• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004 2008"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERDAGANGAN SEMBAKO MASYARAKAT TIONGHOA

DI KABUPATEN MELAWI

KALIMANTAN BARAT 2004-2008

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sejarah

Oleh: Puro Juan Handry NIM : 114314004

PROGRAM STUDI SEJARAH

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO:

Pergunakanlah kesempatan sebaik mungkin, jangan

(5)

v

PERSEMBAHAN

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa Di Kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004-2008 ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan. Pertama, bagaimana dinamika perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi. Kedua, bagaimana relasi sosial ekonomi antara orang Tionghoa dengan masyarakat setempat.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dan studi lapangan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, analisis sumber, wawancara dan observasi, hingga penulisan. Studi ini menggunakan pendekatan sosiologi untuk memahami bagaimana perdagangan sembako masyarakat Tionghoa dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di kabupaten Melawi. Konsep interaksi sosial digunakan sebagai landasan teori untuk menggambarkan dinamika perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan masyarakat yang dapat beradaptasi dengan baik dapat diterima oleh kabudayaan lain. Dalam prakteknya, penerimaan terhadap masyarakat Tionghoa yang dilakukan oleh masyarakat di kabupaten Melawi mendapat respon yang sangat baik dan masih berjalan sampai saat ini.

(9)

ix ABSTRACT

Thesis entitle, Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa Di Kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004-2008, aims to address two issues. First, how the Tionghoa people run their groceries bussines in Melawi District. Second, how is the social-economics reationship betwen Tionghoa people with the local people.

This research is literature research and field obsevation. It use heuristic method, source critics, souce analysis, interview, obsevation, and historiography to analize the topics. This study use sociological approachment to understand how Melawi Distirict people well received the groceries bussines by Tionghoa people. Social interaction concept is use as theoritical frame to describe how the Tionghoa people run their groceries bussines at Melawi District.

The result of this research is showing that the well adapt culture can be well receive by other cultures. Practically, the good respons by the local people in order to receive the Tionghoa people at Melawi District still running.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Skripsi ini menyita banyak waktu dan pikiran dan sangat melelahkan. Namun, semua itu terbayar dengan terselesaikannya skripsi ini, meskipun sedikit terlambat dari yang ditargetkan. Tentu saja, banyak ucapan terima kasih yang harus disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penulisan skripsi ini.

1. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberikan berkatnya kepada saya selama masa perkuliahan sampai penulisan skripsi.

2. Ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu mendukung dan mendoakan, serta perjuangan dan dorongan dari mereka yang tidak kenal lelah. Tanpa mereka skripsi ini akan menjadi lebih berat.

3. Untuk adik saya Mersy Cahyati yang selalu mengingatkan saya untuk mengerjakan skripsi.

4. Untuk Angela Astri Purwanti, S. Pd. Yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini sampai selesai.

5. Untuk keluarga besar di Menukung, Sepauk, dan Sungai Ayak yang selalu memberi dukungan selama masa perkuliahan.

(11)

xi

memberikan pelajaran dan ilmu-ilmu Humaniora selama masa perkuliahan.

7. Untuk teman-teman Sejarah angkatan 2011 yang terkasih. Riko, adalah teman yang selalu menghibur selama masa-masa perkuliahan. Yasmine, yang sudah memberi bantuan dan dukungan selama masa perkuliahan. Deslin, yang selalu memberikan dukungan kepada saya dan teman-teman angkatan selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi. Fauzan, adalah teman yang selalu menyegarkan pikiran dan mau berbagi cerita dengan saya selama masa perkuliahan. Bito, adalah teman serta abang yang selalu memberikan motifasi dan nasehat kepada saya selama masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini selesai..

8. Untuk teman-teman Lingkar Sejarah. Amor, Belo, Popon, Penyik, Ndoi, Novi, Elsa, Lisa, Toni, Lalong, Erik, Wowok, Edut, Tiur, Rosma, Ageng, Jeray, Dede, Adul, Adit Cinta Perdana, Berang, Luiz, Agung, Laras, Dion, Judah Ongek dan semua yang telah membantu namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terimakasih semuanya.

9. Untuk teman-teman Markas. Erik S, Cornel, Jon Sejira, Kris, Reza “Puhak”, Winda, Oyon, Asni, Eka “Geleng”, yang mau menerima saya

selama masa penulisan skripsi dan memberikan tempat untuk mengerjakan skripsi ini sampai selesai.

(12)

xii

dan semua anggota forum yang telah banyak membantu saya selama berada di Yogyakarta, terima kasih.

(13)

xiii

LEMBAR PERSETUJUAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

(14)

xiv

II.3. Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Melawi ... 27

II.4. Wilayah Kabupaten Melawi ... 29

II.5. Peta dan Demografi ... 30

BAB III PERDAGANGAN SEMBAKO MASYARAKAT TIONGHOA DI KABUPATEN MELAWI III.1. Awal Peralihan Profesi ... 37

III.2. Pencapaian dan Hambatan ... 44

III.3. Perkembangan Perdagangan Sembako Saat Ini ... 48

BAB IV HUBUNGAN MASYARAKAT LOKAL DENGAN MASYARAKAT TIONGHOA IV.1. Masyarakat Kabupaten Melawi ... 52

IV.2. Masyarakat Tioghoa di Kabupaten Melawi ... 56

IV.3. Relasi Masyarakat Melawi dan Masyarakat Tionghoa ... 59

IV.4. Dampak Perdagangan Sembako ... 64

BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 66

Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Masyarakat Tiongkok sudah lama berada di Indonesia karena urusan perdagangan dan pelayaran pada masa itu. Pada masa pelayaran, mereka banyak menghampiri daerah-daerah pesisir dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan daerah pesisir lainya. Hal tersebut mereka lakukan untuk beristirahat dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitar pesisir. Mereka juga membawa barang-barang yang dapat dijual-belikan dengan masyarakat pesisir.

Tionghoa adalah sebutan untuk orang Cina yang berada di Indonesia. Awal kedatangan mereka sebagai pekerja di pertambangan emas1 dan perkebunan, kemudian mereka mulai beralih profesi sebagai pedagang keliling dan sembako yang bertujuan untuk bertahan hidup. Bekerja di pertambangan emas dan perkebunan memang sudah lama mereka lakukan, hasil dari kedua pekerjaan tersebut sangatlah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari bahkan lebih. Menyadari bahwa pertambangan emas tidak dapat dilakukan setiap waktu dan hasilnya pun tidak selalu sama, maka masyarakat Tionghoa memiliki alternatif lain yaitu dengan berjualan dari hasil perkebunan mereka, hal itu mereka lakukan supaya kebutuhan sehari-sehari dan seterusnya dapat terpenuhi.

Memang pertambangan emas sangat menjanjikan dan hasilnya pun tidak sedikit bila ditukarkan dengan rupiah sehingga membuat siapa saja yang bekerja

(16)

di pertambangan emas ini akan senang jika mendapatkan hasil tambang yang sangat banyak. Pertambangan emas ini dilakukan di kecamatan-kecamatan bagian dalam seperti Ella dan Menukung, yang mana sumber emasnya masih banyak dan biasanya berada di daerah pesisir sungai.

Jika hanya mengandalkan pertambangan emas saja mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal, mengingat pertambangan emas yang berada di Melawi merupakan pertambangan ilegal tanpa adanya ijin dari pihak yang berwenang dan mereka juga melakukan pekerjaan secara diam-diam agar tidak diketahui oleh pihak yang berwenang seperti polisi dan tentara. Sadar akan hal tersebut, masyarakat Tionghoa lebih memilih pertambangan emas menjadi pekerjaan yang tidak tetap dalam artian menjadi pekerjaan kedua dan yang utama adalah berdagang sembako serta usaha-usaha lainnya.

Pada awal perdagangan sembako, mereka menjual barang dagangan seperti cengkeh, kopi, dan beras kepada sesama pedagang dan kepada masyarakat tempat mereka berdomisili. Setelah sekian lama, mereka mulai menjual barang-barang sembako yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Selain menjual barang-barang keperluan sehari-hari, para pedagang sembako ini juga menjual keperluan lainnya yang sering digunakan seperti minyak tanah, bensin, dan solar. Pada perkembangan berikutnya mulai berdiri bangunan-bangunan atau ruko yang menjadi tempat untuk orang-orang Tionghoa berdagang. Peralihan profesi dilakukan karena adanya peluang kerja pada bidang ekonomi.

(17)

lebih pada akhir abad ke-18.2 Hal ini membuat mereka menetap di tempat-tempat yang disinggahi. Pulau Kalimantan merupakan pulau yang mayoritas masyarakatnya adalah orang-orang Dayak dan merupakan salah satu pulau yang ditempati oleh masyarakat Tionghoa.

Awal datangnya masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat adalah untuk bekerja di pertambangan emas dan perkebunan, tempat pertama yang mereka singgahi adalah kota Sambas. Penyebaran masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat berawal dari kota Sambas dan menyebar ke kota-kota lainnya termasuk di kota Nanga Pinoh yang sekarang menjadi Kabupaten Melawi. Penerimaan masyarakat Dayak terhadap pendatang dari luar pulau sangat baik tergantung pada sikap pendatang kepada mereka.

Penerimaan yang baik juga berlaku kepada orang Tionghoa yang datang dan menetap di pulau Kalimantan khususnya di daerah Melawi mereka datang kurang lebih pada awal abad ke-19. Penerimaan yang baik merupakan penghargaan tersendiri bagi para pendatang baru.

Masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi sangat menarik, mengapa bisa demikian? karena masyarakat Tionghoa yang berada di Kabupaten Melawi berbeda dengan masyarakat Tionghoa yang berada di Pontianak dan kota-kota lain. Perbedaan tersebut dikarenakan mereka tidak saja berdagang tetapi juga memiliki kebun dan peternakan. Untuk menggarap kebun dan peternakan, orang Tionghoa biasanya mengandalkan masyarakat Dayak untuk menggarap dan

2

(18)

mengurus ternak, terkadang mereka melakukannya sendiri. Kepercayaan terhadap masyarakat setempat sudah ada sejak mereka datang dan menetap di kabupaten Melawi. Kerjasama seperti mengurus ternak dan kebun yang dilakukan tidak semata-mata untuk mencari penghasilan saja, tetapi untuk menjalin relasi yang lebih baik.

Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004-2008 ini dipilih karena untuk melihat perubahan-perubahan dan perkambangan yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun dalam berbagai bidang seperti bidang ekonomi yang menjadi pokok penelitian ini.

I.2. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

I.2.1. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas dapat di buat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana dinamika perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi ?

b. Bagaimana relasi sosial ekonomi antara orang Tionghoa dengan masyarakat setempat ?

I.2.2. Ruang Lingkup

(19)

merupakan rencana awal akan didirikannya sebuah kabupaten baru yaitu Kabupaten Melawi, berserta berbagai keinginan masyarakat seperti keinginan untuk mendirikan kabupaten sendiri dan mandiri setelah lepas dari Kabupaten Sintang. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tahun 2004 dipilih sebagai awal dari penelitian ini. Sedangkan tahun 2008 dipilih sebagai akhir dari penelitian ini karena penelitian ini akan melihat perkambangan perekonomian yang terjadi di dearah Melawi terutama perdagangan sembako masyarakat Tionghoa, apakah semakin meningkat atau tidak. Hal tersebut merupakan perkembangan perekonomian masyarakat khususnya masyarakat Tionghoa yang berada di Melawi. Kurun waktu lima tahun ini akan digunakan sebagai penjelas bagaimana perkambangan itu terjadi. Adapun perubahan waktu dapat terjadi setelah penelitian ini dilakukan lebih lanjut.

Awalnya Melawi tergabung dalam kabupaten Sintang, seiring banyaknya keinginan masyarakat untuk mendirikan kabupaten sendiri dan melalui pertimbangan yang cukup lama pada akhirnya bertepatan pada tahun 2004 Melawi diresmikan menjadi kabupaten dengan Bupati pertama Drs. Suman Kurik, M.M.3

Tahun 2004 adalah periode pertama Melawi menjadi Kabupaten. Sama seperti kabupaten-kabupaten lainnya, Kabupaten Melawi juga mengalami perubahan-perubahan yang cukup mencolok baik dibidang pemerintahan, sosial budaya dan ekonomi. Secara khusus dibidang ekonomi perkembangannya pun secara perlahan mulai tampak.

3

(20)

Tahun 2005, mulai banyak berdiri tempat untuk berjualan sembako di Melawi sampai di kecamatan bagian dalam. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penjualan barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dan orang-orang Tionghoa juga banyak yang pindah ke setiap kecamatan tersebut.

Tahun 2006, penjualan sembako juga dilakukan melalui jalur sungai Melawi menggunakan kapal bandong untuk membawa barang-barang sembako. Orang Tionghoa merupakan pelaku utama dalam penjualan menggunakan kapal bandong ini.

Tahun 2007, perdagangan sembako yang dilakukan oleh orang Tionghoa mulai menyebar sampai di pedalaman, dan untuk menjual barang sembako dipedalaman mereka menggunakan motor yang diberi keranjang agar dapat mengakses ke tempat tersebut.

Tahun 2008, penyebaran masyarakat Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang sembako sudah mulai banyak dan hampir di setiap kecamatan dapat dijumpai masyarakat Tionghoa yang berasal dari berbagai daerah seperti Sintang, Sepauk, Singkawang, dan Nanga Pinoh.

Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Untuk observasi, wawancara dan studi pustaka dilakukan di Kota Nanga Pinoh dan Pontianak untuk melakukan studi arsip.

I.3. Tujuan Penulisan

Penelitian ini, bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana “Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi Kalimantan

(21)

dengan masyarakat di Kabupaten Melawi. Jika diuraikan lebih detail, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Secara akademis, penelitian ini menjelaskan bagaimana relasi sosial-ekonomi yang terjadi didalam bidang sosial-ekonomi.

b. Secara praktis, penelitian ini menjelaskan bagaimana hubungan timbal balik yang terjadi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Kabupaten Melawi.

I.4. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian sejarah ekonomi Indonesia, khususnya yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di daerah kalimantan dan memberikan sumbangan informasi tentang tradisi dan kebudayaan masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Memberi informasi bagi masyarakat Tionghoa itu sendiri, masyarakat daerah setempat dan untuk para pedagang mengenai cara berdagang sembako masyarakat Tionghoa.

I.5. Kajian Pustaka

Sampai penulisan ini dilakukan, tidak ada sebuah buku pun yang menuliskan tentang “Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa” meski ada

(22)

Hendri Gunawan dengan judul Resiprositas dan Patronase: Jejaring Pengusaha Tionghoa di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara 1965-2013. Buku ini memaparkan bagaimana terjadinya relasi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat SITARO Sulawesi Utara, dikatakan juga bahwa selain menjalin relasi tersebut, mereka juga melakukan pertukaran jasa seperti masyarakat setempat menjual hasil bumi mereka kepada masyarakat Tionghoa yang pada posisi ini sebagai pembeli dan pemborong.

Pada bagaian awal buku ini menjelaskan bagaimana latar belakang terjadinya penelitian yang dilakukan oleh Hendri Gunawan mengenai jejaring pengusaha Tionghoa di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara. Banyaknya data-data yang diperlukan untuk penelitian ini dihasilkan melalui berbagai cara yang digunakan dalam penentuan sumber yang dapat dipercaya, mengerti keadaan ditempat tersebut, observasi langsung, kedekatan emosional, serta melakukan wawancara dengan orang-orang yang dianggap dapat membantu dalam penelitian ini.

(23)

Bagian ketiga, menjelaskan aktivitas perekonomian atau perdagangan yang telah ditekuni oleh masyarakat Tionghoa tidak hanya sebatas menyediakan dan menjual kebutuhan pokok saja, melainkan menjadi pembeli dan penampung hasil bumi terutama pala, kopra dan hasil laut. Dari aktivitas perdagangan ini kemudian menciptakan jejaring relasi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat lokal yang didasarkan pada kebutuhan saling memerlukan satu dengan yang lainnya, serta jejaring ini pula yang memudahkan terjadinya proses pembauran antara mereka.

Pada bagian keempat dan kesimpulan buku ini menjelaskan bahwa hubungan antara pengusaha dan pedagang Tionghoa terbentuk dalam relasi resiprositas, urusan dagang tidak hanya sekedar istilah “ada uang ada barang” melainkan juga saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Buku yang ditulis oleh Julianto Ibrahim dengan judul OPIUM DAN REVOLUSI: Perdagangan dan Penggunaan Candu di Surakarta Masa Revolusi (1945-1950), Tahun 2013. Buku ini menjelaskan bagaimana usaha orang-orang cina dalam berbisnis candu pada masa Revolusi Indonesia. Selain menkonsumsi sendiri dan dijual, mereka juga menjadikan candu sebagai bisnis yang menguntungkan. Surakarta pada masa itu merupakan salah satu daerah yang banyak sekali terdapat bandar-bandar candu.

Buku yang ditulis oleh Mery Somers Heidhues dengan judul Penambang Emas, Petani, dan Pedagang di “Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat, tahun 2008.

(24)

Kebanyakan dari mereka bukanlah pedagang yang sukses, melainkan pedagang kecil, pemilik toko, nelayan dan petani.

Mary Somers mengatakan, “orang Tionghoa di Kalimantan Barat bukan “penyinggah” atau orang-orang yang hanya tinggal untuk sementara, karena Orang Tionghoa di Kalimantan Barat mempertahankan kebudayaan asli mereka”.

Selain itu mereka juga masih menggunakan bahasa Tionghoa secara turun termurun. Hal ini lah yang membuat mereka berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya dalam segi penggunaan bahasa sehari-hari. Dikarenakan kebanyakan etnis Tionghoa yang berada di pulau Jawa, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah di tempat mereka bermukim untuk berkomunikasi dengan sesama etnis Tionghoa.

(25)

pedalaman Fujian datang ke Kalimantan Barat dengan penggunaan bahasa yang sama. Kelompok Hakka merupakan kelompok perintis yang tinggal di perkampungan dan daerah pertambangan untuk bekerja sebagai penambang, berladang dan juga menjadi pedagang kecil. Berbeda halnya dengan kelompok Teochiu yang lebih memilih untuk tinggal di perkotaan untuk berdagang, bahkan kini kelompok Teochiu membentuk populasi terbesar etnis Tionghoa di kota Pontianak dan daerah Selatan Pontianak. Kelompok Hakka sendiri menempati daerah Utara kota Pontianak. Sejak tahun 1811 Pontianak merupakan kota transit orang-orang Tionghoa ketika datang ke Kalimantan Barat, yang nantinya akan menyebar ke daerah-daerah pedalaman sekitarnya. Kebanyakan para buruh Tionghoa menghabiskan uangnya untuk membeli makanan-makanan enak, berjudi dan menghisap candu. Hanya sedikit buruh yang menabung hasil kerjanya untuk biaya kepulangan mereka ke Tiongkok atau mengirim uang kepada keluarganya di sana.

(26)

Dari pembacaan yang dilakukan terhadap sumber diatas, dapat dilihat bahwa penulis buku tentang perdagangan etnis Tionghoa di Indonesia berusaha untuk membuktikan bahwa etnis Tionghoa selalu dekat dengan perdagangan.

I.6. Landasan Teori

Untuk mendukung penelitian tentang “Perdagangan Sembako Masyarakat

Tionghoa di Kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004-2008”, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi lebih spesifik mengenai interaksi sosial. Pendekatan ini digunakan karena perdagangan sembako memerlukan interaksi antara penjual dan pembeli, interaksi ini sangat penting bukan saja didalam perdagangan sembako melainkan juga untuk setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia pasti akan menggunakan interaksi sebgai sarana berkomunikasi antar sesama mahluk hidup.

Interaksi sosial merupakan gambaran tentang proses berhubungan yang saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Pengertian interaksi sosial adalah sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.4 Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas sosial, menyangkut hubungan antara individu, individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.

Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara

4

(27)

aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.

Syarat Terjadinya Interaksi Sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu :

a. Kontak sosial

Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.

b. Komunikasi

Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa faktor berikut ini.

a. Sugesti

(28)

b. Imitasi

Imitasi adalah tindakan atau usaha untuk meniru tindakan orang lain sebagai tokoh idealnya. Imitasi cenderung secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang. Imitasi pertama kali akan terjadi dalam sosialisasi keluarga. Misalnya, seorang anak sering meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya seperti cara berbicara dan berpakaian. Namun, imitasi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya terutama lingkungan di sekolah. Karena seseorang (terutama saat seseorang sudah menginjak usia remaja) cenderung lebih sering di sekolah dan bersosialisasi dengan temannya dengan berbagai macam kebiasaan.

c. Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh yang lebih dalam dari sugesti dan imitasi karena identifikasi dilakukan oleh seseorang secara sadar. Contoh identifikasi: seorang pengagum berat artis terkenal, ia sering mengidentifikasi dirinya menjadi artis idolanya dengan meniru model rambut, model pakaian, atau gaya perilakunya dan menganggap dirinya sama dengan artis tersebut.

d. Simpati

(29)

e. Empati

Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan secara efektif dan seseorang atau orang lain dalam kondisi yang sebenar-benarnya, seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tersebut seperti rasa senang, sakit, susah, dan bahagia. Empati hampir mirip dengan sikap simpati. Perbedaannya, sikap empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional. Contoh empati adalah saat kita turut merasakan empati terhadap masyarakat Yogyakarta yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.

f. Motivasi

Motivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu yang lain sedemikian rupa sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional, dan penuh tanggung jawab. Contoh motivasi adalah guru yang memberikan motivasi kepada siswa supaya siswanya semakin giat belajar.

Tidak selamanya interaksi berjalan sesuai dengan rencana. Kontak sosial yang berlangsung kadang-kadang dapat berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan, namun sebaliknya suatu interaksi akan mengalami gangguan dan bahkan terhenti seandainya terjadi hal-hal berikut:

(30)

pihak-pihak yang saling berinteraksi. Salah satu pihak-pihak atau keduanya tidak bersedia lagi mengadakan interaksi.

Jenis - jenis interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Interaksi antara individu dan individu

Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).

2. Interaksi antara individu dan kelompok

Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisinya.

3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok

Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.

Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial terjadi pada saat itu, mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi yang terjadi antara individu.

(31)

berprofesi sebagai pedagang dengan masyarakat setempat yang menjadi konsumen atau pembeli.

I.7. Metodologi Penulisan

I.7.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Melawi dan beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Melawi, seperti Kecamatan Nanga Pinoh, Menukung dan Ella.

I.7.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah. Metode pengumpulan data pada penelitian Perdagangan Sembako Masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi Kalimantan Barat 2004-2008 ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber tertulis, sumber lisan, studi pustaka, studi arsip dan juga melalui wawancara serta observasi.

I.7.3. Metode Pencarian Data

Sumber tertulis akan diperoleh dari buku, koran, jurnal, ataupun internet yang berkaitan dengan topik penelitian.

Studi pustaka dan studi arsip akan dilakukan di Kota Nanga Pinoh dan Pontianak. Hasil dari studi pustakan dan studi arsip ini akan dipergunakan untuk mendukung penulisan penelitian ini.

(32)

wawancara ini akan cermati lebih lanjut agar bisa menjadi data pendukung dari penelitian ini.

Observasi akan dilakukan di Kota Nanga Pinoh dan beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Melawi guna untuk mengetahui tempat-tempat yang akan dipergunakan untuk mengerjakan penelitian ini. Hasil dari observasi ini akan digunakan sebagai lokasi pendukung dari penelitian ini berlangsung.

Sumber lisan akan dilakukan dengan beberapa orang yang menjadi pelaku dari perdagangan sembako ini. Hasil dari sumber lisan ini akan digunakan untuk penulisan penelitian ini.

Data-data yang didapat baik dari studi pustaka maupun transkrip wawancara dan kuisioner oleh peneliti kemudian diuji dan dianalisis secara kritis, supaya hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan.5 Data yang berupa buku-buku yang diperoleh dari perpustakaan kemudian diperbandingkan dengan sumber lain, sehingga data-data tersebut dapat dipercaya.6

I.8. Sistematika Penulisan

Penulisan ini akan dibagi menjadi lima bab. Pada setiap bab akan dijelaskan mengenai topik diatas. Adapun pembagian bab dan sub-bab sebagai berikut:

5

Louis Gottschalks. Mengerti sejarah. UI, Jakarta, 1985. Hlm. 32 6

(33)

BAB I Pendahuluan. Berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kajian pustaka, landasan teori, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Kabupaten Melawi Selintas, [berisi tentang sejarah Kabupaten Melawi, Demografi (komposisi penduduk, tingkat pendidikan, Mata Pencaharian penduduk).

BAB III Perdagangan Sembako masyarakat Tionghoa. Pada bab ini menjelaskan bagaimana proses perdagangan sembako masyarakat Tionghoa dapat berjalan tanpa dipengaruhi oleh iklim dan letak geografis tempat tersebut.

BAB IV Hubungan masyarakat lokal dengan masyarakat Tionghoa. Pada bab ini dijelaskan hubungan yang terjalin antara masyarakat lokal dengan masyarakat Tionghoa sehingga dapat terjadi kerjasama diantara keduanya, dan berbagai tanggapan yang muncul dari pandangan masyarakat setempat mengenai perdagangan sembako yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa.

(34)

BAB II

KABUPATEN MELAWI SELINTAS II.1. Kabupaten Melawi

Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia. Adapun beberapa provinsi yang ada di Kalimantan sebagai berikut Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Pembahasan bab ini terlebih dikhususkan di Kalimantan Barat.

Sintang adalah salah satu kabupaten yang berada di Kalimantan Barat. Nanga Pinoh termasuk dalam kabupaten Sintang dan menjadi kota kabupaten paling akhir dari Kalimantan Barat.1 Kabupaten Melawi adalah kabupaten yang baru terbentuk dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Sintang pada tahun 2004.

Pada awalnya Melawi menjadi bagian dari kabupaten Sintang, seiring banyaknya keinginan masyarakat Nanga Pinoh untuk mendirikan kabupaten sendiri dan melalui pertimbangan yang cukup lama pada akhirnya bertepatan pada tahun 2004 Melawi diresmikan menjadi kabupaten dengan Bupati pertama Drs. Suman Kurik, MM. Hal ini memang baru di telinga masyarakat Kalimantan Barat karena mereka lebih mengetahui Nanga Pinoh dibandingkan dengan Melawi.2

1

J.U. Lontaan. Sejarah – Hukum Adat Dan Adat Istiadat Kalimantan – Barat. Bumirestu, Jakarta, 1975. Hal. 208.

2

(35)

Pembentukan Kabupaten Melawi tersebut bertujuan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Tahun 2004 adalah periode pertama Melawi menjadi Kabupaten. Sama seperti kabupaten-kabupaten lainnya, Kabupaten Melawi juga mengalami perubahan-perubahan yang cukup mencolok baik di bidang pemerintahan, sosial budaya dan ekonomi. Perbaikan diberbagai bidang pun dilakukan agar perkambangan kedepannya semakin membaik.

Tahun 2005, pemerintah daerah memusatkan perhatiannya untuk perbaikan jalan menuju ke kecamatan-kecamatan kecil bagian dalam dan mulai banyak berdiri tempat-tempat yang akan digunakan untuk berjualan seperti bahan pangan, sandang dan papan di Melawi sampai di kecamatan bagian dalam. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penjualan barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

(36)

Tahun 2007 merupakan tahun ketiga Melawi menjadi Kabupaten, perkembangan dan perbaikan di segala bidang sudah memadai. Serta di tahun 2008 khususnya di bidang perekonomian para pedagang sudah menyebar sampai ke pedalaman atau kecamatan-kecamatan bahkan masyarakat Tionghoa pun mulai menyebar juga sampai di setiap kecamatan-kecamatan di Kabupaten Melawi.

Pada perkembangan saat ini, pemanfaatan lahan selalu dilakukan agar perkembangan diberbagai bidang bisa mencukupi akan kebutuhan masyarakat dengan latar belakang ekonomi yang berbeda.

Setelah pembentukan Kabupaten, berbagai pembaharuan dan penerimaan pun dilakukan guna untuk membantu perkembangan di Kabupaten Melawi. Penerimaan terhadap para pendatang mulai mengalami peningkatan, yang awalnya hanya masyarakat Tionghoa dan Melayu pada masa perkembangan dan pembaharuan ini menjadi sangat banyak seperti di desa Belimbing. Desa Belimbing ini bermayoritaskan masyarakat Flores dan Jawa yang datang untuk bekerja di perkebunan sawit.

II.2. Penduduk Kabupaten Melawi

(37)

kecamatan-kecamatan yang ada di Nanga Pinoh itu sendiri.3 Hal terjadi karena banyaknya pendatang sehingga secara tidak langsung hal tersebut menjadi penyebab masyarakat Dayak lebih memilih tinggal di setiap kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Melawi. Tetapi penerimaan mereka terhadap pendatang sangat baik, bahkan ada diantara mereka yang menikah dengan para pendatang tersebut.

Perkembangan berikutnya para pendatang yang datang dari luar pulau Kalimantan barat bukan hanya masyarakat Tionghoa dan melayu, akan tetapi masyarakat Flores, Jawa, Batak, dan Padang juga bertransmigrasi ke Kabupaten Melawi. Para pendatang ini memanfaatkan potensi alam dan luas wilayah Kabupaten Melawi untuk bekerja diperkebunan, khususnya perkebunan sawit.

Seiring berkembangnya tingkat pendidikan di Indonesia sekarang ini, masyarakat di Kabupaten Melawi sudah mulai banyak yang menempuh pendidikan sampai ke tingkat S1 bahkan sampai ke tingkat S2 dan S3.4 Kebanyakan anak-anak yang berasal dari Kabupaten Melawi melanjutkan pendidikan ke tingkat S1 di kota-kota besar seperti Pontianak, Yogyakarta, Solo, Madiun, Semarang dan ada yang sampai ke Luar Negeri.5 Tingkat pendidikan masyarakat Melawi secara umur sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat, karena kemauan untuk berpendidikan sudah mulai banyak.

3

http://habibpadilah.blogspot.com/2012/12/asal-mula-nama-nanga-pinoh-dan-sejarah_7234.html. Diunduh tanggal: 8 juni 2015. 11:37 WIB.

4

Badan Pusat Statistik Kabupaten Melawi Tahun 2008

5

(38)

Tabel dibawah ini akan menunjukan tingkat pendidikan menurut wilayah atau setiap kecamatan yang berada di Kabupaten Melawi.6

6

(39)

Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Wilayah dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Kabupaten Melawi Perkotaan + Perdesaan | Laki-laki + Perempuan

Nama

(40)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Melawi bisa dibilang sudah mulai memadai seiring berkembangnya teknologi dan sadarnya masyarakat mengenai pentingnya pendidikan pada masa sekarang ini.

Sadar akan pendidikan pada masa sekarang ini banyak sekali membantu anak-anak yang memiliki kemauan untuk sekolah ketingkat yang lebih lanjut mendapatkan pendidikan yang mereka inginkan. Dengan harapan mereka dapat memajukan daerahnya dengan pendidikan yang telah mereka dapatkan semasa sekolah baik ditingkat lanjut ataupun ditingkat sarjana.

Perkembangan teknologi dan informasi pada masa kini membuat pendidikan sangatlah penting bagi setiap individu, hal ini juga dirasakan oleh masyarakat kabupaten Melawi. Pendidikan adalah fondasi utama untuk menghadapi masa global yang sangat berkembang saat ini, jika dimulai sejak usia dini maka anak-anak yang berada di daerah kecamatan bagian dalam tidak akan tertinggal dengan anak-anak yang bersekolah di daerah perkotaan. Untuk pendidikan di kabupaten Melawi pada saat ini sudah merata dari daerah kabupaten sampai ke kecamatan bagian dalam.

(41)

jerih payah dan perjuangan mereka yang hanya memiliki pekerjaan sebagai petani dan pekebun.

II.3. Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Melawi

Wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebagian besar berupa dataran rendah yang dikelilingi sungai, baik sungai besar dan sungai kecil. Dengan wilayah daratannya yang sangat luas menyebabkan mata pencaharian penduduknya sangat beragam. Wilayah tempat tinggal penduduk yang menyebar secara tidak merata menyebabkan mata pencaharian masyarakat cukup beragam dan wilayah mata pencaharian juga tidak terkonsentrasi pada satu wilayah. Namun demikian, sebagian besar penduduk yang tinggal di wilayah Kabupaten Melawi bekerja di bidang pertanian, yang meliputi kehutanan, perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan.

Mengandalkan sungai sebagai sarana merupakan kebiasaan bagi masyarakat Kabupaten Melawi terlebih khusus yang berada di kecamatan-kecamatan, dimana dengan menggunakan sungai mereka bisa mencari ikan, membuat tambak untuk memelihara ikan, berjualan buah musiman seperti durian, tengkawang, dan cengkeh ke kecamatan lainnya yang berada tidak jauh dari kecamatan mereka. Rumah apung biasanya digunakan sebagai terminal speed boat7 dan juga sebagai tempat untuk berjualan barang-barang keperluan sehari-hari.

7

(42)

Di daerah Nanga Pinoh, mata pencaharian masyarakatnya adalah berdagang. Dimana kebanyakan masyarakat yang tinggal di Nanga Pinoh adalah masyarakat Tionghoa, sehingga berdagang adalah prioritas utama mereka. Ada juga yang memiliki toko material bangunan, bengkel, mini market, toko alat-alat olahraga, dan rumah makan.

Selain dari berdagang dan mencari ikan, ada juga yang bekerja di pertambangan emas, berladang, dan berkebun. Pertambangan emas khususnya di Kabupaten Melawi ini tidaklah menetap, melainkan berpindah dari satu tempat ketempat lain. Ada dua jenis pertambangan emas yaitu darat dan sungai. Pertambangan emas yang menggunakan jalur darat biasanya menyemprotkan air ke tanah sehingga membentuk seperti gua, sedangkan pertambangan emas yang menggunakan jalur sungai menggunakan mesin penghisap pasir untuk mengambil emas dari dasar sungai. Pada saat ini kedua jenis pertambangan emas tersebut masih sering digunakan sampai sekarang. Berladang dan berkebun adalah mata pencaharian pokok masyarakat di Kabupaten Melawi khususnya di kecamatan-kecamatan.

(43)

susah. Sehingga dengan demikian masyarakat bisa mengurusi kedua lahan tersebut sekaligus.

Meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi mata pencaharian setiap tahunnya. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya kekurangan lapangan pekerjaan, meningkatnya perekonomian masyarakat, dan bertambahnya tingkat pendidikan. Dan hal-hal tersebut selalu menjadi masalah utama beberapa tahun belakangan. Secara khusus didalam bidang perekonomian dan mata pencaharian masyarakat di kabupaten Melawi bisa mengandalkan sarana kekayaan alam, lahan yang telah tersedia, dan berbagai sarana lainnya yang bisa mereka gunakan untuk bertahan hidup dan mencari nafkah untuk keluarga mereka.

Mata pencaharian yang telah disebutkan di atas adalah mata pencaharian sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Melawi, dan sampai saat ini masih dilakukan. Pemanfaatan lahan untuk bertani, berkebun, penambangan emas, dan lain-lainnya ini dilakukan dengan tekun oleh mereka. Mereka juga mengolah lahan perkebunan dan ladang agar hasil yang akan dipanen juga sesuai dengan keinginan mereka.

II.4. Wilayah Kabupaten Melawi

Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten ini terletak di antara garis 07°-1020° Lintang Selatan dan 1117°-11227° Bujur Timur.8 Wilayah Kabupaten Melawi

8

(44)

dilihat dari letak geografisnya, terletak di antara beberapa wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sintang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sintang

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ketapang

Pada awal berdirinya, Kabupaten Melawi terdiri dari 7 kecamatan, 82 desa dan 292 dusun, yang kemudian dilakukan pemekaran beberapa kecamatan baru yang dibentuk berdasarkan Perda No. 32 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kecamatan Pinoh Utara, Kecamatan Pinoh Selatan, Kecamatan Belimbing Hulu dan Kecamatan Tanah Pinoh Barat, sehingga sekarang ini Kabupaten Melawi terdiri dari 11 kecamatan, 169 desa dan 525 dusun, dimana kecamatan terluas adalah Kecamatan Sokan dengan luas 1.577,2 km2 atau 14,83% dari luas Kabupaten Melawi (10.640,8 km2), sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Belimbing Hulu dengan luas 454,0 km2 atau 4,27% dari luas Kabupaten Melawi.9

II.5. Peta dan Demografi Peta

Awalnya Kabupaten Melawi memiliki 7 kecamatan yaitu kecamatan Nanga Pinoh, kecamatan Ella, kecamatan Tanah Pinoh, kecamatan Belimbing, kecamatan Sokan, kecamatan Sayan dan kecamatan Menukung. Pada saat ini

9

(45)

sudah menjadi 11 kecamatan dan jarak antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya memiliki jarak tempuh yang cukup jauh. Pada perkembangannya jarak bukanlah menjadi masalah karena alat transportasi sudah memadai sehingga untuk menempuh perjalanan dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya tidak lagi seperti dulu.

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Melawi

Sumber : http://loketpeta.pu.go.id/assets/cms/uploads/images/media-peta/peta-infrastruktur/pii-6100/6110_2008.gif. Diunduh tanggal 26 maret 2016. 01.30 WIB

Dari peta di atas dapat dilihat bahwa jarak antara satu kecamatan dengan kecamatan lain sangatlah jauh dan harus menempuh perjalanan selama berjam-jam agar bisa sampai ke setiap kecamatan-kecamatan tersebut.

(46)

yang sama. Saat musim kemarau dan hujan, kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari tetap berjalan, kecuali saat hujan lebat sehingga menyebabkan banjir dan kegiatan mereka seperti bertani otomatis terhenti karena lahan mereka biasanya terendam oleh air.

Demografi

Perkembangan penduduk di suatu daerah bisa menjadi potensi sekaligus permasalahan bagi daerah tersebut. Permasalahan yang paling esensial adalah berkaitan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas penduduk yang masih rendah, penyediaan lapangan usaha serta penyediaan bahan pangan. Faktor yang sangat umum yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di suatu daerah antara lain adalah angka kematian, angka kelahiran, dan angka migrasi. Kejadian ini biasa disebut dengan kejadian vital penduduk.

Jelasnya mengenai perkembangan penduduk Kabupaten Melawi dapat dilihat dari tabel berikut ini :10

10

(47)

Tabel 1.2.

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Melawi 2010

Apabila dilihat dari perbandingan jumlah penduduk antar kecamatan, jumlah penduduk Kecamatan Nanga Pinoh lebih besar dibandingakan dengan kecamatan-kecamatan lain yang ada di Kabupaten Melawi, hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan penduduk Kabupaten Melawi untuk menetap dan bertempat tinggal di Ibukota Kabupaten lebih banyak dari pada yan memilih tinggal di kecamatan-kecamatan.

Jumlah penduduk terbanyak yakni Kecamatan Nanga Pinoh yaitu sebesar 39,604 jiwa dan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Belimbing Hulu yaitu sebesar 8,687 jiwa. Total jumlah penduduk Kabupaten Melawi sebesar 178,645 jiwa. Dengan adanya jumlah penduduk yang tidak merata menandakan tingkat kepadatan penduduk pada ibukota kabupaten lebih banyak dikarenakan masyarakat lebih menyukai tinggal di ibukota kabupaten dari pada kota kecamatan.

(48)

berlumpur. Hal inilah yang membuat masyarakat lebih memilih tinggal di ibukota kabupaten daripada mereka harus menempuh perjalanan yang cukup lama dengan keadaan jalan yang bisa dikatakan cukup rusak untuk dilalui oleh kendaraan-kendaraan roda dua dan empat.

Untuk kejelasan mengenai jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Melawi dapat di lihat pada tabel berikut :11

Tabel 1.3.

JUMLAH PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK KABUPATEN MELAWI TAHUN 2008

No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Penduduk Laki – Laki Perempuan

1. Kecamatan Belimbing 10,513 9,678 20,191 2. Kecamatan Nanga

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Melawi 2010

Dari hasil registrasi penduduk tahun 2009 secara keseluruhan penduduk Kabupaten Melawi lebih banyak penduduk masuk dari penduduk yang pindah.

11

(49)

Dari komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Melawi jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan komposisi 91,529 jiwa laki-laki dan 87,116 jiwa penduduk perempuan.

Dilihat dari beberapa tabel mengenai perkembangan penduduk di Kabupaten Melawi, dapat kita lihat bagaimana laju pertumbuhan penduduk sangatlah mempengaruhi jumlah perkembangan penduduk selalu meningkat dan ini akan berakibat terhadap lahan tempat tinggal, lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan, dan perekonomian. Dan juga terjadi peningkatan dibidang pendidikan dan jumlah perekonomian setiap tahunnya.

Sampai saat ini perkembangan dan jumlah penduduk yang berada di kabupaten Melawi sangatlah meningkat pesat, dapat dilihat pada tabel-tabel di atas. Dan tidak sedikit dari anak-anak dan orang dewasa yang merantau untuk mencari lapangan pekerjaan yang lebih baik dan luas, sebab di kabupaten Melawi lapangan pekerjaannya sudah mulai penuh dan sidikit rumitnya untuk dapat bekerja disana membuat hal tersebut harus terjadi. Anak-anak yang melanjutkan sekolah juga banyak melanjutkan pendidikan mereka di luar pulau Kalimantan dengan anggapan bahwa di luar pulau Kalimantan mereka dapat hidup dan belajar lebih baik jika dibandingkan dengan pendidikan mereka yang berada di pulau Kalimantan.

(50)
(51)

BAB III

PERDAGANGAN SEMBAKO MASYARAKAT TIONGHOA

DI KABUPATEN MELAWI

III.1. Awal Peralihan Profesi

Perpindahan suatu bangsa ke negara lain biasanya dilakukan untuk

mencari kehidupan yang lebih baik. Ada beberapa alasan yang menjadi faktor

utama sehingga mereka melakukan migrasi ke negara lain. Seperti wilayah

geografis yang kurang menguntungkan untuk bercocok tanam, tanah/lahan yang

tandus, mengalami kekeringan, tekanan politik dan ekonomi, dan lain sebagainya

menjadi alasan utama yang membuat mereka migrasi ke daerah/negara lain.

Adapun keterkaitan dengan situasi dan kondisi negara yang sedang merosot akibat

perang maupun bencana alam juga menjadi alasan untuk bermigrasi.

Pada abad IV, orang-orang Tionghoa telah berlayar ke Indonesia untuk

melakukan kegiatan perdagangan. Rute pelayaran para orang Tionghoa untuk

melakukan kegiatan perdagangan itu adalah dengan menyusuri pantai Asia Timur

dan pulang melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan menggunakan angin

musiman.1

Pada abad VII, hubungan antara Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah

semakin sering terjadi, tetapi belum ada yang menetap dan lama kelamaan

(52)

Pada abad XVII, bangsa Tionghoa hijrah ke Kalimantan Barat dengan

menempuh dua rute. Rute pertama melalui Indocina untuk berlayar menuju ke

Malaya dan menyebar ke pantai Sumatera Timur, Kepulauan Bangka-Belitung

serta pantai Kalimantan Barat, terutama pantai Sambas dan Mempawah. Rute

kedua melalui Kalimantan bagian Utara berlayar untuk ke daerah Paloh dan

Sambas kemudian ke pedalaman Sambas dan Mempawah Hulu, hal ini dilakukan

guna untuk penggalian dan mendapatkan tambang-tambang emas.3

Kurang lebih pada abad XVIII, imigran dari Tiongkok datang

besar-besaran untuk kepentingan pertambangan emas, karena pada masa itu pemerintah

Sambas dan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang Tionghoa sebagai

tenaga wajib rodi untuk dipekerjakan disetiap tambang-tambang emas yang ada di

Kalimantan Barat. Rombongan dari Tiongkok yang datang ke daerah Kalimantan

Barat adalah “KONGSI” dengan tujuan utamanya adalah mencari emas. Seiring

berkembangannya perkongsian-perkongsian dari orang Tionghoa, hal ini secara

tidak langsung mengusir orang-orang Dayak yang daerahnya dikuasai oleh

perkongsian Tionghoa. Akhirnya orang-orang Dayak pindah ke daerah yang lebih

aman dan jauh dari orang-orang Tionghoa.4

Kedatangan para imigran Tionghoa ke Indonesia dibagi menjadi beberapa

(53)

Kwantung.5Kelompok-kelompok ini dibedakan berdasarkan perbedaan kultur

golongan-golongan subetnis seperti Hokkien, Hakka dan Canton.6 Berikut adalah

orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia yang dibedakan kedalam

beberapa golongan, yaitu :

1. Hokkien, merupakan suku bangsa yang berasal dari provisi Fukien atau

Fujien, Tiongkok bagian selatan. Golongan ini merupakan suku bangsa

yang pertama kali datang dan menetap di Jawa. Golongan ini merupakan

golongan terbesar hingga abad ke-19, dan biasanya mereka bekerja

sebagai pedagang maupun buruh.

2. Teochiu, adalah suku bangsa yang berasal dari daerah orang-orang

Hokkien. Mereka tinggal di pedalaman Swatow dan sepanjang barat daya

kota pelabuhan. Di Indonesia mereka tinggal di sepanjang pantai

Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat terutama di Pontianak.

Biasanya mereka bermata pencaharian sebagai petani, pedagang sayur dan

pertanian komersial lainnya.7

3. Hakka atau Khek. Orang-orang Hakka berasal dari wilayah utara

Kwantung, yaitu suatu daerah yang berbukit-bukit dan tidak begitu subur.

Di Indonesia, mereka banyak menetap di Pulau Sumatera, Bangka dan

5

Puspa Vasanty. “Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia”, dalam

Koentjaranigrat. Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan, Jakarta, 1993, hal. 353.

6

G. William Skinner. “Golongan Minoritas Tionghoa”, dalam Melly G. Tan (ed). “Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa. PT. Gramedia, Jakarta, 1979, hal. 6.

7

(54)

beberapa wilayah lainnya. Pekerjaan mereka lebih banyak di perkebunan

dan pertambangan.8

4. Kwongfu atau Canton, merupakan suku bangsa yang berasal dari Canton

dan Macao yang kemudian datang dan bermukim di pantai timur dan

selatan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Kedatangan orang-orang

Tionghoa ke Indonesia kebanyakan bekerja di pertambangan timah di

daerah Bangka. Orang-orang Canton lebih terkenal sebagai tenaga tukang

yang terampil dalam membuat perabotan rumah tangga.9

Orang-orang Tionghoa yang tersebar ke Indonesia berasal dari

suku-bangsa yang telah disebutkan di atas. Dan masyarakat Tionghoa yang berada di

kabupaten Melawi kebanyakan berasal dari suku Hakka atau Khek, yang datang

untuk bekerja di pertambangan dan perkebunan. Daerah-daerah yang disebutkan

merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan perdagangan orang

Tionghoa ke seberang lautan. Kepandaian berdagang ini yang ada di dalam

kebudayaan suku-suku Tionghoa telah terwariskan selama berabad-abad lamanya

dan masih tampak jelas pada orang Tionghoa di Indonesia. Di antara

pedagang-pedagang Tionghoa di Indonesia tidak semua suku dari Tiongkok ini berhasil dan

hanya beberapa saja yang berhasil. Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar

dari mereka sangat ulet, tahan uji, hemat, sederhana, tanggung-jawab, kerjasama,

kuat dan rajin.

8

Drs. Hidayat ZM. “Masyarakat Dan Kebudayaan Tionghoa di

Indonesia”. Tarsito, Bandung, 1997, hal. 22.

9

(55)

Keberhasilan sebagai pedagang yang telah diwarisi tentu juga telah

mewariskan sifat-sifat yang dapat mendukung keberhasilan tersebut seperti sifat

disiplin, efisien, energik, fokus, gesit, jeli, kerja keras, kreatif, rajin, ramah, sabar,

semangat, tanggungjawab, tekun, teliti, tepat waktu, teratur, terkendali, dan ulet.

Semua sifat-sifat ini tentu tidak begitu saja dimiliki, tetapi sangat berkaitan

dengan sistem pendidikan panjang sejak lahir (pembudayaan) yang diwarisi oleh

warga Tionghoa.

Rupanya keberhasilan dalam suku-suku pedagang inilah yang menjadi

stempel umum yang dilihat sebagai etos kerja yang perlu diteladani, tanpa

memperhatikan imigran Tionghoa lain, yang berasal dari suku-bangsa lain,

kebanyakan dari mereka tidak berprofesi di dunia perdagangan, dan banyak juga

yang hidup dalam kemiskinan.

Para imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia dalam berbagai golongan

ini menunjukkan bahwa mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda dan

dengan kondisi daerah yang berbeda juga. Kedatangan para imigran Tionghoa ke

Indonesia secara garis besar mempunyai alasan yang sama, yaitu keadaan politik

dan ekonomi yang melanda Tiongkok, sehingga untuk mendapatkan penghidupan

yang lebih baik mereka harus bermigrasi.

Kedatangan Masyarakat Tionghoa ke Indonesia semakin meningkat

setelah munculnya kota-kota dagang di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan wilayah

lainnya. Kota-kota dagang tersebut muncul seiring dengan pertumbuhan

penduduk dan pemukiman orang-orang Tionghoa yang diikuti juga dengan

(56)

Kurang lebih pada abad XVIII/XIX, penyebaran orang-orang Tionghoa di

Kalimantan Barat telah sampai ke pedalaman. Penyebaran terjadi karena

persediaan tambang emas sudah mulai berkurang dan mereka harus segera

mencari tempat-tempat baru untuk mendapatkan emas. Hal ini yang menyebabkan

banyaknya orang-orang Tionghoa yang menetap dan menikah dengan masyarakat

Dayak dan Melayu yang berada dipedalaman dan perkotaan, dengan demikian

penerimaan masyarakat lokal terhadap orang-orang Tionghoa mulai terjadi karena

orang-orang Tionghoa yang datang kepedalaman adalah mereka yang datang

hanya untuk bekerja bukan pemerintah atau pun anggota penting dari

perkongsian.10

Perkembangan setelah kemerdekaan Indonesia, banyak masyarakat Cina

atau sering disebut orang Tionghoa yang menetap dan menjadi warga negara

Indonesia. Mereka yang awalnya bekerja dipertambangan emas dan perkebunan

telah beralih profesi, ada yang menjadi pedagang kecil, pemilik modal usaha, dan

pembisnis. Peralihan profesi ini terjadi karena beberapa faktor seperti mulai

sulitnya mencari lahan untuk pertambangan emas, pemilik lahan pertambangan

yang sudah tidak mengoperasikan pertambangan emas, dan mulai banyak yang

pindah keperkebunan serta usaha lainnya. Terlebih khusus masyarakat Tionghoa

yang berada di kabupaten Melawi, mereka telah beralih profesi dari pekerja

tambang menjadi pemilik modal usaha dan pedagang sembako untuk menghidupi

diri dan keluarga mereka, hal tersebut dilakukan karena untuk bertahan hidup

dengan alasan mencari pertambangan emas sudah sangat sulit untuk dewasa ini.

10

(57)

Seperti jawaban oleh salah seorang narasumber ketika menjawab

pertanyaan mengenai peralihan profesi “Pertambangan emas khsusunya di wilayah Melawi memang sudah sangat banyak dan itu tidak akan bertahan lama,

karena model petambangannya yang masih berpindah-pindah dan juga harus

mencari daerah yang banyak memiliki sumber emasnya. Maka dari itu saya

memilih menjadi pedagang saja dan berdagang sembako juga bisa menghasilkan

uang serta bisa membantu memenuhi keperluan masyarakat sehari-hari”.11Dilihat dari penuturan oleh narasumber, maka peralihan profesi merupakan jalan keluar

bagi masyarakat Tionghoa khususnya yang berada di Kabupaten Melawi,

Kalimantan Barat.

Peralihan profesi dari penambang emas ke pengusaha dan pedagang

adalah cara yang dipilih oleh masyarakat Tionghoa, dan ada juga yang menjadi

pemilik modal untuk membuka usaha disektor ekonomi, seperti menyediakan

tempat yang bisa disewa untuk berjualan buah-buahan, makanan ringan, dan

warung makan. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan lahan yang telah mereka

beli dari pemilik lahan tersebut.

Peralihan profesi ini bukan hanya semata-mata untuk tidak bekerja lagi di

penambangan emas. Peralihan ini dikarenakan faktor ekonomi pada masa itu dan

untuk memperbaiki hal tersebut, masyarakat Tionghoa yang berada di Kabupaten

Melawi beralih profesi dari penambang emas menjadi pedagang sembako.

Penambangan emas masih dilakukan tetapi tidak sesering seperti sebelumnya.

11

(58)

Kesadaran akan pentingnya kebutuhan hidup sehari-hari, maka berdagang atau

berjualan sembako menjadi alternatif utama bagi masyarakat Tionghoa yang

berada di Kabupaten Melawi.

III.2. Pencapaian dan Hambatan

Setiap pekerjaan pasti akan memiliki cara bagaimana untuk mencapai hasil

yang maksimal dan juga memiliki cara untuk mengatasi hambatan didalam

mencapai hasil tersebut. Pencapaian merupakan hasil dari setiap usaha dan

pekerjaan yang telah diusahakan dari awal atau mulai berdirinya usaha tersebut.

Sedangkan hambatan merupakan hal yang terjadi dan pasti dirasakan oleh semua

kalangan masyarakat yang memiliki usaha dibidang apa pun maupun tidak

memiliki usaha.

Masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat memang selalu membawa

budayanya yakni dengan budaya berdagang dengan barang apapun yang mereka

miliki. Hal ini masih dilakukan sampai saat ini dan sudah menjadi warisan

turun-temurun kepada anak cucu mereka.

Pencapaian yang telah dilakukan oleh masyarakat Tionghoa selama

mereka melakukan perdagangan sembako adalah penciptaan peluang kerja bagi

masyarakat Tionghoa sendiri dan bagi masyarakat lokal daerah Kalimantan Barat.

Hal ini mereka lakukan agar kerjasama yang telah mereka capai selama ini dengan

masyarakat Melawi dapat berjalan dengan baik dan terbina dengan baik. Adapun

beberapa pecapaian yang telah dilakukan oleh masyarakat Tionghoa adalah

(59)

perdagangan sembako, bahan-bahan bangunan, lahan perkebunan karet, dan

berbagai macam bidang lainnya.

Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi banyak melakukan

perubahan-perubahan terutama dibidang ekonomi. Dari mulai berkembangnya

pembelian barang-barang sembako secara besar-besaran sampai pengaktifan

kembali pasar-pasar yang sudah lama tidak beroperasi. Hal ini dinilai mampu

menaikan tafar hidup masyarakat Tionghoa dan masyarakat kabupaten Melawi.

Pengatifan kembali pasar-pasar yang telah lama tidak beroperasi ini bertujuan

untuk dapat memudahkan penjualan bahan makanan yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari. Banyak juga yang melakukan penjualan barang-barang

sembako sampai ke kecamatan-kecamatan pedalaman, hal ini mereka lakukan

agar masyarakat di pedalaman pun bisa merasakan dan menikmati apa yang

tersedia di daerah perkotaan terutama bahan-bahan sembako.

Rusaknya jalan untuk menuju ke setiap kecamatan-kecamatan tidak

membuat masyarakat Tionghoa berhenti, mereka menggunakan sepeda motor

yang diberi keranjang agar dapat membawa barang-barang sembako dalam jumlah

yang cukup banyak sehingga persediaan barang sembako tersebut dapat tercukupi

meskipun harus menempuh perjalanan dari kabupaten Melawi kurang lebih satu

sampai dua jam untuk sampai ke setiap kecamatan-kecamatan bagian pedalaman

tersebut. Saat musim penghujan pun meraka tetap melakukan perjalanan untuk

menjual barang-barang dagangan mereka, bahkan tidak bisa terelakan saat musim

hujan para pedagang ini harus rela menunggu sampai jalan yang mereka lalui

(60)

Jalan utama untuk sampai ke setiap kecamatan bagian pedalaman ini

masih tanah kuning dan pemerintah juga merasa kesulitan untuk memperbaiki

jalan karena jarak tempuh dan medan yang lumayan sulit dilalui. Bagi masyarakat

Tionghoa, hal ini merupakan suatu peluang untuk mendagangkan barang-barang

sembako mereka kepada masyarakat kabupaten Melawi yang bertempat tinggal di

kecamatan bagian pedalaman. Dengan demikian kemudahan untuk berinteraksi

dengan masyarakat kecamatan bagian pedalaman dapat dengan mudah dilakukan.

Penggunaan bahasa daerah setempat menjadi modal utama bagi masyarakat

Tionghoa agar dapat dengan mudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan

masyarakat setempat. Hal ini menjadi modal utama mereka untuk melariskan

barang dagangan mereka.

Hambatan memang selalu ada dalam setiap kegiatan apapun. Dalam

perdagangan sembako masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi, Kalimantan

Barat pun mengalami hambatan yang cukup sulit seperti yang telah dijelaskan

pada pembahasan di atas.

Pada saat memasuki musim kemarau, para pedagang sembako yang

menggunakan sepeda motor untuk berjualan ke setiap kecamatan-kecamatan

bagian pedalaman mengalami kesulitan dengan kondisi jalan yang begitu berdebu

karena jalan untuk mencapai ke setiap kecamatan tersebut harus melalui

jalan-jalan yang biasanya dilewati oleh Logging,12 hal ini menyebabkan sulitnya

penglihatan dengan jarak yang cukup jauh. Sehingga tidak menutup kemungkinan

12

(61)

terjadinya kecelakaan antar kendaraan ataupun terjatuh karena tergelincir dengan

kondisi jalan yang berkerikil..

Tidak jauh berbeda dengan musim kemarau, pada saat musim hujan pun

jalan yang dilalui oleh para pedagang sembako ini juga menggunakan jalan utama.

Ada sedikit perbedaan ketika musim hujan, para pengendara harus rela menunggu

sampai berjam-jam bahkan tidak menutup kemungkinan mereka kembali lagi ke

kabupaten sampai jalan yang akan mereka lalui benar-benar aman untuk

melanjutkan perjalanan agar bisa kembali berjualan ke setiap

kecamatan-kecamatan pedalaman.

Hambatan saat menggunakan jalur darat tidak jauh berbeda dengan jalur

sungai. Penggunaan jalur sungai ini merupakan cara lama yang bisa dilakukan

oleh masyarakat Tionghoa. Penggunaan kapal bandong13 untuk mengangkut

barang-barang sembako jauh lebih banyak muatannya jika dibandingkan dengan

sepeda motor yang menggunakan keranjang. Muatan kapal bandong dapat

mencapai satu ton, tergantung ukuran dari kapal tersebut dan untuk sampai ke

kecamatan bagian pedalaman memakan waktu dua sampai tiga hari..

Tidak jauh berbeda dengan pembahasan sebelumnya, saat musim hujan air

sungai akan naik (pasang). Hal ini akan memudahkan bagi para pengemudi motor

bandung untuk pergi ke kabupaten, jarak yang ditempuh adalah satu hari

perjalanan tanpa membawa barang-barang sembako menggunakan jalur sungai.

Saat kembali ke setiap kecamatan dengan membawa barang-barang sembako yang

13

(62)

sudah terisi penuh memerlukan waktu dua sampai tiga hari perjalanan karena

harus melawan arus sungai untuk dapat sampai ke kecamatan.

Pada saat musim kemarau, kapal-kapal bandong ini tidak dapat beroperasi

seperti biasanya, hal ini disebabkan oleh turun(surut)nya air sungai. Pada saat

kemarau, masyarakat Tionghoa biasanya mengirim barang sembako

menggunakan mobil-mobil yang mudik ke setiap kecamatan-kecamatan bagian

pedalaman dan barang muatan hanya separuh saja karena mobil-mobil tersebut

juga membawa penumpang yang mudik.

Hambatan-hambatan tersebut tidak menjadi suatu masalah yang sulit bagi

masyarakat Tionghoa untuk terus menjual barang-barang sembako milik mereka.

Dengan adanya perbaikan jalan menuju ke kecamatan-kecamatan hal ini menjadi

salah satu kesempatan yang baik bagi mereka agar dapat melanjutkan penjualan

barang sembako ke setiap kecamatan pedalaman.

Adanya hambatan dalam proses perdagangan merupakan hal yang sudah

biasa terjadi. Dengan adanya hambatan maka pencapaian dari hasil perjuangan

para masyarakat Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang akan sangat

bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi masyarakat Melawi.

III.3. Perkembangan Perdagangan Sembako Saat Ini

Berkembanganya suatu daerah sangat tergantung pada pemerintahan.

Bagimana cara pemerintah daerah tersebut dapat memajukan sistem pendidikan,

ekonomi, politik, dan sistem-sistem lainya. Dalam hal ini, masyarakat Tionghoa

(63)

Mereka selalu membantu dalam kedua hal tersebut. Mereka menyakini bahwa

dengan berkembangnya kedua hal diatas maka suatu daerah dapat berkembang.

Pada masa awal perdagangan sembako di Kabupaten Melawi, hanya

masyarakat Tionghoa saja yang berjualan. Perkembangannya berikutnya

penyebaran masyarakat Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang sembako

sudah mulai banyak masuk ke beberapa tempat bukan saja hanya di Kabupaten

Melawi, bahkan sampai ke kecamatan bagian dalam pun dapat dijumpai

masyarakat Tionghoa yang berjualan sembako.

Tahun 2004 adalah periode pertama Melawi menjadi Kabupaten. Sama

seperti kabupaten-kabupaten lainnya, Kabupaten Melawi juga mengalami

perubahan-perubahan yang cukup mencolok baik dibidang pemerintahan, sosial

budaya dan ekonomi. Perbaikan diberbagai bidang pun dilakukan agar

perkambangan kedepannya semakin membaik. Pada bidang infrastruktur

perbaikan jalan menuju ke setiap kecamatan-kecamatan pun sudah dilakukan.

Tahun 2005, pemerintah daerah memusatkan perhatiannya untuk

perbaikan jalan menuju ke kecamatan-kecamatan kecil bagian dalam dan mulai

banyak berdiri tempat-tempat yang akan digunakan untuk berjualan seperti bahan

pangan, sandang dan papan di Melawi sampai di kecamatan bagian dalam.

Perbaikan ini ditujukan untuk keperluan masyarakat di bagian

kecamatan-kecamatan, dan juga untuk memudahkan penjualan barang-barang yang

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Tahun 2006, pendidikan mulai lebih diperhatikan oleh pemerintah

(64)

memiliki sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas

sehingga anak-anak dari setiap kecamatan tidak perlu lagi harus ke kabupaten

untuk melanjutkan sekolah tingkat lanjut mereka. Pentingnya pendidikan pada

usia dini sangatlah diperlukan, agar anak-anak tidak tertinggal dari perkembangan

dunia yang semakin modern. Pada tahun ini pun perkambangan dari proses

penjualan sembako juga dilakukan melalui jalur sungai Melawi menggunakan

kapal untuk membawa barang-barang sembako. Orang Tionghoa merupakan

pelaku utama dalam penjualan ini.

Tahun 2007 merupakan tahun ketiga Melawi menjadi Kabupaten,

perkembangan dan perbaikan di segala bidang sudah memadai. Hal ini

memberikan kemudahan untuk masyarakat yang bertempat tinggal di

kecamatan-kecamatan pedalaman agar bisa dengan mudah menuju kota kabupaten untuk

mengurus berbagai macam hal-hal yang bersangkutan dengan pemerintahan dan

perekonomian.

Serta di tahun 2008 khususnya dibidang perekonomian para pedagang

sudah menyebar sampai ke pedalaman/kecamatan-kecamatan bahkan masyarakat

Tionghoa pun mulai menyebar juga sampai di setiap kecamatan-kecamatan di

Kabupaten Melawi.

Dengan diperhatikan dan telah dikembangkannya hal-hal yang telah

disebutkan di atas, maka suatu daerah akan dengan cepat menyesuaikan keadaan

daerah tersebut dengan keadaan yang berada di daerah lain. Begitu juga dengan

Gambar

Tabel dibawah ini akan menunjukan tingkat pendidikan menurut wilayah
Tabel 1.1. Data Sensus Penduduk Kabupaten Melawi 2008
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Melawi
Tabel 1.2.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan pupuk dan air secara terpadu pada padi walik jerami, antara lain dengan memberikan bahan organik dan pengaturan air berselang, menurunkan tingkat emisi gas metana dari

Uji yang dilakukan pada kelas PAI semster III E berjumlah 10 orang, ini selain melihat kualitas bahan ajar Tahsinul Qira’at juga untuk melihat bagaimana peran metode

Dari gambar analisis meja makan diatas dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kurang ergonomisnya dimana sisi dimensi meja, lebar dan ketinggian meja makan tersebut

8.1 Tahap Penguasaan Pengetahuan Sains Pelajar Tingkatan Empat Aliran Agama Hasil analisis dapatan kajian untuk tahap penguasaan pengetahuan sains pelajar tingkatan empat

Implementasi program KRPL menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan produksi pangan dengan memberdayakan masyarakatnya

Berdasarkan hasil penelitian mengenai etnomatematika: eksplorasi candi borobudur, dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Candi borobudur sebagai produk

a. Kondisi Medan Dataran Tinggi dan Dataran Rendah. Daerah pegunungan dan pantai dilihat dari kondisi lingkungan dan letak geografis jelas berbeda, dimana kedua daerah

208 dapat meningkatkan prestasi mahasiswa dalam matakuliah Sistem Robotika, (2) mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran berbasis problem based learning berbantuan