• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI POLA ASUH KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SOPAN SANTUN PADA ANAK DI DESA SITIREJO KECAMATAN TAMBAKROMO KABUPATEN PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI POLA ASUH KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SOPAN SANTUN PADA ANAK DI DESA SITIREJO KECAMATAN TAMBAKROMO KABUPATEN PATI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROPOSAL SKRIPSI

POLA ASUH KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SOPAN SANTUN PADA ANAK DI DESA SITIREJO KECAMATAN

TAMBAKROMO KABUPATEN PATI

Oleh DEWI YULIANA

201633204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv ABSTRACT

Yuliana, Dewi. 2020. Family Parenting in the Formation of Courteous Characters in Children in Sitirejo Village, Tambakromo District, Pati Regency . Thesis proposal. Primary teacher Education. Muria Kudus University. Advisors (1) Dr. Murtono, M.Pd. (2) Ika Oktavianti, M.Pd.

Keywords: Family Parenting Style, Politeness Character

This study aims to analyze the form of family parenting in an effort to form the character of courtesy that is applied to elementary school-aged children in Sitirejo Village.

Parenting style is all forms of expression of parents in nurturing, caring for, guiding, fostering, and educating their children so that they can influence the social emotional spirit of children from childhood to adulthood. There are four types of parenting style, including: authoritarian parenting, democratic parenting and permissive parenting. Each type of parenting style will have a different impact on each child.

This research uses descriptive qualitative research with a case study method. The place of this research was conducted in Sitirejo Village, Tambakromo District, Pati Regency. The object to be researched is family parenting that is applied in shaping the politeness character of courtesy to children. The primary data sources in this study were families, especially parents, students or children themselves, and neighbors. Meanwhile, secondary data sources are obtained from documentation and research notes, as well as other supporting data, namely reference books and relevant research journals related to this research. Data collection techniques are in the form of observation, in-depth interviews, documentation, and note-taking. The data analysis used in this research is qualitative data analysis.

(5)

v ABSTRAK

Yuliana, Dewi. 2020. Pola Asuh Keluarga dalam Pembentukan Karakter Sopan Santun pada Anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati. Proposal Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Muria Kudus. Pembimbing (1) Dr. Murtono, M.Pd. (2) Ika Oktavianti, M.Pd.

Kata kunci: Pola Asuh Keluarga, Karakter Sopan Santun

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk pola asuh keluarga dalam upaya membentuk karakter sopan santun yang diterapkan kepada anak usia sekolah dasar di Desa Sitirejo.

Pola asuh adalah segala bentuk ekspresi orang tua dalam memelihara, menjaga, membimbing, membina, dan mendidik anaknya sehingga dapat mempengaruhi jiwa sosial emosional anak sejak kecil hingga dewasa. Terdapat empat jenis pola asuh, meliputi: pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Setiap jenis pola asuh tentunya akan memiliki dampak yang berbeda pada setiap anak.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Tempat penelitian ini dilaksanakan di Desa Sitirejo, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Objek yang akan diteliti adalah pola asuh keluarga yang diterapkan dalam membentuk karakter sopan santun pada anak. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah keluarga terutama orang tua, siswa atau anak itu sendiri, dan tetangga sekitar. Sedangkan sumber data sekunder didapatkan dari dokumentasi dan catatan penelitian, serta data pendukung lainnya yaitu buku referensi dan jurnal penelitian relevan yang terkait dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan pencatatan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis data kualitatif.

(6)

vi DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Konseptual ... 7

1. Pola Asuh ... 7

a. Pengertian Pola Asuh ... 7

b. Jenis-Jenis Pola Asuh ... 8

c. Kelebihan dan Kekurangan Tipe Pola Asuh ... 11

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 13

2. Karakter Sopan Santun ... 14

a. Pengertian Karakter ... 14

b. Pengertian Sopan Santun ... 14

c. Indikator Sopan Santun ... 16

3. Implementasi Karakter Sopan Santun ... 17

a. Implementasi Karakter Sopan Santun pada Anak Usia Dini ... 17

B. Kajian Penelitian Relevan ... 18

(7)

vii

C. Kerangka Berpikir ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 23

1. Tempat Penelitian ... 23

2. Waktu Penelitian ... 23

B. Rancangan Penelitian ... 23

C. Peranan Peneliti ... 25

D. Data dan Sumber Data ... 26

1. Data ... 26

2. Sumber Data ... 26

a. Sumber Data Primer ... 26

b. Sumber Data Sekunder ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Observasi ... 28

2. Wawancara Mendalam ... 28

3. Dokumentasi ... 29

4. Pencatatan ... 29

F. Keabsahan Data ... 29

G. Analisis Data ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 36 PERNYATAAN ...

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persamaan, Perbedaan dan Orisinalitas Kajian Relevan ... 19

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 21

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan ... 37

Lampiran 2 Pedoman Observasi ... 39

Lampiran 3A Pedoman Wawancara Orang Tua ... 42

Lampiran 3B Pedoman Wawancara Anak ... 45

Lampiran 3C Pedoman Wawancara Tetangga Sekitar ... 47

Lampiran 4 Lembar Pencatatan ... 48

Lampiran 5 Daftar Nama Informan ... 49

(11)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang sehingga lingkungan berperan banyak dalam membentuk kepribadian dan karakter seseorang (Nuryanti, 2008: 64). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan anak karena di dalam keluargalah anak pertama kali mendapat pendidikan, setelah itu sekolah, kemudian masyarakat.

Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama dan utama (Munib, 2012: 72). Keluarga menjadi komponen penting yang mengambil peran sebagai media sosialisasi pertama bagi seorang anak terutama orang tua. Tugas orang tua adalah sebagai guru atau pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter bagi anak (Daradjat, 2008: 36). Orang tua merupakan pemimpin yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap perkembangan anaknya. Segala bentuk kewajiban itu diterapkan kepada anak sebagai upaya pembentukan karakter dan kepribadian disesuaikan dengan acuan nilai agama dan norma- norma yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, orang tua mempunyai peranan penting dalam memberikan teladan yang baik dengan cara mengenalkan nilai-nilai dasar penting melalui pembiasaan. Pembiasaan- pembiasaan inilah yang merupakan salah satu bentuk pola asuh.

Pola asuh orang tua adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua dalam memimpin, menjaga, dan membimbing anak yang dilakukan secara konsisten sejak anak lahir hingga remaja dan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat (Djamarah, 2014: 51). Setiap keluarga memiliki cara dan pola asuh sendiri yang tentunya berbeda dengan keluarga lainnya. Pola asuh keluarga yang diterapkan pada anak akan dapat dirasakan dan dapat memberikan efek positif maupun negatif.

(12)

2

Bentuk-bentuk pola asuh keluarga dapat memberikan dampak panjang terhadap perkembangan fisik dan emosi anak. Artinya perlakuan orang tua pada anak sejak dini sangat berpengaruh pada perkembangan karakter anak di masa dewasanya. Perkembangan karakter inilah yang akan membentuk watak, sikap, dan sifat anak kelak. Namun ada beberapa faktor lain, bukan sekadar bagaimana orang tua mendidik di lingkungan keluarga, tetapi di lingkungan masyarakat tempat tinggal juga berpengaruh dalam keberhasilan pola asuh (Syamsu Yusuf, 2008: 59). Bukan menjadi hal yang tabu lagi jika lingkungan pergaulan cukup berkontribusi dalam perkembangan karakter anak. Di sinilah pentingnya pola asuh keluarga yang hendaknya dibutuhkan aturan yang benar dan memiliki kekuatan sehingga dapat mengikat seluruh anggota keluarga untuk mematuhi dan melaksanakannya dengan baik.

Pola asuh keluarga merupakan pondasi dalam pembentukan manusia di masa depan, membekali generasi muda dengan budi pekerti luhur sehingga menjadi manusia berkarakter. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era ini, menjadikan nilai-nilai karakter yang telah ditanamkan sejak kecil mulai luntur, bahkan menghilang dan tergantikan dengan budaya yang tidak seharusnya diterapkan.

Salah satunya adalah penyelewengan budaya, terutama budaya sopan santun.

Kesantunan (politeness) atau kesopansantunan atau etiket adalah tata cara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat (Suwandi, 2013:

105). Kesopansantunan yang diajarkan meliputi sopan santun dalam bersikap, sopan santun dalam bertingkah laku, dan sopan santun dalam berbicara.

Sebagai contoh anak diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, bersikap ramah dengan tetangga, berbicara menggunakan bahasa yang sopan santun. Zuriah (2007: 139) mengatakan bahwa sopan santun yaitu norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku. Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai unggah-ungguh. Sedangkan menurut Adisusilo (2014: 54) berpendapat bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari

(13)

3

hasil pergaulan sekelompok orang. Sopan santun terbentuk oleh kebiasaan masyarakat di daerah tertentu maka pada umumnya tidak tertulis, tetapi menjadi kebiasaan lisan saja, yang jika dilanggar akan mendapat celaan dari masyarakat, tetapi jika ditaati akan mendapat pujian dari masyarakat.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Desa Sitirejo, peranan keluarga dalam membentuk karakter sopan santun anak masih kurang maksimal. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan masih ada beberapa anak usia sekolah dasar yang kurang menghargai dan menghormati guru maupun orang yang lebih tua. Mereka cenderung bersikap acuh tak acuh dan belum bisa bertutur kata dengan baik. Ketika berjumpa dengan gurunya, anak cenderung bersikap cuek atau pura-pura tidak melihat, namun sudah banyak anak yang berani menyapa dan bersalaman sambil mengucapkan “Assalamualaikum bu guru, selamat pagi bu guru, bu guru sedang apa?.” Masih ada beberapa anak yang ketika berjalan melewati orang yang lebih tua asal nyelonong saja namun tak sedikit pula anak yang sudah mengerti sikap apa yang harus dilakukan misalnya: membungkukkan badan sambil berkata “Amit pak, bu.”

Setiap anak tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan pola asuh setiap keluarga yang berbeda pula. Mayoritas profesi orang tua di Desa Sitirejo diantaranya: petani, pedagang, Pegawai Negeri Sipil, tukang batu, dan perantauan. Dengan dalih pekerjaan inilah yang membuat orang tua tidak sepenuhnya dapat mengasuh dan membimbing anak. Kurang maksimalnya pengasuhan orang tua menjadikan anak mudah terpengaruh dengan lingkungan pergaulannya. Apabila karakter anak sudah ditanamkan sejak usia dini, ketika dewasa anak tidak mudah berubah meskipun banyak godaan atau rayuan. Ketika anak sedang di luar rumah, ia akan terbiasa dengan karakter yang sudah dibentuk sejak kecil oleh orang tuanya di rumah.

Peranan dari pengasuhan keluarga sangatlah penting karena di dalam kelurgalah anak pertama kali mendapat rangsangan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya yang akan mempengaruhi kehidupan anak hingga ia dewasa kelak. Sedangkan untuk melahirkan anak yang mempunyai jiwa

(14)

4

sosial emosional yang baik tidak mungkin dapat terbentuk dalam waktu singkat, akan tetapi memerlukan proses dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, mendidik anak membutuhkan kesabaran dan orang tua harus memiliki kepekaan terhadap anak (Djamarah, 2014: 29).

Nilai karakter yang diperoleh anak dari pola asuh keluarga akan menjadi dasar dan dikembangkan pada kehidupan selanjutnya. Perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya, terutama pada karakter sopan santun anak. Sejalan dengan pernyataan Megawangi (2003) mengemukakan bahwa:

“Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka sekolah, masyarakat, media massa, atau komunitas lainnya juga ikut mengambil peran dalam perkembangan karakter anak.

Mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab bersama.”

Sesuai dengan pernyataan di atas, pola asuh keluarga menjadi suatu persoalan penting dan mendasar yang perlu diperhatikan. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul: “Pola Asuh Keluarga dalam Pembentukan Karakter Sopan Santun pada Anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pola asuh keluarga dalam membentuk karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati?

2. Bagaimanakah benturan nilai dalam membentuk karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati?

3. Bagaimana konstruksi pola asuh dalam pembentukan karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati?

(15)

5 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis pola asuh keluarga dalam membentuk karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

2. Untuk menemukan benturan nilai dalam membentuk karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

3. Untuk mendeskripsikan konstruksi pola asuh dalam pembentukan karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi, wawasan pemikiran dan pengetahuan terhadap pentingnya pola asuh keluarga dalam pembentukan karakter sopan santun pada anak sejak dini.

2. Secara Praktis

a. Bagi Anak Usia Sekolah Dasar

Hasil penelitian ini diharapkan dalam memberikan efek positif bagi anak untuk menjadi manusia berkarakter, terutama karakter sopan santun yang mulai luntur karena pengaruh globalisasi.

b. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk mendidik dan mengarahkan anak ke arah yang lebih baik. Orang tua akan mengetahui bagaimana cara menerapkan pola asuh yang tepat untuk membentuk karakter sopan santun pada anak sejak dini sehingga dapat menciptakan generasi yang unggul dan berkarakter sopan santun.

c. Bagi Peneliti Lain

(16)

6

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan referensi pengetahuan tentang pola asuh keluarga dalam pembentukan karakter sopan santun pada anak.

(17)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual

Deskripsi konseptual dalam penelitian ini, meliputi: pola asuh, karakter sopan santun dan implementasi karakter sopan santun pada anak usia dini.

1. Pola Asuh

Sesuai dengan teori psikologi yang dikemukan oleh Burrhus F Skinner (1990) mengemukakan bahwa yang paling penting untuk membentuk kepribadian seseorang adalah melalui reward and punishment atau dengan kata lain perkembangan kepribadian seseorang atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respon terhadap adanya kejadian eksternal dari dirinya. Salah satunya adalah pola asuh.

1) Pengertian Pola Asuh

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Pola diartikan sebagai corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan makna asuh adalah mengasuh (merawat dan mendidik), membimbing (membantu dan melatih).

Menurut Yeni (2017: 8) pola asuh merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan ataupun menghambat tumbuhnya kreativitas. Djamarah (2014: 51) mengemukakan bahwa pola asuh adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua dalam memimpin, menjaga, dan membimbing anak yang dilakukan secara konsisten sejak anak lahir hingga remaja dan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat Hal senada juga dikemukakan oleh Hasan (2009: 21) bahwa pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik (seperti perhatian, empati, kasih sayang dan lain-lain. Pola pengasuhan adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi,

(18)

8

yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman (Gunawan, 2000: 55).

Maccoby (dalam Yanti, 2005: 14) mengemukakan bahwa istilah pola asuh orang tua untuk menggambarkan interaksi orang tua dan anak-anak yang didalamnya orang tua mengekspresikan sikap-sikap atau perilaku, nilai-nilai, minat dan harapan-harapanya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Sedangkan Ananda (2011) mengemukakan bahwa bentuk pola asuh orang tua terhadap anak merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan, mendidik, membimbing, dan mendisiplin serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh adalah segala bentuk ekspresi orang tua dalam memelihara, menjaga, membimbing, membina, dan mendidik anaknya sehingga dapat mempengaruhi jiwa sosial emosional anak sejak kecil hingga dewasa.

2) Jenis-Jenis Pola Asuh

Menurut Baumrind (dalam Santrock 2002: 257-258) ada tiga macam bentuk pola asuh yaitu otoriter, demokratis dan permisif sebagai berikut.

1. Pola Asuh Otoriter

Menurut Baumrind (dalam Santrock 2002: 257-258) pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri. Anak dijadikan sebagai miniatur hidup dalam pencapaian misi hidupnya.

Orang tua otoriter berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi, walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan pengawasan membebani anak

(19)

9

(Shapiro, 1999: 27). Peraturan diterapkan secara kaku dan seringkali tidak dijelaskan secara memadai dan kurang memahami serta kurang mendengarkan kemamuan anaknya. Orang tua yang otoriter menunjukan kontrol yang tinggi dan kehanggatan yang rendah (Danim, 2010: 55).

Orang tua yang otoriter mempunyai harapan yang sangat tinggi pada anak-anaknya. Mereka mempunyai banyak tuntutan kepada anak- anaknya. Batasan-batasan perilaku sangat jelas tetapi cenderung ditentukan secara sepihak oleh orang tua tanpa melalui proses diskusi dengan anak. Hukuman sering diterapkan dan bahkan menggunakan metode yang keras dan kasar. Orang tua cenderung kurang tanggap dan hangat dalam merespon kebutuhan anak (Janet Kay, 2013: 44).

Berdasarkan pemaparan beberapa para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh dimana orang tua memegang kendali penuh tanpa adanya kebebasan anak untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya.

2. Pola Asuh Demokratis

Menurut Janet Kay (2013: 42) pada umumnya pola asuh demokratis menunjukan ekpresi penuh cinta dan tanggap kepada anak- anaknya. Mereka menunjukan kehangatan, kepekaan pada kebutuhan anak-anak, serta mampu mengembangkan pola komunikasi yang baik sejak dini. Mereka mendukung cita-cita dan ambisi anak. Batasan- batasan perilaku selalu didiskusikan, disesuaikan dan diterapkan secara tegas tetapi hukuman yang diberikan tidak keras. Orang tua dengan pola asuh seperti ini cenderung menghindari teknik-teknik yang mengedepankan kekuasan.

Dalam hal belajar orang tua demokratis menghargai kemandirian, memberikan dorongan dan pujian (Shapiro, 1999: 28). Hal senada juga dikemukakan oleh Helmawati (2014: 139) pola asuh demokratis meggunakan komunikasi dua arah (two ways comunication).

Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar.

(20)

10

Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengasuhan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan pemaparan beberapa para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh demokratis adalah bentuk pola asuh dimana orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk memilih mana yang terbaik bagi kehidupannya namun orang tua tetap bertanggung jawab sehingga anak merasa nyaman, aman dan penuh kasih sayang.

3. Pola Asuh Permisif

Menurut Shapiro (1999: 127-128) orang tua permisif berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Sedangkan menurut Covey (1997: 45) orang tua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung ingin selalu disukai dan anak tumbuh dewasa tanpa pengertian mendalam mengenai standar dan harapan, tanpa komitmen pribadi untuk disiplin dan bertanggungjawab.

Pola asuh permisif ini kebalikan dari pola asuh otoriter. Dalam pola asuh permisif orang tua harus mengikuti semua keinginan anak baik orang tua setuju ataupun tidak. Hasil pola asuh dari orang tua permisif tidak sebaik hasil pola asuh anak dengan pola asuh demokratis.

Meskipun anak-anak ini terlihat bahagia tetapi mereka kurang dapat mengatasi stress dan akan marah jika mereka tidak memperoleh apa yang mereka inginkan. Mereka dapat menjadi agresif dan dominan pada teman sebayanya dan cenderung tidak berorientasi pada hasil. Orang tua yang permisif dapat mengakibatkan anak menjadi pemberontak, acuh tak acuh, gampang bermusuhan dan lain-lain (Danim, 2010: 56)

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah bentuk pola asuh

(21)

11

dimana anak mendapat kebebasan penuh untuk menentukan pilihannya sehingga orang tua acuh tak acuh atau kurang memperhatikan tingkah laku anak-anaknya.

3) Kelebihan dan Kekurangan Tipe Pola Asuh

Setiap tipe pola asuh yang diterapkan keluarga dalam mengasuh anak tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berdasarkan tipe- tipe pola asuh, berikut kelebihan dan kekurangannya.

1. Kelebihan dan Kekurangan Tipe Pola Asuh Otoriter

 Kelebihan tipe pola asuh otoriter

a. Anak benar-benar patuh terhadap orang tua dan tidak berani melanggar peraturan yang telah ditentukan dan digariskan orang tua sehingga apa yang apa yang diperintahkan orang tua selalu dilaksanakan.

b. Anak-anak benar-benar disiplin.

c. Anak bertanggungjawab karena takut dikenai hukuman.

d. Anak memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap orang tua.

 Kekurangan tipe pola asuh otoriter

a. Sifat pribadi anak biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, dan ragu-ragu dalam semua tindakan.

b. Kurangnya inisiatif dan kreasi dari anak.

c. Anak memiliki sifat pasif karena takut salah dan dikenai hukuman.

d. Pemalu dan ketinggalan pergaulan dengan temannya (Ahmadi, 1991: 112).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa kelebihan tipe pola asuh otoriter adalah anak patuh terhadap orang tua, bertanggungjawab, disiplin, dan mematuhi segala aturan yang diterapkan orang tua di dalam rumah. Sedangkan kekurangannya adalah anak merasa terkekang karena tidak diberi kebebasan sama sekali dan bersikap pasif.

2. Kelebihan dan Kekurangan Tipe Pola Asuh Demokratis

 Kelebihan tipe pola asuh demokratis

a. Sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan diri.

b. Mau menghargai pekerjaan orang lain.

c. Menerima kritik dengan terbuka.

d. Aktif di dalam hidupnya.

e. Emosi lebih stabil.

f. Mempunyai rasa tanggung jawab.

(22)

12

 Kekurangan tipe pola asuh demokratis

a. Pada saat anak berbicara, anak kadang lepas kontrol dan terkesan kurang sopan terhadap orang tuanya.

b. Kadang-kadang antara anak dan orang tua terjadi perbedaan sehingga lepas kontrol yang menimbulkan suatu percekcokan (Ahmadi, 1991: 112).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan tipe pola asuh demokratis adalah anak merasa nyaman dan menjadi pribadi yang menyenangkan karena diberi kesempatan menyatakan pendapatnya sendiri. Sedangkan kekurangannya adalah tidak menutup kemungkinan sikap anak yang kurang sopan karena terlalu nyaman sehingga biasanya lepas kontrol.

3. Kelebihan dan Kekurangan Tipe Pola Asuh Laisses Faire

 Kelebihan tipe pola asuh laisses faire

a. Anak memiliki sifat mandiri, tidak tergantung orang tua.

b. Anak tidak memiliki rasa takut terhadap orang tua, karena orang tua jarang memberikan hukuman atau teguran, sehingga memiliki kreasi dan inisiatif untuk mengurusi dirinya sendiri.

c. Kejiwaan anak tidak mengalami goncangan (tekanan) sehingga mudah bergaul dengan sesamanya.

 Kekurangan tipe pola asuh laisses faire

a. Karena anak selalu diberikan kelonggaran, sehingga seringkali disalahgunakan dan disalahartikan dengan berbuat sesuai keinginannya.

b. Anak sering manja, malas-malasan, nakal, dan berbuat semaunya.

c. Anak senantiasa banyak menuntut fasilitas kepada orang tua.

d. Hubungan antara anggota keluarga sering terkesan kurang adanya perhatian.

e. Kadang-kadang anak menyepelekan perintah orang tua (Munandar, 1992: 99).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan tipe pola asuh laisses faire adalah anak bersifat mandiri, tidak mengalami tekanan karena diberi kebebasan penuh.

Sedangkan kekurangannya adalah anak bermalas-malasan, nakal karena diberi kelonggaran waktu, hubungan anak dengan orang tua terkesan kurang harmonis karena kurangnya perhatian.

(23)

13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Setiap keluarga tentunya mempunyai pola asuh yang berbeda dengan keluarga lainnya sesuai dengan latar belakang keluarga itu sendiri.

Menurut Hurlock (1997: 234) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, antara lain:

a. Tingkat sosial ekonomi

Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi rendah.

b. Tingkat pendidikan

Latar belakang pendidikan orang tua atau tinggi rendahnya pendidikan orang tua akan cenderung berbeda dalam menerapkan pola asuh terhadap anak.

c. Kepribadian orang tua

Kepribadian orang tua meliputi bagaimana pengalaman pola asuh yang telah didapatkan oleh orang tua.

d. Jumlah anak

Jumlah anak akan menentukan pola asuh yang diterapkan orang tua. Orang tua yang memiliki banyak anak (keluarga besar) cenderung mengasuh dengan pola asuh yang berbeda-beda.

Sedangkan orang tua yang hanya memiliki sedikit anak, maka orang tua akan cenderung lebih intensif dalam mengasuh anak.

Hal senada juga dikemukakan oleh Santrock (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orang tua dalam keluarga, yaitu.

a. Penurunan metode pola asuh yang didapatkan sebelumnya

Orang tua menerapkan pola asuh kepada anak berdasarkan pola pengasuhan yang didapatkan sebelumnya.

b. Perubahan budaya

Dalam hal pengasuhan seperti nilai, norma serta adat istiadat antara dahulu dan sekarang.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu (internal) latar belakang keluarga itu sendiri yang meliputi:

keadaan sosial ekonomi, tingkat kesejahteraan, pendidikan, dan perubahan budaya yang ada di lingkungan masyarakat sekitar (eksternal).

(24)

14 2. Karakter Sopan Santun

1) Pengertian Karakter

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti cetak biru, format dasar, atau sidik (seperti dalam sidik jari). Pendapat lain menyatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani

"charassein" yang berarti membuat tajam atau membuat dalam (Saptono, 2011: 18). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “karakter”

diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Purwadarminta, 2007: 270).

Secara konseptual, karakter dipahami dalam dua kubu pengertian.

Yang pertama, bersifat deterministik yaitu sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada sejak lahir (given). Kedua, bersifat dinamis. Karakter di sini dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given (Saptono, 2011: 18). Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Samani dan Hariyanto, 2011: 41).

Berdasarkan pemaparan beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki setiap individu dan telah mengakar kuat dan menjadi mesin pendorong untuk bertindak, bersikap dan merespon sesuatu.

2) Pengertian Sopan Santun

Salah satu ciri khas bangsa Indonesia adalah masyarakatnya yang sopan sopan santun. Menurut Suwandi (2013: 105) kesantunan (politeness) atau kesopansantunan atau etiket adalah tata cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesopansantunan ini terbentuk dalam ruang lingkup daerah pada masyarakat tertentu.

(25)

15

Secara etimologis sopan santun berasal dari dua kata, yaitu kata sopan dan santun. Keduanya telah digabung menjadi sebuah kata majemuk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sopan santun dapat diartikan sebagai berikut: Sopan artinya hormat dengan tak lazim (akan, kepada) tertib menurut adab yang baik. Atau bisa dikatakan sebagai cerminan kognitif (pengetahuan). Sedangkan santun artinya halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sopan, sabar; tenang. Atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerapan pengetahuan sopan ke dalam suatu tindakan).

Sopan adalah sikap hormat dan beradap dalam perilaku, santun dalam tutur kata, budi bahasa dan kelakuan yang baik sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat yang harus kita lakukan (Oetomo, 2012: 20).

Sedangkan menurut Mustari (2014: 129) santun adalah sifat yang halus dan baik hati dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Kesantunan bisa mengorbankan diri sendiri demi masyarakat atau orang lain. Demikian karena orang- orang itu sudah mempunyai aturan yang solid, yang setiap kita hanya kebagian untuk ikut saja. Itulah inti bersifat santun, yaitu perilaku interpersonal sesuai tata norma dan adat istiadat setempat.

Zuriah (2007: 139) mengatakan bahwa sopan santun yaitu norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku. Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai unggah-ungguh. Sopan santun menurut Taryati (Zuriah 2007:71) adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat- menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Adisusilo (2014: 54) berpendapat bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok orang. Sopan santun terbentuk oleh kebiasaan masyarakat di daerah tertentu maka pada umumnya tidak tertulis, tetapi menjadi kebiasaan lisan saja, yang jika

(26)

16

dilanggar akan mendapat celaan dari masyarakat, tetapi jika ditaati akan mendapat pujian dari masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan sopan santun adalah suatu sifat yang dimiliki oleh seseorang yang dapat dilihat dari sudut pandang bahasa dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sopan santun merupakan sikap dan perilaku seseorang yang menjunjung tinggi suatu nilai, seperti:

menghormati, menghargai, menerima dan berakhlak mulia.

3) Indikator Sopan Santun

Karakter sopan santun menurut Zuriah (2007:84) adalah sikap dan perilaku yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau norma–norma yang berlaku di dalam masyarakat. Norma sopan santun merupakan suatu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan sekelompok orang.

Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu.

Berikut beberapa contoh-contoh dari norma kesopanan atau yang sering disebut dengan indikator karakter sopan santun menurut Wahyudi dan I made Arsana (2014: 295), yaitu

1) Menghormati orang yang lebih tua.

2) Menerima segala sesuatu selalu dengan menggunakan tangan kanan.

3) Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.

4) Tidak meludah disembarang tempat.

5) Memberi salam setiap berjumpa dengan guru.

6) Menghargai pendapat orang lain

Indikator sopan santun dalam penelitian ini meliputi menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang muda, menerima segala sesuatu selalu dengan menggunakan tangan kanan, makan menggunakan tangan kanan sambil duduk, tidak berkata-kata kotor dan bertegur sapa sambil tersenyum setiap berjumpa dengan guru maupun tetangga, dapat berbicara menggunakan unggah ungguh dengan orang yang lebih tua, berjalan sambil membungkukkan badan ketika lewat di depan orang yang lebih tua.

Sikap sopan santun yang dapat dilihat yaitu dengan lebih menonjolkan

(27)

17

pribadi yang baik dan menghormati siapa saja. Bahkan dari tutur bicarapun orang bisa melihat kesopanan. Baik buruknya suatu perilaku juga dapat mempengaruhi sikap sopan santun seseorang, misalnya ketika dalam situasi yang ramai dimana seseorang akan melewati jalan itu, jika seseorang memiliki perilaku sopan pasti akan mengucapkan kata “Permisi, amit pak/bu.” Sebenarnya sikap sopan santun ini sudah ditanamkan sejak kecil pada setiap diri individu, tetapi semua itu tergantung bagaimana cara mereka mengembangkannya.

3. Implementasi Karakter Sopan Santun

1) Implementasi Karakter Sopan Santun pada Anak Usia Dini

Upaya pembiasaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Implementasi perilaku sopan santun pada anak usia dini menurut Yus (2011:55) meliputi.

a. Kebiasaan anak mengucapkan salam

Cara mengajarkan kebiasaan mengucapkan salam kepada anak yaitu dengan menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sambil mengucapkan salam.

b. Kebiasaan anak berdoa dengan tertib

Untuk mengajarkan kebiasaan berdoa dengan tertib kepada anak, guru dapat mengajak anak untuk berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran dan sebelum dan sesudah makan dan minum.

c. Kebiasaan anak bertutur kata yang baik

Agar anak memiliki tutur kata yang baik, guru mengajarkan anak mengucapkan terima kasih, memberikan bimbingan ketika anak mulai berkata kasar dan berteriak ketika proses pembelajaran maupun bermain.

d. Kebiasaan anak bertingkah laku yang baik

Menanamkan sikap dan perilaku yang baik kepada anak, guru dapat melakukannya dengan membiasakan anak mencium tangan orang yang lebih tua ketika berjabat tangan, menerima sesuatu dengan tangan kanan, mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu dan permisi ketika lewat di depan orang yang lebih tua.

(28)

18 B. Kajian Penelitian Relevan

Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah yang pertama, penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugraheni (2015) yang berjudul

“Manajemen Pola Asuh dalam Pengembangan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini di KB Islam Al Azhar 29 Semarang.” Dalam penelitiannya ia menjelaskan tentang manajemen pola asuh yang meliputi bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pola asuh dalam pengembangan karakter kemandirian anak di KB Islam Al Azhar 29 Semarang. Ada kesamaan dan perbedaan antara penelitian yang ditulis oleh Wahyu Nugraheni dengan penelitian yang penulis buat. Persamaanya adalah menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang pola asuh, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan fokus penelitian.

Subjeknya adalah anak usia dini di KB Islam Al Azhar 29 Semarang dan fokus penelitian pada penelitian Wahyu Nugraheni lebih memfokuskan pada pengembangan karakter kemandirian pada anak usia dini.

Kedua, Felia Maifani (2014) dengan judul “Peranan Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini di Desa Lampoh Tarom Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar.” Hasil penelitian yang dilakukan Felia Maifani menunjukkan bahwa peranan orang tua dalam membentuk karakter anak sangatlah penting yang mana pembentukan karakter anak harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Penelitian oleh Felia Maifani, memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini.

Persamaannya terletak pada topik kajian yaitu pola asuh orang tua dalam pembinaan karakter anak. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan fokus penelitian yang akan dikaji yaitu subjeknya anak di Desa Lampoh Tarom Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar dan penelitian ini lebih memfokuskan analisa pada peran orang tua dalam membina karakter anak sejak dini, sedangkan penelitian ini memfokuskan analisa pada pembentukan karakter sopan santun anak.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Amanatul Firdausy (2014) dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Tingkat Kecerdasaan

(29)

19

Sosial Emosional Anak Siswa Kelas X MA Negeri Babakan Lebaksiu Tegal.”

Penelitian yang dilakukan oleh Amanatul Firdausy menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Hasil pada penelitian ini menyimpulkan pola asuh orang tua dapat dilihat dari angket rata-rata yaitu 35,05 berada pada interval 32-37, dengan kategori cukup, sedangkan hasil tingkat kecerdasaan emosional anak nilai rata-rata yaitu 71,4 berada pada interval 67-71 dengan kategori cukup. Persamaan dalam penelitian ini dengan yang skripsi yang ditulis oleh Amanatul adalah tentang pola asuh orang tua. Sedangkan perbedaannya selain berbeda jenis penelitian, juga terletak pada subjek yang diteliti adalah siswa MA Negeri Babakan Lebaksiu Tegal dan fokus penelitiannya terletak pada tingkat kecerdasan emosional anak.

Berikut ini merupakan tabel persamaan, perbedaan dan orisinalitas kajian relevan.

Tabel 2.1 Persamaan, perbedaan dan orisinalitas kajian relevan No Nama

Peneliti

Judul

Penelitian Persamaan Perbedaan Orisinalitas 1 Wahyu

Nugraheni.

Manajemen Pola Asuh Dalam

Pengembang an Karakter Kemandirian Anak Usia Dini di KB Islam Al Azhar 29 Semarang.

Persamaann ya adalah sama-sama menggunak an jenis penelitian kualitatif dan

membahas tentang pola asuh.

Perbedaannya terletak subjek pada fokus penelitian. Subjeknya adalah anak usia dini di KB Islam Al Azhar 29 Semarang dan fokus penelitian pada penelitian ini lebih memfokuskan pada pengembangan

karakter kemandirian anak usia dini.

Penelitian yang akan dilakukan menekankan pada

pembentukan karakter sopan santun anak.

2 Felia Peranan Persamaann Perbedaannya terletak Penelitian

(30)

20 Maifani Orang Tua

Dalam Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini di Desa Lampoh Tarom Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar.

ya terletak pada topik kajian yaitu pola asuh orang tua dalam pembinaan karakter anak.

pada subjek dan fokus penelitian yang akan dikaji yaitu subjeknya anak di Desa Lampoh Tarom Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar dan penelitian ini lebih memfokuskan analisa pada peran orang tua dalam membina karakter anak sejak dini.

yang akan dilakukan menekankan pada

pembentukan karakter sopan santun anak.

3 Amanatul Firdausy.

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap tingkat kecerdasaan Sosial Emosional Anak Siswa Kelas X MA Negeri

Babakan Lebaksiu Tegal.

Persamaan adalah sama-sama membahas tentang pola asuh orang tua.

Perbedaannya terletak pada subjek dan fokus penelitian yaitu siswa MA Negeri Babakan Lebaksiu Tegal dan dan fokus penelitian pada penelitian ini lebih memfokuskan pada pola asuh orang

tua dalam

mengembangkan sosial emosional anak usia dini.

Penelitian yang akan dilakukan menekankan pada

pembentukan karakter sopan santun anak.

(31)

21 C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan konsep pikiran peneliti untuk mempermudah penelitian sehingga arahnya jelas. Penelitian ini akan mengkaji terkait bagaimana pola asuh keluarga dalam pembentukan karakter sopan santun pada anak di Desa Sitirejo yang disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Sesuai dengan bagan kerangka berpikir di atas, pola asuh keluarga merupakan segala bentuk ekspresi orang tua dalam memelihara, menjaga, membimbing, membina dan mendidik anaknya sehingga dapat

POLA ASUH KELUARGA

Bentuk Perilaku Sosial

Otoriter Demokratis Permisif

PEMBIASAAN

KARAKTER Karakter Sopan Santun

Benturan Nilai Karakter Sopan

Santun

KETELADANAN

Konstruksi Pola Asuh Bentuk Pola Asuh

Keluarga dalam Pembentukan Karakter

Sopan Santun

(32)

22

mempengaruhi jiwa emosional anak sejak kecil hingga dewasa. Macam- macam pola asuh ada 3 yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif.

Pola asuh otoriter merupakan bentuk pola asuh dimana orang tua memegang kendali penuh tanpa adanya kebebasan anak mengemukakan pendapatnya.

Pola asuh demokratis merupakan bentuk pola asuh dimana orang tua bertanggung jawab dalam memberikan kesempatan anak untuk memilih mana yang terbaik bagi kehidupannya. Sedangkan pola asuh permisif merupakan bentuk pola asuh dimana anak mendapat kebebasan penuh untuk menentukan pilihan dalam kehidupannya.

Bentuk pola asuh yang diterapkan dalam setiap keluarga akan menghasilkan macam-macam bentuk perilaku sosial anak yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, orang tua harus memahami dan memilih pola asuh mana yang paling baik dan cocok untuk diterapkan dalam mendidik anaknya.

Orang tua perlu membiasakan kebiasaan yang positif meskipun dimulai dengan hal yang sederhana kepada anak-anaknya. Misalnya membiasakan anak sejak dini untuk selalu menempatkan Tuhan dalam hati mereka, mencintai kebersihan, peduli dengan orang lain, menjunjung tinggi kejujuran, mau bergotong royong dan yang paling penting menjaga kesopansantunan (tata krama).

Pada awalnya sebelum anak mengenal lingkungan luar, kepribadian anak bisa dikatakan masih murni artinya sikap mereka tidak jauh beda dengan orang tuanya. Namun setelah mengenal dunia luar sifat mereka cenderung dipengaruhi lingkungan pendidikan dan lingkungan bermain. Segala tingkah laku mereka harus terus dipantau oleh orang tua karena pada masa-masa ini sifat keingintahuan mereka sangat tinggi. Selain itu, orang tua perlu memberikan pedoman dan pegangan hidup kepada anaknya mana yang baik dan yang buruk. Hal ini membuktikan bahwa pola asuh keluarga merupakan hal sangat penting dalam pembentukan karakter, terutama sopan santun anak.

Teladan dari sikap orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan anak karena nantinya anak akan lebih mudah meniru apa yang dilihatnya secara langsung daripada hanya teori semata.

(33)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Sitirejo Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati. Penelitian ini akan memperdalam peran pola asuh keluarga dalam membentuk karakter sopan santun yang diterapkan kepada anak di Desa Sitirejo.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengumpulan data dan tahap pelaporan. Adapun waktu yang digunakan dalam tahap persiapan adalah pada bulan Juni, tahap pengumpulan data akan dilakukan pada bulan Oktober dan tahap pelaporan akan dilakukan pada bulan November 2020. Penelitian ini diharapkan dapat selesai tepat waktu sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan sebelumnya.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis data deskriptif. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan menekankan kedalaman konsep yang dikaji secara empiris. Teknik pengumpulan data dilakukan secara deskriptif maupun dokumentasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Data yang didapatkan berupa catatan observasi, catatan wawancara, dokumentasi di lapangan dan data pendukung lainnya. Ciri utama pada penelitian kualitatif terletak pada fokus penelitian yaitu berupa kajian intensif tentang suatu fenomena atau keadaan tertentu.

Menurut Sugiyono (2016: 15) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci dan hasilnya lebih menekankan makna dari generalisasi. Selain itu, menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010:

(34)

24

4) metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghadirkan data deskriptif beberapa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Herdyansyah (2011: 9), penelitian kualitatif adalah penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya pelaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan sebuah fenomena yang diobservasi secara objektif.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan berupa data (Setyosari, 2010:

33).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 62) menjelaskan bahwa ada lima macam metode dalam penelitian kualitatif, salah satunya adalah studi kasus yang biasanya digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas) atau suatu situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti dan menggunakan berbagai metode:

wawancara, pengamatan, penelaahan dokumen, survei, dokumentasi, dan data apapun untuk menguraikan suatu kasus secara terperinci (Deddy Mulyana, 2010: 201). Pada penelitian ini akan difokuskan pada fenomena pola asuh keluarga dalam membentuk karakter sopan santun anaknya dan studi kasus dalam hal ini adalah lima keluarga dengan latar belakang yang berbeda di Desa Sitirejo.

Penelitian ini dilakukan dengan mengutamakan observasi langsung di lapangan, melakukan pendataan, kemudian menganalisis data yang telah didapat secara mendalam. Adapun rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(35)

25

1. Peneliti melakukan study pendahuluan di lapangan, tepatnya di Desa Sitirejo.

2. Selanjutnya peneliti menentukan teknik pengumpulan data yang akan digunakan untuk menggali informasi yaitu dengan melaksanakan observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan pencatatan.

3. Setelah data terkumpul, data diidentifikasi, dianalisis kemudian disajikan sebagai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan.

4. Kemudian penyimpulan hasil penelitian.

5. Tahap terakhir yaitu hasil penelitian dievaluasi sehingga akan dapat ditindaklanjuti.

C. Peranan Peneliti

Pada penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai key instrument penelitian. Peranan peneliti mulai dari observasi permasalahan yang ada di lapangan hingga akhir penyimpulan hasil penelitian yang telah didapat.

Peneliti bertanggungjawab sepenuhnya atas penelitian yang dilakukan.

Sebagaimana yang diungkapkan Nasution:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu yang belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya” (Sugiyono, 2010:

306-307).

Berkaitan dengan pendidikan usia sekolah dasar, peneliti berusaha memecahkan masalah tentang pola asuh yang diterapkan oleh keluarga dalam pembentukan karakter sopan sopan santun pada anak. Setelah menemukan informasi, peneliti dapat mencoba memberikan solusi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.

(36)

26 D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh secara lisan maupun tulisan merupakan hasil dari observasi dan wawancara mendalam kepada narasumber yaitu keluarga siswa dan siswa itu sendiri. Selain itu, data lain diperoleh dari teori-teori pendukung berkaitan dengan variabel yang akan diteliti yaitu pola asuh keluarga.

Data sementara yang diperoleh dari hasil observasi di Desa Sitirejo, peranan keluarga dalam membentuk karakter sopan santun anak masih kurang maksimal. Hal ini dibuktikan dengan masih ada beberapa anak usia sekolah dasar yang kurang menghargai dan menghormati guru maupun orang yang lebih tua. Mereka cenderung bersikap acuh tak acuh dan belum bisa bertutur kata dengan baik. Ketika berjumpa dengan gurunya, anak cenderung bersikap cuek atau pura-pura tidak melihat, namun sudah banyak anak yang berani menyapa dan bersalaman sambil mengucapkan “Assalamualaikum bu guru, selamat pagi bu guru, bu guru sedang apa?.” Masih ada beberapa anak yang ketika berjalan melewati orang yang lebih tua asal nyelonong saja namun tak sedikit pula anak yang sudah mengerti sikap apa yang harus dilakukan, misalnya:

membungkukkan badan sambil berkata “Amit pak, bu.” Berdasar data yang diperoleh, rata-rata orang tua siswa berprofesi sebagai petani, pedagang, Pegawai Negeri Sipil, tukang batu, dan perantauan. Hal ini akan menjadi bahan penelitian mengenai bagaimana bentuk pola asuh dilihat dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda.

2. Sumber Data

Menurut Sugiyono (2016: 308) sumber data dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.

1) Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

(37)

27

2) Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Dalam penelitian ini, sumber data dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sekunder.

1) Sumber data primer, meliputi:

a. Keluarga, terutama orang tua. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil informan dengan kategori tertentu sehingga dapat memberikan sumber data yang beragam. Kategori-kategori tersebut berdasarkan profesi, tingkat perekonomian dan latar belakang pendidikan. Perbedaan kategori tersebut diharapkan dapat memberikan sumber informasi yang beragam sehingga peneliti dapat menyajikan data yang kompleks.

b. Siswa atau anak itu sendiri. Dalam hal ini, peneliti menggali informasi dari sudut pandang anak mengenai peranan orang tua dalam memberikan pengasuhan di rumah.

c. Tetangga sekitar dan teman pergaulan. Bukan hanya keluarga saja, tetangga sekitar dan teman pergaulan juga menambah bukti yang kuat bagaimana anak bersikap ketika berada di luar rumah.

2) Sumber data sekunder, berasal dari dokumentasi penelitian, catatan penelitian dan data pendukung lainnya yaitu buku referensi dan jurrnal penelitian relevan yang terkait dengan penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah tahap yang paling penting dalam sebuah penelitian karena tahap ini merupakan langkah awal peneliti mendapatkan sumber data yang kemudian akan dianalisis. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2016: 308) “Teknik pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.” Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(38)

28 1. Observasi

Observasi adalah proses pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung dengan objek yang diteliti (Dimyati, 2014: 92). Kegiatan observasi meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan (Jonathan, 2006: 224). Dalam hal ini peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu di lokasi penelitian.

Dalam penelitian ini observasi yang akan dilakukan peneliti adalah observasi non partisipan, dimana peneliti hanya mengamati peristiwa yang terjadi di lapangan. Peneliti merekam/mencatat dengan cara terstruktur maupun semi struktur terhadap aktivitas-aktivitas orang dalam lokasi penelitian. Peneliti mengamati secara langsung di lapangan berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu: (a) aktivitas-aktivitas pengasuhan keluarga dalam membentuk karakter sopan santun anak, (b) berbagai kegiatan yang dilakukan keluarga dalam rangka membentuk karakter sopan santun anak, (c) perilaku anak yang mencerminkan terbentuknya karakter sopan santun anak.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan. Hal ini senada dengan pendapat Gunawan (2013: 162) menjelaskan bahwa wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka antara pewawancara dan narasumber tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi sikap dan pola pikir dari narasumber yang relevan dengan masalah yang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi struktur yaitu peneliti mengawali dengan menanyakan sederet pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam guna mendapat keterangan lebih lanjut sehingga jawaban yang diperoleh meliputi semua

(39)

29

variabel yang lengkap dan mendalam. Adapun narasumber yang akan diwawancarai adalah sebagai berikut.

a. Informan kunci: ketua RT

b. Infoman utama: keluarga khususnya orang tua, anak atau siswa itu sendiri

c. Informan pendukung: tetangga sekitar, teman pergaulan 3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti: arsip-arsip, buku-buku, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian (Margono, 2000: 181). Peneliti melakukan dokumentasi guna memperkuat bukti yang diperoleh dari observasi di lapangan. Peneliti mengumpulkan seluruh data yang berkaitan dengan keadaan di lapangan dengan cara mencatat maupun mengambil gambar, selain itu peneliti juga menghimpun data-data yang diperoleh dari narasumber yaitu keluarga, anak, tetangga sekitar dan teman pergaulan.

4. Pencatatan

Pencatatan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Pencatatan biasanya dilakukan dengan menggunakan buku catatan, ponsel dan lembar observasi. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan ketiganya agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan penelitian.

F. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif sangat diperlukan karena untuk memeriksa sekaligus menguji keabsahan data. Menurut Lexy (2014:

324), untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu sebagai berikut.

1. Kepercayaan (Credibility)

(40)

30

Kriterium ini berfungsi sebagai melaksanakan inkuiri sedemikian rupa hingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (Transferbility)

Berfungsi sebagai mengumpulkan kejadian empiris tentang temuan kesamaan konteks. Dengan demikian penelitian bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

3. Kebergantungan (Dependability)

Kebergantungan merupakan substitusi dari istilah reliabilitas pada penelitian nonkualitatif sehingga ia memiliki kesamaan fungsi.

4. Kepastian (Confirmability)

Kriterium kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antar subjek

Dalam penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data triangulasi.

Moleong (2007: 330) mengemukakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang dimanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu sendiri dengan maksud untuk pengecekan atau sebagai pembanding.

Menurut Sugiyono (2007: 241) ada empat tipe dasar teknik triangulasi meliputi.

1. Triangulasi data (Data triangulation) yaitu menggunakan sejumlah sumber data dalam suatu penelitian.

2. Triangulasi investigator (Investigator triangulation) yaitu menggunakan beberapa peneliti atau evaluator.

3. Triangulasi teori (Theory triangulation) yaitu menggunakan beragam perspektif untuk menginterpretasikan sekelompok data tunggal.

4. Triangulasi metodologis (Methodological triangulasi) sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada

Teknik keabsahan data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik triangulasi sumber data yaitu memeriksa keabsahan dan kebenaran informasi atas kebenaran informasi melalui sumber yang berbeda. Dalam penelitian ini untuk mengecek keabsahan data yaitu dengan membandingkan antara informasi yang diperoleh dari subjek dan yang diperoleh dari informan. Jika dua sumber memberikan informasi berbeda atas kebenaran suatu informasi,

(41)

31

maka dicari sumber informasi yang lain sehingga diperoleh informasi yang dipandang benar.

Sesuai dengan pernyataan tersebut, peneliti akan memastikan bahwa data yang didapatkan melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan pencatatan secara langsung dari lapangan harus memenuhi empat kriteria tersebut agar keabsahan data dapat memenuhi fungsi kepercayaan, fungsi keteralihan, fungsi kebergantungan dan fungsi kepastian.

G. Analisis Data

Analisis data yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catata lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2016: 335). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009: 337) adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data (data reduction)

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang hal yang tidak diperlukan serta mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data (data display)

Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah menyajikan data.

Dalam penelitian penelitian ini penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sebagainya. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015) mengemukakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.

3. Verifikasi atau penyimpulan (consclusion drawing)

(42)

32

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 345) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Verifikasi masih bersifat sementara namun apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten maka data yang disimpulkan merupakan kesimpulan yang kredibel.

(43)

33

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. 2014. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Rajawali Pers.

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Amanatul, Firdausy. 2014. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap tingkat kecerdasaan Sosial Emosional Anak Siswa Kelas X MA Negeri Babakan Lebaksiu Tegal [skripsi]. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo.

Anita, Yus. 2011. Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Ary, H. Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Covey, Stephen R. (Alih bahasa: Budijanto). 1997. Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara.

Danim, Sudarwan. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Daradjat, Zakiyah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Edisi Kedua PN Balai Pustaka.

Dimyati, Hamdan. 2014. Model Kepemimpinan dan System Pengambilan Keputusan. Bandung: Pustaka Setia.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Jakarta:

Rineka Cipta. Jurnal Kreatif Februari 2017.

Hasan, Maimunah. 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Yogjakarta: DIVA Press.

Haris, Herdiansyah. 2013. Wawancara, Observasi Dan Focus Groups sebagai Instrument Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.

Hurlock, Elizabeth B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Erlangga.

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kay, Janet. 2013. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius.

Gambar

Tabel 2.1 Persamaan, perbedaan dan orisinalitas kajian relevan  No  Nama
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Dari dua variabel yang ada free cash flow dan dividen discounted model menggunakan variabel valuasi dengan free cash flow, yaitu valuasi nilai perusahaan dengan menghitung

- Pengalaman kerja diutamakan dibidangnya - Familiar dengan bidang pemasaran property - Memiliki kemampuan negosiasi/presentasi - Networking luas, berpenampilan menarik,

Adapun konsep diri dari aspek fisik yang dirasakan oleh responden 2 sesuai dengan hasil wawancara adalah :Bahwa Septi merasa kalau ia berjilbab mode, ia akan terlihat

Menunjukkan bahwa terdapat 13 responden yang mengalami beban berat dan memiliki kemampuan tidak baik dalam merawat pasien perilaku kekerasan.. Hasil uji

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik