BAB II
PENGATURAN HUKUM TANAH WAKAF DI INDONESIA
A. Pengertian Wakaf dan Tanah Wakaf
Wakaf diambil dari kata kerja bahasa Arab wakafa itu menurut bahasa
berarti ‘menahan’ atau ‘berhenti’. Dalam hukum Islam, wakaf berarti
menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) dan dipindahkan menjadi
milik Allah swt secara permanen melalui seseorang atau nadzir (penjaga wakaf)
baik berupa perorangan maupun badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil
atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syariat
Islam.13 Meskipun lembaga wakaf berasal dari ajaran Islam, namun lembaga semacam wakaf sudah ada sebelum Islam datang di Indonesia. Di Indonesia
banyak harta adat baik yang mirip dengan wakaf. Secara Institusional ada
persamaan antara harta wakaf walaupun menurut fiqih jelas bahwa harta adat itu
bukan wakaf. Harta semacam di Indonesia berupa kebisaaan-kebisaaan yang
berlaku di masyarakat.14
Wakaf didefinisikan dengan perbuatan hukum seseorang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik
dan melembagakannya untuk selama-lamanya sesuai dengan ajaran Islam.15
Pendapat-pendapat dari para Imam Mahzab tersebut memberikan rumusan
pengertian tentang wakaf, dapat diartikan bahwa pengertian wakaf adalah
13
April 2017.
14
Ismawati, Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Studi Terhadap Tanah Wakaf Banda Masjid Agung Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2007, hal 11.
15
memindahkan hak kepemilikan suatu benda abadi tertentu dari seseorang kepada
orang lain (individu) atau organisasi Islam, untuk diambil manfaatnya dalam
rangka ibadah untuk mencari ridha Allah SWT16
Wakaf adalah penahanan suatu benda dari bertasarruf (bertindak hukum
seperti memperjual-belikannya) terhadap benda yang dimiliki serta benda itu tetap
dalam pemilikan si Wakif, dan memproduktifkan hasilnya untuk keperluan
kebaikan.17
16
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia. Pilar Media, Yogyakarta, 2006, hal 64
17
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet. 1, Ciputat Press, Jakarta, 2005, hal. 9
Pengertian wakaf disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977, yaitu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selamalamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004, yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1)
huruf a dan b, tentang harta benda wakaf dapat disimpulkan bahwa tanah
bukanlah harta benda satu-satunya yang dapat diwakafkan. Namun, harta benda
Menurut Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), pengertian
wakaf yaitu perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah18
1. Wakaf keluarga atau wakaf ahli yang disebut juga wakaf khusus
Wakaf dapat dibedakan, yaitu
Wakaf keluarga atau wakaf Ahli (disebut juga wakaf khusus) adalah wakaf
yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik
ia keluarga wakif maupun orang lain.
2. Wakaf umum atau wakaf khairi.
Wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukan bagi
kepentingan atau kemaslahatan umum.Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai
lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasah,
pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu dan tanah pekuburan19 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah itu
termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil
18
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf Di Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Pasal 1 angka 1
19
manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak
untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat
dipindahkan, misalnya tanah, bangunan dan sejenisnya.
Tanah wakaf adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan. Perwakafan
tanah hak milik merupakan suatu perbuatan hukum yang suci, mulia dan terpuji
yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, dengan memisahkan sebagian
dari harta kekayaan yang berupa tanah hak milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya menjadi wakaf social.20
Dasar hukum tentang wakaf diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1960; Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun
2000; UndangUndang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf; Peraturan Pemerintah
No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik; Peraturan Pemerintah No.
40 Tahun 2001 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kapala BPN No. 3 Tahun 1997; Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2002; serta Surat Edaran Kepala BPN No. 600-1900 tangal 31 Juli
2003.
21
a. Wakif yakni pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Pihak yang terlibat dalam perbuatan wakaf:
b. Nazhir yakni pihak yang menerima harta wakaf dari wakif, bertugas
mengelola dan mengembangkan wakaf sesuai peruntukannya.
c. Saksi. Orang ini harus melakukan hukum sebagai saksi ikrar wakaf
20
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Djambatan, Jakarta, 2005, hal 272.
21
d. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Pejabat ini ditunjuk khusus oleh
menteri untuk menangani pembuatan Akta Ikrar Wakaf.22 Hak atas tanah yang bisa diwakafkan:
a) Hak milik atas tanah, baik yang telah didaftarkan maupun belum didaftarkan.
Hak milik ini juga termasuk dalam hasil pendaftaran peningkatan hak dari
Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas tanah.
b) Hak milik atas satuan satuan rumah susun sesuai aturan yang berlaku.
c) Tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid atau makam.23
B. Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Tanah Wakaf
Kebijakan tentang regulasi wakaf di Indonesia dimulai sejak pemerintah
kolonial Belanda, di mana antara tahun 1903 sampai 1935, Belanda mengeluarkan
empat surat edaran Sekretaris (Circulaires van de Gouvernements Secretaris)
kepada pemimpin Indonesia. Semua surat edaran tersebut meminta bupati untuk
menangani pendaftaran bangunan keagamaan Muslim menyangkut asal-usulnya,
statusnya sebagai tempat peribadatan, dan apakah ia berasal dari wakaf atau
bukan.24
Setelah Indonesia merdeka, regulasi wakaf semakin berkembang positif,
dengan keluarnya Peraturan Departemen Agama pada 22 Desember 1953 tentang
prosedur pemberian tanah wakaf, yang kemudian diatur kembali oleh Surat Edaran
Departemen Agama No. 5/D/1956. Kemudian, diterbitkannya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam
22
Ibid. 84 23
Ibid, hal 85 24
Undang-undang ini, aset wakaf mendapatkan dasar hukum yang tetap, di mana
negara secara resmi menyatakan perlindungan terhadap harta wakaf. Dalam Pasal
49 ayat 3 disebutkan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur menurut
peraturan pemerintah. Perlindungan atas aset wakaf juga dipertegas kembali dalam
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan ini
meningkatkan penertiban sertifikasi tanah atas tanah wakaf yang telah diikrarkan
Setelah mendapatkan jaminan perlindungan dari pemerintah, eksistensi
wakaf semakin mendapatkan tempat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, yang memuat unsurunsur substansi
dan teknis perwakafan. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 ini
menciptakan pembaruan yang sangat penting dalam pengelolaan harta wakaf.
Peraturan ini memberikan legalitas bagi bolehnya pertukaran harta wakaf setelah
mendapatkan izin dari Menteri Agama. Secara subsansial peraturan tersebut juga
membolehkan pertukaran harta wakaf agar dapat diberdayakan secara optimal.
Pembaruan lain yang terjadi setelah terbitnya peraturan ini juga mencakup aspek
teknis dalam perwakafan. Sejak peraturan ini, beberapa pengelola wakaf mulai
bersikap selektif terhadap harta wakaf yang diserahkan kepada mereka dengan
memperhatikan asas manfaat dari wakaf yang akan diserahkan.
Fungsi dan tugas Pemerintah dalam bidang wakaf adalah untuk
memajukan dunia perwakafan di Indonesia, pemerintah melalui Departemen
Agama berupaya menjalankan fungsi dan Redengan tuntutan perkembangan
masyarakat.Langkah-langkah operasianal antara lain25
25
1. Regulasi peraturan perundang-undangan wakaf
2. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan paradigma baru wakaf
3. Sertifikasi, Inventarisasi dan advokasi harta benda wakaf
4. Peningkatan kualitas Nazhir dan lembaga wakaf
5. Memfasilitasi jalinan kemitraan investasi wakaf produktif
6. Memfasilitasi terbentuknya badan wakaf Indonesia
7. Bantuan proyek percontohan wakaf produktif
Dilihat dari wujud wakaf di Indonesia dan kepentingan masyarakat di
tanah air kita, perwakafan tanah tanah tampaknya mendapat perhatian utama.Oleh
karena itu pula dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria diletakkan dasar-dasar pengaturan tanah wakaf di Indonesia,
yang kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977.Dalam PP
ini disamping disebutkan pengertian wakaf sebagaimana disebutkan di atas, juga
disebutkan fungsi wakaf. Unsur wakaf ada empat yaitu
a. Wakif
Peraturan Pemerintah wakif adalah orang atau orangorang atau badan hukum
yang mewakafkan tanah miliknya. Wakif itu, jika ia orang atau orang-orang
harus memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum yakni:
1) Dewasa
2) Sehat akalnya
3) Tidak terhalang melakukan tindakan hukum karena dibawah perwakilan,
ditahan atau sedang menjalani hukman
5) Pemilik tanah bersangkutan
Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif, harus memenuhi syarat
yang ditentukan dalam peraturan Pemerintah N0.38 tahun 1963, yaitu
badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, misalnya bank
negara, koperasi.
b. Ikrar
Dalam hubungan ikrar ini, adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan tanahnya. Menurut PP No. 28 tahun 1977 dan peraturan
pelaksanaanya, ikrar wakaf harus dinyatakan secara lisan, jelas, dan tegas
kepada nadzir yang telah disahkan di harapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf “Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dan dua orang saksi. Ikrar
lisan ini kemudian harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Yang dapat
dijadikan benda wakaf, adalah tanah hak milik yang bebas dari sgala
pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara.Ketentuan ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa wakaf adalah sesuatu yang bersifat suci dan abadi, juga
agar tidak timbul masalah kemudian hari.
c. Tujuan Wakaf
Tidak disebut secara rinci dalam PP, hanya dinyatakan sepintas lalu dalam
perumusan pengertian wakaf (Pasal 1) yang kemudian disebut dalam pasal 2
waktu menegaskan fungsi wakaf. Menurut PP itu, tujuan perwakafan tanah
milik adalah untuk kepentingan peribadidataan atau keperluan umum lainnya
badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurus benda wakaf
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir perorangan, yaitu:
1) WNI
2) Beragama islam
3) Sudah dewasa
4) Sehat jasmani dan rohani
5) Tidak berada dibawah pengampunan
6) Bertempat tinggal di kecamatan tempat tanah itu di wakafkan.
C. Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Indonesia
Amal wakaf termasuk salah satu amal yang paling disukai umat muslim
karena pahalanya yang akan terus menerus diterima oleh si waqif walaupun ia
telah meninggal dunia nanti. Karena itu cukup beralasaan pendapat yang
menyatakan bahwa amal wakaf itu telah masuk ke Indonesia seiring dengan
masuknya agama Islam. Hal ini dapat diketahui dari tanah- tanah tempat
berdirinya mesjid-mesjid, langgar-langgar, surau-surau dan tempat-tempat
pengajian kaum muslimin sebagai peninggalan kerajaan- kerajaan Islam zaman
dahulu. Secara yuridis pelaksanaan wakaf di Indonesia dilaksanakan pada tahun
1978, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 1977,
Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun1977 dan Peraturan Menteri
Agama No. 1 Tahun 1978 tanggal 10 Januari 1978.
Sebelum PP No. 28 Tahun 1977, pelaksanaan wakaf di Indonesia dilaksanakan
terkenal dengan nama Bijblad No. 6196 yang kemudian disempurnakan dengan
Bijblad No. 13480 tanggal 27 Mei 1935.
Secara penerapan, tata cara perwakafan adalah sebagai berikut:
1) Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah miliknya
(sebagai calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk
melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan
PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain
dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di
hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nazhir
di hadapan PPAIW.26
2) Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa suratsurat
sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti
surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b. Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan
setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak
termasuk sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/walikota Kepada Daerah, Kepala Sub Direktorat
Agraria Setempat.27
26
Ibid, hal 83 27
3) PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, apakah
sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan),
meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nazhir.
4) Wakif mengikrarkan kehendak wakif itu kepada nazhir yang telah disahkan.
Ikrar tersebut harus diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam
bentuk tertulis. Bagi wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena
bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat,
kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Kemudian semua yang hadir
menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang bentuk dan isi ikrar wakaf
tersebut telah ditentukan di dalam peraturan Direktoral Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No. Kep/D/75/7
5) PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi
materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf
tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan
identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta
benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu
bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan
semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik
bersama aktanya.28
28
D. Pengaturan Hukum dan Pengelolaan Tanah Wakaf di Indonesia
Pengaturan wakaf di Indonesia sebelum kedatangan kaum penjajah
dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari kitab fikih bermazhab
syafi’i. Oleh karena masalah wakaf ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial
dan adat di Indonesia, maka pelaksanaan wakaf itu disesuaikan dengan hukum adat
yang berlaku di Indonesia, dengan tidak mengurangi nilai-nilai ajaran Islam yang
terdapat dalam wakaf itu sendiri.29
Setelah Indonesia merdeka maka dibentuklah Departemen Agama pada
Tanggal 3 Januari 1946 dan bidang wakaf mulai menjadi wewenang dari
Departemen Agama. Wewenang Departemen Agama dibidang perwakafan ini
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1949 yuncto Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1950 serta berdasarkan Peraturan Menteri Agama
Nomor 9 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 1952. Disebutkan dalam
peraturan tersebut bahwa Departemen Agama dengan lembaga hierarkhi kebawah
berkewajiban menyelidiki, menentukan, mendaftar dan mengawasi pemeliharaan
harta wakaf (khusus harta tak bergerak yang berupa tanah dan bangunan masjid).
Berdasarkan ketentuan tersebut berarti wewenang dari Departeman Agama terbatas
pada hal-hal tersebut dan di dalamnya tidak terkandung maksud mencampuri atau
menjadikan benda-benda wakaf sebagai tanah milik Negara. .
30
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria telah memperkokoh eksistensi wakaf di Indonesia. Dalam
Pasal 49 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa untuk keperluan peribadatan
29
Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Kencana, Jakarta, 2008, hal 249-250
30
dan keperluan suci lainnya dapat diberi tanah yang dikuasai langsung oleh negara
dengan hak pakai, perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
pemerintah. Untuk memberi kejelasan hukum tentang wakaf dan sebagai realisasi
dari undang-undang ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Dalam PP ini
dikemukakan bahwa wakaf adalah suatu bentuk keagamaan yang dapat digunakan
sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya
bagi umat yang beragama Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan
materiil menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Lahirnya PP
ini disebabkan karena peraturan yang lama tentang pengaturan wakaf dianggap
belum memadai dan belum memenuhi kebutuhan tentang tata cara pengaturan
wakaf di Indonesia
Hukum Tanah Nasional yang dimuat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur hak penguasaan atas
tanah. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan
atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan
isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda di antara
hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah31
Sejak berlakunya PP Nomor 28 Tahun 1977 ini, sepanjang undang-undang
bertentangan dengan PP ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan hal-hal yang
belum diatur, akan diatur lebih lanjut Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
31
sesuai dengan bidang wewenang dan tugas masing-masing. Langkah-langkah yang
telah diambil oleh Departemen Agama sehubungan dengan tebitnya PP Nomor 28
tahun 1977 ini antara lain.32
a. Mendata seluruh tanah wakaf hak milikdiseluruh wilayah tanah air guna
menetukan tolak ukur pengelolaan, pemberdayaan dan pembinaannya;
b. Memberikan sertifikat tanah wakaf yang belum disertifikasi dan memberikan
advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah
Praktik perwakafan khususnya tanah milik di kalangan umat Islam sudah
berjalan jauh sebelum pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. Masyarakat
mewakafkan hartanya di samping didorong untuk kepentingan umum juga yang
paling penting karena motivasi keagamaan. Di Indonesia pengaturan wakaf pertama
kali baru dimulai sejak awal abad ke-20 yang dilakukan pihak pemerintah kolonial
Belanda. Selanjutnya mengalami perkembangan sampai tahun 2004
Dasar hukum wakaf, maka perlu kiranya mengemukakan pula dasar hukum
menurut perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia, yaitu 33
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
2. Peraturan Pemerinta Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4667)
3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria Masalah wakaf dapat diketahui pada Pasal 5, Pasal 14 ayat (91), dan
Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
32
Abdul Manan, Op.Cit, hal 251-252 33
Achmad Djunaidi, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, National Legal
4. Undang-Undang tentang Yayasan. Mengenai wakaf disinggung secara singkat
dalam Pasal 15 termuat dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2001 Tanggal 16
Agustus 2001 Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 112.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Dalam Peraturan Pemerintah ini
terdiri atas tujuh bab dan delapan belas pasal, mencakup pengertian wakaf,
syarat-syarat sah wakaf, fungsi wakaf, perubahan, penyelesaian perselisihan dan
pengawasan wakaf, ketentuan pidana dan ketentuan peralihan
6. Peraturan Menteri
a. Peraturan Mendagri Nomor 6 Tahun 1977 mengatur tentang tata
pendaftaran perwakafan tanah milik. Cakupannya meliputi persyaratan
tanah yang diwakafkan, pejabat pembuat akta ikrar wakaf, proses
pendaftaran, biaya pendaftaran dan ketentuan peralihan.
b. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 (merinci lebih lanjut tata
cara perwakafan tanah milik). Pembahasannya tentang ikrar wakaf dan
aktanya, pejabat akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban nadzir, perubahan
perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan, penyelesaian
perselisihan wakaf serta biaya perwakafan tanah milik.
7. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Inpres ini
berisi perintah kepada Menteri Agama RI dalam rangka penyebarluasan KHI.
Hukum perwakafan sebagaimana diatur dalam KHI, pada dasarnya sama
dengan hukum perwakafan yang telah diatur oleh perundangan yang telah ada
sebelumnya. Dalam beberapa hal, KHI merupakan pengembangan dan
Pembahasan dalam Kompilasi Hukum Islam meliputi objek wakaf, sumpah
nadzir, jumlah nadzir, perubahan benda wakaf, pengawasan nadzir, pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir, dan peranan majelis
ulama dan camat.
Dengan dasar hukum yang ada maka tanah wakaf harus dapat dikelola dengan
baik dan benar. Biasanya pengelolaan dilakukan oleh badan nazhir tanah wakaf .
dalam pasal 1 angka (4) peraturan pemeritah no. 42 tahun 2006 tentang
pelaksaanaan UU no. 41 tahun 2004. Nazhir adalah pihak yang menerima harta
benda wakaf dari wakif untuk di kelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukanya. Nazhir dapat berupa perseorangan, organisasi dan badan hukum.
Pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh nadzir secara profesional memberi
peluang bagi pengembangan wakaf agar lebih produktif, juga memberi peluang
penerapan prinsipprinsip manajemen modern. Dalam kerangka ini, nadzir harus
berusaha untuk menampilkan performa terbaik wakaf yang mungkin dicapai.34 Manajemen lembaga wakaf menjadi bagian yang paling krusial dalam
memahami persoalan wakaf. Manajemen wakaf berkaitan dengan nadzir selaku
pengelola wakaf, sistem pengelolaan wakaf, dan akuntabilitasnya. Hasil survey
menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga wakaf dikelola oleh perseorangan
(66%) dan selebihnya dikelola oleh nadzir organisasi dan badan hukum.
Dibandingkan nadzir wakaf perseorangan, dalam berbagai aspek, ditemukan bahwa
pengelolaan wakaf berbasis organisasi dan badan hokum secara umum lebih
memungkinkan untuk diupayakan ke arah pengembangan wakaf. Hal ini
34
disebabkan adanya fakta di mana mayoritas pengelola wakaf yang notabene nadzir
perseorangan bekerja paruh waktu (84%) dan tidak mendapat imbalan. Di samping
itu, pola penunjukan nadzir yang dominan adalah berdasarkan unsur kekerabatan.
Dengan realitas lembaga wakaf seperti ini, tentu amat sulit menuntut
dikembangkannya lembaga wakaf yang profesional dan akuntabel. Pengelolaan
berbasis kekeluargaan seperti yang terjadi di pesantren-pesantren, menyulitkan
pemisahan antara aset pimpinan pesantren dan aset publik.35
1. Kewajiban dan sanksi bagi nadzir perorangan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memiliki kewajiban
dalam pengelolaan dan pengembangan diantaranya.
Secara umum, ketentuan mengenai nadzir dalam peraturan pemerintah dapat
dibedakan menjadi dua, ketentuan umum dan ketentuan khusus. Ketentuan umum
yang berkaitan dengan nadzir ialah:
1. Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama nadzir untuk kepentingan
pendayagunaan wakaf sebagaimana yang tercatat dalam akta ikrar wakaf
sesuai dengan peruntukannya.
2. Pendaftaran harta benda wakaf atas nama nadzir tidak membuktikan
kepemilikan nadzir atas harta benda wakaf.
3. Penggantian nadzir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang
bersangkutan.
Kewajiban dan sanksi bagi nadzir karena mengabaikan kewajibannya
adalah bahwa nadzir yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu 1
35
tahun sejak akta ikrar wakaf dibuat, kepala KUA atas inisiatif sendiri atau atas usul
wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada badan wakaf Indonesia untuk
memberhentikan dan menggantikan nadzir.
2. Nadzir organisasi
Ketentuan mengenai nadzir yang berbentuk organisasi ialah:
1. Nadzir organisasi wajib didaftarkan pad menteri agama dan badan wakaf
Indonesia melalui KUA setempat.
2. Nadzir organisasi yang melaksanakan pendaftaran harus memenuhi
persyaratan.
3. Pendaftaran nadzir organisasi dilakukan sebelum penandatangan akta ikrar
wakaf.
Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai pembubaran dan penggantian
nadzir organisasi ialah:
1. Nadzir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan anggaran dasar
organisasi yang bersangkutan.
2. Apabila salah seorang nadzir organisasi meninggal, mengundurkan diri atau
dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir, ia harus diganti.
3. Apabila nadzir perwakilan organisasi tidak melaksanakan tugasnya dan atau
melakukan pelanggaran dalam pendayagunaan wakaf, pengurus pusat
organisasi yang bersangkutan wajib mengatasi dan menyelesaikannya, baik
4. Nadzir organisasi yang tidak menjalankan kewajibannya, dapat
diberhentikan dan diganti haknya ke nadzir yang lain oleh BWI dengan
memperhatukan saran dan pertimbangan MUI setempat.
5. Nadzir organisasi yang tidak menjalankan kewajibannya dalam jangka
waktu satu tahun (sejak akta ikrar wakaf dibuat), dapat diusulkan kepada
BWI oleh kepala KUA untuk di berhentikan dan diganti oleh nadzir lain.
6. Apabila salah seorang nadzir organisasi meninggal, mengundurkan diri,
berhalangan tetap dan atau dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir yang di
angkat oleh organisasi yang bersangkutan harus melapor ke KUA untuk
selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 hari sejak kejadian
tersebut.
3. Nadzir badan hukum
Ketentuan nadzir badan hukum pada umumnya sama dengan ketentuan
nadzir organisasi. Bahwa nadzir badan hukum wajib didaftarkan pada menteri
agama dan BWI melalui KUA setempat dan nadzir badan hukum yang
melaksanakan pendaftaran harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai pembubaran dan pergantian
nadzir badan hukum ialah:
1. Apabila nadzir perwakilan daerah dari suatu badan hukum tidak
menjalankan kewajibannya, pengurus pusat badan hukum yang
bersangkutan wajib mengatasi dan menyelesaikannya baik diminta oleh
2. Apabila pengurus pusat bdan hukum yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan kewajibannya, nadzir badan hukum tersebut dapat
diberhentikan dan diganti hak ke-nadzirannya oleh BWI dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
3. Nadzir badan hukum yang tidak menjalankan kewajibannya dalam jangka
waktu satu tahun (sejak akta ikrar wakaf dibuat), dapat diusulkan kepada
BWI oleh kepala KUA untuk di berhentikan dan diganti oleh nadzir lain.
Nadzir adalah perseorangan, kelompok atau badan hukum yang berhak
mengelola tanah wakaf. Agar terhindar mencari keuntungan pribadi atau
penyelewengan dalam pengelolaan tanah wakaf maka perlu diperhatikan kewajiban
dan hak dari nadzir. UU No. 41 Tahun 2004 dalam pasal 11 menyatakan, nadzir
mempunyai tugas:36
1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
2. Mengelola dan mengembankan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya.
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
Seorang nadzir yang bertugas untuk mengurus dan mengelola harta wakaf,
dengan mengembangkan, memperbaiki kerusakan-kerusakan, menginvestasikan
dan menjual hasil produksinya serta membagikan keuntungan yang telah terkumpul
kepada mustahik. Sudah selayaknya mendapatkan upah yang setimpal atas apa
yang telah dilakukannya mengingat dengan usahanaya yang keras dan waktunya
36
yang tersita, sekiranya digunakan untuk mengolah hartanya sendiri, pasti
menghasilkan laba dan keuntungan yang banyak. Tetapi, mengenai ketentuan upah
nadzir ini tidak ada batasan tertentu, karenanya bisa berbeda-beda besarannya,
tergantung kepada tempat dan kondisinya. Sekaligus disesuaikan dengan
kemampuan dan kecakapan nadzir serta penentuan dari wakif. Bentuk dan upah
tersebut juga tidak menentu, bisa berbentuk uang, seperti duapuluh atau tigapuluh.
Atau, berdasarkan presentase. Seperti sepersepuluh atau seperdelapan dari
keuntungan. Juga bisa dengan memberikan hak kepadanya untuk mengambill hasil
wakaf setiap bulan atau setiap tahunnya. Semua itu kembali kepada syarat wakifnya
atau kebiasaan yang berlaku didalam masalah itu.37
Pengelolaan wakaf lebih potensial diterapkan oleh nadzir lembaga, baik
organisasi maupun badan hukum, dibandingkan dengan nadzir perseorangan yang
berbasis manajemen tradisional. Selain itu, berdasarkan jumlah pengurus dan staf,
nadzir organisasi dan badan hukum jumlahnya lebih besar dari pada nadzir
perseorangan. Namun, besarnya jumlah pengurus harus dibarengi dengan keahlian
dan tanggung jawab yang terukur dan sistematik, serta konsistensi pengurus untuk
menerapkan prinsip manajemen modern. Dalam menetapkan kepengurusan juga
lebih mengutamakan orang-orang yang paham manajemen dan memiliki
kompetensi di bidangnya.
38
Begitu besar keutamaan dan manfaat wakaf bagi kehidupan masyarakat dan
peningkatan taraf hidup serta kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara. Jika
37
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontenporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, Dompet Dhuafa Republika, Jakarta, 2004, hal.499
38
wakaf didayagunakan dengan baik dan benar maka kesejahteraan umat bukanlah
sesuatu yang muhal. Di Indonesia aset wakaf terbilang besar. Berdasarkan data
yang dihimpun Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama Republik
Indonesia, sampai dengan 2009 aset tanah wakaf yang terdata di seluruh wilayah
Indonesia terletak pada 367,438 lokasi dengan luas 2.719.854.759,72 meter persegi.
Dari total jumlah tersebut, 75% di antaranya sudah bersertifikat wakaf dan 10%
memiliki potensi ekonomi tinggi (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag RI,
2009). Sayangnya, potensi itu masih belum dimanfaatkan secara optimal dalam
menyejahterakan rakyat dan memperkuat perekonomian bangsa Indonesia.
Lembaga kenadziran memiliki peran sentral dalam pengelolaan harta wakaf secara
umum. Oleh karena itu eksistensi dan kualitas SDM nadzir harus betul-betul
diperhatikan. Nadzir (baik perorangan, organisasi maupun badan hukum) haruslah
terdiri dari orang-orang yang berakhlak mulia, amanah, berkelakuan baik,
berpengalaman, menguasai ilmu administrasi dan keuangan yang dianggap perlu
untuk melaksanakan tugastugasnya sesuai dengan jenis wakaf dan tujuannya.
Secara umum, pengelolaan wakaf dapat terarah dan terbina secara optimal, apabila
nadzirnya amanah (dapat dipercaya) dan profesional. Karena dua hal ini akan
menentukan apakah lembaga tersebut pada akhirnya bisa dipercaya atau tidak.
Nadzir mempunyai tugas mengamankan seluruh kekayaan wakaf, baik pada
tingkat pusat maupun daerah. Upaya pengamanan ini agar harta yang berstatus
wakaf tidak diganggu gugat oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh
karena itu, jika harta wakaf berupa tanah, maka yang harus dilakukan adalah:
tanahtanah wakaf yang jatuh ke tangan atau pihak-pihak yang tidak berhak. Ini
harus dihentikan dengan memberikan membuatkan sertifikat terhadap tanah-tanah
yang memiliki status wakaf. Pola pelaksanaan wakaf sejak lama memang lebih
banyak dilakukan dengan cara kepercayaan tanpa memberikan unsur bukti yang
bisa menguatkan secara administrasi. Karena itu, agar tanahtanah wakaf itu dapat
diselamatkan dari berbagai problematika formilnya, harus segera dilindungi secara