• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

Kebutuhan jagung saat ini mengalami peningkatan dapat dilihat dari segi produksi yang dimana permintaan pasar domestic ataupun internasional yang sangat besar untuk kebutuhan pangan dan pakan. Sehingga hal ini memicu para peneliti untuk menghasilkan varietas-varietas jagung yang lebih unggul guna lebih meningkatkan produktifitas serta kualitas agar persaingan di pasaran dapat lebih meningkat.

Selain untuk pangan dan pakan, jagung juga banyak digunakan industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri akan memberi nilai tambah bagi usahatani komoditas tersebut. Jagung merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak

(2)

2 goreng, margarin, dan formula makanan. Perkembangan ini juga membuat penelitian mengenai karakteristik ( fisik dan kimiawi ) semakin dinamis. Oleh karena itu penelitian yang terkait karakteristik terus dikembangkan, seperti halnya perilaku kadar air dan tingkat kekerasan biji jagung.

Jagung dengan varietas NK 22 dan Pioneer merupakan varietas yang saat ini sangat banyak ditanam oleh petani di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. kedua varietas tersebut tentunya memiliki keunggulan pada karakteristiknya masing-masing baik itu dari segi bentuk dan ukuran pada biji dan tongkol serta penampakan lainnya. Akan tetapi jika ditinjau dari karakteristik masing-masing kedua varietas ini belum terlalu banyak tersedia.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai karakteristik fisik dimana dalam hal ini untuk mengetahui perilaku tingkat kekerasan biji jagung selama pengeringgan lapisan tipis.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kekerasan dan kadar air biji jagung selama proses pengeringan lapisan tipis.

Keguanaan penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerhati (stakeholder) jagung, khusunya industri pengolahan biji jagung.

(3)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung ( Zea Mays L )

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.

Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim, 2011a)

Menurut Tjitrosoepomo, 1991 tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh

(4)

4 patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari (Anonim, 2011a).

Menurut Anonim, 2011a jika ditinjau dari bagaimana suatu kultivar ("varietas") jagung di buat maka dapat dilihat berbagai tipe kultivar jagung :

1. galur murni, merupakan hasil seleksi terbaik dari galur-galur terpilih 2. komposit, dibuat dari campuran beberapa populasi jagung unggul yang

diseleksi untuk keseragaman dan sifat-sifat unggul

3. sintetik, dibuat dari gabungan beberapa galur jagung yang memiliki keunggulan umum (daya gabung umum) dan seragam

4. hibrida, merupakan keturunan langsung (F1) dari persilangan dua, tiga, atau empat galur yang diketahui menghasilkan efek heterosis.

Diantara beberapa varietas tanaman jagung memiliki jumlah daun rata-rata 12 - 18 helai. Varietas yang dewasa dengan cepat mempunyai daun yang lebih sedikit dibandingkan varietas yang dewasa dengan lambat yang mempunyai banyak daun. Panjang daun berkisar antara 30 - 150 cm dan lebar daun dapat mencapai 15 cm. beberapa varietas mempunyai kecenderungan unutk tumbuh dengan cepat. Kecenderungan ini tergantung pada kondisi iklim dan jenis tanah ( Berger, 1962 ).

(5)

5 Batang tanaman jagung padat, ketebalan sekitar 2 – 4 cm tergantung pada varietasnya. Genetic memberikan pengaruh yang tinggi pada tanaman.

Tinggi tanaman yang sangat bervariasi ini merupakan karakter yang sangat berpengaruh pada klasifikasi karakter tanaman jagung (Singh, 1987).

Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson, 1991).

2.2. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut

menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan

(6)

6 organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap

banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib et al. 1988).

Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 1000C – 1020C sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).

Dalam mencegah keruskan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan. Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air selama penyimpanan (Wiliam, 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan daya hidupnya (Covanic, 1991).

Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau melepas uap air. Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5 hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim hujan. Untuk menghemat biaya (Negler et al. 1986).

(7)

7 Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah (b,b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan.

Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

... (1) Keterangan:

KA-bb = Kadar air basis basah (% bb) Wm = Berat air dalam bahan (g)

Wd = Berat bahan kering (g) Wt = Berat total (g)

kadar air basis kering (b,k) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

... (2) Keterangan:

KA-bk = Kadar air basis kering (% bk) Wm = Berat air dalam bahan (g) Wd = Berat bahan kering (g) Wt = Berat total (g)

(8)

8 Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani, 2011)

2.3. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara stimultan udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapakan air yang terdapat didalam bahan. Uap air yang berasal

dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan keudara kering (Pramono, 1993)

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama (Taib et al. 1988).

Disisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi, 1989).

Proses pengeringan pada umumnya digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau

(9)

9 debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung atau tikus dapat dihindari, selain itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier, 1988).

Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9-11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan (sutoro, 1988).

Pengeringan lapisan tipis dimaksudkan untuk mengeringkan produk sehingga pergerakan udara dapat melalui seluruh permukaan yang dikeringkan yang menghasilkan terjadinya penurunan kadar air dalam proses pengeringan. Pengeringan lapisan tipis merupakan suatu pengeringan yang dilakukan dimana bahan dihamparkan dengan ketebalan satu tipis (satu) (Sodha et al. 1987).

(10)

10 Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan oleh udara dengan suhu dan kelembaban tetap dan dapat menembus seluruh bahan yang dikeringkan.

Pada pengeringan lapisan tipis bidang pengeringan lebih besar dan ketebalan bahan dikurangi sehingga pengeringan berlangsung serentak dan merata ke seluruh bahan (Henderson et al. 1976).

Pengeringan lapisan tipis mempunyai beberapa kelebihan yaitu penanganan kadar air dapat dilakukan sampai minimum, biji dengan kadar air maksimum dapat dipanen dan periode pengeringan dapat lebih pendek untuk kadar air yang sama (Brooker, 1974).

2.4. Pengaruh Suhu Pengeringan Pada Proses Pengeringan

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat (Taib, G, et al. 1988).

Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energy panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin

cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir (Taib, G. et al. 1988).

Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengering, makin tinggi energy yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi

(11)

11 pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni permukaan bahan terlalu cepat kering. Sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan air bahan kepermukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan bahan (case hardering). Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang. Disamping itu penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya fisiologik biji-bijian/benih (Taib, G. et al. 1988)

2.5. Alat Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)

Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisis rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan udara panas dan uap air. Luas rak yang digunakan bermacam-macam. Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang akan dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran halus, maka lubangnya berukuran kecil. Selain alat pemanas udara, biasanya digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara setelah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan lebih dahulu kemudian dialirkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan (Taufiq, 2004)

2.6. Parameter Pengeringan

Menurut Brooker et al. (1974) bebrapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain :

(12)

12 a. Suhu udara pengering

Suhu udara pengeringan akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih singakat. Agar bahan uang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol terus menerus.

b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering

Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah maka semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan bahan yang akan dikeringkan.

c. Kecepatan aliran udara pengering

Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan yang akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan.

(13)

13 d. Kadar air bahan

Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung.

2.7. Tesktur

Tekstur merupakan penilaian keseluruhan terhadap bahan makanan yang dirasakan oleh mulut. Ini merupakan gabungan rangsangan yang berasal dari bibir, lidah, dinding rongga mulut, gigi bahkan termasuk juga telinga (Tranggono dan Sutardi, 1990).

2.7.1. Pengujian dan Pengukuran Tekstur

Tekstur merupakan atribut atau faktor penting dari kualitas yang menentukan kelayakan dari suatu bahan pangan, baik itu buah maupun sayuran. Walaupun demikian, tekstur bukanlah merupakan suatu atribut tunggal, tetapi merupakan sifat kolektif yang meliputi sifat-sifat biologis maupun mekanis dari suatu bahan pangan dan merupakan perwujudan dari analisis sensorik terhadap rasa dari bahan pangan itu di mulut konsumen (Abbott dan Harker, 2005).

(14)

14 Pengukuran tekstur telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam industri pangan, khususnya sebagai indikator dari aspek non-visual. Kemampuan dalam menguji dan mengukur

tekstur, memberikan keleluasaan bagi pihak industry untuk menetapkan standar kualitas baik itu dari segi pengepakan/pengemasan maupun penyimpanan (Abbott dan Harker, 2005).

Ada dua metode pengukuran tekstur yang sering digunakan.

Metode pertama adalah Evaluasi Sensorik (Sensory evaluation).

Pengujian ini dilakukan oleh sekelompok orang sebagai panelis yang bertugas untuk menguji dan merasakan tekstur dari produk atau bahan pangan tersebut. Metode yang kedua adalah Evaluasi dengan Instrumen/alat uji (Instrumental measurements) (Instron, 2006).

Terdapat tujuh macam prinsip pengukuran tekstur menurut Supratomo (2006), antara lain sebagai berikut :

1. Penekanan (Compression)

2. Ekstruksi, dapat digunakan untuk mengukur kekentalan pasta.

3. Puncture dan Penetration (ditusuk) 4. Ditarik (Tension)

5. Pemotongan dan Penggesekan (Cutting and Shearing) 6. Pematahan (Fracture and Bending)

7. Kelengketannya (Adhesion)

(15)

15 2.7.2. Metode Tekan

Metode tekan dapat digunakan untuk mengukur kekerasan sereal, roti yang segar, memar pada buah atau besar tekanan untuk mencegah memar, kekerasan tablet dan elastisitas surimi, dimana permukaan instrumen lebih besar dari permukaan benda yang ditekan.

2.7.3. Metode Tusuk

Puncture (metode tusuk) menggunakan jarum sifatnya merusak. Prinsip ini digunakan untuk mengukur kekerasan suatu bahan, dimana permukaan instrumen lebih kecil daripada permukaan benda. Bisa menyebabkan tekanan dan gesekan. Alatnya bisa berbentuk datar, kerucut (conical), lengkung (jari). Dapat digunakan untuk mengukur adonan biskuit (konsistensinya), dan tingkat kematangan buah (Supratomo, 2006).

Pada metode penusukan (puncture), probe ditekan oleh besaran gaya yang konstan untuk dapat menusuk sampel pada kedalaman dan waktu tertentu dan dalam keadaan yang ditetapkan sebelumnya. Besarnya gaya yang diperlukan untuk menusuk atau menerobos sampel menunjukkan derajat kekerasan (hardness), atau kesegaran (firmness) sampel tersebut. Metode ini digunakan untuk menguji kesegaran (firmness) pada buah-buahan, sayuran dan keju, menguji kekerasan (hardness) pada permen, coklat dan margarine, atau bloom test untuk gelatin.

(16)

16 Penelitian di Australia mengenai tingkat kekerasan biji jagung menunjukkan gaya yang dibutuhkan untuk mulai pecahnya jagung pada kelembaban yang berbeda berkisar 298,11-198,44 N untuk varietas Sc704 dan 321,67-218 N untuk varietas Dc370. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kedua varietas kekuatan pecah sangat tergantung pada kadar air. Untuk kurva kekuatan yang lebih besar diperlukan kadar air yang rendah untuk memecahkan butir.

Kekuatan pecah kecil di yang kadar airnya lebih tinggi dihasilkan dari fakta bahwa jagung tersebut mungkin memiliki tekstur yang lebih lembut pada kadar air tinggi. Begitu pula halnya dengan nilai energy yang diperoleh pada tingkat kekerasan berkisar 64,67-130,8 N.mm pada varietas Sc704 dan 72,71-80,33 N.mm pada varietas Dc370 (Alimardani dan seifi, 2010).

(17)

17 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penguji tingkat kekerasan produk hasil pertanian (Texture Analyzer - TA-XTPlus), alat pengeringan lapisan tipis (Tray Dryer model EH-TD-3000), oven, timbangan digital, kawat kasa, dan thermometer.

Bahan yang digunakan adalah jagung varietas NK 22 dan Pioneer yang diperoleh dari petani jagung di Kabupaten Takalar.

C. Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati meliputi:

 Berat sampel jagung setiap selang satu jam pengeringan

 Tingkat kekerasan sampel pada pengeringan jam ke 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13,

16, 19, 22, 25 dan 28.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut 1. Pengambilan sampel jagung di lapangan

a. Mengidentifikasi kebun jagung yang telah siap panen di Kabupaten Takalar

b. Melakukan pemanenan jagung langsung di kebun petani terkait.

(18)

18 c. Memilih lima tongkol jagung dari tiap-tiap varietas Pioneer dan NK 22

untuk dijadikan sample

d. Sample dibawah ke lab Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin 2. Penyiapan sample di laboratorium

a. melakukan pemipilan pada tongkol jagung secara manual dan mengambil biji yang memiliki ukuran yang hampir sama untuk masing-masing varietas.

b. Biji jagung terpilih sebagai sampel kemudian dibersihkan dengan cara menggosok di antara telapak tangan sehingga biji jagung benar-benar bersih dari sisa-sisa tongkol.

c. Biji yang telah dibersihkan tersebut kemudian diletakkan dalam kasa sehingga membentuk lapisan tipis (satu lapis, posisi biji tidak bertumpuk). Satu varietas ditempatkan dalam dua kasa. Setiap kasa berisi sekitar 70 biji jagung.

3. Penentuan sample

a. Menyiapkan empat buah kawat kasa (ukuran kisi sekitar 0.5 x 0.5 cm) dengan ukuran sekitar 10 cm x 20 cm yang digunakan sebagai wadah sampel jagung selama proses pengeringan..

b. Keempat wadah kasa dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama digunakan untuk sampel (Pioneer dan NK22) yang akan dianalisis tingkat kekerasannya. Sedangkan kelompok lainnya disiapkan untuk pengamatan penurunan berat sampel (Pioneer dan NK22) sepanjang proses pengeringan.

(19)

19 c. Kasa kelompok pertama diberi label sampel analisis, sedangkan kasa

kelompok kedua sampel tanpa analisis.

d. Sebelum pengeringan dimulai, kasa yang telah diberikan sample Pioneer dan NK 22 tanpa analisis di timbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui berat awalnya. Penimbangan serupa dilakukanpada setiap selang waktu pengeringan satu jam sampai berat sampel konstan. Suhu pengeringan ditetapkan sebesar 470C dengan dua tingkat kecepatan udara yakni 1.0 m/s dan 1.5 m/s.

e. Tingkat kekerasan biji diukur pada selang waktu pengeringan jam ke 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan 28 (gambar 1). Sebelum sampel dikeringkan,tingkat kekerasan (F:Gaya, P:Tekanan, E:Energi) juga diukur dan ditetapkan sebagai tingkat kekerasan awal sampel.

f. Secara grafik disain penelitian ini disajikan pada Gambar-1 berikut.

Gambar 1: Grafik skenario pengukuran tingkat kekerasan sampel (F, P dan E)

1 2 3 5 7 9 11 13 16 19 22 25 28 Waktu

KA. BK, KA. BB

(20)

20 4. Proses Pengeringan

a. Menyiapkan alat Tray Drier

b. Menstabilkan suhu alat pengering pada suhu 47oC sekitar satu jam c. Setelah suhu alat pengering stabil, kecepatan udara pengeringan diatur

untuk mendapatkan kecepatan udara sesuai dengan target perlakuan, yakni 1.0 m/s dan 1.5 m/s. Untuk penentuan kecepatan ini digunakan alat Anemometer.

d. Untuk menjaga agar sample tidak berinteraksi dengan udara lingkungan pada saat pengeringan diistirahatkan untuk pengukuran tingkat kekerasan sampel, maka sample (P1) dimasukkan kedalam plastik kedap udara dan disimpan di dalam desikator sebelum pengukuran dimulai.

e. Keseluruhan kasa tersebut dimasukkan kedalam alat pengering Tray Drier secara bersamaan.

f. Untuk sample tanpa Analisis Pioneer dan NK 22 ditimbang tiap jam sampai beratnya konstan

g. Untuk pengujian tingkat kekerasan diambil 6 biji jagung pada sample analisis Pioneer dan Analisis NK 22 dan diukur tingkat kekerasananya pada setiap selang waktu 1 jam, 2 jam dam 3 jam.

h. Setelah berat sampel tanpa analisis konstan, sample dimasukkan kedalam oven selama 72 jam pada suhu 1050C untuk mendapatkan berat keringnya. Informasi berat sample pada setiap selang waktu pengamatan dan berat kering digunakan untuk menentukan kadar air biji jagung.

(21)

21 5. Proses uji tingkat kekerasan

a. Menyiapkan alat Texture Analyzer

b. Memasang Probe dengan model sms P/2 yang berdiameter 3.25 mm untuk metode tusuk (puncture).

c. Meletakkan biji jagung diatas penopang Texture Analyzer d. Pengukuran tingkat kekerasan pada sampel.

E. Analisis dan Penyajian Data (Pengolahan Data)

Berdasarkan berat sampel pada setiap jam pengeringan dan berat kering sampel (berat setelah oven), kadar air sampel dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

a. Kadar Air Basis Basah (KA. BB)

KA.BB = x 100 % ... (3) Dimana : m = kadar air basis basah (%)

A = berat awal (g) B = berat akhir (g) b. Kadar Air Basis Kering (KA. BK)

KA. BK = x 100 % ... (4) Dimana : m = kadar air basis kering (%)

A = berat awal (g) B = berat akhir (g)

c. Tingkat kekerasan biji direpresentasikan dengan nilai Gaya, Tekanan dan Energi yang dibutuhkan untuk meretakkan biji jagung. Ketiga paratemer ini dihitung dengan rumus-rumus berikut:

 F = langsung diperoleh dari hasil pengujian

(22)

22

 P = F/A ... (5)

Dimana : A adalah luas permukaan probe yang digunakan pada saat pengujian pada alat Texture Analyzer yaitu :

dimana

 Energi

... (6) dimana nilai F (N) dan S (mm) diperoleh langsung dari proses pengukuran. Faktor 0.5 digunakan mengingat gerakan F terhadap S yang membentuk bidang segitiga.

(23)

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air

Hasil pengukuran kadar air basis basah dan kadar air basis kering untuk kedua varietas jagung yang digunakan pada kedua level perlakuan kecepatan udara disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Laju kadar air basis kering Biji Jagung Varietas Pioneer dan NK 22 Pada Keceptan (v=1m/s dan v=1.5m/s) Terhadap Waktu Pengeringan

Waktu Pengeringan

KA. BK (%) PIONEER

(P1)

KA.BK (%) NK 22

(P1)

KA. BK (%) PIONEER

(P2)

KA. BK (%) NK 22

(P2)

0 68 71.6 93.0 57.7

1 57.9 60.6 65.9 49.5

2 51.2 53.3 48.0 44.5

3 44.8 45.7 36.4 40.6

5 38.0 37.2 24.1 34.6

7 32.7 30.8 17.0 28.0

9 28.4 25.9 15.0 24.4

11 23.5 20.8 13.6 21.7

13 20.7 18.1 12.7 19.6

16 17.7 15.4 11.9 16.6

19 14.7 13.1 11.4 15.3

22 13.3 12.0 10.9 14.2

25 12.3 11.3 10.8 13.3

28 11.6 10.8 10.6 12.6

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kadar air awal basis kering biji jagung varietas pioneer (P1) adalah 68 % dan kadar air basis kering akhir adalah 11.6 %. Rata-rata kadar air basis kering awal untuk biji jagung varietas NK 22 (P1) adalah 71.6% dan kadar air basis kering akhir adalah 10.8%.

Rata-rata kadar air awal pioneer (P2) adalah 93.0% dan kadar air basis kering akhir adalah 10.6%. Rata-rata kadar air awal biji jagung varietas NK 22 (P2)

(24)

24 adalah 57.7% dan kadar air basis kering akhir adalah 12.6%. Dari tabel diatas juga terlihat penurunan kadar air seiring dengan variasi waktu yang digunakan selama pengeringan.

Untuk melihat pola penurunan kadar air basis kering ke dua sampel jagung yang digunakan untuk kedua level perlakukan kecepatan udara pengeringan, maka Tabel 1 di atas dikonversi kedalam bentuk grafik berikut:

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

0 5 10 15 20 25 30

Kadar Air. BK %

Waktu Pengeringan (jam) Pioneer Perlakuan 1 NK 22 Perlakuan 1 Pioneer Perlakuan 2 NK 22 Perlakuan 2

Gambar 2.Pola perubahan kadar air basis kering sepanjang waktu pengeringan (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s)

Dari Gambar 2 diatas nampak bahwa pemilihan jam pengamatan 0, 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan 28 cukup memberikan gradasi kadar air yang cukup memadai untuk pengamatan tingkat kekerasan biji jagung sejalan dengan perubahan kadar air selama pengeringan lapisan tipis. Gambar ini juga mempertegas bahwa jagung Pioneer yang digunakan pada perlakukan P2

(v=1m/s) (v=1m/s)

(v=1.5m/s) (v=1.5m/s)

KA. BK (%)

(25)

25 memiliki penurunan kadar air yang sangat tidak signifikan. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, hal ini disebabkan oleh biji jagung tersebut yang sebenarnya belum siap panen.

B. Gaya

Hasil pengukuran terhadap gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 2 dan 3 berikut.

Tabel 2. Hubungan antara gaya dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.0 m/s

Jam

KA. BK (%) Pioneer

(P1)

F (N) Pioneer

(P1)

KA. BK (%) NK 22

(P1)

F (N) NK 22

(P1)

0 68.0 64.3078 71.6 64.8802

1 57.9 66.0804 60.6 65.0796

2 51.2 90.4612 53.3 81.9834

3 44.8 104.2800 45.7 94.3318

5 38.0 135.8598 37.2 134.1338

7 32.7 129.3332 30.8 142.3700

9 28.4 149.6918 25.9 127.2586

11 23.5 168.9640 20.8 178.9354

13 20.7 191.4222 18.1 174.5106

16 17.7 146.8922 15.4 230.6442

19 14.7 182.1788 13.1 249.8864

22 13.3 201.2598 12.0 158.0668

25 12.3 214.6258 11.3 229.0476

28 11.6 228.0788 10.8 187.8324

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

(26)

26 Tabel 3. Hubungan antara gaya dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer

dan NK 22 pada v=1.5 m/s Jam

KA. BK (%) Pioneer

(P2)

F (N) Pioneer

(P2)

KA. BK (%) NK 22

(P2)

F (N) NK 22

(P2)

0 93.0 24.8948 57.7 62.7820

1 65.9 52.6938 49.5 91.6646

2 48.0 57.5410 44.5 96.5746

3 36.4 58.5808 40.6 101.5370

5 24.1 61.9284 34.6 128.2666

7 17.0 74.0140 28.0 151.8780

9 15.0 96.0274 24.4 181.4710

11 13.6 91.7440 21.7 182.2344

13 12.7 92.3240 19.6 177.0924

16 11.9 81.3444 16.6 207.8998

19 11.4 86.6360 15.3 225.5570

22 10.9 79.6062 14.2 242.2378

25 10.8 94.6846 13.3 233.4964

28 10,6 78.8902 12.6 206.6680

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air bahan sangat berpengaruh terhadap kekuatan sampel. Gaya yang dibutuhkan berkisar antara sekitar 60 N pada tahap awal hingga sekitar 250 N pada kadar air sekitar 14%

basis kering. Hasil yang di peroleh didalam penelitian ini untuk nilai gaya tidak jauh berbeda dari hasil penelitian yang diperoleh dari Faculty of Agricultural Engineering and Technology, College of Agricultural and Natural Resources, University of Tehran (Alimardani dan seifi, 2010) dengan nilai gaya sebesar 198,44 N pada akhir pengeringan.

Untuk memperjelas pola perubahan kekerasan biji jagung akibat adanya perubahan kadar air, Tabel 2 dan 3 di atas kemudian digrafikan yang hasilnya disajikan pada Gambar 3 berikut.

(27)

27

0 50 100 150 200 250 300

0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%

F (N)

KA. BK

GAYA

F (N) Pioneer perlakuan 1 F (N) NK 22 Perlakuan 1 F (N) Pioneer Perlakuan 2 F (N) NK 22 Perlakuan 2

Gambar 3. Hubungan tingkat kekerasan (Gaya, F) dengan kadar air basis kering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s).

Pada gambar di atas, sekali lagi nampak bahwa Pioneer dengan perlakuan P2 memiliki tingkat kekerasan yang sangat rendah kalaupun kadar airnya telah mendekati kadar air kesetimbangan. Hal ini semakin memperjelas bahwa sampel ini kemungkinan besar belum matang atau belum siap panen.

Dapat dilihat juga pada perubahan repture point yang dihasilkan, dimana pada moving breaks ini akan lebih memberikan hasil yang lebih informative. Dapat dilihat pada tabel berikut :

(v=1m/s) (v=1m/s)

(v=1.5m/s) (v=1.5m/s)

(28)

28 Tabel 4. Hubungan antara jam pengeringan dengan repture point gaya biji

jagung varietas NK 22 dan Pioneer pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s)

Sember : Data primer setelah diolah, 2012

Pada tabel diatas dapat dilihat perubahan repture point gaya selama selang waktu pengeringan masing-masing varietas pada ke dua level kecepatan udara (v=1 m/s dan v=1.5 m/s). dimana perubahan yang terjadi begitu signifikan pada moving breaks energy varietas pioneer dan NK 22 kecepatan udara (v=1 m/s) dan NK 22 kecepatan udara (v=1.5 m/s) meskipun mengalami perubahan naik dan turun. Sedangkan perubahan yang terjadi pada moving breaks untuk varietas pioneer pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) begitu kecil atau tidak signifikan dengan perubahan-perubahan yang lainnya.

Hal ini diakibatkan oleh jagung yang masih begitu muda atau belum siap panen.

Jam

Repture point F (N) Pioneer

(P1)

Repture point F (N) NK 22

(P1)

Repture point F (N) Pioneer

(P2)

Repture point F (N) NK 22

(P2)

0 - - - -

1 73.62 70.65 45.0432 83.6737

2 86.94 80.46 56.2719 96.5921

3 110.20 103.48 59.3501 108.7927

5 123.16 123.61 64.8411 127.2272

7 138.29 134.59 77.3233 153.8719

9 149.33 149.52 87.2618 171.8611

11 170.03 160.23 93.3651 180.2659 13 169.09 194.70 88.4708 189.0755 16 173.50 218.35 86.7681 203.5164 19 176.78 212.87 82.5289 225.2315 22 199.35 212.33 86.9756 233.7637 25 214.65 191.65 84.3937 227.4674 28 221.35 208.44 86.7874 220.0822

(29)

29 Untuk memperjelas pola perubahan repture point selama selang waktu pengeringan, tabel 4 diatas kemudian digrafikkan yang hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4. Repture Point gaya varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1 m/s)

Gambar 5. Repture Point gaya varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s).

0 50 100 150 200 250

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s)

repture point F (N) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s)

KA. BK (%)

Waktu Pengeringan (Jam)

Repture Point F(N)

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 KA. BK (%) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Rapture point F (N) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point F(N)

(30)

30 Gambar 6. Repture Point gaya varietas NK. 22 terhadap selang waktu

pengeringan pada level kecepatan udara (v=1 m/s).

Gambar 7. Repture Point gaya varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s).

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Rapture point F (N) perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point F(N)

0 50 100 150 200 250

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK 22 perlakuan 1 (v=1m/s)

Repture point F (N) NK 22 perlakuan 1 (v=1m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point F(N)

(31)

31 Dapat dilihat pada gambar 5 diatas yang lebih memperjelas bahwa pola perubahan gaya yang terjadi pada varietas Pioneer perlakuan P2 (v=1.5m/s) sangat rendah atau dapat dikatakan bahwa jagung tersebut belum siap panen.

C. Tekanan

Hasil perhitungan terhadap tekanan yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 5 dan 6 berikut.

Tabel 5. Hubungan antara tekanan dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.0 m/s

Jam

KA. BK (%) Pioneer

(P1)

P (k/Ps) Pioneer

(P1)

KA. BK (%) NK 22

(P1)

P (k/Ps) NK 22 (P1)

0 68.0% 7755.81 71.6% 7824.85

1 57.9% 7969.60 60.6% 7848.89

2 51.2% 10910.03 53.3% 9887.57

3 44.8% 12576.64 45.7% 11376.84

5 38.0% 16385.31 37.2% 16177.14

7 32.7% 15598.17 30.8% 17170.47

9 28.4% 18053.51 25.9% 15347.96

11 23.5% 20377.82 20.8% 21580.42

13 20.7% 23086.38 18.1% 21046.77

16 17.7% 17715.86 15.4% 27816.74

19 14.7% 21971.59 13.1% 30137.43

22 13.3% 24272.84 12.0% 19063.57

25 12.3% 25884.84 11.3% 27624.18

28 11.6% 27507.34 10.8% 22653.44

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

(32)

32 Tabel 6. Hubungan antara tekanan dengan KA. BK biji jagung varietas

Pioneer dan NK 22 pada v=1.5 m/s

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Mengingat besaran Tekanan diperoleh melalui formula Gaya dibagi dengan luas penampang probe yang digunakan dimana luas permukaan probe ini konstan, maka pola perubahan tekananpun akan sama dengan pola perubahan Gaya seperti diasjikan sebelumnya. Gambar 8 berikut menunjukkan kesamaan pola ini. Hal yang perlu ditegaskan disini adalah, tekanan yang

dibutuhkan untuk memecahkan jagung sampel bervariasi dari sekitar 7.500 kPa pada awal pengeringan sampai dengan sekitar 30.000 kPa pada

tahap-tahap akhir pengeringan.

Jam

KA. BK (%) Pioneer

(P2)

P (kPs) Pioneer

(P2)

KA. BK (%) NK 22

(P2)

P (kPs) NK 22

(P2)

0 93.0 3002.425659 57.7 7571.793615

1 65.9 6355.110994 49.5 11055.16602

2 48.0 6939.705273 44.5 11647.33426

3 36.4 7065.109863 40.6 12245.82218

5 24.1 7468.845589 34.6 15469.53303

7 17.0 8926.423699 28.0 18317.17484

9 15.0 11581.33946 24.4 21886.2247

11 13.6 11064.74202 21.7 21978.2942

13 12.7 11134.69265 19.6 21358.14571

16 11.9 9810.503147 16.6 25073.65771

19 11.4 10448.69408 15.3 27203.19602

22 10.9 9600.868353 14.2 29214.97607

25 10.8 11419.3917 13.3 28160.72363

28 10.6 9514.515509 12.6 24925.09705

(33)

33 Gambar 8. Hubungan tingkat kekerasan (Tekanan, P) dengan kadar air basis

kering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s).

Dapat dilihat hasil perhitungan repture point masing-masing varietas

terhadap selang waktu pengeringan pada ke dua level kecepatan udara ( v=1m/s dan v= 1.5m/s) disajikan pada tabel 7 berikut :

Tabel 7. Hubungan antara repture point tekanan dengan selang waktu

pengeringan biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s)

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

0.00 5000.00 10000.00 15000.00 20000.00 25000.00 30000.00 35000.00

0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%

P(N/m^2)

KA. BK

TEKANAN

P(N/m^2) Pioneer Perlakuan 1 P(N/m^2) NK 22 Perlakuan 1 P(N/m^2) Pioneer Perlakuan 2 P(N/m^2) NK 22 Perlakuan 2

(v=1m/s)

(v=1m/s) (v=1.5m/s) (v=1.5m/s)

Jam

repture point P (k/Ps) Pioneer

(P1)

repture point P (k/Ps)

NK 22 (P1)

repture point P (k/Ps)

Pioneer (P2)

repture point P (k/Ps)

NK 22 (P2)

0 - - - -

1 8878.48 8520.44 5432.41 10091.43

2 10485.42 9704.44 6786.64 11649.44

3 13290.66 12480.52 7157.89 13120.90 5 14853.37 14908.15 7820.13 15344.18 7 16679.00 16231.86 9325.54 18557.64 9 18009.83 18032.95 10524.17 20727.23 11 20505.91 19325.05 11260.26 21740.89 13 20393.36 23481.31 10669.98 22803.37 16 20924.61 26333.65 10464.63 24545.00 19 21320.10 25672.58 9953.36 27163.94 22 24043.09 25608.39 10489.65 28192.97 25 25888.34 23113.73 10178.26 27433.60 28 26696.09 25138.81 10466.95 26542.91

(34)

34 Pada tabel diatas dapat dilihat pola perubahan repture point yang dihasilkan selama selang waktu pengeringan yang dimana pola perubahan yang dihasilkan sama dengan pola perubahan gaya karena besaran tekanan diperoleh melalui formula gaya dibagi dengan luas penampang probe yang digunakan seperti yang telah dijelaskan pada tabel 5 dan 6 sebelumnya.

Gambar 9, 10, 11 dan 12 berikut akan menunjukkan kesamaan pola tersebut.

Namun yang perlu diketahui bahwa perubahan repture point yang dihasilkan berkisar 5400 k/Ps pada awal pengeringan sampai dengan 26600 k/Ps pada tahap-tahap akhir pengeringan. Dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut.

Gambar 9. Repture point tekanan varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0m/s)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point P (k/Ps) perlakuan 1 (v=1m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point P (k/Ps)

(35)

35 Gambar 10. Repture point tekanan varietas pioneer terhadap selang waktu

pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5m/s)

Gambar 11. Repture point tekanan varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0m/s)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point P(k/Ps) perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point P (k/Ps)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point P(k/Ps) NK.

22 perlakuan 1 (v=1m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point P (k/Ps)

(36)

36 Gambar 12. Repture point tekanan varietas NK. 22 terhadap selang waktu

pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5m/s)

Pada gambar 10 terlihat jelas pola perubahan repture point tekanan yang terjadi pada biji jagung varietas Pioneer perlakuan 2 pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) sangat tidak signifikan. Hal ini semakin memperjelas bahwa biji jagung varietas Pioneer perlakuan 2 pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) belum matang atau belum siap panen.

D. Energi

Hasil perhitungan energi yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 8 dan 9 berikut.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point P(k/Ps) perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point P (k/Ps)

(37)

37 Tabel 8. Hubungan antara energi dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer

dan NK 22 pada v=1.0 m/s

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Tabel 9. Hubungan antara energi dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.5 m/s

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Jam

KA BK (%) PIONEER

(P1)

E (Nm) Pioneer

(P1)

KA BK (%) NK 22

(P1)

E (Nm) NK 22

(P1)

0 68.0 0.0401388 71.6 0.0372121

1 57.9 0.0375564 60.6 0.0386551

2 51.2 0.0553941 53.3 0.0427722

3 44.8 0.0659882 45.7 0.0496797

5 38.0 0.0694167 37.2 0.0723563

7 32.7 0.0659118 30.8 0.0671524

9 28.4 0.0839054 25.9 0.0513319

11 23.5 0.0619940 20.8 0.0794375

13 20.7 0.0810945 18.1 0.0692600

16 17.7 0.0500332 15.4 0.1088397

19 14.7 0.0673589 13.1 0.1278382

22 13.3 0.0823298 12.0 0.0595747

25 12.3 0.0922265 11.3 0.0978977

28 11.6 0.1040805 10.8 0.0811423

Jam

KA BK (%) Pioneer

(P2)

E (Nm) Pioneer

(P2)

KA BK (%) NK 22

(P2)

E (Nm) NK22

(P2)

0 93.0 0.017969452 57.7 0.035607276

1 65.9 0.027726111 49.5 0.05163131

2 48.0 0.02837624 44.5 0.056639344

3 36.4 0.021069062 40.6 0.056329418

5 24.1 0.016979919 34.6 0.069179243

7 17.0 0.018711782 28.0 0.078990063

9 15.0 0.022103602 24.4 0.087932785

11 13.6 0.03175675 21.7 0.086574901

13 12.7 0.024859057 19.6 0.070656509 16 11.9 0.023636942 16.6 0.087840884 19 11.4 0.027120121 15.3 0.120479869

22 10.9 0.02352364 14.2 0.142594803

25 10.8 0.026296493 13.3 0.107982352 28 10.6 0.022308997 12.6 0.083203218

(38)

38 Dari Tabel 8 dan 9 dapat diketahui bahwa energi yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung sampel berkisar antara 0.035 Nm sebelum pengeringan dan 0.143 Nm pada tahap akhir pengeringan. Hasil yang di peroleh didalam penelitian ini untuk nilai energy tidak jauh berbeda dari hasil penelitian yang diperoleh dari Faculty of Agricultural Engineering and Technology, College of Agricultural and Natural Resources, University of Tehran (Alimardani dan seifi, 2010) dengan nilai energy sebesar 130.8 N.mm atau 0.1308 Nm pada akhir pengeringan.

Pola perubahan energi sepanjang pengeringan atau selama perubahan kadar air (basis kering) disajikan pada Gambar 13 berikut. Pola yang ditunjukkan relatif sama dengan dengan pola sebaran Gaya dan Tekanan pada Gambar 3 dan 8.

0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000 0.1200 0.1400 0.1600

0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%

Energi, Nm

Kadar air basis kering

Nilai (E) terhadap KA. BK

PIONEER ANALISIS 1 NK 22 ANALISIS 1 PIONEER ANALISIS 2 NK 22 ANALISIS 2

Gambar 13. Hubungan tingkat kekerasan (Energi, E) dengan kadar air basiskering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s).

(v=1m/s) (v=1m/s)

(v=1.5m/s) (v=1.5m/s)

(39)

39 Dapat dilihat juga pada perubahan repture point yang dihasilkan yang dimana pada moving breaks ini akan lebih memberikan hasil yang lebih informative. Dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Hubungan antara jam pengeringan dengan repture point energy pada biji jagung varietas NK 22 dan Pioneer pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s)

S

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Pada tabel diatas dapat dilihat perubahan repture point energy selama selang waktu pengeringan masing-masing varietas pada ke dua level kecepatan udara (v=1 m/s dan v=1.5 m/s) dimana perubahan yang terjadi begitu signifikan pada moving breaks energy varietas pioneer dan NK 22 kecepatan udara (v=1 m/s) dan NK 22 kecepatan udara (v=1.5 m/s) meskipun mengalami perubahan naik dan turun pada akhir-akhir pengamatan.

Jam

Repture Point E (Nm) Pioneer

(P1)

Repture point E (Nm)

NK 22 (P1)

Repture Point E (Nm) Pioneer

(P2)

Repture Point E(Nm) NK 22

(P2)

0 - - - -

1 0.04436 0.0395465 0.0246906 0.0479593 2 0.05298 0.0437023 0.0257238 0.0548667 3 0.06360 0.0549360 0.0221417 0.0607160 5 0.06711 0.0630628 0.0189203 0.0681662 7 0.07308 0.0636135 0.0192651 0.0787007 9 0.07060 0.0659739 0.0241907 0.0844992 11 0.07566 0.0666765 0.0262398 0.0817214 13 0.06437 0.0858457 0.0267509 0.0816908 16 0.06616 0.1019793 0.0252054 0.0929924 19 0.06657 0.0987509 0.0247602 0.1169719 22 0.08064 0.0951035 0.0256468 0.1236857 25 0.09288 0.0795382 0.0240430 0.1112601 28 0.09815 0.0895200 0.0243027 0.0955928

(40)

40 Sedangkan perubahan yang terjadi pada moving breaks untuk varietas pioneer pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) begitu kecil atau tidak signifikan dengan perubahan-perubahan yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh jagung yang belum matang atau belum siap panen.

Untuk memperjelas pola perubahan repture point selama selang waktu pengeringan, tabel 10 diatas kemudian digrafikkan yang hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 14. Repture point energy varietas Pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0 m/s)

Gambar 15. Repture point energy varietas Pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s)

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) repture point E (Nm) perlakuan 1 (v=1m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point E (Nm)

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point E (Nm) perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point E (Nm)

(41)

41 Gambar 16. Repture point energy varietas NK. 22 terhadap selang waktu

pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0 m/s)

Gambar 17. Repture point energy varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s)

E. Pola Perubahan Tingkat Kekerasan (F, P dan Energi)

Dari Gambar 3, 8 dan 13 nampak jelas bahwa pola perubahan tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer dan NK22 pada perlakukan P1 dan NK22 pada perlakuan P2 relatif sama, overlapping satu dengan lainnya. Varietas

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point E (Nm) perlakuan 1 (v=1m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point E (Nm)

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point E (Nm) perlakuan 2 (v=1.5m/s)

Waktu Pengeringan (Jam)

KA. BK (%) Repture Point E (Nm)

(42)

42 Pioneer dengan perlakuan P2 memiliki penyimpangan pola yang disinyalir sebagai akibat dari waktu panen yang kurang tepat. Berdasarkan fakta ini, maka nilai tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer (P1) dan NK22 (P1 dan P2) dirata-ratakan yang hasilnya disajikan pada Tabel 11.

Berdasarkan Tabel 11, pola perubahan tingkat kekerasan sampel jagung yang diteliti digrafikkan sebagaimana disajikan pada Gambar 18.

Fasilitas trendline yang ada pada MS-Excel kemudian digunakan untuk mengetahui pola perubahannya. Hasilnya menunjukkan bahwa pola exponential seperti yang disajikan pada masing-masing grafik relatif sesuai untuk merepresentasikan perubahan tersebut, dengan R2 yang relatif baik.

Tabel 11. Rata-rata Gaya, Tekanan dan Energi untuk seluruh sampel vs.

KA. BK Jam RATA-RATA

KA. BK

RATARATA F (N)

RATA-RATA P (kPs)

RATARATA E (Nm)

0 65.8% 63.990 7717.484 0.038

1 56.0% 74.275 8957.885 0.043

2 49.7% 89.673 10814.978 0.052

3 43.7% 100.050 12066.435 0.057

5 36.6% 132.753 16010.661 0.070

7 30.5% 141.194 17028.604 0.071

9 26.2% 152.807 18429.233 0.074

11 22.0% 176.711 21312.179 0.076

13 19.5% 181.008 21830.433 0.074

16 16.6% 195.145 23535.419 0.082

19 14.4% 219.207 26437.405 0.105

22 13.2% 200.521 24183.797 0.095

25 12.3% 225.723 27223.249 0.099

28 11.6% 207.526 25028.624 0.089

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

(43)

43 Gambar 18. Pola perubahan tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer dan NK22.

y = 34755e-2.335x R² = 0.9893

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Rata-rata P (k/Ps) vs KA.bk

RATA-RATA P (k/Ps)

KA. BK P (k/Ps)

y = 0.1163e-1.688x R² = 0.9437

0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000 0.1200

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Rata-rata E (Nm) vs KA.bk

RATA-RATA E (Nm)

KA. BK E (Nm)

y = 288.18e-2.335x R² = 0.9893

0 50 100 150 200 250

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Rata-rata F (N) vs KA.bk

RATA-RATA F (N)

KA. BK F (N)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tingkat pengetahuan ibu yang kurang tentang pemberian ASI mengakibatkan bayi lebih sering diberi susu botol dari pada disusui ibunya, dan sikap ibu yang salah

Hilangnya statu Persero dari ketiga BUMN tambang tersebut yang diributkan dan mendapatkan banyak kritikan dari berbagai pihak, menurut penulis secara hukum

Dengan customer retention marketing Tokopedia dapat mengoptimalkan fungsinya dalam memberikan pelayanan prima (service excellence) yang tak terduga dan tak

Tipe paling umum dari mesin ini adalah mesin pembakaran dalam putaran empat stroke yang membakar bensin. Pembakaran dimulai oleh sistem ignisi yang membakaran spark

Sesuai dengan kebutuhan sebelumnya untuk mendapatkan data secara real time status karyawan, pada sistem absensi yang baru, terdapat tampilan tabel yang berisikan

Sedangkan sifat entertainment dan relax digunakan untuk mengolah wujud dan suasana ruang dalam dan ruang luar pada bioskop, sehingga redesain bioskop Mataram mampu

c) Kelompok muslim Arab di Mekkah, Madinah, dan Irak d) Kelompok Muslim yang saleh, baik Arab maupun Non Arab. Karena carut marut pemerintahan Dinasti Umayyah yang seperti

beban pajak kini terhadap profitabilitas pada perusahaan perbankan yang. terdaftar di BEI