• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PERAIRAN RAWA BANGKAU DAN KERAGAMAN IKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KARAKTERISTIK PERAIRAN RAWA BANGKAU DAN KERAGAMAN IKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PERAIRAN RAWA BANGKAU DAN KERAGAMAN IKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN RIZMI YUNITA

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Unlam

ABSTRACT

This research aim to know kind of diversity of aquatic organisms and water quality of their habitat, that representate ecological condition of the waters, specially population dynamics of palustrine’s fishes in swamp Bangkau. Result of research indicate that condition of bio-physics and chemical quality of swamp Bangkau’s palustrine waters still be good enough relative, though by parsial there are parameter of quality of waters showing critical value like dissolved oxygen. But the condition quality of the waters represent specific quality of palustrine that found in South Kalimantan. Fishes sampling using rengge (gill-nets), pancing ( hand-line) and serok (hand-nets). Yields during observation amount to 16.368 individu, found 13 family and 26 species. Diversity Index value (H’) about 2,346 - 3,640. Eveness Index value range from 0,499 - 0,747 and Index Dominancy value show about 0,108 - 0,297.

Station V show more environment suited for various species of fish from general till rareness species, causing variety species were founded with high value of Diversity index (H'), Eveness index (E) and Domination index (C), too. Fishes population in swamp Bangkau’s palustrine as advantage fisheries area still able to support living of fishes ecologic. High exploitation of local fish like Gabus (Channa striata), Betok (Anabas testudineus), Sepat rawa (Trichogaster trichopterus), Biawan (Helostoma temminckii) still working without accompanied by the effort of aquaculture.

Key word : Biodiversity, Swamp ‘bangai’

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik rawa dan keragaman jenis biota perairan, kualitas air habitatnya yang mencerminkan kondisi ekologis perairan khususnya dinamika populasi ikan rawa Bangkau. Hasil pengamatan di perairan rawa Bangkau menunjukkan bahwa kondisi kualitas bio-fisik dan kimia perairan rawa Bangkau masih relatif cukup baik, meskipun secara parsial terdapat parameter kualitas air yang menunjukkan nilai kritis seperti oksigen terlarut. Namun kondisi kualitas air tersebut merupakan cerminan kualitas spesifik perairan rawa yang umum ditemukan di Kalimantan Selatan. Pengambilan contoh ikan dengan menggunakan alat tangkap rengge (gill-nets), pancing (hand-line) dan serok (hand-nets). Hasil tangkapan ikan selama pengamatan berlangsung berjumlah 16.368 individu ditemukan 13 famili 26 spesies. Nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar 2,346 – 3,640. Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0,499 – 0,747 dan nilai indeks dominasi (C) berkisar 0,108 – 0,297. Pada stasiun V menunjukkan lingkungan yang lebih cocok untuk berbagai spesies ikan dari yang umum hingga jarang dijumpai, menyebabkan dijumpainya spesies beragam dengan indeks keanekargaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C ) tinggi pula. Populasi ikan di rawa Bangkau sebagai kawasan andalan perikanan masih mampu mendukung kehidupan ikan secara ekologis. Eksploitasi penangkapan ikan lokal yang tinggi seperti gabus (Channa striata), betok (Anabas testudineus), sepat rawa (Trichogaster trichopterus), biawan (Helostoma temminckii) masih berjalan tanpa diiringi usaha pengembangan budidaya ikan tersebut.

Kata Kunci : Keanekaragaman, Rawa ’bangai’

(2)

PENDAHULUAN

Perairan umum mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar dalam berbagai kegiatan. Bagi perikanan sendiri perairan umum merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup khususnya sebagai sumber gizi dan protein dari ikan, lebih jauh lagi diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan jalan mendayagunakan sumber daya perairan tersebut secara optimal dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kelestarian sebagaimana yang telah dinyatakan dalam misi pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) yang berarti bahwa setiap pengurangan terbesar yang disebabkan karena kematian alami maupun karena penangkapan maka sumberdaya ikan tersebut akan dapat pulih kembali ketingkat produk semula, namun apabila kedua faktor yang menyebabkan berkurangnya sumber daya ikan sudah terlampau tinggi intensitasnya hingga melewati batas daya dukungnya maka untuk pulih kembali akan memerlukan waktu yang relatif lama. Pemanfaatan suatu sumber daya perikanan secara kurang bijaksana kemungkinannya akan berakibat tidak berfungsinya sumber daya tersebut sebagaimana fungsi yang sesungguhnya.

Perairan rawa Bangkau memiliki biota perairan yang kompleks dan beragam, dimana hampir di semua daerah perairan terdapat berbagai jenis ikan, tumbuhan air dan organisme perairan lainnya dan keberadaannya dapat diamati secara langsung.

Dewasa ini di perairan rawa Bangkau ada kecenderungan bahwa beberapa jenis ikan sudah semakin sulit ditemukan dan ukuran ikan yang masih ada relatif kecil serta hasil tangkapan nelayan pun mengalami penurunan. Padahal wilayah perairan Bangkau merupakan wilayah yang dijadikan dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai kawasan andalan perikanan karena hasil tangkapan ikan air tawarnya merupakan yang terbesar untuk daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan khususnya ikan air tawar seperi betok (Anabas testudineus), biawan (Helostoma temminckii), gabus (Channa striata), puyau (Cyclocheillchthys apogon), lele (Clarias batrachus) dan ikan air tawar lainnya (Dinas Perikanan, 1996).

Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya intensitas penangkapan yang tinggi dimana tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat tapi juga oleh masyarakat dari luar Desa Bangkau, penggunaan alat dan bahan beracun yang merusak ekosistem perairan seperti potas dan arus listrik (setrum), pendangkalan perairan akibat gulma air, disamping kurangnya pengembangan usaha budidaya ikan di perairan tersebut dan pengaruh dari pergantian musim kemarau ke musim yang dapat menyebabkan terjadinya proses pencemaran alamiah atau yang sering disebut

(3)

oleh masyarakat setempat dengan istilah ‘bangai’ (Dinas Perikanan, 2000). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penurunan sumberdaya ikan tersebut, misalnya dengan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan alat dan bahan yang dilarang karena dapat merusak ekosistem perairan dan membentuk suatu kawasan konservasi perikanan atau ‘reservaat’ yang berfungsi sebagai habitat bagi komunitas ikan dalam melanjutkan daur hidupnya sehingga dari habitat tersebut di pasok benih untuk menggantikan ataupun menambah peremajaan (recruitment) stok ikan, sehingga akan berperan positif dalam peningkatan produksi benih ikan.

Beranjak dari hal tersebut diatas penelitian ini mencoba untuk mengetahui kondisi perairan rawa Bangkau terutama dari segi ekologisnya sehingga diharapkan sumberdaya perairan yang juga merupakan sumber daya perikanan akan dapat dimanfaatkan secara baik dan benar beserta pengelolaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan rawa Bangkau yang merupakan kawasan andalan perikanan yang ada di Desa bangkau Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan yang berjarak 16 km dengan ibukota Kecamatan Kandangan, jarak dengan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah 17 km dan berjarak 156 km dari ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.

B. Metode Pengambilan Contoh

Dalam pengambilan contoh ditetapkan 5 (lima) stasiun pengamatan yang dapat mewakili perairan lainnya. Pengambilan ikan mengikuti lokasi pengambilan kualitas air. Hal ini dimaksudkan agar selain menelaah ikan juga menelaah kondisi habitat biota air dan kondisi sekitarnya.

Stasiun I : Terletak di Sungai Karang Rati Desa Karang Rati dimana stasiun ini banyak terdapat populasi tumbuhan air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) yang relatif padat dan pada saat musim kemarau daerah ini dijadikan sebagai lahan perkebunan jagung sedangkan pada daratannya tidak terdapat pepohonan.

Stasiun II : Terletak di Sungai Bangkau Desa Bangkau, pada stasiun ini perairan dikelilingi oleh pemukiman penduduk Desa Bangkau dan pada daerah ini sedikit sekali lahan yang dijadikan sebagai lahan perkebunan karena hampir seluruhnya digenangi oleh air dan pada daratannya terdapat tumbuhan buah seperti mangga dan jambu terutama pada pinggir jalan raya.

(4)

Stasiun III :Terletak di Sungai Jarum Desa Sungai Jarum, pada stasiun ini kondisinya hampir sama dengan stasiun II namun sungainya sedikit lebih luas dan dijadikan sebagai alur transportasi air seperti perahu motor dan sampan oleh masyarakat setempat.

Stasiun IV : Terletak pada Sungai Garis Desa Muning yang bersebelahan dengan Desa Kecamatan Utara dimana pada stasiun ini dijadikan sebagai lahan perkebunan semangka dan tempat menjual ikan (pasar) namun sungainya relatif kecil dibandingkan stasiun lainnya.

Stasiun V : Di kawasan rawa Bangkau yang juga merupakan ‘reservaat’

dimana seluruhnya merupakan perairan yang menggenang dan tidak mengering meskipun musim kemarau, pada stasiun ini dilarang melakukan penangkapan dan terdapat tumbuhan air diantaranya eceng gondok (Eichornia crassipes), kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Azolla pinnata), kangkung (Ipomoea aquatica), teratai (Nymphaea pubescens), genjer (Limnocharis flava), lukut cai (Hydrilla verticillata), kumpai (Panicum repens), ganggang (Ceratophyllum demersum), kiambang (Salvinia natans dan Salvinia molesta).

Penetapan stasiun I, II, III dan IV berdasarkan kondisi perairan setempat yaitu pada saat musim kemarau masih terdapat genangan air, hal ini hanya ditemui disekitar jembatan dimana sungainya relatif dalam dibandingkan dengan lainnya, sedangkan stasiun V adalah daerah ‘reservaat’ yaitu suatu wilayah yang tidak diperbolehkan melakukan usaha penangkapan ikan dan di daerah ini pada musim kemarau terdapat genangan air.

C. Pengumpulan Data a. Kualitas air

Parameter kualitas air yang diambil adalah suhu, kekeruhan, kecerahan, oksigen terlarut (DO), pH dan padatan terlarut. Analisis kualitas air dilakukan secara in situ seperti suhu, kekeruhan, kecerahan, oksigen terlarut (DO) dan pH. Selanjutnya parameter kualitas air seperti padatan terlarut dianalisis di Laboratorium Kualitas Air Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru.

b. Ikan

Data pencuplikan ikan diperoleh dengan cara :

(1) Pengambilan contoh ikan dengan menggunakan alat penangkapan yaitu rengge (gill-nets), pancing (hand-line) dan serok (hand-nets) pada tiap angkatan

(5)

selama waktu tertentu yaitu berkisar 4 – 6 jam untuk memperoleh gambaran kualitatif kondisi perikanan secara in situ, baik ikan ekonomis maupun non ekonomis. Ikan non ekonomis seperti ikan buntal, ikan belut, ikan kepala timah atau ikan yang berpotensi sebagai ikan hias dengan ukuran relatip kecil, biasanya dibuang begitu saja oleh nelayan, Hal ini perlu dilakukan pengumpulan jenis ikan tersebut sebagai data ikan-ikan non ekonomis. Jenis-jenis ikan yang ditangkap diidentifikasi di lapangan, jika hal ini tidak memungkinkan, sampel ikan yang ditangkap diawetkan dengan larutan formalin 10%, disimpan didalam kantong- kantong plastik dan diberi label, untuk kemudian diidentifikasi di Laboratorium Iktiologi. Komposisi jenis ikan diidentifikasi status taksonominya, berdasarkan famili sampai tingkat spesies mengacu pada Weber and de Beaufort (1916), Munro (1955), Saanin (1984), Robert (1989) dan Kottelat dkk (1993), Allen (1997). Identifikasi dilakukan di Laboratorium Iktiologi Fakultas Perikanan Unlam.

Nilai ekonomis ditentukan berdasarkan manfaat yang dapat diambil oleh manusia (dikonsumsi), baik sebagai bahan makanan maupun sebagai ikan hias. Data sekunder untuk komponen fauna (ikan) akan digali dari berbagai sumber digunakan sebagai data pelengkap dan data penunjang dalam studi ini. Seluruh data perikanan dipresentasikan dalam bentuk format tabel, grafik dan diagram untuk diintepretasikan lebih lanjut.

(2) Pengamatan dan wawancara hasil tangkapan nelayan dengan mensensus hasil tangkapan masyarakat yang dijumpai pada saat survei. Pencatatan langsung di lapangan terhadap hasil tangkapan ikan pada sejumlah nelayan yang sedang mencari ikan dengan alat tangkap tradisional. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang perolehan informasi jenis-jenis ikan yang ditangkap di wilayah penelitian. Informasi yang dicari meliputi: daerah penangkapan ikan, jenis-jenis alat penangkapan ikan dan upaya penangkapan ikan, hasil tangkapan ikan atau produksi ikan (CPUE, catch per unit effort), dan sejumlah informasi kegiatan perikanan lainnya. Data sekunder untuk 5 tahun ke belakang dari Kantor Dinas Perikanan setempat / Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

D. Analisis Data Kualitas Air

Data kualitas air akan dianalisis dengan melihat atau membandingkan dari berbagai pustaka yang ada dan berhubungan dengan parameter yang diukur selanjutnya akan diinterpretasikan sesuai dengan pustaka tersebut.

(6)

Kelimpahan ikan

Kelimpahan ikan dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

Dimana, X : jumlah individu rata-rata pada n kali pengambilan contoh Xi: jumlah individu pada pengambilan contoh ke-i

n

: jumlah total pengambilan contoh

Indeks Keanekaragaman

Untuk menghitung keanekaragaman ikan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (Krebs, 1989), yaitu :

Pi Pi

H' ln

N Pini

dimana H': indeks keanekaragaman Shannon – Wiener

i :

n jumlah individu dalam takson ke-i :

N jumlah total individu semua taksa

Indeks keanekaragaman jenis mengidentifikasikan hubungan antara besaran indeks keanekaragaman jenis dengan kualitas lingkungan / habitat . Hubungan antara besaran indeks keanekaragaman dengan kualitas lingkungan dan keadaan struktur komunitas ikan.

Indeks Keseragaman

Keseragaman jenis ikan dihitung dengan menggunakan indeks keseragaman jenis (Krebs, 1989) dengan formulasi :

maks H E H

'

 ' H'maks lnS

dimana E : indeks keseragaman (kisaran 0 – 1) '

H : indeks keanekaragaman S : jumlah spesies

Indeks keseragaman jenis (E) berkisar antara nilai 0 hingga 1, dimana :

 Bila nilai E mendekati 1 berarti penyebaran individu antar jenis relatif sama.

 Bila nilai E mendekati 0 berarti penyebaran individu antar jenis relatif tidak sama dan ada sekelompok individu jenis tertentu yang relatif melimpah.

Hubungan antara besaran indeks keseragaman (E) dengan keadaan penyebaran jenis dalam komunitas ikan.

Indeks Dominansi

Dominansi jenis ikan akan dihitung dengan menggunakan indeks Simpson (Krebs, 1989), yaitu :

n

i i

n X X

1

(7)

2 2

1 N

P n

C i

dimana C : indeks dominansi (kisaran 0 – 1) ni : jumlah individu dalam takson ke-i N : jumlah total individu semua taksa

Indeks dominansi jenis (C) berkisar antara nilai 0 – 1, dimana nilai maksimum untuk (C) adalah 1, berarti suatu komunitas yang terbentuk dari kelompok organisme tunggal, misalkan karena pencemaran yang berat, menyebabkan sebuah komunitas hanya terdiri dari satu spesies saja.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Air

Hasil pengamatan terhadap kualitas air dengan parameter fisika kimia air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas Air Dengan Parameter Fisika Kimia Air di Rawa Bangkau

No Parameter Fisik, Kimia Air Hasil Pengukuran Pada

Stasiun I, II, III, IV dan V Kisaran Optimum Untuk Ikan / Pustaka

1. Suhu (oC) Berkisar 20,2 – 29,8 oC 25 – 30 oC

(Boyd & Lichkoppler, 1986)

2. Kekeruhan Berkisar 24,19 – 95,44 JTU 25 – 100 JTU

(Boyd & Lichkoppler, 1986)

3. Kecerahan Berkisar 19,5 – 45,4 > 30 cm

(Boyd & Lichkoppler, 1986 4. Derajat keasaman (pH) Berkisar 5,51 – 6,57 6 - 9

(Boyd & Lichkoppler, 1986) 5. Padatan terlarut (mg/l) Berkisar 204,7 – 410,2 mg/l < 1.000 (Ryadi, 1984)

6. Oksigen terlarut (DO) Berkisar 3,8 – 7,28 mg/l > 3 mg/l

(Boyd & Lichkoppler, 1986)

Dari pengukuran parameter fisik dan kimia air menunjukkan kisaran optimum untuk tumbuh dan berkembangnya kehidupan ikan. Adanya proses “bangai” yang terjadi menunjukkan fenomena rawa yang khas untuk daerah Kalimantan, proses ini dapat ditolerir dan ikan dapat beradaptasi dalam keadaan demikian. Ikan merupakan organisme yang bergerak lincah / mobilitas tinggi, sehingga terjadinya proses

“bangai” ditandai buruknya kualitas air dimana ph dan oksigen yang rendah, ikan melakukan migrasi kedaerah yang lebih baik kualitas airnya.

Proses Terjadinya “Bangai”

Pada perairan rawa Bangkau biasanya terjadi penurunan kualitas air secara ekstrim. Menurut masyarakat setempat yang biasa menyaksikan kualitas air yang buruk ditandai dengan air berwarna hitam, berbau busuk, besifat asam dan diikuti dengan terjadinya kematian ikan secara massal. Keadaan seperti itu oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah ‘bangai’. Peristiwa ‘bangai’ itu sendiri

(8)

meliputi semua stasiun pengamatan namun yang lebih parah dan berlangsung lama terjadi pada stasiun V yang merupakan kawasan rawa karena air pada stasiun arusnya relatif lambat dan tergenang sehingga untuk pergantian air juga lambat dan biasanya akhir daripada peristiwa ‘bangai’ terjadi pada daerah ini.

Peristiwa ‘bangai’ merupakan peristiwa alamiah yang terjadi karena adanya musim kemarau yang biasanya antara bulan Agustus – September yang menyebabkan keringnya sebagian kawasan perairan dan sebagian lagi masih digenangi air meskipun relatif dangkal. Pada lahan yang masih digenangi air meskipun dangkal kandungan oksigen terlarut rendah karena arus dari sungai (inlet) yang dapat menimbulkan pengadukkan air sehingga kadar oksigen yang tinggi sangat kecil karena pada sungaipun terjadi pendangkalan sedangkan pada lahan yang kering lahan tersebut banyak ditumbuhi berbagai macam tumbuhan tanah kering seperti kumpai, rerumputan dan oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai lahan perkebunan.

Pada saat datang hujan biasanya pada bulan September – Januari untuk sementara waktu perairan menjadi subur karena masuknya unsur hara yang terlarut beserta arus air sungai. Pada saat itu ikan-ikan berdatangan untuk melakukan pemijahan yang oleh masyarakat setempat disebut dengan ‘layap’ dan seluruh lahan tergenang air. Tumbuhan kering yang tadinya hidup lambat laun akan mati karena terendam air beserta jerami tanaman kebun masyarakat dan pada tahap berikutnya terjadilah proses penguraian atau perombakan oleh bakteri atau organisme pengurai (dekomposer). Dalam proses tersebut bakteri maupun organisme pengurai memerlukan energi yang besar dengan cara mengkonsumsi oksigen yang besar pula, hal ini mengakibatkan oksigen yang terlarut dalam air menjadi berkurang.

Besarnya energi yang dikeluarkan menyebabkan peningkatan hasil respirasi yang diikuti oleh peningkatan ekskresi seperti suhu, karbondioksida dan kadar amoniak dalam air sehingga pH menurun yang mengakibatkan air menjadi asam dan terbentuk senyawa H2S yang menimbulkan bau busuk (Hasymi, 1986). Pada keadaan ini kualitas air menurun drastis dan pada akhirnya ikan-ikan yang tidak dapat beradaptasi dengan kondisi air yang demikian akan mati dan aktivitas penangkapan juga jarang dilakukan.

B. Kelimpahan Ikan

Jenis dan kelimpahan ikan di rawa Bangkau dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. Hasil tangkapan ikan selama 30 hari pengamatan berlangsung berjumlah 16.368 individu, ditemukan 13 famili 26 spesies. Famili Belontiidae dan famili Cyprinidae masing-masing 5 spesies. Famili Bagridae dan famili Channidae masing- masing 3 spesies dan famili Claridae 2 spesies. Famili Anabantidae, Helostomatidae,

(9)

Mastacembelidae, Osphronemidae, Pristolepididae, Siluridae, Synbranchidae, Tetraodontidae masing-masing 1 spesies. Jumlah individu yang terbesar yaitu famili Belontiidae dengan nilai tertinggi sebesar 5.213 individu, famili Helostomatidae sebesar 2.426 individu, famili Anabantidae sebanyak 2.355 individu, famili Cyprinidae sebanyak 2.347 individu dan famili Bagridae sebanyak 2.061 dan dari 5 stasiun pengamatan jumlah individu yang terbanyak ditemukan pada stasiun V sebesar 5.325 individu, stasiun III sebanyak 3.043 individu, stasiun IV sebanyak 2.959 individu, stasiun II sebanyak 2.769 dan stasiun I sebanyak 2.262 individu.

Ikan baung (Mystus nemurus), senggiringan (Mystus nigriceps), lundu (Mystus gulio), sapat layang (Trichogaster leeri), kelatau (Betta anabatoides), haruan (Channa striata), toman (Channa micropeltes), kihung (Channa pleurophthalmus), pintit (Clarias batrachus, Clarias teijmanni), saluang (Rasbora caudimaculata), puyau (Cyclocheilichthys apogon), dara manginang (Puntius anchisporus), adungan

(10)

Tabel 2. Jenis Dan Kelimpahan Ikan di Rawa Bangkau

N

o Famili Nama Ilmiah

Spesies

Nama lokal / Nama Indonesia

Stasiun Pengamatan Jumla h

Nama Perdagangan

Ekonomis / Tidak

I II III IV V

1 Anabantidae 1.1. Anabas

testudineus Papuyu / betok 322 418 459 487 669 2.355 Climbing

Perches Ekonomis

2 Bagridae

2.1. Mystus nemurus 2.2. Mystus

nigriceps

2.3. Mystus gulio

Baung / Tagih Sanggiringan / Tagih

Lundu / tagih

29 69 158

50 106 165

49 107 174

24 122 183

90 304 402

242 708 1.082

Catfish Catfish Catfish

Ekonomis Ekonomis Ekonomis

3 Belontiidae

3.1.Trichogaster pectoralis

3.2.Trichogaster trichopterus 3.3.Trichogaster leeri

3.4.Betta anabatoides

3.5.Belontia hasselti

Sapat siam / Sepat Sapat rawa / Sepat Sapat layang / Sepat

Kelatau / Cupang Kapar

355 347 18 29 3

404 404 27 83 5

451 474 33 52 5

453 470 10 31 -

749 649 30 95 37

2.412 2.344 118 290 49

Gouramis Gouramis Gouramis Fighting fishes Gouramis

Ekonomis Ekonomis Ekonomis Ek, ikan hias Ekonomis

4 Channidae

4.1.Channa striata 4.2.Channa micropeltes 4.3.Channa pleurophthalmus

Haruan / Gabus Tauman / Toman Kihung

76 5 2

111 13

2

143 17

2

122 21

5

272 36

5

724 92 16

Snakeheads Snakeheads Snakeheads

Ekonomis Ekonomis Ekonomis

5 Clariidae 5.1.Clarias batrachus

5.2.Clarias teijmanni

Pintit / Lele

Pintit / Lele 18

7 15

8 26

4 16

6 47

12 122

37 Walking Catfishes Walking Catfishes

Ekonomis Ekonomis

6 Cyprinidae 6.1.Rasbora caudimaculata 6.2.Cyclocheilichtys apogon

6.3.Puntius anchisporus

Saluang / Paray Puyau / Nilem Dara

manginang/sumat era

Adungan / Hampal

215 107 26

3 1

263 145 31

5 1

232 118 30

4 6

223 135 9 5 2

370 339 39 25 13

1.303 844 135 42 23

Minnows Carp Carp Carp Carp

Ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis

(11)

6.4.Hampala macrolepidota 6.5.Leptobarbus hoevenii

Jelawat

7 Helostomatid ae

7.1.Helostoma

temminckii Biawan / Tambakan 417 406 487 445 671 2.426 Kissing

gouramy Ekonomis 8 Mastacembeli

dae 8.1.Macrognathus

aculeatus Sili-sili - - 2 1 24 27 Spiny eels Ekonomis

9 Osphronemid

ae 9.1.Osphronemus

goramy Kalui / Gurame 5 11 16 12 31 75 Giant

gouramy Ekonomis 1

0

Pristolepidida e

10.1.Pristolepis

grootii Patung 1 6 15 16 37 75 Mud Perches Ekonomis

1

1 Siluridae 11.1.Belodontichthy

s dinema Lais 46 75 125 149 332 727 Sheatfishes Ekonomis

1

2 Synbranchida

e 12.1.Monopterus

albus Walut / Belut 1 8 9 8 23 69 Swamp-eels Ekonomis

1 3

Tetraodontida e

13.1.Tetraodon

kretamensis Buntal 2 7 4 4 24 41 Puffers Tidak

J um l a h 2.26

2

2.76 9

3.04 3

2.95 9

5.32 5

16.35 8

(12)

Gambar 1. Kelimpahan Ikan di Rawa Bangkau

(Hampala macrolepidota), jelawat (Leptobarbus hoevenii), kalui (Osphronemus goramy), patung (Pristolepis grootii), lais (Belodontichthys dinema), walut (Monopterus albus) dan buntal (Tetraodon kretamensis) terdistribusi luas, dijumpai pada semua stasiun walaupun beberapa spesies menunjukkan kelimpahan relatif rendah. Ikan kapar (Belontia hasseltii) dan ikan sili-sili (Macrognathus aculeatus) merupakan spesies ikan dengan distribusi terbatas hanya terdapat di beberapa stasiun pengamatan dengan jumlah sedikit dibandingkan dengan ikan yang lain.

Distribusi golongan ikan menurut jenis makanannya berbeda bahkan dalam suatu bagian kecil sungai maupun rawa. Faktor yang mempengaruhi distribusi adalah ketersediaan tumbuhan, ketersediaan tajuk peneduh yang cenderung mengurangi kelimpahan benthos invertebrata darat yang jatuh ke dalamnya serta distribusi arus dan genangan air.

Permintaan ikan lokal yang digemari makin meningkat sehingga dilakukan penangkapan sepanjang tahun. Jenis ikan yang tertangkap sepanjang tahun yaitu ikan gabus (Channa striata), papuyu (Anabas testudineus), sepat siam (Trichogaster pectoralis), sepat rawa (Trichogaster trichopterus) dan biawan (Helostoma temminckii). Pada awal musim penghujan jarang ditemui jenis ikan tertentu. Diduga ikan ini meninggalkan wilayahnya pada awal musim kemarau menuju tempat yang tergenang airnya, sebab habitatnya berubah dangkal bahkan tidak ada genangan air sama sekali atau menjadi daratan. Ikan meninggalkan habitatnya untuk tempat berlindung, mencari makanan maupun mencari pasangan, setelah itu kembali kehabitatnya untuk bertelur, mengerami telurnya atau beranak pada musim penghujan.

(13)

C. Keragaman Ikan

Keragaman atau keanekaragaman ikan adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan ikan. Keanekaragaman ikan berhubungan erat dengan jumlah jenis, suatu komunitas ikan yang terdiri dari 50 jenis tetapi hanya dari 2 famili dianggap kurang beranekaragam dibandingkan dengan suatu komunitas yang memiliki 50 jenis tetapi berasal dari 12 famili, walaupun kekayaan jenis dari kedua komunitas tersebut sama. Hasil tangkapan ikan selama pengamatan berlangsung berjumlah 16.368 individu ditemukan sebanyak 13 famili 26 spesies. Berdasarkan kelimpahan ikan yang tertangkap diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominasi (C) ditiap stasiun pengamatan, hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3. Hasil indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C)

Stasiun Jumlah

spesies (S) Indeks

keaneragaman (H’) Indeks

keseragaman (E) Indeks dominasi (C )

I 2.262 2,346 0,499 0,122

II 2.769 2,468 0,525 0,108

III 3.043 2,459 0,523 0,111

IV 2.959 2,387 0,508 0,116

V 5.325 3,640 0,747 0,297

Jumlah 16.358

Rata-rata 2,660 0,560 0,151

Gambar 2. Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominasi

Nilai indeks keanekaragaman (H’) selama pengamatan berlangsung berkisar 2,346 – 3,640. Nilai ini dapat digunakan sebagai indikator pencemaran dari suatu perairan seperti terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut berdasarkan kriteria kualitas air

(14)

dengan nilai indeks keanekaragaman menunjukkan kategori perairan tidak tercemar dengan keadaan struktur komunitas ikan yang sangat stabil.

Indeks keseragaman (E) merupakan indeks untuk mengetahui penyebaran jumlah individu pada masing-masing biota yang hidup pada suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman (E) berkisar 0 – 1. Nilai indeks keseragaman selama pengamatan berlangsung berkisar antara 0,499 – 0,747, hal ini berarti keadaan sebaran jenis ikan dalam komunitasnya berdasarkan kelimpahan masing-masing stasiun menunjukkan spesies ikan merata atau lebih merata yang dapat dikategorikan dalam kondisi sedang cenderung baik.

Indeks dominasi (C ) berkisar antara 0 – 1, dimana nilai maksimum untuk (C ) adalah 1 berarti suatu komunitas yang terbentuk dari kelompok organisme tunggal, sedangkan nilai indeks dominasi (C ) selama pengamatan berlangsung berkisar 0,108 – 0,297 hal ini berarti komunitas yang terbentuk terdiri dari organisme berkelompok dan ikan-ikan yang mendominasi perairan adalah sepat siam (Trichogaster pectoralis), sepat rawa (Trichogaster trichopterus), biawan (Helostoma teminckii), papuyu (Anabas testudineus), haruan (Channa striata), puyau (Cyclocheichtys apogon) dan lundu (Mystus gulio).

Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), indeks dominasi (C ) maupun jumlah spesies selama pengamatan berlangsung menunjukkan stasiun V mempunyai nilai indeks keanekaragaman tertinggi dibanding stasiun lain. Pada stasiun V distribusi populasi ikan lebih merata dibanding stasiun lain. Hal ini disebabkan stasiun V merupakan daerah ‘reservaat’ dimana wilayah ini tidak diperkenankan melakukan usaha penangkapan ikan namun masih ada nelayan yang melakukannya, walaupun intensitasnya relatif kecil dan selalu digenangi air sepanjang waktu baik musim kemarau maupun musim penghujan. Diduga banyaknya vegetasi dan tumbuhan air digunakan sebagai pelindung dan mencari makanan bagi populasi ikan yang menyenangi air tenang dengan arus yang lambat, hal ini berarti pada stasiun V menunjukkan lingkungan yang lebih cocok untuk berbagai spesies ikan dari yang umum hingga jarang dijumpai, menyebabkan dijumpainya spesies beragam dengan indeks keanekargaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C ) tinggi pula.

Rendahnya nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominasi (C) pada stasiun I, II, III dan IV disebabkan lebih rendahnya jumlah jenis ikan yang ditemukan dan kondisi fisik perairan yang sering dijadikan tempat untuk berbagai keperluan seperti buangan limbah rumah tangga, MCK di sungai dan sebagai lahan perkebunan dan pertanian pada musim kemarau dan alur transportasi air yang

(15)

berpotensial dalam menurunkan kualitas air disamping populasi tumbuhan air yang berfungsi diantaranya sebagai tempat berlindung bagi ikan tidak beragam.

KESIMPULAN DAN SARAN

Adanya proses “bangai” yang ditandai buruknya kualitas air dimana ph dan oksigen yang rendah menunjukkan fenomena rawa yang khas untuk daerah Kalimantan, ikan dapat beradaptasi dalam keadaan demikian. Ikan merupakan organisme yang mobilitasnya tinggi, terjadinya proses “bangai” ikan melakukan migrasi kedaerah yang lebih baik kualitas airnya..

Pada stasiun V menunjukkan lingkungan yang lebih cocok untuk berbagai spesies ikan dari yang umum hingga jarang dijumpai, menyebabkan dijumpainya spesies beragam dengan indeks keanekargaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C) tinggi pula. Populasi ikan di rawa Bangkau sebagai kawasan andalan perikanan masih mampu mendukung kehidupan ikan secara ekologis.

Eksploitasi penangkapan ikan lokal yang tinggi seperti gabus (Channa striata), betok (Anabas testudineus), sepat rawa (Trichogaster trichopterus), biawan (Helostoma temminckii) masih berjalan tanpa diiringi usaha pengembangan budidaya ikan tersebut. Disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan berlainan waktu sehingga pola lingkungan dapat dipantau untuk memprediksi kondisi perairan dan dinamika populasi ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perikanan., 1996. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kandangan.

Dinas Perikanan., 2000. Laporan Statistik Perikanan Propinsi Kalimantan Selatan.

Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.

Hasymi A, 1986. Dasar-Dasar Ekologi. Yayasan Penerbit Unlam Banjarbaru.

Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari S.N., Wirjoatmodjo, S.,1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi), Periplus Editions Limited.

Krebs, C.J, 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publishers, New York.

Lee C.D, Wong C.B and Nuo C.L, 1981. Benthic Macroinvertebrates and Fish As Biological of Water Quality. With Reference To Community Diversity.

Roberts, R.T, 1989. The Freshwater Fishes of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia). Published by California Academy of Sciences San Fransisco.

Memoirs of the California Academy of Sciences Number 14.

Saanin, H,1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan jilid I dan II. Bina Cipta.

Suhaili, A, 1985. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Gramedia Jakarta.

Weber, M & de Beaufort, 1913 - 1916. The Fishes of the Indo Australian Archipelago I – XII. Leiden E.J. Brill Ltd.

(16)

Lampiran 1. Lokasi Sampling di Kawasan Perairan Rawa Bangkau Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan

Keterangan:

1: Stasiun 1 – Sungai Karang Rati 2: Stasiun 2 – Sungai Bangkau 3: Stasiun 3 – Sungai Jarum 4: Stasiun 4 – Sungai Garis

5: Stasiun 5 – Reservaat Bangkau (RBU)

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan praktikum yang dilaksanakan oleh siswa SMK PP Negeri Cianjur kelas X pada salah satunya yaitu kegiatan praktikum identifikasi karakteristik benih pada

Di wilayah timur Indonesia, provinsi Maluku Utara menjadi yang paling mampu menghapuskan kemiskinan secara langsung di wilayah timur dengan menduduki peringkat ke

Jumlah pendapatan yang meningkat setiap tahun dari sektor pariwisata merupakan kemajuan yang baik bagi Indonesia, hal ini tidak terlepas dari meningkatnya jumlah

Baseband merupakan mesin digital dari sebuah sistem bluetooth yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan dan pen-decode-an paket data , mengcodekan dan

Identifikasi Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Penentuan Massa Atom Relatif dan Penentuan Massa Molekul Relatif di Sekolaha. Penyusunan Instrumen Penelitian:

Walaupun model klasik osilator harmonik dan tak-harmonik dapat memperkirakan beberapa perilaku respon optik linier dan nonlinier dari suatu medium, model tersebut masih jauh

Aderi Che Noh (2006) dalam Hasnida Ibrahim menunjukkan bahawa kelemahan dalam pengajaran Pendidikan Islam menyebabkan timbulnya masalah penguasaan pelajar dalam

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dengan anemia defisiensi gizi besi pada siswa dan siswi SMK Analis Kesehatan Tunas