• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ISLAM DISIPLIN ILMU Integrasi ilmu dalam hidup bermasyarakat & berkebudayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH ISLAM DISIPLIN ILMU Integrasi ilmu dalam hidup bermasyarakat & berkebudayaan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 MAKALAH

ISLAM DISIPLIN ILMU

“ Integrasi ilmu dalam hidup bermasyarakat &

berkebudayaan”

Disusun oleh :

Nama : Reza Aditya ( 1803025052)

Asep Mahendra ( 1803025046)

Riski Triswardana ( 1803025021) Puguh Kujatmiko ( 1803025050

Kelas : 6A

Matakuliah : Islam Disiplin Ilmu

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA JAKARTA 2021

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

(3)

3 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

Latar Belakang Masalah ... 4

Rumusan Masalah ... 5

Tujuan ... 5

BAB II ... 6

Konsep Hidup Bermasyrakat Dan Berkebudayaan ... 6

Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat ... 6

Teori Perubahan Sosial ... 8

Strategi Kebudayaan ... 10

Transaksional Dalam Masyarakat ... 10

Piagam Madinah ... 10

Masyarakat Islam Sebenarnya ... 11

BAB III ... 13

KESIMPULAN ... 14

(4)

4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keragaman budaya, tradisi dan agama adalah suatu keniscayaan hidup, sebab setiap orang atau komunitas pasti mempunyai perbedaan sekaligus persamaan. Di sisi lain pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun jika kondisi seperti itu tidak dipahami dengan sikap toleran dan saling menghormati, maka pluralitas budaya, agama atau tradisi cenderung akan memunculkan konflik bahkan kekerasan (violence). Oleh karena itu memahami pluralitas secara dewasa dan arif merupakan keharusan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika tidak, perbedaan budaya, tradisi atau kultur seringkali menyebabkan ketegangan dan konflik sosial. Kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa perbedaan budaya atau tradisi dalam suatu komunitas masyarakat tidak selamanya dapat berjalan damai. Penulis mempunyai asumsi bahwa konflik yang muncul akibat perbedaan budaya salah satunya disebabkan oleh sikap fanatisme sempit serta kurangnya sikap tasamuh (toleran) di kalangan umat. Fanatisme dan intoleransi hanya akan memyebabkan terjadinya desintegrasi bangsa dan konflik di masyarakat. Tidak berlebihan jika pluralitas tradisi dan budaya diasumsikan dalam masyarakat ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi ia merupakan 2 kekayaan masyarakat Indonesia, namun di sisi lain ia dapat menjadi faktor pemicu konflik horisontal. Persoalanya adalah bagaimana menjembatani perbedaan tradisi dan budaya tersebut. Mampukah Islam sebagai agama yang diklaim “ rahmatan lil alamin dan sholihun li kulli zaman wa makan” menjadi mediator bagi perbedaan-perbedaan budaya tersebut.

Bagaimana menampilkan Islam yang bersifat akomodatif sekaligus reformatif dan tidak hanya bersifat purikatif terhadap budaya-budaya atau tradisi-tradisi yang plural tersebut. Kenyataan di atas, menunjukkan masih ada rasa khawatir terhadap hubungan antara agama dan kebudayaan. Kekhawatiran ini sesungguhnya dapat dijawab secara sederhana, karena bila

(5)

5 diruntut ke belakang kekhawatiran itu bersumber dari ketakutan teologis mengenai relasi antara yang sakral dan profan. Secara eksistensial, bila ketuhanan (agama) difahami dan dihayati sebagai tujuan akhir yang kemudian, menghasilkan apa yang disebut aktualisasi, maka aktualisasi kesadaran akan Tuhan(Allah SWT) dalam perilaku menjadi tidak mengenal dualisme antara yang suci dan duniawi. Dengan demikian, agama sebagai yang sakral mejadi substansi atau inti kebudayaan. Kebudayan merupakan perwujudan konfigurasi semangat Agama. Manifestasi agama dalam berbagai bentuk budaya lokal

B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah Yang Akan Dibahas adalah :

1. Konsep Hidup Bermasyrakat Dan Berkebudayaan 2. Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat

3. Teori Perubahan Sosial 4. Strategi Kebudayaan

5. Transaksional Dalam Masyarakat 6. Piagam Madinah

7. Masyarakat Islam Sebenarnya

C. Tujuan

Adapun Tujuan Penulisan Makalah Ini Adalah :

1. Mampu mengetahui dan mempelajari Konsep Hidup Bermasyrakat Dan Berkebudayaan

2. Mampu mengetahui dan mempelajari Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat

3. Mampu mengetahui dan mempelajari Teori Perubahan Sosial

4. Mampu mengetahui dan mempelajari Strategi Kebudayaan

5. Mampu mengetahui dan mempelajari Transaksional Dalam Masyarakat

(6)

6 BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Hidup Bermasyrakat Dan Berkebudayaan

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan penduduknya.

Kata “kebudayaan” bersal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi”yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi.

Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam

B. Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dam masyarakat. Bemacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik dalam bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat diatas, sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat tehadap lingkungan dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu :

A. Alat-alat produktif B. Senjata

(7)

7 C. Wadah

D. Makanan dan minuman E. Pakian dan perhiasan F. Tempat berlindung G. Alat-alat transport

Dalam tidakan-tindakannya untuk melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut masih banyak di jumpai pada masyarakat yang masih rendah tahap kebudayaanya. Misalnya suku bangsa Kubu yang tinggal di pedalaman daerah Jambi yang masih sangat tergantung oleh alam dan tidak memiliki teknologi yang canggih. Keadaanya berbeda dengan masyarakat yang sudah kompleks, di mana taraf kebudayaanya tinggi. Hasil karya manusia tersebut, yaitu teknologi, memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila memungkinkan menguasai alam.

Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak aka nada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakanya. Akan tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya, ia akan selalu meciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan (habbit) merupakan suatu pola perilaku pribadi. Menurut Ferdinand Tonnies, kebiasaan mempunyai tiga arti, yaitu :

Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat obyektif. Misalnya, kebiasan untuk bangun pagi. Artinya adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan itu dalam tata cara hidupnya.

Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang, norma mana diciptakannya untuk dirinya sendiri.

(8)

8 C. Teori Perubahan Sosial

Teori Evolusi

Teori evolusi mungkin sering kita dengar dalam ilmu Biologi dan secara garis besar, kalian juga pasti mengetahui inti dari teori ini. Penjelasan Teori Evolusi dalam ilmu sosial juga tidak jauh berbeda. Teori evolusi menjelaskan bahwa perubahan sosial terjadi secara lambat untuk waktu yang lama di dalam sistem masyarakat. Menurut teori ini, perubahan sosial terjadi karena perubahan pada cara pengorganisasian masyarakat, sistem kerja, pola pemikiran, dan perkembangan sosial. Perubahan sosial dalam teori evolusi jarang menimbulkan konflik karena perubahannya berlangsung lambat dan cenderung tidak disadari.

Teori Evolusi Uniliniear :

Teori ini menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan yang sesuai dengan tahap-tahap tertentu. Perubahan ini membuat masyarakat berkembang dari yang sederhana menjadi tahapan yang lebih kompleks.

Teori Evolusi Universal :

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahapan tertentu yang tetap karena menurut teori ini kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.

Teori Evolusi Multiliniear :

Teori ini menyatakan bahwa perubahan sosial dapat terjadi dalam beberapa cara, tetapi cara tersebut akan mengarah ke arah yang sama, yaitu membentuk masyrakat yang lebih baik

(9)

9 Teori Fungsionalis

Teori Fungsionalis menyatakan bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap keadaan sosial yang sedang berlaku merupakan penyebab utama terjadinya perubahan sosial. Ketidakpuasan ini tidak dirasakan oleh semua anggota masyarakat, sebagian anggota masyarakat tidak menginginkan perubahan.

Tapi, jika lebih banyak yang menginginkan perubahan, biasanya perubahan akan terjadi, tetapi apabila hanya kelompok minoritas dengan kekuatan kecil yang menginginkan perubahan, maka perubahan tersebut sulit untuk tercapai.

Teori Konflik

Teori ini sangat sepesial, teori konflik akan menjelaskan bahwa perubahan sosial terbentuk karena adanya konflik dan ketegangan dalam masyarakat. Konflik ini biasanya berupa pertentangan antar kelas penguasa dengan masyarakat yang tertindas.

Sehingga, masyarakat dalam kelas yang lebih rendah menginginkan adanya perubahan dengan mengatasnamakan keadilan. Berdasarkan teori ini, jika memang perubahan yang dikehendaki berhasil tercapai, maka pada akhirnya masyarakat yang terbentuk akan hidup tanpa pembagian kelas.

Teori Siklus

Teori siklus menyatakan bahwa perubahan sosial ini bagaikan roda yang sedang berputar, artinya perubahan zamam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh manusia dan tidak dapat dikendalikan oleh siapapun.

Bagaimanapun seseorang berusahan untuk mencegah terjadinya perubahan sosial mereka tidak akan mampu, karena perubahan sosial sudah seperti sifat alami yang dimiliki setiap lingkungan masyarakat.

(10)

10 D. Strategi Kebudayaan

Strategi Kebudayaan menurut C A Van Peursen adalah upaya manusia untuk belajar dan merancang kebudayaannya. Strategi Kebudayaan tidak hanya menyangkut masalah kebijakan pemerintah tentang kebudayaan, tapi lebih luas dari itu. Strategi Kebudayaan berakar dari pertanyaan dalam diri manusia yang diperjuangkan oleh semua kalangan. Pertanyaan itu seperti misalnya: bagaimana manusia dapat memberikan jawaban tepat mengenai pertanyaan-pertanyaan besar yang menyangkut tujuan hidupnya, makna kehidupan ini, norma-norma yang mengatur kontak antar manusia dan perkembangan masyarakat secara tepat dan lain-lain. Semuanya itu bukanlah sesuatu yang secara alami bisa diketahui oleh manusia. tetapi harus melalui proses belajar. Dalam memahami keterkaitan kebudayaan sebagai hal dasar dari manusia dan kebudayaan sebagai perencanaan masa depan, maka oleh karena itu, kebudayaan disini diletakkan sebagai sebuah instrumen.

E. Piagam Madinah

Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, atau saat kota terakhir masih bernama Yatsrib, di sana terdapat 2 kabilah besar yang saling bertikai ratusan tahun lamanya.

Dua kabilah besar di Yatsrib tersebut adalah kabilah Aus dengan sekutu Yahudi bani Quraizhah dan kabilah Khazraj dengan sekutu Yahudi bani Nadhir. Tercatat sekitar 120 tahun dua kabilah tersebut bertikai. Kendati demikian, kedua kabilah tersebut sebenarnya merindukan perdamaian, tetapi tidak menemukan sosok yang menyatukan mereka. Akibat perseteruan 2 kelompok suku di Yatsrib itu, setidaknya telah terjadi 4 perang besar, yaitu perang Sumir, perang Ka’b, perang Hathib, dan perang Bu’ats. Ratusan korban sudah berjatuhan dari kedua belah pihak. Oleh sebab itu, sejak 2 tahun sebelum hijrah (620 Masehi), Nabi Muhammad SAW sering dihubungi oleh beberapa tokoh dari Yatsrib, baik asal kabilah Aus dan Khazraj. Meski Nabi Muhammad SAW memiliki banyak musuh di Makkah, ia tetap terkenal atas reputasinya sebagai Al-Amin, orang yang jujur dan terpercaya, serta pernah menyelesaikan perselisihan terkait peletakan Hajar Aswad saat pemugaran Ka'bah.

(11)

11 Isi Piagam Madinah

Antara mukminin Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1-Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.

Pasal 2 Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil

Pasal 3 Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4 Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

F. Masyarakat Islam Sebenarnya Karakteristik Masyarakat Islam

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik (khaira ummah). Khaira ummah inilah karakteristik dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meskipun demikian, tidak lantas dalam praktiknya predikat khaira ummah itu melekat dengan sendirinya tanpa ada upaya apa pun. Ada syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk sampai pada predikat khaira ummah itu. Tanpa memenuhi syarat-syarat itu, mustahil cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu akan tercapai.

Perjuangan Muhammadiyah dalam mencapai cita-citanya dirumuskan dengan jelas dalam tujuannya, yaitu: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta diformulasikan sepuluh ciri dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Di antaranya adalah:

(12)

12 (a) Ber-Tuhan dan beragama.

(b) Persaudaraan.

(c) Berakhlak dan beradab. (d) Berhukum syar’i. (e) Berkesejahteraan. (f) Bermusyawarah. (g) Ihsan.

(h) Berkemajuan. (i) Berpemimpin, dan (j) Tertib

Dalam perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat memberikan kontribusi sebanyak mungkin kepada negara dan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menuju terbentuknya masayarakat adil dan makmur, sejahtera dan bahagia lahir batin

Dalam QS. Āli-‘Imrān (3) ayat 110 disebutkan syarat-syarat untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-sebenarnya itu. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka tidak hanya terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya semata, tapi seiring dengan itu melekat pulalah dalam tubuh umat itu predikat sebagai khaira ummah. Untuk mengetahui syarat-syarat itu, mari kita perhatikan dan resapi QS. Āli-‘Imrān (3) ayat 110 berikut ini. Allah SWT menuturkan:

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’rūf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Dalam ayat di atas terbagi menjadi empat bagian. Pertama, kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kedua, karena kamu menyuruh (berbuat) yang ma’rūf. Ketiga, kamu mencegah dari yang munkar. Keempat, kamu beriman kepada Allah. Hamka menuturkan bahwa keempat bagian dari ayat tersebut saling memiliki keterkaitan yang erat. Oleh sebab itu, keempat bagian dari ayat tersebut merupakan satu ayat yang utuh dan tidak boleh dipotong-potong

(13)

13 Berdasarkan ayat di atas juga, maka dapat diformulasikan karakteristik masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (khaira ummah) secara garis besar. Di antara karakteristik itu antara lain:

Pertama, umat yang secara terus menerus menyuruh kepada yang ma’rūf, yakni apa yang dinilai baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Islam dan akal sehat.

Kedua, umat yang mencegah perbuatan yang munkar, yakni apa yang dinilai tidak baik dalam masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam serta akal sehat.

Ketiga, beriman kepada Allah SWT. Dengan iman yang benar maka akan membebaskan manusia dari segala belenggu perbudakan dan kejahiliyahan. Iman yang benar akan menuntun kita untuk menjadi manusia auntentik dan merdeka. Iman yang benar akan mengarahkan kita untSelama umat Islam masih melaksanakan ketiga syarat di atas, maka selama itulah predikat khaira ummah akan melekat dalam tubuh umat Islam. Namun sebaliknya, jika ketiga syarat itu tidak dilaksanakan dengan sesungguh-sungguhnya, maka boleh jadi umat ini akan terpuruk dan menjadi seburuk-buruk umat. Kalau umat Islam sudah terpuruk menjadi seburuk-buruk umat, niscaya cita-cita perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan sulit terwujudkan.

BAB III KESIMPULAN

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan penduduknya.

Kata “kebudayaan” bersal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi”yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi.

Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan

(14)

14 sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam

Teori evolusi mungkin sering kita dengar dalam ilmu Biologi dan secara garis besar, kalian juga pasti mengetahui inti dari teori ini. Penjelasan Teori Evolusi dalam ilmu sosial juga tidak jauh berbeda. Teori evolusi menjelaskan bahwa perubahan sosial terjadi secara lambat untuk waktu yang lama di dalam sistem masyarakat. Menurut teori ini, perubahan sosial terjadi karena perubahan pada cara pengorganisasian masyarakat, sistem kerja, pola pemikiran, dan perkembangan sosial. Perubahan sosial dalam teori evolusi jarang menimbulkan konflik karena perubahannya berlangsung lambat dan cenderung tidak disadari.

Strategi Kebudayaan menurut C A Van Peursen adalah upaya manusia untuk belajar dan merancang kebudayaannya. Strategi Kebudayaan tidak hanya menyangkut masalah kebijakan pemerintah tentang kebudayaan, tapi lebih luas dari itu. Strategi Kebudayaan berakar dari pertanyaan dalam diri manusia yang diperjuangkan oleh semua kalangan. Pertanyaan itu seperti misalnya: bagaimana manusia dapat memberikan jawaban tepat mengenai pertanyaan-pertanyaan besar yang menyangkut tujuan hidupnya, makna kehidupan ini, norma-norma yang mengatur kontak antar manusia dan perkembangan masyarakat secara tepat dan lain-lain. Semuanya itu bukanlah sesuatu yang secara alami bisa diketahui oleh manusia. tetapi harus melalui proses belajar. Dalam memahami keterkaitan kebudayaan sebagai hal dasar dari manusia dan kebudayaan sebagai perencanaan masa depan, maka oleh karena itu, kebudayaan disini diletakkan sebagai sebuah instrumen.

(15)

15 DAFTAR PUSAKA

Collins, B.,1986, “Defining Feminist Social Work” dalam Social Work 31. 2. MacKinnon, C., 1982, “Feminism, Marxism, Method, and the State: An Agenda for Theory” dalam Sign: Journal of Women in Culture and Society, 7.7. 3. van Peursen, 1989, Strategi Kebudayaan, Kanisius. 4. Grosz, E., 1990, Jacques Laqan: A Feminist Introduction, Routledge. 5. Eitinger, L., 1980, “The Concentration Camp Syndrome and Its late Sequelae” dalam Survivors, Victims, and Perpetrators (ed. J.E. Dimsdale), Hemisphere.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang, oleh karena itu setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan-perubahan sosial dan budaya yang terjadi secara lambat atau

Bahkan kelak dikemudian hari kaum muslimin mampu membangun satu disiplin ilmu yang khas sebagai produk asli keilmuan Islam, yaitu ilmu Ushul Fiqih, hampir dipastikan

Tradisi pemikiran Islam abad pertengahan (periode klasik) menunjukkan bahwa ilmu- ilmu agama berhasil dikembangkan oleh ulama-ulama zaman klasik dengan prestasi yang cukup

Dasar dari teori interaksionisme simbolik adalah teori behaviorisme sosial, yang memusatkan diri pada interaksi alami yang terjadi antara individu dalam masyarakat dan masyarakat

Menurut Himes dan Moore perubahan sosial mempunyai tiga dimensi yaitu struktural, kultural, dan interaksional (Nanang, 2014). Perubahan yang terjadi pada

Perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi

Sedangkan pendekatan integrasi interkoneksi lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang sudah ada, karena keilmuan umum juga telah memiliki basis epistemologi,

Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu terhadap organisasi sosial masyarakat yang meliputi nilai- nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola