PROFIL DAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RSUD dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE
JANUARI-DESEMBER 2020 SKRIPSI
OLEH:
MEGA DAMAYANTI NIM 171501025
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil dan Rasionalitas Penggunaan Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan Periode Januari-Desember 2020”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Salah satu parameter rasionalitas suatu resep adalah tidak adanya masalah terkait obat. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui profil dan rasionalitas penggunaan antihipertensi di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari- Desember 2020.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm., Klin., Apt., dan Ibu Dra. Peri, Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus, dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Bapak Prof. Dr. Wiryanto, M.S., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ibunda Mispahwati dan Ayahanda Alm. Wagirun, serta abang Budi Anto dan kakak Tantri Amelia
atas do’a, dukungan dan pengorbanan baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hari, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, 27 September 2021 Penulis,
Mega Damayanti NIM. 171501025
PROFIL DAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RSUD dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2020 ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antihipertensi yang tidak tepat akan mengakibatkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas kardiovaskular.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan periode Januari-Desember 2020.
Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2021 dengan metode deskriptif retrospektif cross sectional, data diperoleh dari rekam medis pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari- Desember 2020. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, persentase dan nilai rata-rata berdasarkan karakteristik pasien, karakteristik terapi, dan rasionalitas penggunaan antihipertensi yang meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 160 data rekam medis pasien hipertensi rawat jalan yang dianalisis diketahui mayoritas pasien adalah perempuan (68,12%) berusia ≥60 tahun (55,63%). Antihipertensi yang paling banyak diresepkan adalah jenis obat generik (78,96%), yaitu Amlodipin-Valsartan (36,09%) yang diberikan secara kombinasi (68,12%). Tingkat rasionalitas penggunaan antihipertensi berdasarkan pedoman Kemenkes RI (2011) meliputi kriteria tepat indikasi 100%, tepat pasien 100%, tepat dosis 100%, tepat obat 99,38%, dan waspada terhadap efek samping 100%.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari-Desember 2020 mayoritas adalah perempuan berusia ≥60 tahun. Antihipertensi yang paling banyak diresepkan adalah jenis obat generik, yaitu Amlodipin-Valsartan yang diberikan secara kombinasi, dan rasionalitas penggunaan antihipertensi sebagian besar sudah rasional.
Kata kunci: antihipertensi, profil, kerasionalan, rawat jalan
PROFILE AND RATIONALITY THE USE OF ANTIHYPERTENSIVE IN OUTPATIENT HYPERTENSION PATIENTS AT RSUD dr. PIRNGADI
MEDAN CITY PERIOD JANUARY-DECEMBER 2020 ABSTRACT
Background
:
Inappropriate use of antihypertensives will result in cardiovascular mortality and morbidity.Purpose: To find out the profile and rationality the use of antihypertensive in outpatient hypertension patients at RSUD dr. Pirngadi Medan City period January-December 2020.
Methods: This study was conducted on the month Maret-Juni 2021 by retrospective descriptive method, using from the medical records of outpatient hypertension patients at RSUD dr. Pirngadi Medan City period January-December 2020. The data obtained are presented in tabular form, percentages and average values are based on patient characteristics, therapeutic characteristics, and rationality for the use of antihypertensives which include right patient, right indication, right drug, right dose, and alert for side effects.
Results: The results showed that from 160 medical records of analyzed hypertension outpatients the majority of patients were women (68.12%) aged ≥60 years (55.63 The most widely prescribed antihypertensives were generic drugs (78.96%), namely Amlodipine-Valsartan (36.09%) which were given in combination (68.12%). The level of rationality the use of antihypertensives based on Ministry of Health RI (2011) guidelines includes the criteria for 100% right indications, 100% right patients, 100% right dosege, 99.38% right drugs, and 100% alert for side effects.
Conclusion: The results of this study can be concluded the use of antihypertensives in outpatient hypertension patients at RSUD dr. Pirngadi Medan City period January-December 2020 the majority are women aged 60 years. The most widely prescribed antihypertensives are generic drugs, namely Amlodipine- Valsartan which are given in combination, and rationale for the use of antihypertensives is mostly rational.
Keywords: antihypertensive, profile, rationality, outpatient
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PENYATAAN ORISINALITAS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis Penelitian ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Hipertensi ... 7
2.1.1 Pengertian Hipertensi ... 7
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi ... 7
2.1.3 Etiologi Hipertensi ... 8
2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi ... 8
2.1.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah ... 8
2.1.4.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah ... 9
2.1.5 Diagnosa Hipertensi ... 10
2.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi ... 11
2.1.6.1 Prinsip Penatalaksanaan Terapi Hipertensi ... 11
2.1.6.2 Terapi Non Farmakologi ... 11
2.1.6.3 Terapi Farmakologi ... 12
2.2 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 17
3.1 Jenis Penelitian ... 17
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.3 Populasi dan Sampel ... 17
3.3.1 Populasi ... 17
3.3.2 Sampel ... 17
3.4 Tahapan Penelitian ... 19
3.5 Diagram Alur Penelitian ... 19
3.6 Pengolahan Data ... 20
3.7 Definisi Operasional ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Karakteristik Pasien ... 22
4.1.1 Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 22
4.1.2 Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia ... 23
4.2 Karakteristik Terapi ... 24
4.2.1 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Golongan dan Nama Obat ... 24
4.2.2 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Jenis Obat ... 25
4.2.3 Pemberian Antihipertensi Secara Tunggal atau Kombinasi ... 26
4.3 Rasionalitas Obat ... 27
4.3.1 Tepat Pasien ... 28
4.3.2 Tepat Indikasi ... 28
4.3.3 Tepat Obat... 29
4.3.4 Tepat Dosis ...30
4.3.5 Waspada Efek Samping ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan ... 31
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa... 7
2.2 Klasifikasi Target Tekanan Darah ... 8
2.3 Obat Golongan ACE-Inhibitor, Dosis, dan Fekuensi Pengunaannya ... 13
2.4 Obat Golongan CCB, Dosis, dan Frekuensi Penggunaannya ... 14
2.5 Obat Golongan ARB, Dosis, dan Frekuensi Penggunaannya ... 14
2.6 Obat Golongan Diuretik, Dosis, dan Frekuensi Pengunaannya ... 15
2.7 Obat Golongan β-blocker, Dosis, dan Frekuensi Penggunaannya ... 15
4.1 Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 22
4.2 Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia ... 23
4.3 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Golongan dan Nama Obat ... 24
4.4 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Jenis Obat ... 25
4.5 Penggunaan Antihipertensi Secara Tunggal atau Kombinasi ... 26
4.6 Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antihipertensi pada Pasien Hipertensi... 28
4.7 Evaluasi Ketepatan Obat ... 29
DAFTAR GAMBAR
1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 6 3.1 Raosoft Sample Size Calculator ... 18 3.2 Diagram Alur Penelitian ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Persetujuan Judul Penelian ... 34
2. Surat Izin Melakukan Survei... 35
3. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 36
4. Surat Kelayakan Etik ... 37
5. Surat Selesai Survei Pendahuluan ... 38
6. Surat Selesai Penelitian ... 39
7. Data Rekam Medis ... 40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut Joint National Committee 8 (JNC 8), hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang ≥140 mmHg sistolik dan ≥90 mmHg diastolik (Bell, dkk., 2015). Hipertensi disebut the silent disease karena sering terjadi tanpa keluhan (Kemenkes RI, 2013). Umumnya gejala yang muncul pada penderita hipertensi seperti nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi (Andrian dan Tommy, 2019).
Penyakit hipertensi menyebabkan atas 40% kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke. Hal ini dibuktikan melalui jumlah kunjungan hipertensi di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terus meningkat setiap tahunnya (Ansar, dkk., 2019).
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa di negara berkembang sebesar 40% dan di negara maju hanya sebesar 35% (Dimyanti, 2012). Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyebutkan sekitar 1,3 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakantahun 2025 penderita hipertensi akan naik 1,8 miliar dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (WHO, 2015).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%. Jumlah kasus hipertensi di Indonesia
sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada usia ≥18 tahun menurut Riskesdas tahun 2018, Sumatera Utara berada pada urutan ke-21 di Indonesia.
Jumlah kasus hipertensi di Sumatera Utara sebesar 29,19% tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dari riwayat minum obat hanya sebesar 5,52%.
Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan Kesehatan (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tahun 2018, prevalensi hipertensi di Medan sebesar 25,21% dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dari riwayat minum obat hanya sebesar 4,97% (Kemenkes RI, 2018).
Evaluasi penggunaan obat adalah penilaian berkelanjutan untuk memastikan penggunaan obat yang sesuai meliputi peresepan, dispensing dan penggunaan obat. Sasaran akhir evaluasi penggunaan obat adalah untuk menilai kerasionalan penggunaan obat secara umum (Kemenkes R1, 2017). Semakin tinggi jumlah kasus hipertensi dengan komplikasi maka penggunaan antihipertensi semakin meningkat, sehingga berpotensi terjadinya ketidakrasionalan dalam penggunaan obat (Sa’idah, dkk., 2019). Kenaikan darah yang berlangsung secara kronik dapat meningkatkan risiko kerusakan organ seperti jantung, ginjal, otak dan penyakit kardiovaskular lainnya (Lim, 2013). Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronik (Nilansari, dkk., 2020).
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif disini dapat berupa dampak klinik dan dampak biaya (Kemenkes RI, 2011).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait hal ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Alkaabi (2020) di Uni Emirat Arab menyatakan bahwa terdapat lima kelas utama antihipertensi yang sering digunakan yaitu Calcium Channel Blocker (CCB) sekitar 300 resep, Angiotensin Receptor Blocker (ARB) sekitar 274 resep, diuretik sekitar 220 resep, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) sekitar 210 resep, Beta Blocker (BB) sekitar 198 resep dan kelas antihipertensi lainnya sekitar 8 resep. Sebanyak 67,9% pasien menggunakan terapi kombinasi. Secara keseluruhan, 69% dari resep antihipertensi sesuai dengan rekomendasi JNC 7 dan 80,9% sesuai dengan rekomendasi JNC 8 (Alkaabi, dkk., 2020). Selain itu, penelitian serupa yang dilakukan oleh Sa’idah (2018) di RSUD dr. Soegiri Lamongan, Jawa Timur menyatakan bahwa evaluasi rasionalitas penggunaan antihipertensi 100% tepat indikasi, 91,82% tepat pasien, 88,85% tepat obat dan 98,14% tepat dosis (Saidah, dkk., 2018). Menurut Novia (2020) antihipertensi yang paling banyak diresepkan di apotek Kimia Farma 27 Medan adalah amlodipin sebanyak 28,00%. Peresepan antihipertensi paling banyak diberikan dalam obat generik yaitu sebanyak 54,67 % dan bentuk sediaan obat yang paling banyak diberikan yaitu tablet sebanyak 94,67%(24%) (Novia, 2020).
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui profil dan rasionalitas penggunaan antihipertensi pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana profil penggunaan antihipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Desember 2020?
b. Apakah penggunaan antihipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD dr.
Pirngadi kota Medan rasional?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Profil penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi di RSUD dr. Pirngadi kota Medan, mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 45-65 tahun, dan antihipertensi yang paling banyak diresepkan adalah jenis obat generik, yaitu Amlodipin golongan Calsium Channel Blocker (CCB).
2. Penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi di RSUD dr. Pirngadi kota Medan adalah cukup rasional.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui profil penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari-Desember 2020.
b. Untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari- Desember 2020.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai profil dan rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan.
b. Hasil penelitian ini menjadi bahan informasi dalam program monitoring, evaluasi penggunaan, perencanaan, dan pengadaan obat hipertensi dalam meningkatkan mutu praktek pelayanan kefarmasian pada periode selanjutnya.
c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan tantangan besar bagi apoteker, perawat, dokter dan seluruh tenaga kesehatan lainnya dalam meningkatkan mutu praktek pelayanan kefarmasian dan memberikan informasi lengkap yang dibutuhkan pasien untuk pengobatan hipertensi.
d. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya tentang profil dan rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pola penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi kota Medan dengan menggunakan kerangka pikir yang terdiri dari 2 variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel bebas adalah yang mempengaruhi variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas adalah usia, jenis kelamin, nama obat, golongan obat, jenis obat dan pemberian obat. Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi variabel bebas. Dalam hal ini variabel terikat adalah profil penggunaan antihipertensi dan rasionalitas penggunaan antihipertensi Secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
2 3 4
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Karakteristik
Pasien:
- Jenis Kelamin - Usia
Karakteristik Terapi:
- Nama Obat - Golongan Obat - Jenis Obat - Pemberiaan Obat
(tunggal atau kombinasi)
Profil Penggunaan Antihipertensi
Rasionalitas Penggunaan Antihipertensi
- Tepat Pasien - Tepat Indikasi - Tepat Obat - Tepat Dosis - Waspada Efek
Samping
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Menurut Joint National Committee 8 (JNC 8) hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang ≥140 mmHg sistolik dan ≥90 mmHg diastolik (Bell, dkk, 2015). Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang (Susanti, dkk, 2020).
Hipertensi disebut the silent disease karena sering terjadi tanpa keluhan, sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Gejala-gejala yang muncul pada penderita hipertensi seperti nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi (Andrian dan Tommy, 2019). Kenaikan darah yang berlangsung secara kronik dapat meningkatkan risiko kerusakan terhadap jantung, ginjal, otak dan penyakit kardiovaskular lainnya (Lim, 2013).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee 8 (JNC 8) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal ≤120 dan ≤80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stage 1 Stage 2
140-159
≥160
atau atau
90-99
≥100
Tabel 2.2 Klasifikasi target tekanan darah
Populasi Target Tekanan Darah (Sistolik dan Diastolik)
≤60 tahun ≤140/90 mmHg
≥60 tahun ≤150/90 mmHg
Penyakit ginjal kronis ≤140/90 mmHg
Diabetes ≤140/90 mmHg
(Bell, dkk, 2015).
2.1.3 Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Hipertensi essensial atau primer
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi (Kemenkes RI, 2014).
2. Hipertensi non essensial atau sekunder
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Kemenkes RI, 2014).
2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
2.1.4.1 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah a. Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi semakin besar. Pada kelompok umur ≥55 tahun prevalensi hipertensi mencapai ≥55%. Pada usia lanjut hipertensi ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Hal ini disebabkan karena perubahan sruktur pada pembuluh darah besar.
b. Jenis Kelamin
Pria mempunyai risiko sekitar 2-3 kali lebih banyak mengalami peningkatan darah sistolik dibandingkan dengan wanita. Hal ini diperkirakan pria memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.
c. Genetik
Jika kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi, maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Kemenkes RI, 2013).
2.1.4.2 Faktor Risiko Yang Dapat Diubah a. Kegemukan (Obesitas)
Obesitas bukan penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi pada obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan berlebih (overweight)
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap dalam rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusakan lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi.
c. Kurang Aktifitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.
d. Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
e. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan, namun masih belum jelas mekanismenya. Beberapa studi mengatakan bahwa, efek tekanan darah baru terlihat apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar di setiap harinya.
f. Psikososial dan Stres
Peningkatan tekanan darah akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai kecenderungan stres emosional tinggi. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita stres yang menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah meningkat.
g. Dislipidemia
Kolesterol merupakan merupakan faktor penting dalam terjadinya arterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Kemenkes RI, 2013).
2.1.5 Diagnosa Hipertensi
Tegak diagnosa hipertensi apabila tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg pada pengukuran berulang di klinik. Pada saat persiapan pemeriksaan tekanan darah pasien harus tenang, tidak dalam keadaan cemas, gelisah atau kesakitan. Pasien dianjurkan istirahat selama 5 menit sebelum pemeriksaan, tidak mengonsumsi kafein ataupun merokok, dan tidak melakukan aktivitas olahraga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan (Riyadina, 2019).
2.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi
2.1.6.1 Prinsip Penatalaksanaan Terapi Hipertensi
Berdasarkan analisis dari berbagai penelitian ada beberapa yang penting dalam penatalaksanaan hipertensi, yaitu:
1. Penurunan tekanan darah dapat mengurangi risiko mayor kejadian kardiovaskular pada pasien hipertensi, dimana mengontrol tekanan darah merupakan target utama dalam terapi hipertensi.
2. Monoterapi jarang berhasil dalam mengontrol tekenan darah, dan banyak pasien yang memerlukan lebih dari 1 terapi antihipertensi (politerapi).
3. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti diabetes, dan kerusakan organ seperti Left Ventricular Hypertrophy (LVH) dan Chronic Kidney Disease (CKD) maka pemilihan golongan obat harus spesifik dalam terapi hipertensi.
4. Penurunan tekanan darah 20/10 mmHg pada pasien hipertensi dapat menurunkan 50% risiko kejadian kardiovaskular (Kandarani, 2017).
2.1.6.2 Terapi Non Farmakologi
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines, yaitu:
- Penurunan berat badan, mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan.
- Mengurangi asupan garam, dimana dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 Gram/hari.
- Olah raga, dapat dilakukan secara teratur minimal 3 kali seminggu dan selama 30-60 menit/hari dapat menolong penurunan tekanan darah.
- Berhenti merokok, karena merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular.
- Mengurangi konsumsi alkohol, dengan cara membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah(PERKI, 2015).
2.1.6.3 Terapi Farmakologi
Antihipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan strategi terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk mengkombinasikan beberapa antihipertensi. Terapi farmakologi hipertensi, diawali dengan pemakaian obat tunggal. Tergantung tingkat tekanan darah awal, rata-rata monoterapi menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 7-13 mmHg dan diastolik sekitar 4-8 mmHg. Apabila respon terhadap monoterapi awal tidak adekuat, maka terdapat beberapa pilihan:
1. Jika terdapat respon terhadap monoterapi dosis awal dan belum terkontrol dengan monoterapi (tekanan darah 10/5 mmHg di atas target) maka dosis obat dinaikkan.
2. Jika respon tidak adekuat, namun tekanan darah mulai mendekati target maka dapat ditambahkan kombinasi obat jenis lain secara terpisah atau dalam bentuk tablet kombinasi.
3. Jika tidak terdapat respon terhadap monoterapi obat awal yang diberikan, maka obat tersebut dapat dihentikan dan digantikan dengan obat golongan lain (Kandarani, 2017).
Dipiro (2015) menyatakan bahwa golongan antihipertensi yang termasuk first-line adalah golongan Angiontensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi), Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), Calcium Channel Blockers (CCBs), dan Diuretik Tiazid. Golongan β-blocker digunakan untuk pasien hipertensi
dengan indikasi khusus atau dikombinasikan dengan terapi first-line untuk pasien tanpa indikasi khusus (Dipiro, dkk., 2015).
1. Golongan Angiontensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi)
ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat konversi angiostensi I menjadi angiostensin II yang memiliki sifat vasokontriktor sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi air dan natrium serta retensi kalium. ACEi juga menghambat degradasi bradikinin dan menstimulasi pelepasan agen vasodilatasi lainnya, termasuk prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (Dipiro, dkk., 2015). Golongan, dosis, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Obat golongan ACE-Inhibitor, dosis, dan frekuensi pengunaannya
(Dipiro, dkk., 2015).
2. Golongan Calsium Channel Blockers (CCBs)
Calcium Channel Blockers (CCBs) menyebabkan relaksasi otot jantung dan otot polos melalui penghambatan kanal kalsium voltage-sensitive sehingga mengurangi masuknya cairan ekstraseluler ke dalam sel. Hal ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan yang sesuai pada tekanan darah (Dipiro, dkk., 2015). Golongan, dosis, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Obat Dosis Penggunaan (mg/hari)
Frekuensi (Penggunaan/hari)
Benazepril 10-40 1 atau 2
Captopril 12,5-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
Trandolapril 1-4 1
Tabel 2.4 Obat golongan CCB, dosis, dan frekuensi penggunaannya
Golongan Obat Dosis
Penggunaan (mg/hari)
Frekuensi (Penggunaan/hari)
Dihidropiridin
Amlodipin 2,5–10 1
Felodopin 5–20 1
Isradipin 5–10 2
Isradipin SR 5–20 1
Nicardipin SR 60–120 2
Nifedipine LA 30–90 1
Nisoldipin 10–40 1
Non Dihidropiridin
Diltiazem SR 180-360 1
Verapamil SR 180-480 1 atau 2 Verapamil ER 180-420 1 (malam) Verapamil oral 100-400 1 (malam) (Dipiro, dkk., 2015).
3. Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs)
Obat golongan ini bersifat antagonis terhadap angiotensin II. Angiotensin II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim, RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE dan jalan alternatif dengan menggunakan enzim lain seperti chymases. ACE hanya menghambat efek angiostensin yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat angiotensin II yang dihasilkan oleh kedua jalur. ARB secara langsung menghambat reseptor angiotensin tipe I (AT1) dimana jika tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi sehingga tekanan darah naik (Dipiro, dkk., 2015).
Golongan, dosis, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Obat golongan ARB, dosis, dan frekuensi penggunaannya
Obat Dosis Penggunaan
(mg/hari)
Frekuensi (Penggunaan/hari)
Azilsartan 40–80 1
Candesartan 8–32 1 atau 2
Eprosartan 600–800 1 atau 2
Irbesartan 150–300 1
Losartan 50–100 1 atau 2
Olmesartan 20–40 1
Telmisartan 20–80 1
Valsartan 80–320 1 (Dipiro, dkk., 2015).
4. Golongan Diuretik
Mekanisme kerja golongan diuretik adalah meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida, sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler sehingga terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Obat diuretik dibagi menjadi 4 golongan yaitu diuretik thiazid, diuretik loop, diuretik hemat kalium dan diuretik antagonis aldosteron. Diuretik yang sering digunakan untuk pasien hipertensi adalah diuretik thiazid (Dipiro, dkk., 2015). Golongan, dosis, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Obat golongan diuretik, dosis, dan frekuensi pengunaannya
Golongan Obat
Dosis penggunaan
(mg/hari)
Frekuensi (penggunaan/hari)
Diuretik Thiazid
Klortalidon 6,25–25 1
Hidroklorothiazid 12,5–50 1
Indapamid 1,25–2,5 1
Metolazon 0,5–2,5 1
Triamteren 50-100 1 atau 2
Diuretik Loop
Bumetanid 0,5–4 2
Furosemid 20–80 2
Torsemid 5 1
Diuretik Hemat Kalium
Amilorid 5–10 1 atau 2
Diuretik Antagonis Aldosteron
Eplerenon 50–100 1 atau 2
Spironolakton 25–50 1 atau 2
(Dipiro, dkk., 2015).
5. Golongan β-blocker
Antihipertensi golongan β-blockers digunakan sebagai terapi lini pertama untuk kondisi khusus (contohnya post-MI, penyakit arteri koroner). Golongan antihipertensi ini menyebabkan penurunan curah jantung melalui efek kronotropik dan inotropik negatif pada jantung dan menginhibisi pelepasan renin dari ginjal
darah (Dipiro, dkk., 2015). Golongan, dosis, dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Obat golongan β-blocker, dosis, dan frekuensi penggunaannya
Golongan Obat Dosis
Penggunaan (mg/hari)
Frekuensi (Penggunaan/hari)
Kardioselektif
Atenolol 25–100 1
Betaxolol 5–20 1
Bisoprolol 2.5–10 1
Metoprolol tartrate 100–400 2
Metoprolol suksinat LA 50–200 1
Nonselektif
Nadolol 40–120 1
Propanolol 160–480 2
Propanolol LA 80–320 1
Timolol 10–40 1
(Dipiro, dkk., 2015).
2.2 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah penilaian berkelanjutan untuk memastikan penggunaan obat yang sesuai meliputi peresepan, dispensing, dan penggunaan obat. Sasaran akhir evaluasi penggunaan obat adalah untuk menilai apakah secara umum obat digunakan rasional atau tidak (Kemenkes RI, 2017).
Tujuan penggunaan obat rasional yaitu menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya, untuk periode waktu yang sesuai dan dengan harga yang terjangkau. Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
a. Tepat Diagnosis
b. Tepat Indikasi Penyakit c. Tepat Pemilihan Obat d. Tepat Dosis
e. Waspada Efek Samping (Kemenkes RI, 2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode cross sectional dengan rancangan penelitian retrospektif, yaitu penelitian dengan mengkaji informasi atau mengambil data-data yang telah lalu (Notoatmodjo, 2010). Data diperoleh dari rekam medis pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr.
Pirngadi kota Medan periode Januari-Desember 2020.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rekam medis RSUD dr. Pirngadi Kota Medan. Pengambilan data dilakukan pada bulan April-Juni 2021 di RSUD dr.
Pirngadi kota Medan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh data rekam medis pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Desember 2020, yaitu sebanyak 273 rekam medis pasien yang terdiagnosa hipertensi.
3.3.2 Sampel
Berdasarkan dari data populasi di RSUD dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Desember 2020 terdapat sebanyak 273 rekam medis pasien yang
3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien hipertensi yang menggunakan antihipertensi di RSUD dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Desember 2020. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Meminta rekomendasi dari dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di RSUD dr. Pirngadi kota Medan.
b. Menghubungi pihak RSUD dr. Pirngadi kota Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.
c. Sampling rekam medis berdasarkan kriteria inklusi.
d. Rekap data sehingga diperoleh hasil penggunaan antihipertensi dan rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD dr.
Pirngadi kota Medan berdasarkan tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping obat.
3.5 Diagram Alur Penelitian
Adapun gambaran alur pelaksanaan penelitian ini adalah seperti Gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian Rekam Medis
Memilih Data Rekam Medis Berdasarkan Kriteria Inklusi
Analisis Data
Hasil Penelitian
3.6 Pengolahan Data
Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel, persentase dan nilai rata-rata yang dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis obat, golongan dan nama obat, serta pemberian obat. Rasionalitas penggunaan antihipertensi di evaluasi berdasarkan Kemenkes RI tahun 2011 yang meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping obat.
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Profil adalah riwayat data pengobatan pasien sejak menjalani terapi di rumah sakit.
b. Jenis kelamin adalah gender dari objek penelitian.
c. Usia adalah total lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pengobatan hipertensi di rumah sakit.
d. Jenis obat adalah pembagian dari obat yang diresepkan yang terdiri dari obat generik dan non-generik.
e. Pemberian obat adalah pemberian antihipertensi berdasarkan jumlah obat yang digunakan yaitu tunggal atau kombinasi.
f. Kerasionalan adalah membandingkan penggunaan obat yang tepat secara medik dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu berdasarkan guidelines pengobatan hipertensi. Kerasionalan disini berdasarkan kriteria tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping obat.
g. Tepat pasien adalah pemberian obat yang tepat terhadap pasien yang di programkan dengan cara mencocokkan program pengobatan pada pasien, nama, nomor register, dan alamat untuk mengidentifikasi kebenaran obat.
h. Tepat Indikasi adalah pemberian antihipertensi diindikasikan untuk pasien yang yang terdiagnosa hipertensi.
i. Tepat obat adalah membandingkan obat hipertensi pada rekam medik dengan obat hipertensi pada standar terapi untuk penyakit hipertensi.
j. Tepat dosis adalah takaran yang diberikan pada pasien yang mendapat terapi antihipertensi telah sesuai range terapi sehingga konsentrasi dalam darah cukup memberikan efek terapi.
k. Waspada terhadap efek samping obat adalah efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan pada Maret- Juni 2021. Data diambil dari rekam medis pasien hipertensi rawat jalan periode Januari-Desember 2020 dan didapat sampel sebanyak 160 rekam medis yang menggunakan antihipertensi berdasarkan rumus Raosoft dari populasi 273 pasien.
4.1 Karakteristik Pasien
4.1.1 Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan terhadap jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 51 31,88
2. Perempuan 109 68,12
Total 160 100
Data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penderita hipertensi lebih banyak jenis kelamin perempuan sebanyak 109 orang (68,125%) dibandingkan laki-laki sebanyak 51 orang (31,875%). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alaydrus dan Toding (2019), yang menyatakan jumlah pasien hipertensi perempuan (70%) lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki (30%). Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (2018), prevalensi hipertensi masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada perempuan sebesar 30,63%, dan pada laki-laki sebesar 27,20% (Kemenkes RI, 2018).
Secara fisiologis perempuan terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Perempuan yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas perempuan pada usia premenopause. Pada premenopause perempuan mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur perempuan secara alami yang umumnya mulai terjadi pada perempuan umur 45-55 tahun (Muharam, dkk., 2015).
4.1.2 Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia
Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia
No Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)
1. 31-40 tahun 9 5,62
2. 41-50 tahun 13 8,12
3. 51-60 tahun 49 30,63
4. ≥60 tahun 89 55,63
Total 160 100
Berdasarkan usia pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pasien yang menderita hipertensi berusia 31-40 tahun sebanyak 9 pasien (5,62%), pasien berusia 41-50 tahun sebanyak 13 pasien (8,12%), pasien berusia 51-60 tahun sebanyak 49 pasien (30,63%) dan pasien berusia ≥60 tahun sebanyak 89 pasien (55,63%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya usia, jumlah pasien yang menderita hipertensi semakin banyak. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Muharam (2015) yang
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia dan merupakan pengaruh dari degenerasi pembuluh darah. Semakin bertambahnya usia maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah melewati usia 45 tahun dinding arteri akan mengalami penebalan disebabkan adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot dan adanya faktor risiko terbentuknya aterosklerosis atau plak pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi tidak elastis. Kondisi ini yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang berdampak pada peningkatan tekanan darah (Muharam, dkk., 2015).
4.2 Karakteristik Terapi
4.2.1 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Golongan dan Nama Obat Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan golongan obat dan nama obat dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Golongan dan Nama Obat No Golongan Obat Nama Obat Jumlah Persentase (%) 1. Angiotensin Receptor
Blockers (ARB)
Valsartan Candesartan Telmisartan
95 14 5
35,05 5,16 1,84 2. Calsium Channel Blockers
(CCBs)
Amlodipin Nifedipin Diltiazem
89 48 1
32,84 17,71 0,36
3. β-blocker Bisoprolol 14 5,16
4. Diuretik Furosemid 4 1,29
5. Angiontensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i)
Captopril 1 0,36
Total 271 100
Terdapat 3 macam antihipertensi yang paling banyak diresepkan yaitu Valsartan golongan ARB sebanyak 95 resep (35,05%), diikuti Amlodipin
golongan CCB sebanyak 89 resep (32,84%) dan Nifedipin golongan CCB sebanyak 48 resep (17,71%). Valsartan merupakan antihipertensi yang paling banyak diresepkan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan. Golongan ARB merupakan first-line pengobatan hipertensi yang bersifat antagonis terhadap angiotensin II.
Angiotensin II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim, RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE dan jalur alternatif dengan menggunakan enzim lain seperti chymases. ACE hanya menghambat efek angiostensin yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat angiotensin II yang dihasilkan oleh kedua jalur. ARB secara langsung menghambat reseptor angiotensin tipe I (AT1) dimana jika tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi sehingga tekanan darah naik (Dipiro, dkk., 2015).
4.2.2 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Jenis Obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan, persentase jumlah penggunaan antihipertensi berdasarkan penggolongan obat generik dan non generik dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penggunaan Antihipertensi Berdasarkan Jenis Obat
No Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
1. Generik 214 78,96
2. Non Generik 57 21,03
Total 271 100
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penggunaan obat generik sebanyak 214 obat (78,96%) dan non generik sebanyak 57 obat (21,03%). Peningkatan penggunaan obat generik pada sarana pelayanan kesehatan merupakan Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan penggunaan obat di RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan lebih banyak menggunakan obat generik dari pada obat non generik, hal ini dikarenakan RSUD dr. Pirngadi Kota Medan merupakan rumah sakit pemerintah yang harus mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan (Kemenkes RI, 2010).
4.2.3 Pemberian Antihipertensi Secara Tunggal atau Kombinasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan, persentase jumlah pemberian antihipertensi secara tunggal dan kombinasi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Penggunaan Antihipertensi Secara Tunggal atau Kombinasi
No Nama Obat Jumlah Persentase (%)
Tunggal
1. Amlodipin 36 70,58
2. Valsartan 8 15,68
3. Nifedipin 3 5,88
4. Candesartan 2 3,92
5. Bisoprolol 1 1,96
6. Kaptopril 1 1,96
Total 51 100
Kombinasi
1. Amlodipin + Valsartan 40 36,69
2. Amlodipin + Bisoprolol 3 2,75
3. Amlodipin + Candesartan 7 6,42
4. Amlodipin + Telmisartan 2 1,83
5. Valsartan + Bisoprolol 5 4,58
6. Valsartan + Diltiazem 1 0,91
7. Bisoprolol + Telmisartan 1 0,91
8. Nifedipin + Telmisartan 1 0,91
9. Nifedipin + Valsartan 39 35,77
10. Nifedipin + Bisoprolol 2 1,83
11. Nifedipin + Candesartan 3 2,75
12. Candesartan + Bisoprolol 1 0,91
13. Furosemid + Candesartan 1 0,91
14. Furosemid + Bisoprolol 1 0,91
15. Furosemid + Valsartan 1 0,91
16. Amlodipin + Telmisartan + Furosemid 1 0,91
Total 109 100
Pemberian antihipertensi secara tunggal sebanyak 51 resep (31,88%).
Untuk pemberian antihipertensi tunggal yang paling banyak diresepkan adalah Amlodipin golongan CCB sebanyak 36 resep (70,58%).
Pemberian antihipertensi secara kombinasi sebanyak 109 resep (68,12%) Untuk pemberian antihipertensi kombinasi yang paling banyak diresepkan adalah Amlodipin-Valsartan sebanyak 40 resep (36,09%) dan Nifedipin-Valsartan sebanyak 39 resep (35,77%). Pemberian dua macam obat sebagai terapi inisial disarankan bila tekanan darah ≥160/100 mmHg. Penggunaan kombinasi obat sering menghasilkan penurunan tekanan darah yang lebih besar, sehingga kemungkinan efek samping yang terjadi lebih kecil. Penurunan tekanan darah dapat mengurangi risiko mayor kejadian kardiovaskular pada pasien hipertensi, dimana mengontrol tekanan darah merupakan target utama dalam terapi hipertensi (Kandarani, 2017).
4.3 Rasionalitas Obat
Rasionalitas obat adalah keadaan dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya (Kemenkes RI, 2011). Evaluasi penggunaan obat merupakan suatu proses jaminan mutu yang terstruktur dan dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan tepat, aman, dan efisien (Kumolosari, dkk., 2001). Dalam penelitian ini indikator rasionalitas peneliti menggunakan rumus 4T + 1W yaitu tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping. Pasien dapat dikatakan telah mendapatkan antihipertensi secara rasional apabila memenuhi evaluasi ketepatan tersebut. Hasil dari evaluasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antihipertensi pada Pasien Hipertensi No. Kriteria
Penggunaan Antihipertensi
Jumlah Persentase
Tepat Tidak Tepat Tepat Tidak Tepat
1. Tepat Pasien 160 - 100% -
2. Tepat Indikasi 160 - 100% -
3. Tepat Obat 159 1 99,38% 0,62%
4. Tepat Indikasi 160 - 100% -
5. Waspada Terhadap Efek Samping
160 - 100% -
4.3.1 Tepat Pasien
Tepat pasien adalah pemberian obat yang tepat terhadap pasien yang di programkan dengan cara mencocokkan program pengobatan pada pasien, nama, nomor register, dan alamat untuk mengidentifikasi kebenaran obat (Kemenkes RI, 2011). Dalam penelitian ini dikatakan tepat pasien apabila pemberian obat sudah sesuai dengan identitas pasien, yaitu dengan memeriksa nomor rekam medis, nama pasien yang tertera pada resep. Berdasarkan Tabel 4.6 ketepatan pasien dalam penelitian ini adalah 100% sudah tepat.
4.3.2 Tepat Indikasi
Ketepatan indikasi adalah pemilihan obat yang sesuai dengan diagnosis atau gejala penyakit (Kemenkes RI, 2011). Pada penelitian ini ketepatan indikasi pada penggunaan obat antihipertensi didasarkan pada ketepatan dalam memutuskan pemberian antihipertensi yang sepenuhnya berdasarkan alasan medis, yaitu jika tekanan darah pasien berada pada angka ≥140/90 mmHg.
Penggunaan obat dikategorikan tepat indikasi apabila obat yang diresepkan sesuai dengan diagnosa adanya penyakit hipertensi. Berdasarkan Tabel 4.6 ketepatan indikasi dalam penelitian ini adalah 100% sudah tepat. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Sa’idah (2019) mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan obat
antihipertensi di instalasi rawat jalan RSUD dr. Soegiri Lamongan periode tahun 2017 menghasilkan ketepatan indikasi sebesar 100%.
4.3.3 Tepat Obat
Tepat obat adalah upaya terapi yang diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar (Kemenkes RI, 2011). Dalam penelitian ini, dikatakan tepat obat jika pemilihan antihipertensi sesuai dengan diagnosa pasien dengan mempertimbangkan faktor berupa kelas terapi, jenis obat serta manfaatnya.
Pemilihan obat yang tidak sesuai dengan keluhan dan kondisi pasien dapat mengakibatkan terapi tidak memberikan hasil atau dapat membahayakan pasien.
Berdasarkan Tabel 4.6 ketepatan obat dalam penelitian ini adalah 99,38% sudah tepat dan 0,62% tidak tepat. Ketidaktepatan penggunaan obat dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Evaluasi Tidak Tepat Obat
No Nomor
RM/Jenis Kelamin
Diagnosa Riwayat
Penggunaan Obat 1. 00.72.67.60/P Hipertensi + diabetes Akarbose 100 mg
Gliquidon 30 mg Furosemid 40 mg Amlodipin 10 mg
Micardis 80 mg
Adanya ketidaktepatan penggunaan obat dalam penelitian ini disebabkan karena tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien, yaitu terdapat 1 resep furosemid diberikan pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta diabetes melitus. Pengobatan dalam resep tersebut dinilai tidak tepat obat dikarenakan furosemid tidak direkomendasikan dalam literatur Pharmacotherapy Handbook tahun 2015, American Society of Hypertension (ASH) tahun 2013, dan Joint National Committee 8 (JNC8) tahun 2015 untuk hipertensi penyakit penyerta diabetes melitus. Menurut Sa’idah tahun 2018 penggunaan Furosemid pada
pasien hipertensi dengan penyakit penyerta diabetes melitus dinilai tidak tepat, karena Furosemid merupakan golongan diuretik loop yang mempunyai aktifitas diuretik cenderung kuat sehingga dapat mengurangi aktifitas obat antidiabetik dan juga berpotensi menurunnya fungsi ginjal jika digunakan untuk pengobatan hipertensi jangka panjang pada pasien diabetes melitus (Sa’idah, dkk., 2018).
4.3.4 Tepat Dosis
Tepat dosis adalah pemberian obat dengan jumlah, cara dan lama pemberian obat yang sesuai dan memberikan efek terapi. Pemberian obat dengan dosis yang berlebih berbahaya bagi pasien karena dapat menimbulkan efek samping sebaliknya jika pemberian obat dengan dosis terlalu rendah tidak dapat memberikan hasil terapi yang diinginkan (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan Tabel 4.6 ketepatan dosis dalam penelitian ini adalah 100% sudah tepat. Evaluasi rasionalitas ketepatan dosis ditentukan dengan merujuk kepada sumber American Society of Hypertension (ASH) tahun 2013, Pharmacotherapy Handbook tahun 2015 dan Informasi Spesialite Obat (ISO) tahun 2017.
4.3.5 Waspada Efek Samping
Efek samping adalah efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (Kemenkes RI, 2011). Efek samping obat dapat terjadi karena memulai pengobatan obat baru, mengurangi atau menambah dosis obat, atau ketika berhenti menggunakannya. Untuk mengurangi kejadian efek samping obat sebaiknya dilakukan tindakan pengaturan yang tepat untuk meminimalkan risiko, seperti mengganti obat, pembatasan dosis, atau kontraindikasi (Goedecke, 2018). Berdasarkan Tabel 4.6 diatas 100% tidak ditemukan efek samping yang serius tetapi ditemukan efek samping ringan seperti pusing, sakit kepala, mual, muntah dan nyeri dada.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan:
a. Profil penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari-Desember 2020, mayoritas pasien yaitu perempuan berusia ≥60 tahun. Antihipertensi yang paling banyak diresepkan adalah jenis obat generik, yaitu Amlodipin-Valsartan yang diberikan secara kombinasi.
b. Rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping sudah rasional, dan tepat obat cukup rasional.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan:
a. Sebaiknya lebih ditingkatkan lagi pelayanan farmasi klinis agar tercapai outcome terapi yang lebih optimal dan rasionalitas pengobatan.
b. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya mengevaluasi rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, S. J., dan Tommy. 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru pada Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran. 46(3). Halaman 172.
Alkaabi, M. S., Rabbani, S. A., Rao, P. G., dan Ali, S. R. (2020). Evaluation of Antihypertensive Prescriptions for Rationality and Adherence to Treatment Guidelines: An Experience from United Arab Emirates. Clinical Epidemiology and Global Health. 8(3). Halaman 764- 769.
Ansar, J., Dwinata, I., dan Apriani, M. 2019. Determinan Kejadian Hipertensi Pada Pengunjung Posbindu Di Wilayah Kerja Puskesmas Ballaparang Kota Makassar. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan. 1(3). Halaman 29.
Bell, K., Twiggs, J., Olin, B.R. 2015. Hypertension: The Sillent Killer Udated JNC8 Guideline Recommendations. Continung Education. Halaman 2-4.
BPOM RI. 2014. Pusat Informasi Obat Nasional (PIONAS). [online]
http://pionas.pom.go.id/ioni [diakses 22 Juli 2021].
Chobanian, A. V. 2003. Classification of Blood Pressure dalam The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Heart, Lung, and Blood Institute.
Dimyanti, V. (2012). Prevalensi hipertensi di indonesia masih tinggi. [online].
http://www.jurnas.com [diakses Tanggal 09 Februari 2013].
Goedecke, T. 2018. Measuring the Impact of Medicines Regulatory InterventionsSystematic Review and Methodological Considerations. Br J Clin Pharmacol. 84 (3). Halaman 419-433.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2017. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia.
Vol.51. Jakarta: Isfi Penerbitan.
Kandarini, Y. 2017. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. Denpasar:
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD. Halaman 46-48.
Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direkur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Halaman 3-8.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Kemenkes RI. 2014. Hipertensi. INFODATIN. Jakartan: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2017. Petunjuk Teknis Evaluasi Penggunaan Obat di Fasilitas Kesehatan. Jakarta: Direkur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kumolosari, E., Susiani, C.J., Amalia, L., dan Puspawati, F. 2001. Studi Pola Penggunaan Antibiotika Betalaktam di ruang Perawatan Bedah di Sebuah Rumah Sakit di Bandung. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Lim, H. 2013. Farmakologi Krdiovaskuler Mekanisme & Aplikasi Klinis. Edisi 3.
Jakarta: PT Sofmedia.
Muharam, M.I.H., Achmad, S., Rahimah, S.B. 2015. Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Penderita Hipertensi dengan Kejadian Stroke atau Coronary
Artery Disease di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan pada Tahun 2015. Prosiding Pendidikan Dokter. Halaman 247-248.
Nilansari, A. F., Nanang M. Y., dan Diah A. P. 2020. Gambaran Pola Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 1(2). Halaman 74.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novia, B. 2020. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi di Apotek Kimia Farma 27 Medan. Skripsi. Fakultas Farmasi: Universitas Sumatera Utara.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Halaman 3.
Permenkes Nomor 068. 2010. Kewajiban Menggunakan Obat GenerikDi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Riyadina, W. 2019. Hipertensi pada Wanita Menopause. Jakarta: LIPI Press.
Halaman 23.
Sa'idah, D., Sugihantoro, H., Hakim, A., dan Maimunah, S. 2018. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Soegiri Lamongan periode tahun 2017. Jurnal Ilmu Kefamasian Indonesia. 17(1). Halaman 108-112.
Susanti, N., Siregar, P. A., dan Falefi, R. 2020. Determinan Kejadian Hipertensi Masyarakat Pesisir Berdasarkan Kondisi Kosio Demografi dan Konsumsi Makan. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2(1). Halaman 44.
Wells, B.G., DiPiro, J.T., Schwinghammer, T.L., DiPiro, C.V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook. 9th Edition. United States: McGraw-Hill Education. Halaman 89-96.
World Health Organization. 2015. World Report on Ageing and Health.
Luxembourg: WHO Library Cataloguing.
Lampiran 5. Surat Selesai Survei Pendahuluan
Lampiran 6. Surat Selesai Penelitian
Lampiran 7. Data Rekam Medis
NO No. RM Inisial L/P Umur Diagnosa Pengobatan Dosis Jenis Obat
1. 00.39.83.59 HS L 68
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg Ibu profen 400 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
2. 01.15.42.10 DP P 63
tahun
Hipertensi Diabetes
Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg Glimepirid 2 mg Metformin 500 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
3. 01.10.34.57 HL P 70
tahun
Hipertensi Amlodipin 5 mg Valsartan 160 mg Domperidon 10 mg
1x5 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
4. 00.27.51.20 AN L 55
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg Betahistin 6 mg Ranitidin 150 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
5. 01.09.95.10 R P 39
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Domperidon 10 mg
1x10 mg/hari Generik
6. 01.11.47.40 N P 58
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Bisoprolol 5 mg
Aspilet 80 mg
1x30 mg/hari 1x5 mg/hari
Generik Generik
7. 00.85.06.50 SS L 72
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg Natrium diklofenak 25 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
8. 00.86.05.50 RS P 65
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
9. 00.80.22.40 RS P 60 tahun
Hipertensi Amlodipin 5 mg Valsartan 160 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
10. 00.28.48.27 DH P 57
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Omeprazol 20 mg Parasetamol 200 mg
1x10 mg/hari Generik
11. 01.11.54.30 S P 60
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Omeprazol 20 mg Tiamin 50 mg
1x10 mg/hari Generik
12. 00.70.07.80 RS P 60
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Candesartan 16 mg
Aptor 100 mg Natrium diklofenak 50 mg
1x10 mg/hari 1x16 mg /hari
Generik Generik
13. 00.51.39.30 JS L 70
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Micardis 80 mg
1x10 mg/hari 1x80 mg/hari
Generik Non Generik 14. 01.05.69.03 RYP P 45
tahun Hipertensi Amlodipin 10 mg 1x10 mg/hari Generik
15. 00.84.89.63 RB L 60
tahun
Hipertensi Amlodipin 5 mg Aspilet 80 mg
1x5 mg/hari Generik
16. 00.92.93.83 PP L 73
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg Gabapentin 300 mg
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
17 00.58.69.93 N P 50
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Vitamin B kompleks
1x10 mg/hari Generik 18. 00.28.83.00 JFS L 73
tahun Hipertensi Valsartan 160 mg Aptor 100 mg
1x160 mg/hari Generik
19. 00.73.91.76 RS P 63
tahun Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 80 mg
1x10 mg/hari 1x80 mg/hari
Generik Generik
20. 00.37.24.81 K P 67
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
Setirizin 10 mg 21. 00.77.20.97 LPS L 39
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Bisoprolol 5 mg
1x10 mg/hari 1x5 mg/hari
Generik Generik
22. 00.94.07.07 RM P 65
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg Vitamin B kompleks
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
23. 01.11.40.27 N P 55
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Allopurinol 300 mg Natrium diklofenak 25 mg
1x10 mg/hari Generik
24. 00.73.91.70 AS L 62
tahun
Hipertensi Candesartan 8 mg Furosemid 40 mg
Aspilet 80 mg Nitrokaf retard 2,5 mg
1x8 mg/hari 1x40 mg/hari
Generik Generik
25. 00.37.62.56 RP P 64
tahun
Hipertensi Amlodipin 10 mg Valsartan 160 mg Omeprazol 20 mg
1x10 mg/hari 1x160 mg/hari
Generik Generik
26. 00.52.61.06 NS P 73
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg Ranitidin 180 mg
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
27. 00.41.89.96 NA P 64
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg Omeprazol 20 mg
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
28 01.02.42.55 HS P 62
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg Ranitidin 150 mg
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
29. 00.42.38.56 MS P 59
tahun
Hipertensi Adalat oros 30 mg Valsartan 160 mg
Setirizin 10 mg
1x30 mg/hari 1x160 mg/hari
Non Generik Generik
30. 00.88.13.35 MS P 73 Hipertensi Amlodipin 10 mg 1x10 mg/hari Generik