ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta siap mengimplementasikan beyond budgeting, (2) mengetahui apakah kepemimpinan transformasional mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta. Kepemimpinan transformasional dalam implementasi beyond budgeting merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh manajemen perusahaan sebagai upaya perubahan perilaku yang lebih mendukung kinerja perusahaan. Kepemimpinan transformasional diharapkan dapat mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting pada sebuah organisasi karena di samping menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara bawahan dengan atasan, pemimpin dapat pula menciptakan suatu bentuk kepemimpinan yang timbal balik.
Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus dengan simulasi di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta . Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 sampai dengan Januari 2016. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, wawancara, kuesioner dan observasi. Wawancara dan kuesioner ditujukan untuk dua manajer di PT Bank MNC Internasional, Tbk Kantor Cabang Yogyakarta. Teknik analisis data menggunakan analisis isi. Teknik triangulasi menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) PT Bank MNC Internasional, Tbk Kantor Cabang Yogyakarta memiliki potensi kesiapan rendah dalam mengimplementasikan beyond budgeting. Artinya, tidak ada kebutuhan maupun kesiapan organisasi untuk perubahan proses penganggaran., (2) Potensi keberhasilan implementasi beyond budgeting rendah di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta. Kepemimpinan transformasional yang kuat tanpa diikuti oleh penerapan prinsip-prinsip beyond budgeting secara penuh tidak akan mendukung keberhasilan perusahaan dalam mengimplementasikan beyond budgeting.
ABSTRACT
This study aimed to (1) determine of whether PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta is ready to implement beyond budgeting, (2) determine of whether transformational leadership supports implementation readiness of beyond budgeting at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. Transformational leadership, in the implementation of beyond budgeting, is an important aspect needed by the company’s management as an effort to support the behavior change of the company performance.
This research was carried out in form of case study with simulation at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. This study was conducted in July 2015 until January 2016. Data collected by the technique of documentation, interviews, questionnaires, and observations. Interviews and questionnaires were undertaken and distributed to two manager at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. Data was analyzed using content analysis technique. Triangulation technique was implemented through triangulation of sources and methods.
The results shows that (1) PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta has a low potential readiness to implement beyond budgeting, because there is no need nor readiness of the organization to change the budgeting process; (2) Potential success of implementation beyond budgeting is low at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. A strong transformational leadership without being followed by the full implementation of beyond budgeting principles will not support the company’s success in implementing beyond budgeting.
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MENUJU
KESIAPAN IMPLEMENTASI BEYOND BUDGETING
Studi Kasus dengan Simulasi di PT Bank MNC Internasional, Tbk.
Kantor Cabang Yogyakarta
TESIS
.
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
.
..
.
.
Diajukan oleh
Prana Djati Ningrum
132222205
.
.
FAKULTAS EKONOMI
i
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL MENUJU
KESIAPAN IMPLEMENTASI BEYOND BUDGETING
Studi Kasus dengan Simulasi di PT Bank MNC Internasional,
Tbk
.Kantor Cabang Yogyakarta
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
.
.
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
.
.
.
.
.
.
.
Diajukan oleh
Prana Djati Ningrum
132222205
.
.
.
FAKULTAS EKONOMI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 8 Januari 2016
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Prana Djati Ningrum
Nomor Mahasiswa : 132222205
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Kepemimpinan Transformasional Menuju Kesiapan Implementasi Beyond Budgeting. Studi Kasus dengan Simulasi di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta.
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 29 Maret 2016 Yang menyatakan
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana S-2 pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penyusunan tesis ini banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi, namun demikian hambatan dan kesulitan itu dapat teratasi berkat adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
a. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian pada penulis.
b. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian pada penulis.
vii
d. Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Akt., selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia membimbing dan meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan saran selama penulisan tesis.
e. Bapak Susilo Apriyanto dan Bapak M. Agus Setiawan, selaku Sub Branch & Branch Business Manager dan Branch Operasional & Service
Manager PT Bank MNC Internasional, Tbk. KC Yogyakarta atas kerjasamanya dalam penyusunan tesis ini.
f. Dosen-dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis dan seluruh staf sekretariat MM atas pelayanan yang baik sehingga dapat memperlancar penulisan tesis ini.
g. Bapak Daru Jati Yuwono, Ibu Yekti Andayani, Mas Djati Kuswantoro, Dek Kurnia Djati Kumala sebagai orang tua, kakak, adik yang selalu memberikan dorongan, semangat, dan doa sehingga tesis ini dapat selesai.
h. Keluarga besar penulis di Yogyakarta: Alm. Mbah Kakung, Bulek Eko, Mbak Tanti, Mas Bowo, Aksa, Yuda, Anet yang selalu memotivasi aku. i. Keluarga besar Maheka & Co. atas segala dukungannya.
j. Sahabat tercintaku: Riska Brigitta Hapsari Kojongian, Fransiska Pordika Yulitasari, Fransiska Hera Gitasari, Maria Oktaviana Harum, Dian Aristyorini atas persahabatan dan kekompakkan kita.
viii
l. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala dukungannya.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pembaca yang berminat dan dapat juga sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran yang dapat memberikan manfaat bagi penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Januari 2016
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v
HALAMAN KATA PENGANTAR... vi
HALAMAN DAFTAR ISI... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR... xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN... xiii
ABSTRAK... xiv
ABSTRACT... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Batasan Masalah... 8
D. Tujuan Penelitian... 8
E. Manfaat Penelitian... 9
F. Sistematika Penulisan... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Penganggaran... 11
1. Definisi Anggaran ...… 11
2. Syarat Anggaran ... 11
3. Fungsi Anggaran ... 12
4. Proses Anggaran ... 13
5. Sistem Penganggaran ... 14
B. Beyond Budgeting ... 15
1. Definisi Beyond Budgeting ……...… 15
2. Prinsip-Prinsip Beyond Budgeting ... 18
3. Implementasi Beyond Budgeting ... 23
C. Kepemimpinan ... 27
1. Definisi Kepemimpinan ………. 27
2. Perilaku Kepemimpinan ………. 28
D. Peran Kepemimpinan dalam Proses Penganggaran Tradisional 33 E. Peran Kepemimpinan dalam Implementasi Beynd Budgeting.. 34
F. Kerangka Penelitian ………. 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 43
C. Subjek dan Objek Penelitian... 43
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data... 44
E. Triangulasi ………... 45
x
G. Pengukuran Variabel ... 46
H. Teknik Analisis Data... 51
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan ... 57
B. Visi dan Misi Perusahaan ... 58
C. Proses Penyusunan Anggaran ... 58
D. Struktur Organisasi ... 60
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 61
B. Analisis Data... 63
C. Pembahasan... 71
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan... 93
B. Keterbatasan Penelitian... 94
C. Saran... 94
DAFTAR PUSTAKA... 95
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tingkatan Kesiapan PT Bank MNC Internasional, Tbk.
Kantor Cabang Yogyakarta Mengimplementasikan
Beyond Budgeting………... 24 Tabel 2. Matrik Pengukuran Kesiapan Implementasi Beyond Budgeting ... 47 Tabel 3. Salah Satu Contoh Skor Penilaian Kuesioner Kesiapan
Implementasi Beyond Budgeting ……….. 49 Tabel 4. Matrik Pengukuran Kepemimpinan Transformasional ... 49 Tabel 5. Skor Penilaian Kuesioner Kepemimpinan Transformasional ... 50 Tabel 6. Tingkatan Kesiapan PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor
Cabang Yogyakarta Mengimplementasikan Beyond Budgeting... 51 Tabel 7. Tabel Rekapitulasi Data Kuesioner BBES ... 52 Tabel 8. Kategori Warna Kesiapan Implementasi Beyond Budgeting ... 52 Tabel 9. Wawancara Konsep Beyond Budgeting dikaitkan dengan
Kesiapan Implementasi Beyond Budgeting ……… 53 Tabel 10. Tabel Rekapitulasi Data Kuesioner Kepemimpinan
Transformasional Versi MLQ-5X ... 54 Tabel 11. Tabel Persentase Variabel Kepemimpinan Transformasional... 55 Tabel 12. Matrik Kepemimpinan Transformasional menuju
Kesiapan Implementasi Beyond Budgeting …... 55 Tabel 13. Tingkatan Kesiapan PT Bank MNC Internasional, Tbk.
Kantor Cabang Yogyakarta Mengimplementasikan
Beyond Budgeting………... 63 Tabel 14. Rekapitulasi Data Kuesioner BBES... 64 Tabel 15. Kategori Warna Implementasi Beyond Budgeting ……… 65 Tabel 16. Rekapitulasi Data Kuesioner Kepemimpinan Transformasional
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta siap mengimplementasikan beyond budgeting, (2) mengetahui apakah kepemimpinan transformasional mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta. Kepemimpinan transformasional dalam implementasi beyond budgeting merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh manajemen perusahaan sebagai upaya perubahan perilaku yang lebih mendukung kinerja perusahaan. Kepemimpinan transformasional diharapkan dapat mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting pada sebuah organisasi karena di samping menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara bawahan dengan atasan, pemimpin dapat pula menciptakan suatu bentuk kepemimpinan yang timbal balik.
Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus dengan simulasi di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta . Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 sampai dengan Januari 2016. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, wawancara, kuesioner dan observasi. Wawancara dan kuesioner ditujukan untuk dua manajer di PT Bank MNC Internasional, Tbk Kantor Cabang Yogyakarta. Teknik analisis data menggunakan analisis isi. Teknik triangulasi menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) PT Bank MNC Internasional, Tbk Kantor Cabang Yogyakarta memiliki potensi kesiapan rendah dalam mengimplementasikan beyond budgeting. Artinya, tidak ada kebutuhan maupun kesiapan organisasi untuk perubahan proses penganggaran., (2) Potensi keberhasilan implementasi beyond budgeting rendah di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta. Kepemimpinan transformasional yang kuat tanpa diikuti oleh penerapan prinsip-prinsip beyond budgeting secara penuh tidak akan mendukung keberhasilan perusahaan dalam mengimplementasikan beyond budgeting.
xv ABSTRACT
This study aimed to (1) determine of whether PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta is ready to implement beyond budgeting, (2) determine of whether transformational leadership supports implementation readiness of beyond budgeting at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. Transformational leadership, in the implementation of beyond budgeting, is an important aspect needed by the company’s management as an effort to support the behavior change of the company performance.
This research was carried out in form of case study with simulation at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. This study was conducted in July 2015 until January 2016. Data collected by the technique of documentation, interviews, questionnaires, and observations. Interviews and questionnaires were undertaken and distributed to two manager at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. Data was analyzed using content analysis technique. Triangulation technique was implemented through triangulation of sources and methods.
The results shows that (1) PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta has a low potential readiness to implement beyond budgeting, because there is no need nor readiness of the organization to change the budgeting process; (2) Potential success of implementation beyond budgeting is low at PT Bank MNC Internasional, Tbk. Branch Office Yogyakarta. A strong transformational leadership without being followed by the full implementation of beyond budgeting principles will not support the company’s success in implementing beyond budgeting.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perencanaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses
manajemen organisasi. Demikian juga anggaran mempunyai posisi sangat
penting. Anggaran menyediakan perencanaan, pengendalian, dan standar
pengukuran kinerja bagi manajemen. Saat ini masih banyak organisasi yang
menggunakan anggaran tradisional untuk mencapai tujuannya. Penganggaran
yang dilakukan ini merupakan sesuatu yang melelahkan dan membosankan
bagi sebagian besar manajemen organisasi. Anggaran seringkali dibuat terlalu
kaku dan tidak fleksibel. Akibatnya, pengambil keputusan tidak dapat
merespon permintaan pelanggan dengan cepat dan tepat. Mereka hanya dapat
melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Yudianti,
2013; Firnanti, 2011).
Proses penganggaran tradisional biasanya dimulai dengan pernyataan
visi dan misi. Mereka diturunkan dalam rencana strategis perusahaan yang
memberikan arahan tujuan perusahaan. Rencana strategis disusun
berdasarkan anggaran tahunan yang berasal dari divisi atau departemen
seperti penjualan, operasional dan belanja modal atau investasi. Secara
keseluruhan anggaran akan menuju pada perencanaan pendapatan dan arus
kas untuk tahun depan. Proses penganggaran tersebut tidak dapat disetujui
unit bisnis dan kantor pusat atau manajemen puncak perusahaan. Setelah
anggaran disetujui, proses selanjutnya adalah pelaporan rutin untuk
mengontrol kinerja yang telah disepakati (Hope dan Fraser, 2003).
Banyaknya komentar negatif terhadap sistem penganggaran tradisional
memunculkan sebuah konsep baru, yaitu beyond budgeting untuk merespon
secara cepat perkembangan pasar dalam lingkungan ekonomi yang serba
cepat (Daum, 2002).
Konsep beyond budgeting adalah salah satu model manajemen bisnis yang mencoba untuk menangkap dan menghilangkan konflik yang bisa
menghambat pencapaian tujuan perusahaan seperti, kepuasan pemegang
saham, kepuasan pelanggan, manajemen operasi yang efisien, manajemen
perusahaan yang efektif dan pelaporan keuangan secara etis (Yudianti, 2013).
Selain itu, konsep beyond budgeting lebih menekankan pada keinginan dan
kesempatan untuk merespon permintaan pelanggan sebagai strategi untuk
pengambilan keputusan manajemen. Manajer tidak lagi bertanggung jawab
untuk pemenuhan anggaran yang telah disiapkan dan disetujui, tetapi lebih
bertanggung jawab dalam mengambil tindakan atau keputusan yang
memaksimalkan nilai bagi pelanggan dan pemegang saham. Ini berarti bahwa
manajemen memiliki fleksibilitas untuk mengelola anggaran yang diperlukan
(Yudianti, 2013). Beyond budgeting memberikan sebuah pendekatan yang
radikal, implementasinya membutuhkan komitmen dan dukungan seluruh
Implementasi beyond budgeting terutama ditujukan untuk perusahaan berskala besar dengan kompleksitas usaha yang begitu luas di mana kontrol
yang ketat dan hirarkis akan menghambat inovasi dan kreativitas manajer lini
dalam menangkap peluang pasar. Kondisi ini akan diperburuk ketika
lingkungan bisnis berubah sangat cepat. Penganggaran dan model kontrol
yang statis dan tetap menjadi penghalang untuk pertumbuhan (Pflaeging,
2006).
Kondisi persaingan lembaga keuangan bank yang semakin kompetitif
dan perubahan lingkungan yang sulit diprediksi berdampak pada pengelolaan
lembaga keuangan bank yang mau tidak mau harus menjadi lebih profesional
untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan dengan lebih cepat dan
tepat. Beyond budgeting menjadi salah satu alternatif model manajemen yang
bisa menyelesaikan permasalahan tersebut karena tidak membutuhkan ritual
penyusunan anggaran tetapi cukup kejelasan target atau sasaran eksternal
bagi unit bisnis di level menengah.
Kesuksesan perusahaan sangat dipengaruhi oleh sensitivitas dan
kecepatan perusahaan untuk menangkap peluang yang tersedia sebelum
diambil oleh pihak lain (Yudianti, 2013). Salah satunya, yaitu PT Bank MNC
Internasional, Tbk. (MNC Bank) yang merupakan perusahaan berskala besar
dan lahir setelah MNC Group mengakuisisi PT Bank ICB Bumiputera, Tbk.
Kunci untuk menjadikan sebuah bank lebih profesional terletak pada
kepemimpinannya yang tidak hanya di puncak hirarki, tetapi di seluruh lini
memberikan pelayanan yang prima kepada nasabahnya dan menciptakan
kepuasan kerja karyawannya.
Yudianto (2009) menjelaskan bahwa implementasi beyond budgeting
dalam sebuah organisasi didasari oleh konsep yang berbicara mengenai
prinsip kinerja manajemen dan kepemimpinan. Konsep ini mempromosikan
model baru kepemimpinan yang mendorong persaingan sehat dalam
organisasi, yang pada akhirnya akan menciptakan peningkatan kinerja
anggota organisasi dan kepuasan bagi pelanggan. Konsep baru kepemimpinan
ini didasarkan pada prinsip pemberdayaan manajer dan karyawan, serta
proses manajemen yang mampu beradaptasi (Firnanti, 2011).
Salah satu prinsip penting menuju model beyond budgeting, yaitu
kepemimpinan visioner (Pflaeging dan Borck, 2008). Kepemimpinan ini
disebut juga sebagai kepemimpinan transformasional (Bass dan Riggio,
2006). Melalui proses pengembangan, pemimpin transformasional
memberdayakan bawahan sehingga membantu bawahan menjadi individu
yang lebih mandiri dan kompeten mencapai aktualisasi diri dan memiliki
tingkat moralitas yang lebih tinggi dalam mengejar hasil yang bernilai
(Popper dan Mayseless, 2003). Pemimpin yang melihat peluang beyond
budgeting sebagai desentralisasi radikal percaya bahwa pada akhirnya hal ini akan memberikan keunggulan kompetitif secara signifikan (Hope dan Fraser,
2003). Bank Handelsbanken di Swedia yang telah beralih menuju
perbaikan proses pengambilan keputusan, pemberdayaan manajemen
menengah, dan memberikan respon yang cepat pada perubahan lingkungan
bisnis yang terus berubah dan berkembang (Hope dan Fraser, 2003). Hal ini
dicapai dengan menjadikan karyawan mampu, berkomitmen, dan
diberdayakan di garis depan.
Sayangnya, kepemimpinan transformasional menuju implementasi
beyond budgeting tampaknya belum banyak diungkapkan dan diteliti. Hal ini dikarenakan masih banyak perusahaan yang menerapkan sistem tradisional
dalam penyusunan anggarannya. Horngren et al. (2012) menjelaskan bahwa
anggaran tradisional tersaji sebagai panduan perintah dan pengendalian
(command and control). Pemimpin terlalu berfokus pada anggaran yang
selalu memaksakan pada tercapainya target dan sering mengevaluasi
kesuksesan atau kegagalan berdasarkan pada pencapaian target anggaran serta
tidak berpikir pada konsekuensi jangka panjang. Selain itu, Zeller dan
Metzger (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada pengganggaran
tradisional mengambil keputusan dalam batasan dari anggaran operasi yang
ada. Anggaran tradisional terkunci dalam ekspektasi kinerja. Dengan
demikian, kepemimpinan berdasarkan penganggaran tradisional meletakkan
kebijakan di tangan pembuat keputusan sehingga budaya bisnis mengarah
pada perintah dan pengendalian (command and control).
Implementasi beyond budgeting pada lembaga keuangan bank di Indonesia seringkali dipandang sebagai suatu hal di luar kebiasaan sehingga
Pada kondisi seperti ini, kehadiran seorang pemimpin dibutuhkan dengan
membawa konsep dan paradigma yang jelas sehingga dapat memotivasi,
mengarahkan, dan memberikan pemahaman arti penting implementasi beyond
budgeting, yaitu mengenai prinsip kinerja manajemen dan kepemimpinan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perencanaan dan pengendalian
keuangan dalam bank.
Bank sebagai lembaga keuangan tampaknya perlu mengimplementasikan
konsep beyond budgeting karena diharapkan mampu membantu bank secara
penuh untuk mewujudkan tujuan bank dalam mempertahankan seluruh
komitmennya baik dengan pihak internal maupun eksternal. Dengan begitu,
jelas akan terbukti kekuatan yang dimiliki bank dalam menghadapi
persaingan yang begitu ketat dan membutuhkan strategi-strategi tertentu
dalam melawan berbagai perubahan.
Kepemimpinan transformasional dalam implementasi beyond budgeting
merupakan hal penting yang perlu diterapkan oleh manajemen perusahaan
sebagai upaya perubahan perilaku pemimpin yang lebih mendukung kinerja
perusahaan. Dalam hal ini, manajer dituntut untuk terus berkolaborasi dengan
bawahan dalam memberikan input atau informasi atas setiap tindakan yang
hendak dijalankan. Kepemimpinan transformasional diharapkan dapat
mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting pada sebuah organisasi
karena di samping menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara
kepemimpinan yang timbal balik, yaitu dengan garis organisasi yang tidak
hanya top down tetapi sekaligus berupa bottom up (Yudianto, 2009)
Penganggaran tradisional dipertimbangkan sebagai alat manajemen yang
paling penting untuk mengelola organisasi, mengevaluasi kinerja dan
memotivasi karyawannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan di Indonesia
masih menggunakan penganggaran tradisional dan belum mengenal beyond
budgeting. Namun, banyaknya kritik dan komentar negatif terhadap penganggaran tradisional harus menjadi perhatian bagi manajemen
perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
penelitian akuntansi manajemen di mana peran manajemen lini atau
menengah belum tampak, yaitu dengan mengenalkan alternatif penganggaran
yang dikenal dengan beyond budgeting kepada manajemen kantor cabang.
Model ini diharapkan mampu menciptakan kepemimpinan transformasional
yang mendorong strategi pengambilan keputusan dan persaingan sehat dalam
usaha. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan simulasi dengan menganalisis
apakah PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta siap
mengimplementasikan beyond budgeting dan apakah kepemimpinan transformasional mendukung kesiapan implementasi beyond budgeting di PT
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti
merumuskan masalah, sebagai berikut:
1. Apakah PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta
siap mengimplementasikan beyond budgeting?
2. Apakah kepemimpinan transformasional mendukung kesiapan
implementasi beyond budgeting di PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta?
C. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan tersebut, maka penelitian ini
dibatasi pada dimensi perilaku kepemimpinan oleh Bass dan Avolio (2005)
yang meliputi pengaruh ideal: atribut (idealized influence: attributes),
pengaruh ideal: perilaku (idealized influence: behaviors), motivasi
inspirasional (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual
stimulation), dan pertimbangan individual (individualized consideration). D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor
Cabang Yogyakarta siap mengimplementasikan beyond budgeting.
2. Untuk mengetahui apakah kepemimpinan transformasional mendukung
kesiapan implementasi beyond budgeting di PT Bank MNC Internasional,
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan teori-teori yang didapat
dari perkuliahan dan sumber-sumber bacaan.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
perusahaan dalam menanggapi isu penganggaran tradisional menuju
implementasi beyond budgeting.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bahan bacaan dan acuan
pustaka, yang dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang berminat
akan topik ini.
F. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teori
Bab ini menguraikan penjelasan atas teori-teori pendukung berkaitan
dengan penelitian dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan
Bab III. Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan cara yang akan digunakan dalam melakukan
penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,
subjek dan objek penelitian, data dan teknik pengumpulan data,
variabel penelitian, pengukuran variabel, dan teknik analisa data.
Bab IV. Gambaran Umum
Bab ini menjelaskan gambaran secara umum tentang PT Bank MNC
Internasional, Tbk. KC Yogyakarta.
Bab V. Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan deskripsi data yang diperoleh, analisis data dan
hasil penelitian serta interprestasi. Analisis dan pembahasan
didasarkan pada teori yang telah dikemukakan.
Bab VI. Penutup
Bab ini merupakan bagian akhir penelitian yang mengemukakan
kesimpulan dari hasil analisis, keterbatasan penelitian serta saran
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penganggaran
1. Definisi Anggaran
Salah satu tujuan dari akuntansi manajemen adalah perencanaan.
Komponen utama dari perencanaan adalah anggaran. Anggaran yaitu
rencana keuangan untuk masa depan; rencana tersebut mengidentifikasi
tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya (Hansen dan
Mowen, 2006).
2. Syarat Anggaran
Adisaputro dan Anggarini (2007) menyatakan bahwa keberhasilan
program perencanaan dan pengendalian laba mensyaratkan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Fleksibel, yang berarti bahwa pada saat pelaksanaan rencana,
seharusnya ada kebijakan untuk melakukan sedikit perubahan
sehingga anggaran tidak dipaksakan sebagai “jaket yang ketat” dan
semua peluang menguntungkan dapat dimanfaatkan walaupun
peluang tersebut tidak terdapat dalam anggaran.
b. Realistis yakni bahwa dalam perencanaan dan pengendalian laba,
manajemen harus realistis dan menghindari optimisme yang
berlebihan atau tidak berdasar. Kecermatan dalam menentukan
tujuan-tujuan perusahaan dan target spesifik dalam anggaran harus
menunjukkan harapan yang realistis.
c. Kontinyu, yang berarti bahwa perencanaan sebagai fungsi pertama
manajemen harus dilakukan secara kontinyu. Hal ini karena dengan
berlalunya waktu, perusahaan perlu melaksanakan perencanaan
kembali dan membuat rencana-rencana baru.
3. Fungsi Anggaran
Ada beberapa fungsi anggaran (Ikhsan dan Ishak, 2005: 160), yaitu:
a. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan
perusahaan/organisasi. Sebagai hasil negosiasi antaranggota organisasi
yang dominan, anggaran mencerminkan konsensus organisasional
mengenai tujuan operasi untuk masa depan.
b. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan/ organisasi untuk
bertindak, yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi
sumber daya organisasi. Anggaran menunjukkan bagaimana beragam
subunit organisasi harus bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan
secara keseluruhan.
c. Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang
menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara
yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak. Arus
informasi dari departemen ke departemen berfungsi untuk
mengkoordinasikan dan memfasilitasi aktivitas organisasi secara
organisasi yang lebih rendah mengandung penjelasan operasional
mengenai pencapaian atau deviasi anggaran.
d. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur,
anggaran berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual
dapat dibandingkan. Hal ini merupakan dasar untuk mengevaluasi
kinerja dari manajer pusat biaya dan laba.
e. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan
manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan
atau kelemahan perusahaan/organisasi. Hal ini memungkinkan
manajemen untuk menentukan tindakan korektif yang tepat.
f. Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik
manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang
konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan
tujuan organisasi.
4. Proses Anggaran
Proses anggaran meliputi (Mahsun, dkk 2006: 83):
a. Tahap Persiapan Anggaran
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas
dasar taksiran pendapatan yang tersedia.
b. Tahap Ratifikasi Anggaran
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang
cukup rumit dan cukup berat. Dalam tahap ini pimpinan eksekutif
memiliki political skill, salesmanship, dan coalition building yang memadai.
c. Tahap Pelaksanaan Anggaran
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus
diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah sistem akuntansi,
sistem informasi akuntansi, dan sistem pengendalian manajemen.
d. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Tahap ini adalah tahap akhir dalam siklus penganggaran. Pada tahap
ini anggaran dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan dan
dievaluasi pelaksanaannya.
5. Sistem Penganggaran
Becker, dkk (2009) menjelaskan perkembangan sistem penganggaran
sebagai berikut:
a. Traditional-Based Budgeting System
Sistem penganggaran ini menggambarkan penyusunan anggaran yang
didasarkan dari mana dana ini berasal dan untuk apa dana tersebut
digunakan (Bastian, 2006).
b. Zero-Based Budgeting System
Sistem penyusunan anggaran yang benar-benar didasarkan pada
kebutuhan saat ini tanpa berpatokan pada anggaran tahun lalu (line
item dan incrementalism). Dengan sistem ini, penyusunan anggaran diasumsikan mulai dari nol sehingga item-item anggaran tahun lalu
dengan item yang baru yang sesuai dengan kebutuhan saat ini
(Mahsun dkk, 2012).
c. Activity-Based Budgeting System
Sistem ini merupakan proses merencanakan dan mengendalikan
aktivitas yang diharapkan dapat mencapai efektivitas biaya dalam
anggaran, sehingga memenuhi beban kerja yang diramalkan dan
tujuan strategik yang telah disepakati (Adisaputro & Anggarini,
2007).
d. Beyond Budgeting
Sistem ini merupakan sebuah model yang membawa pengembangan
bagi responsibilitas managerial di mana kekuatan dan tanggung jawab
merupakan dua hal yang saling bergandengan (Johnson, 2005).
B. Beyond Budgeting
1. Definisi Beyond Budgeting
Hope dan Fraser (2003) menyatakan bahwa beyond budgeting
merupakan satu set prinsip-prinsip, yang jika diikuti, akan
memungkinkan organisasi untuk mengelola kinerja dan mendesentralisasi
proses pengambilan keputusan tanpa kebutuhan untuk anggaran
tradisional. Tujuannya adalah memungkinkan organisasi untuk memenuhi
faktor-faktor keberhasilan dari informasi ekonomi, misalnya untuk
bersikap adaptif dalam kondisi tak terduga. Hal yang dilakukan beyond
2008). Beyond budgeting adalah sebuah model yang membawa pengembangan bagi responsibilitas managerial di mana kekuatan dan
tanggung jawab merupakan dua hal yang saling bergandengan (Johnson,
2005).
Pflaeging (2006) mendefinisikan beyond budgeting sebagai filosofi
kepemimpinan berdasarkan serangkaian proses alternatif dipandu oleh
beberapa prinsip utama. Tujuan dari konsep beyond budgeting untuk
membantu perusahaan menyadari sepenuhnya tujuan perusahaan, yaitu
mempertahankan seluruh komitmen dengan pihak internal dan eksternal.
Perusahaan akan menunjukkan kekuatan dalam menghadapi persaingan
ketat yang memerlukan strategi tepat terhadap berbagai perubahan
lingkungan dan pelanggan. Tujuan dari penerapan konsep ini terutama
untuk meningkatkan secara keseluruhan efisiensi dan efektivitas yang
diharapkan oleh perusahaan.
Hope dan Fraser (2003) mengusulkan konsep beyond budgeting,
sebagai berikut:
Perencanaan
a. Perencanaan bukan merupakan aktivitas formal untuk tim garis depan
yang selalu mengambil sinyal pasar untuk memodifikasi arahan
b. Tim garis depan fokus pada memaksimalkan nilai-nilai pelanggan dan
pemegang saham
c. Menetapkan target keuangan berdasarkan indikator utama kinerja
d. Membahas strategi dalam waktu yang lebih singkat
e. Tim garis depan bertanggung jawab atas kinerja dan strategi,
sementara eksekutif bertanggung jawab untuk mengembangkan
strategi dan menetapkan strategi jangka panjang dan target jangka
menengah
f. Kebijakan dalam strategi tergantung pada sistem atau metodologi
yang diterapkan di perusahaan seperti balanced scorecard, EVA
g. Kinerja manajer dalam melaksanakan anggaran diukur dengan
indikator relatif, tolok ukur internal dan eksternal
h. Pemegang anggaran optimis pada peningkatan laba
i. Menjadikan sumber daya tersedia dan dapat diakses oleh tim garis
depan ketika mereka dibutuhkan melalui persetujuan cepat dan akses
yang lebih mudah ke sumber daya operasional
Pengendalian
a. Pengendalian bertingkat
b. Lebih fokus pada trend dan rolling forecasts
c. Eksekutif memantau kinerja anggaran dan turut campur hanya ketika
indikator atau tren melewati batas
d. Pengendalian kinerja dilakukan ketika kinerja tidak sesuai anggaran
sebelumnya
2. Prinsip-Prinsip Beyond Budgeting
Hope dan Fraser (2003) mengembangkan sebuah model dengan dua
belas prinsip di mana satu sampai enam berkaitan dengan proses
manajemen kinerja dan tujuh sampai dua belas berkaitan dengan tindakan
kepemimpinan, sebagai berikut:
Proses Manajemen Kinerja
a. Menghadapi persaingan
b. Memberikan penghargaan berdasarkan kesuksesan kelompok
c. Membuat strategi menjadi sebuah proses yang berkelanjutan dan
inklusif
d. Mengambil sumber daya ketika dibutuhkan
e. Mengkoordinasi interaksi antar perusahaan melalui kekuatan pasar
f. Menyediakan informasi yang cepat dan terbuka bagi pengendalian
multilevel
Tindakan Kepemimpinan
g. Menciptakan iklim kinerja berdasarkan persaingan yang sukses
h. Membangun komitmen kelompok dalam sebuah tujuan bersama, nilai
bersama, dan pembagian penghargaan
i. Menyerahkan pembentukan strategi kepada kelompok yang berada di
lini depan dan memberikan kebebasan untuk bertindak
j. Mementingkan kecermatan dan menantang terbentuknya kontribusi
k. Mengorganisasi hubungan antar kelompok dan menggabungkan
kemampuan mereka untuk melayani pelanggan
l. Mendukung sistem informasi yang transparan dan terbuka
Prinsip-prinsip beyond budgeting menawarkan model manajemen koheren. Prinsip-prinsip ini mengasumsikan bahwa manajer lini dapat
mengatur kinerja mereka sendiri. Senior eksekutif memberikan peran
pendukung. Mereka memberi tantangan dan pelatihan, tetapi keputusan
yang diambil dalam kerangka ketentuan desentralisasi berdasarkan
prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan batas-batas yang telah ditetapkan. Mereka
semua mendukung kebutuhan manajer lini dan manajer eksekutif yang
menempatkan diri sebagai badan pengawas. Hope dan Fraser (2003)
menunjukkan ada dampak yang luar biasa bagi perusahaan yang
menerapkan konsep beyond budgeting. Ini membuat perusahaan lebih
adaptif dan fleksibel untuk perubahan lingkungan bisnis. Contoh
perusahaan yang telah sukses menerapkan konsep ini seperti Svenska
Handelsbanken, Bank di Swedia; ALDI, retailer diskon di Jerman; UBS
Wealth Management dan Bisnis Perbankan di Swiss serta berbagai
perusahaan lain dari berbagai industri.
de Waal (2005) menyatakan bahwa Beyond Budgeting Round Table
(BBRT) telah bekerja sejak 1998 dalam pengembangan sebuah alternatif
terhadap proses anggaran. Setelah melakukan penelitian pada beberapa
organisasi yang secara penuh atau sebagian menghilangkan anggaran
pada 12 prinsip. Dalam organisasi beyond budgeting yang ideal, 12
prinsip diimplementasikan secara penuh.. Prinsip satu sampai enam
menciptakan struktur organisasi yang fleksibel di mana otoritas
dilimpahkan kepada karyawan. Prinsip tujuh sampai dua belas sepakat
dengan merancang proses manajemen adaptif untuk struktur organisasi
yang fleksibel. Kedua belas prinsip beyond budgeting dijelaskan sebagai
berikut (Hope dan Fraser, 2003; de Waal et al., 2005):
a. Kerangka tata kelola mandiri. Dalam organisasi beyond budgeting,
struktur organisasi hirarkis dibagi menjadi lebih kecil menjadi unit
pengelolaan mandiri. Manajer memiliki kewenangan untuk
menjalankan unit mereka seperti yang mereka mau. Struktur hirarkis
digunakan hanya jika keputusan harus diambil yang mempengaruhi
semua unit. Karena unit pengelolaan mandiri kecil, struktur organisasi
tidak terlalu rumit dan lebih fleksibel, sehingga biaya eksploitasi
menurun.
b. Pemberdayaan manajer. Anggota organisasi memiliki kebebasan dan
kesempatan untuk bertindak pada kebijakan mereka sendiri. Manajer
unit pengelolaan mandiri bertindak dalam nilai-nilai dan batas
strategis yang ditetapkan oleh manajemen senior. Manajer
bertanggung jawab untuk tujuan jangka pendek dan menengah dan
dapat memutuskan sendiri bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Akuntabilitas untuk hasil yang dinamis. Sumber daya manusia dalam
yang kompetitif, bukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan
untuk sebuah departemen atau fungsi. Hasil yang diinginkan
ditetapkan secara dinamis (dapat disesuaikan sepanjang tahun) dan
tidak ditetapkan terlebih dahulu karena akan menghambat kinerja
karyawan melebihi target yang telah ditetapkan.
d. Jaringan organisasi. Organisasi beyond budgeting disusun sedemikian
rupa sehingga unit pengelolaan mandiri bersifat independen menjadi
entitas yang berfokus pada pelanggan. Entitas ini berfokus
sepenuhnya pada pasar dan memberikan nilai kepada pelanggan.
Mereka beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kebutuhan
pelanggan serta peluang yang tak terduga dan ancaman di pasar.
e. Koordinasi pasar. Layanan dari unit pendukung pusat (seperti HRM,
ICT) dapat dibeli oleh unit pengelolaan mandiri atas dasar perjanjian
tingkat layanan. Setiap unit dapat memutuskan sendiri apakah ingin
menggunakan jasa dari dukungan pusat atau apakah ingin
menggunakan dukungan eksternal. Unit dukungan pusat (seperti
HRM, ICT) dengan cara ini ditantang untuk memberikan kualitas
tinggi dan layanan hemat biaya.
f. Kepemimpinan yang mendukung. Para anggota organisasi didorong
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dilatih oleh manajer
senior dalam memperolehnya. Para manajer senior bertindak sebagai
mentor (coach) yang mengkoordinasikan hubungan dengan dan
g. Target yang relatif. Target ditetapkan dalam kaitannya dengan
pesaing utama organisasi atau organisasi yang sebanding (dalam hal
organisasi nirlaba). Manajer terlibat dalam proses penyusunan target,
yang memiliki efek memotivasi yang kuat. Target terus disesuaikan
berdasarkan kinerja pesaing dan perkembangan pasar.
h. Penetapan strategi berkesinambungan. Proses penetapan strategi
dalam organisasi beyond budgeting merupakan proses
berkesinambungan dan dari bawah ke atas (bottom-up). Strategi ini
terus disesuaikan dengan keadaan, berdasarkan sinyal dan masukan
dari garis depan organisasi.
i. Sistem antisipasi. Rolling forecast tidak hanya dibuat pada akhir
tahun saja, tetapi setidaknya setiap kuartal sekali manajer
membuatnya untuk kedua faktor penentu keberhasilan perusahaan,
yaitu keuangan dan non-keuangan. Para manajer senior memberikan
dukungan kepada manajer unit pengelolaan mandiri mengenai
tindakan masa depan, berdasarkan pada ramalan tersebut.
j. Sumber daya sesuai permintaan. Manajer mengalokasikan sumber
daya untuk unit-unit mana yang paling membutuhkan, pada saat yang
paling dibutuhkan. Unit pengelolaan mandiri memutuskan sendiri
berapa banyak sumber daya yang mereka butuhkan untuk memenuhi
tuntutan pasar mereka dan membuat rencana investasi yang sesuai.
k. Kecepatan pendistribusian informasi. Informasi yang cepat tersedia
organisasi. Manajemen senior secara teratur memeriksa untuk melihat
apakah proses pengelolaan mandiri dapat berjalan dengan baik atau
apakah arahan perbaikan diperlukan.
l. Imbalan tim relatif. Imbalan didasarkan pada hasil unit pengelolaan
mandiri dan organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan
kompetisi. Dalam hal ini, struktur imbalan didasarkan pada kombinasi
antara imbalan individu dan kelompok, yang akan mampu
memotivasi semangat tim organisasi.
3. Implementasi Beyond Budgeting
Yudianto (2009) menjelaskan bahwa implementasi beyond budgeting
dalam sebuah organisasi didasari oleh konsep yang berbicara mengenai
prinsip kinerja manajemen dan kepemimpinan. Konsep ini diturunkan
dari berbagai situasi manajemen yang mulai tertekan dengan perubahan
saat ini. Konsep yang akan diajukan lebih merupakan
perbaikan-perbaikan pada hal-hal yang tidak mampu dipecahkan oleh budget di
masa lalu, yaitu penganggaran tradisional. Beyond budgeting memberikan
sebuah pendekatan yang radikal, implementasinya membutuhkan
komitmen dan dukungan seluruh anggota manajemen (Daum, 2002).
de Waal (2005) menjelaskan model pertanyaan yang dikembangkan
dari Beyond Budgeting Entry Scan (BBES) untuk membantu organisasi dalam menilai apakah mereka siap untuk memulai proses perubahan yang
kuat meninggalkan anggaran tradisional. Model pertanyaan ini
budgeting dan terdiri dari tiga kategori, yaitu kebutuhan pada beyond budgeting, status organisasi, dan prasyarat keberhasilan implementasi. Secara umum cara menilai kesiapan implementasi beyond budgeting
dapat dirumuskan sebagai berikut (de Waal, 2005):
a. Menghitung tingkatan skor kesiapan implementasi beyond budgeting,
dengan mencari nilai interval data dan mengkategorikannya, yaitu
menggunakan rumus:
Dalam penelitian ini skor tertinggi dari interval kuesioner (model
pertanyaan BBES) kesiapan implementasi beyond budgeting adalah 3
dan skor terendah adalah 1, serta banyaknya skor adalah 3.
Sehingga setelah dimasukkan dalam rumus, nilai intervalnya:
67
Kesiapan implementasi beyond budgeting dikategorikan sebagai
berikut:
Tabel 1
Tingkatan kesiapan PT Bank MNC Internasional, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta mengimplementasikan beyond budgeting
Skor Kesiapan Kategori Kesiapan
2,35 - 3,00 Green Tinggi
1,68 - 2,34 Orange Sedang
1,00 – 1,67 Red Rendah
b. Melakukan interpretasi warna
1) Green. Potensi kesiapan tinggi, artinya implementasi beyond
budgeting harus dipertimbangkan dengan serius karena adanya otoritas atau wewenang untuk melakukannya. Hampir tidak ada
hambatan untuk implementasi prinsip beyond budgeting ini.
2) Orange. Potensi kesiapan sedang, artinya diperlukan perhatian khusus pada beberapa elemen jika perusahaan berencana
mengimplementasikan beyond budgeting.
3) Red. Potensi kesiapan rendah, artinya tidak ada kebutuhan maupun
kesiapan organisasi untuk perubahan proses penganggaran.
Banyak hambatan dapat diperkirakan selama implementasi prinsip
beyond budgeting ini.
Menurut Daum (2002), berbagai pengembangan yang mendukung
pelaksanaan beyond budgeting antara lain:
a. Pengurangan tingkat detail perencanaan atau tingkat detail tergantung
pada area dan situasi perencanaan
b. Rolling forecast secara kontinyu bukan hanya perencanaan tahunan c. Perubahan perencanaan strategis yang dapat menyebabkan juga pada
perubahan perencanaan strategis pertengahan tahun
d. Ukuran kinerja non-keuangan mengalir ke rencana atau anggaran
operasional, yang diarahkan untuk target relatif
e. Perubahan dalam operasional bisnis atau target strategis menyebabkan
f. Semua area operasi dianggap penting, sebagai hasil dari trade off
dalam sistem bisnis perusahaan, seperti antara target laba jangka
pendek dan tujuan inovasi jangka panjang, menjadi transparan untuk
dikelola secara aktif
g. Mengandalkan sistem pertanggungjawaban atas desentralisasi
h. Menggunakan sistem perencanaan dan manajemen kinerja berbasis
software
Yudianto (2009) menyatakan bahwa penerapan konsep beyond budgeting
sebaiknya harus didukung oleh paling kurang delapan hal yang telah
diberikan di atas. Hal ini dimaksudkan agar konsep yang akan diterapkan
atas dasar prinsip-prinsip yang ingin dikembangkan mampu teraplikasi
dengan baik. Perombakan sistem manajemen secara keseluruhan harus
didukung oleh semua sektor. Dapat dilihat bahwa mulai dari tingkatan
level manajemen yang mempengaruhi penyusunan perencanaan sampai
kepada teknologi (software) yang dipakai harus menjadi pertimbangan.
Sandalgaard dan Bukh (2014) melakukan penelitian untuk
menginvestigasi alasan-alasan organisasi menuju beyond budgeting dan
masalah-masalah praktik yang dihadapi organisasi ketika mereka
mengubah sistem akuntansi manajemennya berdasarkan inspirasi dari
model beyond budgeting. Banyak organisasi yang mengubah sistem akuntansi manajemen mereka atas dasar inspirasi dari beyond budgeting
tetap mempertahankan anggaran tradisional (Sandalgaard dan Bukh,
beyond budgeting belum tentu sesuai untuk semua jenis organisasi dan dalam segala situasi.
C. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan merupakan salah satu faktor
utama yang mendukung kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah ilmu dan seni untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara membangun
kepatuhan, kesetiaan, kepercayaan, hormat, dan bekerja sama dengan
penuh semangat dalam mencapai tujuan. Banyak ahli yang mencoba
untuk mendefinisikan kepemimpinan. Hughes (2006) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan tiga hal
utama, yakni pemimpin, pengikut, dan situasi. Fenomena mengenai
kepemimpinan ini diyakini memiliki pengaruh terhadap produktivitas dan
kohesivitas kelompok (Bass, 1985). Bass (1985) menyimpulkan berbagai
definisi kepemimpinan yang telah ada. Bass menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu interaksi antara dua orang atau lebih di dalam
suatu kelompok yang mengatur atau mengatur ulang situasi, persepsi, dan
ekspektasi dari para anggota. Pemimpin adalah agen perubahan, di mana
perilakunya mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dapat terbentuk
dalam suatu kelompok ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi
2. Perilaku Kepemimpinan
Menurut Hendri dan Almahdy (2012) dari beberapa teori pendekatan
kepemimpinan diketahui bila hubungan relasi proses kepemimpinan
terjadi secara efektif, maka menghasilkan kinerja (performance) yang
baik, melalui rangkaian proses, mulai dari sifat (traits) dan skil (skills)
yang dimiliki oleh pemimpin, perilaku pemimpin, proses pengaruh
(influence processes) dan juga ditentukan oleh sikap atau perilaku
pengikut (follower attitudes dan behavior) dan situasi (situational) yang
terjadi saat itu. Perilaku kepemimpinan adalah perilaku pemimpin yang
memiliki perhatian utama dalam mengidentifikasi perilaku kepemimpinan
yang efektif (Yukl, 2010). Menurut Yukl (2010) pada tahun 1985 Bass
memformulasikan perilaku kepemimpinan berbentuk Multifactor
Leadership Questionnaire (MLQ) yang di dalam kuesioner ini mengemukakan perilaku kepemimpinan yang terdiri dari perilaku
kepemimpinan transformasional dan perilaku kepemimpinan
transaksional. Pendekatan perilaku kepemimpinan transformasional dan
transaksional yang telah disempurnakan oleh Bernard M. Bass dan Bruce
J. Avolio merupakan salah satu pendekatan yang banyak dilakukan saat
ini. Menurut Bass dan Avolio (2005) perilaku kepemimpinan terdiri dari
a. Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio (2005) menyatakan, kepemimpinan transformasional
adalah kepemimpinan yang membangun kepercayaan. Kepemimpinan
transformasional terdiri dari lima dimensi, yakni:
1) Pengaruh ideal: atribut (idealized influence: attributes)
Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan
kepentingan orang lain dari kepentingan diri sendiri.
Pemimpin menimbulkan kesan pada karyawan bahwa
pemimpin memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaan,
sehingga patut dihargai (Andira dan Subroto, 2003).
2) Pengaruh ideal: perilaku (idealized influence: behaviors)
Pemimpin berusaha mempengaruhi karyawan dengan
menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, pentingnya
keikatan pada keyakinan tersebut, perlu dimilikinya tekad
mencapai tujuan. Pemimpin memperlihatkan kepercayaan pada
cita-cita, keyakinan, dan nilai hidup. Pengaruh idealis
menunjukkan pengembangan rasa percaya dan hormat pada
bawahan. Pemimpin dengan pengaruh idealis berperan sebagai
model dengan tingkah laku dan sikap yang mengandung
nilai-nilai yang baik bagi perusahaan. Perilaku kepemimpinan
transformasional ini mampu menularkan nilai-nilai tersebut
3) Motivasi inspirasional (inspirational motivation)
Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada pegawai,
antara lain dengan menentukan standar-standar tinggi,
memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Karyawan
merasa diberi inspirasi oleh sang pemimpin. Aspek kepemimpinan
transformasional ini berperan terutama untuk menciptakan dan
menjaga semangat karyawan lini depan agar selalu
berorientasi pada kepuasan konsumen/ pelanggan (Andira dan
Subroto, 2003).
4) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation)
Karyawan merasa bahwa manajer mendorong pegawai untuk
memikirkan kembali cara kerja karyawan, untuk mencari
cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, karyawan merasa
mendapatkan cara baru dalam mempersepsikan tugas-tugas
karyawan. Stimulasi intelektual memberikan kontribusi yang
besar pada sikap karyawan lini depan yang mampu mengambil
inisiatif untuk memberi pelayanan yang memuaskan pada
konsumen dalam situasi yang berbeda-beda. Karyawan lini
depan dituntut untuk selalu mampu melakukan inisiatif terhadap
asumsi dasar untuk memilih berbagai cara untuk mengambil
tindakan dalam waktu yang singkat sesuai dengan apa yang
diperlukan dan apa yang diinginkan konsumen/ pelanggan
5) Pertimbangan individual (individualized consideration).
Karyawan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara
khusus oleh pemimpin. Pemimpin memperlakukan setiap
karyawan sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan,
dan keinginan masing-masing. Pemimpin memberikan nasihat
yang bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia
mendengarkan pandangan dan keluhan karyawan. Konsiderasi
individu merupakan kunci suksesnya suatu kualitas fungsional
karena hal ini menunjukkan adanya keterlibatan dari semua
karyawan lini depan untuk memberikan kontribusi yang tinggi
melalui kinerja yang diberikan pada saat terjadinya interaksi
dengan pelanggan (Andira dan Subroto, 2003).
b. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional menurut Bass dan Avolio (2005) fokus
kepada kerjasama antara pimpinan dan bawahan dalam pencapaian
tujuan organisasi yang dihubungkan dengan memberikan
penghargaan atau hukuman (reward and punishment) terdiri dari dua
dimensi, yakni:
1) Faktor imbalan (contingent reward)
Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan yang
menguntungkan organisasi, maka kepada mereka dijanjikan
2) Manajemen pengecualian: aktif (management-by-exception:
active)
Pemimpin secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas
pekerjaan bawahannya agar tidak membuat kesalahan, atau
kegagalan sehingga kesalahan dan kegagalan tersebut dapat
secepatnya diketahui untuk diperbaiki.
c. Kepemimpinan Pasif
Kepemimpinan pasif terdiri dari dua dimensi yakni:
1) Manajemen pengecualian: pasif (management-by-exception:
passive)
Pemimpin baru bertindak setelah terjadi kegagalan dalam
proses pencapaian tujuan, atau setelah benar-benar timbul
masalah yang serius. Seorang pemimpin transaksional akan
memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila
terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan
yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang
dilaksanakan masih berjalan sesuai standar dan prosedur,
maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi
apapun kepada bawahan (Harahap, 2010).
2) Laissez-faire
Pemimpin membiarkan bawahannya melakukan tugas
pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu dan
bawahannya. Pandangan seorang pemimpin yang laissez faire
memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang
bertanggung jawab, orang-orang yang dewasa, orang-orang yang
setia dan lain sebagainya. Nilai yang tepat dalam hubungan
atasan-bawahan adalah nilai yang didasarkan kepada saling
mempercayai yang besar.
D. Peran Kepemimpinan dalam Proses Penganggaran Tradisional
Jika gaya kepemimpinan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan
organisasi, maka diharapkan motivasi dan partisipasi pimpinan dan bawahan
akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dan
kepuasan kerja. Horngren et al. (2012) mendefinisikan anggaran tradisional
sebagai ekspresi kuantitatif dari usulan rencana tindakan oleh manajemen
untuk periode tertentu dan bantuan untuk mengkoordinasikan apa yang perlu
dilakukan untuk melengkapi rencana tersebut. Dalam hal ini, anggaran
tradisional tersaji sebagai rencana keuangan dalam mendukung target
tertentu. Anggaran tradisional juga tersaji sebagai penduan perintah dan
pengendalian (command and control). Kepemimpinan berfokus pada
anggaran yang selalu memaksakan pada tercapainya target. Selain itu,
kepemimpinan sering mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan berdasarkan
pada pencapaian target anggaran dan tidak berpikir pada konsekuensi jangka
panjang.
Zeller dan Metzger (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
anggaran operasi yang ada. Anggaran tradisional terkunci dalam ekspektasi
kinerja. Pemimpin menghabiskan waktu untuk memahami varians anggaran
sebagai metode pembelajaran dan umpan balik. Keputusan berfokus pada
gerakan perusahaan dalam mencapai nilai anggaran. Dengan demikian,
kepemimpinan berdasarkan penganggaran tradisional meletakkan kebijakan
di tangan pembuat keputusan sehingga budaya bisnis mengarah pada perintah
dan pengendalian (command and control).
E. Peran Kepemimpinan dalam Implementasi Beyond Budgeting
Hope dan Fraser (2003) menjelaskan bahwa melakukan transformasi
terhadap potensi kinerja organisasi dengan membebaskan dari perangkap
kinerja tahunan dan melepaskan kemampuan penuh dari orang garis depan
merupakan visi utama beyond budgeting. Pengimplementasian proses
manajemen yang lebih adaptif bukan berarti bahwa manajer proyek perlu
menyimpang sangat jauh dari zona nyaman mereka. Pelimpahan tanggung
jawab kinerja kepada orang garis depan menjadi lebih radikal dan
membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan ditentukan dari puncak
organisasi. Akan tetapi, manfaat yang diperoleh akan jauh lebih besar dan
bertahan lama.
Daum (2002) menyatakan bahwa dua elemen fundamental model
beyond budgeting adalah prinsip-prinsip kepemimpinan baru yang didasarkan pada pemberdayaan manajer dan karyawan, dan proses manajemen baru yang
lebih adaptif. Prinsip-prinsip kepemimpinan baru harus membuka potensi
bereaksi dalam cara yang tepat dan secepat mungkin terhadap kesempatan
dan risiko baru dalam lingkungan pasar. CAM-I BBRT juga menyebut ini
sebagai devolusi.
Sejak tahun 1998, BBRT telah melakukan berbagai studi kasus
organisasi yang telah berpindah atau mulai berpindah menuju devolved
leadership model. Devolved leadership adalah pelimpahan kewenangan pengambilan keputusan kepada tim-tim di level rendah organisasi. Tujuannya
adalah memungkinkan setiap orang untuk berpikir dan bertindak seperti
seorang pemimpin (Wheatley, 1997). Pflaeging dan Borck (2008)
menjelaskan bahwa salah satu prinsip penting menuju model beyond
budgeting, yaitu kepemimpinan visioner dengan koalisi panduan yang merupakan kekuatan pendorong transformasi, bukan “command and
control”. Bass dan Riggio (2006) juga menyebut kepemimpinan visioner sebagai kepemimpinan transformasional. Jika ditelusuri lebih jauh, ada
kemiripan ciri-ciri yang dimiliki antara devolved leadership dengan
kepemimpinan transformasional, yaitu terkait pemberdayaan manajer dan
karyawan dan adanya pelimpahan kewenangan kepemimpinan pada level
rendah organisasi.
Perubahan transformasional dianggap sebagai proses mematahkan
bingkai yang menghasilkan perubahan radikal pada organisasi atau
masyarakat (Zhu et al., 2005). Pemimpin yang melihat peluang beyond
2003). Hal ini dicapai dengan menjadikan karyawan mampu, berkomitmen,
dan diberdayakan di garis depan. Dengan begitu, melalui proses
pengembangan, pemimpin transformasional memberdayakan bawahan
sehingga membantu bawahan menjadi individu yang lebih mandiri dan
kompeten mencapai aktualisasi diri dan memiliki tingkat moralitas yang lebih
tinggi dalam mengejar hasil yang bernilai (Popper dan Mayseless, 2003).
Scott dan Bruce (1994) dalam Cheung dan Wong (2011) menyatakan
bahwa kepemimpinan merupakan faktor situasional yang berpengaruh kuat
pada kreativitas. Gumusluoglu dan Ilsev (2009) dalam Cheung dan Wong
(2011) juga menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional, khususnya,
telah dikaitkan erat dengan kreativitas bawahan pada tingkat individu. Hal ini
karena ketika bawahan bekerja dalam pekerjaan jasa yang tidak secara
eksplisit mengharuskan mereka untuk datang dengan ide-ide dan layanan
yang sangat baru, pemimpin transformasional dapat menginspirasi bawahan
untuk melampaui kemampuan mereka untuk menyediakan layanan yang
lebih baik atau cara yang lebih baik menyelesaikan tugas-tugas mereka. Hasil
penelitian Cheung dan Wong (2011) menunjukkan hubungan positif antara
kepemimpinan transformasional dan kreativitas bawahan lebih kuat ketika
ada perhatian tinggi dari tugas dan hubungan dukungan pemimpin. Dalam hal
ini, kreativitas bawahan termasuk dalam prinsip akuntabilitas untuk hasil
yang dinamis sedangkan dukungan pemimpin termasuk dalam prinsip
kepemimpinan yang mendukung dari prinsip-prinsip beyond budgeting yang
Ozaralli (2003) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan menarik
perhatian tinggi dari ilmuwan sosial untuk beberapa dekade. Saat ini, fokus
kepemimpinan bergeser dari model kepemimpinan tradisional atau
transaksional ke sebuah gaya baru teori kepemimpinan, dengan penekanan
pada kepemimpinan transformasional, yang sering diistilahkan sebagai
visioner, karismatik, atau kepemimpinan baru. Studi dalam gaya
kepemimpinan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
mempunyai hubungan positif terhadap kepuasan karyawan dan pada perilaku
dalam peran yang merupakan prestasi kerja. Kepemimpinan transformasional
juga terkait pada hasil seperti efektivitas kepemimpinan, inovatif, perbaikan
kualitas, dan peringkat subjektif dan objektif kinerja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berkontribusi terhadap
pemberdayaan diri yang dilaporkan karyawan dan sebagian besar karyawan
yang tergabung dalam tim kerja merasakan pemberdayaan tim, yang lebih
efektif dari tim yang ada sebelumnya. Hasil penelitian tersebut sejalan
dengan pemikiran Bass dan Riggio (2006) bahwa pemimpin transformasional
memotivasi orang lain untuk melakukan lebih dari yang awalnya ditujukan
mereka dan bahkan lebih daripada yang mereka mungkin pikirkan. Mereka
menetapkan ekspektasi yang lebih menantang dan biasanya mencapai kinerja
yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional juga cenderung memiliki
bawahan yang lebih berkomitmen dan merasa puas. Selain itu, pemimpin
transformasional memberdayakan bawahan dan memperhatikan kebutuhan
mengembangkan potensi kepemimpinan mereka sendiri. Hasil dari
kepemimpinan transformasional berkaitan dengan prinsip-prinsip yang ada
dalam beyond budgeting sehingga dapat dikatakan bahwa implementasi beyond budgeting memerlukan pemimpin yang efektif, inovatif, berkualitas, dan objektif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
transformasional memiliki peran dalam implementasi beyond budgeting.
Firnanti (2011) menyatakan bahwa beyond budgeting memberikan
suatu model yang adaptif dan terdesentralisasi. Model ini mempromosikan
model baru kepemimpinan yang mendorong persaingan sehat dalam
organisasi, yang pada akhirnya akan menciptakan peningkatan kinerja
anggota organisasi dan kepuasan bagi pelanggan. Model baru kepemimpinan
ini didasarkan pada prinsip pemberdayaan manajer dan karyawan, serta
proses manajemen yang mampu beradaptasi.
F. Kerangka Penelitian
Aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia
yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang
didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran
merupakan hasil negosiasi antaranggota organisasi yang dominan, dan
mencerminkan konsensus organisasional mengenai tujuan operasi untuk
masa depan. Selain itu, anggaran juga dapat mempengaruhi dan memotivasi
manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten
dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi
Suatu sistem akan bertransformasi ketika tipe sistem itu diperkirakan
menjadi berubah (Ackoff, 1999). Misalnya, dalam penelitian yang akan
dilakukan terkait kesiapan perusahaan untuk mengubah sistem
penganggarannya dari sistem penganggaran tradisional menjadi beyond
budgeting. Dalam mengimplementasikan beyond budgeting, sebuah perusahaan membutuhkan para pemimpin yang memiliki perilaku
kepemimpinan yang kuat dan konsisten (Hope dan Fraser, 2003). Dengan
begitu, seorang pemimpin transformasional adalah seseorang yang dapat
mendorong dan memfasilitasi pembuatan visi yang menggerakkan suatu
sistem yang bertransformasi.
Firnanti (2011) menjelaskan bahwa agar dapat berhasil, implementasi
beyond budgeting harus dilakukan dengan memberikan pemahaman yang jelas dalam melakukan perubahan dengan menjelaskan semua keunggulan
yang akan diperoleh. Manajer harus dapat memutuskan dengan hati-hati
tingkat desentralisasi yang memungkinkan untuk dilakukan dalam organisasi
mereka, serta perlu ada sebuah kerangka kerja dengan prioritas dan batasan
yang jelas. Manajer juga perlu mengembangkan etos kerja yang didasarkan
pada persaingan sehat dalam mencapai kesuksesan dengan memberikan
kebebasan bagi anggota kelompok lini depan untuk mengambil keputusan.
Dengan demikian, kepercayaan dan keterbukaan dalam organisasi merupakan
hal yang sangat penting.