• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS AIR PADA PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LIPPO CIKARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS AIR PADA PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LIPPO CIKARANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS AIR PADA PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM

DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LIPPO CIKARANG

WATER QUALITY ON WATER TREATMENT PROCESS

IN LIPPO CIKARANG WATER TREATMENT PLANT

Aprian Eka Rahadi1 dan Edwan Kardena2 Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

1 aprian_ekarahadi@yahoo.com dan 2 kardena@pusat.itb.ac.id

Abstrak: Air minum untuk kebutuhan domestik, industri dan fasilitas umum harus memenuhi standard kesehatan berdasarkan peraturan yang berlaku. Sungai sebagai sumber air minum mengandung senyawa anorganik dan senyawa organik. Pada musim kemarau debit sungai menurun menyebabkan konsentrasi partikel terlarut di dalam air meningkat. Hal itu menyebabkan terjadinya warna dan bau pada air baku dan air hasil pengolahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja instalasi dalam mengolah air minum dan menganalisa penyebab terjadinya warna dan bau pada air hasil olahan sebagai dasar perbaikan untuk mengatasi permasalahan warna dan bau yang sering terjadi pada saat musim kemarau. Tahap awal dilakukan dengan menganalisa catatan operasional instalasi tahun 2008 dan 2009, kemudian menganalisa kualitas air pada tiap unit proses instalasi pengolahan air minum dan jaringan distribusi melalui tes laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 1 kali di 5 titik pada instalasi dan 2 titik di jaringan distribusi. Dari hasil analisa laboratorium terhadap air minum hasil pengolahan, diperoleh konsentrasi kekeruhan, partikel terlarut, warna, nitrat, nitrit, ammonium, sulfat, besi dan mangan memenuhi baku mutu sesuai peraturan yang berlaku sedangkan baku mutu untuk zat organik dan TOC tidak diatur. Dari hasil analisa, diperoleh efisiensi instalasi dalam mengolah air menghasilkan penurunan kekeruhan sebesar 97,27 %, warna sebesar 98,87 %, besi sebesar 97,00 %, mangan sebesar 80,65 %, zat organik sebesar 39.01 %, dan TOC sebesar 50,67 %. Dapat disimpulkan bahwa instlasi dapat menyisihkan zat anorganik dengan baik dan penyisihan zat organik yang rendah dan senywa organik diduga menjadi penyebab terjadinya warna dan bau pada air minum.

Kata Kunci: kualitas air minum, warna dan bau, efisiensi

Abstract: Drinking water for domestic, industrial and public facilities purpose must meet standard health-based regulations. River as a source of drinking water contain inorganik compound and organik compound. In the dry season river debit has decreases, therefore the concentration of dissolved solids in the water increased. It is causing the color and smell of water from source and processing of water. The objective of this research is to understand the performance of the installation process in drinking water and analyzing the causes of the occurrence of color and odor in water processed as the basis for the resolving of the color and odor problems that often occur during the dry season. First Step of this research is analyzing operational report of installation on years 2008 and 2009, and then analyzing water quality on each process unit of water treatment plant and on distribution system by laboratory test. Water sample is taken be done once time at 5 point in the installation and 2 point in distribution system. Result of laboratory examination show that concentration of turbidity, color, dissolved solid, nitrate, nitrite, ammonium, sulfate, iron and manganese fulfill the quality standard of the regulation, whereas, organik matter and total organik carbon standard of drinking water not exist in the regulation. Result of analyzing show that water treatment plant efficiency gives efficiency number of turbidity of 97.27 %, color of 98.87 %, iron of 97.00 %, manganese of 80.65 %, organik matter of 39.01 % and TOC of 50.67 %. The conclusion are the installation can remove inorganik matter optimally and low remove efficiency of organik matter and the organik matter cause of color and odor in the drinking water.

(2)

PENDAHULUAN

Air merupakan unsur yang mempunyai peran utama dalam kehidupan di bumi ini. Air dikenal sebagai sumber daya yang terbarukan, namun dari segi kualitas maupun kuantitas membutuhkan upaya dan waktu untuk dapat berlangsung baik. Kriteria dan standar kualitas air didasarkan atas beberapa hal antara lain keberadaan logam dan logam berat, anorganik, tingkat toksisitas, dan teremisinya pencemar ke lingkungan. Air adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya paling tidak terlarut sejumlah kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang benar-benar murni dan hal ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat terlarut (Setiadi, 1993; Wijayanti, 2008).

Air adalah salah satu dari materi yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup mahluk hidup dan juga menjadi salah satu sumber penyebab dari penyakit yang menyerang manusia. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam mengolah air yang akan dikonsumsi adalah menyediakan air yang aman dikonsumsi dari segi kesehatan. Sumber air, baik air permukaan maupun air tanah, akan terus mengalami peningkatan kontaminasi pencemar disebabkan meningkatnya aktivitas pertanian dan industri. Air hasil produksi yang diharapkan konsumen adalah air yang bebas dari warna, kekeruhan, rasa, bau, nitrat, ion logam berbahaya dan berbagai macam senyawa kimia organik seperti pestisida dan senyawa terhalogenasi. Permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan kontaminan tersebut diatas meliputi kangker, gangguan pada bayi yang lahir, kerusakan jaringan saraf pusat, dan penyakit jantung (Sawyer, 1994).

Tujuan dasar dari dibangunnya instalasi pengolah air minum adalah untuk membuat produk yang memenuhi standard dan dengan harga yang terjangkau oleh konsumen (Montgomery, 1985). Menurut Hudson (1981) pengolahan air memiliki tiga tujuan yaitu untuk meningkatkan estetika dari air agar dapat diterima oleh konsumen, untuk menghilangkan senyawa toksik dan berbahaya dan untuk menghilangkan atau menon-aktifkan organisme yang menyebabkan penyakit yang ada di dalam air.

Dalam kegiatan produksi air minum, evaluasi terhadap instalasi pengolahan air minum perlu dilakukan secara berkala. Menurut Hudson (1981) tujuan dari dilakukannya evaluasi terhadap operasional instalasi antara lain yaitu meningkatkan kapasitas dari instalasi yang sudah dibangun, meningkatkan kualitas dari air olahan dan mereduksi biaya operasional. Optimalisasi dan perbaikan terhadap instalasi perlu dilakukan untuk mengahasilkan air minum yang berkualitas dan memenuhi standard serta terus meningkatkan pelayanan terhadap konsumen.

Instalasi pengolahan air minum (WTP) Lippo Cikarang memproduksi air minum untuk kegiatan industri, domestik dan fasilitas umum. Berdasarkan catatan operasional dan keterangan dari pihak pengelola instalasi terdapat beberapa permasalahan pada air hasil olahan yaitu permasalahan warna dan bau pada musim kemarau. Konsentrasi partikel terlarut pada air baku dan air olahan meningkat pada musim kemarau. Hal tersebut diduga menjadi penyebab terjadinya pemasalahan bau pada air olahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja instalasi dalam mengolah air minum dan menganalisa penyebab terjadinya warna dan bau pada air hasil olahan sebagai dasar perbaikan untuk mengatasi permasalahan warna dan bau yang sering terjadi pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau umumnya kondisi air sungai kering dan debit air sungai menurun sehingga terjadi peningkatan konsentrasi pencemar yang terlarut di dalam air sungai. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya beban pengolahan instalasi, sehingga kinerja instalasi tidak optimal dan kualitas air minum menurun.

(3)

METODOLOGI

Pada pelaksanaan penelitian tahap-tahap yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder, pengambilan sampel air, analisa laboratorium.

1. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting instalasi dan kualitas air minum hasil pengolahan sebagai informasi dasar dalam melakukan analisa terhadap permasalah yang terjadi. Data sekunder berupa catatan operasional kualitas air pada proses pengolahan dan hasil wawancara dengan pihak pengelola WTP Lippo Cikarang.

2. Pengambilan sampel air

Pengambilan sampel air dilakukan pada unit pengolahan di instalasi dan jaringan distribusi. Analisa kualitas air pada air minum dimaksudkan untuk mengetahui keterolahan parameter-parameter air minum pada tiap unit instalasi dan kualitas air minum saat berada di jaringan distribusi. Titik sampling air yang dilakukan adalah pada unit intake, danau, feed sump,

trident, reservoir, jaringan distribusi radius 4 km dan jaringan distribusi radius 8 km.

Terdapat parameter langsung yang diukur ditempat pengambilan sampel dilakukan. Parameter tersebut antara lain temperatur, pH dan daya hantar listrik.

3. Analisa Laboratorium

Sampel air minum dianalisa di Laboratorium WTP Lippo Cikarang dan sebagian di analisa di Laboratorium Teknik Lingkungan ITB. Data yang telah terkumpul diolah untuk mengetahui karakteristik air baku air minum dan kualitas air minum hasil pengolahan sebagai dasar perbaikan instalasi pengolahan air minum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa hal yang perlu dibahas untuk mengetahui kinerja instalasi adalah kualitas air minum dalam unit proses instalasi dan jaringan distribusi berdasarkan beberapa parameter yang diatur dalam peraturan baku mutu air minum, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya warna dan bau pada air.

Kualitas Air Minum Pada Unit Pengolahan Instalasi dan Jaringan Distribusi

Air adalah kebutuhan penting bagi kehidupan manusia. Penurunan kualitas air pada sumber air mengancam kualitas kesehatan dari air minum yang disuplai dan telah banyak tindakan peningkatan kualitas air yang sudah dilakukan melalui instalasi pengolahan iar minum dengan proses rekayas teknologi. Tujuan kesemua aktivitas tersebut adalah untuk menjamin kualitas air minum yang dikonsumsi oleh manusia (Jiuhui et al., 2007). Kualitas air minum di Indonesia diatur berdasarkan peraturan Pemerintah yaitu PERMENKES RI NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002. Parameter kualitas air minum meliputi parameter fisik, kimia dan biologi.

Pada peniletian ini, pengukuran parameter kualitas dilakukan disetiap unit instalasi dan titik jaringan distribusi untuk mengetahui fluktuasi konsentrasi masing-masing parameter air minum dan mengetahui kemapuan tiap unit instalasi dalam mengolah air minum dilihat dari penurunan konsentrasi parameter air minum. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, kualitas air minum pada proses pengolahan dan jaringan distribusi dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1 Kualitas Air Pada Proses Pengolahan Air Minum dan Jaringan Distribusi

No Parameter Unit

Titik Sampel

Baku Mutu

Intake danau feed sump Trident Reservoir distribusi 2 distribusi 1

1 Bau* berbau tidak - - - berbau tidak tidak berbau berbau tidak Tidak berbau

2 Zat Padat Terlarut (TDS)**

mg/l 131.4 133.3 138.1 136.9 139.2 131.6 139.2 1000

3 TSS** mg/l 54 30 0 0 0 0 0

4 Kekeruhan** NTU 51.3 27.9 8.55 0.48 1.4 - - 5

5 Rasa* berasa tidak - - - berasa tidak tidak berasa tidak berasa Tidak Berasa

6 Temperatur** 0C 26.6 26.4 26 27.8 29.7 29.5 29 ± 3o C suhu

udara

7 pH** 7.691 7.747 7.475 7.41 7.137 8.265 7.562

8 Warna** Pt-Co 444 289 94 1 5 21 17 25

9 Daya Hantar Listrik** µS/cm 131.4 - - - 139.2 - - -

10 Besi (Fe)** mg/l 1 0.42 0.34 0 0.03 0 0.03 0.3 11 Fluorida (F) mg/l 0 - - - 0.2 - - 1.5 12 Kesadahan (CaCO3) mg/l 110 - - - 120.8 - - 13 Kalsium (Ca)* mg/l 32.22 - - - 35.45 - - 14 Klorida (Cl2)* mg/l 0.1 0 0 0 0.1 - - 250 15 Mangan (Mn) mg/l 0.403 0.242 0.119 0.109 0.078 0.075 0.039 0.1 16 (NO3)** Nitrat mg/l 0 1.8 1.5 2.5 2.2 0 5 50 17 Nitrit (NO2)* mg/l 0.3 0.023 0.016 0.019 0.225 0.016 0.016 3 18 Ammonium* mg/l 0.86 0.3 0 0 0 0 0 1.5 19 Sulfat (SO4)* mg/l 25.94 25 26 29 30 27 30 250 20 CO2* Mg/l 0 - - - 0 - - -

21 Daya pengikat chlor* 0.56 - - - 0.56 - - -

KIMIA ORGANIK

22 (KMnO4)** Zat organik mg/l 13.904 11.692 9.48 8.532 8.48 8.48 8.48 -

23

Total Organik Carbon

(TOC)* mg/l 2.98 2.47 1.97 1.47 1.47 1.47 1.47 -

(*) : Laboratorium Teknik Lingkungan ITB (**) : Laboratorium WTP Lippo Cikarang

Baku Mutu : Berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002

(5)

Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan dapat disebabkan oleh berbagai macam jenis material tersusupensi, dengan ukuran partikel antara partikel koloid atau partikel kasar yang terdispersi dapat berupa materi organik maupun anorganik. Materi organik penyebab kekeruhan yang ada di air permukaan dapat digunakan sebagai makanan oleh bakteri, dan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menambah kekeruhan. Nutrien anorganik seperti nitrogen dan fosfor biasana berasal dari air buangan atau pertanian juga menambah tingkat kekeruhan air permukaan (Sawyer, 1994). Konsentrasi kekeruhan pada hasil analisa air tiap unit pengolahan distribusi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Konsentrasi Kekeruhan Pada Unit Pengolahan

Pada grafik diatas dapat dilihat terjadi penurunan tingkat kekeruhan pada unit pengolahan. Kekeruhan pada air baku adalah 51,3 NTU dan setelah pengolahan kekeruhan air minum menjadi 1,4 NTU. Penurunan kekeruhan yang signifikan terjadi pada danau karena terjadi proses pengendapan partikel berukuran besar, unit feed sump karena telah terjadi proses koagulasi-flokulasi dan pengendapan partikel tersuspensi. Pada unit trident (filtrasi) partikel yang lebih kecil dapat tersaring sehingga tingkat kekeruhan menurun hingga dibawah baku mutu kekeruhan untuk air minum yaitu dibawah 5 NTU.

Konsentrasi Warna

Warna pada air dapat disebabkan oleh materi tersuspensi dan materi organik terlarut. Warna yang disebabkan oleh materi tersuspensi adalah warna semu (apparent color) dan warna yang disebabkan oleh material organik dalam bentuk koloid disebut warna sejati (true color) (Sawyer, 1994). Konsentrasi warna hasil analisa pada tiap unit pengolahan dan jaringan distribusi dapat dilihat pada Gambar 2.

(6)

Dari grafik diatas dapat dilihat terjadi penurunan warna dari proses pengolahan. Warna air baku adalah 444 Pt-Co dan pada air minum menjadi 5 Pt-Co serta terjadi kenaikan warna air minum pada jaringan distribusi mencapai 21 Pt-Co. Penerunan warna yang besar terjadi pada unit danau, koagulasi-flokulasi dan sedimentasi dan pada unit trident (filtrasi). Pada kolam penampungan sementara (danau) terjadi proses pengendapan partikel diskrit dan penguraian materi organik secara biologi yang merupakan partikel penyebab warna. Proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi dapat menurunkan konsentrasi warna cukup besar, karena pada proses ini partikel tersuspensi penyebab warna dapat disisihkan dengan pengendapan secara gravitasi. Pada proses filtrasi di unit trident partikel yang lebih kecil penyebab warna disaring sehingga konsentrasi warna menjadi berkurang dan berada dibawah batas maksimum baku mutu warna untuk air minum. Pada titik distribusi terjadi kenaikan konsentrasi warna, akan tetapi dalam konsentrasi yang masih memenuhi baku mutu yaitu 25 Pt-Co.

Konsentrasi Partikel Terlarut (Total Dissolved Solid)

Partikel terlarut biasanya terdiri dari ion senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik dalam air berasal dari dekomposisi alami tumbuhan dan hewan, air buangan industri, air buangan domestik dan pertanian (Montgomery, 1985). Konsentrasi partikel terlarut pada unit pengolahan dan jaringan distribusi berdasarkan analisa laboratorium yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Konsentrasi Partikel Terlarut Pada Unit Pengolahan dan Jaringan Distribusi

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan konsentrasi partikel terlarut di unit pengolahan mulai dari unit danau, koagulasi-flokulasi dan sedimentasi, trident (filtrasi) dan reservoir. Kenaikan partikel terlarut dalam air di unit pengolahan dapat disebabkan oleh penambahan bahan kimia seperti gas khlor pada unit pre-khlor dan koagulan pada unit koagulasi serta pada proses desinfeksi. Pada proses filtrasi konsentrasi partikel terlarut berkurang karena melalui media penyaring, tetapi dalam jumlah yang tidak terlalu signifikan kemudian konsentrasinya bertambah pada unit reservoir karena terjadi penambahan gas khlor pada unit desinfeksi sebelum masuk ke reservoir. Pada jaringan distribusi titik distribusi 2 konsetrasi partikel terlarut menurun, akan tetapi pada titik distribusi 1 yang lebih jauh dari pada distribusi 2 konsentrasi partikel terlarut menjadi naik.

Konsentrasi Besi (Fe) dan Mangan (Mn)

Kandungan besi dan mangan dalam air dapat menyebabkan warna pada air. Oleh sebab itu, besi harus disisihkan dari air dengan cara pengendapan dan penyaringan. Anlisa terhadap besi dilakukan untuk melihat pengaruh besi terhadap warna pada air Konsentrasi besi pada unit pengolahan dan jaringan distribusi dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

(7)

Gambar 4 Konsentrasi Besi Pada Unit Gambar 5 Konsentrasi Mangan Pada Unit

Pengolahan dan Jaringan Distribusi Pengolahan dan Jaringan Distribusi Konsentrasi besi pada unit pengolahan dan jaringan distribusi mengalami penurunan mulai dari air baku sampai air hasil olahan dan air pada jaringan distribusi. Konsentrasi besi air baku adalah 1 mg/l setelah pengolahan konsentrasi besi pada air minum 0.03 mg/l. Pada saat di danau konsentrasi besi turun cukup signifikan, hal itu disebabkan oleh pengendapan partikel besi dan oksidasi senyawa besi terlarut menjadi senyawa besi yang dapat mengendap. Pada proses sedimentasi penurunan konsentrasi besi tidak besar, akan tetapi pada proses filtrasi (unit trident) penurunan konsentrasi besi cukup besar. Pada jaringan distribusi terjadi fluktuasi konsentrasi besi. Hal itu dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor perubahan fasa besi dari Fe2+ menjadi Fe3+ yang dapat mengendap akibat dari proses oksidasi dalam jaringan distribusi. Konsentrasi besi pada air minum telah memenuhi baku mutu yaitu dibawah 0.3 mg/l.

Dari Gambar 5 diatas dapat dilihat bahwa konsentrasi mangan menurun pada proses pengolahan mulai dari danau, koagulasi-flokulasi dan sedimentasi, trident (filtrasi) dan reservoir sampai ke jaringan distribusi. Konsentrasi mangan pada air baku adalah 0,403 mg/l dan konsentrasi mangan mejadi 0,078 mg/l pada air minum. Pada saat di danau terjadi penurunan konsentrasi mangan cukup besar karena terjadi aerasi dan pengendapan senyawa mangan. Pada proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi penurunan mangan juga cukup besar, akan tetapi pada proses filtrasi konsentrasi mangan relatif tetap karena partikelnya yang terlalu kecil sehingga tidak dapat disaring oleh filter pada unit trident. Konsentrasi mangan menurun setelah proses desinfeksi sampai ke distribusi, hal ini dapa disebabkan proses oksidasi lambat yang membuat mangan mengendap saat berada di jaringan distribusi. Konsentrasi mangan pada air minum telah memenuhi baku mutu yaitu dibawah 0.1 mg/l.

Konsentrasi Zat Organik dan TOC

Bahan organik alami berasal dari reaksi antara air dengan materi organik mati dan hidup dalam siklus hydrologi, dan merupakan komponen penting dari ekosistem perairan. Materi organik memiliki peran penting dalam pengolahan air minum dan air limbah. Hal tersebut adalah polutan utama yang memproduksi produk oxidasi berbahaya, kenaikan biaya bahan kimia pada proses pengolahan air (Shon et al., 2006). Konsentrasi zat organik pada proses pengolahan dan jaringan distribusi dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.

(8)

Gambar 6 Konsentrasi Zat Organik Pada Unit Gambar 7 Konsentrasi Mangan Pada Unit Pengolahan dan Jaringan Distribusi Pengolahan dan Jaringan Distribusi

Konsentrasi zat organik pada air baku adalah 13,98 mg/l dan menjadi 8,48 mg/l pada air minum serta pada jaringan distribusi konsentrasi zat organik relatif tetap. Penyisihan senyawa organik pada instalasi terjadi karena proses aerasi, oksidasi, pengendapan dan penyaringan. Pada jaringan distribusi konsentrasi zat organik relatif tetap, berarti hampir tidak ada proses penurunan konsentrasi zat organik. Kondisi tersebut juga terjadi pada TOC, konsentrasi TOC pada air baku adalah 2,98 mg/l dan konsentrasi TOC di akhir pengolahan 1.47 mg/l.

Senyawa organik dalam air hadir dalam bentuk senyawa terlarut. Peningkatan onsentrasi senyawa organik akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi partikel terlaru (TDS). Pada musim kemarau konsentrasi TDS meningkat, sehingga kemungkinan besar konsentrasi senyawa organik dan TOC mengalami peningkatan. Kehadiran senyawa organik dapat menyebabkan perubahan warna, bau, dan produk oksidasi desinfektan dalam air minum (Randtke, 1988; Richardson, 1998; Zhang dan Minear 2002; Talley et al., 2007). Kehadiran senyawa organik juga diketahui sebagai tanda adanya senyawa karsinogenik dan mutagenik trihalometan umumnya dalam proses pengolahan air minum konvensional, yang menggunakan proses klorinasi (Rook, 1974; Singer, 1999; Uyguner dan Bekbolet, 2008). Penyisihan senyawa karbon organik diperlukan jika total karbon organik (TOC) dari air olahan lebih besar dari 2,0 mg / l (US EPA, 1999; Talley, 2007). Oleh sebab itu, pada curah hujan yang rendah di musim kemarau konsentrasi senyawa organik akan meningkat. Hal tersebut perlu diantispasi agar tidak terjadi permasalahan bau dan warna serta produk oksidasi senyawa organik. Sehingga peningkatan kinerja instalasi untuk menyisihkan senyawa organik diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Konsentrasi Nitrat, Nitrit dan Ammonium

Gambar 8 Konsentrasi Nitrat Pada Unit Gambar 9 Konsentrasi Nitrit Pada Unit

(9)

Gambar 10 Konsentrasi Ammonium Pada Unit

Pengolahan dan Jaringan Distribusi

Kandungan nitrat (NO3) berlebih pada air tanah dan air permukaan merupakan

permasalahan yang sering terjadi di daerah dengan aktivitas pertanian yang tinggi (Bogardi and Kuzelka, 1991; Roques, 1996; Strebel et al., 1999; Jelĺnek et al., 2004). Konsentrasi nitrat pada

air baku adalah 0 mg/l dan menjadi 2.2 mg/l pada air minum. Pada jaringan distribusi titik 2 konsentrasi nitrat adalah 0 mg/l dan pada titik 1 konsentrasi nitrat adalah 5 mg/l. Konsentrasi nitrat selama proses mengalami fluktuasi konsentrasi dalam air. Hal tersebut terjadi karena selama proses nitrogen dapat berubah bentuk dari nitrat menjadi nitrit dan ammonium. Oleh sebab itu, terjadi fluktuasi konsentrasi nitrat pada air. Konsentrasi nitrat pada air minum masih memenuhi baku mutu air minum yaitu dibawah 50 mg/l.

Konsentrasi nitrit pada air baku adalah 0.3 mg/l dan pada air minum konsentrasi nitrit menjadi 0.225 mg/l. Selama proses pengolahan konsentrasi nitrit mengalami penurunan hal ini disebabkan proses oksidasi nitrit menjadi nitrat sehingga konsentrasi nitrit turun dan konsentrasi nitrat menjadi naik. Pada jaringan distribusi konsentrasi nitrit relatif stabil pada konsentrasi 0,016 mg/l, hal ini terjadi karena pada titik ini tidak terjadi perubahan ammonium menjadi nitrit hampir tidak ada. Konsentrasi nitrit pada air minum masih memenuhi baku mutu air minum yaitu dibawah 3 mg/l.

Konsentrasi ammonium pada air minum adalah 0,86 mg/l dan menjadi 0 mg/l pada air minum serta relative tetap pada jaringan distribusi. Ammonium pada proses pengolahan berubah menjadi nitrat karena proses oksidasi. Konsentrasi ammonium pada air minum masih memenuhi baku mutu air minum yaitu dibawah 1,5 mg/l.

Efisiensi Pengolahan IPAM

Pada proses pengolahan air baku menjadi air minum, banyak zat pencemar dalam air baku yang disisihkan agar air minum memenuhi standard kualitas yang ditetapkan. Untuk mengetahui kinerja instalasi terhadap penyisihan berbagai zat pencemar yang ada, dapat dilakukan dengan menghitung efisiensi pengolahan tiap-tiap parameter. Perhitungan efisiensi dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dari perhitungan diatas diperoleh efisiensi pengolahan instalasi terhadap penyisihan suatu parameter air minum. Dari data diatas dapat dilihat lebih jelas dalam grafik pada Gambar 11.

(10)

Gambar 11 Efisiensi Pengolahan Instalasi Pengolahan Air Minum Lippo Cikarang

Dari hasil analisa, diperoleh efisiensi instalasi dalam mengolah air menghasilkan penurunan kekeruhan sebesar 97,27 %, warna sebesar 98,87 %, besi sebesar 97,00 %, mangan sebesar 80,65 %, zat organic sebesar 39.01 %, dan TOC sebesar 50,67 %. Efisiensi pengolahan terhadap parameter TSS, Kekeruhan, Warna, Besi, Mangan dan ammonium adalah tinggi, sedangkan efisiensi pengolahan terhadap zat organik, TOC rendah. Hasil pengolahan dari semua parameter diatas telah memenuhi baku mutu air minum, kecuali untuk parameter zat organik (KMnO4) dan TOC tidak diatur dalam baku mutu air minum menurut PERMENKES RI

NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002.

KESIMPULAN

Dari hasil analisa laboratorium terhadap sampel air pada unit pengolahan dan jaringan distribusi diperoleh bahwa kualitas air minum seluruhnya memenuhi standard baku mutu menurut PERMENKES RI 907/MENKES/SK/VII/2002. Dari hasil analisa, diperoleh efisiensi instalasi dalam mengolah air menghasilkan penurunan kekeruhan sebesar 97,27 %, warna sebesar 98,87 %, besi sebesar 97,00 %, mangan 80,65 %, zat organik 39.01 %, dan TOC sebesar 50,67 %. Instalasi dapat menyisihkan zat anorganik dengan baik dan penyisihan zat organik yang rendah dan senywa organik diduga menjadi penyebab terjadinya warna dan bau pada air minum pada musim kemarau. Pada musim kemarau konsentrasi partikel terlarut meningkat dimana dalam konsentrasi partikel terlarut adalah zat organik. Instalasi pengolahan air minum Lippo Cikarang perlu peningkatan penyisihan senyawa organik untuk mengatasi permasalahan bau dan warna yang terjadi pada musim kemarau.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Program Hibah Kompetisi berbasis Institusi (PHKI) ITB.

DAFTAR PUSTAKA

Hudson, Herbert. E, Jr., 1981. Water Clarification Processes : Practical Design and Evaluation. Litton Education Publishing, Inc. United State of America

Jiuhui, QU, et al., 2007. Development and Application of Innovative Technologies Drinking Water Quality Assurance in China. Front. Environ. Sci. Engin. China, 1(3): 257-269

(11)

Jelĺnek, Ludek, et al., 2004. A Combination of Ion Excahnge and Electrochemical Reduction for

Nitrate Removal from Drinking Water: Part I. Water Environment Research, Vol. 76. No. 7: 2686

Montgomery, James M., 1985.Water Treatment Principles and Design. John Wiley & Sons, Inc. USA

Sawyer, Clair N., 1994. Chemistry For Environmental Engineering, Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. Singapore

Shon, Ho-Kyong, et al., 2006. Analytical methods of size distribution for organik matter in water and wastewater. Korean J. Chem. Eng. Vol. 23, No. 4: 581-591

Talley, Jeffry W., et al., 2007. Effect of Copper(II) on Natural Organik Matter Removal During Drinking Water Coagulation Using Aluminum-Based Coagulants. Water Environment Research, 79, 6: 593

Uyguner, Ceyda Senem dan Bekbolet, M., 2008. Aqueous Photocatalysis, Natural Organic Matter Characterization and Removal: A Case Study of the Photactalytic Oxidation of Fulvic Acid. Dangerous Pollutants (Xenobiotics) in Urban Water Cycle: 247-256

Wijayanti, Fitria Kusuma, 2008. Profil Pencemaran Logam Berat Di Air Dan Sedimen Sungai Citarum Segmen Dayeuh Kolot Sampai Nanjung. Tugas Akhir S1. Program Studi teknik Lingkungan, FTSL, ITB : Bandung

Gambar

Tabel 1 Kualitas Air Pada Proses Pengolahan Air Minum dan Jaringan Distribusi
Gambar 1  Konsentrasi Kekeruhan Pada Unit Pengolahan
Gambar 3 Konsentrasi Partikel Terlarut Pada Unit Pengolahan dan Jaringan Distribusi  Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan konsentrasi partikel terlarut di unit  pengolahan mulai dari unit danau, koagulasi-flokulasi dan sedimentasi, tride
Gambar 11 Efisiensi Pengolahan Instalasi Pengolahan Air Minum Lippo Cikarang

Referensi

Dokumen terkait

Manusia hanyalah “modus” dari realitas “ada”, dan dalam bahasa Heidegger “das Dasein”, yang berararti realitas “ada” yang berada di sana (Da),

dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karna manusia memiliki.. kemampuan

This research is then conducted to find out the English teachers’ mastery in TOEFL Prediction in listening comprehension, structure and written expression, and reading

Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah apakah permainan kartu bilangan dapat mengembangkan kemampuan mengenal bilangan 1-10 pada anak kelompok B TK Mawar

Faktor ketiga yang menjadi masalah yang di hadapi oleh Direktorat Binmas Polda Metro Jaya saat ini adalah kompetensi personel yang dimiliki, menurut Hasibuan

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian proses implementasi tarif progresif terhadap retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Surakarta

menerapkan nilai-nilai dasar akuntabilitas, nasionalisme, etika public, komitmen mutu dan anti korupsi berkontribusi dengan visi misi RS Kanker Dharmais dalam memberikan