• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI T E S I S. Oleh MANGATAS TAMBUN /PSL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI T E S I S. Oleh MANGATAS TAMBUN /PSL"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia mangium BERDASARKAN PENDEKATAN

BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI

T E S I S Oleh

MANGATAS TAMBUN 107004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(2)

POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia mangium BERDASARKAN PENDEKATAN

BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MANGATAS TAMBUN 107004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Ketua

)

(Dr. Delvian, SP, MP) (Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

Tanggal Lulus : 28 Juli 2012

Judul Tesis : POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia mangium BERDASARKAN PENDEKATAN BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI

Nama Mahasiswa : Mangatas Tambun Nomor Pokok : 107004009

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 1. Dr. Delvian, SP, MP

2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si 3. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc 4. Dr. Budi Utomo, SP, MP

Telah diuji pada Tanggal : 28 Juli 2012

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“ POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia mangium BERDASARKAN PENDEKATAN

BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT.

SUMATERA RIANG LESTARI”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Mangatas Tambun

(6)

POTENSI KARBON TERSIMPAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia mangium BERDASARKAN PENDEKATAN

BIOMASSA PER KELAS UMUR DI IUPHHK-HTI PT. SUMATERA RIANG LESTARI

ABSTRAK

Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman Industri Acacia mangium berdasarkan pendekatan biomassa per kelas umur di IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari, telah diteliti dengan tujuan mengetahui biomassa, karbon tersimpan dan nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon. Sebagai bahan kajian penelitian adalah Areal IUPHHK PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro di wilayah Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara yang secara geografis terletak pada 100°10'32” BT - 100°24'47” BT dan 01°26'20'' LU - 01°37'30'' LU. Metode penelitian yang digunakan adalah sampel tanpa pemanenan (Non Destructive Sampling) dengan memakai persamaan alometrik dan proporsi bagian-bagian pohon pada tanaman Acacia mangium (elias et al., 2010; Purwitasari, 2011). Plot sampel yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luas 400 m2 atau diameter 22,56 m. Data primer yang diambil pada masing-masing plot berupa diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi total, sedangkan nilai jasa lingkungan dari penyerapan CO2 dan penyimpanan CO2

dalam bentuk biomassa mengacu pada harga karbon di bursa New South Wales (Capoor dan Ambrosi, 2009, dalam Rahmat, 2010). Hasil penelitian dari 15 plot contoh yang diambil menunjukan jumlah biomassa yang diperoleh per kelas umur adalah KU I sebesar 9,60 ton/ha, KU II sebesar 66,97 ton/ha, KU III sebesar 159,02 ton/ha, KU IV sebesar 273,96 ton/ha dan KU V sebesar 429,05 ton/ha dengan potensi karbon tersimpan per kelas umur adalah KU I sebesar 4,89 ton/ha, KU II sebesar 34,14 ton/ha, KU III sebesar 81,06 ton/ha, KU IV sebesar 139,65 ton/ha dan KU V sebesar 218,70 ton/ha dan nilai jasa lingkungan dari penyerapan CO2 dan Penyimpanan CO2 dalam bentuk karbon di IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro untuk KU I sebesar Rp.792.480/ha, KU II sebesar Rp. 5.527.597/ha, KU III sebesar Rp. 13.126.051/ha, KU IV sebesar Rp.

22.613.201/ha, dan KU V sebesar Rp. 35.414.844/ha.

Kata Kunci : Acacia mangium, biomassa, karbon tersimpan, kelas umur dan nilai jasa lingkungan dari penyerapan dan penyimpanan karbon dioksida (CO2)

(7)

THE ACACIA MANGIUM PLANTATION FOREST IN CARBON STOCK POTENTION IS BASED ON BIOMASS THE STORED

CARBON POTENTIAL OF ACACIA MANGIUM PLANTATION FOREST BASED ON THE BIOMASS PER

AGE CLASS APPROACH AT IUPHHK-HTI OF PT. SUMATERA RIANG LESTARI

ABSTRACT

The stored carbon potential of Acacia manginum plantation forest based on the biomass per age class approach at IUPHHK-HTI of PT. Sumatera Riang Lestari has been studied to find out the biomass, stored carbon and the value of environmental service of carbon absorption. This study was conducted at the IUPHHK-HTI area belongs to PT. Sumatera Riang Lestari, Sei Kebaro Sector in the area of Labuhan Batu Selatan and Padang Lawas Utara Districts which is geographically located at 100°10’32” East Longitude - 100°24’47” East Longitude and 01°26’20” North Latitude - 01°37’30” North Latitude. The samples for this study were selected through non-destructive sampling technique using alometric equation and the proportional parts of Acacia manginum trees (Elias et al., 2010; Purwitasari, 2011). The sample plot used was in circular shape with an area of 400 m2 or diameter of 22.56 m. The primary data selected from each plot were diameter at breast height and total height, while the value of environmental service were obtained from CO2 absorption and CO2 stored in the form of biomass referring to the carbon prices at New South Wales Stock Exchange (Capoor and Ambrosi, 2009 in Rahmat, 2010). The result of the study on 15 sample plots selected showed that the amount of biomass obtained per age class were 9.60 tons/ha for Age Class I; 66.97 tons/ha for Age Class II; 159.02 tons/ha for Age Class III; 273.96 tons/ha for Age Class IV and 429.05 tons/ha for Age Class V with stored carbon potential per age class was 4.89 tons/ha for Age Class I; 34.14 tons/ha for Age Class II; 81.06 tons/ha for Age Class III; 139.65 tons/ha for Age Class IV; and 218.70 tons/ha for Age Class V and the value of environmental service obtained from CO2 absorption and CO2

Keywords: Acacia manginum, Biomass, Stored Carbon, Age Class, Environmental Service Value Obtained from CO

stored in the form of carbon at the IUPHHK-HTI area belongs to PT. Sumatera Riang Lestari, Sei Kebaro Sector was Rp.792.480/ha for Age Class I; Rp.5.527.597/ha for Age Class II; Rp.13.126.051/ha for Age Class III; Rp.22.613.201/ha for Age Class IV; and Rp.35.414.844/ha for Age Class V.

2 Absorption and CO2 Stored

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS., selaku Ketua Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Delvian, SP, MP., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc., selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP., selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

8. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah II Medan yang telah memberikan dukungan untuk mengikuti kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Pimpinan perusahaan serta seluruh staff PT. Sumatera Riang Lestari yang telah membantu saya dalam pengambilan data dilapangan.

10. Keluarga yang tiada henti mengiringi penulis dengan doa, dan teristimewa buat isteri tercinta Emy Yuth Ika Pangaribuan, S. Hut serta anak-anak saya Rezon Nicholas Breine Gijs Tambun dan Kinsey Albert Bennedict Tambun.

11. Pengelola Program Magister, rekan-rekan PSL angkatan 2010 serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Mangatas Tambun

(9)

RIWAYAT HIDUP

Mangatas Tambun, dilahirkan di Paluh Kemiri, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 14 Pebruari 1980 putra dari Bapak G. Tambun (alm.) dan Ibu T. Sitorus. Menikah dengan Emy Yuth Ika Pangaribuan, S. Hut pada tanggal 20 Juli 2007. Penulis mempunyai dua orang putra yang bernama Rezon Nicholas Breine Gijs Tambun (20 Mei 2008) dan Kinsey Albert Bennedict Tambun ( 3 Agustus 2012).

RIWAYAT PENDIDIKAN

- Tahun 1992 Lulus dari SD Negeri Nomor 105349 Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk pakam Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

- Tahun 1995 Lulus dari SMPN 1 Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

- Tahun 1998 Lulus dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru, Propinsi Riau.

- Tahun 2006 Lulus dari Universitas Medan Area (UMA) Medan.

- Tahun 2010 Mengikuti Pendidikan di Sekolah Pascasarja Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

RIWAYAT PEKERJAAN

- Tahun 1999, CPNS pada Balai Informasi dan Sertifikasi Hasil Hutan Wilayah I di Medan

- Tahun 2000, PNS di Balai Informasi dan Sertifikasi Hasil Hutan Wilayah I di Medan

- Tahun 2002, PNS di Balai Eksplotasi Hutan dan Pengujian Hasil Hutan Wilayah II di Medan

- Tahun 2005, PNS di Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan Wilayah II di Medan

- Tahun 2008 s/d sekarang, PNS di Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah II di Medan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……… ii

KATA PENGANTAR ………. iii

RIWAYAT HIDUP ……… iv

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ………. vii

DAFTAR GAMBAR ………. viii

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix

I. PENDAHULUAN ..………..………. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ……… 4

1.3. Batasan Penelitian ……… 5

1.4. Rumusan Masalah ……… 5

1.5. Hipotesis ……… 5

1.6. Tujuan Penelitian ……… 6

1.7. Manfaat Penelitian .……… 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 7

2.1. Kondisi umum PT. Sumatera Riang Lestari ... 7

2.2. Pengertian ……… 9

2.3. Hutan Tanaman Industri ……… 10

2.4. Biomassa ……… 11

2.5. Kelas Umur ……… 17

2.6. Stratifikasi ……… 17

2.7. Jasa Lingkungan .……… 18

III. BAHAN DAN METODE ……… 20

3.1. Tempat dan Waktu ..……… 20

3.2. Bahan dan Alat ……… 20

3.3. Metode Penelitian ……..……… 20

3.4. Pelaksanaan Penelitian ……… 20

3.5. Analisis Data ……… 21

3.5.1. Perhitungan Biomassa Batang Utama ... .…… 21

3.5.2. Perhitungan Biomassa Bawah Permukaan (akar) ....… 22

3.5.3. Perhitungan Biomassa Daun ……… 22

3.5.4. Perhitungan Biomassa Ranting ……… 23

3.5.5. Perhitungan Biomassa Cabang ………. 24

3.5.6. Persamaan Regresi Linear ………. 24

3.5.7. Nilai Jasa Lingkungan ………. 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 26

4.1. Hasil ……… 26

4.1.1. Biomassa per Kelas Umur ……… 26

(11)

4.1.2. Karbon Tersimpan per Kelas Umur ……… 26

4.1.3. Regresi ……… 27

4.1.4. Nilai Jasa Lingkungan ……….. 28

4.2. Pembahasan ……… 29

4.2.1. Biomassa per Kelas Umur ……… 29

4.2.2. Karbon Tersimpan per Kelas Umur ……… 33

4.2.3. Potensi Penyerapan Gas CO2 4.2.4. Regresi ……… 37

dari Atmosfir ....……. 35

4.2.5. Nilai Jasa Lingkungan ……….. 38

V. KESIMPULANDAN SARAN ………..……… 41

5.1. Kesimpulan ……… 41

5.2. Saran ……… 42

DAFTAR PUSTAKA ……… 43

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Model Alometrik Biomassa Acacia mangium di BKPH Parung

Panjang, KPH Bogor ... 14 2.2. Biomassa Komponen-Komponen Pohon Acacia mangium di BKPH

Parung Panjang, KPH Bogor ...…… 15 2.3. Rata-Rata Karbon Biomassa Komponen-Komponen Pohon Acacia

mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor ... 16 4.1. Biomassa bagian-bagian pohon per kelas umur (kg/ha) ... 26 4.2. Jumlah karbon pada bagian-bagian pohon per kelas umur

(kg.ha)... 27 4.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan dan penyimpanan CO2

dalam bentuk karbon di HTI Acacia mangium PT, Sumatera Riang

Lestari Sektor Sei Kebaro ... 29 4.4. Potensi hutan tanaman Acacia mangium di PT. Sumatera Riang

Lestari Sektor Sei Kebaro dalam menyerap Karbon Dioksida

(CO2)... 36 4.5. Pendugaan biomassa Acacia mangium berdasarkan kelas umur di

PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 38

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1. Kerangka teknis dalam penelitian ………... 4 4.1. Kurva respon hubungan antara kelas umur dan biomassa ..…….... 28 4.2. Kurva pertumbuhan tanaman dalam diameter dan tinggi.………... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Peta Areal Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari sektor sei kebaro ...

47 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ………... 48 3. Jumlah biomassa Acacia mangium berdasarkan bagian-bagian

pohon pada plot contoh kelas umur 1 Tahun di areal Hutan

Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 49 4. Jumlah biomassa Acacia mangium berdasarkan bagian-bagian

pohon pada plot contoh kelas umur 2 Tahun di areal Hutan

Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 50 5. Jumlah biomassa Acacia mangium berdasarkan bagian-bagian

pohon pada plot contoh kelas umur 3 Tahun di areal Hutan

Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 51 6. Jumlah biomassa Acacia mangium berdasarkan bagian-bagian

pohon pada plot contoh kelas umur 4 Tahun di areal Hutan

Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 52 7. Jumlah biomassa Acacia mangium berdasarkan bagian-bagian

pohon pada plot contoh kelas umur 5 Tahun di areal Hutan

Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro ... 53 8. Rata-rata pohon per hektar dan rata-rata luas bidang dasar (lbds) pada

HTI Acacia mangium PT. Sumatera Riang Lestari Sekor Sei Kebaro ... 54

(15)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kadar CO2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas rumah kaca yang salah satunya terdiri dari unsur CO2.

Hendriani et al. (2008) menyatakan bahwa terbentuknya CO2 disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi), kebakaran hutan dan berkurangnya kemampuan alam untuk menyerap CO2

Penyerapan karbon terbesar adalah dari ekosistem hutan yang mampu menjaga keseimbangan siklus karbon global. Penyerapan tersebut terjadi dalam proses fotosintesis yang melibatkan unsur CO

dari atmosfir oleh tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis. Selain penurunan penggunaan bahan bakar fosil dan penurunan kebakaran hutan, peningkatan kualitas ekosistem hutan juga perlu dijaga dengan memperhitungkan kemampuan suatu ekosistem dalam menyerap karbon.

2 dari atmosfer menjadi bahan makanan untuk tumbuhan dan disimpan dalam bentuk biomassa. Hal ini akan mengurangi jumlah konsentrasi CO2 di atmosfer. Peran ekosistem hutan telah mendapat pengakuan dari Kyoto Protokol pada tahun 1997 dan ditindaklanjuti dalam Convention on Parties (COP) 13 yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-14 Desember 2007. Dalam COP-13 ini Indonesia bersama dengan Negara- negara yang memiliki hutan tropis menetapkan suatu program yang dapat mengurangi emisi CO2 di atmosfer yaitu Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) (Elias et al., 2010).

(16)

Program REDD, salah satunya menghutankan kembali lahan-lahan yang gundul dan kurang produktif perlu adanya percepatan pembangunan hutan tanaman terutama tanaman Acacia mangium sebagai sumber bahan baku industri pulp. Suhartana dan Yuniawati (2006) menyatakan bahwa penanaman Acacia mangium sangat tepat karena tanaman ini tumbuh baik pada tanah miskin hara, bekas erosi, bekas perladangan dan tanah yang lapisan mineralnya tipis.

Keberhasilan program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) dapat dilihat dari pencapaian besaran karbon yang diserap oleh ekosistem hutan baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Untuk mengetahui pencapaian tersebut dibutuhkan perhitungan cadangan karbon terakumulasi. Menurut Heriansyah et al. (2007) perhitungan ini dapat dilakukan dengan metode Allometrik karena dianggap lebih efektif dalam menduga biomassa pohon.

Pengambilan data berdasarkan kelas umur mampu meningkatkan ketelitian dalam hal pendugaan karbon. Kesalahan dalam pengekstrapolasian data ke dalam luasan tertentu terjadi pada proses stratifikasi data yang mengabaikan keseragaman dan penyebaran data (Sutaryo, 2009).

Pendugaan stok karbon ini merupakan bagian dari valuasi manfaat lingkungan sebagai pengurang emisi yang memiliki potensi untuk diajukan dalam perdagangan karbon. Dimana hasil pendugaan tersebut digunakan sebagai bahan perhitungan nilai karbon dalam suatu luasan areal (Rahmat, 2010).

Ada beberapa penelitian dilakukan perihal penyerapan dan Penyimpanan CO2, namun semuanya itu merupakan upaya agar berlaku proses ekternalitas dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan harapan negara-

(17)

negara maju terutama negara industri mampu memberikan uangnya kepada negara-negara yang memiliki hutan sebagai bagian dari konpensasi atas emisi karbon yang dihasilkannya. Dalam hal perdagangan karbon atau dikenal dengan karbon trade diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dari sektor jasa lingkungan selain kayu yang menjadi andalan ekonomi selama ini (CCMP, 2009).

Hutan tanaman sebagai salah satu sistem pengelolaan hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan bahan baku kayu pertukangan dan bahan baku industri pulp. Pemberian izin hutan tanaman oleh pemerintah kepada investor ditujukan kepada lahan-lahan kritis dan berpotensi rendah. Dalam perkembangan isu pemanasan global, hutan menjadi salah satu tempat penyerapan dan penyimpanan CO2

Pada Bab III pasal 3 ayat 2 Permenhut: P.20/Menhut-II/2012 menegaskan bahwa penyelenggaraan karbon hutan dapat berupa penyimpanan dan atau penyerapan karbon dioksida yang terdiri dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan hutan dan lahan dan pemanenan hutan yang menerapakan prinsip pengelolaan lestari. Dalam hal ini hutan tanaman industri merupakan bagian dari penyelenggraan karbon. Untuk menilai besaran penyerapan dan penyimpanan karbon tersebut perlu dilakukan penelitian guna kegiatan Demonstration Activities, kegiatan tersebut memerlukan kajian-kajian akademis guna pengembangan metodologis dan kegiatan pengujian. Berdasarkan uraian tersebut

. Dengan perkembangan isu tersebut pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang tertuang dalam Perpres No. 71tahun 2011 tentang Penyelengaraan Inventarisasi Gas Rumah kaca Nasional yang dijabarkan pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.

(18)

maka diperlukan penelitian mengenai potensi karbon tersimpan HTI Acacia mangium berdasarkan pendekatan biomassa per kelas umur.

1.2. Kerangka Teknis

Alur teknis dalam penelitian ini didasarkan pada diagram berikut ini:

Gambar 1.1. Kerangka teknis dalam penelitian

Studi kasus pada Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro Provinsi Sumatera Utara

1.3. Batasan Penelitian

Berdasarkan literatur dan data yang didapatkan, maka penelitian mengenai kemampuan Hutan Tanaman Industri jenis Acacia mangium di IUPHHK PT.

Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro Provinsi Sumatera Utara dalam menyerap CO2 dan menyimpannya dalam bentuk biomassa akan di arahkan

Pendugaan Biomassa Acacia mangium Berdasarkan Kelas Umur (1 Tahun)

Pengambilan Data

Biomassa per Kelompok Umur

Karbon Tersimpan per Kelompok Umur

Nilai Jasa Lingkungan dari Karbon Tersimpan

Kelompok Umur Luas Plot Diameter dan Tinggi

Analisa Data Menggunakan Persamaan Alometrik

Hubungan Biomassa terhadap Kelas Umur

(19)

kepada besarnya biomassa pohon dan karbon per kelompok umur yang meliputi : Biomassa dan karbon batang utama, akar, daun, ranting, dan cabang.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian awal pendugaan penyerapan dan penyimpanan CO2

1. Berapakah jumlah Biomassa dan karbon yang tersimpan dalam Hutan Tanaman Industri Acacia mangium di Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro.

dan Stok karbon di Hutan Tanaman Acacia mangium dapat dikaji beberapa masalah :

2. Berapakah Nilai Jasa Lingkungan yang dapat diperoleh dari jasa penyerapan dan penyimpanan CO2

1.5. Hipotesis

berdasarkan stok karbon Hutan Tanaman Industri Acacia mangium di IUPHHK PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro.

Pertambahan kelas umur pada hutan tanaman Acacia mangium akan diikuti pertambahan biomassa Acacia mangium dan karbon.

1.6. Tujuan Penelitian

Penelitian penyerapan karbon berdasarkan kelas umur di Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk mengetahui : 1. Jumlah Biomassa dan karbon tersimpan per kelompok umur.

2. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan dan penyimpanan CO2 di IUPHHK PT.

Sumatera Riang Lestari.

(20)

1.7. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian potensi Hutan Tanaman Industri jenis Acacia mangium dalam menyerap dan menyimpan CO2

1. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemegang izin IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari dan para pihak yang fokus kepada program Reduced Emission from Deforestation and Degradation (REDD).

berdasarkan pendekatan biomassa per kelas umur di IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

2. Menambah kasanah ilmu pengetahuan mengenai kemampuan HTI Acacia mangium dalam menyerap dan menyimpan karbon.

(21)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kondisi Umum PT. Sumatera Riang Lestari

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektare (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi 52.760 ha.

Namun angka tersebut sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi.

Areal Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari sektor Sei Kebaro merupakan bagian dari Hutan Produksi Tetap yang luasnya 25.320 Ha atau 2,40 % Hutan Produksi Tetap di Sumatera Utara yang dikelola oleh PT.

Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro untuk Hutan Tanaman Acacia mangium.

3.1.1. Letak areal hutan tanaman

Areal hutan tanaman PT. Sumatera Riang Lestari dibagi menjadi 6 (enam) sektor dalam pengelolaannya. Penelitian ini dilakukan pada salah satu sektor yaitu Sektor Sei Kebaro. Secara umum kondisi Sektor Sei Kebaro dijabarkan sebagai berikut :

(22)

a. Berdasarkan letak secara geografis Sektor Sei Kebaro berada pada 1o 26’

20” LU s/d 1o 37’ 30” LU dan 100o 10’ 32” BT s/d 100o

b. Berdasarkan kelompok hutan sektor Sei Kebaro berada pada wilayah sub DAS Kebaro

24’ 47” BT

c. Berdasarkan Wilayah Administrasi Pemerintahan sektor Sei Kebaro berada di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kecamatan Torgamba dan Kecamatan Sipangambat.

d. Pemangkuan hutan berada pada wilayah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara.

3.1.2. Topografi

a. Datar (Kelerengan 0 – 8 %) : 20.631 Ha (93 %) b. Landai (Kelerengan 8 – 15 %) : 4.698 (7 %) c. Bergelombang (Kelerengan 15 – 25 %) : -

d. Agak curam (Kelerengan 25 – 45 %) : - e. Curam (Kelerengan > 45 %) : - 3.1.3. Ketinggian tempat diatas permukaan laut (dpl)

Areal hutan tanaman PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro berada pada ketinggian 75 – 280 m dpl (kering/daratan).

3.1.4. Jenis tanah

a. Podsolik : 2.921 ha

b. Asosiasi Podsolik-Gleisol-Regosol : 975 ha c. Asosiasi Podsolik-Gleisol : 16.554 ha d. Asosiasi Gleisol-Kambisol-Aluvial : 4.870 ha

(23)

3.1.5. Hidrologi

Sungai yang berada pada areal kerja PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) Daun yang ditopang beberapa sungai utamanya, antara lain : sungai bagan kundur, sungai bagan titirah, sungai hitam dan sungai kebaro.

3.1.6. Geologi

Jenis batuan yang ada berupa batuan vulkanik seluas 3.896 ha dan batuan aluvium seluas 21.424 ha.

3.1.7. Iklim

a. Tipe Iklim : A (Schmid & Ferguson) b. Curah Hujan : 2.259 mm/tahun

c. Tertinggi : Nopember d. Bulan Terendah : Juni 3.2.Pengertian

Acacia mangium merupakan salah satu jenis primadona yang dikembangkan pada pembangunan hutan tanaman. Jenis Acacia mangium mempunyai beberapa keunggulan antara lain pertumbuhan yang cepat, tajuknya dapat segera menutup permukaan tanah pada umur yang relatif muda sehingga mampu menekan pertumbuhan alang-alang atau tumbuhan lainnya (Dahlan et al., 2005). Petumbuhan tanaman yang cepat akan mengurangi tingkat erosi dan menyebabkan penyerapan karbon di udara menjadi lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman yang lambat. Disamping itu kayu Acacia mangium digunakan sebagai kayu pertukangan maupun bahan baku industri pulp.

(24)

Menurut Joker (2001) Jenis Acacia mangium ini masuk famili Fabaceae dengan nama lokal mangium. Penyebaran alaminya berada di daerah Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga provinsi Papua dan Maluku. Pohon ini mampu beradaptasi pada tanah dengan ph 4,5-6,5. Jenis ini menjadi pilihan karena mampu tumbuh pada tanah yang tidak subur dan buruk draenasenya. Namun dibalik kelebihannya, tanaman ini mudah terbakar terutama tanaman muda (Dahlan et al., 2005).

3.3. Hutan Tanaman Industri

Banyak pengertian yang umum tentang Hutan Tanaman Industri ini, namun menurut Dephut (2000) bahwa Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, yang selanjutnya disebut Usaha Hutan Tanaman adalah suatu kegiatan usaha di dalam kawasan hutan produksi untuk menghasilkan produk utama berupa kayu, yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan tanaman.

Perkembangan hutan tanaman ini berlangsung cepat dimana dalam seminarnya BPHT (2009) mengatakan bahwa sampai dengan tahun 2009 total pembangunan hutan tanaman di Indonesia seluas 7.654.997 ha. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan kayu semakin meningkat dan rendahnya produktifitas hutan alam dalam menghasilkan riap disebabkan pengelolaan hutan yang tidak berkesinambungan.

Pertumbuhan riap ini mampu meningkatkan penyerapan dan penyimpanan CO2 melalui proses fotosintesis. Menurut Masripatin et al. (2010) kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan CO2 dalam bentuk karbon lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam, namun jika dilihat dari produktifitasnya dalam

(25)

menyerap karbon ataupun pertumbuhan riapnya maka kemungkinan hutan tanaman memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan CO2

Kemampuan menyerap dan menyimpan CO

lebih besar dari hutan alam.

2

3.4. Biomassa

dalam bentuk karbon tergantung kepada jenis dan umur tanaman. Cadangan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya umur tanaman. Hutan tanaman cepat tumbuh dan memiliki daur yang pendek serta memiliki cadangan karbonnya yang tinggi adalah jenis Acacia mangium, Acacia crassicarpa dan Farianthes Falcataria (Masripatin et al., 2010).

Massa karbon dalam pohon tersimpan di dalam komponen-komponen biomassa pohon yang terdiri dari biomassa akar, batang utama, batang cabang, ranting, dan daun. Berdasarkan pada ke-lima komponen biomassa pohon tersebut, biomassa akar merupakan bagian yang paling sulit diukur. Hal ini disebabkan oleh akar pohon terpendam di dalam lapisan tanah dengan penyebaran dan percabangan ke segala arah dan dalam jarak yang cukup jauh dari pohonnya.

Selain itu, bagian akar yang berukuran kecil dan halus sulit dikumpulkan pada saat penggalian. Karakteristik akar pohon ini menyebabkan pengukuran biomassa akar pohon memerlukan waktu lama dan biaya yang lebih tinggi daripada pengukuran komponen biomassa di atas tanah (Elias et al., 2010).

Biomassa merupakan suatu proses yang terus menerus terjadi melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses hilangnya karbon melalui respirasi. Karbon adalah keseluruhan proses produksi dari biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan

(26)

akar halus, daun, dan cabang serta karena adanya penyakit dan hama yang mampu mengurangi volume bimassa suatu tegakan, sisanya tergabung dalam struktur yang tersimpan di dalam pohon (Raymond et al., 1983; Johnsen et al., 2001).

Biomassa dapat menstimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan penghilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter pohon (Boer et al., 1996, Johnsen et al., 2001).

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala plot, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi (Rahayu et al., 2009).

Biomassa atau phytomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) persatuan unit area pada suatu waktu. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam gram atau dalam kalori.

Karena kandungan air pada setiap pohon berbeda, maka biomassa diukur

(27)

berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dikaitkan dengan fungsi sistim produktifitas, usia tegakan, dan penyebaran organik (Kusmana et al., 1992).

atau kg per ha atau ton per ha (Poole, 1974; Chapman, 1976), sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya juga menyatakan persatuan waktu, misalnya kg per ha per tahun (Barbour et al., 1987).

Menurut Chapman (1976) mengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah ke dalam dua kategori, yaitu (1) metode pemanenan, yang terdiri atas (a) metode pemanenan individu tanaman, (b) metode pemanenan kuadrat dan (c) metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata dan (2) metode pendugaan tidak langsung yang terdiri atas (a) metode hubungan alometrik, yakni dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter, yakni dengan cara menggunakan seperangkat elektroda yang kedua kutubnya di letakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.

Perhitungan biomassa terhadap akar, daun, cabang dan ranting dapat dilakukan tanpa pengukuran langsung dilapangan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian terdahulu terhadap tanaman Acacia mangium. Menurut Elias et al.

(2010) bahwa pengukuran biomassa akar sulit dilakukan karena penyebaran dan percabangan akar ke segala arah dan jarak yang cukup jauh dari pohonnya.

(28)

Dengan karakteristik akar pohon tersebut dapat menyebabkan pengukuran biomassa memerlukan waktu lama serta biaya yang lebih besar dibandingkan dengan pengukuran komponen biomassa di atas tanah.

Hasil persamaan alometrik biomassa yang diperoleh dari penelitian Purwitasari (2011) terhadap hutan tanaman Acacia mangium di BKPH Parung Panjang dapat digunakan untuk menduga besaran biomassa di hutan tanaman Acacia mangium. Adapaun alometrik yang digunakan untuk menduga biomassa pada hutan tanaman Acacia mangium menggunakan model II yang persamaannya membutuhkan data diameter dan tinggi. Hal ini dipilih berdasarkan nilai determinasinya yang tinggi yaitu sebesar 99,2 %, adapun model alometrik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Model Alometrik Biomassa Acacia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor

Biomassa Model persamaan alometrik R2adj.(%) s p

Model I Model II Model III

W = 0,0910201 D1,36 W = 0,011748 D1,04 H2,17 W = 0,074131 D2,39 Hb-0,092

38,2 99,2 95,5

0,0758 0,0758 0,5454

0,000 0,000 0,000 Proporsi bagian-bagian pohon berdasarkan hasil penelitian Elias, et al.

(2010) menjelaskan biomassa komponen-komponen pohon Acacia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor. Hasil penelitian ini digunakan untuk menduga komponen-komponen pohon yang pada perhitungannya memerlukan waktu dan biaya besar. Proporsi komponen-komponen pohon tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2.

(29)

Tabel 2.2. Biomassa Komponen-Komponen Pohon Acacia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor

Kelas diameter (cm)

Biomassa (kg)

Total Akar Batang

Utama

Cabang Ranting Daun

0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40

0,230 2,762 12,378 25,679 47,636 36,850 33,970 59,840

1,481 5,453 57,272 114,826 134,691 154,350 181,850 201,290

- - 0,809 1,112 28,392 17,260 22,010 41,030

0,155 2,593 10,774 13,754 20,783 37,210 34,000 48,460

0,511 3,852 8,943 26,561 25,136 52,130 60,970 124,020

2,376 14,661 90,177 181,933 256,638 297,790 332,790 465,640 Rata-rata 27,418 106,402 13,827 20,966 36,515 205,251

Proporsi (%) 13,37 51,85 6,75 10,23 17,80 100

Kadar karbon di setiap komponen pohon berbeda-berbeda, hal ini dapat dilihat pada penelitian Elias et al. (2010) pada tanaman Acacia mangium di BKPH Parung Panjang. Rata-rata kadar karbon pada bagian-bagian pohon dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Rata-Rata Karbon Biomassa Komponen-Komponen Pohon Acacia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor

Kelas diameter (cm)

Kadar karbon (%)

Akar Batang utama Cabang Ranting Daun

(30)

0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40

43,42 42,61 46,31 43,05 54,25 49,42 53,76 51,13

58,45 58,93 64,94 62,56 58,11 63,42 63,03 61,57

- - 50,30 49,00 52,25 48,18 49,00 54,47

36,57 40,99 39,97 39,97 44,87 41,32 38,54 46,12

28,14 27,85 28,25 27,57 30,10 30,20 29,55 28,59

Rata-rata 47,99 61,38 50,53 41,04 28,78

Biomassa hutan dapat memberikan gambaran sumber karbon di tegakan hutan, sebab sebagian (50%) dari biomassa adalah karbon. Faktor 50% dari biomassa untuk menduga karbon sudah merupakan hal yang umum digunakan oleh banyak peneliti, seperti Brown (1999), Delaney (1999). Biomassa diukur dari biomassa di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah, dari bagian tumbuhan yang hidup, semak dan pancang (Brown dan Gaston, 1996). Sedangkan Jetkins et al. (2002) menyatakan bahwa kandungan karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang di dasarkan pada diameter pohon.

Potensi tumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2. Hutan mampu menyerap karbon melalui (1) pertambahan bersih dari biomassa karbon dan inventarisasi tegakan, (2) penyerapan melalui tegakan hutan (Faeth et al., 1994).

(31)

Jumlah karbon yang diserap oleh hutan akan ditentukan oleh : (1) jumlah karbon pada biomassa tegakan, (2) jumlah karbon yang tersisa di bawah permukaan tanah pada akhir rotasi, dan (3) jumlah karbon yang disimpan di dalam produk yang terbentuk dari pemanenan kayu (Johnson et al., 2001).

3.5. Kelas Umur

kelas umur yaitu suatu kumpulan atau kelompok hutan yang mempunyai umur yang sama. Maksudnya, hutan tersebut harus terletak dalam satu areal yang kompak. Sedangkan hutan-hutan yang digolongkan dalam suatu kelas umur tidak harus terletak dalam suatu areal yang kompak. Lebar interval hutan kelas umur antara satu jenis dan jenis lainnya tidak mempunyai kesamaan yang didasarkan pada kecepatan tumbuh dari jenis tanaman. Semakin cepat pertumbuhan tanaman, misalnya mahoni, pinus, dan damar, maka semakin kecil intervalnya. Umumnya, interval kecil (cepat) tersebut mempunyai kelas umur 5 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa KU I (kelompok umur) adalah kumpulan hutan berumur 1-5 tahun dan KU II berumur 6-10 tahun dan seterusnya.

3.6. Stratifikasi

Stratifikasi tutupan lahan dimaksudkan untuk meningkatkan ketelitian dan juga mengurangi biaya inventarisasi, dengan cara menggabungkan populasi‐populasi contoh yang memiliki potensi yang relative homogen. Selain itu, data stratifikasi tutupan lahan diperlukan untuk penghitungan cadangan karbon dan emisi karbon di tingkat lansekap. Stratifikasi dapat dilakukan dengan melakukan analisa data penginderaan jauh dan system informasi geografis (SIG).

Stratifikasi untuk penghitungan karbon sebaiknya diprioritaskan berdasarkan informasi: (1) Tipe vegetasi atau tutupan lahan, (2) tingkat kerusakan, (3) jenis

(32)

tanah, (4) sistem pengelolaan dan (5) iklim. Namun pada tingkat IUPHHK, cukup menggunakan informasi tutupan lahan dan tingkat kerusakannya. Jika memungkinkan atau terdapat perbedaan yang mempengaruhi potensi karbon, faktor edafis (misal gambut dan mineral) juga dapat diintegrasikan ke dalam proses stratifikasi (Riyanto dan Bambang, 2011)

Berdasarkan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB), stratifikasi merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan sebelum melakukan perencanaan survey. Namun, selanjutnya tidak dijelaskan bagaimana data stratifikasi tersebut digunakan. Tujuan stratifikasi untuk pengurangan jumlah plot dan biaya inventarisasi tidak dijelaskan di dalam pedoman IHMB. Hal ini dikarenakan mekanisme penghitungan plot dilakukan tanpa mempertimbangkan data hasil stratifikasi. Bagi IUPHHK yang telah melaksanakan IHMB, pasca stratifikasi dapat dilakukan berdasarkan data hasil survey. Informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung potensi karbon di keseluruhan wilayah IUPHHK (Riyanto dan Bambang, 2011).

3.7. Jasa Lingkungan

Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami, dan pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan. Empat jenis jasa lingkungan yang dikenal oleh masyarakat global adalah: jasa lingkungan tata air, jasa lingkungan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan penyerapan karbon, dan jasa lingkungan keindahan lanskap (Leimona, 2010).

CCMP (2009) mengatakan bahwa nilai dari suatu tegakan hutan tidak hanya berasal dari kayu dan simpanan karbonnya, namun juga dari peranannya

(33)

sebagai daerah resapan air, pengatur cuaca, sumber makanan dan serta obat- obatan. Nilai hutan dari keanekaragaman hayati juga penting untuk diperhatikan karena bagian dari salah satu fungsi hutan. Jika fungsi-fungsi hutan tersebut dipahami sebagai sebuah jasa atau komoditi yang dapat dijual untuk memperoleh imbalan, maka nilai hutan akan meningkat.

Salah satu dari fungsi hutan tersebut sebagai pencegah emisi dan penyerap karbon serta dampak negatif sebagai sumber emisi dinyatakan dalam neraca karbon hutan tanaman. Secara terpisah harga karbon dari penyerapan karbon di hutan tanaman dapat dihitung dengan mengacu kepada harga yang berlaku di bursa New South Wales (Capoor dan Ambrosi, 2009, dalam Rahmat, 2010).

Adapun harga karbon dioksida (CO2) tersebut Rp. 55.500,-/ton CO2

Harga karbon dioksida yang diperhitungkan dari manfaat jasa penyerapan CO

dengan asumsi 1 Dollar AS = Rp. 9.250,-

2 adalah harga berlaku di bursa dikurangi biaya transaksi. Biaya transaksi merupakan biaya yang timbul akibat adanya proses administrasi, monitoring dan verifikasi jasa penyerapan karbon dioksida hingga jasa ini dapat diperjualbelikan di pasar karbon. Biaya transaksi menurut Antinori dan Sathaye, 2007, dalam Rahmat, 2010) sebesar $1,23.

(34)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.8.Tempat dan Waktu

Penelitian Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman Industri Acacia mangium berdasarkan pendekatan biomassa per kelas umur dilaksanakan di IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro Provinsi Sumatera Utara pada bulan Pebruari 2012 s/d April 2012.

3.9. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian berupa peta areal izin HTI sektor Sei Kebaro, sedangkan alat yang digunakan adalah: Alat penentu posisi koordinat (Global Positioning System) dengan tingkat kesalahan jarak horizontal maksimal 10 m, Alat pengukur diameter pohon (phi band), Alat pengukur panjang (Meteran), Alat pengukur tinggi pohon (Hagameter), Spidol, Parang, Tongkat kayu/bamboo sepanjang 11,28 m untuk mengukur jari-jari plot, Ajir / Pancang Bambu ukuran : 1,3 m, dan Blanko Pengamatan.

3.10. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Sampling tanpa pemanenan (Non-Destructive sampling) dengan pendataan hutan secara in situ, yaitu data diameter (dbh) dan tinggi total pohon. Untuk menduga biomassa dan karbon dilakukan ekstrapolasi data plot contoh ke area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik (Sutaryo, 2009).

3.11. Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran biomasa vegetasi hutan tanaman Acacia mangium di IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro di Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara dilakukan dengan

(35)

pembuatan plot contoh berupa lingkaran dengan luas 400 m2

Peletakan plot di lapangan dilakukan secara purposive sampling. Peletakan plot ini didasarkan kepada kelompok umur yang ada di lokasi penelitian. Cara ini dianggap mampu mewakili keseluruhan tegakan tanaman berdasarkan kelas umur yang telah ditentukan sehingga mampu menafsir kelompok umur yang ada dalam setiap blok areal areal hutan tanaman.

atau panjang jari- jari 11,28 m (Dephut, 2009). Banyaknya plot untuk setiap kelompok umur ditentukan sebanyak 3 plot. Jumlah plot tersebut dianggap telah mewakili karena pertumbuhan hutan tanaman yang homogen disebabkan jarak tanam, kondisi tapak dan jenis tanaman yang sama.

Data yang akan diukur untuk menduga biomassa batang utama pada plot tersebut adalah diameter pohon setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon, sedangkan untuk menduga biomassa akar, daun, ranting dan cabang menggunakan proporsi hasil penelitian sebelumnya. Hal ini dilakukan karena untuk menduga biomassa akar, daun, ranting dan cabang akan memerlukan biaya yang lebih besar serta waktu yang lebih lama.

3.12. Analisis Data

3.12.1. Perhitungan biomassa batang utama

Data biomassa batang utama yang diperoleh dari hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon pada plot contoh per kelas umur dilakukan perhitungan biomassa melalui pendekatan alometrik dengan menggunakan rumus yang telah diperkenalkan (Purwitasari, 2011) :

W = 0,011748D1,04H2,17

(36)

Keterangan :

W = biomasa batang utama D = diameter setinggi dada (dbh) H = tinggi total

3.12.2. Perhitungan biomassa bawah permukaan (Akar)

Berdasarkan hasil penelitian Elias et al. (2010) terhadap proporsi komponen biomassa pohon Acacia mangium di Hutan Tanaman Industri BKPH Parung Panjang diketahui proporsi akar sebesar 13,37 % dan proporsi batang utama sebesar 51,85 %. Maka berdasarkan biomassa batang utama yang didapatkan melalui persamaan allometrik dan proporsi tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

BA x PBU = PA x BBU BA = (PA x BBU)/PBU Keterangan :

BA adalah Biomassa akar, dinyatakan dalam kilogram (kg);

BBU adalah Biomassa batang utama, dinyatakan dalam kilogram (kg);

PA adalah Proporsi akar dalam komponen biomassa pohon;

PBU adalah Proporsi batang utama dalam komponen biomassa pohon;

3.12.3. Perhitungan biomassa daun

Berdasarkan hasil penelitian Elias et al. (2010) terhadap proporsi komponen biomassa pohon Acacia mangium di Hutan Tanaman Industri BKPH Parung Panjang diketahui proporsi daun sebesar 17,80 % dan proporsi batang utama sebesar 51,85 %. Maka berdasarkan biomassa batang utama

(37)

yang didapatkan melalui persamaan allometrik dan proporsi tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

BD x PBU = PD x BBU BD = (PD x BBU)/PBU Keterangan :

BD adalah Biomassa daun, dinyatakan dalam kilogram (kg);

BBU adalah Biomassa batang utama, dinyatakan dalam kilogram (kg);

PD adalah Proporsi daun dalam komponen biomassa pohon;

PBU adalah Proporsi batang utama dalam komponen biomassa pohon;

3.12.4. Perhitungan biomassa ranting

Berdasarkan hasil penelitian Elias et al. (2010) terhadap proporsi komponen biomassa pohon Acacia mangium di Hutan Tanaman Industri BKPH Parung Panjang diketahui proporsi ranting sebesar 10,23 % dan proporsi batang utama sebesar 51,85 %. Maka berdasarkan biomassa batang utama yang didapatkan melalui persamaan allometrik dan proporsi tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

BR x PBU = PR x BBU BR = (PR x BBU)/PBU Keterangan :

BR adalah Biomassa ranting, dinyatakan dalam kilogram (kg);

BBU adalah Biomassa batang utama, dinyatakan dalam kilogram (kg);

PR adalah Proporsi ranting dalam komponen biomassa pohon;

PBU adalah Proporsi batang utama dalam komponen biomassa pohon;

(38)

3.12.5. Perhitungan biomassa cabang

Berdasarkan hasil penelitian Elias et al. (2010) terhadap proporsi komponen biomassa pohon Acacia mangium di Hutan Tanaman Industri BKPH Parung Panjang diketahui proporsi cabang sebesar 6,75 % dan proporsi batang utama sebesar 51,85 %. Maka berdasarkan biomassa batang utama yang didapatkan melalui persamaan allometrik dan proporsi tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

BC x PBU = PC x BBU BC = (PC x BBU)/PBU Keterangan :

BC adalah Biomassa cabang, dinyatakan dalam kilogram (kg);

BBU adalah Biomassa batang utama, dinyatakan dalam kilogram (kg);

PC adalah Proporsi cabang dalam komponen biomassa pohon;

PBU adalah Proporsi batang utama dalam komponen biomassa pohon;

3.12.6. Persamaan regresi linear

Persamaan Regresi linear antara kelompok umur (variabel bebas) dengan jumlah Biomassa (variabel terikat)

Ŷ = a + b X Keterangan :

Ŷ = Dependen (Variabel Terikat)

a = Konstanta (intercept)

X = Independen (Variabel Bebas) b = Koefisien Regresi

(39)

3.12.7. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan CO Jumlah Gas CO

2

2 yang diserap oleh tegakan hutan adalah jumlah karbon tersimpan (gr) dikali dengan 3,67. Sehingga untuk mendapatkan nilai jasa lingkungan dari manfaat pohon sebagai penyerap dan penyimpan CO2

Nilai (Rp/ha) = jumlah CO

dalam bentuk karbon dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Rahmat, 2010) :

2 ton/ha X (Harga CO2

Nilai (Rp/ha) = Jumlah CO

/ton – Biaya transaksi/ton)

2 ton/ha X (55.500/ton CO2 – 11.377,5/ton CO2

Nilai (Rp/ha) = Jumlah CO

)

2

Keterangan :

ton/ha X (Rp. 44.122,5/ton)

* harga penyerapan CO2 sebesar 6 $ US dengan asumsi 1 Dolar AS = Rp. 9.250,-

(40)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1. Hasil

7.1.1. Biomassa per kelas umur

Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan terhadap 15 plot contoh sesuai pada lampiran 3-7, maka dapat dijelaskan biomassa masing-masing bagian pohon setiap kelas umur yang ditampilkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Biomassa bagian-bagian pohon per kelas umur (kg/ha)

No. Kelas

umur

Biomassa

Btg Utama

Biomassa

Akar

Biomassa

Cabang

Biomassa

Ranting

Biomassa

Daun

Jumlah

Biomassa

1.

2.

3.

4.

5.

1 Tahun

2 Tahun

3 Tahun

4 Tahun

5 Tahun

4.978,10

34.722,58

82.453,62

142.048,82

222.464,60

1.283,65

8.953,54

21.261,43

36.628,60

57.364,54

648,07

4.520,30

10.734,08

18.492,37

28.961,16

982,18

6.850,76

16.268,09

28.026,22

43.892,24

1.708,97

11.920,19

28.306,16

48.765,07

76.371,65

9.600,97

66.967,37

159.023,38

273.961,08

429.054,19

Berdasarkan data Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa biomassa pada masing-masing kelas umur yaitu KU I sebesar 9.600,97 kg/ha, KU II sebesar 66.967,37 kg/ha, KU III sebesar 159.023,38 kg/ha, KU IV sebesar 273.961,08 kg/ha dan KU V sebesar 429.054,19 kg/ha. Rata-rata biomassa per hektar sebesar 187.721,40 kg/ha dengan jumlah biomassa terbesar berada di KU V pada batang utama sebesar 222.464,60 kg/ha dan biomassa terkecil berada di KU I pada cabang sebesar 648,07 kg/ha.

7.1.2. Karbon tersimpan per kelas umur

Kadar karbon tersimpan pada biomassa berbeda pada bagian-bagian pohon, hal ini ditentukan oleh berat jenis dari masing-masing bagian pohon.

(41)

Menurut hasil penelitian elias, et al (2010) bahwa kadar karbon terbesar berada pada batang utama yaitu sebesar 61,38 % selanjutnya cabang sebesar 50,53 %, akar sebesar 47,99 %, ranting sebesar 41,04 % dan kadar karbon terkecil berada pada daun yaitu sebesar 28,78 % dengan rata-rata kadar karbon sebesar 45,94 %.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap biomassa di areal hutan tanaman Acacia mangium Sektor Sei Kebaro dapat diduga jumlah karbon tersimpan pada bagian-bagian pohon per hektar dengan memakai perhitungan:

C = W x Kadar Karbon Keterangan :

C = Karbon bagian-bagian pohon W = Biomassa bagian-bagian pohon

Hasil perhitungan karbon tersebut dapat dilihat seperti dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Karbon pada bagian-bagian pohon per kelas umur (kg/ha)

No Kelas umur

Karbon Btg Utama

Karbon Akar

Karbon Cabang

Karbon Ranting

Karbon Daun

Jumlah Karbon

1.

2.

3.

4.

5.

1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun

3.055,56 21.312,72 50.610,03 87.189,56 136.548,77

616,02 4.296,80 10.203,36 17.578,06 27.529,25

327,47 2.284,11 5.423,93 9.344,20 14.634,07

403,09 2.811,55 6.676,42 11.501,96 18.013,38

491,84 3.430,63 8.146,51 14.034,59 21.979,76

4.893,98 34.135,81 81.060,25 139.648,37 218.705,23

Berdasarkan data Tabel 4.2. jumlah karbon terbesar berada di bagian batang utama pada KU V sebesar 136.548,77 kg/ha dan karbon terkecil berada di bagian cabang pada KU I sebesar 327,47 kg/ha.

7.1.3. Regresi

(42)

Hubungan kelas umur dengan biomassa di Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro dapat dilakukan dengan persamaan regresi linear sederhana Ŷ = a + bX, dimana biomassa merupakan variabel Y (dependen) dan kelas umur sebagai variabel X (independen).

Adapun persamaan yang dihasilkan dari perhitungan regresi linear antara kelas umur dengan biomassa, yaitu Ŷ = -126,047 + (104,589X) dimana nilai determinasi dapat dilihat pada R2 = 0,970 dan R2Adjus = 0,960. Dari persamaan di atas dapat dilihat dalam bentuk kurva pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kurva respon hubungan antara kelas umur dan biomassa 7.1.4. Nilai jasa lingkungan dari penyimpanan karbon

Tujuan utama pembangunan hutan tanaman adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Selain dari nilai kayu tersebut, hutan tanaman juga memiliki nilai jasa lingkungan dari penyerapan dan penyimpanan CO2 dalam bentuk karbon. Menurut Capoor dan Ambrosi (2009), dalam Rahmat (2010) bahwa harga CO2e hasil pengurangan emisi dari penyerapan karbon di

‐50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

1 2 3 4 5

Biomassa (ton/ha)

Ŷ = -126,047 + (104,589 X)

Kelas Umur (tahun)

(43)

bursa New South Wales sebesar $ 6 US. Namun dalam proses perhitungan jasa lingkungan dari penyerapan CO2

Berdasarkan hasil perhitungan karbon di areal hutan tanaman Acacia mangium PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro, maka nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida per hektarnya pada setiap kelas umur dapat dilihat dalam Tabel 4.3.

diperlukan biaya transaksi berupa biaya administrasi, monitoring dan verifikasi jasa pengurangan emisi dari penyerapan karbon dioksida. Menurut Antinori dan Sathaye (2007) dalam Rahmat (2010) bahwa biaya transaksi pengurangan emisi pada sektor kehutanan sebesar $ 1,23 US.

Tabel 4.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan dan penyimpanan CO2

No.

dalam bentuk karbon di HTI Acacia mangium PT. Sumatera Riang Lestari

Kelas Umur

Jumlah Karbon/Ha

(ton)

Karbon Dioksida/Ha

(ton)

Harga CO2

(Rp/ton) /ton

Nilai Manfaat (Rp/ton)

1. 1 Tahun 4,89398 17.960,91 44.122,51) 792.480,10 2. 2 Tahun 34,13581 125.278,42 44.122,51) 5.527.597,21 3. 3 Tahun 81,06025 297.491,12 44.122,51) 13.126.051,83 4. 4 Tahun 139,64837 512.509,52 44.122,51) 22.613.201,20 5. 5 Tahun 218,70523 802.648,19 44.122,51) 35.414.844,94 Jumlah 478.443,64 1.755.888,16 44.122,51) 77.474.175,28 Keterangan : Asumsi 1 Dollar AS = Rp. 9.250,-

4.2. Pembahasan

4.2.1. Biomassa per kelas umur

(44)

Volume suatu tegakan merupakan gambaran dari biomassa tegakan, dimana pertambahan volume tegakan akan sejalan dengan pertambahan biomassa. Jika fungsi yang berlaku untuk volume maka berlaku juga untuk fungsi biomassa di mana kerapatan tegakan merupakan bagian dari fungsi volume dalam suatu luasan. Beberapa fungsi volume yang juga fungsi biomassa yaitu diameter, tinggi dan kerapatan tegakan. Kerapatan tegakan menunjukkan jumlah pohon yang ada dalam suatu luasan hutan (Mason, 2000). Satuan kerapatan tegakan adalah jumlah pohon per hektar.

Kerapatan pada hutan tanaman relatif sama dikarenakan dalam penanamannya memakai jarak tanam. Pada hutan tanaman industri PT.

Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro, jarak tanam yang digunakan pada jenis Acacia mangium adalah 2,5 m x 3,0 m. Jika jarak tanam ini di aplikasikan di lapangan, maka jumlah pohon per hektar adalah ± 1.333 pohon/ha. Namun berdasarkan hasil penelitian dilapangan sesuai dengan lampiran 8, diketahui kerapatan tegakan ± 1.325 pohon/ha, hal ini dipengaruhi pertumbuhan pohon.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan indeks kerapatan tegakan (Soetrisno,1996), yaitu :

a. Metode Okuler

b. Metode Tabel Hasil Normal

c. Metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke d. Metode Tabel Hasil Bruce

e. Metode Persaingan Tajuk

(45)

Beberapa metode diatas yang paling tepat digunakan untuk melihat kerapatan tegakan di hutan tanaman yang sejenis adalah metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke. Metode Reineke ini tepat karena mempunyai banyak penerapan praktis dalam mengevaluasi perkembangan tegakan, sebagai contoh :

a. Indeks tersebut memungkinkan kerapatan tegakan dibandingkan tanpa memandang perbedaan tempat tumbuh dan umur.

b. Untuk tujuan pengelolaan silvikultur, Indeks Kerapatan Tegakan ini dapat memproyeksikan kerapatan tegakan pada kelas umur yang akan dicapai.

Hal ini memudahkan dalam penentuan langkah-langkah silvikultur guna menjaga kerapatan yang diinginkan.

c. Dapat dilakukan studi penjarangan untuk menentukan tingkat batas atas dan batas bawah dari luas bidang dasar (lbds) yang diinginkan. Hal ini dapat digunakan guna mengukur jarak tanam yang tepat guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pohon (biomassa).

d. Tegakan yang dijaga luas bidang dasarnya akan berakibat kepada dilakukannya penjarangan, sehingga kerapatan berangsur berkurang siring dengan waktu. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan diameter yang mempengaruhi luas bidang dasar.

Pada Hutan Tanaman Industri, kerapatan tegakan disesuaikan dengan tujuan penggunaan kayu. Untuk penggunaan kayu pertukangan lebih mengutamakan kualitas kayu daripada biomassa kayunya, sehingga dalam pengelolaan silvikulturnya melakukan proses penjarangan secara berkala.

Berbeda dengan hutan tanaman yang penggunaan kayunya untuk bahan baku

(46)

pulp, dimana tidak memperhatikan kualitas kayu namun lebih kepada kuantitas biomassa pohon.

Pertumbuhan pohon yang digambarkan dari rata-rata diameter merupakan gambaran dari luas bidang dasar. Jika dilihat dari rata-rata diameter dan kerapatan tegakan Acacia mangium di PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro sesuai pada lampiran 8, maka diperoleh luas bidang dasar masing-masing kelas umur yaitu KU I sebesar 3,97 m2 per hektar, KU II sebesar 9,17 m2 per hektar, KU III sebesar 16,84 m2 per hektar, KU IV sebesar 26,69 m2 per hektar dan KU V sebesar 42,63 m2 per hektar. Dari data tersebut terlihat peningkatan luas bidang dasar selama 5 tahun sebesar 38,66 m2

Pertumbuhan diameter dan kerapatan tegakan seiring dengan pertambahan biomassa tegakan. Biomassa tegakan terdapat pada bagian- bagian pohon seperti akar, batang utama, cabang, ranting dan daun. Menurut Elias et al. (2010) bahwa biomassa terbesar berada pada bagian batang utama sebesar 51, 85 dan sisanya berada pada bagian-bagian lain dari pohon. Dari proporsi bagian-bagian pohon hasil penelitian sebelumnya maka didapat biomassa dari keseluruhan bagian-bagian pohon.

per hektar atau pertambahan luas bidang dasar tersebut seiring pertambahan umur..

Rata-rata biomassa di areal hutan tanaman Acacia mangium PT.

Sumatera Riang Lestari sektor sei kebaro sebesar 187,72 ton per hektar, jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan di BKPH Parung Panjang, Bogor yaitu sebesar 47,19 ton per hektar, maka kandungan biomassa di areal PT. Sumatera Riang Lestari tergolong tinggi. Kecilnya biomassa

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka teknis dalam penelitian
Gambar 4.1. Kurva respon hubungan antara kelas umur dan biomassa  7.1.4.  Nilai jasa lingkungan dari penyimpanan karbon
Gambar 4.2. Kurva pertumbuhan tanaman dalam diameter dan tinggi  Dari Gambar 4.2. di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter  membentuk garis lurus (linear) yang menandakan pertumbuhan diameter  rata-rata sama setiap tahunnya dan pertumbuhan tinggi m
Gambar 7. Penandaan pohon dan penomoran Gambar 8. Tegakan Acacia mangium kelas                  umur 2 tahun

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat stres yang dialami oleh siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler, oleh karena itu sampel yang digunakan adalah siswa yang

Hasil daripada item soalan 1 menunjukkan faktor yang mempengaruhi perubahan aktiviti sosial konsumer di Malaysia adalah kerana majoriti konsumer sangat setuju

termasuk menyebabkan dengan sengaja kematian atau apa-apa kerosakan yang lain kepada penyerang itu.  Tertakluk kepada

Kesimpulan dari penelitian ini, Persepsi informan terhadap kawasan tanpa rokok adalah mereka berpersepsi bahwa itu sebuah kawasan yang dilarang merokok ditempat umum dan

Dengan ini diumumkan bahwa berdasarkan Ketetapan Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov.

Untuk Pengujian Keausan Wipro Kondisi basah dengan air, diperoleh bahwa, bahan kampas rem dengan Variasi 2 dan 3 paling rendah keausannya yaitu sebesar 0,0014 mm 2 /kg, namun

Dengan berbagai definisi yang dipaparkan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhailan dalam menguasai bahan pelajaran setelah

Capaian Program Jumlah cakupan (jenis) layanan administrasi perkantoran yang dilaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.