ANALISIS PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP
Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Rumianna Fransiska Haloho NIM : 132114117
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
ANALISIS PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP
Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Rumianna Fransiska Haloho NIM : 132114117
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ALLAH TUHANKU ITU KEKUATANKU, IA MEMBUAT KAKIKU SEPERTI KAKI RUSA, IA MEMBIARKAN AKU BERJEJAK DI BUKIT-BUKITKU
HABAKUK 3: 19
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Orangtuaku
Adik-adikku
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... viii
HALAMAN DAFTAR TABEL ... x
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xi
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Pajak ... 7
B. Penghasilan ... 8
C. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 9
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 9
2. Pemotong, Penghasilan yang Dipotong, dan Penerima Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 9
3. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 . 15 4. Besarnya Penghasilan Bruto Bagi Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21 ... 16
5. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Mempunyai NPWP... 17
6. Saat Terutang ... 17
7. Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya ... 18
8. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 21
9. Surat Pemberitahuan ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 25
D. Data Penelitian ... 26
E. Cara Pengumpulan Data ... 26
ix
G. Teknik Analisis Data ... 27
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 30
A. Sejarah Perusahaan ... 30
B. Visi dan Misi Perusahaan ... 31
C. Geografi Perusahaan ... 31
D. Fasilitas Perusahaan ... 33
E. Struktur Organisasi ... 34
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Deskripsi Data... 35
1. Data yang Diperlukan ... 35
2. Pengambilan Sampel ... 35
B. Analisis Data ... 36
C. Pembahasan ... 51
BAB VI PENUTUP ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Keterbatasan Penelitian ... 56
C. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tarif Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 20 Tabel 2 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 ... 37 Tabel 3 Contoh Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 atas
Nama Musigit Jabatan Sebagai Asisten Tanaman ... 39 Tabel 4 Perbandingan Hasil Penghitungan PPh Pasal 21
yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan Penghitungan PPh Pasal 21
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1:
Data Penghitungan PPh Pasal 21 PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dan Penghitungan PPh Pasal 21
Berdasarkan Formulir 1721 – A1 ... 62 LAMPIRAN 2:
Data Perbandingan Hasil Penghitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan yang dilakukan Penulis Berdasarkan PER-16/PJ/2016 ... 127 LAMPIRAN 3:
Jumlah Pegawai Tetap PT. Perkebunan Nusantara – V
Kebun Inti/KKPA Sei Garo ... 138 LAMPIRAN 4:
Daftar Sampel Pegawai PT. Perkebunan Nusantara – V
Kebun Inti/KKPA Sei Garo ... 166 LAMPIRAN 5:
Daftar Pertanyaan Wawancara ... 175 LAMPIRAN 6:
xiii
ABSTRAK
ANALISIS PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP
Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara – V kebun Inti/KKPA Sei Garo
Rumianna Fransiska Haloho NIM : 132114117 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2017
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi pegawai tetap di PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
Jenis penelitian adalah studi kasus. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Sampel dipilih dengan teknik Purposive Sampling
yaitu sampel yang diambil berdasarkan kriteria spesifik. Langkah-langkah untuk penganalisisan data yaitu menganalisis, membandingkan, dan menarik kesimpulan mengenai penghitungan PPh Pasal 21 telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo pada jumlah penghasilan bruto tidak mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 dalam rangka penghitungan biaya jabatan. Pada saat penghitungan biaya jabatan perusahaan hanya memasukan komponen gaji, tunjangan PPh, dan premi asuransi sebagai penghasilan bruto.
xiv
ABSTRACT
AN ANALYSIS OF THE CALCULATION OF THE INCOME TAX IN ARTICLE 21 FOR PERMANENT EMPLOYEES
Case Study at PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
Rumianna Fransiska Haloho NIM : 132114117 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2017
This study aimsed to find out whether the calculation of the Income Tax in Article 21 for permanent employees in PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo would been in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation Number PER-16/PJ/2016.
This research was a case study. The data were collected through interviews and documentation. The sample was select by means of the purposive sampling techique it was select on the basis of specific criteria. The steps for analyzing the data were analyzing, comparing, and drawing conclusions about whether the calculation of the Income Tax in Article 21 referred to the Regulation of the Director General of Taxation Number PER-16/PJ/2016.
The results of the study showed that the calculation of the Income Tax in Article 21 made by PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo for the total of the gross income was not refer to the Regulation of the Director General of Taxation Number PER-16/PJ/2016 due to the calculation of the position allowance. The calculation of the occupational expenses company’s only included the components of the salary, PPh allowance, and insurance premiums as gross income
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa salah satu penopang pendapatan
nasional yaitu berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70%
dari seluruh penerimaan negara (Muhammad Iqbal:2015). Pajak memiliki
peran yang sangat vital dalam sebuah negara, tanpa pajak kehidupan negara
tidak bisa berjalan dengan baik. Pajak merupakan ujung tombak
pembangunan sebuah negara. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara
dan pembangunan nasional.
Anggaran pendapatan negara mempunyai sumber penerimaan yang
terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan pajak dalam
negeri salah satunya adalah dari pajak penghasilan. Pajak Penghasilan Pasal
21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Undang-undang Pajak Penghasilan (PER-16/PJ/2016 Pasal 1 ayat 2).
Setiap perusahaan yang menjalankan usahanya tentu mempunyai
2
lepas yang dipekerjakan guna menjalankan kegiatan operasional perusahaan
sehingga akhirnya dapat menghasilkan pendapatan yaitu laba/rugi.
Perusahaan wajib memotong pajak atas gaji/upah yang diberikan kepada
pegawai sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Apabila perusahaan tidak melaksanakan
kewajiban pemotongan pajak maka akan diberikan sanksi sesuai dengan tata
cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi berkenaan dengan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan wewenang yang diberikan kepada
perusahaan hanya memotong pajak yang terutang bagi pegawai.
Pemotongan atas Pajak Penghasilan Pasal 21 terdapat berbagai metode
penghitungan, yaitu metode gross, metode net, metode gross up, dan metode
non gross up. Perusahaan memiliki hak untuk memilih metode yang
digunakan dan sesuai dengan bentuk usaha yang dijalankan. Sehingga metode
yang digunakan tersebut memberikan keuntungan bagi pihak perusahaan
maupun bagi pegawai.
Salah satu sistem pemungutan yang diterapkan di Indonesia adalah
With Holding System. Menurut Mardiasmo (2011:8), With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
3
PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo merupakan sebuah perusahaan kelapa sawit, dalam menjalankan kegiatannya tidak
terlepas dari kewajiban-kewajiban pajak termasuk diantaranya kewajiban
untuk melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang.
Perusahaan dalam melakukan penghitungan mengenai pembayaran pajak,
terkadang terjadi selisih antara penghitungan perusahaan dengan
penghitungan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Jika penghitungan perusahaan lebih kecil dari pada penghitungan
berdasarkan undang-undang perpajakan, maka terjadi kurang bayar dan
perusahaan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Pemahaman dari pihak perusahaan terkait dengan penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21 harus sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kekurangpahaman dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. Kesalahan tersebut dapat berupa
kesalahan dalam menentukan pendapatan dan biaya-biaya menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah yang akan dibahas adalah apakah penghitungan Pajak
4
Garo telah mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-16/PJ/2016?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo telah mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi
bahan evaluasi berkenaan dengan penerapan penghitungan Pajak
Penghasilan yang terutang sehingga dapat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
2. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan mengenai
perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai Undang-undang
yang berlaku dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti lain
5
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk dapat
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan
dapat memperdalam pengetahuan peneliti dalam hal perpajakan khususnya
Pajak Penghasilan Pasal 21.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21
secara teoritis yang akan digunakan untuk mendukung pengolahan
data yang diperoleh. Bab ini berisi tentang pengertian pajak,
pengertian penghasilan, dan uraian tentang Pajak Penghasilan
Pasal 21.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data penelitian, cara
pengumpulan data, populasi dan sampel, penjelasan operasional,
6
Bab IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini berisi mengenai sejarah perusahaan, visi dan misi, dan
struktur organisasi.
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai deskripsi data, analisis data, dan hasil
penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
diteliti.
Bab VI Penutup
Bab ini berisi mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan
7
BAB II
LANDASAN TEORI A. Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2009, pasal 1 ayat (1): Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi beberapa sistem
menurut Mardiasmo (2011:7-8), yaitu:
1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak. Ciri-cirinya adalah, wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, dan utang pajak
yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya adalah, wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
8
menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, dan fiskus tidak
ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
B. Penghasilan
Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat (1), pajak penghasilan (PPh) adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan
bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan
imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur
9
C. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Pasal 1 ayat (2) adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang
pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima
atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
dari pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk penerima
pensiun (PER-16/PJ/2016 Pasal 1 ayat 7).
2. Pemotong, Penghasilan yang Dipotong, dan Penerima Pajak Penghasilan
Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat 1) , meliputi:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari, orang pribadi, badan, dan cabang,
perwakilan, atau unit, dalam hal melakukan sebagian atau seluruh
10
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit
tersebut;
b. Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara
atau pemegang kas pada pemerintah pusat termasuk institusi
TNI/POLRI, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa
pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar:
1) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
2) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
11
3) Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang; dan/atau
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang
membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk
apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016
Pasal 5 ayat 1) adalah:
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik
berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pesiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3) Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan
sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
4) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau
upah yang dibayarkan secara bulanan;
5) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
12
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,
uang repsentasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
7) Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris
atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama;
8) Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus,
atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh mantan pegawai; atau
9) Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai dari
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 (PER-16/PJ/2016 Pasal 3) adalah orang pribadi yang
merupakan:
13
2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli
warisnya;
3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai, dan aktuaris;
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang
film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film,
foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c) Olahragawan;
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator;
e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik,
komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi
jasa kepada suatu kepanitiaan;
g) Agen iklan;
14
i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau
yang menjadi perantara;
j) Petugas penjaja barang dagangan;
k) Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
l) Distributor perusahaan multilevel marketing atau selling
dan kegiatan sejenis lainnya;
4) Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak
merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
5) Mantan pegawai; dan/atau
6) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan,
antara lain:
a) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain
perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi, perlombaan lainnya;
b) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau
kunjungan kerja;
c) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
d) Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
15
3. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016
Pasal 9) adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
1) Pegawai tetap;
2) Penerima pensiun berkala;.
3) Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan
atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu)
bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima
ratus ribu rupiah); dan
4) Bukan pegawai tenaga ahli, yang menerima imbalan yang
bersifat berkesinambungan.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima
puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah);
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku
bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c
16
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan
selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b,
dan huruf c.
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a adalah sebagai berikut:
a. Bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar
penghasilan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
b. Bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;
dan
c. Bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c,
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP per bulan.
4. Besarnya Penghasilan Bruto Bagi Pegawai Tetap yang Dipotong PPh
Pasal 21
Besarnya penghasilan bruto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh
Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 10 ayat 3) adalah jumlah seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan
atau Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun; dan
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
17
hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
5. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak
Mempunyai NPWP
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal
21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (PER-16/PJ/2016 Pasal 20 ayat 1). Jumlah PPh Pasal 21 yang
harus dipotong adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari
jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (PER-16/PJ/2016
Pasal 20 ayat 2).
6. Saat Terutang
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi penerima
penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya
penghasilan yang bersangkutan (PER-16/PJ/2016 Pasal 21 ayat 1). PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak (PER-16/PJ/2016 Pasal
21 ayat 2). Saat terutang untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir
bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan (PER-16/PJ/2016
18
7. Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya
Tarif pemotongan pajak dan penerapannya (PER-16/PJ/2016 Pasal
14) adalah:
a. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
1) Pegawai Tetap;
2) Penerima Pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan; dan
3) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang dibayarkan
secara bulanan.
b. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap Masa
Pajak, kecuali Masa Pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah
penghasilan teratur 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); dan
2) Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak
teratur maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama
1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah
dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.
c. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap Masa Pajak
19
1) Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak
Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dibagi 12 (dua belas); dan
2) Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar
selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah
penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah
penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
d. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap terhitung sejak
awal tahun kalender dan mulai bekerja setelah bulan Januari,
termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain,
banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak
yang bersangkutan mulai bekerja.
e. Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk Masa Pajak
terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau
bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada
masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.
f. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap hanya meliputi
bagian tahun pajak maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang
20
Kena Pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan
dalam begian tahun pajak yang bersangkutan.
g. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember
dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender
yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang
untuk 1 (satu) tahun pajak maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah
dipotong tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap yang
bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh
Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti
bekerja.
h. Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
[image:35.595.141.516.190.730.2]Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak sebagai berikut:
Tabel 1
Tarif Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)
5% (lima persen) Di atas Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15%
(lima belas persen)
Di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25%
21
Tabel 1
Tarif Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (lanjutan)
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Di atas Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah)
30% (tiga puluh persen) Sumber: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
8. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 Pasal
1 adalah sebagai berikut:
a. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi.
b. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin.
c. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008.
d. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
22
9. Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (PER-01/PJ/2016 Pasal 1 ayat 1).
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani
serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak (Undang-Undang KUP Pasal 3 ayat 1).
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat
Pemberitahuan adalah:
a. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan
objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan; dan
c. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan
23
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah
(Undang-Undang KUP Pasal 3 ayat 1):
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir Masa Pajak;
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak;
atau
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang (Undang-Undang KUP Pasal 3 ayat 1):
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek
pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
24
Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
memepertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah studi kasus yaitu
menggunakan data yang diperoleh langsung dari PT. Perkebunan Nusantara -
V Kebun Inti/KKPA Sei Garo. Hasil dari penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan untuk mewakili seluruh perusahaan di Indonesia karena
penelitian ini hanya menggunakan sampel PT. Perkebunan Nusantara - V
Kebun Inti/KKPA Sei Garo.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian ini adalah PT. Perkebunan Nusantara -
V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan waktu penelitian tanggal 16 Februari
2017 sampai dengan 28 Februari 2017.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pegawai tetap di PT. Perkebunan Nusantara
– V Kebun Inti/KKPA Sei Garo. Objek penelitian ini adalah penghitungan
26
D. Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Gambaran umum PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo.
2. Data mengenai diri pegawai.
3. Data mengenai penghasilan pegawai.
4. Data penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.
5. Bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
E. Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
tanya jawab secara langsung kepada pihak yang terkait yaitu krani upah.
Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
secara lebih terperinci yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mengambil data-data dari catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk penelitian ini.
F. Populasi dan Sampel
27
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data pegawai yang
berada di PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo. 2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah data pegawai tetap yang
berada dilingkungan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan teknik purposive sampling yaitu penarikan sampel
yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang
ditetapkan penulis. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah:
a. Bagi pegawai tetap dengan status kawin dan tidak kawin.
b. Bagi pegawai tetap yang memperoleh penghasilan neto melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan
metode deskriptif komparatif, yaitu penelitian yang bersifat membandingkan.
Perbandingan penghitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan perusahaan dengan
penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Komponen-komponen yang dibandingkan adalah:
1. Cara menentukan penghasilan bruto
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima
28
seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang
diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan
(PER-16/PJ/2016 Pasal 10 ayat 1).
2. Cara menentukan jumlah penghasilan neto
Besarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan
(PER-16/PJ/2016 Pasal 10 ayat 3):
a. Biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau
Rp6.000.000 (enam juta rupiah) setahun; dan
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
3. Cara menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP per bulan adalah (PER-16/PJ/2016 Pasal 11 ayat
2):
a. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
b. Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan
29
c. Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
4. Cara menentukan jumlah Penghasilan Kena Pajak
Jumlah Penghasilan Kena Pajak adalah bagi Pegawai Tetap dan
penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PER-16/PJ/2016 Pasal 10 ayat 2).
5. Cara menentukan besarnya PPh Pasal 21 yang terutang berdasarkan tarif
pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Apabila komponen-komponen di atas terpenuhi, maka penghitungan
PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh perusahaan dapat dikatakan telah mengacu
30
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Perusahaan
Pembangunan subsektor Perkebunan merupakan bagian dari
pembangunan sektor pertanian, sedangkan pembangunan pertanian pada
hakekatnya subsistem pembangunan nasional secara keseluruhan.
Keberhasilan pembangunan perkebunan erat kaitannya dengan keberhasilan
subsektor lainnya, dengan demikian pengembangannya harus secara
konsepsional di arahkan menuju terwujudnya sektor pertanian yang tangguh.
Kebun Sei Garo adalah salah satu unit usaha perkebunan Kelapa Sawit
yang merupakan pembangunan subsektor Perkebunan Kelapa sawit yang
berada dibawah pengelolaan PT. Perkebunan Nusantara – V (Persero) Pekanbaru.
Dasar pelaksanaan pembangunan proyek Kebun Sei Garo berdasarkan
Surat Kep.Men.Pertanian No.KB.320/734/Mentan/IX/1983 tanggal 26
September 1983.
PT. Perkebunan Nusantara – V (Persero) diinstruksikan untuk mengembangkan perkebunan Kelapa Sawit di Propinsi Riau, salah satu lokasi
yang dianggap tepat untuk itu adalah daerah Sei Garo Kabupaten Kampar,
untuk merealisasikan proyek dimaksud Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Riau berdasarkan Surat Keputusan No.KPTS.185/IV/1984 tanggal 12 April
31
Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan dengan suratnya
No.10/VII-4/1987 tanggal 12 Januari 1987.
B. Visi dan Misi Perusahaan
1. Visi
Menjadi perusahaan agribisnis terintegrasi yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
2. Misi
Misi PT. Perkebunan Nusantara – V (Persero) adalah:
a. Mengelola agri industri kelapa sawit dan karet secara efisien bersama
mitra untuk kepentingan stakeholder.
b. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, kriteria
minyak sawit berkelanjutan, penerapan standar industri dan
pelestarian lingkungan guna menghasilkan produk yang dapat
diterima oleh pelanggan.
c. Menciptakan keunggulan kompetitif dui bidang SDM melalui
pengelolaan sumber daya manusia berdasarkan praktek-praktek
terbaik dan sistem manajemen SDM terkini guna meningkatkan
kompetensi inti perusahaan.
C. Geografi Perusahaan
1. Keadaan Wilayah
a. Letak Wilayah.
Kebun Sei Garo terletak diantara 100 O 59 ‘ 47 “ – 100 O 68 ‘
16 “ Bujur Timur dan 0 O 25 ‘ 00 “
32
berada di wilayah Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar Propinsi
Riau, dengan jarak lebih kurang 100 KM sebelah barat kota
Pekanbaru, ibukota Propinsi Riau.
b. Batas Wilayah
Kebun Sei Garo berada/berkembang dilingkungan 8 (delapan)
perkampungan yang berpenduduk khususnya petani plasma
(Transmigran) dan sebagian pendatang umumnya berasal dari daerah
Sumatera Utara, keberadaan Kebun Sei Garo sangat unik, karena
seluruh areal Kebun Inti Sei Garo berdampingan dengan areal Instansi
PT. Cevron Pasifik Indonesia (PT.CPI).
Adapun batas wilayah Kebun Sei Garo adalah sebagai berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan desa Pelambaian dan Raharja.
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Indrapuri dan Gading
Sari.
3) Sebelah Barat berbatasan dengan desa Sumber Makmur dan Tj.
Sawit.
4) Sebelah Timur berbatasan dengan desa Mukti Sari dan
Trimanunggal.
c. Topografi
Berdasarkan peta Topografi AD tahun 1945 areal Kebun Sei
Garo mempunyai Topografi datar sampai landai dengan kelas lereng 0
33
d. Geologi dan Tanah
Menurut peta Thematik bahwa Kebun Sei Garo adalah bahan
batuan endapan resen (aluvium) dengan jenis tanah organosol dan
Glei Humus dari bahan Induk aluvial fisiografis dataran dengan
keadaan sebagian tanah gambut pada kedalaman 0,5 – 2 meter.
D. Fasilitas Perusahaan
1. Sarana Pendidikan/Sosial
a. Sekolah Taman Kanak–kanak (STK) = 1 unit b. Sekolah PDTA /MDA = 2 unit
c. Mesjid/Musholla = 5 unit
d. Gereja = 1 unit
2. Sarana Olah Raga
a. Lapangan tennis = 1 unit
b. Lapangan bola kaki = 1 unit
c. Volleyball = 1 unit
3. Organisasi Sosial
a. Majelis Taklim
b. Badan Koordinator Agama Kristen (BKAK)
c. Ikatan Keluarga Besar Istri (IKBI)
d. Koperasi Karyawan (Kopkar)
34 E. Struktur Organisasi
Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo Tahun 2016 Sumber: Bagan Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo Tahun 2016
Manajer
Masinis Kepala
Asisten Kepala
Asisten Pengolahan
Asisten Pengendalian Mutu
Asisten Teknik Pabrik
Asisten Tanaman Afdeling I
Asisten Tanaman Afdeling II
Asisten Tanaman Afdeling III
Asisten Tanaman Afdeling IV Asisten Administrasi SDM/Umum
Asisten Teknik Umum
35
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data
Penelitian yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo adalah untuk mengetahui apakah penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-16/PJ/2016.
1. Data yang diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Data diri pegawai yang meliputi: Nama Pegawai, Nomor Pokok Wajib
Pajak, Jabatan Pegawai, Jenis Kelamin, Status (kawin/tidak kawin),
dan Jumlah Tanggungan.
b. Data Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
1) Jumlah penghasilan bruto yang meliputi: gaji pokok, tunjangan
PPh, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, bonus, dan THR.
2) Jumlah pengurangan penghasilan bruto yang meliputi: biaya
jabatan dan iuran pensiun.
3) Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
4) Jumlah PPh Pasal 21 terutang.
2. Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan cara purposive sampling yaitu penarikan sampel yang
dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan
36
a. Pegawai dengan status kawin/tidak kawin.
b. Pegawai tetap yang memperoleh penghasilan neto melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dari kriteria pengambilan sampel tersebut, maka penulis mengambil
sampel sebanyak 195 pegawai dari 513 pegawai di PT. Perkebunan
Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo. Pegawai yang menjadi sampel memenuhi kriteria a yang ditentukan oleh penulis. Pegawai yang tidak
menjadi sampel hanya memenuhi kriteria a sedangkan pegawai tidak
memenuhi kriteria b yaitu pegawai tetap dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) tidak melebihi penghasilan neto.
B. Analisis Data
Perbandingan penghitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan PT.
Perkebunan Nusantara-V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan penghitungan
PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Komponen-komponen yang dibandingkan adalah:
1. Cara menentukan jumlah penghasilan bruto.
2. Cara menentukan jumlah penghasilan neto.
3. Cara menentukan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
4. Cara menentukan jumlah Penghasila Kena Pajak.
37
Tabel 2 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21
Unsur Perbandingan Menurut PER-16/PJ/2016 Menurut Perusahaan Temuan Cara menentukan jumlah penghasilan bruto
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan (Pasal 10 ayat 1). Gaji ditambah dengan Tunjangan PPh ditambah dengan premi asuransi ditambah dengan bonus. Cara menentukan jumlah penghasilan bruto yang dilakukan perusahaan telah mengacu pada PER-16/PJ/2016. Cara menentukan jumlah penghasilan neto
Besarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan dan iuran (Pasal 10 ayat 3).
Jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan dan iuran pensiun. Cara menentukan jumlah penghasilan neto yang dilakukan perusahaan telah mengacu pada PER-16/PJ/2016. Cara menentukan jumlah PTKP
Besarnya PTKP per bulan adalah (Pasal 11 ayat 2):
a. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Besarnya PTKP per bulan adalah: a. Rp4.500.000,00
38
Tabel 2 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 (lanjutan)
Unsur Perbandingan Menurut PER-16/PJ/2016 Menurut Perusahaan Temuan b. Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan c. Rp375.000,00
(tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
b. Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan c. Rp375.000,00
(tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Cara
menentukan PKP
Jumlah Penghasilan Kena Pajak adalah bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP (Pasal 10 ayat2).
Jumlah penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Cara menentukan PKP yang dilakukan
perusahaan telah mengacu pada PER-16/PJ/2016.
Cara
menentukan PPh Pasal 21
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Cara menentkan PPh Pasal 21 yang
39
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan penulis
mengambil salah satu contoh nama pegawai sebagai perbandingan
penghitungan PPh Pasal 21. Pegawai atas nama Musigit jabatan sebagai
Asisten Tanaman dipilih sebagai contoh perbandingan penghitungan PPh
Pasal 21 karena penghitungan terlihat jelas bahwa perusahaan kurang tepat
dalam melakukan penghitungan biaya jabatan. Pada saat penghitungan
biaya jabatan perusahaan hanya memasukan gaji, tunjangan PPh, dan
premi asuransi sebagai penghasilan bruto.
Berikut ini adalah contoh perbandingan penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan perusahaan dengan penghitungan
[image:54.595.128.507.274.712.2]yang dilakukan penulis berdasarkan peraturan yang berlaku.
Tabel 3 Contoh Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Nama Musigit jabatan sebagai Asisten Tanaman
Keterangan Berdasarkan Penghitungan
Perusahaan
Berdasarkan Peraturan yang
Berlaku Gaji 103.902.221 103.902.221 Tunjangan PPh 2.461.618 2.461.618
Tunjangan Lainnya 0 0
Honorarium 0 0
Premi Asuransi 6.968.598 6.968.598
Penerimaan Natura 0 0
40
Berdasarkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 jumlah
penghitungan penghasilan bruto yang dilakukan penulis sebesar
Rp130.919.024. Jumlah biaya jabatan (5% x Rp130.919.024) sebesar
Rp6.000.0000 dan jumlah iuran pensiun sebesar Rp2.122.075. Jumlah
pengurangan sebesar Rp8.122.075. Jumlah penghasilan neto
(Rp130.919.024 – Rp8.122.075) sebesar Rp122.796.949. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp63.000.000 yang terdiri dari untuk
diri Wajib Pajak orang pribadi sebesar Rp54.000.000, tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp4.500.000, dan tambahan untuk 1
orang anak sebesar Rp4.500.000.. Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang sebesar Rp59.796.000. Maka jumlah PPh Pasal 21 terutang yang
dilakukan penulis sebesar Rp3.969.400. Tarif Pasal 17 UU PPh atas
Penghasilan Kena Pajak adalah PKP sampai dengan Rp50.000.000 dikenai
tarif 5%, PKP diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 dikenai
tarif 15%, PKP diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000
dikenai tarif 25%, dan PKP diatas 500.000.000 dikenai tarif 30%.
Data lengkap penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
dilakukan perusahaan dengan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
yang dilakukan penulis terdapat pada lampiran 1 (satu) dalam skripsi ini.
Data lengkap penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
dilakukan perusahaan dengan hasil penghitungan Pajak Penghasilan Pasal
21 yang dilakukan penulis terdapat pada lampiran 1 (satu) dalam skripsi
41
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan
perusahaan dengan yang dilakukan penulis terdapat beberapa perbedaan.
Penghitungan yang berbeda terdiri dari jumlah biaya jabatan, jumlah
pengurangan, jumlah penghasilan neto, jumlah Penghasilan Kena Pajak,
dan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang. Berikut ini disajikan tabel
perbandingan hasil penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
42 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis
43 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
44 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
45 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
46 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
47 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
48 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
49 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
50 Tabel 4 Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo
dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis (lanjutan)
No. Biaya Jabatan Jumlah Pengurangan Penghasilan Neto PKP PPh Pasl 21 terutang Perusahaan Penulis Perusahaan Penulis Perusahaan Penulis Perusahaan Penulis Perusahaan Penulis 177 3.667.404 4.035.328 2.389.677 5.313.055 75.761.436 75.393.512 8.261.000 7.893.000 413.050 394.650 178 2.727.104 3.037.400 1.636.174 4.128.330 56.929.968 56.619.672 2.929.00 2.619.000 146.450 130.950 179 2.769.619 3.082.220 1.669.528 4.182.311 57.774.693 57.462.092 3.774.000 3.462.000 188.700 173.100 180 3.904.695 4.278.578 2.553.118 5.630.155 80.315.291 79.941.408 8.315.000 7.941.000 415.750 397.050 181 3.988.558 4.304.859 2.870.134 5.423.283 80.990.217 80.673.916 8.990.000 8.673.000 449.500 433.650 182 3.821.067 4.132.958 2.720.976 5.233.049 77.737.995 77.426.104 5.737.000 5.426.000 286.850 271.300 183 3.586.602 3.890.720 2.504.842 4.972.480 73.146.047 72.841.929 5.646.000 5.341.000 282.300 267.050 184 3.520.684 3.856.064 2.466.410 4.910.338 72.546.312 72.210.932 546.000 210.000 27.300 10.500 185 3.700.420 4.002.335 2.627.813 5.074.942 75.273.678 74.971.763 7.773.000 7.471.000 388.650 373.550 186 3.689.406 4.085.286 2.258.512 5.516.180 76.585.410 76.189.530 22.585.000 22.189.000 1.129.250 1.109.450 187 3.828.056 4.139.947 2.747.971 5.220.032 77.890.802 77.578.911 5.890.000 5.578.000 294.500 278.900 188 3.853.596 4.169.898 2.735.172 5.288.322 78.425.944 78.109.642 6.425.000 6.109.000 321.250 305.450 189 3.833.981 4.135.897 2.761.374 5.208.504 77.811.354 77.509.438 5.811.000 5.509.000 290.550 275.450 190 3.579.792 3.885.083 2.507.355 4.957.520 73.049.429 72.744.138 5.549.000 5.244.000 277.450 262.200 191 3.420.529 3.691.646 2.482.542 4.629.633 69.474.411 69.203.294 10.974.000 10.703.000 548.700 535.150 192 3.397.001 3.685.708 2.374.217 4.708.492 69.294.380 69.005.673 1.794.000 1.505.000 89.700 75.250 193 3.428.665 3.707.207 2.450.696 4.685.176 69.737.499 69.458.957 11.237.000 10.958.000 561.850 547.900 194 3.586.628 3.884.285 2.592.991 4.877.922 73.105.437 72.807.780 1.105.000 807.000 55.250 40.350 195 2.865.566 3.151.597 1.886.579 4.130.584 59.187.390 58.901.359 687.000 401.000 34.350 20.050 Total 808.528.934 877.911.235 525.679.259 1.160.384.719 17.510.748.087 17.440.327.901 4.313.672.000 4.245.954.000 315.269.800 311.679.600
51
Tabel di atas menunjukan data perbedaan-perbedaan penghitungan
oleh masing-masing pegawai yang dilakukan perusahaan dengan penulis.
C. Pembahasan
1. Contoh Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 atas Nama Pegawai
Musigit Jabatan Sebagai Asisten Tanaman
Berdasarkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi
pegawai tetap PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo, maka dapat dilihat pembahasannya sebagai berikut:
Penghitungan penghasilan bruto yang dilakukan PT. Perkebunan
Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo yaitu gaji pokok ditambah dengan premi ditambah dengan tunjangan PPh dan tunjangan lain-lain.
Berdasarkan contoh perbandingan hasil penghitungan jumlah
penghasilan bruto yang dilakukan perusahaan (Rp103.902.221 +
Rp2.461.618 + Rp6.968.598 + Rp17.586.587) sebesar Rp130.919.024
dan jumlah penghasilan bruto yang dilakukan penulis (Rp103.902.221 +
Rp2.461.618 + Rp6.968.598 + Rp17.586.587) sebesar Rp130.919.024.
Penghitungan biaya jabatan yang dilakukan PT. Perkebunan
Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo tidak mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 karena pada saat
penghitungan biaya jabatan perusahaan hanya memasukan komponen
gaji, tunjangan PPh, dan premi asuransi sebagai penghasilan bruto,
[image:66.595.134.518.264.527.2]52
dimasukan dalam komponen penghasilan bruto. Berdasarkan contoh
perbandingan hasil penghitungan jumlah biaya jabatan yang dilakukan
perusahaan ( 5% x Rp113.332.437) sebesar Rp5.666.622 sedangkan
jumlah biaya jabatan yang dilakukan penulis ( 5% x Rp 130.919.024)
sebesar Rp6.000.000.
Penghitungan jumlah pengurangan yang dilakukan PT. Perkebunan
Nusantara – V Kebun Inti/KKP Sei Garo sebesar Rp3.544.547 sedangkan jumlah pengurangan yang dilakukan penulis sebesar Rp8.122.075.
Penghitungan penghasilan neto yang dilakukan PT. Perkebunan
Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan dan dikurangi dengan iuran
pensiun. Langkah-langkah dalam penghitungan penghasilan neto sudah
sesuai tetapi kurang tepatnya penentuan biaya jabatan menyebabkan hasil
penghitungan penghasilan neto menjadi berbeda. Berdasarkan contoh
perbandingan hasil penghitungan jumlah penghasilan neto yang
dilakukan perusahaan sebesar Rp123.130.327 sedangkan jumlah
penghasilan neto yang dilakukan penulis sebesar Rp122.796.949.
PTKP yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan yang dilakukan pada Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 sudah sesuai
yaitu untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp54.000.000, tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin Rp4.500.000, tambahan untuk seorang
53
Rp54.000.000, dan tambahan untuk setiap tanggungan Rp4.500.000.
Berdasarkan contoh perbandingan hasil penghitungan PTKP yang
dilakukan perusahaan sebesar Rp63.000.000 dan PTKP yang dilakukan
penulis sebesar Rp63.000.000.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak yang dilakukan PT.
Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo yaitu jumlah Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Langkah dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak sudah sesuai
tetapi terdapat perbedaan jumlah yang dilakukan perusahaan dengan
yang dilakukan penulis. Berdasarkan contoh perbandingan hasil
penghitungan jumlah PKP yang dilakukan perusahaan sebesar
Rp60.130.000 sedangkan jumlah PKP yang dilakukan penulis sebesar
Rp59.796.000.
Penghitunagn PPh Pasal 21 terutang yang dilakukan PT.
Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo yaitu Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif pemotongan PPh Pasal 21. Penghasilan Kena
pajak kurang dari Rp50.000.000 dikenai tarif 5%, Penghasilan Kena
Pajak diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 dikenai tarif
15%, Penghasilan Kena Pajak diatas Rp250.000.000 sampai dengan
Rp500.000.000 dikenai tarif 25%, dan Penghasilan Kena Pajak diatas
Rp500.000.000 dikenai tarif 30%. Penerapan tarif pajak yang dilakukan
perusahaan sudah sesuai tetapi terdapat perbedaan jumlah yang dilakukan
54
perbandingan hasil penghitungan jumlah PPh Pasal 21 terutang yang
dilakukan perusahaan sebesar Rp4.019.500 sedangkan jumlah PPh Pasal
21 terutang yang dilakukan penulis sebesar Rp3.969.400.
2. Perbandingan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan PT.
Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan Penghitungan PPh Pasal 21 yang Dilakukan Penulis.
Berdasarkan perbandingan hasil penghitungan PPh Pasal 21 yang
dilakukan PT. Perkebunan Nusantara – V Kebun Inti/KKPA Sei Garo dengan penghitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan Penulis, maka dapat
dilihat pembahasannya sebagai berikut:
Total biaya jabatan yang dilakukan perusahaan sebesar
Rp808.528.934 lebih kecil dari yang dilakukan penulis sebesar
Rp877.911.235 dengan selisih penghitungan sebesar Rp69.382.301.
Total pengurangan yang dilakukan perusahaan sebesar
Rp525.679.259 lebih kecil dari yang dilakukan penulis sebesar
Rp1.160.384.719 dengan selisih penghitungan sebesar Rp634.705.460.
Total penghasilan neto yang dilakukan perusahaan sebesar
Rp17.510.748.087 lebih besar dari yang dilakukan penulis sebesar
Rp17.440.327.901 dengan selisih penghitungan sebesar Rp70.420.186.
Total Penghasilan Kena Pajak yang dilakukan perusahaan sebesar
Rp4.313.672.000 lebih besar dari yang dilakukan penulis sebesar