• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Animasi

Animasi yang dalam bahasa Yunani animare, memiliki terjemahan ‘untuk memberi hidup’ (Selby, 2013). Hal ini berarti dalam benda mati terdapat ilusi dari sebuah gerakan. Dalam ilusi tersebut, animasi mengambil bagian dalam pembuatan gambar-gambar artifisial yang berurutan dan terlihat bergerak oleh mata. Pergerakan yang dilihat dalam animasi dihasilkan melewati persistence of vision, di mana saat mata melihat gambar-gambar yang muncul secara cepat, otak seolah menipu diri bahwa sebuah gambar sedang bergerak (hlm. 9).

Menurut Williams (2012), animasi sebagai gambar bergerak memiliki

potensi yang tidak terbatas. Dengan berkembangnya zaman, animasi juga

dinyatakan dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi (hlm. 20). Hal ini

dapat dilihat dari awal mula munculnya gambar binatang berkaki empat yang

ditemukan di dinding goa 35.000 tahun lalu (hlm. 11).

(2)

6 2.1.1. Animasi 3D

Gambar 2.1. Contoh Animasi 3D (Sumber: Disney Pixar, 2009)

Menurut Beane (2012), animasi 3D merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari industri film. Animasi 3D yang dimaksud yaitu berbagai tipe grafis 3D seperti gambar statis maupun bergerak (hlm. 1). Menurut Selby (2013), konsep 3D computer-generated animation merupakan gabungan dari teknik animasi stop- motion yang dipadukan dengan teknik animasi frame-by-frame. Gabungan ini mengizinkan animator untuk membuat dan melakukan manipulasi di mana tokoh dan environment dibuat menggunakan data matematis komputer (hlm. 148).

Animasi 3D memiliki berbagai kegunaan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang hiburan, sains, dan lainnya (Beane, 2012). Setiap bidang ini memanfaatkan animasi 3D dengan teknik yang berbeda. Hasilnya dapat berupa sebuah film, video, visualisasi, rapid prototyping, dan lainnya (hlm. 2).

2.1.2. Proses Produksi Animasi 3D

Menurut Beane (2012), proses produksi animasi 3D meliputi pekerjaan

sekelompok orang, hardware, dan software dengan jadwal (pipeline) yang sudah

(3)

7 ditentukan (hlm. 21). Menurut Selby (2013), pipeline animasi berfungsi untuk melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah logis yang akan diambil pada proses pembuatan animasi. Jadwal tersebut terdiri dari 3 proses, yaitu proses pra produksi, produksi, dan pasca produksi (hlm. 13).

Menurut Wyatt (2010), berikut adalah penjelasannya:

1. Pra Produksi

Pra produksi adalah proses yang pertama dilakukan dalam pembuatan animasi. Proses tersebut meliputi bagian di mana ide, desain, dan perencanaan dilakukan. Dalam perancanaan ini diperlukan riset yang mendukung keputusan akhir tersebut. Perancanaan tersebut antara lain adalah pembuatan ide, konsep, riset cerita, riset visual, penulisan naskah cerita, storyboard, bahasa film, mini bible, konsep desain, environment design, character design, dan kepengurusan tim (hlm. 14).

2. Produksi

Babak produksi merupakan babak dimana tokoh dibuat menjadi hidup

dan desain environment berubah menjadi dunia tokoh beraksi. Babak

produksi meliputi perekaman suara, pembuatan background, staging,

modeling aset, perancanaan shot, lighting, dan sebagainya (hlm. 48).

(4)

8 3. Pasca Produksi

Babak pasca produksi merupakan proses kreatif penting yang dilakukan setelah proses produksi selesai. Pasca produksi berpusat pada hasil akhir dari animasi, dimana animasi dan suara disatukan. Proses tersebut meliputi compositing CGI, visual effects (VFX), pengolahan suara, dan editing hasil akhir film animasi (hlm. 117).

2.2. Perancangan konsep environment

Gambar 2.2. Contoh Environment (Sumber: Hernandez, 2013, hlm. 43)

Menurut Bacher (2012), perancangan environment merupakan hasil visualisasi dari script cerita. Visualisasi dihasilkan dari riset yang mendukung cerita (hlm.

10). Riset dilakukan untuk merancang environment yang unik dan menarik. Riset meliputi eksplorasi terhadap arsitektur, lingkungan bersejarah, pemandangan, kostum dan properti disaat yang bersamaan (hlm. 44). Menurut Wyatt (2010), riset environment yang berbasis pada suatu lokasi harus memiliki referensi foto atau sketsa untnuk memastikan detil arsitektur yang benar (hlm.37).

Perancangan environment yang dibuat harus selaras dengan elemen visual

lainnya (seperti tokoh) agar menghasilkan hasil akhir yang menjual (Bacher,

(5)

9 2012). Berbagai elemen dalam perancangan environment juga membutuhkan pertimbangan khusus, seperti style yang akan digunakan, pemilihan warna dan detil yang ditunjukkan. Style yang terpilih merupakan yang terbaik dalam menunjukkan cerita yang ingin disampaikan (hlm. 45). Setiap elemen tersebut juga berdampak pada suasana dan emosi yang dirasakan penonton. Komposisi sebagai salah satu elemen pengatur environment memiliki peran dalam mengarahkan audiens kepada pusat perhatian yang dituju (hlm. 72).

Menurut Wyatt (2010), seni dari merancang sebuah environment untuk animasi memiliki kesamaan dengan merancang animasi secara keseluruhan.

Environment dibuat sebagai tempat di mana tokoh dapat melakukan aksinya.

Walaupun penting untuk penonton mengetahui keberadaan tokoh, desain

environment tidak boleh mendominasi suatu adegan. Ketika lingkungan tokoh

terlihat terlalu padat, penonton akan terganggu dan kebingungan akan hal yang harus diperhatikan. Sebuah rancangan environment yang baik akan terlihat tidak seimbang atau sedikit kosong tanpa karakter (hlm. 36-37).

2.2.1. Environment dalam storytelling

Menurut Hernandez (2012), setiap cerita yang baik memiliki environment yang

dapat berbicara langsung mengenai masalah yang dialami oleh tokoh tertentu

(hlm. 38). Sebagai penggerak cerita, perancangan environment harus

memperhitungan berbagai elemennya seperti perancangan

background,

pertimbangan lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya, hingga komponen biotik

dan abiotik dari environment. Perancangan elemen ini akan membangun suasana

untuk tokoh dan menambahkan personality dari tokoh (hlm. 135-136).

(6)

10 2.2.2. Elemen Biotik dan Abiotik dalam Environment

Menurut Sharma (2013), environment terdiri dari dua komponen utama yaitu biotik dan abiotik. Seluruh komponen yang hidup dikategorikan sebagai komponen biotik, sedangkan komponen yang tidak hidup dikategorikan sebagai komponen abiotik. Abiotic environment terdiri dari berbagai faktor seperti tanah, air, suhu, musim hingga atmosfir yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam keberlangsungan kehidupan komunitas. Sedangkan biotic environment terdiri dari sumber makanan, tumbuhan, hewan, hingga manusia. Keberadaan dan pengolahan kedua elemen ini membagi environment ke dalam tiga tipe (hlm. 3-5).

Environment dibagi kedalam tiga kategori yaitu natural environment, man-made environment, dan socio-cultural environment. Natural environment merupakan lingkungan yang masih berfungsi secara natural atau alamiah tanpa intervensi manusia dalam jumlah besar. Hasil udara, air, dan sumber energi lainnya bukan berasal dari kegiatan manusia melainkan bagian dari lingkungan yang alami. Man-made environment memiliki mayoritas komponen lingkungan yang dibuat oleh manusia seperti kebun, ladang, hingga kota. Sedangkan socio- cultural environment berarti lingkungan yang dihasilkan dari berbagai kegiatan sosial maupun kultur masyarakat pada tempat tersebut. Aspek kehidupan manusia seperti kultur atau budaya, politik, moral, dan ekonomi termasuk dalam socio- cultural environment (hlm. 5-6).

2.2.3. Arsitektur

Menurut Bridge (2015), arsitektur merupakan hasil nyata dari proses perencanaan

desain, teknik, dan konstruksi. Pada masa kini, selain pembangunan arsitektur,

(7)

11 aestetik dari suatu bangunan juga diutamakan dalam masyarakat. Hal ini menghasilkan beberapa kebutuhan khusus untuk membangun bangunan yang aman dan kokoh, namun juga berhasil mengekspresikan arsitektur sebagai sebuah bentuk seni (hlm.1).

Bangunan memiliki batasan tertentu untuk dapat disebut sebagai sebuah arsitektur (Singley, 2019). Arsitektur dirancang dengan tujuan yang fungsional tanpa melupakan keindahan makna dari rancangan suatu bangunan. Menurut Ackerman (seperti dikutip dalam Singley, 2019, hlm. 7), dengan melihat sejarah arsitektur, kita dapat melihat tradisi bangunan yang secara tidak sadar diturunkan sebagai tradisi secara generasi ke generasi selanjutnya.

Dengan mempertimbangkan kombinasi dari sejarah, teori, dan investigasi material, arsitektur yang menghasilkan makna budaya ikut berkontribusi dalam membuat sebuah environment dunia (hlm. 10). Melalui pandangan ini, masyarakat memiliki kesadaran terhadap berbagai arsitektur dengan kepribadian yang berbeda. Contohnya pada film animasi The Simpsons, di mana pada sebuah rancangan ibu kota dibuat dengan melibatkan berbagai kultur pop yang merepresentasikan mass comsumption (hlm. 7).

2.2.4. Rumah

Sebagai sebuah karya arsitektur, rumah memiliki nilai estetis tanpa melupakan

fungsi dan tujuan dari dibangunnya suatu rumah (Rury, 2016). Sebuah rumah

yang ideal dapat menghasilkan perasaan aman yang memberikan kenyamanan

bagi pemiliknya. Dalam rancangan pembangunan sebuah ruang, terdapat 3 elemen

(8)

12 utama yang harus di pertimbangkan yaitu bidang alas, bidang pembatas, dan bidang atap (hlm. 52-53).

Dalam membangun suatu rumah, dibutuhkan keseimbangan antara efek yang dihasilkan oleh arsitektur maupun efek yang dihasilkan secara psikologis (Stoneham et al., 2015). Sebuah bangunan rumah dapat dikatakan sebagai rumah seseorang atau home ketika terdapat koneksi yang terjalin antara seseorang dengan rumah tersebut. Berikut adalah 20 kategori yang dibagi dalam 3 aspek pendukung bangunan sebagai sebuah rumah (hlm. 2-4):

1. Aspek Personal

Aspek ini berhubungan dengan kategori yang bersifat personal seperti hubungan antara seseorang dengan rumahnya maupun hubungan arsitektur dengan alam sekitarnya. Kategori-kategori personal yang dihasilkan oleh rumah berupa rasa bahagia, tanggung jawab, ekspresi diri, pengalaman kritis, keabadian, privasi, waktu, tempat yang berarti, pengetahuan, dan keinginan untuk kembali.

2. Aspek Sosial

Aspek ini dapat diartikan sebagai respon psikologi yang membentuk

kategori-kategori berikut. Kategori-kategori sosial yang dihasilkan berupa

tipe hubungan, kualitas hubungan, teman dan hiburan, dan lingkungan

emosional dengan orang lain.

(9)

13 3. Aspek Fisik

Aspek ini dapat diartikan dalam bentuk arsitektural. Kategori-kategori fisik arsitektural rumah berupa struktur rumah, pelayanan, gaya arsitektural, lingkungan kerja, dan spatiality.

Rumah dapat memberikan atribut positif maupun negatif terhadap pemiliknya. Hal ini dipengaruhi oleh aspek personal, sosial, dan fisik. Contoh kategori yang dapat memberikan atribut positif adalah ketika pemilik rumah memiliki hubungan yang baik dan personal dengan sesuatu di rumahnya seperti keluarga maupun binatang peliharaan. Sedangkan dalam pemberian atribut negatif, contohnya dapat dilihat pada dampak yang diberikan oleh fisik rumah yang tidak sesuai ekspektasi dari pemiliknya. Sehingga rumah dapat memberikan stimulasi, rasa nyaman, rasa aman, hingga mengharmonikan kehidupan pemiliknya (hlm. 6-14).

2.2.5. Ruang

Menurut Barnwell (2017), dalam arsitektur, ruang atau space merupakan kekosongan di dalam bangunan yang harus dibentuk dan memiliki definisi.

Desain ruang dibuat untuk memberikan dampak kepada emosi dan aksi penonton.

Ruang juga membentuk pengalaman penonton secara visual dan psikologis,

mempengaruhi tokoh pada cerita untuk berinteraksi dengan dunianya. Komposisi

ruangan akan dibentuk mengikuti spatial principles, seperti sirkulasi, hirarki,

geometry, keseimbangan, ukuran, proporsi, dan kontras yang memiliki hubungan

satu sama lain. Setiap elemen arsitektural tersebut diatur untuk membuat sebuah

ruang dapat diingat dan memiliki koneksi dengan imajinasi penonton.

(10)

14 Desainer mengatur ruang dan struktur arsitektur dengan acuan konsep visual. Kekosongan ruang dalam suatu adegan dapat ditutup maupun dibuka dengan detil arsitektur seperti plafon, bentuk, sudut, dan tinggi tingkatan. Bentuk dalam ruang memiliki makna simbolik yang mendukung konsep. Garis, bentuk, tekstur, dan motif dapat digunakan untuk mengatur ruang dan memberikan ide akan situasi yang terjadi (hlm. 83-84).

Elemen sederhana dari komposisi seperti garis dan bentuk dapat merubah intensi ruang, berikut adalah contohnya:

1. Garis Vertikal

Garis vertikal dapat menunjukkan formalitas, martabat, maupun kekuatan yang kaku.

2. Garis Horizontal

Garis horizontal dapat menunjukkan hal yang alami, keseimbangan, maupun ketenangan.

3. Garis Diagonal

Garis diagonal dapat menekankan pergerakan dan perubahan, juga dapat membentuk segitiga yang menunjukkan kekuatan yang seimbang.

4. Garis Melengkung

Garis melengkung dapat menunjukkan pengertian tentang alam,

keindahan, dan hal yang elegan.

(11)

15 5. Bentuk Kotak dan Segitiga

Bentuk kotak dan segitiga yang muncul dari pergabungan antara garis- garis menunjukkan sesuatu yang dibuat, manufactured, sebagai hal yang berlawanan dari alam.

2.2.6. Bentuk

Menurut Ching (2014), istilah bentuk atau form memiliki beberapa makna. Bentuk dapat merujuk kepada penampilan eksternal yang dapat diakui seperti kursi maupun badan manusia yang mendudukinya. Selain itu, bentuk secara tidak langsung dapat diartikan sebagai sebuah kondisi di mana bentuk merubah dirinya seperti air dalam bentuk uap. Dalam konteks seni dan desain, istilah bentuk digunakan untuk melambangkan struktur formal dari sebuah karya. Karya yang dimaksud adalah hasil dari pengaturan setiap elemen dan bagian dari komposisi yang memproduksi sebuah gambar koheren. Bentuk dapat dibagi menjadi dua, yaitu bentuk solid (form) yang memiliki volume atau massa tiga dimensional dan bentuk dasar (shape) yang mengendalikan penampilan bentuk.

Sebuah bentuk memiliki beberapa elemen yang harus dipertimbangkan dalam mewujudkan suatu bentuk tertentu seperti bentuk dasar, ukuran, warna, dan tekstur. Bentuk dasar berfungsi sebagai landasan dalam proses identifikasi bentuk.

Sebagai salah satu bagian pengatur visual dari bentuk, ukuran meliputi dimensi fisik berupa panjang, lebar, dan kedalaman yang menentukan proporsi bentuk.

Warna berfungsi sebagai elemen terjelas yang dapat membendakan bentuk dari

lignkungannya secara visual. Sedangkan tekstur menentukkan kualitas visual,

indera sentuhan permukaan, dan pantulan cahaya suatu bentuk (hlm. 35).

(12)

16 Terdapat bentuk-bentuk dasar yang utama sebagai berikut (hlm. 39-42):

1. Lingkaran

Lingkaran adalah bidang melengkung yang terdiri dari kumpulan titik-titik dengan ronggang yang selaras dari titik pusat. Lingkaran dapat melambangkan sesuatu yang terpusat, introvert, dan dinamis pada lingkungannya.

2. Segitiga

Segitiga adalah bidang yang memiliki tiga sisi dan tiga sudut. Bentuk dasar ini memiliki stabilitas yang sangat stabil ketika diposisikan pada salah satu sisinya, namun ketika diposisikan pada salah satu sudut akan menimbulkan kelabilan maksimal.

3. Bujursangkar

Bujursangkar adalah bidang yang memiliki empat sisi dan empat sudut.

Bujursangkar dapat melambangkan sesuatu yang murni dan rasional.

Seperti segitiga, bentuk dasar ini dapat memiliki kestabilan jika diposisikan pada sisinya dan kelabilan jika diposisikan pada sudutnya.

Keseluruhan bentuk dapat terdiri dari suatu transformasi pada bentuk solid primer yang berupa manipulasi satu atau lebih dimensi. Transformasi bentuk memiliki tiga tipe yang terdiri dari transformasi dimensional, transformasi substraktif, dan transformasi aditif dengan pengertian sebagai berikut.

Transformasi dimensional merupakan transformasi yang merubah dimensi suatu bentuk namun tetap mempertahankan identitasnya sebagai suatu bentuk.

Transformasi substraktif merupakan transformasi bentuk dengan cara mengurangi

(13)

17 bagian dari volume yang dapat menghasilkan pertahanan maupun perubahan identitas suatu bentuk. Sedangkan transformasi aditif berupa transformasi dengan menambahkan elemen tertentu pada volume bentuk yang dapat menghasilkan pertahanan maupun perubahan identitas suatu bentuk (hlm. 51).

2.2.7. Eksterior

Menurut Boswell (2013), perancangan penampilan eksterior merupakan gabungan aplikasi dari berbagai faktor seperti sains, seni, material dan konstruksi yang menghasilkan sebuah komposisi seni. Hal yang dimaksud dalam eksterior yaitu konfigurasi daerah luar bangunan yang memisahkan elemen eksterior dari bagian interior seperti dinding dan atap. Setiap rancangan bangunan dan eksteriornya memiliki desain yang unik berdasarkan fungsi bangunan tersebut. Eksterior suatu bangunan dibuat dengan terstruktur, telah dilakukan riset dan desain dengan detil hingga di eksekusi sesuai spesifikasi rancangan. Salah satu cara untuk membuat desain eksterior adalah penggunaan prinsip 5W 1H, what, why, who, where, when, dan how. Contohnya yaitu mempertimbangkan fungsi dari bangunan tersebut dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi desain (hlm. 1-3).

Dalam merancang eksterior bangunan, terdapat 4 fungsi utama eksterior yang harus dipertimbangkan:

1. Fungsi Struktural

Bangunan yang memiliki kemampuan sebagai fondasi dari sutu bangunan.

2. Fungsi Weathertightness

Kemampuan eksterior bangunan dalam menghadapi faktor cuaca seperti

angin dan air.

(14)

18 3. Fungsi Efisiensi Energi

Bangunan dapat berfungsi maksimal dengan mengurangi komsumsi energi seperti penggunaan listrik.

4. Fungsi Akomodasi

Fungsi akomodasi meliputi akomodasi pergerakan bangunan yang bekerja sama dengan fungsi stuktural.

Fungsi kedua dan ketiga bekerja sama dalam mewujudkan fungsinya.

2.2.8. Interior

Menurut Barnwell (2017), penggunaan interior dalam suatu adegan ditujukan agar penonton dapat diarahkan untuk fokus mengenal tokoh. Perasaan claustohphobia secara fisik dan terperangkap secara emosi merupakan salah satu akibat dari teknik ini. Secara visual, penggunaan interior dapat menceritakan perbedaan struktur sosial tokoh yang terperangkap tanpa dapat berhubungan dengan dunia luar. Hal ini juga akan memaksa penonton untuk melihat cerita internal seorang tokoh lebih dalam yang biasanya merupakan hasil dari keterbatasan tokoh dengan physical environment (hlm. 118).

2.2.9. Pintu dan Jendela

Menurut Barnwell (2017), penggunaan pintu dan jendela sebagai transisi memiliki simbol perbedaan antara dua dunia yang kontras, eksterior dengan interior.

Contohnya pada film Godfather: Part 2 (1974), pintu digunakan untuk

membedakan fungsi gender. Pada tokoh feminisme dibuat ruang untuk keluarga

sedangkan pada tokoh maskulin dibuatkan ruang untuk bisnis. Peletakkan pintu

dan jendela oleh desainer juga mempengaruhi bagaimana pemahaman penonton

(15)

19 membaca tempat, tokoh, dan cerita. Kedalaman ruang dapat diciptakan dengan melalui pintu dan jendela. Pergerakan dari eksterior menuju interior melalui jendela memberikan penonton untuk fokus ke dalam frame yang diciptakan.

Sedangkan keberadaan pintu yang terlihat dari jendela dapat memberikan dan memisahkan antara ruang interior lainnya (hlm. 108).

2.2.10. Dekorasi Set

Menurut Barnwell (2017), dekorasi set memiliki tujuan untuk membuat sebuah environment yang secara fisik mendukung aksi dan emosi tokoh dalam dunia cerita. Dekorasi set meliputi pertimbangan dalam memilih perabotan dan dekorasi suatu adegan. Pertimbangan seperti ukuran, bentuk, style, dan tekstur perabotan maupun dekorasi yang terpilih akan menambah suasana pada konsep visual.

Pengaturan dari perabotan dan dekorasi terpilih dalam ruang juga merupakan hal yang esensial untuk konsep visual. Perpaduan antara elemen tersebut menghasilkan momen ajaib yang memiliki dialog unik dan saling mendukung visual maupun cerita.

2.2.11. Properti

Menurut Prince (2015), melakukan riset dan penemuan untuk sets, props, dan

furnishing yang memberikan tokoh pada sebuah dunia cerita memiliki

kepentingan dalam dunia perfilman digital sekarang (Hlm. 141). Menurut

Barnwell (2017), properti aktif merupakan sebuah benda yang secara aktif

digunakan pada sebuah adegan. Properti digunakan untuk menambahkan kesan

autentik pada sebuah lokasi dan menyampaikan kesan maupun suasana pada suatu

(16)

20 tempat. Suasana yang diciptakan dirancang dengan layers of meaning untuk memenuhi tujuan akhir visual (hlm. 44).

2.2.12. Material

Pemilihan pemakaian material yang berbeda akan menciptakan suasana dan arah cahaya yang berbeda (Barnwell, 2017). Contohnya dapat dilihat pada penggunaan material yang menyebabkan permukaan halus, cahaya terang yang menyinari permukaan akan dipantulkan. Selain dari pertimbangan suasana dan pantulan cahaya, pemilihan material juga dipengaruhi oleh periode atau jaman di mana seorang tokoh tinggal (hlm. 189).

Pemilihan material yang dapat mendukung estetik cerita memiliki kepentingannya sendiri, namun fungsi dari material juga harus bisa mendukung objek dan bangunan tersebut (Duggal, 2017). Suatu material dapat dipilih atas fungsinya dalam cuaca lingkungan tertentu. Faktor ekonomi dari suatu material juga dapat menjadi aspek pertimbangan pemilihan (hlm. 1).

Setelah mengetahui estetika dan fungsi dari dipilihnya sebuah material,

kita juga dapat mengetahui cerita suatu benda atau bangunan dari materialnya

(Singley, 2019). Dalam mengenal cerita dibalik suatu bangunan, dibutuhkan

perhatian terhadap penggunaan pola dan imprint pada ruang dan permukaan

bangunan. Goresan dan noda yang terdapat pada material bangunan dapat

menceritakan berbagai kejadian yang telah dilalui oleh suatu bangunan. Dampak

pada material suatu bangunan memiliki kemampuan untuk merefleksikan

keseharian penggunaan bangunan oleh seseorang. Sehingga sebuah detil

bangunan dan ornamennya memiliki potensi untuk mengungkapkan suatu ide

(17)

21 besar yang tersembunyi dalam sebuah desain. Penggunaan material dalam kehidupan sehari-hari ini membangun masyarakat untuk menyerap kenangan melewati jejak penggunaan material dan pola dalam suatu bangunan (hlm. 8).

2.2.13. Warna

Menurut Bacher (2012), penggunaan warna dalam film animasi memiliki aturannya sendiri. Pemilihan warna harus memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Melewati warna, penonton dapat mengetahui waktu, cuaca, hingga lokasi interior maupun eksterior dalam suatu adegan. Penggunaan kombinasi warna juga memiliki kepentingan yang sama dengan pemilihan warna utama. Contohnya dalam penggunaan dua warna yang kontras, dapat membantu menghasilkan respon emosi yang dramatis. Respon ini yang nantinya memberikan indikasi kepada penonton mengenai hal yang akan terjadi (hlm. 139).

Menurut Bellantoni (2012), warna memiliki bahasa sendiri, dimana warna secara visual dapat mendefinisikan perjalanan tokoh maupun lapisan pada cerita.

Beberapa film ditemukan menggunakan transfomasi warna maupun flow dari

warna untuk mendukung evolusi tokoh dan cerita sepanjang film. Dukungan ini

dihasilkan dari karakteristik warna yang dapat memicu respon fisik maupun

emosional penonton. Setiap warna memiliki berbagai karakteristik dengan

masing-masing menghasilkan respon yang berbeda. Contohnya, warna merah

dapat menghasilkan 6 karakteristik yang berbeda seperti merah yang

melambangkan kekuatan, kesehatan, tantangan, kecemasan, kemarahan, dan hal

yang romantis.

(18)

22 2.3. Desa

Berdasarkan UU no.6 tahun 2014 tentang Desa, desa adalah daerah administratif terkecil yang memiliki kesatuan masyarakat dengan mayoritas mata pencaharian bertani. Pada umumnya masyrakat pedesaan menjaga budaya milik daerah pedesaan yang berkaitan dengan unsur sosial, budaya, struktur demografi, dan kelembagaan desa (Bappenas, & Statistik, 2015). Masalah yang dihadapi oleh masyarakat sendiri berupa kemiskinan dan adanya keterbatasan akses infrastruktur maupun layanan dasar (hlm. 1). Menurut kriteria dari Direktorat Perkotaan dan Perdesaan (seperti dikutip dalam Victoria br. Simanungkalit, dkk, 2017), berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM), desa dibagi menjadi tiga kategori:

1. Desa Tertinggal

Desa yang standar pelayanannya belum terpenuhi. Hal ini meliputi kapasitas yang belum mencukupi kebutuhan sosial, pembangunan dan sarana dasar, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintah.

2. Desa Berkembang

Desa yang standar pelayanannya sudah terpenuhi namun pengelolaannya belum memperlihatkan peningkatan.

3. Desa Mandiri

Desa yang standar pelayanannya sudah terpenuhi dan secara kelembagaan

telah menunjukkan kemajuan.

(19)

23 Untuk mengakomodasi Standar Pelayanan Minimum pada desa, pemerintah membuat Indeks Pembangunan Desa atau IPD (Bappenas, & Statistik, 2015). IPD memiliki 5 dimensi sebagai indikator suatu desa, antara lain (hlm. 6- 8):

1. Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar meliputi segala kebutuhan dasar yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan. Hal ini berarti mencakup kapasitas dan akses masyarakat untuk menggapai fasilitas pendidikan maupun kesehatan (rumah sakit, poliklinik, apotek, dll).

2. Kondisi Infrastruktur

Kondisi infrastruktur meliputi kebutuhan dasar yang mendukung perkembangan ekonomi masyarakat maupun kemampuan pengolahan sumber daya alam. Variabel penyusun infrastruktur antara lain infrastruktur ekonomi (pertokoan, warung, akomodasi, dsb), infrastruktur energi, infrastruktur air bersih dan sanitasi, serta infrastruktur komunikasi dan informasi.

3. Aksesibilitas/Transportasi

Sebagai penghubung kegiatan sosial dan ekonomi dalam desa,

aksesibilitas/transportasi disusun sebagai dimensi sendiri karena

kepentingannya. Penyusun dari transportasi sendiri yaitu keadaan jalan

dan penerapan lalu lintas, pelaksanaan angkutan umum, maupun akses

(20)

24 terhadap transportasi. Selain itu pertimbangan juga meliputi jarak antara desa dengan pusat pemerintahan yang dapat mempengaruhi berjalannya kegiatan sosial dan ekonomi dilakukan di daerah pemerintahan pusat.

4. Pelayanan Umum

Pelayanan umum mencakup ketersediaan kebutuhan pelayanan atas barang, jasa, maupun administratif yang dapat mendukung perkembangan masyarakat sosial dan lingkungan. Pelayanan yang dimaksud mewakili aspek pemberdayaan masyarakat dan aspek lingkungan.

5. Penyelenggaraan Pemerintah

Penyelenggaraan mencakup hasil kerja pemerintahan desa yang meliputi pelayanan administratif untuk warga desa. Variabel pendukung penyelanggaraan pemerintah yaitu keberlansungan sistem pemerintah desa, pembangunan ekonomi desa dan pembangunan masyarakat desa.

Desa memiliki beragam potensi yang dapat dikembangkan berdasarkan

faktor fisik maupun non-fisik desa (Soleh, 2017). Potensi fisik pada desa

berkaitan dengan faktor sumber daya alam (SDA) yang dimiliki seperti, lahan,

tanah, air, iklim, lingkungan geografis, ternak, dan manusia sebagai pengolah

SDA. Sedangkan untuk potensi non-fisik berkaitan dengan perilaku dan penataan

masyarakat desa yang meliputi lembaga desa, aparatur desa, adat istiadat, dan

budaya. Cara pengolahan potensi yang dimiliki desa nantinya menentukkan

perkembangan masyarakat desa dalam menuju kesejahteraan (hlm. 36-38).

(21)

25 2.3.2. Masalah Masyarakat

Pengolahan potensi fisik maupun non-fisik desa yang tidak memadahi dapat mengakibatkan permasalahan kehidupan di desa (Soleh, 2017). Permasalahan tersebut pada umumnya berupa keterbatasan terhadap aksesibilitas dan kualitas kebutuhan pokok, layanan masyarakat, sumber daya alam, dan masalah sosial.

Keterbatasan kebutuhan pokok meliputi kurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, layanan perumahan dan sanitasi, dan layanan air bersih.

Pada layanan masyarakat, masyarakat memiliki kesulitan dalam memperoleh layanan yang berkualitas dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan sarana maupun prasarana wilayah. Hal ini berimbas kepada perilaku masyarakat yang memperburuk kondisi lingkungan dan sumber daya alam di desa. Selain itu, masalah sosial juga timbul di tengah masyarakat seperti beban tanggungan keluarga yang terlalu besar, adanya ketidaksetaraan maupun ketidakadilan gender, rasa aman yang kurang, dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa (hlm. 39-40).

2.3.3. Pernikahan Dini

Menurut RUU Perkawinan No. 1/1974, pernikahan dini merupakan pernikahan illegal yang melibatkan laki-laki dan perempuan berusia di bawah 19 tahun.

Menurut Pujihasvuty (seperti dikutip dalam Follona, 2014, hlm. 158), wilayah

tempat tinggal di perkotaan maupun perdesaan memiliki pengaruh dalam usia

perkawinan masyarakat. Selain itu, faktor individu yang mendukung pernikahan

dini menurut Landung (seperti dikutip dalam Follona, 2014, hlm. 158) yaitu

rendahnya pendidikan dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi,

(22)

26

pendewasaan usia perkawinan, dan perencanaan keluarga. Hal ini tentunya

berdampak kepada risiko kesehatan maupun kematian pada remaja yang

mengandung, putus sekolah, perceraian, kekerasan rumah tangga, hingga

ketidaksiapan secara ekonomi dan psikologis dalam perkawinan.

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dengan Bapak Manto ( Warga Tinggi Ari), tanggal 10 Februari 2014.. 3 setengah sama halnya menumpang dua kaki seperempat menumpang satu kaki dan

D Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari 5 kali tebal pelat atau 450 mm. D Bila diperlukan, tulangan susut dan suhu pada semua penampang harus mampu

“Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh alat perekam (sensor)

Konsep perbandingan senilai juga muncul pada saat petani padi memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja dengan jumlah tetap, yang bekerja pada sawah

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

No Nama Perusahaan Alamat dan No. Pembukaan/download dokumen penawaran sampul 1 dilakukan pada hari ... pukul ...WIB melalui aplikasi lpse.lipi.go.id. Jumlah peserta

Berdasarkan uji statistik (ANAVA) menunjukkan bahwa nilai eritrosit ikan nila yang diberi perlakuan dengan probiotik Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan

Untuk elektrolit-elektrolit kuat konduktivitas molar naik selagi keenceran dinaikkan, tetapi ini nampak mendekati suatu nilai batas yang disebut sebagai konduktivitas molar