung menurun secara terus menerus tanpa adanya kenaikan kadar amoniak kembali. Hal tersebut terjadi karena proses yang dilakukan pada variasi laju alir 4,5 L/menit telah dilakukan pemantauan yang lebih intens terhadap aspek sterilisasi unit peralatan yang digunakan.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang berperan pada pengolahan limbah cair industri karet sehingga mampu menurunkan kadar amoniak signifikan di bawah batas baku mutu yang telah ditetapkan sebesar 5 mg/L.

Gambar 10. Grafik Hasil Uji Pengaruh Laju Alir terhadap Reduksi Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Karet dan Limbah Cair Industri Pupuk dengan Variasi Waktu Aerasi selama 6 Jam

Jika dibandingkan dengan proses reduksi amoniak pada sampel limbah industri pupuk oleh Nurisman et al.

(2022) yang ditunjukkan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10 (grafik warna abu), kadar amoniak awal yang diamati berada pada nilai 2,94 mg/L yang jauh lebih rendah dibandingkan kadar amoniak industri karet yang telah menyentuh angka 4,28 mg/L . Sampel pada laju alir 3 L/min memiliki laju degradasi amoniak terbaik (40,14%), dengan kadar amoniak turun dari 2,94 mg/L menjadi 1,76 mg/L pada waktu aerasi 6 jam (T-04). Walaupun dengan demikian, angka tersebut belum cukup untuk menurunkan kadar amoniaknya di bawah batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Selatan No. 8 Tahun 2012 sebesar 0,03 mg/L. Hal ini disebabkan karena waktu pengamatan yang singkat, yaitu hanya 6 jam. Akan tetapi, dengan waktu 6 jam tersebut mampu menurunkan hingga hampir setengah dari kadar amonia awal. Selanjutnya,, agar reduksi kadar

(8)

amoniak dapat menjadi lebih tinggi lagi dan mencapai standar baku mutu, diperlukan waktu pengolahan limbah yang lebih lama.

Setelah itu, sampel pada laju alir 1,5 L/min memiliki laju degradasi terendah (27,21%; berkurang dari 2,94 mg/L menjadi 2,14 mg/L) pada waktu aerasi 6 jam (T-04) juga. Sedangkan, sampel pada laju alir 4,5 L/min memiliki laju degradasi tertinggi (31,97%; berkurang dari 2,94 mg/L menjadi 2,00 mg/L) pada waktu aerasi 4,5 jam (T-03) dan 6 jam (T-04). Oleh karena itu, laju degradasi amoniak akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya nilai laju alir. Hal tersebut selaras terhadap penelitian yang dilakukan pada limbah cair industri karet.

Akan tetapi, pada penelitian industri pupuk ini kadar amoniaknya cenderung fluktuatif pada berbagai waktu aerasi, walaupun akan kembali menurun setelah 6 jam proses aerasi. Namun, pada laju alir 1,5 L/min mengalami kenaikan kadar amoniak kembali pada rentang waktu aerasi 4,5-6 jam. Berbeda halnya pada limbah cair industri karet, kenaikan kadar amoniak kembali hanya terjadi pada laju alir 3 L/min dalam rentang waktu aerasi 4,5-6 jam. Walaupun terjadi kenaikan, nilai kadar amoniak yang meningkat relatif cukup kecil.

Kadar amonia mampu didegradasi selama proses pengolahan limbah baik pada sampel limbah cair industri karet maupun pupuk akibat adanya proses biological nitrification oleh bakteri pengurai. Berdasarkan penelitian Said dan Sya’bani (2014) terkait penghilangan amonia dalam air limbah domestik, amonia mampu dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan bakteri dalam proses nitrifikasi. Amonia akan teroksidasi untuk membentuk hidroksilamin (NH2OH) terlebih dahulu.

Setelah itu, oksidasi dilanjutkan dengan bantuan enzim hydroxylamine oxidoreductase (HAO) yang disekresi oleh bakteri petrofilik (Kim dkk, 2022). Oksidasi lanjutkan tersebut akan membentuk senyawa nitrit. Nitrit akan langsung mengalami oksidasi lanjutan menjadi nitrat. Nitrat bersama dengan bahan organik sebagai sumber karbon dapat terurai menjadi nitrogen dan energi bakteri (Liu dkk, 2021).

KESIMPULAN

Proses pengolahan air limbah industri karet dan pupuk menggunakan isolat bakteri petrofilik (Brevundimonas diminuta) diketahui dapat menurunkan kadar amoniak secara signifikan dengan waktu yang kurang dari 24 jam. Semakin tinggi laju alir dan waktu aerasi yang digunakan populasi bakteri dan penurunan kadar amoniak juga akan semakin meningkat, baik limbah cair pada industri karet dan industri pupuk.

Tingkat penurunan kadar amoniak pada limbah cair industri karet lebih besar jika dibandingkan penurunan kadar amoniak limbah industri pupuk yaitu 85,05%

berbanding 40,14%. Selain itu, penurunan kadar amoniak dengan menggunakan isolat bakteri Brevundimonas diminuta pada limbah cair industri karet telah memenuhi Nilai Baku Mutu Lingkungan untuk kadar amoniak berdasarkan Pergub Sumsel Nomor 8 Tahun 2012.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dilaksanakan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, terutama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unsri serta UPPM FT Unsri. Penelitian/publikasi ini dibiayai oleh Dana PNBP Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Tahun Anggaran 2022. Nomor SP DIPA 023.17.2.677515/2022 tanggal 17 November 2022 sesuai dengan SK Rektor No.0390/UN9.FT/TU.SK/2022 tanggal 13 Mei 2022.

DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2014. Pengolahan limbah cair pabrik pupuk urea menggunakan Advanced Oxidation Process.

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 10 (1): 1-6.

Desmet, N.J.S., Van Belleghem, S., Seuntjens, P., Bouma, T.J., Buis, K., dan Meire, P. 2011.

Quantification of The Impact of Macrophytes on Oxygen Dynamics and Nitrogen Retention in a Vegetated Lowland River, Phys. Chem. Earth, 36 (12): 479-489.

Febiyanto. 2020. Effects of Temperature and Aeration on The Dissolved Oxygen (DO) Values in Freshwater Using Simple Water Bath Reactor: A Brief Report. Walisongo Journal of Chemistry, 3 (2):

25-30.

Habatullah, F.H., 2019. Fitoremediasi Limbah Domestik (Grey Water) Menggunakan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) dengan Sistem Batch. [SKRIPSI].

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Hakim, N.W., Jhon A.P., dan Edy S. 2016. Pengolahan Limbah Cair Industri Karet dengan Kombinasi Proses Pretreatment dan Membran Ultrafiltrasi.

Jurnal FTEKNIK. 3(1): 2-6.

Han, X. dan Andrade, R. 2015. Brevundimonas diminuta Infections and Its Resistance to Fluoroquinolones.

Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 55 (6): 853- Jene, S.B.R dan W.P Rahayu 2004. Penanganan Limbah859.

Industri Pangan. Kanisius: Jakarta.

Kim, S. I., Heo, W., Lee, S. J., dan Kim, Y. J. 2022.

Isolation and Characterization of Effective Bacteria That Reduce Ammonia Emission from Livestock Manure. Microorganism. Vol 10 (77): 1-13.

Liu, S., Chen, Y., dan Xiao, L. 2021. Metagenomic Insights into Mixotrophic Denitrification Facilitated

(9)

Nitrogen Removal in a Full-scale A2/O Wastewater Treatment Plant. PLoS ONE. Vol 16 (4): 1-12.

Mareta, A., 2019. Studi Pengolahan Limbah Cair di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang. Laporan Kerja Praktik Teknik Lingkungan, Universitas Pertamina.

Murtius, W.S. 2018. Modul Praktek Dasar Mikrobiologi.

Padang: Universitas Andalas.

Nainggolan, T.A., Khotimah, S., dan Turnip, M. 2015.

Bakteri Pendegradasi Amoniak Limbah Cair Karet Pontianak Kalimantan Barat. Jurnal Protobiont.

4(2):69-76.

Napitupulu, R.J. 2018. (Online).

http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/mo dul/read/181219-012847faktor--c-faktor-c-yang-c- mempengaruhi-c-pertumbuhan-c-jasad-c-renik.

(Diunduh pada tanggal 16 Desember 2021).

Nurisman, E., Syaiful, Faizal, M., dan Estuningsih, S.P.

2020. Studi Eksperimental Uji Potensi Isolat Bakteri Petrofilik dalam Menurunkan Kadar Amoniak pada Air Limbah. Proceeding of Seminar Nasional AvoER XII p 511-519. Universitas Sriwijaya.

Nurisman, E., Alkahfi, M. I., Razikah, Y. A., Rahmatullah, R., Haryani, N., & Rosmania, R.

(2022). Potential Utilization of Brevundimonas diminuta to Reduce Ammonia in Wastewater. In Key Engineering Materials (Vol. 920, pp. 7–13). Trans Tech Publications, Ltd..

Pillai H.P.J.S dan K. Girisgh. 2014. Rubber Processing industry effluent treatment using a bacterial consortium. Internasional Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 3(10): 775-782.

Prabowo, A.F., Soekarto., Paniman A.M. 2018. Kajian Jenis limbah dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Pseudomonas dimunita. Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian. X(x) : 2-5.

Prasetiyo N A. dan Hasminar R.F. 2015. Kajian Pengaruh Kecepatan Aerasi dan Waktu Inkubasi Terhadap Kemampuan Konsorsia Bakteri Indigen dalam Mendegradasi Limbah cair Kulit di Industri Penyemakan Kpta Malang. Jurnal Saintifika.

7(1):29-17.

Primarani, N.R. 2020. Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Menggunakan Karbon dari Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Adsorben dan Biofilter Saccharomyces cerevisiae. [SKRIPSI]. Universitas Sriwijaya.

Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rachmawaty, F.J. 2020. Media. (Online).

https://fk.uii.ac.id/mikrobiologi/materi/media.

(Diakses pada tanggal 16 Desember 2021).

Said, N.I. dan Rina, T. 2001. Penghilangan Amoniak di dalam Air Baku Air Minum dengan Proses Biofilter Tercelup Menggunakan Media Plastik Sarang Tawon.

Jurnal Teknologi Lingkungan. 2(1): 11-27.

Said, N.I., dan Utomo Kristianti., 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses LumpurAktif Yang Diisi Dengan Media Bioball. BPPT: Jakarta.

Susilawati, N. dan Daud, D. 2018. Efisiensi Unit Pengolah Limbah Industri Crumb Rubber di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional 1 Hasil Litbangyasa Industri. Palembang: ISSN 2654- 8550.

Said, N. I., dan Sya’bani, M. R. 2014. Penghilangan Amoniak di Dalam Air Limbah Domestik dengan Proses Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR). Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 7 (1): 44-65.

Titiresmi dan Sopiah, N. 2006. Teknologi Biofilter untuk Pengolahan Limbah Ammonia. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2(7): 173-179.

Widjajanti, H., Nurnawati, E., Ariki, D.H., dan Rosmania. 2021. Penuntun P. Mikrobiologi.

Inderalaya: Universitas Sriwijaya.

Zulkifar, W.G. 2019. Kebutuhan Oksigen di Tambak Udang.(Online).https://app.jala.tech/kabar_udang/41.

(Diunduh pada tanggal 24 Desember 2021).

Referensi

Dokumen terkait

By including the available emergy for use in the category of Non-Financial Assets, while natural resources and energy used to produce emergy into the

Tujuan umum tersebut, dapat dirincikan menjadi tujuan khusus : (1) untuk menganalisis rata-rata nilai ulangan harian matematika siswa kelas V Sekolah Dasar

Saat ini komputer tidak hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik atau alat perhitungan biasa, namun lebih dari sekedar itu, komputer digunakan penyimpanan data. Salah

Seorang biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya terhadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum yang ada pada agamanya, hal ini dilakukan

Dari program ini, dapat diketahui informasi seperti, status pada link dan device , waktu selama dalam keadaan up , jumlah data yang masuk dan keluar, IP Address, Subnet Mask,

Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk berupa modul pembelajaran matematika berbasis e-learning dengan model pengembangan mengacu pada rancangan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Untuk meneliti apakah asimetri informasi, ukuran perusahaan dan Leverage secara

Creed, Peter and Patton, Wendy and Prideaux, Lee-Ann (2006) Causal Relationship Between Career Indecision and Career Decision-Making Self-Efficacy: A Longitudinal