BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang telah ditetapkan
dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
berkedudukan sebagai landasan yuridis bagi setiap pengembangan dan
pemberdayaan terhadap otonomi masing – masing daerah di Indonesia.
Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa pengembangan otonomi daerah
pada tingkat kabupaten dan kota diharapkan dapat menciptakan suatu
penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab yang
sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, yang mendorong
Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Kota dalam melaksanakan
penggalian potensi daerah.
Penggalian potensi ekonomi daerah sangat penting dalam rangka
meningkatkan kegiatan perekonomian daerah tanpa banyak bergantung pada
pemerintah pusat yang diaplikasikan melalui berbagai kebijakan
perekonomian kerakyatan. Kebijakan perekonomian yang bercorak
kerakyatan dalam jangka pendek difokuskan pada tujuan untuk mengurangi
kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
tercermin dari terpenuhinya hak-hak sosial masyarakat, adanya peningkatan
mutu lingkungan hidup dan terkelolanya sumber daya alam serta dukungan
Implikasi dari otonomi daerah tersebut adalah dengan adanya
optimalisasi berbagai sektor dan sub sektor andalan ekonomi daerah melalui
upaya pemberdayaan terhadap sektor industri khususnya sentra industri kecil
dan industri kerajinan rumah tangga. Keberadaan industri bagi suatu daerah
selain sebagai aset daerah yang mampu meningkatkan pendapatan daerah,
juga dapat menanggulangi timbulnya masalah sosial yang berkenaan dengan
dengan masalah ketenagakerjaan dan kerawanan sosial.
Pemberdayaan itu sendiri dapat diartikan sebagai upaya peningkatan
kemampuan masyarakat (miskin, marginal, terpingirkan) untuk
menyampaikan pendapat dan atau memenuhi kebutuhannya,
pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola
kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung jawab (accountable) demi
perbaikan kehidupannya.(Mardikanto, 2010:41)
Sedangkan Dharmawan mengatakan bahwa pemberdayaan adalah
proses memiliki energi yang cukup memungkinkan orang untuk
mengembangkan kemampuan mereka, memiliki daya tawar yang lebih besar,
membuat keputusan mereka sendiri, dan lebih mudah mengakses ke sumber
kehidupan yang lebih baik. (Mardikanto, 2010:33)
Sementara itu, yang dimaksud dengan pemberdayaan dalam
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, adalah upaya yang dilakukan
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim
usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga industri kecil mampu
mandiri. Adapun yang dimaksud dengan pembinaan dan pengembangan
adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat
melalui bimbingan dan bantuan untuk usaha, dan masyarakat melalui
pemberian bimbingan dan bantuan untuk penguatan agar menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan industri kecil.
Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama
pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan pembangunan di sektor lain.
Sektor industri dibedakan menjadi industri besar dan sedang serta industri
kecil dan rumah tangga. Definisi yang digunakan BPS, industri besar adalah
perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri
sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja 20 orang sampai dengan
99 orang, industri kecil adalah perusahaan dengan tenaga kerja 5 orang
sampai dengan 19 orang, dan industri rumah tangga adalah perusahaan
dengan tenaga kerja 1 orang sampai dengan 4 orang. (BPS Jawa Tengah)
Menurut Kementrian Perindustrian (2011), bahwa sebagai negara industri
maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa
kriteria dasar antara lain: 1) Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi
perekonomian nasional, 2) Industri kecil dan menengah memiliki kemampuan
yang seimbang dengan industri besar, 3) Memiliki struktur industri yang kuat
(Pohon Industri lengkap dan dalam), 4) Teknologi maju telah menjadi ujung
tombak pengembangan dan penciptaan pasar, 5) Telah memiliki jasa industri
yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan
Diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah
mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah
industri menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB).
Selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2020 industri harus tumbuh
rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal
sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. (www.kemenperin.go.id)
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan upaya-upaya
terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta strategi yang
mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan berupa strategic outcomes
yang terdiri dari: 1) Meningkatnya nilai tambah industri, 2) Meningkatnya
penguasaan pasar dalam dan luar negeri, 3) Kokohnya faktor-faktor
penunjang pengembangan industri, 4) Meningkatnya kemampuan inovasi dan
penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan, 5)
Menguat dan lengkapnya struktur industri, 6) Meningkatnya persebaran
pembangunan industri, serta 7) Meningkatnya peran industri kecil dan
menengah terhadap PDB.
Industri kecil merupakan suatu potensi yang perlu untuk
dikembangkan dan diberdayakan agar dapat bersaing secara sehat dan
kompetitif, sehingga dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pemberdayaan industri diharapkan dapat menumbuh
kembangkan produk unggulan daerah yang saat ini sangat penting dan bahkan
Dalam upaya pemberdayaan industri kecil memiliki dampak positif
dalam penyerapan tenaga kerja karena lebih bersifat padat karya serta
meningkatkan kesempatan berusaha bagi masyarakat. Meskipun secara
umum, usaha industri kecil memiliki kedudukan yang cukup potensial dan
strategis dalam peningkatan perekonomian lokal maupun nasional, namun
pada kenyataannya masih terdapat berbagai hambatan dalam pengembangan
usaha industri tersebut. Menurut Prawirokusumo seperti dikutip Sri
Handayani Nikmah (2005 : 2) yang menyatakan bahwa berbagai hambatan
tersebut meliputi kelemahan akses dan perluasan pangsa pasar, kelemahan
akses pada teknologi dan informasi, kelemahan dalam organisasi dan
manajemen serta kelemahan dalam pembentukan jaringan usaha dan
kemitraan.
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten yang menonjol
dalam sektor industri kecil. Industri kecil tersebut memiliki nilai komparatif
dan nilai kompetitif yang tinggi. Sektor industri adalah salah satu aset
perekonomian yang sangat berpengaruh di Kabupaten Sukoharjo. Bukan
hanya industri besar, namun jenis industri kecil atau home industry pun juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten Sukoharjo (Soetarto,
2011 :189). Dalam hal ini, sektor industri memegang peranan yang sangat
penting dalam perekonomian kabupaten sukoharjo dengan distribusi PRDB
kabupaten sukoharjo pada tahun 2013 sebesar 28,46%. ( Sukoharjo dalam
angka 2013). Lebih lanjut, jumlah industri di Kabupaten Sukoharjo dapat
Tabel 1.1
Jumlah Unit Usaha Industri Kabupaten Sukoharjo Tahun 2012 dan 2013
Golongan Industri 2012 2013
Besar 58 75
Menengah 187 210
Kecil 16.296 16.377
Jumlah 16.541 16.662
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo
Dari tabel 1.1 dapat diketahui bahwa jumlah unit usaha industri di
Kabupaten Sukoharjo mengalami peningkatan dengan membandingkan data
jumlah unit usaha industri dari tahun 2012 sampai tahun 2013. Jumlah unit
industri dari tahun 2012 sebanyak 16.541 unit dengan perincian jumlah
industri kecil sebanyak 16.296 atau sebesar 98,52%. Jumlah industri kecil
mendominasi dari keseluruhan jumlah unit industri di Kabupaten Sukoharjo.
Kemudian industri menengah sebanyak 187 unit atau 1,13%, serta industri
besar berjumlah 58 unit atau 0,35%.
Pada tahun 2013, jumlah unit industri di Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 16.662 unit yang terdiri dari jumlah unit industri kecil 16.377 unit
atau 98,29% , industri menengah sebanyak 210 unit atau 1,26%, dan sisanya
sebanyak 75 unit atau 0,45% adalah unit industri besar. Hal ini dapat
diketahui bahwa dalam jangka waktu 1 (satu) tahun jumlah unit usaha industri
merupakan peningkatan jumlah industri kecil, menyusul jumlah industri
sedang sebanyak 23 unit dan industri besar sebanyak 17 unit.
Dengan mendasarkan pada data diatas, kesimpulannya adalah industri
kecil di Kabupaten Sukoharjo adalah unit usaha yang paling besar
pertumbuhannya jika dibandingkan dengan industri menengah dan industri
besar. Karena industri kecil di Kabupaten Sukoharjo merupakan tonggak
perekonomian mikro maupun makro sehingga potensial jika dikelola dan
dikembangkan dengan baik oleh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait.
Industri di Kabupaten Sukoharjo dibagi dalam 3 klaster utama yakni
industri hutan agro dan hasil hutan (IAHH), industri tekstil dan aneka (ITA)
serta Industri kimia, logam, mesin dan elektro (IKLME). Berbagai jenis
klaster industri tersebut menghasilkan beberapa produk yang menjadi produk
unggulan di Kabupaten Sukoharjo. Produk unggulan di Kabupaten Sukoharjo
Tabel 1.2
Produk Unggulan IKM Kabupaten Sukoharjo No Nama Produk Nilai
Produksi/Tahun (Dalam Juta)
Investasi (Dalam
Juta)
Jumlah Tenaga Kerja
1 Mebel Rotan 427.207,73 33.825,21 18.467
2 Gitar dan Alat Musik
Petik
295.159,20 22.872,00 15.672
3 Mebel Kayu 424.937,56 40.852,33 15.458
4 Tekstil dan Produk
Tekstil
242.102,50 38.275,00 8.361
5 Grafir dan Ukir Kaca 196.630,98 15.119,08 3.258
Sumber : Disperindag Sukoharjo 2012
Produk unggulan di Kabupaten Sukoharjo terdiri dari produk mebel
rotan, gitar dan alat musik petik, mebel kayu, produk tekstil serta grafir dan
ukir kaca. Jika ditinjau dari segi penyerapan tenaga kerja, mebel rotan
memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi. Dengan tingkat
penyerapan 18.467. Karena pada dasarnya tujuan adanya suatu industri adalah
untuk mengurangi kemiskinan dengan mengurangi pengangguran, dan
bersifat padat karya. Kerajinan rotan tumbuh dan berkembang di Desa
Trangsan dan Mayang Kecamatan Gatak. Produk kerajinan rotan, mebel
maupun handycraf diekspor ke berbagai negara, terutama ke Eropa dan
tenaga kerja sebanyak 15.672 yang tersebar di seluruh wilayah Sukoharjo.
Khususnya di Kecamatan Baki dan Kecamatan Grogol, yang rata-rata
penduduknya merupakan pengrajin sekaligus pemilik usaha industri gitar.
Selanjutnya terdapat mebel kayu dengan tingkat penyerapan mencapai
15.458. Sedangkan untuk produk tekstil mencapai 8361 dan kerajinan ukir
kaca mencapai 3.258.
Dengan melihat data diatas, maka salah satu produk kerajinan yang
potensial serta turut menggerakkan perekonomian lokal kabupaten Sukoharjo
adalah gitar. Industri kerajinan gitar di Kabupaten Sukoharjo kebanyakan
masih dikategorikan sebagai industri berskala kecil. Terdapat 147 unit usaha
kerajinan gitar dengan jumlah produksi 5.776 pcs pertahun, serta menyerap
sekitar 15.672 orang tenaga kerja. Industri ini banyak dijumpai di Kecamatan
Baki. Bahan baku kayu lokal maupun impor, dipotong dan dibentuk sesuai
model, dilakukan pengepresan kemudian dirakit, dihaluskan, finishing dengan
pengecatan warna atau melemin proses akhir adalah pemasangan spare part
gitar. Pemasarannya selain untuk pasar nasional juga sampai ke kawasan Asia
dan Negara Eropa. (Biro humas provinsi Jateng).
Desa Mancasan di Kecamatan Baki yang terletak + 10 km arah barat
daya kota Kabupaten Sukoharjo merupakan sentra industri produk kerajinan
gitar. Industri gitar adalah salah satu produk kerajinan yang bernilai seni dan
budaya yang tinggi sehingga perlu untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan
dengan adanya industri gitar yang gaungnya sudah sampai ke luar negeri
mempunyai mata pencaharian sebagai pengrajin gitar. Gitar dinilai sebagai
produk unggulan sekaligus potensial.
Gitar memiliki prioritas unggulan karena memiliki kompetensi
manfaat paling tinggi. Produksi gitar dari perajin di Kabupaten Sukoharjo
mampu menembus pasar global. Produk gitar selain dipasarkan di sejumlah
kota di Jawa dan luar Jawa, juga menembus pasar dunia, seperti Denmark,
Jerman, dan juga Malaysia. Dengan mengacu pada renstra Disperindag yang
menyatakan bahwa setiap daerah harus mengedepankan produk unggulan
yang dimiliki, maka kajian tentang produk unggulan menjadi sangat menarik
untuk ditelaah upaya pemberdayaan dan perkembangannya termasuk salah
satunya adalah produk unggulan industri kecil Gitar di desa Mancasan.
Keberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan juga diperkuat oleh
adanya unsur-unsur dari luar, seperti adanya sarana promosi yang memadai
serta pemenuhan fasilitas terhadap sumber daya yang ada. Sehingga
diharapkan mampu menciptakan daya saing dengan produk sejenis lainnya.
Meskipun produk gitar yang telah dihasilkan pemasarannya telah mencapai
luar pulau bahkan hingga luar negeri, namun produk gitar yang dihasilkan
tersebut belum memiliki merek tersendiri. Rata-rata gitar yang diproduksi
oleh para pengrajin dibeli oleh pengepul dengan harga yang minim. Sehingga
hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan para pengrajin yang masih
rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan adanya kontribusi dari
pemerintah melalui dinas terkait dalam membantu serta memfasilitasi
menjadi kuat bila ada dukungan dari pemerintah pusat dan daerah untuk
menghilangkan praktek-praktek yang menciptakan ekonomi biaya tinggi,
komitmen untuk memajukan potensi lokal, konsistensi program dan
infrastruktur yang mendukung. Untuk itu semua diperlukan kesamaan
pandang guna memecahkan berbagai persoalan yang dialami industri gitar,
terutama tidak bersifat parsial dan berjangka pendek tetapi yang bersifat
sistemik dan berjangka panjang.
Peran Industri kecil gitar dalam penyerapan tenaga kerja juga cukup
signifikan yakni sebesar 15.672 orang. Rata-rata penduduk di desa mancasan
merupakan pengrajin gitar, meskipun tidak semuanya. Penyerapan tenaga
kerja di sektor industri gitar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
meskipun jumlah peningkatannya relatif kecil. Dengan demikian industri gitar
berperan dalam menyerap tenaga kerja perlu diberdayakan sesuai dengan UU
No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Dari paparan
diatas maka peneliti tertarik mengambil judul “PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL “GITAR” DI DESA MANCASAN KECAMATAN
BAKI KABUPATEN SUKOHARJO.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka dapat diambil suatu
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan
2. Elemen apa saja yang mempengaruhi dalam pelaksanaan pemberdayaan
industri kecil gitar di desa Mancasan Kecamatan Baki Kabupaten
Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Operasional
a. Mengkaji lebih mendalam sejauh mana pemberdayaan terhadap
industri kecil gitar di desa Mancasan Kecamatan Baki Kabupaten
Sukoharjo
b. Mengetahui elemen-elemen yang mempengaruhi pemberdayaan
terhadap industri kecil gitar di desa Mancasan Kecamatan Baki
Kabupaten Sukoharjo
2. Tujuan Fungsional
Untuk pemenuhan sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos), Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis penelitian ini diharapakan memberi manfaat teoritis
berupa data empiris, konsep, dan metode dalam pengkajian strategi
disperindag kabupaten Sukoharjo dalam melaksanakan pemberdayaan
2. Secara Praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan
a. Bahan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka
otonomi daerah dan evaluasi terhadap upaya pelaksanaan
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
b. Memecahkan berbagai masalah terkait dengan pemberdayaan industri
kecil gitar di Kecamatan Baki oleh Dinas Perindustrian dan