INTISARI
Jerawat merupakan penyakit inflamasi pada pilosebaseus dengan munculnya mikrokomedo sebagai kondisi awal yang biasanya terjadi di wajah. Secara khas jerawat muncul pada pria berumur 12 - 18 tahun dan wanita berumur 15 – 17 tahun. Ada empat faktor fisiologi yang bekerja dalam pembentukan jerawat, yaitu peningkatan produksi minyak (sebum), kecepatan kematian sel kulit, bakteri, dan inflamasi (kemerahan).
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif, yaitu untuk mengevaluasi kerasionalan produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif yang digunakan pada produk antijerawat yang diteliti adalah sulfur pada 46,2% produk; resorsinol pada 38,5% produk; benzoil peroksida pada 23,1% produk, asam salisilat pada 23,1% produk; triklosan 38,5% produk dan tea tree oil pada 7,7% produk. Selebihnya merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pelembab, pengemulsi, surfaktan, pelarut, pengawet, pewarna, dan bahan tambahan lainnya. Kelengkapan informasi produk antijerawat 100,0% rasional berdasarkan kriteria WHO (1988) dan Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1998, 50,0% produk rasional menurut Keputusan Kepala BPOM nomor HK.00.05.4.1745; 20,0% produk memenuhi kerasionalan penggunaan bahan aktif menurut BPOM dan 100,0% produk rasional menurut Billow (2004); 20,0% produk memenuhi kerasionalan kadar bahan aktif menurut BPOM dan 100,0% produk rasional menurut Billow (2004); serta 100,0% produk memenuhi kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan 50,0% produk rasional menurut BPOM.
.
Kata kunci: produk antijerawat, kerasionalan, kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas.
vi
Acne is the result of the obstruction of specific follicle , which are located primarily on the face and trunk by excessive amounts of sebum produced by sebaceous glands in the follicles combined with excessive number of desquamated epithelial cell from the walls of the follicles. Acne typically develops in male aged 12 to 18 years and in female aged 15 to 17 years. Four physiological factors are at work in the formation of acne, that are the increased sebum, rapid shedding of dead skin cell, bacteria, and inflammation (redness).
This research was categorized as nonexperimental research with descriptive evaluative design, with an aim to evaluate rationality of cosmetic and over the counter of anti-acne products which are sold in the apotek in Yogyakarta in January 2007.
The result of the research indicate that the percentage of anti-acne products containing sulphur in 46,2% product, resorcinol in 38,5% product, benzoyl peroxide in 23,1% product, salicylic acid in 23,1% product, triclosan in 38,5% product, and tea tree oil in 7,7% product. The rest were exipients functioning as moisturizer, emulsifier, surface active agent, solvent, preservative, colourant, and so on. Equipment of anti acne product 100% rational based on the WHO (1988) and government regulation No.72/1998, 50,0% product rational according the BPOM head decree number HK.00.05.4.1745; 20,0% product fulfill the rational of using active ingredient according to BPOM and 100,0% product rational according to Billow (2004); 20,0% product fulfill the rational of degree of active ingredient according to BPOM and 100,0% product rational according to Billow (2004); and 100,0% product fulfil the rational of indication according to Billow (2004) and 50,0% product rational according to BPOM.
EVALUASI KERASIONALAN PRODUK ANTIJERAWAT YANG TERGOLONG KOSMETIK, OBAT BEBAS,
DAN OBAT BEBAS TERBATAS YANG BEREDAR DI APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2007
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Silvia Ariska Prilianti NIM : 028114129
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
i
Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan.
Dan semua hasrat keinginan adalah buta,
jika tidak disertai pengetahuan.
Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran.
Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta.
-KHALIL GIBRAN-
Dengan segala puji syukur kepada Allah Bapa di Surga, kupersembahkan karya kecil ini kepada:
Papa, Mama, Adik Rio, Adik Rinta, dan Adik Ido
Adikku tercinta, Stefanus Dwi Prabowo semoga tenang di sisi-Nya.
Falensius Nango
30
Jerawat merupakan penyakit inflamasi pada pilosebaseus dengan munculnya mikrokomedo sebagai kondisi awal yang biasanya terjadi di wajah. Secara khas jerawat muncul pada pria berumur 12 - 18 tahun dan wanita berumur 15 – 17 tahun. Ada empat faktor fisiologi yang bekerja dalam pembentukan jerawat, yaitu peningkatan produksi minyak (sebum), kecepatan kematian sel kulit, bakteri, dan inflamasi (kemerahan).
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif, yaitu untuk mengevaluasi kerasionalan produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif yang digunakan pada produk antijerawat yang diteliti adalah sulfur pada 46,2% produk; resorsinol pada 38,5% produk; benzoil peroksida pada 23,1% produk, asam salisilat pada 23,1% produk; triklosan 38,5% produk dan tea tree oil pada 7,7% produk. Selebihnya merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pelembab, pengemulsi, surfaktan, pelarut, pengawet, pewarna, dan bahan tambahan lainnya. Kelengkapan informasi produk antijerawat 100,0% rasional berdasarkan kriteria WHO (1988) dan Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1998, 50,0% produk rasional menurut Keputusan Kepala BPOM nomor HK.00.05.4.1745; 20,0% produk memenuhi kerasionalan penggunaan bahan aktif menurut BPOM dan 100,0% produk rasional menurut Billow (2004); 20,0% produk memenuhi kerasionalan kadar bahan aktif menurut BPOM dan 100,0% produk rasional menurut Billow (2004); serta 100,0% produk memenuhi kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan 50,0% produk rasional menurut BPOM.
.
ABSTRACT
Acne is the result of the obstruction of specific follicle , which are located primarily on the face and trunk by excessive amounts of sebum produced by sebaceous glands in the follicles combined with excessive number of desquamated epithelial cell from the walls of the follicles. Acne typically develops in male aged 12 to 18 years and in female aged 15 to 17 years. Four physiological factors are at work in the formation of acne, that are the increased sebum, rapid shedding of dead skin cell, bacteria, and inflammation (redness).
This research was categorized as nonexperimental research with descriptive evaluative design, with an aim to evaluate rationality of cosmetic and over the counter of anti-acne products which are sold in the apotek in Yogyakarta in January 2007.
The result of the research indicate that the percentage of anti-acne products containing sulphur in 46,2% product, resorcinol in 38,5% product, benzoyl peroxide in 23,1% product, salicylic acid in 23,1% product, triclosan in 38,5% product, and tea tree oil in 7,7% product. The rest were exipients functioning as moisturizer, emulsifier, surface active agent, solvent, preservative, colourant, and so on. Equipment of anti acne product 100% rational based on the WHO (1988) and government regulation No.72/1998, 50,0% product rational according the BPOM head decree number HK.00.05.4.1745; 20,0% product fulfill the rational of using active ingredient according to BPOM and 100,0% product rational according to Billow (2004); 20,0% product fulfill the rational of degree of active ingredient according to BPOM and 100,0% product rational according to Billow (2004); and 100,0% product fulfil the rational of indication according to Billow (2004) and 50,0% product rational according to BPOM.
Key words: anti acne product, rationality, cosmetic, and over the counter
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerasionalan Produk Antijerawat yang Tergolong Kosmetik, Obat Bebas, dan Obat Bebas Terbatas yang Beredar di Apotek di Kota Yogyakarta Bulan Januari 2007.”
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sekaligus sebagai upaya untuk memperdalam dan memperkaya wawasan berpikir serta menambah wacana di dunia farmasi pada umumnya.
Keberhasilan penulis dalam menyususn skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, waktu, dan perhatiannya yang besar selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Imono Argo Donatus, SU, Apt. (Alm.) selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas segala bimbingan, perhatian, kesabaran, dan semangat yang besar selama penyusunan skripsi.
viii
berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Apoteker Pengelola Apotek dari 23 apotek di kota Yogyakarta yang telah memberikan waktu dan tempat dalam pengambilan data.
6. Papa, Mama, Adik Rio, Adik Rinta, dan Adik Ido atas perhatian, dukungan, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti.
7. Seseorang yang sangat berarti untukku, Falensius Nango atas kebersamaan, cinta, perhatian, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan.
8. Sahabat-sahabatku di Kost Icha, Tesa, Ratih, Tina, Sisil, Ijup, Lusi, Mba Nia, Indri, Ana, Syane, Lina, Wira, Paul, dan Sania atas kebersamaan, doa, dukungan, semangat, dan persaudaraan yang telah dibangun.
9. Sahabat-sahabatku, Mba Dian, Mba Nina, dan Yuni atas doa, cinta, dan dukungannya.
10.Teman-teman seperjuangan warisan Almarhum, Frety, Puri, Meta, dan Kak Ade atas doa, semangat, dan dukungannya.
11.Teman-teman yang berjuang bersamaku, Arya, Vita, dan Prima atas dukungan dan kebersamaan selama ini.
12.Teman-teman angkatan 2002, kelas C terutama kelompok E atas kebersamaan, doa, dan dukungannya.
x
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi orang banyak.
Yogyakarta, April 2008
Penyusun
halaman HALAMAN JUDUL ...
C. Obat dan Kosmetik ... D. Peraturan yang Terkait dalam Kerasionalan Produk Antijerawat .... E. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... BAB III. METODOLOGI PENELITAN ... A. Jenis dan Rancangan Penlitian ... B. Definisi Operasional Penelitian ... C. Bahan atau Materi Penelitian ... D. Teknik Sampling ... E. Tatacara Pengumpulan Data ... F. Analisis Data Penelitian ... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Komposisi Produk Antijerawat ... B. Kerasionalan Produk Antijerawat yang Tergolong Kosmetik, Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
halaman Tabel I. Tingkatan keparahan jerawat ...
Tabel II. Perbandingan obat jerawat topikal tanpa resep ... Tabel III. Informasi yang harus dicantumkan pada brosur atau kemasan
produk antijerawat menurut WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745 ... Tabel IV. Komposisi produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat
bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007 ... Tabel V. Persentase masing-masing bahan yang menyusun komposisi
produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas berdasarkan fungsinya yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007 ... Tabel VI. Kerasionalan kelengkapan informasi pada produk antijerawat
yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.. Tabel VII. Persentase kelengkapan informasi pada produk antijerawat
yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.. Tabel VIII. Persentase kelengkapan informasi pada produk antijerawat
yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas 14 17
23
34
37
41
yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.. Tabel IX. Kerasionalan penggunaan bahan aktif pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.. Tabel X. Persentase kerasionalan penggunaan bahan aktif pada produk
antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007... Tabel XI. Kerasionalan kadar bahan aktif pada produk antijerawat yang
tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007... Tabel XII. Persentase kerasionalan kadar bahan aktif pada produk
antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007... Tabel XIII. Ketepatan indikasi dan klaim kegunaan pada produk
antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007... Tabel XIV.Persentase kerasionalan indikasi dan klaim kegunaan pada
produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007...
46
48
49
51
52
53
55
xiv
halaman Gambar 1. Struktur kulit ...
Gambar 2. Inflamasi pada folikel rambut ... Gambar 3. Tingkatan jerawat ... Gambar 4. Logo obat bebas ... Gambar 5. Logo obat bebas terbatas ...
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran 1. Daftar produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat
bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007 ... Lampiran 2. Surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma ... Lampiran 3. Surat ijin penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bapeda) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .... Lampiran 4. Surat ijin penelitian dari Pemerintah Kota Yogyakarta ... Lampiran 5. Surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta... 61
74
75 76
77
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Jerawat merupakan penyakit inflamasi pada pilosebaseus dengan munculnya mikrokomedo sebagai kondisi awal yang biasanya terjadi di wajah (Dipiro, 1997). Selain terjadi di wajah, lesi jerawat biasanya terjadi pada leher, punggung, dagu, dan bahu (Anonim, 2006).
Jerawat sebagian besar terjadi pada usia 12-25 tahun yang merupakan kelompok umur yang paling tidak siap menghadapi dampak psikologis jerawat. Jerawat bisa sangat ringan tetapi bisa juga sangat parah, besar, dan tidak sedap dipandang mata (Brown, 2002).
Meskipun dapat sembuh sendiri, jerawat bisa bertahan selama beberapa tahun yang dapat meninggalkan bekas dan jaringan parut (Dipiro, 1997). Bagi sebagian masyarakat hal tersebut bisa sangat mengganggu dan mengurangi rasa percaya diri terutama bila jerawat muncul di wajah. Mereka tentunya berusaha untuk menghilangkan jerawat dengan berbagai cara, salah satunya menggunakan produk antijerawat yang banyak beredar.
2
dan obat-obatan serta kosmetika berizin edar yang telah dilempar di pasaran. Akibatnya, hampir 90 persen produk yang telah sampai di tangan masyarakat tersebut kurang terjamin mutu dan keamanannya. Hal itu diakibatkan karena sebagian besar produk luput dari pengawasan BPOM yang tidak mampu melakukan pengawasan rutin terhadap sebagian besar produk (Anonim, 2007a). Kurangnya pengawasan obat, makanan, dan kosmetik dari BPOM tentunya membuat produk yang beredar juga kurang terjamin kerasionalannya.
Seperti halnya produk obat pada umumnya, pada kemasan atau brosur produk antijerawat harus mencantumkan informasi yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Untuk mengevaluasi kerasionalan produk, informasi yang terdapat pada brosur atau kemasan produk dicocokkan dengan literatur untuk dapat melihat kriteria kerasionalan yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi produk berdasarkan kriteria WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745; kerasionalan penggunaan bahan aktif dan kerasionalan kadar bahan aktif menurut kriteria BPOM dan Billow (2004); serta kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan kerasionalan klaim kegunaan produk antijerawat menurut BPOM.
Penelitian ini dilakukan pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas karena produk tersebut dapat bebas dibeli di apotek tanpa menggunakan resep dokter. Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat memilih produk antijerawat yang rasional yang banyak beredar di apotek di kota Yogyakarta.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah berikut ini.
a. Bagaimana komposisi produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007?
b. Apakah produk antijerawat yang beredar sudah memenuhi kriteria kerasionalan yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi produk berdasarkan kriteria WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745; kerasionalan penggunaan bahan aktif dan kerasionalan kadar bahan aktif menurut Billow (2004) dan kriteria BPOM; serta kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan kerasionalan klaim kegunaan produk antijerawat menurut BPOM?
2. Keaslian penelitian
Pernah dilakukan penelitian sejenis dengan judul “Evaluasi Kerasionalan Jamu Pegal Linu ® Produk Perusahaan Jamu Propinsi Jawa Tengah yang beredar di Pasaran” (Elu, 1995) dan“Kajian Komposisi Produk Pemutih Wajah yang Beredar di Pasaran Kota Yogyakarta Tahun 2003” (Kartikaningrum, 2003).
4
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis:
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran dan menambah pengetahuan tentang produk antijerawat yang rasional, khususnya produk antijerawat yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
b. Manfaat praktis:
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan atau bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan produk antijerawat oleh masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerasionalan produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui komposisi yang menyusun produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta.
b. Untuk mengetahui kerasionalan produk antijerawat yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi produk jerawat berdasarkan kriteria WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Kulit
Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutis. Epidermis adalah lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel (keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel). Keratinosit merupakan sel terbanyak dan menghasilkan keratin. Melanosit adalah sel yang menghasilkan pigmen. Sel Langerhans adalah sel fagositik yang berperan dalam pengambilan dan pengolahan antigen. Sel Merkel merupakan sel neuroendrokrin yang fungsinya belum diketahui secara pasti (Sander, 2003).
Gambar 1. Struktur kulit (Anonim, 2007b)
7
Epidermis tersusun membentuk lima lapisan. Lapisan-lapisan tersebut dari bagian bawah ke atas, yaitu stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum. Di bawah epidermis terdapat dermis yang tersusun atas dua komponen utama, yaitu lapisan papillary pada bagian atas dan lapisan retikular yang terletak di bawah lapisan papillary. Di bawah dermis terdapat lapisan subkutis yang biasa disebut sebagai hipodermis (Martini, 1997).
Fungsi epidermis adalah melindungi dermis dari trauma dan zat kimia; mengontrol permeabilitas kulit dan mencegah kehilangan air; mencegah masuknya patogen; sintesis vitamin D3; memberikan sensasi terhadap sentuhan,
tekanan, nyeri, dan temperatur; koordinasi respon imun terhadap patogen dan kanker kulit (Martini, 1997).
Dermis memiliki kerangka jaringan penghubung yang elastis dan berisi pembuluh darah serta syaraf. Beberapa aksesoris kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar minyak, dan rambut berada pada lapisan dermis dan mungkin sampai ke lapisan subkutan di bawah kulit. Ketebalan dermis bervariasi pada tempat yang berbeda. Pada beberapa tempat seperti telapak kaki dan telapak tangan dilindungi oleh lapisan kulit yang sangat tebal, sedangkan tempat lain seperti kelopak mata memiliki lapisan kulit yang sangat tipis dan lembut (Cohen, 2000).
9
bervariasi pada bagian tubuh yang berbeda. Lapisan yang tipis terdapat pada kelopak mata dan lapisan yang tebal terdapat pada perut (Cohen, 2000).
Kulit memiliki dua tipe kelenjar, yaitu kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus. Kelenjar keringat memproduksi larutan berair. Kelenjar sebaseus memproduksi minyak yang melapisi rambut dan epidermis. Kelenjar sebaseus merupakan kelenjar holokrin yang mengeluarkan sekresi minyak menuju folikel rambut. Sel kelenjar sebaseus memproduksi lemak dalam jumlah besar yang dilepaskan terus menerus melalui sekresi holokrin. Lemak yang dilepaskan masuk melalui lumen kelenjar. Kontraksi otot arektor meningkatkan tekanan kelenjar sebaseus, memaksa sekresi kental menuju folikel dan permukaan kulit. Sekresi tersebut dinamakan sebum yang berfungsi memberi lubrikasi dan menghambat pertumbuhan bakteri (Martini, 1997).
B. Jerawat 1. Definisi
Jerawat merupakan gangguan pada pilosebaseus. Jerawat terjadi karena penyumbatan folikel sebaseus, akumulasi sebum, pertumbuhan Propionibacterium acnes (P. acnes), dan inflamasi. Bentuk lesi jerawat ditandai oleh komedo, papula, pustula, nodula, dan kista. Selain lesi noninflamasi (komedo terbuka), lesi jerawat dapat berupa preinflamasi (komedo tertutup) atau inflamasi (papula, pustula, nodula, dan kista). Lesi inflamasi bisa membentuk jaringan parut (Colin, 1999).
Gambar 2. Inflamasi pada folikel rambut (Helwig, 2007)
2. Epidemiologi
11
3. Etiologi
Jerawat merupakan hasil dari penyumbatan pori dan bukan karena kebersihan yang kurang atau makanan seperti kepercayaan pada umumnya. Kenyataannya, ada empat faktor fisiologi yang bekerja dalam pembentukan jerawat, yaitu:
a. peningkatan produksi minyak kulit (sebum)
Kesehatan kulit dan rambut secara alami dilembutkan dan dilumasi oleh sebum, suatu sekresi minyak dari kelenjar sebaseus. Pada masa pubertas, terjadi perubahan tingkat hormon yang menyebabkan terjadinya berbagai perubahan fisik termasuk peningkatan produksi sebum oleh kelenjar sebaseus. b. kecepatan kematian sel kulit
Pada awal masa pubertas, sel pada lapisan folikel cenderung membuka lebih cepat membentuk kulit mati. Pada pori normal, campuran sel kulit mati dan sebum akan mengalir dan keluar ke permukaan kulit. Pada kulit yang cenderung berjerawat, akumulasi sel kulit dan sebum tetap bersatu dan bentuk sumbatan lembut akan menutup pori kulit. Penutupan pori disana diketahui sebagai “mikrokomedo” yang tidak terlihat mata dan “tanda sumbatan” dari jerawat.
c. bakteri
Campuran minyak dan sel kulit mati merupakan lingkungan yang sempurna untuk pertumbuhan bakteri kulit normal yang disebut Propionibacterium acnes (P. acnes). Pertumbuhan P. acnes yang berlebih dapat menyebabkan pembentukan lesi jerawat yang besar.
d. inflamasi (kemerahan)
Perkembangbiakan P. acnes pada folikel rambut yang tertutup, kemerahan, dan pembengkakan merupakan karakterisrik inflamasi. Inflamasi, jika berat dan tidak diobati secara tepat, dapat membentuk jaringan parut (Anonim, 2006).
4. Patogenesis
Jerawat dimulai pada masa prapubertas ketika kelenjar adrenal dewasa dan jumlah androgen adrenal yang dihasilkan meningkat dan menyebabkan meningkatnya produksi sebum. Dengan berkembangnya gonad, produksi androgen dan aktivitas kelenjar sebaseus meningkat. Jerawat terjadi karena kelebihan jumlah sebum yang diproduksi oleh kelenjar sebaseus pada folikel yang dikombinasi dengan pelepasan sel epitel berlebih dari dinding folikel (Leyden, 2006).
13
Tanda klinis patofisiologi jerawat dari noninflamasi komedo terbuka (blackheads) dan komedo tertutup (whiteheads) sampai inflamasi papula, pustula dan nodula (Leyden, 2006).
5. Bentuk jerawat
Jerawat dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam bentuk, diantaranya: a. komedo
Komedo merupakan penyumbatan folikel sebaseus oleh sebum, sel mati dari dalam folikel sebaseus, rambut yang sangat kecil, dan beberapa bakteri. Komedo yang terbuka biasa disebut blackhead karena permukaan saluran folikel terlihat kehitaman. Komedo yang tertutup biasa disebut whitehead; terdapat inflamasi kecil “benjol” pada kulit. Whitehead memiliki warna berbeda dibanding blackhead karena terbukanya saluran folikel sebaseus dari permukaan kulit yang tertutup atau sangat sempit, yang kontras adalah terbukanya folikel yang menggembung dari blackhead. Blackhead dan whitehead tidak boleh dikeluarkan derngan paksa kecuali dilakukan oleh ahli kulit di bawah kondisi steril.
b. papula
Papula didefinisikan sebagai jerawat yang sangat kecil (5mm atau kurang), lesi berbentuk padat di atas kulit. Kelompok papula yang sangat kecil dan mikrokomedo mungkin hampir tidak terlihat tetapi akan terasa kasar bila diraba. Papula disebabkan oleh reaksi lokalisasi selular dari proses jerawat.
c. pustula
Pustula berbentuk seperti kubah, merupakan lesi yang berisi nanah, mudah pecah, terdiri dari campuran sel darah putih, sel kulit yang mati, dan bakteri. Pustula merupakan bentuk berlebih dari folikel sebaseus, biasanya terdapat di tengah-tengah rambut. Pustula dapat sembuh tanpa melalui proses kista dan biasanya tidak meninggalkan bekas.
d. makula
Makula adalah bintik merah sementara yang ditinggalkan saat penyembuhan lesi jerawat, merupakan bekas yang biasanya berwarna merah atau merah muda dengan batas yang jelas. Makula tinggal selama beberapa hari sampai minggu sebelum akhirnya hilang. Ketika muncul sejumlah makula, suatu ketika akan menyebabkan terbentuknya “inflamasi wajah” yang terlihat seperti jerawat.
e. nodula
Seperti papula, nodula padat berbentuk seperti kubah atau tidak beraturan. Tidak seperti papula, sifat khas nodula adalah inflamasi, sampai di bawah lapisan kulit dan mungkin karena jaringan yang rusak akibat goresan. Nodula terasa sangat nyeri.
f. kista
15
terjadi bersama-sama pada bentuk jerawat yang lebih berat disebut nodulokista (Anonim, 2005a).
Gambar 3. Tingkatan jerawat (A) folikel normal; (B) komedo terbuka (blackhead); (C) komedo tertutup (whitehead); (D) papula; (E) pustula (Russel, 2000).
Tabel I. Tingkatan keparahan jerawat (Billow, 2004) Kelas/golongan
jerawat
Deskripsi kualitatif Deskripsi kuantitatif
I Jerawat komedonal Hanya komedo, berjumlah <10 buah pada wajah, tidak terdapat pada bagian tubuh, tanpa jaringan parut; hanya lesi noninflamasi
II Jerawat papula Jumlah 10-25 buah papula pada wajah dan bagian tubuh, terdapat jaringan parut yang ringan; diameter inflamasi lesi < 5 mm
III Jerawat pustula Pustula lebih dari 25 buah, jaringan parut sedikit parah; ukurannya mirip papula tetapi lebih terlihat mata IV Jerawat pustulokista
berat atau menetap
Nodula atau kista, parut luas; diameter inflamasi lesi > 5 mm - Jerawat kista berat Nodula atau kista yang luas
6. Sasaran terapi
Sasaran terapi jerawat (Anonim, 2006) adalah: a. peningkatan produksi sebum
b. perkembangbiakan bakteri penyebab jerawat (P. acnes)
c. inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, kemerahan, panas, dan nyeri
7. Tujuan terapi
Tujuan terapi jerawat (Anonim, 2006) adalah: a. menurunkan produksi sebum
b. mencegah perkembangbiakan P. acnes c. mengurangi inflamasi
d. menyembuhkan lesi dan mencegah pembentukan lesi yang baru e. mencegah terbentuknya jaringan parut
8. Strategi terapi
a. Terapi nonfarmakologi
Untuk membuka atau membersihkan pori-pori tidak memerlukan penggosokan wajah dengan scrub yang kasar atau mencuci muka terlalu sering. Membersihkan wajah dengan sabun dan air akan mempengaruhi sebum dan bakteri pada permukaan kulit serta memberikan sedikit pengaruh pada folikel dan pengobatan jerawat. Penggunaan pembersih yang tidak menyebabkan kulit kering sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya iritasi dan kekeringan kulit selama pengobatan jerawat (Dipiro, 1997).
b. Terapi farmakologi
Zat aktif yang digunakan pada produk antijerawat topikal tanpa resep menurut Billow (2004) adalah:
1) benzoil peroksida
17
Potensial oksidasi benzoil peroksida menambah aktivitas bakteriostatik dan bakterisidal dan menekan populasi lokal P. acnes. Efek samping benzoil peroksida adalah iritasi, kulit kering, dan sensitif.
2) asam salisilat
Asam salisilat merupakan agen komedolitik ringan yang tersedia pada banyak produk jerawat tanpa resep dengan konsentrasi 0,5% - 2%. Secara farmakologi, asam salisilat bersifat keratolitik. Asam salisilat dikategorikan aman, efektif, dan memiliki keunggulan seperti benzoil peroksida dalam mencegah, menghilangkan komedo, dan lesi inflamasi pada jerawat.
3) sulfur
Sulfur bersifat keratolitik pada konsentrasi 3% - 10%. Produk yang mengandung sulfur diaplikasikan pada kulit 1 – 3 kali sehari. Kekurangan penggunaan sulfur terletak pada warna dan baunya. Karakteristik tersebut harus benar-benar dipertimbangkan bila menggunakan sulfur sebagai pilihan terapi.
4) resorsinol dan resorsinol monoasetat
Meskipun resorsinol dan resorsinol monoasetat tidak dianggap manjur sebagai agen tunggal dalam pengobatan jerawat, keduanya dianjurkan untuk digunakan pada konsentrasi 1% - 2%. Menurut FDA, resorsinol dan resorsinol monoasetat dimasukkan pada kategori II (umumnya tidak diakui aman dan efektif atau indikasi tidak dapat diterima).
5) kombinasi sulfur-resorsinol
Berdasarkan peraturan FDA, kombinasi sulfur 3% - 8% dan resorsinol 2% atau resorsinol monoasetat 3% dimasukkan pada kategori I sebagai zat aktif untuk produk antijerawat tanpa resep. Sulfur dan resorsinol bersifat keratolitik.
Tabel II. Perbandingan obat jerawat topikal tanpa resep (Billow, 2004) Zat aktif
Faktor
pembanding Benzoil peroksida
Keratolitik - Ya Ya Bila dikombinasikan
dengan sulfur
Komedolitik - Ya Ya -
Dosis 2,5% - 10% 2% - 10% 0,5% - 2% 1% - 3% Penggunaan 1-2 kali
sehari
Toksisitas sistemik bila diaplikasikan luas pada bagian tubuh; mungkin terbentuk sisik berwarna coklat pada individu berkulit gelap yang bersifat reversibel
Kandungan zat aktif untuk produk antijerawat tanpa resep topikal menurut Food and Drug Administration (2002) adalah:
a. resorsinol 2 % bila dikombinasi dengan sulfur
19
d. sulfur 3 – 10 %
e. sulfur 3 – 8 % bila dikombinasi dengan resorsinol
Triklosan merupakan komponen aktif pada sejumlah produk antijerawat yang banyak digunakan pada sabun, krim, dan larutan dengan konsentrasi mencapai 2% untuk disinfektan pada tangan, luka, disinfektan kulit sebelum operasi, dan injeksi. Triklosan juga terdapat pada beberapa sediaan untuk pengobatan jerawat. Secara umum, triklosan digunakan pada produk rinse-off seperti sabun, pembersih muka, dan produk lain (Klein, 2002). Kadar yang diijinkan untuk penggunaan triklosan menurut FDA adalah 0,2% - 0,5% untuk produk leave on dan 0,3% - 1,0% untuk produk rinse off.
Menurut lampiran Keputusan BPOM RI nomor HK 00.05.4.1745, triklosan berfungsi sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,3%. Triklosan mungkin digunakan untuk tujuan lain dalam sediaan kosmetik dengan konsentrasi yang berbeda. Resorsinol digunakan sebagai pengoksidasi pewarna rambut dengan konsentrasi maksimal 5% dan konsentrasi maksimal 0,5% untuk lotio rambut serta sampo. (Anonim, 2003a).
Tea tree oil (Melaleuca alternafolia) digunakan sebagai antiseptik topikal yang lebih efektif dibandingkan fenol untuk infeksi kulit (bakteri dan jamur), luka bakar ringan, dan jerawat. Konsentrasi terapetik tea tree oil dari konsentrasi 0,25% sampai dengan 0,5% dengan penggunaan 3 kali sehari (Anonim, 2004).
Pada penelitian yang membandingkan keefektifan tea tree oil gel dengan benzoil peroksida lotion pada 119 orang yang mengalami jerawat ringan sampai
sedang, jumlah lesi noninflamasi dan inflamasi pada individu kedua kelompok tersebut berkurang dalam waktu 3 bulan. Dari 75% kelompok yang menggunakan benzoil peroksida dan 44% kelompok yang menggunakan tea tree oil dilaporkan bahwa mereka mengalami efek samping berupa rasa pedih, gatal, panas, dan kulit kering (Anonim, 2001b).
9. Pencegahan jerawat
Akan sangat sulit untuk mencegah terjadinya jerawat karena sulit untuk mengontrol faktor penyebabnya. Berikut ini merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya jerawat yang lebih berat.
a. Cuci (tetapi jangan menggunakan scrub) wajah dua kali setiap hari menggunakan sabun yang ringan dan air hangat untuk menghilangkan minyak. Hindari pembersih yang kasar atau scrub karena dapat mengiritasi kulit, dan dapat menyebabkan lebih banyak jerawat yang muncul.
b. Ketika membersihkan wajah:
1) gunakan tangan, jangan menggunakan kain
2) lebih baik menggunakan sabun yang ringan daripada menggunakan pembersih jerawat
3) keringkan wajah sebelum mengaplikasikan sediaan topikal
c. Jangan memecah atau menekan jerawat karena bisa meninggalkan bekas. d. Gunakan kosmetik nonkomedogenik dan pelembab, jangan menggunakan
bahan berminyak atau kasar pada wajah atau rambut.
21
f. Jangan memakai topi atau ikat kepala yang menggosok dahi karena akan membuat jerawat semakin parah.
g. Sebaiknya hanya menggunakan obat jerawat topikal yang disarankan karena penggunaan obat jerawat yang terlalu sering akan menyebabkan kondisi semakin parah.
h. Gunakan sunscreen. Hal ini penting jika memakai obat karena obat membuat kulit lebih sensitif terhadap matahari (Anonim, 2001a).
C. Obat dan Kosmetik
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis. Kosmetika adalah panduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Anonim, 1998).
D. Peraturan yang Terkait dalam Kerasionalan Produk Antijerawat Informasi yang tepat sangat diperlukan dalam penggunaan obat yang rasional. Setiap kemasan dan pelabelan produk obat harus memberikan informasi yang konsisten sesuai dengan peraturan masing-masing negara. Berdasarkan Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion-WHO (1988), informasi yang harus dicantumkan dalam suatu kemasan produk meliputi:
1. komposisi zat aktif dengan nama International Nonpropiety Names (INN); 2. nama merk dagang;
3. indikasi utama;
4. perhatian, kontra indikasi, peringatan;
5. nama dan alamat industri farmasi atau distributor.
23
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 1998 pasal 28, penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan sekurang-kurangnya berisi:
1. nama produk dan atau merk dagang;
2. nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
3. komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan; 4. tata cara penggunaan;
5. tanda peringatan atau efek samping;
6. batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
(Anonim, 1998) Menurut Keputusan BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik pasal 23 ayat (1), pada etiket wadah dan atau pembungkus harus dicantumkan informasi mengenai:
1. nama produk;
2. nama dan alamat produsen atau importir atau penyalur; 3. ukuran, isi atau berat bersih;
4. komposisi dengan nama bahan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia atau nomenklatur lainnya yang berlaku;
5. nomor izin edar;
6. nomor batch atau kode produksi;
7. kegunaan dan cara penggunaan kecuali untuk produk yang sudah jelas penggunaanya;
8. bulan dan tahun kadaluwarsa bagi produk yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan;
9. penandaan lain yang berkaitan dengan keamanan dan atau mutu.
(Anonim, 2003a) Tabel III. Informasi yang harus dicantumkan pada brosur atau kemasan
produk antijerawat menurut WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745
WHO (1988) Peraturan Pemerintah RI Keputusan BPOM 1. komposisi zat
aktif dengan
3. indikasi utama; 4. perhatian,
1. nama produk dan atau merk dagang;
2. nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia; 3. komponen pokok
sediaan farmasi dan alat kesehatan;
4. tata cara penggunaan; 5. tanda peringatan atau
efek samping;
2. nama dan alamat produsen atau importir atau penyalur; 3. ukuran, isi atau berat bersih; 4. komposisi dengan nama
bahan sesuai dengan kodeks kosmetika Indonesia atau nomenklatur lainnya yang berlaku;
5. nomor izin edar; 6. nomor batch atau kode
produksi;
7. kegunaan dan cara
penggunaan kecuali untuk produk yang sudah jelas penggunaanya;
8. bulan dan tahun kadaluwarsa bagi produk yang
stabilitasnya kurang dari 30 bulan;
9. penandaan lain yang
berkaitan dengan keamanan dan atau mutu.
E. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
25
Menteri Kesehatan nomor 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria: (a) tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun; (b) pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit; (c) penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan; (d) penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia; dan (e) obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1993a)
Obat bebas, yaitu golongan obat yang dalam penggunaannya tidak membahayakan dan dapat digunakan tanpa pengawasan dokter (Tjay dan Raharja, 2002). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil obat jadi yang tergolong obat bebas harus mencantumkan tanda khusus berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 1983).
Gambar 4. logo obat bebas
Obat bebas terbatas, yaitu golongan obat yang dalam penggunaanya cukup aman tetapi apabila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Pemakaian obat ini tidak memerlukan pengawasan dokter namun penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tercantum pada
kemasannya (Tjay dan Raharja, 2002). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 6355/DirJend/SK/1969, obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada wadah atau kemasannya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5cm dan lebar 2cm atau disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Sesuai obatnya, pemberitahuan tersebut adalah:
P. no. 1. Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Decolgen tablet, Inza® tablet.
P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® kumur.
P. no. 3. Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadine® untuk antiseptik lokal.
P. no. 4. Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: rokok anti asma.
P. no. 5. Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax® supositoria.
P. no 6. Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol® supositoria.
(Sartono, 1993)
Selain tanda peringatan tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 6335/DirJend/SK/11969 pada kemasan obat bebas terbatas juga harus dicantumkan tanda khusus berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan
Penelitian merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif, yaitu untuk mengevaluasi kesesuaian informasi pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas.
B. Definisi Operasional Penelitian
Berikut ini adalah batasan mengenai penelitian yang akan dilakukan.
1. Evaluasi yang dimaksud adalah menilai adanya informasi yang tercantum pada brosur atau kemasan produk antijerawat kemudian dibandingkan dengan informasi menurut WHO, Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1998, BPOM, dan Billow (2004) untuk melihat kerasionalannya.
2. Komposisi yang dimaksud adalah komposisi yang tercantum pada kemasan atau brosur produk antijerawat yang diteliti.
3. Kerasionalan produk antijerawat adalah penilaian kesesuian informasi pada produk antijerawat yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi produk berdasarkan kriteria WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745; kerasionalan penggunaan bahan aktif dan kerasionalan kadar bahan aktif menurut Billow (2004) dan kriteria BPOM; serta kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan kerasionalan klaim kegunaan produk antijerawat menurut BPOM.
26
a. Kerasionalan kelengkapan informasi berdasarkan kriteria WHO (1988) yang meliputi komposisi zat aktif, nama dagang, indikasi, perhatian, kontra indikasi, peringatan, nama dan alamat industri farmasi.
b. Kerasionalan kelengkapan informasi berdasarkan kriteria Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998 untuk produk antijerawat yang tergolong obat bebas dan obat bebas terbatas yang meliputi nama produk, badan usaha yang memproduksi, komponen pokok sediaan, tata cara penggunaan, tanda peringatan dan atau efek samping, dan batas waktu kadaluwarsa.
c. Kerasionalan kelengkapan informasi berdasarkan kriteria Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745 untuk produk antijerawat yang tergolong kosmetik yang meliputi nama produk, nama dan alamat produsen atau importir atau penyalur, berat bersih (netto), komposisi, nomor izin edar, nomor batch, kegunaan dan cara penggunaan, serta bulan dan tahun kadaluwarsa.
d. Kerasionalan penggunaan bahan aktif berdasarkan kriteria BPOM, yaitu penggunaan bahan aktif yang disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada produk kosmetik antijerawat.
e. Kerasionalan penggunaan bahan aktif menurut Billow (2004), yaitu bahan aktif yang digunakan pada produk antijerawat tanpa resep.
28
g. Kerasionalan kadar bahan aktif menurut Billow (2004), yaitu kadar bahan aktif yang digunakan untuk produk antijerawat tanpa resep.
h. Kerasionalan indikasi produk antijerawat yang tergolong obat bebas dan obat bebas terbatas menurut Billow (2004) berdasarkan fungsi bahan aktif. i. Kerasionalan klaim kegunaan produk antijerawat yang tergolong kosmetik
menurut kriteria BPOM, yaitu klaim kegunaan yang diijinkan untuk kosmetik.
4. Antijerawat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi jerawat, menghilangkan jerawat, atau menyembuhkan seseorang dari jerawat.
5. Kosmetik yang dimaksud adalah produk jerawat yang memiliki nomor registrasi sebagai kosmetik.
6. Obat bebas yang dimaksud adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak membahayakan dan dapat digunakan tanpa pengawasan dokter. Tanda obat bebas adalah lingkaran hijau bergaris tepi hitam
7. Obat bebas terbatas yang dimaksud adalah golongan obat yang dalam penggunaanya cukup aman tetapi apabila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Tanda obat bebas terbatas adalah lingkaran biru bergaris tepi hitam.
C. Bahan / Materi Penelitian
Bahan penelitian ini adalah produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007. Menurut Gay (1976), pengambilan sampel untuk bahan
penelitian deskriptif adalah 10% dari populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimal 20% (Sevilla, 1993).
Karena produk antijerawat yang beredar di apotek di kota Yogyakarta tidak diketahui, pengambilan sampel dilakukan pada apotek untuk mengetahui produk antijerawat yang beredar dan jumlah produk antijerawat pada masing-masing apotek yang terdapat di kota Yogyakarta. Jumlah apotek di kota Yogyakarta berdasarkan data Badan Informasi Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2006 sebanyak 113 apotek. Jumlah apotek yang digunakan untuk mengambil sampel sebanyak:
20% x 113 apotek = 22,6 apotek. Hasil tersebut dapat dibulatkan menjadi 23 apotek.
Produk antijerawat yang digunakan sebagai sampel adalah semua produk jerawat yang terdapat pada 23 apotek yang dipilih untuk mengambil sampel. Dari 23 apotek yang dipilih untuk mengambil sampel ditemukan 13 produk antijerawat. Produk antijerawat yang tergolong kosmetik ditandai dengan kode CD untuk kosmetik produksi dalam negeri dan CL untuk kosmetik produksi luar negeri. Produk antijerawat yang tergolong obat bebas ditandai dengan kode DBL untuk obat bebas dan DTL untuk obat bebas terbatas.
D. Teknik Sampling
30
menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Nawawi, 2005). Pengambilan sampel dilakukan pada apotek yang menyediakan produk antijerawat yang akan diteliti.
E. Tatacara pengumpulan data 1. Analisis situasi
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai kemungkinan diadakan penelitian.
2. Pengumpulan data
a. Memilih 23 apotek yang akan dijadikan sebagai tempat pengambilan data. Apotek diambil dari tiap kecamatan di kota Yogyakarta dan tiap kecamatan diambil 2 apotek.
b. Melihat informasi yang terdapat pada brosur atau kemasan dari produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di 23 apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
3. Analisis data
a. Menelusuri kegunaan masing-masing komponen produk antijerawat. b. Menelusuri informasi yang terdapat pada brosur atau kemasan dari produk
antijerawat.
c. Mengevaluasi adanya informasi pada brosur atau kemasan dari produk antijerawat untuk melihat kerasionalan yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi produk berdasarkan kriteria WHO (1988),
Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.1745; kerasionalan penggunaan bahan aktif dan kerasionalan kadar bahan aktif menurut Billow (2004) dan kriteria BPOM; serta kerasionalan indikasi menurut Billow (2004) dan kerasionalan klaim kegunaan produk antijerawat menurut BPOM.
F. Analisis data penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Produk Antijerawat
Pada kemasan atau etiket produk antijerawat yang tergolong obat bebas
dan obat bebas terbatas, komposisinya terdiri dari zat aktif beserta kadarnya. Pada
produk antijerawat yang tergolong kosmetik, komposisinya terdiri dari zat aktif
dan bahan tambahan yang sebagian tidak dicantumkan kadarnya.
Pada tabel IV dapat dilihat bahwa penyusun komponen produk antijerawat
terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan. Zat aktif merupakan komponen produk
yang mempunyai efek farmakologis atau mempunyai khasiat pengobatan. Zat
aktif yang digunakan pada produk antijerawat adalah sulfur, resorsinol, benzoil
peroksida, asam salisilat, triklosan dan tea tree oil. Selebihnya merupakan bahan
tambahan yang berfungsi sebagai pelembab, pengemulsi, surfaktan, pelarut,
pengawet, dan pewarna.
Pelembab berfungsi untuk menjaga kelembaban kulit. Pelembab perlu
ditambahkan pada produk antijerawat karena hampir semua zat aktif yang
digunakan dalam produk antijerawat yang diteliti memiliki efek samping
mengeringkan kulit. Dengan adanya pelembab, diharapkan efek samping tersebut
dapat berkurang. Berdasarkan mekanisme kerjanya pelembab ada 2 macam, yaitu
emollient dan humectant. Emollient menjaga kelembaban kulit dengan menghalangi penguapan air pada kulit dengan membentuk lapisan pada
permukaan kulit untuk mencegah kehilangan air. Humectant menjaga kelembaban
32
kulit dengan menarik dan mengikat air, mengambil air dari dermis menuju
epidermis. Pada tabel IV, ada beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai
emollient dan humectant, yaitu gliserin, D-pantenol, dexpantenol, dan DL-α tocoferil asetat. Cocamide DEA hanya berfungsi sebagai emollient.
Pengemulsi ditambahkan pada sediaan untuk mencampur larutan yang
tidak dapat saling campur. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi
adalah isopropil alkohol, sodium lauril sulfat, poliquaternium-7, polisorbat-20,
dan castor oil. Menurut Kodeks Kosmetika Indonesia, polisorbat-20 dapat berfungsi sebagai pelarut.
Fungsi surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga
distribusi zat aktif merata pada produk. Bila zat aktif terdistribusi merata pada
semua bagian produk, dosis yang digunakan setiap kali menggunakan produk
tersebut akan sama sehingga keseragaman dosis terjamin. Bahan yang berfungsi
sebagai surfakatan, yaitu cocamidopropil betaine, polietilenglikol (PEG), dan
polietilen glikol 40 (PEG 40).
Pelarut berfungsi untuk melarutkan zat aktif atau bahan yang digunakan
pada produk. Bahan yang berfungsi sebagai pelarut adalah aqua calcis, aqua ros,
aqua demin, air, dan alkohol.
Pengawet perlu ditambahkan pada produk supaya produk tidak ditumbuhi
mikroorganisme yang dapat mengganggu stabilitas produk. Pengawet yang
digunakan pada produk jerawat yang diteliti adalah metil paraben, propil paraben,
34
Tabel IV. Komposisi produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Fungsi
No Merk Kode
Jumlah
apotek Zat aktif Pelembab Pengemulsi Surfaktan Pelarut Pengawet Pewarna
Bahan
Lanjutan tabel IV
Fungsi No Merk Kode Jumlah
apotek
Zat aktif
Pelembab Pengemulsi Surfaktan Pelarut Pengawet Pewarna
Bahan
36
Pewarna berfungsi memberi warna pada produk supaya tampak lebih
menarik. Pewarna yang digunakan harus diizinkan oleh Badan POM. Pewarna
yang digunakan dalam sediaan yang diteliti adalah CL food blue 2, Cl No 15985,
bentonite, aluminium hidroksida. Menurut Kodeks Kosmetika Indonesia, bentonite dapat digunakan sebagai penjerap, penstabil, dan penambah viskositas (Anonim, 1993b).
Bahan tambahan lain yang digunakan dalam produk antijerawat adalah
camphor, mentol dan allantoin. Camphor dan mentol dapat memberikan sensasi dingin saat produk digunakan bila konsentrasinya sebesar 3% – 11% untuk
camphor dan 1,25% – 16% untuk mentol. Camphor dengan konsentrasi sebesar 0,1% – 3% dapat berfungsi sebagai analgesik topikal, anastesi, dan antipruritik
(Billow, 2004). Allantoin berfungsi untuk melunakkan keratin. Food and Drug
Administration mengklasifikasikan allantoin pada kategori I (aman dan efektif
untuk digunakan tanpa resep) sebagai perlindungan kulit untuk orang dewasa,
anak-anak, dan bayi bila digunakan pada konsentrasi 0,5% – 2% (Billow, 2004).
Dalam sediaan kosmetik, camphor berfungsi sebagai denaturan, pewangi,
dan perawatan kulit; mentol berfungsi sebagai pewangi; zinc sulfat berfungsi
sebagai astringen dan biosida; trietanolamin digunakan untuk pengatur pH; dan
allantoin digunakan untuk perawatan kulit (Anonim, 1993).
Tabel V memperlihatkan persentase masing-masing bahan digunakan pada
produk antijerawat. Benzoil peroksida digunakan pada 23,1% produk; asam
salisilat digunakan pada 23,1% produk; sulfur digunakan pada 46,2% produk;
resorsinol digunakan pada 38,5% produk; triklosan digunakan pada 38,5%
produk; dan tea tree oil digunakan pada 7,7% produk.
Tabel V. Persentase masing-masing bahan yang menyusun komposisi produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas berdasarkan fungsinya yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
No Fungsi Bahan Jumlah Persentase
Polyquaternium-7 1 7,7 %
Polisorbat-20 1 7,7 %
3. Pengemulsi
Castor oil 2 15,4 %
Cocamidopropil betaine 1 7,7 %
4. Surfaktan
Polietilenglikol (PEG) 3 23,1 %
Aqua calcis 1 7,7 %
38
Bahan tambahan yang paling banyak digunakan pada produk antijerawat
adalah alkohol yang digunakan pada 30,8% produk; camphor dan polietilenglikol
yang digunakan pada 23,1% produk; serta castor oil dan DL-α tocoferil asetat
yang digunakan pada 15,4% produk.
B. Kerasionalan Produk Antijerawat yang Tergolong Kosmetik, Obat Bebas, dan Obat Bebas Terbatas
1. Evaluasi Kerasionalan Kelengkapan Informasi pada Produk Antijerawat yang Tergolong Kosmetik, Obat Bebas, dan Obat Bebas Terbatas
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, penandaan dan
informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat dari informasi yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan.
Penandaan dan informasi tersebut dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau
kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan
atau dimasukkan dalam kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan
kemasannya.
Evaluasi kerasionalan kelengkapan informasi pada produk antijerawat
dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria kelengkapan pemberian
informasi pada produk menurut kriteria etik WHO (1988) dan Peraturan
Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998 untuk produk antijerawat yang tergolong
obat bebas dan obat bebas terbatas serta Keputusan Kepala BPOM no
HK.00.05.4.1745 untuk produk antijerawat yang tergolong kosmetik. Produk
antijerawat dinilai rasional bila pada produk antijerawat tercantum semua
informasi yang dibutuhkan menurut kriteria etik WHO (1988), Peraturan
Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, serta Keputusan Kepala BPOM no
HK.00.05.4.1745 dan dinilai tidak rasional bila ada salah satu informasi yang
tidak dicantumkan.
Menurut kriteria etik promosi obat yang dikeluarkan oleh WHO (1988),
kemasan atau brosur pada produk antijerawat harus dicantumkan informasi
komposisi zat aktif, merk dagang, indikasi utama, perhatian, kontra indikasi,
peringatan, nama dan alamat industri farmasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998, sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus mencantumkan informasi mengenai nama produk
dan atau merk dagang, nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia (nama industri
farmasi), komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan (komposisi), tata
cara penggunaan, tanda peringatan atau efek samping, dan batas waktu
kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
Menurut Keputusan Kepala BPOM no HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik,
pada etiket wadah atau brosur harus dicantumkan informasi mengenai nama
produk, nama dan alamat produsen atau importir atau penyalur, ukuran isi atau
berat bersih (netto), komposisi, nomor izin edar, nomor batch atau kode produksi,
kegunaan dan cara penggunaan, bulan dan tahun kadaluwarsa, serta penandaan
40
Nama produk perlu dicantumkan pada produk antijerawat supaya
konsumen lebih mudah mengenali dan mengingat produk antijerawat yang mereka
gunakan. Semua produk antijerawat dalam penelitian ini mencantumkan nama
produk.
Nama dan alamat industri farmasi penting untuk dicantumkan pada produk
antijerawat karena mereka bertanggung jawab atas produk antijerawat yang
diproduksi. Menurut Keputusan Kepala BPOM pasal 26, alamat produsen atau
importir sekurang-kurangnya mencantumkan nama kota dan atau negara. Produk
antijerawat yang diteliti semuanya mencantumkan nama dan alamat industri
farmasi.
Indikasi merupakan kegunaan dari suatu produk. Indikasi perlu
dicantumkan pada produk antijerawat supaya konsumen bisa memilih produk
antijerawat yang tepat untuk mereka gunakan. Produk yang tergolong obat bebas
dan obat bebas terbatas mencantumkan indikasi sedangkan produk yang tergolong
kosmetik mencantumkan klaim kegunaan produk. Menurut Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen nomor:
PO.01.04.42.4082 tentang Pedoman Tata Cara Pendaftaran dan Penilaian
Kosmetik, contoh klaim yang diizinkan untuk sediaan antijerawat adalah merawat
kulit yang berjerawat dan mengurangi minyak pada wajah. Contoh klaim yang
dilarang untuk sediaan antijerawat adalah menghilangkan jerawat,
menyembuhkan jerawat, dan bebas jerawat (Anonim, 2003b). Semua produk
antijerawat yang diteliti mencantumkan indikasi atau klaim kegunaan.
Tabel VI. Kerasionalan kelengkapan informasi pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Kerasionalan kelengkapan
1. A Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, ESO, batas waktu kadaluwarsa, indikasi, KI, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
(√) (√) -
2. B Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, ESO, batas waktu kadaluwarsa, indikasi, KI, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
(√) (√) -
3. C Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, ESO, batas waktu kadaluwarsa, indikasi, KI, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
(√) (√) -
4. D Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- -
(√)
5. E Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- -
(√)
6. F Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- - 7. G Nama produk, nama & alamat industri
farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
42
Lanjutan tabel VI
Kerasionalan No Merk Kelengkapan informasi
WHO PP RI BPOM
8. H Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, peringatan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- -
(√)
9. I Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, netto, nomor izin edar, nomor batch 10. J Nama produk, nama & alamat industri
farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- - (√)
11. K Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, netto, nomor izin edar, nomor batch
- - (√)
12. L Nama produk, nama & alamat industri farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, netto, nomor izin edar, nomor batch 13. M Nama produk, nama & alamat industri
farmasi, komposisi, aturan pakai, batas waktu kadaluwarsa, kegunaan & cara penggunaan, netto, nomor izin edar, nomor batch
PPRI : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
Komponen pokok sediaan atau yang biasa disebut komposisi terdiri dari
zat aktif dan bahan tambahan beserta kadarnya. Zat aktif merupakan komponen
produk yang mempunyai efek farmakologis atau mempunyai khasiat pengobatan.
Pencantuman komposisi sangat diperlukan supaya konsumen mengetahui
bahan-bahan yang digunakan pada produk antijerawat yang mereka gunakan. Produk
antijerawat yang tergolong obat bebas dan obat bebas terbatas semuanya
mencantumkan zat aktif dan kadarnya. Produk antijerawat yang tergolong
kosmetik mencantumkan zat aktif dan bahan tambahan yang digunakan tetapi ada
sebagian kadar yang tidak dicantumkan.
Tata cara penggunaan (aturan pakai) berisi informasi mengenai bagaimana
cara menggunakan dan frekuensi pemakaian (berapa kali menggunakan produk
dalam satu hari) pada produk antijerawat. Semua produk antijerawat yang diteliti
merupakan sediaan topikal yang penggunaannya dioleskan pada jerawat. Semua
produk antijerawat yang diteliti mencantumkan tata cara penggunaan.
Efek samping obat adalah efek yang tidak diinginkan yang mungkin
terjadi selama proses terapi. Tanda peringatan dan efek samping obat dicantumkan
pada produk obat antijerawat supaya konsumen berhati-hati dalam menggunakan
produk antijerawat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 produk obat
antijerawat yang mencantumkan informasi mengenai efek samping obat dan 8
produk antijerawat yang mencantumkan informasi peringatan.
Nomor izin edar merupakan nomor yang menunjukkan bahwa suatu
44
beredar harus mendapatkan izin edar dari BPOM. Semua produk antijerawat yang
diteliti mencantumkan nomor izin edar.
Nomor batch merupakan nomor yang menunjukkan suatu produk dalam satu kali produksi. Semua produk antijerawat yang diteliti mencantumkan nomor
batch.
Dari tabel VI, produk antijerawat yang tergolong obat bebas dan obat
bebas terbatas memenuhi kerasionalan kelengkapan informasi berdasarkan kriteria
WHO (1988) dan Peraturan Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998. Terdapat 5
produk antijerawat yang tergolong kosmetik yang tidak memenuhi kerasionalan
kelengkapan informasi menurut kriteria Keputusan Kepala BPOM no
HK.00.05.4.1745 karena sebagian bahan yang digunakan tidak dicantumkan
kadarnya. Produk antijerawat tersebut bermerk F, G, I, L, dan M.
Meskipun WHO memberikan kriteria etik pemberian informasi pada
kemasan atau etiket produk obat, pemberian informasi pada produk tersebut
disesuaikan dengan peraturan yang ada pada masing-masing negara yang
bersangkutan (Anonim, 1988).
Secara keseluruhan, informasi yang harus dicantumkan pada produk
antijerawat berdasarkan kriteria WHO (1988), Peraturan Pemerintah RI nomor 72
tahun 1998, dan Keputusan Kepala BPOM no HK.00.05.4.1745 terdiri dari nama
produk atau merk dagang, nama dan alamat industri farmasi, komposisi, indikasi,
tata cara penggunaan, tanda peringatan, efek samping obat, perhatian, kontra
indikasi, batas waktu kadaluwarsa, netto, nomor izin edar, nomor batch, dan
penandaan lain yang berkaitan dengan keamanan dan atau mutu.
Di Indonesia, tanda peringatan, kontra indikasi, dan efek samping obat
hanya untuk produk antijerawat yang tergolong obat. Menurut Keputusan Kepala
BPOM, pada brosur atau kemasan produk antijerawat yang tergolong kosmetik
tidak dicantumkan peringatan, kontra indikasi, dan efek samping obat.
Tabel VII. Persentase kelengkapan informasi pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Ada Tidak ada Total No Informasi pada produk
jerawat Jml % Jml % Jml % 1. Nama produk / merk
dagang
13 100,0 0 0,0 13 100,0
2. Nama dan alamat industri farmasi
Berdasarkan tabel VII, dari 13 produk antijerawat yang diteliti, terdapat 13
produk yang mencantumkan merk dagang, 13 produk yang mencantumkan nama
dan alamat industri farmasi, 13 produk mencantumkan komposisi, 13 produk
mencantumkan indikasi atau klaim kegunaan, 13 produk mencantumkan tata cara
penggunaan, 8 produk mencantumkan tanda peringatan, 3 produk mencantumkan
efek samping obat, 3 produk mencantumkan kontra indikasi, 13 produk
mencantumkan batas waktu kadaluwarsa, 13 produk mencantumkan netto, 13
46
batch. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 5 produk tidak mencantumkan tanda peringatan, 10 produk tidak mencantumkan efek samping obat, 13 produk tidak
mencantumkan perhatian, serta 10 produk tidak mencantumkan kontra indikasi.
Tabel VIII. Persentase kelengkapan informasi pada produk antijerawat yang tergolong kosmetik, obat bebas, dan obat bebas terbatas yang beredar di apotek di kota Yogyakarta bulan Januari 2007.
Rasional Tidak rasional Total No Kriteria informasi
Jml % Jml % Jml % 1. WHO (1988) 3 23,1 10 76,9 13 100,0 2. Peraturan
Pemerintah RI nomor 72 tahun 1998
Dari tabel VIII dapat dilihat bahwa persentase kelengkapan informasi yang
dinilai rasional menurut WHO (1988) dan Peraturan Pemerintah RI nomor 72
tahun 1998 sebesar 100,0%. Persentase kelengkapan informasi yang dinilai
rasional menurut Keputusan Kepala BPOM nomor HK.00.05.4.1745 sebesar
50,0% dan yang tidak rasional sebesar 50,0%.
2. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Bahan Aktif pada Produk Antijerawat yang Tergolong Kosmetik, Obat Bebas, dan Obat Bebas Terbatas
Evaluasi kerasionalan penggunaan bahan aktif dalam penelitian ini
dilakukan menurut kriteria BPOM untuk produk antijerawat yang kosmetik.
Produk antijerawat yang tergolong obat bebas dan obat bebas terbatas, evaluasi
kerasionalan penggunaan bahan aktif dilakukan menurut Billow (2004). Produk