• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI MI DDI MASPUL KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI MI DDI MASPUL KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE SKRIPSI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

1 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

NUR AZIZAH 105401128018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Azizah

Nim : 105401128018

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Judul Skripsi : Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil kara saya sendiri dan ukan hasil ciptaan orang lain atau diuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedi menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, 29 Juni 2022 Yang membuat pernyataan

Nur Azizah

(5)

v

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Azizah

NIM : 105401128018

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini, saya akan menyusunnya sendiri (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi ini, saya akan melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi ini 4. Apabila saya melanggar perjanjian pada butir 1, 2, dan 3, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, 29 Juni 2022 Yang membuat pernyataan

Nur Azizah

(6)

vi

“Apa saja yang diusahakan tanpa pertolongan Allah maka tidak akan terwujud, dan apa saja yang dilakukan bukan untuk mencari ridho Allah tidak akan bermanfaat dan tidak akan berlangsung lama. “Libatkan Allah

di setiap urusanmu”

(Ibnu Taimiyyah Rahimahullah)

“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak

akan pernah melewatkanku”

(Umar Bin Khattab)

“Perbanyak bersyukur, kurangi mengeluh dan perluas hati. Sadari kamu ada pada sekarang, bukan kemarin atau besok dan nikmatilah setiap momen

dalam hidup”

“Siapalah diri ini tanpa keberkahan do’a dari orang tua”

Terimakasih bapak dan ibu engkau telah memberikan seluruh cinta dan kasih sayangnya kepada ku, mendoakan ku sehingga akhirnya tak terasa sudah berada di fase ini, serta keluarga besar terimaksih yang selalu mendukungku, dan untuk sahabat ukhuwahku terimakasih yang selalu memberikanku semangat, dukungan serta motivasi ketika sedang berada pada titik terendah, dan terimakasih pula untuk teman-teman seperjuangan di Hizbul Wathan serta saudara-saudara yang selalu mendo’akanku dan memberikanku semangat.

(7)

vii

Nyalah sehingga penulis masih diberikan kesehatan, kesempatan, kesabaran terlebih lagi karunia kemauan dan tekad yang dianugerahkan kepada penulis sehingga skripsi ini yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone”

dapat diselesaikan.

Setiap orang dalam berkarya selalu mengharapkan kesempurnaan termasuk dalam tulisan ini. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, tetapi dalam penulis ini mengerahkan segala daya dan segala upaya untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan.

Skripsi ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Motivasi diberbagai pihak yang sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Tamir dan Kurniati yang telah berdoa, memberi semangat, berjuang, rela berkorban tanpa pamrih dalam mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu.

(8)

viii

yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan fasilitas kampus yang memadai seperti; ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, ruang mikro teaching dan sebagainya, meskipun masih membutuhkan perbaikan untuk pengembangan pendidikan.

2. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta seluruh staf yang telah mengembangkan Fakultas dan memberikan bantuan dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan kepemimpinan kepada penulis.

3. Bapak Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar serta seluruh dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Dr. H. Andi Sukri Syamsuri M.Hum sebagai pembimbing 1 dan Bapak Dr. Syahruddin, S,Pd., M,Pd pembimbing II yang senantiasa sabar dalam mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Usman S,Ag., selaku Kepala Sekolah MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone beserta stafnya Ibu Nurfatimah selaku Guru Kelas IV yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.

Terima kasih juga kepada rekan seperjuangan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Makassar Angkatan 2018, yang telah

(9)

ix

SWT, semoga segala bantuan yang telah diberikan menjadikan pahala disisi-Nya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis ini senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.

Makassar, Juni 2022

Penulis

(10)

x

(Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Skripsi.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I H. Andi Sukri Syamsuri dan Pembimbing II Syahruddin.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Impelementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal yang terdiri dari patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa (Mapatoh ki ri Dewatae), Jujur (Malempu), Tanggung Jawab (sopporenge), Bekerja Keras (Makkareso Temmangingi), saling menghormati (Mappatabe), cinta tanah air (mappoji ri wanuatta), cinta damai (siammaseang), riolo mappatiroang, ritengnga mapparaga-raga, rimunri sikabirimpiri dan rebba sipatokkong, mali siparappe, siruik menre tassirui nok masih belum terlaksana dengan baik dan masih perlu di evaluasi lagi sehingga pendidikan karakter bisa terealisasi dengan baik. Faktor yang mendukung adalah motivasi dari orang tua dan kerja sama dari pihak sekolah dan faktor yang menghambat adalah fasilitas, latar belakang peserta didik, aturan, kurangnya kesadaran dari peserta didik dan lingkungan pergaulan peserta didik.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Kearifan Lokal, Bugis

(11)

xi

HALAMAN JUDUL...

…...i

LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. SURAT PERNYATAAN ...iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... ……1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Batasan Istilah ... 6

E. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Landasan Teori ... 9

(12)

xii

2. Pendidikan Karakter ... 9

3. Kearifan Lokal ... 20

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34

Paparan Dimensi Penelitian... 34

Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN... 81

(13)

xiii

3.2 Jumlah Siswa... 28

(14)

xiv

(15)

xv

Lampiran 2 Hasil Wawancara... 89 Lampiran 3 Foto Kegiatan ... 91

(16)

1 A. Latar Belakang

Dengan adanya pendidikn karakter maka hal yang di harapkan dalam penanaman pendidikan karakter di sekolah adalah semoga peserta didik bisa menjadi manusia yang baik berkarakter serta yang paling penting adalah memiliki akhlak yang lebih baik,seseorang itu harus berakhlak dulu sebelum berpengetahuan karna ilmu tanpa akhlak tidak ada nilainnya. Serta guru harus memberikan contoh karakter yang baik kepada peserta didik karna cerminan akhlak seorang perserta didik tidak akan terlepas dari apa yang gurunya lakukan.

Pendidikan karakter bukan hal yang baru di ketahui dalam dunia pendidikan sekarang karena pasalnya dalam pendidikan karakter telah di terapkan dalam kurikulum 2013 yang menurut para pendidik dalam hal ini adalah guru untuk berkontribusi penuh dalam penanaman nilai-nilai karakter dalam rangka untuk menciptakan bangsa yang berbudaya melalui penguatan dengan pertimbangan presiden Joko Widodo yang telah menandatangani peraturan presiden (perpres) Nomor 87 Tahun 2017 Pasal 3 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang berbunyi:

“PPK pelaksanaannya dengan menerapkan berbagai nilai Pancasila dalam pendidikan karakter yang meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab”.

Penekanan dalam pendidikan karakter sejak dari dulu memang telah memiliki landasan yang jelas baik secara filosofi atau juga dengan aturan formal. Oleh

(17)

tentang pendidikan karakter yang disebut “Pengarusutamaan Pendidikan Karakter”. Artinya, selama ini Pendidikan Karakter sudah ada, tapi kurang mendapat perhatian, dan karena itu diberikan penekanan/penguatan itu sendiri.

Koesoema (2010:27) mengungkapkan bahwasannya karakter itu bisa menjadi

sarana untuk

membudayakan dan memanusiakan. Peran pendidikan karakter tidak hanya bersifat integrative atau berarti mengukuhkan moral intelektual namun bersifat kuratif, baik secara personal maupun sosial yang bisa menjadi salah satu sarana penyembuh sosial.

Para remaja yang akan memegang masa depan bangsa harus memiliki perangai yang baik, cita-cita bangsa akan mengalami kehancuran dan meleset jauh dari impiannya, jika tidak memiliki perangai yang baik, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum 30:41

ﮭَظَ

ﺮَ

اﻟْ

ﺴَﻔَ

ﺎ ﻓِدُ

ﻲ ﺒَاﻟْ

وَاﺮِّ

ﻟْﺒَ

ﺮِﺤْ

ﺑِ

ﻤَﺎ ﺴَﻛَ

ﺒَ

ﺖْ

أَﯾْ

ﺪِ

ي اﻟ سِﻨﱠﺎ

ِﯿُ ﻟ ﺬِ

ﮭُﯾﻘَ

ﻢْ

ﺑَ

ﻌْ

ﺾَ اﻟﱠ ﺬِ

ﻋَي ﻤِ

ﻠُ

ﻮ ا ﻌَﻠﱠﻟَ

ﮭُ

ﻢْ

ﯾَ

ﺟِﺮْ

ﻌُ

نَ ﻮ {41}

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian (akibat) dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Dari ayat tersebut seharusnya sudah menjadi inspirasi bagi para kalangan pendidik agar dapat membina juga mendidik dengan sungguh-sungguh agar itu terciptalah perangai yang baik,kuat, ramah, kuat, bertanggung jawab dan yang paling penting memiliki akhlak yang mulia sehingga bisa mengendalikan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.

(18)

Suyanto (2009:72) mengemukakan karakter adalah cara atau tingkah berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

Sebaliknya jika memiliki etika yang kurang baik akan menimbulkan perilaku menyimpang yang memicu terjadinya krisis moralitas di Indonesia yang masih menjadi permasalahan serius sampai sekarang ini dan bisa terlihat dari maraknya perkelahian yang terjadi dalam golongan masyarakat misalnya saja tawuran antar pelajar atau mahasiswa sudah membudaya dan susah dihilangkan.

Selain tawuran trend pergaulan bebas bagi sebagian anak bangsa sudah dianggap biasa dan terjadi diberbagai tingkatan pendidikan baik dalam level di Sekolah Dasar khususnya sampai ke tingkat perguruan tinggi. Berdasar dari data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2019) yang menerima laporan sebanyak 24 kasus pada ranah pendidikan dengan korban dan pelaku anak pada bulan Januari sampai Februari, tercatat jumlahnya 17 kasus yang terkait kekerasan. Kasus lain juga berdasa dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) banyak muncul jenis narkotika baru yang telah beredar di Indonesia. Merujuk dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2018 prevalensi angka penyalahgunaan narkoba kalangan pelajar di 13 Ibu Kota Provinsi mencapai 3,2%

atau setara 2,29% juta orang.

Hal tersebut terjadi tidak hanya berasal dari kalangan anak didik tetapi juga dari lingkungan sekitar mereka, peserta didik yang jadi korban seperti akhir- akhir ini diberitakan sering terjadi. Ironisnya, hal tersebut terjadi di tempat yang begitu dekat dengan mereka bahkan bisa dikatakan rumah kedua mreka yaitu sekolah yang mestinya menjadi tempat anak didik menjalani proses tumbuh

(19)

kembang untuk meningkatkan potensi mereka dan orang tua tanpa merasa khawatir menitipkan anak mereka.

Alih-alih menjadi tempat bagi proses pendidikan yang membuat menjadi dewasa dan dapat membentuk karakaternya, sebagian justru menjadi tempat dalam eksekusi dan mengambil keceriaan mereka. Dari penyampaian Wibowo (2017:121), hal tersebut tidak menjadi masalah yang sepele karena peserta didik tidak lagi memiliki karakter bahkan hilang yang berujung hilangnya moral mereka. Meskipun begitu tak dapat dipungkiri bahwasannya semua sekolah pasti mendambakan situasi yang begitu tentram dan damai dalam arti guru dan peserta didik memiliki kerja sama yang baik untuk membentuk karakter sesuai dengan kehidupan sehari-hari namun hal tersebut cenderung tidak ditemukan pada beberapa sekolah. Oleh karena itu, Wibowo (2015:2) berpendapat sudah waktunya budaya menjadi dasar dalam menyusun kurikulum yang ada di sekolah di sesuaikan dengan kearifan lokal setiap daerah sehingga peserta didik tidak merasa ada dalam budaya asing dan sadar akan budaya juga bangsanya.

Senada dengan Latif (2009:45), penulis beranggapan bahwa pendidikan karakter semestinya berbasis budaya sendiri. Seperti pengetahuan kita bahwa setiap daerah mempunyai budaya atau nilai kearifan lokal tersendiri. Maka sebaiknya nilai-nilai karakter diintegrasikan melalui nilai luhur dari setiap daerah masing-masing peserta didik. Penggalian nilai kearifan lokal ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO (2016) yang dimana menggali nilai kearifan lokal agar menjadi dasar untuk mendorong munculnya perilaku saling menghormati antar suku, budaya, agama, bangsa dan juga etnis sehingga keberagaman di Indonesia terjalin dan terjaga.

(20)

Merujuk dari hal tersebut setalah melakukan observasi salah satu Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone dan mempunyai peserta didik yang dominan masyarakatnya Suku Bugis memiliki beberapa karakter kuat dan bermacam-macam yang mendorong terciptanya karakter baik, tetapi seiring perkembangan zaman terlihat adanya pergeseran nilai yang terjadi dalam kehidupan sosio-kultural seperti ma patoh ri Dewata’e artinya patuh kepada Tuhan YME, ma lempu’ artinya jujur, ma patoh artinya disiplin, ma reso’

temangingi artinya bekerja keras dan sopporenge artinya bertanggung jawab kurang dapat di pertahankan secara pelan-pelan atau sedikit demi sedikit telah ditinggalkan oleh pemiliknya.

Beberapa perilaku yang sering terjadi di sekolah seperti tidak sering terlihat adanya aktivitas solat berjamaah antar guru dan siswa, jarangnya dilakukan tadarrus bersama setiap pagi, banyak siswa yang tidak mengakui kesalahan saat berdebat dengan temannya, tidak disiplin dalam menggunakan pakaian seragam ke sekolah, kurangnya kesadaran dalam mengumpulkan pekerjaan rumah (PR), serta banyaknya peserta didik yang tidak rajin saat dilakukan gotong royong atau kegiatan membersihkan sekolah. Sehingga perlu adanya upaya dalam merevitalisasi nilai-nilai karakter yang mulai ditinggalkan.

Berdasarkan hal tersebut sehingga penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

(21)

Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone

D. Batasan Istilah

Batasan Istilah yang digunakan diambil dari beberapa pendapat para pakar dalam bidangnya. Namun sebagian ditentukan oleh peneliti dengan maksud kepentingan penelitian ini. Beberapa batasan istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut :

1. Implementasi

Implementasi merupakan suatu tindakan pelaksaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Implementasi artinya bermuara pada aktivitas, aksi, Tindakan atau adanya prosedur suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai kegiatan.Usman (2002:70)

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk nya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku seharihari

(22)

3. Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai- nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai kebaikan yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Pendidikan berbasis kearifan lokal juga diartikan sebagai pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia dalam pendidikan

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian tersebut yakni sebagai berikut:

a) Bagi Peserta Didik

Peserta didik memiliki karakter lebih baik dalam lingkungan sekolah.

b) Bagi Guru

Lebih memaksimalkan cara mengajar dan mendidik agar peserta didik memiliki karakter yang lebih baik.

c) Bagi Sekolah

(23)

Hasil penelitian bisa digunakan menjadi bahan pertimbangan dan masukan agar mendidik sesuai dengan alur dan yang seharusnya dilakukan guna merubah karakter peserta didik.

d) Bagi Peneliti

Menambah wawasan serta pengalaman cara mendidik yang tepat agar peserta didik memiliki karakter baik tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat.

(24)

9 A. Landasan Teori

1. Pengertian Implementasi

Secara umum Implementasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti melaksanaan atau menerapan. Istilah suatu implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Implementasi merupakan sebuah penempatan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.

Muhammad Joko Susilo (2007:174) mengemukakan bahwa implementasi merupakan suatu penerapan ide-konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga mendapatkan dampak, baik berupa dampak baik, perubahan pengetahuan, ketrampilan, mampu nilai dan sikap.sedangkan menurut Hanifah yang telah dikutip oleh Harsono telah mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan. Jadi dapat disimpulkan implementasi merupakan penerapan baik program atau aktivitas baru dalam berbagai kegiatan yang telah tersusun dan telah direncanakan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah.

2.Pendidikan Karakter a. Arti Pendidikan

Pendidikan didasari dengan kata didik yang artinya menjaga dan selalu memberi arahan tentang imtaq yang baik dan berpengaruh pada kecerdasan berpikir. Tambahan awalan “pe” dan akhiran “an” artinya merujuk pada perilaku

(25)

tentang cara mendidik. Pendidikan merupakan usaha yang telah terencana sebelumnya melalui berbagai proses membimbing dan mengajarkan seorang individu agar berkembang jadi manusia yang mampu bertanggung jawab, berkreasi, memiliki ilmu pengetahuan, kesehatan, juga berakhlak mulia.

Menurut Latif (2009:45) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek penga jaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Beberapa di bawah payung meliputi

“penalaran moral/pengembangan kognitif; pembelajaran sosial dan emosional, pendidikan kebi jakan moral, pendidikan keterampilan hidup, pendidikan kesehatan, pencegahan kekerasan, resolusi konflik dan filsafat etik moral

Pendapat Mahmud (2004:23) bahwa pendidikan sebenarnya melalui berbagai proses panjang seperti memperbaiki, merawat juga mengurus peserta didik dengan menggabungkan berbagai bagian-bagian penting pendidikan guna memasuki jiwa agar menjadi anak yang matang dalam karakter yang sempurna menyesuaikan dengan tingkat kemampuan. Sedangkan Tafsir (2001:31) mengemukakan bahwa pendidikan diartikan mengusahakan agar peserta didik berkembang secara maksimal dan memberikan dampak positif.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli maka dapat disimpulkan pendidikan mempunyai penerapan yang sama yakni yang berarti berusaha dalam mempersiapkan peserta didik menjelang mereka dewasa baik itu secara jasmani maupun rohani.

b. Arti Karakter

Bila ditelusuri kata “karakter” dapat diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang

(26)

dengan yang lain. Hal-hal yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang, (Majid, 2012:12) mengemukakan bahwa karakter berkaitan dengan nilai dari perilaku manusia sendiri terdiri atas semua kegiatan yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia dan lingkungan yang diwujudkan dalam pikiran, perasaan, perlakuan bentuk aplikasi dalam adat istiadat, etnis, budaya hukum, tata krama.

Pendidikan karakter di beri arti sebagai ranah pengembangan sikap atau karakter yang baik mulai dari peserta didik yang menerapkan dan mengaplikasikan baik itu nilai moral sehingga bisa memilih solusi yang berguna untuk menjaga hubungan sesama makhluk Allah. Menurut Lickona (2015:595) mengatakan bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior)

Karakter dapat diartikan penanda diri seseorang dalam bersikap dan beringkah laku dalam kehidupannya baik itu dengan Allah, sesama manusia ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Sederhananya karakter di sebut semua hal- hal yang berkaitan dengan hal positif yang dilakukan baik dari guru maupun orang tua siswa sehingga memberi pengaruh pada peserta didik

Kesuma (2011:72) mengartikan nilai karakter dalam lembaga sekolah yang terarah khususnya dalam pembelajaran pada kekuatan dan mengembangkan sikap peserta didik sesuai dengan standar yang ditetapkan masing-masing pihak sekolah itu sendiri. Hal tersebut berisi makna:

1) Karakter salah satu pembelajaran yang di integrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran.

(27)

2) Hal tersebut mengarah pada kekuatan dan perkembangan tingkah laku peserta didik. Artinya peserta didik merupakan merupakan subjek yang berpeluang untuk diberi kekuatan agar lebih berkembang.

3) Arahan sekolah yang berdasar dalam membentuk kekuatan dan mengembangkan yang telah di rencana.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang karakter maka dapat diartikan bahwa Karakter yang baik berkaitan dengan mengetahui yang baik, mencintai yang baik, dan melakukan yang baik. Ketiga ini satu sama lain sangat berkaitan. Seseorang lahir dalam keadaan bodoh, dorongan-dorongan primitif yang ada dalam dirinya kemungkinan dapat memerintahkan atau menguasai akal sehatnya. Maka, efek yang mengiringi pola pengasuhan dan pendidikan seseorang akan dapat mengarahkan kecenderungan, perasaan, dan nafsu besar menjadi beriringan secara harmoni atas bimbingan akal dan juga ajaran agama.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

Umumnya fungsi pendidikan karakter yang disesuaikan dengan pendidikan nasional, pendidikan dengan karakter berguna untuk pengembangan dan pembentuk sikap peserta didik dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk jiwa cinta bangsa. Sesuai hal itu, Zubaedi (2011:332) berpendapat ada tiga kegunaan diterapkannya pendidikan karakter.

1) Dibentuk dan dikembangkan dorongan yang membentuk karakter berguna untuk menjadikan peserta didik lebih baik sesuai Pancasila.

Maka dari itu karakter sangat berguna untuk membangun bakat terpendam dari peserta didik namun tetap menyesuaikan hukum atau norma yang berlaku.

(28)

2) Memperbaiki juga memberikan kekuatan guna memperbaiki sikap karakter negatif peserta didik sehingga dapat menggunakan pengaruh keluarga, sekolah dan pengaruh lingkungan sekitar tidak lupa dukungan dari pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk menjadikan anak generasi muda dalam menjadikan bangsa maju, sejahtra dan berkembang serta berkarakter.

3) Sebagai cara dalam memilah dan memilih nilai yang tepat dalam budaya Indonesia maupun dari bangsa asing. Artinya menyaring nilai positif dalam membangun karakter Indonesia yang tangguh dan mandiri. Senada dengan pendapat ahli sebelumnya, sesuai kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa.

d. Tujuan Pendidikan Karakter

Najib (2016:71) mendeskripsikan beberapa tujuan pendidikan karakter antara lain: Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi peserta didik pada khususnya dan seluruh warga sekolah pada umumnya dalam menjalin interaksi edukasi yang sesuai dengan nilai-nilai kakater.

1. Membentuk peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

2. Menguatkan berbagai perilaku positif yang ditampilkan oleh peserta didik baik melalui kegiatan pembelajaran maupun pembiasaan di kelas dan sekolah.

(29)

3. Mengoreksi berbagai perilaku negative yang ditampilkan oleh peserta didik ketika berada di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga.

4. Memotivasi dan membiasaka peserta didik mewujudkan berbagai pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good) dan kecintaannya akan kebaikan (loving the good) ke dalam berbagai perilaku positif di lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga.

Dari penjelasan di atas maka dapat di katakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk membangun kompetensi dalam melaksanakan dan menyusun agar tercipta hasil karakter yang baik di sekolah dan juga terbangun akhlak yang baik dalam mencapai standar lulusan di sekolah. Membangun karakter pada tingkat sekolah dasar di khususkan dalam membentuk karakter sekolah yang berlandaskan sikap, adat istiadat, perilaku, dan sesuatu yang di praktikkan seluruh pihak sekolah dan juga masyarakat yang ada di sekitar. Adat istiadat, aturan dan etika dalam sekolah adalah ciri-ciri kebaikan yang di tunjukkan pada masyarakat sekitar dan masyarakat luas.

e. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Proses pembelajaran khususnya di sekolah akan berjalan dengan baik dan lancar, ketika pada saat melaksanakannya memperhatikan berbagai prinsip pendidikan karakter. Suwartini dalam Kemendiknas memberikan beberapa saran dan masukan prinsip untuk menciptakan pendidikan karakter yang begitu efektif sebagai berikut;

1) Mempublikasikan prinsip tata krama sebagai dasar karakter.

(30)

2) Menggabungkan karakter seperti pikiran, rasa dan sikap secara kompren agar menakup keseluruhan nilai tersebut.

3) Berbagai metode dipakai dalam pendekatan gunanya membentuk karakter.

4) Menghasilkan Lembaga atau komunitas dalam sekolah dan masyarakat yang berwujud kepedulian.

5) Membiarkan peserta didik untuk berkembang dengan memberikan kebebasan dalam mewujudkan sikap karakter yang baik.

6) Melengkapi dokumen seperti kurikulum yang bermanfaat untuk peserta didik dalam menciptakan makna untuk menghargai sesama manusia sehingga tercipta karakter baik dan berguna dalam masa depan mereka agar bisa sukses.

7) Berusaha membangun dan memancing terpacunya motivasi dalam diri peserta didik.

8) Membangun sikap kekeluargaan dalam hal ini bekerja sama seluruh pihak sekolah yang dibentuk dalam suatu organisasi guna memumbuhkan jiwa moral dan amanah agar terciptanya nilai karakter yang baik.

9) Bekerjasama dalam membagi diri untuk mendidik setiap kelompok peserta didik dalam membangun jiwa kepemimpinan yang didukung agar tercipta pendidikan karakter yang inovatif.

10) Membangun kerjasama yang baik antar keluarga peserta didik dan pihak sekolah untuk membentuk karakter peserta didik.

(31)

11) Melakukan evaluasi yang baik dalam pihak sekolah dalam rangka mengetahui yang seharusnya dirubah dalam mengatasi kekurangan yang terjadi sebagai pelajaran agar dapat membentuk karakter positif dalam kehidupan peserta didik. (Kemendiknas, 2010 : 3)

Sebenarnya karakter tidak berwujud dalam proses belajar mengajar di sekolah, artinya karakter tidak diintergrasikan dalam pembelajaran terkecuali pendidikan agama Islam yang memang terkandung di dalamnya proses pelajaran yang memuat ajaran makanya tetap di belajarkan dengan pengetahuan dilanjutkan melakukan lalu diakhiri dengan kebiasaan. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan rutin dan dengan cara yang menyenangkan peserta didik dengan melakukan hal tersebut membuktikan bahwa pendidikannya dilakukan oleh peserta didik bukan dengan guru lalu sikap guru selanjutnya melakukan penerapan dengan metode guru yang memberikan arahan dan motivasi pada peserta didik dari belakang yang dikaitkan dengan agama.

f. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang berkembang dalam penerapan karakter sebaiknya dan seharusnya merujuk pada nilai agama, budaya, etika, tata krama, Pancasila dan pentingnya dengan tujuan pendidikan nasional. Adapun beberapa nilai dalam pendidikan budaya dan juga karakter bangsa yang dikemukakan oleh Kemendinas (2010:10) sebagai berikut ini:

1) Religius berarti nilai pikiran, ucapan, rasa, tindakan manusia yang harus berlandasakan nilai-nilai Ketuhanan yang sesuai ajaran agama.

(32)

2) Jujur berarti sikap yang harus selalu menjadikan diri seseorang yang dapat dipercaya dimanapun dan kapanpun itu situasi dan kondisinya seperti dalam lingkungan kerja, sekolah dalam tindakan berucap dan berperilaku terhadap orang lain.

3) Toleransi artinya ajaran perilaku menghargai dan menghormati seseorang yang berbeda agama, suku, etnis, adat istiadar dan perbedaan pendapat yang berbeda dengan diri kita sendiri.

4) Disiplin berarti perilaku manusia yang taat akan aturan dan patuh terhadap tata tertib ketentuan misalnya dalam sekolah.

5) Kerja keras berarti sikap yang memperlihatkan kesungguhan dan sikap pantang menyerah dalam melakukan sesuatu atau mengerjakan sesuatu misalnya saja tugas dari guru untuk di pelajari sebaik-baiknya.

6) Kreatif artinya menciptakan hasil atau kreatifitas yang baru dengan ide yang lain daripada yang lain, sesuatu yang baru yang belum ada atau belum terpikir dalam benak orang lain.

7) Mandiri artinya menunjukkan aktivitas yang baik dalam artian tidak dengan mudah bergantung pada orang lain, mampu berdiri sendiri, Tangguh dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya.

8) Demokratis artinya berperilaku dan menerapkan sikap adil dalam menentukan yang menjadi hak dan kewajiban diri sendiri dan kepentingan orang lain.

9) Ingin tahu artinya semangat yang ditunjukkan melalui penerapan atau bertindak dengan usaha yang lebih agar dapat tau lebih dalam atau

(33)

dapat menggali informasi yang meluas dari apa yang dilihat dan didengar.

10) Nilai kebangsaan artinya menambah pengetahuan wawasan yang berkaitan dengan bangsa dan negara yang didahulukan dibandingkan dengan keperluan diri sendiri dan kelompok dalam artian tidak egois.

11) Nasionalis berarti ditunjukkan dengan cara memikirkan, menyikapi dan memperdulikan segala pemberian dukungan dengan tinggi dalam hal lingkungan budaya, ekonomi, sosial dan system demokrasi bangsa.

12) Menunjukkan sikap antusias terhadap hasil karya dan prestasi orang lain. Hasil karya tersebut bisa dijadikan motivasi dan dorongan untuk menciptakan hasil karya lain yang dapat berguna bagi diri sendiri dan masyarakat sehingga bisa berguna untuk orang lain dan juga belajar menghargai orang lain serta karyanya.

13) Bersahabat dan komunikatif berarti perilaku yang menunjukkan sikap atau perasaan senang dapat bergaul dan menemukan teman baru yang menjadi pengisi kekosongan

14) Cinta Damai berarti perilaku yang diwujudkan melalui perasaan nyaman seseorang untuk bercerita dan bergaul serta merasa aman dan senang.

15) Gemar Membaca berarti membiasakan diri untuk membagi waktu khusus dalam diri untuk belajar dan membaca berbagai buku yang berguna untuk diri sendiri.

(34)

16) Peduli Lingkungan artinya aktifitas cinta alam dengan selalu berusaha menjaga lingkungan dan selalu berupaya menjalankan sesuatu untuk memperbaiki segala kerusakan alam yang terjadi.

17) Peduli Sosial, artinya berusaha dalam perilakunya untuk selalu membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan.

18) Tanggung-jawab berarti aktifitas seseorang dalam melakukan sesuatu atau tugas sesuai dengan apa yang telah diamanahkan atau menjadi tanggung jawab orang tersebut yang bisa di terapkan dalam diri sendiri dan orang lain yang berwujud ke alam, budaya dan social

Dalam metode penanaman nilai-nilai karakter di sekolah sebagaimana yang telah diungkapkan Aan Hasanah (2013:42) bahwa: “bentuk-bentuk penanaman penanaman nilai-nilai karakter dapat melalui beberapa metode yakni:

“(1) pengajaran, (2) keteladanan, (3) pembiasaan, (4) pemotivasian, (5) penegak aturan.

(1) Pengajaran sering didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru atau pendidik kepada peserta didik. Pengajaran juga bermakna proses mengajar.

(2) Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Pendidik harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Keteladanan tidak hanya bersumber dari pendidik, melainkan dari lingkungan pendidikan bersangkutan, termasuk keluarga dan masyarakat.

(3) Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik. Upaya ini untuk melakukan

(35)

stabilisasi dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam peserta didik yang diawali dari pembiasaan aksi ruhani dan aksi jasmani.

(4) Memotivasi berarti melibatkan peserta didik dalam proses pendidikan.

Peserta didik diberi kesempatan untuk berkembang secara optimal dan mengeksplorasi seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Dengan demikian peserta didik akan merasa terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang dilandasi kesadaran akan jati diri dan tanggungjawab peserta didik.

(5) Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan, terutama pendidikan karakter. Dengan menegakkan aturan diharapkan segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan membentuk karakter berprilaku.

3. Kearifan Lokal

a. Pengertian kearifan lokal

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama (secara turun temurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Sebutan lain untuk kearifan lokal diantaranya adalah kebijakan setempat (local wisdom),

(36)

pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious).

Kearifan lokal menurut Wibowo (2015:15) dalam Ayatrohaedi, merupakan identitas budaya yang berpengaruh dalam bangsa guna membentuk ataupun juga membentuk kebudayaan sendiri agar dapat disaring dan dikaitkan denganbudaya asing sehingga tercipta perilaku dan kemampuan diri. Karena sejatinya kearifan lokal bersatu dengan masyarakat sekitarnya sehingga selalu dilakukan secara efektif agar tetap terjaga.

Rahyono (2009:7) mengemukakan bahwa kearifan lokal ciri khas yang dimiliki oleh suku tertentu yang didapatkan melalui pembelajaran di suku tersebut lalu di kaitkan dengan lingkungan sehari-harinya. Suhartini (2009:53) mengartikan bahwa kearifan lokal salah satu warisan terdahulu yang dititipkan oleh orangtua dahulu yang berhubungan dengan tata krama kehidupan saat ini dan tata krama tersebut menyatu dalam nilai karakter religi.

Dengan adanya era gobalisasi ternyata beriringan dengan budaya global, sikap hedonis dan kapitalis seharusnya lebih diminimalisir mulai saat ini karena jika tidak maka diperhatikan akan lebih menggeser budaya yang asli seperti budaya (Bugis).

b. Kearifan Lokal Manusia Bugis (Pappaseng)

Menurut Kemendiknas (2010:9) ada 18 nilai karakter yang merujuk dalam nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah terkhusus pada masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan Kabupaten Bone. Ada beberapa nilai karakter di temukan pada saat observasi yang berwujud pada kearifan lokal Bugis Bone yang terkikis

(37)

zaman karena adanya sikap pembiaran atau tidak di perhatikannya sehingga terkikisnya zaman, Nilai-nilai tersebut diantaranya :

1. Patuh kepada Allah SWT (Ma patoh ki ri Dewata’e) berarti sikap patuh terhadap ajaran agama misal kepercayaa, salat, toleransi, hidup rukun dengan orang lain.

2. Jujur (Ma Lempu) berarti bisa dipercaya baik itu dalam perilaku, tindakan dan juga dari pekerjaan.

3. Tanggung jawab (Soppo:renge/ Siri’na pacce) artinya dapat melaksanakan tugas untuk diri sendiri, lingkungan dan juga msyarakat sekitar serta sanggup memikul rasa pahit, pantang lari atau mengundurkan diri.

4. Disiplin (ma patoh/getteng) berarti tertib, patuh atau rajin pada peraturan

5. Bekerja keras (ma kareso’ temangingi) berarti sungguh-sungguh menyelesaikan tugas dengan baik dan mengatasi hambatan belajar.

Seharusnya nilai-nilai tersebut yang mampu menjadikan peserta didik tidak meninggalkan budayanya sejak dini. Namun tidak menutup kemungkinan nilai karakter akan bertambah setelah dilakukan penelitian. Secara umum kearifan lokal di artikan sebagai adat istiadat setempat atau di daerah tersebut yang menjadi ciri tersendiri yang muncul dari peninggalan nenek moyang. Wales memperlihatkan bahwa arti dari kecerdasan setempat atau kecerdasan masyarakat setempat yang memperlihatkan ke dalam budaya yang menjadi kekayaan bersama dan dimiliki oleh semua dalam satu daerah yang ditunjukkan pada masyarakat karena berdasarkan dari pengalaman yang telah dia lewati

(38)

sebelumnya. Ketika didefinisikan kearifan lokal setempat atau setiap daerah memiliki nilai-nilai yang sarat akan makna seperti kebijaksanaan, betutur dan bersikap baik, lemah lembut yang akan di ikuti oleh masyarakat di daerah tersebut.

Terkikisnya nilai berbasis kearifan lokal (local genius) dapat mengandung banyak arti salah satunya menghilangnya kepribadian dalam masyarakat tersebut.

Sehingga menjadi pelajaran adalah usaha dalam mengembangkan, membina nilai budaya karakter tersebut yang berguna dalam masyarakat sekitarnya seperti gaya berpikir, rentetan atau perilaku hidup, pendapat dan penerapannya di masyarakat.

Iswary (2012:72) mengemukakan bahwa berbagai pesan yang berasal dari kearifan lokal yang sangat kaya dengan dalam naungan pendidikan lebih khususnya pada karakter

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan beberapa pendapat hasil penelitian sebelumnya ada banyak persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan karena ketiganya membahas tentang pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang di terapkan di sekolah. Namun yang membedakannya terletak pada fokus masalah yang akan di teliti seperti penelitian pertama fokus ke konsep seorang tokoh dan pengaruhnya terhadap pendidikan nasional, penelitian kedua lebih memfokuskan pada analisis dan usaha membentuk karakter peserta didik, sedangkan yang ketiga fokus pada pelaksanaan dan perencanaan mendidik karakter melalui metode membiasakan.

Berikut penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang akan dilakukan, sebagai berikut:

(39)

1. Yadi Ruyadi, (2010) Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya Lokal (Penelitian terhadap Adat Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat untuk Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah). Fokus penelitiannya untuk menemukan model pendidikan karakter untuk di terapkan di sekolah dengan metode RnD, studi lapangan menggunkan kualitatif uji coba menggunakan Quasi Eksperimen dengan One Group Pre Test dan Post Test. Adapun hasil penelitiannya yakni memiliki pola efektif dalam pewarisan budayanya dan telah memberi pengaruh positif, dan akan lebih efektif jika semakin dimaksimalkan.

2. Putri Rachmadyanti, (2017) “Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar Melalui Kearifan Lokal”. Penelitian ini fokus dalam mengembangkan kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang menarik untuk menumbuhkan sikap toleransi, kerjasama dan peduli siswa.

Sehingga hasilnya yaitu guru memberikan ide kreatif dalam membuat materi pendidikan karakter yang akan berdampak juga pada orangtua siswa serta masyarakat sekitar untuk menjadi manusia cerdas dan dalam pelestarian budaya lebih dikenal.

Pendidikan karakter dewasa ini selalu di dengung-dengungkan pemerintah perihal kurangnya moral yang baik pada peserta didik zaman sekarang dikarenakan munculnya sikap hedonisme dan pengaruh global yang merenggut masa muda mereka contohnya saja penggunaan sosial media sehingga melupakan lingkungan bermain bahkan berimbas pada pendidikan dan karakter parahnya sampai melupakan budaya mereka terkhusunya masyarakat di pedesaan suku tertentu (bugis).

(40)

Oleh karena hal mendasar tersebut sangat penting untuk mengingatkan dan mengarahkan mereka untuk memperbaiki karakter atau watak mereka tanpa melupakan kearifan lokal budaya mereka yang hampir punah tergeser zaman.

Pendidikan karakter sesuai dengan Kemendiknas (2010:9), ada 18 nilai-nilai terdahulu yang dijadikan benteng dalam mewujudkan karakter ciri khas bangsa yang masing-masing dimiliki oleh setiap suku daerah di Indonesia ini.

Dengan demikian dalam setiap suku terkhusus dalam Bugis karakter yang mulai terkikis dalam lingkup MI DDI Maspul contohnya seperti Patuh kepada Tuhan YME (ma patoh ki ri Dewata’e), Jujur (ma Lempu), Tanggungjawab (Soppo:renge), Disiplin (ma patoh) dan bekerja keras (ma ka reso’ temangingi).

Sehingga apa yang diharapkan bukan hanya dari seorang guru tetapi terkhusus orangtua peserta didik bisa merubah karakter yang hampir hilang terkhusus pada suku Bugis di MI DDI Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(41)

Berdasarkan uraian sebelumnya, bagan kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

Pendidikan Karakter

Kearifan Lokal

Patuh kepada

Tuhan YME (ma

patoh ri Dewatae)

Jujur (ma Lempu)

Tanggung jawab (Sopporen

ge)

Disiplin (mapatoh)

Bekerja keras (ma kkareso’te mmanging

ngi)

Analisis

Temuan

(42)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada maka peneliti menggunakan jenis Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Deskriptif adalah suatu pola penelitian yang paling dasar yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010, hlm. 72).

Dengan demikian bisa diketahui bahwa tujuan utama dilakukannya penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara sistematis kebenaran dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan, dan menggambarkan implementasi Pendidikan Karakter melalui Kearifan Lokal (Bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Oleh karena itu, penelitian ini merupakann jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

(43)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Penelitian ini meninjau tentang pendidikan karakter melalui kearifan lokal (bugis).

1. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2013:117).

Jadi populasi bukan hanya manusia, tetapi juga benda-benda alam yang lain.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone

Tabel 3.1 Jumlah

Kelas Laki-Laki Perempuan

I 4 6

II 4 6

III 3 5

IV 4 5

V 5 4

VI 5 4

Jumlah 25 30

Jumlah Siswa 55

(44)

Keseluruhan Siswa

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2013;188) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sehingga sampel juga berarti wakil yang dipili dari populasi dan dijadikan subjek penelitian. Sampel adalah penelitian ini adalah siswa kelas IV siswa MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone dan teknik pemilihan sampel adalah menggunakan teknik undian. Jumlah siswa sebanyak

Tabel 3.2 Jumlah Siswa

Kelas Laki-Laki Perempuan

IV 4 5

Jumlah Siswa

9

(45)

2. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2006:134) yang dimaksud instrumen adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar menjadi mudah dan sistematis. Maka, instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti guna membantu dan mempermudah dalam pengumpulan data penelitian.

Terdapat tiga macam instrumen dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi Menurut Sugiono (2008;121) bahwasannygabungan dari instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi dapat digunakan dalam mendapatkan data yang lengkap, akurat dan konsisten.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi (Komariah, 2011:105) mengatakan bahwa observasi adalah pengamatan terhadap sesuatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus diperoleh dalam penelitian.

Observasi dapat dilakukan secara partisipatif (participatory observation) ataupun non partisipatif (nonparticipatory observation), dalam observasi partisipatif pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlansung, sedangkan observasi non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan hanya mengamati (Sukmadinata, 2010:220). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan karena peneliti tidak berpartisipasi dan

(46)

hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat ringkasan tentang implementasi pendidikan melalui kearifan budaya.

(Komariah, 2011:14) menyebutkan ada dua jenis observasi, yaitu observasi terstruktur dan tidak terstruktur yang mengarahkan pada panduan atau suatu daftar ceklis untuk mengamati aspek yang dicatat.

Peneliti menggunakan observasi terstruktur karena observasi telah dirancang secara sistematis, mengenai apa yang diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Sebelum melakukan observasi, peneliti membuat pedoman observasi sebagai contoh agar proses observasi tetap fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter melalui kearifan lokal (bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. (Lexy 2007: 186).

Estenberg (Sugiyono, 2013:73) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur dengan alasan jenis wawancara ini tergolong dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Jenis wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka sehingga peneliti dapat

(47)

menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat dan ide-ide dari responden.

Sebelum melakukan kegiatan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara agar proses tetap terfokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter melalui kearifan lokal (bugis) di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan fleksibel, sementara itu pedoman wawancara hanya digunakan sebagai acuan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data sehingga menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang diperlukan dalam penilitian ini adalah dokumen sekolah seperti data tentang sejarah berdirinya sekolah, struktur sekolah, struktur organisasi data guru dan siswa, visi misi sekolah dan data prasarana yang terdapat di MI DDI Maspul Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data temuan cara pertama yang dilakukan peneliti adalah dengan teknik analisis interaktif, yaitu ada tiga komponen analisis: data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan conclusion drawing (penarikan kesimpulan/verifikasi). Terkadang ketika data telah sampai pada tahap verifikasi tidak menutup kemungkinan akan kembali pada tahap awal yakni mereduksi data sehingga proses triangulasi selalu masuk atau tepat dalam proses penelitian kualitatif.

1. Reduksi Data

(48)

Direduksi artinya merangkum atau memilah dan memilih semua yang dianggap utama sehingga fokus dengan hal yang penting dan mencari intinya serta menghilangkan yang tidak digunakan. Sehingga seluruh data yang akan direduksi lebih jelas dan diperjelas gambarannya lebih memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang akan dicari jika diperlukan nantinya.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, menyajikan data kualitatif bisa dengan membuat uraian singkat, gambar yang berhubungan antar setiap kategori, flowchart, dan lainnya. Penyajian tersebut dapat mempermudah dalam memberikan pemamahaman tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sehingga langkah selanjutnya lebih terencana sesuai dengan apa yang telah dipahami sebelumnya.-

3. Menyimpulkan Data

Pada saat memulai menyimpulkan data awal yang masih sementara namun akan dirubah ketika tidak ditemukan bukti yang mendukung untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Namun apabila hasil yang di dapatkan pada tahap awal terdukung dengan berbagai hasil yang jelas dan bukti yang tetap, konsisten tidak berubah-ubah ketika peneliti kembali ke tempat tersebut saat pengumpulan data maka saat menarik kesimpulan dapat dikatakan menyimpulkan secara rinci atau kredibe.

(49)

34 Paparan Dimensi Penelitian

Pada penelitian ini peneliti khususnya lebih mengutamakan mengumpulkan data dengan teknik observasi dan wawancara didukung dengan dokumentasi.

Observasi dilakukan untuk mengamati dan melihat langsung perilaku atau karakter yang terjadi pada proses pembelajaran baik itu perilakunya di dalam kelas dan perilakunya di luar kelas, tentang cara pendidik menerapkan karakter yang bernilai kearifan lokal di daerah tersebut serta kondisi peserta didik saat penerapan karakter berbasis kearifan lokal secara tidak langsung dilakukan baik itu dilihat ketika proses pembelajaran dan juga di lingkungan sekolah.

Wawancara tersebut teknik menyusunnya berdasar dengan masalah.

Wawancara yang dilakukan pun kepada guru-guru di sekolah terkait penerapan dan penanaman nilai karakter berbasis kearifan lokal, begitu kental dan terkikis zaman yang dilakukan di dalam proses belajar kelas dan proses bermain di luar kelas. Selanjutnya wawancara di lakukan pada peserta didik yang menerima pelajaran juga melakukan penilaian secara tidak duga atau tidak langsung pada peserta didik tersebut tentang karakternya yang mulai terkikis dan bisa di bina sejak dini. Meskipun ada beberapa peneliti mengumpulkan berbagai data kondisi keadaan di sekolah, letak sekolah, sarana prasarananya, dan hasil tentang nilai karakter peserta didik. Setelah mendapatkan hasil observasi, melakukan wawancara yang di dukung dokumentasi sehingga hasil data temuan di lapangan lebih banyak daripada saat observasi, sebagai berikut :

(50)

1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di MI DDI Maspul

Karakter merupakan sikap yang dimiliki setiap manusia yang mengakar dalam diri seseorang yang berfungsi sebagai pendorong bagaimana orang tersebut bertindak, berperilaku dan bersikap tentang yang harus mereka pertanggungjawabkan. Implementasi pendidikan karakter tidak hanya di bebankan pada satu pihak saja seperti kepala sekolah tetapi semua pihak yang ada dalam sekolah dan diluar sekolah seperti guru, peserta didik dan orangtua peserta didik.

Bahkan nilai-nilai yang mulai terkikis oleh zaman harus di kembalikan seperti sediakala dengan memfilter segala sesuatu yang negatif dan positif namun tetap mengindahkan perubahan yang terjadi di era globalisasi. Hasil temuan nilai- nilai karakter yang mulai memudar di daerah tersebut dihubungkan dalam sekolah yang di dapatkan melalui observasi, wawancara yang didukung dengan dokumentasi, yaitu:

a. Patuh kepada Tuhan YME (ma Patoh ri Dewata’e) 1. Data Temuan Observasi Guru

Kegiatan observasi yang dilakukan untuk mendeskripsikan karakter kearifan lokal (bugis) guru terhadap peserta didik di sekolah yang dilakukan di bulan Mei 2022 Dari hasil penelitian dapat disajikan penerapan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) yang dilakukan guru yakni;

a) Melatih mandiri peserta didik untuk berdoa sebelum dan setelah jam pelajaran dalam menanamkan karakter religius.

Dalam memulai pembelajaran guru mengajak peserta didik berdoa dimulai dengan membaca surah 3 QUL yakni Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas

(51)

dilanjutkan dengan membaca doa sebelum belajar kadang guru mengajak peserta didik memimpin temannya membaca beberapa ayat. Untuk mengakhiri pembelajaran guru mengajar peserta didik membaca 3 QUL dan doa penutup majelis.

b) Kurang melatih peserta didik untuk melakukan salat duha dan salat dhuhur.

Salat dhuha dan dhuhur yang kurang mendapat perhatian dalam lingkungan sekolah. Contohnya saja guru sangat jarang mengajak peserta didik untuk salat berjamaah, itupun salat dhuhur dilakukan tergantung jadwal masing-masing kelas bahkan biasa juga tidak dilaksanakan.

2. Data Temuan Observasi Peserta Didik

Kegiatan observasi peserta didik berguna dalam menggali informasi sejauh mana dalam menanamkan karakter dalam jiwa peserta didik seperti yang di ajarkan oleh guru-guru. Dari hasil penelitian disajikan jika menerapkan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) yang dipahami, melekat dan dilakukan peserta didik yakni;

a) Berdoa saat memulai dan mengakhiri pelajaran

Berdoa rutin dilakukan saat memulai dan mengakhiri proses pembelajaran. Ada beberapa kelas yang peka saat bel masuk karena mengaji mandiri tanpa guru dan ada juga beberapa kelas yang saat tidak ada guru yang mendampingi tidak mulai membaca doa sebelum memulai pelajaran.

b) Pelaksanaan salat dhuha dan dhuhur

Tidak adanya pelaksanaan salat dhuha dalam melatih pembiasaan peserta didik. Pelaksanaan salat dhuhur yang hanya dilakukan sekali setiap hari dan mengikuti hanya pada saat pelajaran agama itupun bergantian setiap kelas

(52)

menjadikan kurang efektif dalam meningkatkan nilai religius peserta didik.

Pada saat dilaksanakan salat dhuhur hanya guru agama yang ikut terlibat dan banyaknya peserta didik yang bermain-main ketika berlangsungnya salat.

3. Temuan Hasil Wawancara

Sikap religius peserta didik bisa terbentuk berdasarkan kebiasaan yang di alirkan melalui keluarga dan di kembangkan oleh pendidik di sekolah. Sesuai dengan hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti sebagai berikut;

Salah satu Guru di sekolah tersebut dalam hal ini NF berpendapat bahwa :

“…dominan sikap peserta didik di setiap kelas rata-rata sama susah di atur salah satunya adalah kelas IV dan tidak ingin mendengar. Terlebih saat pelaksanaan salat dhuhur banyak main dan bercerita sesama teman.

Ada beberapa peserta didik di kelas IV yang membuat ampun untuk di beritahu. Merekapun terlihat malas juga menerima pelajaran”.

Seperti yang di kemukakan NA salah satu peserta didik kelas IV saat di tanya tentang beberapa karakter teman sebayanya di kelas bahwa :

“…iya, tidak pernah dilaksanakan salat duha dan salat dhuhur hanya pada saat belajar agama saja salah satu alasannya karena tempat salat tidak cukup.

Berdasarkan wawancara tersebut yang diperkuat dengan simpulan hasil data observasi yang ditemukan peneliti, sebagai berikut:

Pada bulan Mei sampai dengan penelitian, mengamati bahwa peserta didik saat memulai pembelajaran seharusnya di awali dengan berdoa begitupun saat mengakhiri pembelajaran namun kenyataannya di dalam kelas ada beberapa peserta didik yang tidak ikut mengaji bersama meskipun ada guru, begitupun saat

(53)

jam pelajaran selesai peserta didik seperti terburu-buru baca doa karena ingin cepat pulang.

b. Jujur (ma Lempu’)

Kejujuran pesera didik bisa dibentuk berdasarkan lingkungan keluarga dan selanjutnya dibimbing pihak sekolah. Beberapa data hasil observasi dan wawancara yaitu:

1. Data Temuan Observasi Guru

a) Mengajarkan peseta didik bertutur sesuai dengan kenyataan.

Pada saat pembelajaran di kelas guru selalu menekankan agar berucap sesuai dengan kenyataan dan pada saat melakukan apersepsi dan tidak melupakan untuk menyisipkan pesan moral yang berisi jika ada yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah harus berkata jujur dan tidak boleh asal menuduh orang sembarangan karena itu dosa.

b) Mengajarkan mengerjakan soal-soal secara jujur

Guru mengajarkan untuk mengerjakan soal secara jujur dimulai dari hal yang paling sederhana yaitu memberikan motivasi pada peserta didik untuk mengerjakan tugas semampunya, jika ada kesulitan bisa bertanya pada guru atau pada teman yang mengerti. Selain itu peserta didik diberitahu bahwa mengerjakan sendiri hasilnya pasti lebih baik.

2. Data Temuan Observasi Peserta Didik a) Tidak berkata sesuai kenyataan

Guru selalu melatih peserta didik untuk berkata yang sejujurnya saat melanggar di dalam kelas misalnya bermain kelereng. Namun kenyataannya

(54)

saat peserta didik di tanya siapa yang bermain kelereng mereka hanya saling menunjuk sesama temannya.

b) Tidak mengerjakan soal-soal hasil pekerjaan sendiri

Ada dominan peserta didik yang tidak jujur dalam mengerjakan hasil pekerjaannya karena menyontek pada teman sebayanya yang lebih mampu.

3. Temuan Hasil Wawancara

Dari hasil wawancara berbagai informan dalam sekolah tentang kejujuran peserta didik terutama dalam belajar mengajar ataupun di luar jam pelajaran adalah sebagai berikut:

Terkait dengan pendapat tentang karakter kejujuran peserta didik, guru kelas IV NF mengatakan bahwa

...” ia nanaede kunyede ia mua anana kelas IV ede narekko ujianni pabbungena demua na malemba tetapi narekko mittani matu pada siallembang-lembang manengni tu sibawa yakko yaleng tugas maccule- culemi, narekko meloni ikumpulu sibu’ manenni matturu. Biasa iya ugaretta makkada akko detajama tugasta dega nilaita”.

…" anak-anak kelas IV pada saat ujian sedang berlangsung masih tidak ada yang menyonte tetapi lamakelamaan merekapun berkumpul saling bekerja sama bersama gengnya karena meja tidak dipisahkan dan guru pun tidak terlalukeras dalam memberi teguran”. banyak sekali peserta didik apabila diberikan tugas hanya bermain-main, ketika tugas waktunya di kumpulkan baru mereka sibuk mencari jawaban ke temannya.Terkadang sebagai guru saya ancam jika mengerjakan tugas tidak ada nilai”.

Sependapat dengan hal tersebut peserta didik kelas IV dalam hal ini menuturkan:

(55)

”…Akko ujiangki si kumpulu maneng sibawa gengna apana de ipasserang mejang nge, nita mokki guru tapi de nampareng laddeki, terri narekko yappisengeng ma bawa hape nasaba ma tiktok mi sibawa ma like,”.

…" Saat ujian pun mereka berkumpul bersama gengnya karena meja tidak dipisahkan dan guru pun tidak terlalu keras dalam memberi teguran, saat ingin di laporkan pada guru karena membawa handphone yang digunakan untuk bermain tiktok dan like

Dari hasil wawancara yang dikemukakan dari beberapa informan dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya memperkuat argumentasi peneliti bahwa:

Rata-rata dari peserta didik ternyata masih ada yang kurang bersikap jujur dalam kondisi yang rumit misalnya saat ujian masih ada yang menyontek, masih sering membawa alat komunikasi secara diam-diam membuktikan bahwa peserta didik harusnya mendapatkan gemblengan lebih keras untuk membentuk karakter mereka untuk lebih jujur agar tetap mempertahankan kearifan lokal yang dikenal pantang untuk tidak bersikap jujur.

c. Disiplin (Ma Patoh)

Sikap disiplin paling di dambakan semua sekolah manapun itu. Sikap disiplin menunjukkan keteraturan pihak sekolah dalam membentuk karakter peserta didik menjadi lebih patuh di lingkungannya. Adapun hasil observasi dan wawancara sebagai berikut:

1. Temuan Data Observasi Guru

a) Keterlambatan datang ke sekolah

(56)

Guru kurang memberikan contoh untuk terbiasa tiba di sekolah lebih cepat sebelum bel tanda masuk belajar bergema. Guru datang saat bel masuk terkadang ada juga yang datang setelah satu jam pelajaran terlewatkan yang berakibat kelas kosong.

b) Memberi teladan memakai seragam sesuai ketentuan

Guru selalu berusaha memberikan contoh cara berpakaian yang rapi, bersih dan tidak kusut yang digunakan sesuai aturannya. Terlihat pakaian seragam yang rapi, jilbab yang digunakan tidak bergambar aneh serta disesuaikan dengan baju, kemudian guru memakai sepatu yang baik.

2. Temuan Data Observasi Peserta Didik a) Terlambat datang ke sekolah

Peserta didik di MI DDI Maspul tergolong sekolah yang berada di pedesaan yang dimana memiliki peserta didik sudah lumanyan banyak namun terkait masalah kedisiplinan salah satu yang terparah menurut peneliti amati.

Beberapa peserta didik terlambat datang ke sekolah dan terkadang peserta didik tersebut di antar orangtua masuk dalam perkarangan sekolah sampai pada setiap kelas masing-masing peserta didik.

b) Kurang disiplin dalam seragam

Hampir rata-rata dominan peserta didik setiap harinya tidak patuh terhadap kepatuhan seragam yang ditetapkan kecuali pada saat hari senin yang mulai berkurang. Ada peserta didik memakai batik di hari selasa, ada yang memakai baju olahraga pada hari jumat dan adapula peserta didik memakai kaos kaki hitam pada hari kamis.

Menurut Guru kelas IV dalam hal ini NF mengatakan bahwa:

(57)

“…narekko engka guru terlambat saling pahang bawammi,makkeda idi na pada sisulle mapaaguru lettu engka guru kelasna”.

…”ketika beberapa guru lambat datang ke sekolah kami saling mengerti satu sama lain, kami yang mengisi kelas mereka untuk sementara”.

Senada dengan hal tersebut saat peneliti bertanya pada beberapa peserta didik tentang mengapa mereka sering terlambat dan menggunakan seragam yang berbeda dari peserta didik yang lain, dengan hasil sebagai berikut:

“…terlambaka moto iya bu”.

…”saya terlambat bangun bu”.

Ada juga yang berpendapat bahwa:

“…isessa iya wajukku bu”.

…”baju saya di cuci mamaku”.

Dan ada juga yang berpendapat

“...malelle tamatoakku mantra ka lokka sikolae bu”.

...”orang tua ku lambat mengantarkan saya ke sekolah”.

Berdasarkan data wawancara tersebut peneliti berpendapat bahwa keterlambatan datang ke sekolah baik itu guru atupun peserta didik karena tidak mengikatnya aturan yang ada di sekolah sama halnya dengan kurang disiplinnya peserta didik dalam menggunakan seragam karena tidak adanya penerapan efek jera dalam melanggar aturan yang seharusnya dipatuhi, makanya mereka seenaknya saja.

d. Kerja keras (ma Reso’Temangingi)

Pihak sekolah dengan berbagai upaya melatih karakter peserta didik agar mampu bekerja keras baik itu di lingkungan ataupun dalam proses belajar

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1) Motivasi berwirausaha berpengaruh signifkan terhadap minat berwirausaha Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa variabel motivasi berwirausaha memiliki nilai

Tahapan-tahapan dalam pemilihan umum disiarkan di RRI ,mulai dari pendataan calon pemilih, jumlah partai, tata cara memilih partai maupun anggota dewan juga di siarkan oleh

This study aims to investigate the most dominant type of students’ motivation to learn English for Academic Purposes (EAP) at the Faculty of Economics and Business (FEB),

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”.. “Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar.” Jawab

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan moral sopan santun pada siswa sekolah menengah pertama negeri 01 Bandar

Muatan lebih dari 15% ditilang dan transfer muatan/dilarang meneruskan perjalanan *1 Jan-31 Des 2022 2022 2023 2021 Toleransi 5 %.. Muatan lebih dari 5% ditilang dan transfer

Jadual Petak merupakan dokumen kawalan yang perlu disediakan oleh Jurukur Tanah Berlesen (JUBL) pemaju bagi memastikan pembeli mengetahui unit syer dan harta bersama dalam kawasan

Dari penelitian ini diketahui bahwa pelanggan secara umum merasa puas terhadap layanan purna jual dan complain handling yang diberikan oleh Suzuki Citra Asri Buana Nanggewer.