• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1.1 Hakikat IPA SD

2.1.1.1 Pengertian

IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dilihat dari segi istilah dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang berisi tentang pengetahuan yang ada alam. Benyamin (dalam Haris, 2006: 18) menyatakan IPA atau sains adalah sebuah pernyataan mengenai sebuah pengetahuan tentang alam melalui suatu metode seperti metode observasi dan metode mencocokkan hipotesis dengan yang diperoleh dari hasil observasi. Benyamin menitikberatkan kepada metode dan pengetahuan yang diakumulasikan sehingga IPA dapat berkembang secara revolusi.

Menurut Wandy Praginda Ilmu Pengetahuan Alam adalaha sebuah makna alam dan berbagai peristiwa, fenomena, perilaku dan karaketristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori atau konsep melalui serangkaian proses ilmiah dari hasil kegiatan manusia. Teori ataupun konsep yang terstruktur ini menjadi sebuah inspirasi atas dasa terciptanya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia.

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembelajaran IPA merupakan suatu proses kegiatan aktif peserta didik yang mendorong peserta didik untuk menemukan pengetahuannya sendiri dalam mempelajari alam melalui kegiatan ilmiah yang diharapkan untuk menghasilkan pemahaman konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta sikap ilmiah sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

(2)

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD

Kompetensi dasar merupakan sejumlah kecakapan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai penunjuk penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran ( Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang Standar Proses). Kompetensi Dasar adalah suatu komponen dari silabus yang mana berisikan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang harus dicapai oleh peserta didik untuk menunjukkan bahwa peserta didik telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena itu kompetensi dasar adalah suatu penjabaran dari standar kompetensi.

Dibawah ini merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk Ilmu Pengetahuan Alam kelas 5 semester 2.

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara

gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/ model

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.2 Membuat suatu karya/model,

misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan

menerapkan sifatsifat cahaya Bumi dan Alam Semesta

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan

hubungannya dengan

penggunaan sumber daya alam

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan

(3)

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat

mempengaruhinya

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan

dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

Berdasarkan Kompetensi Dasar IPA yang telah dipaparkan dalam tabel guru dapat memiliki gambaran tentang materi yang akan diajarkan di Sekolah Dasar.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA SD

Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

(4)

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih untuk mengembangkan kecakapan proses dan dapat melatih peserta didik untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada peserta didik sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik peserta didik Sekolah Dasar, sehingga peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

2.1.1.4 Penilaian IPA SD

Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Penilaian meliputi pengumpulan informasi melalui berbagai teknik penilaian dan membuat keputusan berdasar hasil penilaian tersebut. Penilaian memberi informasi kepada guru tentang prestasi peserta didik terkait dengan tujuan pembelajaran. Dengan informasi ini, guru dapat membuat keputusan berdasar hasil penilaian mengenai apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan metode pembelajaran dan memperkuat proses belajar peserta didik.

Menurut Arikunto (2002: 162) Bentuk-bentuk penilaian untuk mata pelajaran IPA meliputi:

1. Penilaian Tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis (paper and pencil test). Tes tertulis merupakan sekumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Aturan main dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk jawaban, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar atau sejenisnya. Tes tertulis meliputi soal bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, isian, jawaban singkat dan uraian.

2. Penilaian Kinerja

(5)

Cara penilaian ini dianggap lebih autentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Untuk mata pelajaran IPA, penilaian semacam ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti pengujian/penelitian, melakukan percobaan-percobaan, dan lain-lain. 3. Penilaian Proyek

Penilaian projek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu kegiatan pengamatan sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Kegiatan ini umumnya dilakukan dalam bentuk kelompok kecil, tetapi tidak menutup kemungkinan menjadi tugas perorangan.

4. Penilaian Produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir, namun juga proses pembuatannya.

5. Penilaian Sikap/Karakter

Penilaian sikap dalam mata pelajaran IPA dapat dilakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap antara lain: sikap terhadap mata pelajaran, guru mata pelajaran, proses pembelajaran, materi pembelajaran, dan sikap-sikap yang berhubungan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi tertentu.

6. Penilaian Portofolio

Portofolio adalah alat penilaian yang berupa kumpulan dokumen dan hasil karya beserta catatan perkembangan belajar peserta didik yang disusun secara sistematis, yang bertujuan untuk mendukung belajar tuntas. Adapun komponen penilaian portofolio meliputi: Catatan guru, hasil pekerjaan peserta didik, dan profil perkembangan peserta didik.

2.1.2 Model Pembelajaran

(6)

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar untuk merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar.

Joyce dan Weill mendeskripsikan model pembelajaran sebagai suatu pola atau rancangan yang dapat digunakan untuk membuat suatu kurikulum, menciptakan materi-materi instruksional, dan sebagai suatu panduan dalam proses pengajaran di ruang kelas atau di buat suasana yang berbeda. Model pembelajaran ini umumnya disusun berdasarkan berbagai macam prinsip atau teori pengetahuan. Para pakar menyusun model pembelajaran berdasarkan teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, prinsip-prinsip pembelajaran atau teori-teori yang mendukung. Berdasarkan pengertian yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran atau informasi kepada peserta didik dalam proses pembelajaran guna untuk mencapai tujuan pembelajaran secara sistematis.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

(7)

peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Sanjaya (2004) mengungkapkan bahwa model pembelajaran berkelompok adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikenal dengan model pembelajran kelompok.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen atau berbeda, terdiri dari peserta didik dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar hasil belajar semua anggota maksimal.

2.1.4. Model Pembelajaran Snowball Throwing

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing

Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh peserta didik kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab.

(8)

2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Snowball Throwing

Model Snowball Throwing memiliki beberapa karakteristik, diantaranya: 1. Peserta didik bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi

akademis.

2. Peserta didik diberikan pertanyaan-pertanyaan untuk melatih pemahaman peserta didik seputar materi.

3. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu peserta didik.

4. Peserta didik belajar bekerjasama, peserta didik juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri.

5. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dari pada individu a. Kelebihan model pembelajaran Snowball Throwing

Metode Snowball Throwing mempunyai beberapa kelebihan yang semuanya melibatkan dan keikutsertaan peserta didik dalam pembelajaran. Kelebihan dari metode Snowball Throwing adalah :

a) Suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena peserta didik seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada peserta didik lain.

b) Peserta didik mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena diberi kesempatan untuk membuat soal dan diberikan pada peserta didik lain.

c) Membuat peserta didik siap dengan berbagai kemungkinan karena peserta didik tidak tahu soal yang dibuat temannya seperti apa.

d) Peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran.

e) Pendidik tidak terlalu repot membuat media karena peserta didik terjun langsung dalam praktek.

f) Pembelajaran menjadi lebih efektif.

(9)

a. Kelemahan model pembelajaran Snowball Throwing

Disamping terdapat kelebihan tentu saja metode Snowball Throwing juga mempunyai kekurangan. Kelemahan dari metode ini adalah:

a) Sangat bergantung pada kemampuan peserta didik dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai peserta didik hanya sedikit.

b) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk peserta didik mendiskusikan materi pelajaran. c) Memerlukan waktu yang panjang.

d) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.

e) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.

2.1.4.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing

Menurut Suprijono (20013: 128), langkah-langkah pembelajaran metode Snowball Throwing adalah:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai.

2. Guru membentuk peserta didik berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4. Masing-masing peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain selama ± 15 menit.

6. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

(10)

2.1.4.4 Analisis komponen-komponen Model Pembelajaran Snowball Throwing

Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-117) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran Snowball Throwing yaitu sebagai berikut.

1. Sintagmatik

Sintagmatik atau struktur model pembelajaran Snowball Throwing menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 318) tahap pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik, Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari. Tahap kedua, menyajikan informasi Guru menyajikan sebuah masalah yang memancing perhatian dan kehebohan peserta didik. Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui penayangan video/gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu gaya dan energi serta fungsinya, masalah disajikan dalam bentuk percobaan. Tahap ketiga, mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Model pembelajaran Snowball Throwing ini peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok diwakili seorang ketua kelompok untuk mendapatkan tugas dari guru.

(11)

Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan meminta kelompok tersebut menulis pertanyaan sesuai dengan materi yang dijelaskan guru. Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan melemparkan kepada kelompok yang lain. Meminta setiap kelompok untuk menuliskan jawaban atas pertanyaan yang didapat dari kelompok lainnya. Tahap kelima, evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap ke enam, memberikan penghargaan. Guru memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

2. Prinsip reaksi

Peran guru dalam model Snowball Throwing ini adalah sebagai seorang fasilitator yang secara langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pese dalarta didik dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai seorang konselor akademik.

3. Sistem sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran ini menjunjung tinggi kerja sama dan tanggung jawab dalam kelompok. Dimana dapat tercermin dari sikap saling menghargai apabila terjadi perbedaan pendapat. Sehingga melalui kegiatan kelompok ini diharapkan akan muncul sikap demokratis, kooperatif dan tanggung jawab.

4. Daya dukung

Sistem pendukung dalam model Snowball Throwing ini harus sesuai dengan semua kebutuhan peserta didik. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan peserta didik yang bermacam-macam. Guru dan peserta didik harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya.

5. Dampak instruksional dan dampak pendukung

(12)

kemampuan menjelaskan lapisan bumi dan funproses daur air, kemampuan mengidentifikasi kegiatan manusia yang mempengaruhi air dan kemampuan menyebutkan cara penghematan air.

Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para peserta didik tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dampak pengiring yang didapatkan peserta didik dalam pembelajaran IPA dengan materi bumi dan alam semesta melalui model Snowball Throwing adalah demokratis, kerja sama, tanggung jawab, komunikatif dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai. Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Snowball Throwing digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2.1 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Snowball Throwing Snowball Throwing Bertanggung jawab Komunikatif Demokratis Disiplin Kerja sama kemampuan menjelaskan pentingnya air kemampuan menjelaskan proses daur air

Kemampuan

mengidentifikasi kegiatan manusia dan daur air

Kemampuan menyebutkan cara menghematan air

Keterangan

(13)

2.1.5.1 Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing dalam Pembelajaran.

Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Snowball Throwing

Syntax Snowball Throwing

Kegiatan guru Kegiatan siswa Penyajian kelas - Guru menjelaskan

Kompetensi Dasar dan materi.

- Menjelaskan pentingnya air - Menjelaskan proses

daur ulang air

- Menjelaskan kegiatan manusia yang

mempengaruhi daur air - Menjelaskan cara

menghemat penggunaan air

- Mendengarkan guru saat menyampaikan tujuan dan materi. - Siswa dapat

mendeskripsikan pentingnya air dengan benar.

- Siswa mampu mendeskripsikan proses daur air. - Siswa dapat

mendeskripsikan kegiatan manusia yang mempengaruhi air - Siswa dapat

menyebutkan cara menghemat penggunaan air. Belajar kelompok Guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok secara heterogen.

- Guru membagi siswa berdasarkan kelompok belajar yang sudah ada - Guru menunjuk salah

satu siswa sebagai ketua kelompok

- Guru memberi instruksi pada ketua kelompok untuk memberi

penjelasan materi yang didapatkannya.

Siswa bekerja secara kelompok sesuai aba-aba guru.

- Siswa berkelompok sesuai dengan kelompok belajar. - Salah satu siswa dipilih

untuk menjadi ketua kelompok.

- Ketua kelompok mendapat aba-aba dari guru mengenai materi dan menjelaskan kembali kepada anggotanya. Pembagian tugas - Guru memberi arahan

kelompok membuat pertanyaan tentang materi yang sudah dijelaskan oleh ketua.

(14)

- Guru memberikan lembar kertas kerja untuk menuliskan pertanyaan menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

kelompoknya. - Siwa mendapatkan

lembar kertas untuk menuliskan pertanyaan sesuai dengan materi.

Tanya jawab - Guru memberi arahan kepada siswa untuk membuat bola dari kertas berisi pertanyaan . - Setelah membuat bola,

guru menyuruh siswa melemparkan bola pada siswa yang lain diluar kelompoknya untuk menjawab pertanyaan

- Siswa membuat bola dari kertas yang berisi pertanyaan yang telah dibuatnya.

- Siswa setelah membuat bola, bola dilemparkan pada siswa yang lain agar dapat menjawab pertanyaan. Kesimpulan dan evaluasi - Guru memberikan kesimpulan tentang kegiatan pembelajaran. - Guru memberi kesempatan kepada peserta didik jika ada materi yang kurang jelas.

- Guru menjawab pertanyaan - Guru memberikan

penguatan kepada siswa dengan memberikan soal

- Siswa membuat rangkuman dari hasil kegiatan pembelajaran. - Siswa melakukan tanya

jawab pada guru jika ada materi yang kurang jelas. - Siswa mencatat penjelasan guru. - Siswa mengerjakan soal sebagai penguatan.

(15)

ulang air, kegiatan manusia yang mempengaruhi daur air dan cara menghemat penggunaan air.

Tahap kedua adalah belajar kelompok dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan antara lain, (1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen sedangkan siswa berkelompok sesuai dengan kelompok belajar. (2) Guru menunjuk salah satu siswa sebagai ketua kelompok, siswa menunjuk salah satu anggota sebagai ketua kelompok, (3) Guru memberi instruksi kepada ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi yang didapatkannya, sedangkan siswa yang dipilih menjadi ketua kelompok setelah mendapat instruksi dari guru mengenai materi menjelaskan kembali kepada anggota kelompoknya.

Tahap ketiga adalah pembagian tugas, dalam tahap ini (1) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang akan dipelajari daur air. (2) Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi daur air, sedangkan siswa mendapat kesempatan dari guru untuk membaca dan mempelajari materi dan siswa dapat berdiskusi menyelesaikan masalah.

Tahap keempat adalah tanya jawab, dalam tahap ini (1) Guru memberikan arahan kepada siswa untuk membuat bola dari kertas berisi pertanyaan, sedangkan siswa membuat bola dari kertas yang berisi pertanyaan yang telah dibuatnya. (2) Setelah membuat bola dari kertas. Guru mengintruksi siswa melempar bola pada siswa lain diluar kelompoknya untuk menjawab pertanyaan, sedangkan siswa setelah membuat bola, bola dilemparkan pada siswa yang lain agar dapat menjawab pertanyaan.

(16)

penguatan dengan memberikan soal-soal, adapun siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru sebagai penguatan.

2.1.5. Model Pembelajaran Talking Stick

2.1.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick

Slavin (1995) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan peserta didik. Dalam model pembelajaran ini peserta didik dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada peserta didik yang lainnya. Sehingga peserta didik harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan peserta didik juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.

2.1.5.2 Karakteristik Model Pembelajaran Talking Stick

Metode Talking Stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu:

1. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskanmateri belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,sedang dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu

(17)

dilempar ke peserta didik lain. Bagi kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru. Sebelumnya peserta didik sudah mempelajari materi pokoknya. Kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

a. Kelebihan model pembelajaran Talking Stick a) menguji kesiapan peserta didik dalam pembelajaran b) melatih peserta didik memahami materi dengan cepat

c) memacu agar peserta didik lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai)

d) Peserta didik berani mengemukakan pendapat

e) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik

b. Kelemahan model pembelajaran Talking Stick a) Guru kesulitan melakukan pengawasan.

b) Ketenangan kelas kurang terjaga

2.1.5.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Menurut Slavin (2005), menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick, yaitu sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD. 2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.

3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.

4. Setelah peserta didik selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya dan mepersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.

(18)

sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

6. Guru memberikan kesimpulan. 7. Evaluasi.

Sintak pembelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, peserta didik mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada peserta didik dan peserta didik yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad peserta didik lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

2.1.5.4 Analisis komponen-komponen Model Pembelajaran Talking Stick Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar peserta didik sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran Talking Stick yaitu sebagai berikut.

1. Sintakmatik

(19)

penayangan video/gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu gaya dan energi serta fungsinya, masalah disajikan dalam bentuk percobaan. Tahap ke tiga, mengorganisir peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tahap ke empat, membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi. Setelah selesai mempelajari materi, peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru. Tahap ke lima, evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap ke enam, memberikan penghargaan. Guru memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

2. Prinsip Reaksi

Peran guru dalam model Talking Stick ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok), penyaji materi serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian.

3. Sistem sosial

(20)

4. Daya dukung

Sistem pendukung dalam model Talking Stick ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan peserta didik. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan peserta didik harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya.

5. Dampak instruksional dan dampak pendukung

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional adalah kemampuan menjelaskan pentingnya air, kemampuan menjelaskan lapisan bumi dan funproses daur air, kemampuan mengidentifikasi kegiatan manusia yang mempengaruhi air dan kemampuan menyebutkan cara penghematan air.

Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para peserta didik tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi dampak pengiring melalui model Talking Stick diharapkan dapat terbentuk kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga berusaha untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya, bekerja secara ilmiah dan bertanggung jawab.

(21)

Gambar 2.2 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Talking Stick

2.1.5.5 Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick dalam Pembelajaran Tabel 2.3 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Talking

Stick

Syntax Talking Stick Kegiatan guru Kegiatan siswa Penyempaian kompetensi - Guru menjelaskan

Kompetensi Dasar dan materi. - Menjelaskan

pentingnya air - Menjelaskan proses

daur ulang air

- Menjelaskan kegiatan manusia yang

mempengaruhi daur

- Mendengarkan guru saat menyampaikan tujuan dan materi. - Siswa dapat

mendeskripsikan pentingnya air dengan benar.

- Siswa mampu mendeskripsikan proses daur air. - Siswa dapat mendeskripsikan Talking Stick Mandiri Komunikati f Disiplin Kerja sama kemampuan menjelaskan pentingnya air kemapuan menjelaskan proses daur air

(22)

air - Menjelaskan cara menghemat penggunaan air kegiatan manusia yang mempengaruhi air - Siswa dapat menyebutkan cara menghemat penggunaan air. Pembentukan kelompok Guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok secara heterogen.

- Guru membagi siswa berdasarkan

kelompok belajar yang sudah ada - Guru menunjuk ketua

kelompok - Guru memberi

instruksi pada ketua kelompok untuk memberi penjelasan materi yang

didaptkannya.

Siswa bekerja secara kelompok sesuai aba-aba guru.

- Siswa berkelompok sesuai dengan kelompok belajar. - Salah 1 siswa dipilih

untuk menjadi ketua kelompok.

- Ketua kelompok mendapat aba-aba dari guru mengenai materi dan

menjelaskan kembali kepada anggotanya. Penyajian materi - Guru menyampaikan

materi pokok yang akan dipelajari - Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi. - Guru memberi

instruksi pada siswa untuk melakukan diskusi membahas masalah yang ada dalam wacana.

- Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang akan dipelajari - Siswa mendapat

kesempatann dari guru untuk membaca dan mempelajari materi. - Siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang terdapat dalam wacana. Penaman konsep - Guru mengambil

tongkat dan

menjelaskan fungsi dan aturan main menggunakan

(23)

tongkat.

- Guru memberikan tongkat pada salah satu siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat harus mejawabnya.

ditunjukkan guru. - Siswa yang pertama

kali mendapat tongkat akan

mendapatkan sebuah pertanyaan, dan siswa tersebut harus

menjawab pertanyaan dari guru begitu seterusnya. Kesimpulan dan evaluasi - Guru memberikan

kesimpulan tentang kegiatan

pembelajaran. - Guru memberi

kesempatan kepada peserta didik jika ada materi yang kurang jelas. - Guru menjawab pertanyaan - Guru memberikan penguatan kepada siswa dengan memberikan soal - Siswa membuat rangkuman dari hasil kegiatan

pembelajaran. - Siswa melakukan

tanya jawab pada guru jika ada materi yang kurang jelas. - Siswa mencatat

penjelasan guru. - Siswa mengerjakan

soal-soal dari guru sebagai penguatan.

(24)

Tahap kedua adalah pembentukan kelompok dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan antara lain, (1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen sedangkan siswa berkelompok sesuai dengan kelompok belajar. (2) Guru menunjuk salah satu siswa sebagai ketua kelompok, siswa menunjuk salah satu anggota sebagai ketua kelompok, (3) Guru memberi instruksi kepada ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi, sedangkan siswa yang dipilih menjadi ketua kelompok setelah mendapat instruksi dari guru menjelaskan kembali kepada anggota kelompoknya.

Tahap ketiga adalah penyajian materi, dalam tahap ini (1) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang akan dipelajari daur air. (2) Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi daur air, sedangkan siswa mendapat kesempatan dari guru untuk membaca dan mempelajari materi dan siswa dapat berdiskusi menyelesaikan masalah.

Tahap keempat adalah penanaman konsep. (1) Tahap ini guru menjelaskan fungsi dan aturan main menggunakan tongkat, sedangkan siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai aturan main dan fungsi tongkat yang diperlihatkan guru. (2) Guru memberikan tongkat pada salah satu siswa setelah itu guru memberikan pertanyaan pada siswa yang memegang tongkat. Adapun kegiatan yang dilakukan siswa yang mendapat tongkat harus akan mendapat pertanyaan dari guru dan harus menjawab pertanyaan tersebut, begitu seterusnya.

(25)

2.1.6 Hasil Belajar IPA

Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran salah satunya ialah dengan melakukan pengukuran terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh peserta didik yang disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar tidak haya terbatas pada aspek kognitif saja tetapi dapat juga dalam aspek afektif dan aspek psikomotorik.

Dimyati menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu perbuatan berdasarkan tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam Dimyati, 20106: 4) juga berpendapat, hasil belajar adalaha sebuah bukti yang menjadi petunjuk dalam keberhasilan sesorang dalam melakukan kegiatan belajar pembelajaran berdasarkan skor atau nilai yang berhasil didapatkannya.

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2010: 22) ialah kecakapan yang dimiliki oleh peserta didik seusai peserta didik tersebut menerima pengalaman belajar. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2010: 22) mengelompokkan hasil belajar menjadi 3 macam, yaitu Pengetahuan dan pengertian, ketrampilan dan kebiasaan, sikap dan cita-cita. Hal tersebut sefrekuensi dengan Benyamin Bloom yang membagi kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotoris.

Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sebuah bukti dari keberhasilan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran yang berupa kecakapan yang dimiliki dari segi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari segi kognitif, yaitu melalui tes tertulis maupun lisan, baik tes formatif maupun tes sumatif.

(26)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dilaksanakan saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh Pramukantaro (2013) menunjukkan bahwa terdapat hasil yang cukup signifikan dari perpaduan model pembelajaraan kooperatif tipe Talking Stick dengan Snowball Throwing. Hal tersebut dibuktikan dengan rata-rata hasil pretest sebesar 52,7406 dan rata-rata hasil posttes sebesar 77,984. Berdasarkan hal tersebut hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan yang signifikas sebesar 25,24375. Jadi dapat disimpulkan bawa hasil belajar setelah menggunakan perpaduan model Snowball Throwing dan Talking Stick lebih baik dari hasil belajar sebelum menggunakan perbaduan dua model tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Riris Arianti (2013) menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran Talking Stick dan Snowball Throwing dapat meningkatkan pemahaman pembelajaran peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan daya serap terhadap bahan pengajaran, pemahaman peserta didik dalam diskusi kelas dan diskusi kelompok, serta peserta didik benar dalam membuat pertanyaan dan menyelesaikan soal tes dari guru. Pada pra tindakan persentase peserta didik yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 28% (11 peserta didik) dan peserta didik yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 32,14% (9 peserta didik) dan peserta didik yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 67,86% (19 peserta didik).

Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Zulkarnain (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata- rata prestasi belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick lebih tinggi dari rata-rata prestasi belajar peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

(27)

Snowball Throwing lebih sesuai dari pada metode pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dalam peningkatan prestasi belajar peserta didik, karena ada peningkatan keaktifan belajar peserta didik dari segi kerjasama, bertanya dan menjawab pertanyaan dengan model pembelajaran baik dengan teknik tanya jawab berpasangan maupun dengan diskusi kelompok.

Penelitian yang dilakukan Ira Ratnasari (2014) menunjukkan terjadi perbedaan posttest hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing diperoleh rata-rata 84,93 sedangkan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick diperoleh rata-rata 70,00.

Penelitian yang dilakukan Danik Risnawati Wijiastuti (2014) menyatakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick lebih baik dibandingkan hasil belajar dengan menggunkan Snowball Throwing. Hal ini terlihat berdasarkan nilai rata-rata posttes kelas eksperimen yaitu 81,454 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 70,818 maka menunjukkan bahwa hasil belajar yang menggunakan metode Talking Stick lebih baik dibandingkan hasil belajar dengan menggunakan metode Snowball Throwing.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Yuni Akhiriyah (2011) menyatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing kualitas pembelajarannya semakin meningkat. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat hasil aktivitas belajar siswa. Untuk siklus 1 rata-rata aktivitas siswa adalah 3,0 dengan kriteria baik, siklus 2 diperoleh aktivitas siswa 3,53 dengan kriteria sangat baik dan pada siklus 3 adalah 3,56 dengan kriteria sangat baik. Jadi ada peningkatan aktivitas belajar dari siklus 1 sampai siklus 3.

Penelitian yang dilakukan oleh Monna Sisca Eka Wati, Erman Har, Wince Hendri (2013) menyatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Talking Stick hasil pembelajaran lebih tinggi dari pada yang tidak menerapkan model pembelajaran Talking Stick. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi yaitu rata-rata 69,06 dari pada kelas kontrol yaitu 59,64.

(28)

belajar siswa. Terbukti dengan adanya peningkatan pada siklus 1 dan siklus nilai rata-rata aktivitas belajar yaitu dengan peningkatan 20,13. Adapun hasil belajar siswa pada siklus 1 hingga siklus 2 mengalami peningkatan sebesar 55,55.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA merupakan suatu mata pelajaran yang menuntut peserta didik untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya sehingga dapat langsung diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan pengetahuan sendiri oleh peserta didik diperoleh melalui pengalaman belajar langsung yang dialami peserta didik disekolah atau lingkungan sekitarnya. Selain pengalaman belajar langsung peserta didik juga membutuhkan suatu teknik belajar yang dapat membantu peserta didik memahami konsep penting dalam pembelajaran IPA. Konsep penting tersebut nantinya akan membantu peserta didik dalam menerapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman belajar langsung ke dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan pembelajaran menggunakan model Talking Stick dan Snowball Throwing diharapkan dapat membantu peserta didik lebih mudah memperoleh informasi dan memahaminya, karena disini peserta didik berperan aktif menemukan sendiri pengetahuan melalui kerja sama dalam kelompok.

(29)

pertanyaan kepada peserta didik. Metode Talking Stick ini menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga peserta didik tidak merasa tegang dalam mengikuti pelajaran. Pelajaran dengan metode Talking Stick dapat mendorong peserta didik untuk aktif mengemukakan pendapatnya, mendorong peserta didik untuk menguasai setiap materi yang akan berpengaruh pada hasil belajar yang optimal. Pembelajaran dengan metode ini dirasa lebih efektif karena dengan pembelajaran menggunakan musik. Jadi, stick bergulir dengan diiringi musik, apabila musik itu berhenti maka peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawab soal yang diberikan guru.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut.

H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Talking Stick pada peserta didik kelas 5

Ha : Ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Gambar  2.1  Dampak  Pengiring  dan  Instruksional  Model  Pembelajaran  Snowball Throwing  Snowball  Throwing Bertanggung jawab Komunikatif Demokratis Disiplin Kerja sama  kemampuan menjelaskan pentingnya air kemampuan menjelaskan proses daur air
Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model  Snowball Throwing
Gambar 2.2 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran  Talking Stick

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lain yang mempengaruhi tidak ada perbedaan kemampuan bersosialisasi anak prasekolah dengan riwayat PAUD (kelompok bermain) dan tanpa riwayat PAUD adalah faktor dari

Misi kami Menyediakan makanan yang terjangkau, memasak makanan dengan bersih, dan menyediakan porsi makanan yang cukup (tidak lebih tidak kurang). Analisis Usaha

Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kecamatan Gerih sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Ngawi,berkepentingan untuk

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan Kerajaan Siak pada masa pemerintahan sebelum Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalili Saifuddin, untuk

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektivitas Pembelajaran

(Vi) "Perlawanan akhir Fasa Enam melihat kepada pengalaman yang diperolehi sepanjang proses dan bagaimana pelajar boleh menggunakan kemahiran

Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus, yang mana masing-masing siklus dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan (dua kali peretmuan membahas materi dan satu

Meskipun secara umum pada penelitian ini rata-rata pengetahuan gizi seimbang catin masih kurang, namun dengan kemampuan akses yang mereka miliki akan mampu menciptakan