• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bauksit

Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3.H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, SiO2 1 – 12%, Fe2O3 2 – 25%, TiO2 > 3%, dan H2O 14 – 36 %.

Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al relatif tinggi, kadar Fe relatif rendah dan kadar kuarsa (SiO2) relatif sedikit atau tidak mengandung sama sekali. Batuan sedimen ini mengalami proses lateritisasi yang akan mengeras menjadi bauksit karena proses dehidrasi. 1

Sebagian besar deposit bauksit terdapat di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, endapan bauksit terdapat di pulau Bintan, Kepulauan Riau, pulau Bangka, dan pulau Kalimantan. Bauksit dengan kandungan alumina (Al2O3) yang tinggi (lebih besar dari 50%) terdapat di Kepulauan Riau. Cadangan terukur yang mencapai 800 juta ton, terdapat di Tayan (Kalimantan Barat) memiliki kandungan Al2O3 sekitar 40 – 43%. Cadangan ini belum dieksploitasi hingga saat ini, dan masih merupakan prospek yang cukup cerah bagi perekonomian nasional mengingat negara Indonesia sudah memiliki pabrik peleburan aluminium. Dengan adanya pabrik alumina, di samping dapat memberikan nilai tambah terhadap bauksit itu sendiri juga dapat mendorong pertumbuhan industri aluminium di Indonesia, meningkatkan devisa negara, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan daerah (Dante Sinaga, 2008).

      

1 Tekmira, Bauksit, < www.tekmira.esdm.go.id > 20 Juli 2008

(2)

Untuk mendapatkan alumina, bijih bauksit memerlukan beberapa tahap preparasi. Dalam preparasi, bijih bauksit dicuci dan disaring untuk menghilangkan sebanyak mungkin terutama lempung dan kuarsa serta pengotor lain yang berukuran kecil. Produk dari preparasi ini, washed bauxite, dapat diproses lebih lanjut menggunakan proses Bayer. Prinsip dari proses Bayer adalah melarutkan bauksit ke dalam larutan kaustik soda (NaOH) pada temperatur tinggi (140oC) kemudian dimasukkan ke dalam digester tempat terjadinya proses leaching. Reaksi yang terjadi selama proses leaching sebagai berikut:

Al2O3.3H2O + 2NaOH = 2NaAlO2 + 4H2O (140oC)

Larutan kemudian di filtrasi untuk menghasilkan alumina dan red mud.

Gambar 2.1 menunjukkan flow chart proses Bayer untuk memisahkan alumina dan red mud dari bauksit.

Gambar 2.1 Proses Bayer NaOH 

Bauksit

Kominusi 

Digester

Filtration Red  mud 

Precipitation

Calcination

(3)

Komposisi red mud dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Habashi,1970). Komposisi mineral besi yang terkandung di dalam red mud cukup tinggi sehingga sangat baik untuk dimanfaatkan lebih lanjut.

Tabel 2.1 Komposisi Red Mud (Habashi,1970)

No Mineral Red Mud (%)

1 Al2O3 14.0

2 SiO2 7.6

3 Fe2O3 57.6

4 TiO2 5.7

5 Na2O 7.4

(4)

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi merupakan metode pemisahan butiran – butiran mineral berdasarkan perbedaan kecepatan pengendapan butiran dalam fluida. Dalam pengolahan bahan galian biasanya dipakai air sebagai media pemisah, maka prosesnya dalam keadaan basah. Alat untuk proses klasifikasi ini disebut classifier.

Alat classifier menghasilkan dua produk, respon positif menghasilkan sand pada aliran underflow dan respon negatif menghasilkan slime pada aliran overflow (Kelly, 1982).

2.2.1 Prinsip Klasifikasi

Gambar 2.2 Prinsip Klasifikasi (Wills, 1987) Fluid velocity (v) 

Underflow 

(Partikel dengan Vterminal > V)  (Partikel dengan Vterminal < V) 

Overflow 

(5)

Ketika suatu partikel jatuh bebas pada suatu fluida, maka kecepatannya akan bertambah sampai gaya tahan fluida sama besar dengan gaya tarik oleh gravitasi, kemudian partikel akan jatuh dengan kecepatan tetap (terminal velocity).

Kecepatan terminal terjadi akibat tercapainya keseimbangan antara gaya berat partikel akibat gravitasi bumi dengan gaya tahan fluida terhadap partikel ke atas.

Gaya tahan fluida bergantung pada viskositas fluida. Semakin besar viskositas fluida maka akan semakin berkurang kecepatan jatuh partikel di dalam fluida.

Setiap alat klasifikasi memiliki suatu kolom pemisah, dimana setiap partikel pada kolom tersebut akan tenggelam dan terapung, tergantung apakah kecepatan terminalnya lebih besar atau lebih kecil dari laju aliran fluidanya. Pada kolom pemisah, partikel-partikel akan terpisah menjadi 2 produk seperti terlihat pada Gambar 2.2 di atas.

a. Produk underflow, berupa partikel-partikel yang memiliki kecepatan terminal lebih besar daripada aliran fluida.

b. Produk overflow, berupa partikel-partikel yang sangat halus (slime) dengan kecepatan terminalnya lebih kecil daripada aliran fluida (Wills, 1987).

(6)

2.3 Hidrosiklon

2.3.1 Alat Hidrosiklon

Hidrosiklon disingkat dengan siklon adalah alat klasifikasi yang digunakan untuk memisahkan partikel berdasarkan ukuran. Hidrosiklon menggunakan gaya sentrifugal dalam memisahkan material yang tersuspensi dalam fluida agar partikel halus atau slime terpisah menuju overflow sedangkan partikel kasar terpisah menuju underflow. Bagian-bagian utama dari alat hidrosiklon dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Alat Hidrosiklon (Prasetiawan, 2008)

(7)

Hidrosiklon merupakan alat mekanik yang sederhana dengan bagian-bagian yang statis, bentuknya cylindroconical, yaitu bagian atasnya berbentuk silinder vertikal dan bagian bawah berbentuk kerucut (conical). Pada bagian atas yang berbentuk silinder (cylinder section) dihubungkan dengan pipa pemasukan umpan secara tangensial dan sebelah atasnya ditutup dengan pelat yang dari bagian tengah pelat dimasukkan pipa untuk pengeluaran overflow. Pipa pengeluaran overflow sedikit masuk ke dalam siklon disebut vortex finder, gunanya untuk mencegah agar umpan yang masuk secara tangensial tidak dapat berhubungan langsung atau masuk ke dalam overflow. Bagian bawah berupa bejana berbentuk kerucut (conical section) terbuka sebelah bawah tempat pengeluaran underflow yang disebut apex (Tobing, 2005).

2.3.2 Operasi Hidrosiklon

Variabel yang mempengaruhi unjuk kerja hidrosiklon 1. Variabel yang tergantung ukuran dan proporsi hidrosiklon

- Ukuran feed

- Ukuran bukaan overflow - Ukuran bukaan underflow - Ukuran hidrosiklon - Bentuk hidrosiklon

2. Variabel yang tidak tergantung ukuran dan proporsi hidrosiklon - Tekanan

- Persen Solid - Densitas padatan

(8)

2.3.3 Prinsip Operasional Hidrosiklon

Prinsip operasional hidrosiklon dapat dilihat pada Gambar 2.4. Umpan berupa pulp/suspensi dimasukkan ke dalam siklon melalui feed inlet, dengan kecepatan tangensial yang tinggi sehingga menghasilkan gerakan rotasi pada fluida. Gerakan rotasi fluida ini menyebabkan partikel – partikel pada fluida akan tersuspensi, dan selanjutnya akan terjadi pemisahan antar partikel ataupun pemisahan partikel dari fluida. Selain itu akibat gerakan rotasi fluida ini juga akan menimbulkan gaya sentrifugal pada fluida.

Gambar 2.4 Skematik Aliran Spiral pada Alat Hidrosiklon (Prasetiawan, 2008)

(9)

Gaya sentrifugal ini menyebabkan partikel – partikel yang lebih besar atau yang lebih berat tetap berada di dinding siklon dan terus mengikuti aliran ke bawah menuju apex atau spigot. Sedangkan untuk partikel –partikel yang lebih ringan terdorong ke tengah dan mengelilingi sumbu siklon, dan selanjutnya terbawa oleh aliran ke atas yang menuju vortex finder sebagai produk overflow (Panjaitan, 1996).

(10)

2.3.4 Distribusi Partikel pada Hidrosiklon

Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Renner dan Cohen menunjukkan bahwa bagian dalam dari siklon dapat dibagi menjadi empat daerah, yang berisi distribusi ukuran yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Distribusi Ukuran Partikel pada siklon (Panjaitan, 1996)

(11)

Klasifikasi tidak baik pada daerah D karena tidak terjadi pemisahan dengan baik. Alat hidrosiklon banyak menggantikan mekanikal classifier sebab lebih efisien, alat lebih kecil kapasitasnya besar, dan tidak perlu ruang yang besar (Wills, 1987).

Keterangan Gambar 2.5 distribusi ukuran partikel pada Hidrosiklon A : Partikel dengan distribusi ukuran umpan

B : Partikel dengan distribusi ukuran kasar C : Partikel dengan distribusi ukuran halus

D : Partikel dengan distribusi ukuran campuran kasar dan halus

(12)

2.3.5 Efisiensi Hidrosiklon

Umumnya untuk menganalisa unjuk kerja suatu siklon dapat digunakan kurva efisiensi, dengan memplot efisiensi tiap fraksi ukuran di salah satu produk (misalkan underflow) dari feed (umpan) terhadap size (ukuran partikel) sebagai sumbu axis.

Gambar 2.6 Kurva Partisi (Wills, 1987)

Cut - point atau separation size pada siklon sering didefinisikan dengan kurva partisi, yaitu ukuran suatu partikel yang memiliki peluang 50% (efisiensi = 50%) menjadi produk underflow dan 50% menjadi produk overflow (d50). Shape of separation (ketajaman pemisahan) bergantung pada slope central section kurva partisi, dapat dilihat pada Gambar 2.6 di atas. Semakin vertikal slope kurva, maka efisiensinya semakin tinggi.

  50    100 

  d50 

Feed appearing in underflow %

Ideal

Size (µm)

(13)

2.3.6 Pengaruh Geometri Hidrosiklon

Dimensi utama sebuah hidrosiklon dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Dimensi Utama Hidrosiklon

(14)

1. Diameter Hidrosiklon

Besar kecilnya ukuran diameter hidrosiklon akan sangat mempengaruhi ukuran diameter inlet, diameter vortex finder dan diameter spigot/apex. Jika diameter siklon bertambah besar, maka separation size juga akan bertambah besar (Wills,1987).

2. Diameter Inlet

Kebanyakan celah inlet berbentuk persegi yaitu menggunakan geometri inlet jenis rectangular cross-section, umumnya inlet feed entries pada siklon terjadi secara tangensial, namun cara pemasukannya dapat melalui dua cara utama, yaitu tangensial dan involute seperti Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Design pemasukan feed (Wills, 1987)

Desain pemasukan jenis involute, yang memiliki jari-jari pemasukan lebih besar, dapat mengurangi turbulensi dan keausan (Wills,1987).

(15)

3. Diameter Vortex Finder

Diameter vortex finder merupakan variabel yang sangat penting.

Vortex finder yang lebih besar akan mengurangi recovery air ke underflow (Wills,1987).

4. Diameter Apex

Satu batasan dalam kapasitas siklon adalah kapasitas apex untuk mengeluarkan padatan. Saat kapasitas berlebih, inti udara dalam siklon akan hilang, sehingga underflow akan menjadi sangat berat, dan underflow akan menghasilkan produk yang pola keluarannya menyerupai tali, bukan seperti normalnya berupa spray. Kondisi ini dikenal dengan istilah roping (Gambar 2.9), dan unjuk kerja akan semakin buruk saat siklon dioperasikan pada kondisi ini.

.

Gambar 2.9 Jenis-jenis aliran underflow (Prasetiawan, 2008)

Ukuran diameter apex haruslah cukup besar agar produk underflow yang berupa partikel kasar (coarse particle) dapat lolos. Selain itu, ukurannya juga harus dapat memungkinkan masuknya udara di sepanjang sumbu/pusat

(16)

siklon agar terbentuk air core. Jika ukuran apex terlalu besar, maka akan terbentuk spray, dimana jumlah air akan lebih besar dibandingkan padatan, atau konsentrasi underflownya sangat rendah. Sedangkan jika ukuran apex terlalu kecil, maka akan terbentuk semi rope atau bahkan terbentuk rope, dimana jumlah air pada produk underflow yang melalui apex sangat rendah (produk underflow hampir semuanya padatan) sehingga aliran keluarannya terlihat seperti gambar di atas. Secara umum dapat diinginkan untuk membatasi jumlah air yang terpisah menuju underflow kurang dari 40 %.

2.4 Mineral Besi

2.4.1 Perhitungan Perolehan Mineral Besi

Perolehan adalah besaran yang menyatakan banyaknya (dinyatakan dalam %) mineral atau logam berharga yang dapat diambil dari suatu bahan galian dalam suatu operasi pengolahan bahan galian, dapat dirumuskan sebagai berikut:

Berat mineral berharga konsentrat

Perolehan = X100%

Berat mineral berharga umpan  

R = KkX100%

Ff  

Keterangan:

K : Berat konsentrat yang dihasilkan (gram) F : Berat umpan yang dimasukkan (gram)

k : Kadar mineral/logam di dalam konsentrat yang dihasilkan (%) f : Kadar mineral/logam di dalam umpan (%)

(17)

Kadar merupakan perbandingan antara berat mineral/logam tertentu (A) terhadap berat material secara keseluruhan, dapat dinyatakan dalam persen (%).

Berat mineral A

Kadar mineral A = X100%

Berat mineral total

 

Gambar

Gambar 2.1 menunjukkan flow chart proses Bayer untuk memisahkan alumina dan  red mud dari bauksit
Tabel 2.1 Komposisi Red Mud (Habashi,1970)
Gambar 2.3 Alat Hidrosiklon (Prasetiawan, 2008)
Gambar 2.5 Distribusi Ukuran Partikel pada siklon (Panjaitan, 1996)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pustakawan dan Guru Pustakawan Perpustakaan Sekolah harus dapat memahami secara baik apa yang menjadi tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan pada Sekolah Dasar, Sekolah

Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Nindhita (2015), dengan hasil bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kadar gula darah

Penelitian DOLPHIN mencoba menjawab dua pertanyaan: 1) Apakah aman menggunakan 3HP bersama dengan ART berbasis dolutegravir? 2) Jika ya, apakah dosis dolutegravir perlu

Jika minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar dan stearoptena dalam porsi kecil, maka kegunaannya sebagai pemberi bau yang spesifik

(isana terjadi perkenalan dan dial$g ditengah mereka tentang islam yang sesungguhnya , sehingga mereka memahami bahwa mereka telah jauh dari hakikat.. islam yang sesungguhnya.

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS

Melakukan diskusi kelompok dan curah pendapat secara mandiri (tanpa tutor) mengenai fakta (anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik) yang diberikan dalam skenario untuk analisis

Pada bagian pertama dari JSS akan digunakan untuk mengukur intensitas stres kerja yang dialami oleh subyek penelitian dan pada bagian kedua akan digunakan untuk mengukur