• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Sistem Reproduksi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Sistem Reproduksi."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT

TERHADAP SISTEM REPRODUKSI

dr.Indri Seta Septadina, M.Kes

Dipresentasikan pada :

Seminar Bagian Anatomi

Palembang, 16 Januari 2014

(2)

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP SISTEM REPRODUKSI WANITA

1. Pendahuluan

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil

dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil

peptida yang dihasilkan dari proses hirolisa protein (hydrolized vegetable protein/HVP). Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri

dapat menghasilkan asam glutamat. Asam Glutamat merupakan unsur pokok dari protein

yang terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, ikan dan air susu ibu. Protein

hewani mengandung 11-22% asam glutamat sedangkan protein nabati mengandung 40%

glutamat1. Pada protein hewani seperti keju, daging banyak mengandung asam glutamat

yang terikat dengan protein lain. Sedangkan pada sayuran seperti tomat, kacang polong

dan kentang banyak mengandung asam glutamat dalam bentuk bebas.2,3 Terobosan lebih

spektakuler dibuat oleh Prof. Ikeda dengan memproduksi monosodium glutamat secara

sintetis. Monosodium glutamat sintetis inilah yang memicu penggunaan penyedap

makanan secara besar-besaran terutama di industri pangan. Secara alamiah manusia atau

binatang pasti mencari makanan yang aromanya paling enak dan itu didapat dari makanan

yang dibubuhi penyedap.4

Konsentrasi optimal monosodium glutamat yang dapat menghasilkan efek lezat

adalah 0.2-0.8% dan penggunaan dalam konsentrasi berlebihan justru dapat mengurangi

kelezatannya. Dosis maksimal MSG yang dapat memberikan efek penguat rasa pada

manusia adalah sebesar 60mg/kgBB. Menurut WHO produksi MSG mencapai 200.000 ton

per tahunnya dan penggunaannya sekitar 3 gram sehari di negara-negara Asia. Penggunaan

MSG di seluruh dunia memerlukan pemikiran lebih lanjut mengenai efek samping yang

mungkin ditimbulkannya pada berbagai sistem di organ tubuh termasuk organ reproduksi1.

2. Metabolisme Asam Glutamat

Metabolisme asam amino non essensial termasuk glutamat menyebar luas di dalam

jaringan tubuh. Terdapat 57% dari asam amino yang diabsorpsi dikonversikan menjadi

urea melalui hati, 6% menjadi plasma protein, 23% absorpsi asam amino melalui sirkulasi

(3)

hati sebagai protein hati atau enzim. Monosodium glutamat dimetabolisme di dalam tubuh

sama seperti metabolisme asam glutamat. Asam amino dekarboksilat, glutamat dan

aspartat menempati posisi unik dalam metabolisme perantara. Mereka memegang peranan

penting di dalam produksi energi, sintesis urea, sintesis glutation dan sebagai

neurotransmiter. Hal ini disebabkan sel-sel mengandung sejumlah besar glutamat bebas

dan aspartat. Asam amino ini merupakan asam amino utama yang didapatkan di dalam

mitokondria sel dan merupakan 50-70% dari total asam amino bebas.1

Glutamat menjalankan beberapa fungsi penting di dalam proses metabolisme di dalam

tubuh, antara lain :

- Substansi untuk sintesa protein

Glutamat sebagai salah satu asam amino yang banyak terdapat di dalam sumber alami.

Diperkirakan 10-40% glutamat terkandung di dalam protein. L-glutamic acid merupakan

bahan yang penting untuk sintesa protein. Asam glutamat memiliki karakter fisik dan

kimia yang dapat menjadi struktur sekunder dari protein yang disebut rantai α .5

- Pasangan transaminasi dengan α-ketoglutarate

L-glutamate disintesa dari ammonia dan α-ketoglutarate dalam suatu reaksi yang

dikatalisir oleh L-glutamate dehydrogenase (siklus asam sitrat). Reaksi ini penting dalam

biosintesa seluruh asam amino.

Glutamat yang diserap ditransaminasikan dengan piruvat dalam bentuk alanin. Alanin dari

hasil transaminasi dari piruvat, oleh asam amino dekaboksilatmenghasilkan aketoglutarat

atau oksaloasetat. Glutamat yang lolos dari metabolisme mukosa, dibawa melalui vena

portal ke hati. Sebagian glutamat dikonversikan oleh usus dan hati dalam bentuk glukosa

dan laktat, kemudian dialirkan ke darah perifer.6

- Prekursor glutamin

Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga merupakan reaksi yang

sangat penting di dalam metabolisme asam amino. Ammonia akan dikonversikan menjadi

glutamin sebelum masuk ke dalam sirkulasi. Glutamat dan glutamin merupakan mata

rantai karbon dan nitrogen di dalam proses metabolisme karbohidrat dan protein. 7

- Prekursor dari N-acetylglutamate

N-acetylglutamate merupakan allosterik yang penting untuk mengaktifkan carbamyl

(4)

- Neurotransmitter

Glutamat adalah transmitter mayor di otak, berfungsi sebagi mediator untuk

menyampaikan transmisi post sinaptik. Selain itu juga glutamat berfungsi sebagai

prekursor dari neurotransmiter Gamma Ammino Butiric Acid (GABA).1

3. Toksisitas Asam Glutamat

Pada tahun 1968 Robert Ho-Man Kwok melaporkan di New England Journal of Medicine mengenai sindrom restoran Cina yang memperlihatkan gejala-gejala seperti rasa panas, rasa tertusuk-tusuk di wajah dan leher, dada sesak dan lain-lain. Kaemmerer (1999)

mengemukakan beberapa reaksi sensitivitas yang mungkin terjadi karena monosodium

glutamat adalah sakit kepala, migrain, kejang-kejang, mual muntah, berdebar-debar, sesak

nafas dan ruam pada kulit.9,10

Menurut Olney, konsentrasi di atas 60 u Mol/dl dapat menyebabkan kerusakan

pada otak. Telah dibuktikan dengan baik bahwa lesi dapat terjadi pada nukleus arkuata

hipotalamus pada mencit muda oleh pemberian MSG secara per oral atau subkutan.

Setelah penyuntikan tunggal subkutan MSG, terjadi peningkatan kadar glutamat empat kali

lipat pada nukleus arkuata hipotalamus, diikuti dengan kenaikan glutamat dalam plasma.

Puncak dari kadar glutamat dalam plasma terjadi setelah 15 menit, dan kadar puncak di

dalam nukleus arkuata dicapai setelah 3 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi

plasma setelah tingkat tertentu menyebabkan lesi pada otak. Stegink dan kawan-kawan

menetapkan bahwa kerusakan nukleus arkuata tidak terjadi pada tikus pada kadar MSG

plasma di bawah 50 u Mol/dl. Selain itu beberapa peneliti lain mengatakan bahwa MSG

dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui mekanisme hipotalamus-hipofisis.11,12

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dr. H. Sampoerno, MBA

menyatakan, produk makanan yang mengandung monosodium glutamate (MSG) secara

medis dan kesehatan aman untuk dikonsumsi manusia. Selanjutnya ia juga mengatakan

bahwa WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan FAO (Organisasi Pangan Dunia), telah

merekomendasikan MSG sebagai salah satu bahan tambahan penguat rasa yang aman

untuk dikonsumsi.13 Hasil penelitian yang direkomendasikan oleh WHO pada sidang

CODEX ALIMENTARY COMMISSION (CAC) tahun 1970 dan rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa MSG berupa

makanan sehari-hari, bisa dipakai paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa. Ini

(5)

dua gram sampai tiga gram, sebagaimana hasil penelitian lembaga itu pada tahun 1995,

MSG bisa menimbulkan alergi. Dan, bila sampai mengonsumsi lima gram MSG, ini bisa

membahayakan orang yang menderita penyakit asma.14 Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) mengungkapkan bahwa Glutamat dan aspartat menimbulkan efek toksik ketika diberikan dalam dosis tinggi pada spesies binatang rentan.

Efek toksik MSG pada binatang dihubungkan dengan dua faktor, yaitu: kadar glutamat

yang tinggi dalam darah dan spesies binatang yang rentan pada toksisitas glutamat.

FASEB juga menyebutkan batas aman penggunaan MSG adalah sebesar 0,5 gr-2,5 gr per

hari.15

Pada penelitian yang dilakukan oleh Anantharaman K (1979) mengungkapkan

bahwa pada pemakaian MSG dengan dosis 2-7 g/kg BB pada mencit tidak ditemukan

adanya reaksi alergi, intoleransi dan gangguan lainnya. Kelainan pada sistem reproduksi,

sistem saraf juga tidak ditemukan.16

4. Hubungan Antara Monosodium Glutamate Dengan Sistem Reproduksi Pada awal perkembangan seksual, seorang wanita memiliki 2 ovarium dimana

masing-masing menyimpan sekitar 500.000 telur yang belum matang. Dan hanya sekitar 480 buah

telur saja yang mencapai tahap folikel yang matang (de Graaf). Normalnya, hanya satu

atau beberapa sel telur yang tumbuh setiap periode menstruasi dan sekitar hari ke 14

sebelum menstruasi berikutnya. Ketika sel telur tersebut telah matang maka sel telur

tersebut akan dilepaskan dari ovarium melalui proses ovulasi. 17,18

Proses ini tergantung dari pengaturan kerja hormon dari sistem

hipothalamus-hipofisis (glandula hipothalamus-hipofisis) yang akan melepaskan dua hormon gonadotropin yaitu

Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Pada permulaan siklus, hipothalamus akan melepaskan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan hormon FSH kedalam

aliran darah sehingga membuat sel-sel telur tersebut tumbuh didalam ovarium. Sekresinya

dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium melalui mekanisme umpan

balik negatif. 17,18

Ketika sel telur telah matang, Luteinizing Hormone (LH) akan dilepaskan dari

kelenjar hipofisis anterior sebagai efek umpan balik negatif dari FSH untuk merangsang

sekresi progesteron. LH membantu pengeluaran sel telur dari folikel (ovulasi) dan

(6)

progesteron. Progesteron membuat endometrium yang telah tumbuh tadi menjadi amat

lembab dan siap untuk menjadi tempat implantasi sel telur yang telah dibuahi (zygot). Jika

terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan tetap bertahan beberapa lama sehingga kadar

progesteron tetap tinggi dan pembelahan serta pertumbuhan sel zygot dapat terus

berlangsung dan kehamilan dapat dipertahankan. Fungsi progesteron (juga estrogen)

tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi

pembuahan atau kehamilan. 17,18

Sebelum terjadinya kehamilan, ovum harus dibuahi terlebih dahulu oleh sel

sperma melalui suatu proses yang disebut fertilisasi. Fertilisasi adalah proses peleburan

antara sel telur dan sel sperma yang akan menghasilkan zygot. Zygot akan melakukan

pembelahan secara mitosis sampai tahap 32 sel yang disebut dengan blastokist. Lapisan

terluar blastokist disebut sebagai trofoblast yang berfungsi sebagai calon pembentuk

plasenta. Pada hari ke 6-8 setelah fertilisasi, trofoblas akan menempel pada dinding uterus

(melakukan implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini

melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan

progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Hormon progesteron akan

meningkat untuk mempersiapkan endometrium di awal kehamilan.19,20

Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kerja dari sistem reproduksi

wanita sangat tergantung dari kerja hormon yang mengaturnya di hipothalamus dan

hipofisis. Gangguna yang berpotensi menghalangi kerja hormon teersebut diduga akan

menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi.20

Berawal dari laporan Robert Kwok mengenai Chinese Restaurant Syndrom pada tahun 1968 yang mengungkapkan keterlibatan monosodium glutamat sebagai salah satu

bahan tambahan di dalam makanan yang dapat mengakibatkan beberapa gejala keracunan

makanan pada manusia, maka beberapa tahun setelahnya dilakukan penelitian untuk

membuktikan toksisitas monosodium glutamat pada makhluk hidup. Karena terkait

masalah etika, maka banyak penelitian dilakukan hanya menggunakan hewan percobaan.9

Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengetahui efek monosodium

glutamat terhadap beberapa organ tubuh. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

pengaruh monosodium glutamat terhadap sistem reproduksi pun telah dilakukan.

Penelitian pertama dilakukan oleh Olney (1969) yang memberikan MSG secara subkutan

pada mencit neonatal menyebabkan lesi pada otak dan setelah dewasa mencit tersebut

(7)

Redding T (1971) yang mengungkapkan bahwa pemberian MSG dapat menurunkan kadar

GnRH dan LH di kelenjar hipofisis anterior.22,23 Pada penelitian yang dilakukan oleh

Lamperti dkk (1976) mengungkapkan bahwa monosodium glutamat menyebabkan lesi di

bagian nukelus arkuata hipothalamus pada mencit yang akan menyebabkan beberapa

perubahan pada sistem reproduksi, termasuk inhibisi perkembangan folikel di dalam

ovarium. Pada tahun berikutnya, Lamperti (1977) kembali melakukan percobaan yang

menunjukkan bahwa monosodium glutamat dapat menurunkan respons rangsangan

terhadap Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) sehingga kadar FSH dan LH di dalam

plasma darah ikut menurun.23,24

Penelitian yang dilakukan oleh Susanto K (1987) terhadap anak tikus umur 5 hari

yang induknya diberi MSG per oral selama gestasi dengan dosis 2400 mg/kg berat badan,

4800 mg/kg berat badan, dan 9600 mg/kg berat badan, ternyata pada dosis 4800 mg/kg

berat badan terjadi kerusakan ringan dan berat pada sel neuron hipotalamus berupa edema

sel dan edema sel disertai piknotik inti. Sedangkan pada dosis 9600 mg/kg berat badan

terjadi kerusakan berat pada sel neuron hipotalamus berupa edema sel dan piknotik inti.25

Penelitian lain dilakukan oleh Pizzi dkk pada anak mencit jantan dan betina yang

baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11,

dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kg berat badan.

Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi

MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit

betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi

pengurangan berat kelenjar endoktrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, atau

testis. Setelah dewasa, pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi

vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa,

pada mencin jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya

berkurangnya berat testis, hipofisis, dan underscended testis.26

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sutarno dkk yang memberikan MSG per oral

dengan dosis 0, 77, 98, 119 and 140 mg/200 g BB selama 30 hari. Hasilnya pemeriksaan

pada siklus estrus menunjukkan pada fase diestrus akan memendek sedangkan fase

proestrous dan oestrus memanjang. Pada pemeriksaan histologis tidak menunjukkan

pengaruh pada jumlah folikel primer. Pada pemberian dosis 140 mg/200 gBB jumlah

folikel sekunder, folikel tersier dan korpus luteum juga menurun sedangkan jumlah folikel

(8)

granulosa daro membran basalis, terdapat degenerasi sel di antara sel granulosa, kerusakan

pada lapisan theca dan degenerasi dari ovum.27 Gangguan hormonal akibat pengaruh MSG

menyebabkan proses perkembangan folikel tidak berjalan normal sehingga sebagian besar

folikel menjadi atretik. Peningkatan jumlah folikel atresia ini dimungkinkan akibat

terhambatnya pematangan folikel ovarium mulai dari stadium perkembangan folikel

primer hingga terjadinya ovulasi. Atresia merupakan gejala yang umum terjadi pada

folikel ovarium hewan normal, namun pemberian MSG dapat meningkatkan jumlah folikel

atresia. Pemberian MSG sebenarnya mempengaruhi ovarium secara keseluruhan dan

saling berhubungan. Secara umum gangguan yang menyebabkan penurunan jumlah folikel

sekunder akan menurunkan jumlah folikel tersier dan kemudian mempengaruhi penurunan

jumlah korpus luteum dan peningkatan jumlah folikel atresia. Jika sejak tahap awal

perkembangan folikel sudah terganggu maka tahap selanjutnya akan semakin terganggu.

Jumlah korpus luteum yang sedikit menunjukkan jumlah folikel yang berovulasi juga

sedikit karena banyak folikel yang mengalami atresia. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Vitt et al (2000) dan Olney (1970), pemberian MSG pada hewan percobaan

dapat menyebabkan gangguan produksi hormon FSH dan LH. Gangguan produksi hormon

ini selanjutnya akan mempengaruhi gangguan struktur histologis ovarium.28,29

Penelitian terbaru dilakukan oleh Eweka AO dan Om’Iniaboh’s (2007) yang memberikan MSG pada tikus Wistar dengan dosis 6 gr menyebabkan beberapa perubahan

pada gambaran histologis ovarium berupa hipertrofi sel, dan degenerasi serta atrofi pada

lapisan sel granulosa. Penemuan ini mengindikasikan bahwa dengan dosis yang lebih

tinggi akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan oosit bahkan infertilitas. Pada

penelitian ini juga memberikan gambaran kemungkinan bahwa monosodium glutamat

bertindak sebagai toksin terhadap oosit dan folikel di dalam ovarium. Proses nekrosis sel

melibatkan perusakan pada struktur dan integritas membran sel.30

Dari beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek MSG terhadap

sistem reproduksi, penelitian yang dilakukan oleh Lamperti (1977) adalah yang paling

spesifik. Lamperti memberikan MSG 8mg/mg BB pada hari ke 8 pada neonatal, dan pada

hari ke-21 dikawinkan dengan menit jantan kemudian di hari ke-60 tikus dibunuh

didapatkan berat ovarium, uterus dan hipofisis menurun. Pada pemeriksaan histologis

didapatkan jumlah folikel sekunder menurun dan tidak ditemukannya korpus luteum dan

(9)

pada eminentia mediana menunjukkan bahwa fluoresensi menurun menunjukkan jumlah

katekolamin juga berkurang. Hal ini berhubungan dengan tubero-infundibular katekolaminergic pathway yang berasal dari badan sel arkuata dan nukleus paraventrikuler anterior hipothalamus sampai lapisan eksterna eminentia mediana. Katekolamin tdr dari

akson yang berasal dari bagian anterior paraventrikular hipothalamus. Katekolamin

terlibat dalam proses pelepasan LH dari eminentia mediana. Setiap perubahan pada level

dopamin dan atau LHRH akan mempengaruhi sistem reproduksi.31 Pada percobaan ini

juga tidak ditemukan vaginal discharge yg menunjukkan adanya ovulasi dan pada

pemeriksaan histologi, folikel hanya berkembang sampai tahap folikel sekunder ( terdapat

inhibisi maturasi folikel. Perkembangan folikel yg terganggu ini mungkin disebabkan oleh

level plasma FSH yang menurun akibat hilangnya nukleus arkuata. Nukleus arkuata yang

intact ibutuhkan untuk produksi FSH yang cukup selama siklus estrus.32

Menurut Blake skk beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan adanya

disfungsi neuroendokrin pada tikus yang diberikan MSG berhubungan dengan hilangnya

reseptor estrogen. Pada penelitiannya yang dilakukan pada tahun 1982 menghasilkan

bahwa konsentrasi reseptor estrogen di sitoplasma tidak ada pengaruhnya terhadap

pemberian MSG. Namun konsentrasi reseptor estrogen di hipothalamus menurun. Setelah

dilakukan diseksi pada beberapa daerah di hipothalamus, pengurangan reseptor estrogen

yang paling banyak dijumpai pada bagian arcuate-median eminence. Kelainan ini merupakan kemungkinan penyebab terjadinya gangguan pada sistem reproduksi pada tikus

(10)

5. Kesimpulan

Monosodium glutamat adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari

beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses hirolisa

protein. MSG mengandung asam glutamat yang memegang peranan penting di dalam

produksi energi, sintesis urea, sintesis glutation dan sebagai neurotransmiter. Penggunaan

MSG sebagai bahan penyedap makanan telah direkomendasikan oleh WHO dan

rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat menyebutkan

bahwa pemakaian MSG paling banyak adalah 6 mg/kg berat badan manusia dewasa.

Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) menyebutkan batas aman penggunaan MSG adalah sebesar 0,5 gr-2,5 gr per hari. Beberapa penelitian juga

membuktikan bahwa pemakaian MSG dengan dosis 2-7 mg/kg BB pada mencit tidak

ditemukan adanya reaksi alergi, intoleransi dan gangguan lainnya. Kelainan pada sistem

reproduksi, sistem saraf juga tidak ditemukan. Namun beberapa penelitian lain juga telah

membuktikan bahwa MSG dapat menyebabkan beberapa kelainan pada organ tubuh

manusia termasuk sistem reproduksi yang dapat menyebabkan infertilitas. Penelusuran

sumber pustaka yang akurat dan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Giacometti T. Free and bound glutamate in natural products. In: Glutamic Acid:Advances in Biochemistry (Filer, L.J., Garattini, S., Kare, M.R., Reynolds, W.A. and Wurtman, R.J., eds), Raven Press, New York; 1979:25 – 34. Melalui: <http://jn.nutrition.org/cgi/content/full/130/4/892S>.

2. Santoso OS. Beberapa data metabolisme MSG dalam tubuh dan tinjauan manfaat mudaratnya. CDK 1987;57:29-32.

Melalui: <http://www.kalbe.co.id/files/cdk/_057_hipertensi_(ii).pdf>.

3. Farombi EO, Onyema OO. Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Human & Experimental Toxicology. 2006;5(25):251-259.

Melalui: <http://het.sagepub.com/cgi/content/abstract/25/5/251>.

4. Sherwood L. Female reproductive physiology. In: Human Physiology From Cells To Systems. 5th edition. New York:Thompson Learning Inc;2004.p.770-83

5. Molina EP. Female reproductive system. In:Endocrine Physiology. New York:McGraw-Hill;2004.p.207-25

6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:EGC;1997.h.1246-9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:EGC;1997.h.1246-9

7. Ganong WF. Perkembangan dan fungsi sistem reproduksi. Dalam: Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta:EGC;1983.h.360-95

8. Anonim. MSG technical report. Melalui : <http:www.foodstandards.gov.au>. Internet:2003

11. Hermanussen, M.,Garcia, A.,Sunder, M.,Voigt, M.,Salazar, V. danTresguerres, J. A. F. (2006) Obesity, Voracity and short stature: the impact of glutamate on the regulation of appetite. European Journal of Clinical Nutrition, 60, 25-31.

12. Franca, L.,Suescun, M.,Miranda, J.,Giovambattista, A.,Perello, M.,Spinedi, E. danCalandra, R. (2006) Testis Structure and Funtion in a non Genetic Hyperadipose Rat model at Prepubertal And Adult Ages. The Endocrine Society, 147 (3), 1556-1563.

13. Sutarno, Megawati D, Listyawati S. Estrous cycle and histologic structure of rat’s (Rattus norvegicus L.) ovaries by oral administration of monosodium glutamate. Biosmart. 2005; 7(1)47-52.

(12)

18. Eweka AO, Om"Iniaboh's FAE. Histological studies of the effects of msg on the ovaries of adult wistar rats. The internet journal of gynecology and obstetrics 2007;8(2) 19. Young VR, Ajami AM. Glutamate: an amino acid of particular distinction.

In:International Symposium on Glutamate. J. Nutr 1998; 130: 892- 900.

20. Lehninger AL. Principles of Biochemistry. New York:Worth Publishers Inc;1982.p.35-40

21. Vitt UA.McGee EA, Hayashi M, Hsueh AJW. In vivo treatment with GDF-9 stimilates primordial follicle progression and cell marker CYP17 in ovaries of immature rats. J J Endocrinology 2000;141: 3814-3820.

22. Rodriguez-Sierra JF, Blaustein JD, Blake CA, Clough RW, Elias KA. A decrease of cytosol estrogen receptors in the hypothalamus as a result of treatment of neonatal rats with glutamate. Journal Experimental Brain Research 1982;48(2) 272-78.

23. Stehle P. Consensus meeting:monosodium glutamate-an update. European Journal of Clinical Nutrition. 2007;61:304-313.

Melalui:<http://www.nature.com/ejcn/journal/v61/n3/abs/1602526a.html>.

24. Millard W. Light-Dark entrainment of the growth hormone ultradian rhythm in the rat is mediated by the arcuate nucleus. J Endocrinology 1981;2393-7. Melalui http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6T0S-47TG4Y1

2

5. Tafelski TJ, Lamperti A. The effects of a single injection of monosodium glutamate on the reproductive neuroendocrine axis of the female hamster. Biol. Reprod 1977;17:404-11. Melalui: <http://www.biolreprod.org/cgi/content/abstract/17/3/40>.

26. Nameroff CB, Lipton MA, Kizer JS. Models of Neuroendocrine Regulation: Use of Monosodium Glutamate as an Investigational Tool. Developmental neuroscience. 1978;2(1):102-109. Melalui: <http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?>.

27. Lindemann, B.,Ogiwara, Y. danNinomiya, Y. (2002) The discovery of umami.

Chemical senses. Universitat des Saarlandes, Medical faculty, Physiology, .

28. Administration, U. S. F. A. D. (1996) Monosodium Glutamate. FDA Medical Bulletin,

6 Number 1.

29. Vinodini, N.,Nayanatara, A.,Gowda, K. D.,Ahamed, B.,Ramaswamy, C.,Shabarinath danBhat, M. R. (2008) Effect of monosodium glutamate-induced oxidative damage on rat testis. of chinese clinical medicine 3 (7), 370-373.

30. Kwok R. Chinese restaurant syndrome.N Engl J Med 1968;278:796.

31. Miskowiak B; Limanowski A; Partyka M. Effect of perinatal administration of monosodium glutamate (MSG) on the reproductive system of the male rat.

Endokrynologia Polska. 1993;44(4):497-505. Melalui:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) Peroral Terhadap Kolesterol Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus Strain

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap mencit, MSG dengan dosis 3 g, 6 g dan 9 g menyebabkan mutagenik dan aktivitas mutagenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan

Simpulan dari penelitian ini adalah MSG menyebabkan kerusakan struktur histologi testis dan mengakibatkan sebagian besar tubulus seminiferus berada pada kategori

 Exposure  of  MSG  damage  the  duodenum  and  duodenal  regeneration   occurs  after  MSG  cessation  for  14

Hal ini membuktikan bahwa pemberian madu pada tikus yang diinduksi MSG dapat menurunkan kadar SGPT dibanding dengan kelompok yang hanya mendapat induksi MSG, walaupun

PENGARUH MADU TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS DUODENUM PADA TIKUS WISTAR YANG DIBERI..

Judul KTI : Pengaruh Madu Terhadap Gambaran Mikroskopis Hepar pada Tikus Wistar Jantan yang Diinduksi Monosodium Glutamat.. Dengan ini menyatakan

Simpulan Pemberian merkuri klorida per oral menyebabkan perubahan gambaran histopatologi hati tikus Wistar, Dosis merkuri klorida yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan