5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Animasi
Animasi yang dalam bahasa Yunani animare, memiliki terjemahan ‘untuk memberi hidup’ (Selby, 2013). Hal ini berarti dalam benda mati terdapat ilusi dari sebuah gerakan. Dalam ilusi tersebut, animasi mengambil bagian dalam pembuatan gambar-gambar artifisial yang berurutan dan terlihat bergerak oleh mata. Pergerakan yang dilihat dalam animasi dihasilkan melewati persistence of vision, di mana saat mata melihat gambar-gambar yang muncul secara cepat, otak seolah menipu diri bahwa sebuah gambar sedang bergerak (hlm. 9).
Menurut Williams (2012), animasi sebagai gambar bergerak memiliki
potensi yang tidak terbatas. Dengan berkembangnya zaman, animasi juga
dinyatakan dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi (hlm. 20). Hal ini
dapat dilihat dari awal mula munculnya gambar binatang berkaki empat yang
ditemukan di dinding goa 35.000 tahun lalu (hlm. 11).
6 2.1.1. Animasi 3D
Gambar 2.1. Contoh Animasi 3D (Sumber: Disney Pixar, 2009)
Menurut Beane (2012), animasi 3D merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari industri film. Animasi 3D yang dimaksud yaitu berbagai tipe grafis 3D seperti gambar statis maupun bergerak (hlm. 1). Menurut Selby (2013), konsep 3D computer-generated animation merupakan gabungan dari teknik animasi stop- motion yang dipadukan dengan teknik animasi frame-by-frame. Gabungan ini mengizinkan animator untuk membuat dan melakukan manipulasi di mana tokoh dan environment dibuat menggunakan data matematis komputer (hlm. 148).
Animasi 3D memiliki berbagai kegunaan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang hiburan, sains, dan lainnya (Beane, 2012). Setiap bidang ini memanfaatkan animasi 3D dengan teknik yang berbeda. Hasilnya dapat berupa sebuah film, video, visualisasi, rapid prototyping, dan lainnya (hlm. 2).
2.1.2. Proses Produksi Animasi 3D
Menurut Beane (2012), proses produksi animasi 3D meliputi pekerjaan
sekelompok orang, hardware, dan software dengan jadwal (pipeline) yang sudah
7 ditentukan (hlm. 21). Menurut Selby (2013), pipeline animasi berfungsi untuk melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah logis yang akan diambil pada proses pembuatan animasi. Jadwal tersebut terdiri dari 3 proses, yaitu proses pra produksi, produksi, dan pasca produksi (hlm. 13).
Menurut Wyatt (2010), berikut adalah penjelasannya:
1. Pra Produksi
Pra produksi adalah proses yang pertama dilakukan dalam pembuatan animasi. Proses tersebut meliputi bagian di mana ide, desain, dan perencanaan dilakukan. Dalam perancanaan ini diperlukan riset yang mendukung keputusan akhir tersebut. Perancanaan tersebut antara lain adalah pembuatan ide, konsep, riset cerita, riset visual, penulisan naskah cerita, storyboard, bahasa film, mini bible, konsep desain, environment design, character design, dan kepengurusan tim (hlm. 14).
2. Produksi
Babak produksi merupakan babak dimana tokoh dibuat menjadi hidup
dan desain environment berubah menjadi dunia tokoh beraksi. Babak
produksi meliputi perekaman suara, pembuatan background, staging,
modeling aset, perancanaan shot, lighting, dan sebagainya (hlm. 48).
8 3. Pasca Produksi
Babak pasca produksi merupakan proses kreatif penting yang dilakukan setelah proses produksi selesai. Pasca produksi berpusat pada hasil akhir dari animasi, dimana animasi dan suara disatukan. Proses tersebut meliputi compositing CGI, visual effects (VFX), pengolahan suara, dan editing hasil akhir film animasi (hlm. 117).
2.2. Perancangan konsep environment
Gambar 2.2. Contoh Environment (Sumber: Hernandez, 2013, hlm. 43)
Menurut Bacher (2012), perancangan environment merupakan hasil visualisasi dari script cerita. Visualisasi dihasilkan dari riset yang mendukung cerita (hlm.
10). Riset dilakukan untuk merancang environment yang unik dan menarik. Riset meliputi eksplorasi terhadap arsitektur, lingkungan bersejarah, pemandangan, kostum dan properti disaat yang bersamaan (hlm. 44). Menurut Wyatt (2010), riset environment yang berbasis pada suatu lokasi harus memiliki referensi foto atau sketsa untnuk memastikan detil arsitektur yang benar (hlm.37).
Perancangan environment yang dibuat harus selaras dengan elemen visual
lainnya (seperti tokoh) agar menghasilkan hasil akhir yang menjual (Bacher,
9 2012). Berbagai elemen dalam perancangan environment juga membutuhkan pertimbangan khusus, seperti style yang akan digunakan, pemilihan warna dan detil yang ditunjukkan. Style yang terpilih merupakan yang terbaik dalam menunjukkan cerita yang ingin disampaikan (hlm. 45). Setiap elemen tersebut juga berdampak pada suasana dan emosi yang dirasakan penonton. Komposisi sebagai salah satu elemen pengatur environment memiliki peran dalam mengarahkan audiens kepada pusat perhatian yang dituju (hlm. 72).
Menurut Wyatt (2010), seni dari merancang sebuah environment untuk animasi memiliki kesamaan dengan merancang animasi secara keseluruhan.
Environment dibuat sebagai tempat di mana tokoh dapat melakukan aksinya.