• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

77 ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

Achmad Said, Joko Susetyo

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

joko_s@akprind.ac.id

INTISARI

Balai Yasa merupakan bengkel khusus pemeliharaan lokomotif diesel,kemudian berkembangan menjadi pemeliharaan mesin–mesin perkakas guna mendukung pelaksanaan pemeliharaan lokomotif. Waktu perawatan mesin-mesin perkakas yang terlalu lama yang diperlukan untuk perbaikan, pengecekan dan penggantian komponen disebabkan karena mesin-mesin tersebut banyak yang sudah melebihi umur teknik, sehingga mengakibatkan kinerja perusahaan menjadi tidak stabil.

Konsep total productive maintenance merupakan salah satu cara perbaikan kinerja perusahaan untuk lebih stabil. Konsep total productive maintenance terdiri dari tiga komponen penting yaitu pendekatan total (total approach), upaya–upaya produktif; (productive action) dan pemeliharaan (maintenance). Dari tiga komponen dapat dijelaskan dengan menggunakan metode overall equipment Effectiveness dan konsep autonomous maintenance.

Dari hasil analisis dan pembahasan diperoleh penurunan OEE pada tahun 2006 ke 2007 yaitu 87,75% menjadi 74,58%, penurunan tersebut disebabakan nilai Availability yang rendah. Solusi untuk melakukan perbaikan dengan mengaktifkan konsep Total Productive Maintenance yang di dalamnya meliputi autonomous maintenance dan sistem penjadwalan perawatan.

Kata Kunci : TPM, OEE, Kinerja Perusahaan dan autonomous maintenance

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Meningkatkan kinerja perusahaan merupakan faktor penting dari perusahaan. Pada prakteknya seringkali usaha perbaikan yang dilakukan hanyalah pemborosan, karena tidak menyentuh akar permasalahan yang sesunguhnya. Hal ini terjadi karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas permasalahan yang terjadi dan faktor–faktor yang menyebabkannya.

Untuk itu diperlukan suatu metode yang dapat mengungkapkan permasalahan dengan jelas agar dapat melakukan peningkatkan kinerja.

Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan menggunakan konsep Total Productive Maintenance (TPM). Komponen TPM secara umum terdiri dari 3 bagian, yaitu total approach; productive action; dan maintenance. Konsep TPM dengan 3 komponen yang dimiliki dapat mengidentifikasi secara jelas akar permasalahan dan faktor penyebabnya membuat usaha perbaikan menjadi terfokus merupakan kelebihan konsep ini, dan banyak diaplikasikan secara menyeluruh oleh banyak perusahaan di dunia. Konsep TPM memiliki beberapa metode yang dapat di gunakan yaitu metode Overall Equipment Effectiveness atau di singkatan dengan OEE dan metode Autonomous Maintenance yang merupakan salah satu elemen penting dalam TPM.

Balai Yasa merupakan bengkel khusus pemeliharaan lokomotif diesel, kemudian berkembangan menjadi penghasil komponen–komponen perawatan dari lokomotif. Komponen–

komponen tersebut dihasilkan dari mesin-mesin perkakas yang terdiri dari mesin skraf, mesin bubut dan mesin frais, tetapi dalam penelitian ini hanya diteliti mesin bubut saja dikarenakan dalam proses produksinya mesin tersebut paling banyak berperan. Mesin perkakas menjadi salah satu komponen penting dalam melakukan pekerjaan, tetapi mesin–mesin perkakas yang ada 70% sampai dengan 90% sudah melebihi umur teknik mesin sehingga menyebabkan waktu perawatan yang diperlukan menjadi lama. Waktu perawatan mesin tersebut meliputi waktu pengecekan mesin, waktu perbaikan komponen mesin serta waktu pengganti komponen-komponen mesin seperti penggantian pelumas.

Penyebab lain adalah pelaksanaan perawatan mesin belum dilaksanakan dengan baik, sehingga sering terjadi kerusakan mesin dan berakibat menurunya hasil produksi dari mesin tersebut.

Kerusakan mesin merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, karena akan menghambat jalannya proses produksi secara keseluruhan. Karena untuk melakukan pemeliharaan lokomotif kereta api harus dibantu dengan mesin–mesin perkakas. Oleh karena itu dibutuhkan adanya penerapan konsep metode TPM (Total Productive Maintenance) dalam lingkungan

(2)

78 perusahaan, sehingga diharapkan akan memunculkan keserasian dan keharmonisan antara pihak operator sebagai pelaksanaan produksi dengan pihak teknisi mesin dan pihak–pihak perencana produksi serta pihak maintenance.

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah bagaimana menganalisis Konsep Total Productive Maintenance untuk Memperbaiki Kinerja perusahaan?

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

1. Menghitung Overall Equipment Effectiveness pada mesin bubut dan membandingkan hasil dari OEE perusahaan dengan standar OEE world class.

2. Menganalisis keterkaitan antara konsep Autonomous Maintenance dengan metode overall Equipment Effectiveness, sehingga dapat melihat hubungan antara Autonomous Maintenance dengan Overall Equipment Effectiveness, yang pada akhirnya dapat diketahui seberapa pengaruhnya hubungan keduanya.

3. Menentukan solusi yang terbaik untuk memperbaiki kinerja perusahaan, guna dijadikan masukan bagi perusahaan untuk melakukan konsep total productive maintenance.

TINJAUAN PUSTAKA

Total Productive Maintenance

Total Productive maintenance merupakan filosofi yang bertujuan memaksimalkan efekfektivitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri, yang tidak hanya dialamatkan pada perawatan saja tapi pada semua aspek dari operasi dan intstalasi dari fasilitas produksi termasuk juga didalamnya peningkatan kinerja dari orang–orang yang bekerja dalam perusahaan itu. Komponen dari TPM secara umum terdiri dari atas 3 bagian, yaitu :

1. Total Approch : semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelasksanaaan TPM.

2. Productive Action : sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan operasi dari fasilitas produksi.

3. Maintenance : pelaksanaaan peawatan dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi.

Total productive maintenance memiliki visi sebagai sistem perawatan yang melihat peralatan dapat beoperasi 100% dalam waktu yang tersedia dengan produk 100 % bagus (Nakajima, 1988). Visi tersebut dapat diperoleh apabila perusahaan tersebut dapat melakukan implementasi total productive maintrenance yang benar, adapun langkah–langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Implementasi awal 3. Tahap imlementasi TPM

4. Tahap Stabilisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari implementasi TPM.

Overall Equipment Effectiveness

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performance dan reliability peralatan. OEE juga digunakan sebagai kesempatan untuk memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan uang pada akhirnya sebagai langkah pengambilan keputusan. Penyebab rendahnya nilai dari OEE antara lain karena kurang tindakan preventive, corrective maintenance, dan tingginya tingkat defect and speed. Pada mesin atau peralatan terdapat enam penyebab yang paling umum yang mengakibatkan turunnya efisiensi pada proses manufaktur yang disebut Six Big Losses yang terdiri Breakdown, Setup &

adjustment, small stops, reduced Startup, dan production rejects. Formula untuk menentukan nilai OEE adalah : (Hansen, R.C, 2001)

Quality e

performanc ty

Availabili

OEE= × ×

Dari formula diatas, dapat diuraikan formula indicator dari OEE:

(3)

79

% _ 100

_

% 100

% 100

units Total

units Goods Quality

duced Amnountpro

Runtime lcycletime Theoritica

e Performanc

e Loadingtim

downtime e

Loadingtim ty

Availabili

=

×

=

− ×

=

OEE memiliki standar world class untuk semua indikator sebagai berikut : (Vorne, 2005 dalam Andika, S, 2007)

1. Availability Rate 90% atau lebih 2. Performance Rate 95% atau lebih 3. Quality Rate 99% atau lebih 4. OEE 85% atau lebih

Untuk meningkatkan nilai OEE sehingga sampai taraf standar maka seluruh penyebab turunnya efisiensi pada proses manufaktur harus dihapuskan. Table berikut ini menggambarkan kondisi yang mungkin untuk meningkatkan nilai OEE.

Tabel 1. Goal kondisi six big losses untuk meningkatkan nilai OEE

Type of losses Goal

Breakdown Losses 0

Setup and Adjusment Minimize

Speed Losses 0

Idling and Minor Stoppages Losses 0 Quality Defect and Rework Losses 0

Starup Losses Minimize

(Sumber :Dal,B,Tugwell,P. & Greatbanks,R.,2000) Autonomous Maintenance

Autonomous maintenance merupakan elemen yang terpenting dalam total productive maintenance yang menjelaskan bagaimana sebuah operator tidak hanya menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan perawatan sederhana, dengan demikian gejala kerusakan dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara total.

Autonomous maintenance memiliki 7 langkah untuk meningkatkan produktivitas adalah sebagai berikut:

1. Mengembalikan peralatan seperti asal

2. Menghapuskan penyebab–penyebab kekotoran 3. Improve equipment accessibility

4. Initial maintenance standards 5. Autonomous inspection

6. General inspection and general process inspectiion 7. Organize and workplace

Maintenance

Menurut Benyamin S Blanchard (1995), Perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang sangat tinggi maka lebih intensif. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama sistem perawatan : (Suharto, 1991)

1. menekan (memperpendek) periode kerusakan (break down period) sampai batasan minimum dengan mempertimbangan aspek ekonomis.

2. menghindari kerusakan (break down ) yang tidak terencana atau kerusakan tiba–tiba.

Dalam sistem perawatan terdapat 2 kegiatan yang berkaitan dengan tindakan perawatan, yaitu:

1. Perawatan yang bersifat preventif (Preventive Maintenance)

Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi rusak.

(4)

80 2. Perawatan yang bersifat korektif (Corrective Maintenance)

Perawatan korektif ini dimaksudkan untuk memperbaiki perawatan yang rusak. Perawatan korektif dapat juga didefinisikan perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya perawatan preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi sampai pada waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut rusak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Hasil Produksi dan Jam Kerja Mesin Bubut

Bulan Hasil Produksi Waktu Kerja Loading Time Down Time Jam Kerja Efektif (unit) (jam) (jam) (jam) (jam)

Januari 64 168.5 144.5 4 140.5

Februari 59 151 129 0 129

Maret 68 176.75 152.25 0 152.25

April 58 151 127 0 127

Mei 5 177.25 152.25 140 12.25

Juni 63 168 143.5 0 143.5

Juli 59 159.75 136.75 6 130.75

Agustus 64 177.25 152.25 12 140.25

September 44 159.25 135.75 40 95.75

Oktober 66 168.5 144.5 0 144.5

November 63 168.5 144.5 6 138.5

Desember 62 159.25 135.75 0 135.75

Jumlah 675 1985 1698 208 1490

(sumber : Balai Yasa)

Tabel 3. Utilitas Mesin Bubut Bulan

Jumlah Produksi

Jam Kerja Efektif

Down Time

Defect

Product TCT

Hari Kerja Efektif (unit) (jam) (jami) (jam) jam/unit (hari)

Januari 64 140.5 4 0 2.17 22

Februari 59 129 0 0 2.17 20

Maret 68 152.25 0 0 2.17 22

April 58 127 0 0 2.17 22

Mei 5 12.25 140 0 2.17 23

Juni 63 143.5 0 0 2.17 22

Juli 59 130.75 6 0 2.17 21

Agustus 64 140.25 12 0 2.17 23

September 44 95.75 40 0 2.17 21

Oktober 66 144.5 0 0 2.17 22

November 63 138.5 6 0 2.17 22

Desember 62 135.75 0 0 2.17 21

Jumlah 675 1490 208 0 2.17 261

(sumber : Balai Yasa)

Setelah seluruh data seperti jumlah produksi, loading time, down time, defect product, dan theoretical cycle time untuk mesin bubut. Data tersebut yang pada akhir digunakan untuk mencari nilai OEE.

Tabel 4. Hasil OEE Mesin Bubut

Bulan AV (%) PR (%) QR (%) OEE (%) Januari 97.23 98.85 100 96.11

Februari 100.00 99.25 100 99.25

(5)

81 Maret 100.00 96.92 100 96.92

April 100.00 99.10 100 99.10

Mei 8.05 88.57 100 7.13 Juni 100.00 95.27 100 95.27

Juli 95.61 97.92 100 93.62

Agustus 92.12 99.02 100 91.22

September 70.53 99.72 100 70.34

Bulan AV (%) PR (%) QR (%) OEE (%)

Oktober 100.00 99.11 100 99.11

November 95.85 98.71 100 94.61

Desember 100.00 99.11 100 99.11

Jumlah 87.75 98.31 100 86.26 (sumber: data perhitungan)

Dari hasil perhituingan di atas dapat dilihat kinerja perusahaan mengalami penurunaan dari tahun 2006 ke tahun 2007. Penurunaan tersebut terjadi disebabkan meningkatnya waktu downtime, terlihat pada penghitungan Overall Equipment Effectiveness. keseluruhan hasil pengolahan data dapat dianalisis bahwa:

Hasil selama 261 hari kerja efektif tingkat Availability sebesar 90.58 % , untuk Performance sebesar 98.48 % dan Quality 100 % sedangkan OEE tahunan mencapai 89.20 %. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa waktu downtime sangat tidak ada sehingga mengerjaan lini produksi hampir tercapai target yang diinginkan perusahaan .

KESIMPULAN

1. Dari hasil analisis dan pembahasan mesin bubut pada tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan nilai OEE perusahaan dari 87,75 % menjadi 74,58 %, penurunannya di bawah standar OEE world class. Penurunan tersebut disebabkan nilai Availability yang rendah.

2. Keterkaitan antara Autonomous Maintenance dengan Overall Equipment Effectiveness adalah pada perawatan dini yang dilakukan operator terhadap mesin, agar mesin tersebut bisa berfungsi dengan baik. Dengan kata lain autonomous maintenance merupakan langkah awal yang diharuskan oleh operator dengan cara melakukan pengecekan mesin sebelum mesin tersebut dioperasikan, sehingga dapat mengurangi six big losses dari mesin.

DAFTAR PUSTAKA

Andika , S., 2007, Analisis Kerugian Kerja Mesin dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness, Skripsi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND, Yogyakarta.

Benjamin S. Blanchard, 1995, Maintainability : A key to Effective Serviceability And Maintenance Management, A Willey – Interscience Publication New York.

Dal, B., Tugewell, P. and Greatbanks, R.,2000, Overall Equipment Effectiveness as a Measure of Operational Improvement : A Practical Analiysis, International Journal of Operationa &

Production Managemen, Vol 20, MCB University Press, Mancheste.

Hansen, R.C., 2001, Overall Equipment Effectiveness : Powerful Production/Maintenance Tool for Incrased Profits, First Edition, Industrial Press Inc., New York

Kaplan dan Norton, 1996, The Balanced Scorecard : Translating Strategi into Action, Havard business School Press, Boston

Nakajima, S., 1988, TPM Development Program, Productivity Press inc, Cambridge.

Suharto, 1991, Manajemen Perawatan Mesin, Rineka Cipta, Anggota IKAPI, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas V Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Selatan, analisis data perolehan hasil belajar peserta didik pada mata

Skripsi dengan judul “ Hubungan Self Efficacy dengan Kemandirian Alumni Santri Pondok Pesantren Modern Darul Hikmah Tulungagung (Studi Kasus di Desa Purwodadi Kecamatan

Berdasarkan pengambilan dan penganalisisan data yang telah didapatkan, maka hasil yang telah diperoleh ialah adanya pengaruh aspek feminisme radikal terhadap

Jika mesin akan dimatikan selama beberapa waktu atau jika perahu akan ditambatkan di air dangkal, motor tempel harus dimiringkan ke atas untuk melindungi baling-baling dan kotak

 The marginal product of labor adalah peningkatan output karena adanya tambahan satu lagi input labor, dengan menganggap input lain tetap.  Marginal product biasanya menurun

tidak boleh transparan). 3) Berdasi hitam dan memakai ikat pinggang warna hitam polos. 4) Sepatu pantofel warna hitam tanpa hak berkaus kaki putih 10cm diatas mata kaki. 5) Memakai

4.1 Mempraktikkan variasi dan kombinasigerak spesifik dalam berbagai permainan bola besar sederhana dan atau tradisional 3.2 Memahami kombinasi gerak spesifik. dalam

setting besar/kecilnya dengan cara mengencangkan atau mengendorkan screw adjuster flow control. Posisikan switch untuk solenoid valve solenoid spray head valve pada posisi