Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan Hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi dalam jenjang Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur dengan judul ” Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo ”. Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran serta dorongan moril baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Mayjen TNI. ( Purn ) Drs. H. Warsito, SH, MM, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
2. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur. 4. Bapak Drs. Ec. Muslimin, Msi, selaku Dosen Pembimbing yang telah
” Jawa Timur.
6. Ayahanda Dadang Hidayat dan Ibunda Endang Setyawati, Dik Bedjo, Dik Ebor yang telah memberikan doa restu semangat moril maupun materiil serta telah mampu membimbing, mendidik dan membahagiakan saya sebagai peneliti, sembah bakti saya. Serta Isyak Tafakur Sujud yang setia memberikan dorongan, motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya ( Semoga Allah melimpahkan kemuliaan Rahmat dan Hidayah – Nya pada kita semua, Amin.. )
7. Seluruh karyawan PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo termasuk Pak dhe Hari Blong dan Budhe Erna yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian serta membantu penulis dalam mengumpulkan data dan informasi.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan Berkah, Rahmat dan Hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Untuk itu penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun karena hal tersebut sangat membantu menghanturkan pada kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Surabaya, Desember 2008
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 13
2.2.1. Akuntansi Perilaku ... 13
2.2.1.1. Tujuan Akuntansi Perilaku... 14
2.2.2. Pengendalian Organisasi ... 15
2.2.2.1. Pengendalian Intern ... 15
2.2.2.1.1 Sistem Pengendalian Intern ... 17
Organisasi dan Kinerja Manajerial ... 20
2.2.4. Konflik Peran ... 20
2.2.4.1. Teori Yang Melandasi Hubungan Konflik Peran Dan Kinerja Manajerial ... 22
2.2.5. Kepuasan Kerja ... 23
2.2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mendorong Kepuasan Kerja... 23
2.2.5.2. Alasan Kepuasan Kerja ... 25
2.2.5.3. Akibat Dari Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja... 27
2.2.5.4. Teori Yang Melandasi Hubungan Kepuasan Kinerja dan Kinerja Manajerial ... 27
2.2.6. Kinerja Manajerial ... 28
2.2.6.1. Tugas Manajer... 30
2.2.6.2. Penilaian Kinerja Manajer... 31
2.2.6.3. Manfaat Penilaian Kinerja... 32
2.2.6.4. Tingkat Manajemen Dan Ketrampilan Manajer ... 32
Manajerial ... 35
2.3. Kerangka Pikir ... 36
2.4. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 40
3.2. Pengukuran Variabel ... 42
3.3. Teknik Penentuan Sampel ... 44
3.3.1. Obyek Penelitian ... 44
3.3.2. Populasi dan Sampel ... 44
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 45
3.5.1. Uji Validitas ... 45
3.5.2. Uji Reliabilitas ... 46
3.5.3. Uji Normalitas ... 46
3.5.4. Uji Asumsi Klasik ... 47
3.5.5. Teknik Analisis ... 49
3.5.6. Uji Hipotesis... 50
BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 51
4.1.1. Sejarah Kelistrikan di Indonesia ... 52
4.2.1. Pengembangan Kuesioner Responden ... 62
4.2.2. Uji Validitas ... 62
4.2.2.1. Uji Validitas Variabel Lingkungan Organisasi ( X1 ) ... ... 62
4.2.2.2. Uji Validitas Variabel Konflik Peran ( X2 )... 64
4.2.2.3. Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja( X3)... 65
4.2.2.4. Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 66
4.2.3. Uji Reliabilitas ... 68
4.2.4. Distribusi Frekuensi ... 69
4.2.4.1. Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )... 69
4.2.4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Konflik Peran ( X2 ) 70
4.2.4.3. Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) 71 4.2.4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Manajerial (Y) 72 4.3. Analisis dan Uji Hipotesis ... 73
4.3.1. Uji Normalitas ... 73
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 74
4.3.3. Uji Hipotesis... 76
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 82 5.2. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.1 : Laporan Laba / Rugi... 6
Tabel 4.1 : Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ) ... 63
Tabel 4.2 : Hasil Uji Validitas Variabel Konflik Peran ( X2 ) ... 64
Tabel 4.3 : Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja ( X3 )... 65
Tabel 4.4 : Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 67
Tabel 4.5 : Hasil Uji Reliabilitas ……… 68
Tabel 4.6 : Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ) ... 69
Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Variabel Konflik Peran ( X2 ) ... 70
Tabel 4.8 : Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) ... 71
Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 72
Tabel 4.10 : Hasil Uji Normalitas... 74
Tabel 4.11 : Nilai VIF ( Variance Inflation Factor )... 75
Tabel 4.12 : Hasil Korelasi Rank Spearman... 76
Tabel 4.13 : Persamaan Regresi ……….. 76
Gambar 1 : Kerangka Pikir Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial...………... 35 Gambar 2 : Struktur Organisasi PT. PLN ( Persero ) Area Pelayanan
Lampiran 1 : Tabulasi Jawaban Responden Variable Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )
Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Konflik Peran ( X2 ) Lampiran 3 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) Lampiran 4 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variable Lingkungan
Pengendalian Organisasi ( X1 )
Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Konflik Peran ( X2 )
Lampiran 7 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Kepuasan Kerja ( X3 )
Lampiran 8 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Kinerja Manajerial ( Y )
Lampiran 9 : Input Regresi
Lampiran 10 : Hasil Uji Normalitas
Oleh :
Oktaviani Putri Ekahiti
ABSTRAK
PT. PLN ( Persero ) menghendaki karyawan yang mempunyai kemampuan dan mempunyai motivasi yang tinggi serta meningkatkan keseimbangan kemampuan terhadap beban kerja dengan strategi pokok peningkatan manajemen personalia, peningkatan kemampuan pegawai, peningkatan manajemen yang lebih dapat menimbulkan kreasi dan aktivitas pegawai dengan melakukan pembinaan kepada karyawan agar karyawan merasa lebih memiliki dan lebih bertanggung jawab terhadap misi PT. PLN ( Persero ). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial.dan menganalisa dari ketiga variable bebas tersebut yang memiliki pengaruh dominant terhadap kinerja manajerial
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 11 orang manajer, asisten manajer dan supervisor PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo dengan teknik sensus. Variabel penelitian yang digunakan adalah lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) dan kinerja manajerial (Y) dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda..
Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y), hal ini terbukti lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) yang mempengaruhi sebesar 77,9 % sedangkan sisanya 22,1 % dipengaruhi oleh factor lain yang tidak dibahas pada penelitian ini, sehingga hipotesis penelitian ini “ Bahwa lingkungan organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial “ tidak teruji kebenarnya.
Oleh :
Oktaviani Putri Ekahiti
ABASTRACT
PT. PLN (Persero) requires employees who have the ability and have high motivation and enhance the ability to balance workload with the man strategies of improvement of personnel management, staff capacity building, improved management can lead to more creations and activities of employees by conducting training to employees so that employees feel have more and more responsibility to the mission of PT. PLN (Persero). The purpose of this research is to examine the influence of organizational control environment, conflict of roles and job statisfaction on the performance of the three variables analyzed manajerial and encyclopedia, which has a dominant influence on managerial performance.
This study uses primary data collected from 11 managers assistant manager and supervisors PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo with census techniques. Variable research is organizational control environment (X1), roles conflict (X2 ), job statisfaction (X3) and managerial performance (Y) and analyzed using multiple linier regression test.
The results of this study concludes that organizational control environment (X1) , roles conflict (X2 ), job statisfaction (X3 ) has no effect on managerial performance (Y), this proves the organization of the control environment (X1), roles conflict (X2 ), statifaction work (X3 ), which affects 77,9% while the remaining 22,1% were influenced by other factor not discussed inthis study, so the hypothesis of this study, “ The organizational environment, roles conflict and job statisfaction influence on managerial performance “ was not verified.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu perusahaan dapat dilihat sebagai sistem organisasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya untuk mencapai tujuan. Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi. Implikasinya, organisasi perlu senantiasa melakukan investasi untuk merekrut, menyeleksi dan mempertahankan sumber daya manusianya.
Govindarajan : 1992, p.8 yang dikutip oleh Supriyono dalam Sistem Pengendalian Manajemen : 1999 ).
Setiap perusahaan memerlukan sistem pengendalian manajemen, karena sistem tersebut didesain untuk mengatur aktivitas organisasi melalui para pimpinan ( manajer ) organisasi, agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan perusahaan. Sistem pengendalian manajemen didefinisikan sebagai sebuah proses seorang manajer memastikan bahwa sumber daya diperoleh dan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam usaha untuk mecapai tujuan organisasi ( Anthony dan Govindarajan : 1998 ).
Konflik semacam ini tidak akan timbul apabila seorang profesional yang bekerja dalam suatu organisasi mau beradaptasi dengan lingkungan pengendalian organisasi di mana ia bekerja.
Demikian pula halnya dengan kepuasan kerja yang ada kaitannya dengan perasaan, emosi dan perilaku seseorang terhadap pekerjaannya. Menurut Stephen P. Robbins ( 1996 ) , kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang meraka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja merupakan hasil interaksi antara pekerja dengan lingkungan kerja di perusahaan. Menurut Arnold dan Fieldman ( 1998 ), banyak hal yang dapat membuat seseorang puas terhadap pekerjaannya, diantaranya upah atau imbalan, pekerjaan itu sendiri, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi tempat kerja. Implikasi kepuasan kerja sering dikaitkan dengan peningkatan kinerja individual organisasi, serta tingkat perputaran kerja. Faktor lain yang juga dinyatakan sebagai implikasi dari kepuasan kerja antara lain : tingkat kesehatan pekerja, kemampuan pekerja dalam mempelajari sesuatu, kecelakaan kerja dan sikap pekerja terhadap rekan kerja.
Kinerja manajer pada prinsipnya merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk pengembangan manajemen, perbaikan sistem kerja dan usaha-usaha mengadakan alih teknologi baik yang menengah maupun teknologi modern sehingga kualitas personal yang dimiliki oleh perusahaan dapat meningkat ( Marwan Asri, 1989 : 97 ).
PT. PLN ( Persero ) merupakan perusahaan jasa yang mengelola masalah pembangkitan dan pengelolaan listrik. Pembangunan bidang kelistrikan di Indonesia dapat dianggap sebagai kegiatan hulu yang akan mendorong dan mempercepat proses berbagai kegiatan pembangunan fisik dan perekonomian, pada garis besarnya mempunyai tujuan perusahaan adalah menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan pemerintah di bidang kelistrikan.
Karena dilihat dari tahun ke tahun PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo mengalami penurunan laba. Dan bila dibiarkan akan berdampak buruk pada perusahaan. Adapun untuk Data Laporan Laba / Rugi perusahaan mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut :
LAPORAN LABA/ RUGI Pada PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo
(Dalam Ribuan Rupiah)
TAHUN LABA/ RUGI
2005 (51.641.152.522) 2006 (224.701.717.697) 2007 (112.257.102.239) Sumber : PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo.
tolok ukur untuk meningkatkan kinerja manajerial. Kepuasan kerja ini dapat ditingkatkan melalui pemberian prestasi kerja atau peningkatan jabatan bagi yang berprestasi, pemberian bonus dan insentif serta hal lain yang sekiranya dapat memberikan kepuasan kerja sehingga terjadi peningkatan kinerja dan pada akhirnya laba perusahaan akan naik.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba untuk meneliti masalah yang ada pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja manajer perusahaan, diharapkan dengan lingkungan pengendalian organisasi yang baik dan dengan prestasi kerja yang tinggi kemungkinan besar akan bisa meningkatkan kepuasan kerja yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajerial.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS di mana penelitian Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS menguji apakah sikap keprofesionalan seseorang yang bekerja dalam lingkungan pengendalian organisasi yang birokratis menimbulkan konflik peran dan apakah tingkat konflik peran mempengaruhi kinerja dan tingkat kepuasan kerja. Penelitian lain dilakukan oleh Dwi Maryani dan Bambang Supomo ( 2001 ) yang menguji apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja individual.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja mempunyai pengaruh secara simultan dan parsial terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo?
b. Di antara ketiga variabel tersebut, manakah yang lebih dominan pengaruhnya terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk menguji secara apakah lingkungan pengendalian organisasi, konflik
peran dan kepuasan kerja berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Peneliti.
Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antar teori-teori yang selama ini peneliti dapatkan dengan kenyataan yang ada. Sehingga dapat diketahui masalah yang dihadapi perusahaan dan kesesuaian antara teori yang diperoleh, sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah yang ada.
b. Bagi Praktisi ( Perusahaan ).
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai solusi alternatif dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja.
c. Bagi Akademisi ( Universitas ).
Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dengan materi yang berhubungan dengan skripsi ini.
d. Bagi Pihak Lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini berisi penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti
terdahulu yang berkaitan dengan hubungan antara lingkungan pengendalian
organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja dengan kinerja manajerial.
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kinerja manajerial pernah
dilakukan oleh :
1. Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS (Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia Tahun 1999).
Judul penelitian yang dibuat adalah : “ Tipe Lingkungan Pengendalian
Organisasi, Orientasi Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan
Kinerja : Suatu Penelitian Empiris ”.
Perumusan Masalah :
1. Apakah sikap keprofesionalan seseorang yang bekerja dalam
lingkungan pengendalian organisasi yang birokratis menimbulkan
konflik peran ?
2. Apakah tingkat konflik peran mempengaruhi kinerja dan tingkat
Hipotesis :.
a. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran dan kepuasan
kerja. Semakin besar konflik peran yang terjadi akan semakin menurunkan
tingkat kepuasan kerja. Sebaliknya, tingkat kepuasan kerja akan tinggi
apabila konflik peran yang terjadi kecil.
b. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran dan kinerja.
Konflik peran yang besar akan mengakibatkan penurunan kinerja secara
keseluruhan dan sebaliknya, kinerja perusahaan meningkat bila konflik
peran yang terjadi kecil.
Kesimpulan :
a. Hasil analisis Regresi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa
karakteristik hubungan antara lingkungan pengendalian, orientasi
profesional dan konflik peran untuk kelompok dosen dan kelompok
dokter berbeda. Dosen yang mempunyai orientasi profesional yang
kuat cenderung mengalami tingkat konflik peran yang tinggi jika
mereka bekerja dalam lingkungan pengendalian yang menekankan
pada pencapaian target kualitatif ( output control ). Sedangkan para
dokter yang mempunyai orientasi yang kuat mengalami tingkat
konflik peran yang tinggi jika mereka bekerja dalam lingkungan
pengendalian yang menekankan pada ketaatan tindakan kepada
aturan atau prosedur.
b. Hasil analisis korelasi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa
kepuasan kerja. Oleh karena itu, hipotesis alternatif 2 didukung.
Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
konflik peran yang dialami dosen tidak mempengaruhi kinerja
mereka. Hasil analisis korelasi untuk keluarga dokter menunjukkan
bahwa konflik peran mempunyai pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap kinerjanya. Ini berarti semakin tinggi tingkat
konflik peran, semakin rendah tingkat kinerja sub unit dokter. Akan
tetapi, tingkat konflik peran tidak mempengaruhi kepuasan kerja
dokter.
2. Dwi Maryani dan Bambang Supomo ( Jurnal Riset Akuntansi Indonesia
Thn 2001 ).
Judul penelitian yang dibuat adalah : “ Studi Empiris Pengaruh Kepuasan
Kerja Terhadap Kinerja Individual”.
Perumusan Masalah :
“ Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap
kinerja individual ?”.
Hipotesis :
“ Diduga ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan
kinerja secara individual”.
Kesimpulan :
Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja manajerial. Variasi
independennya ( kepuasan kerja ). Dengan demikian, temuan penelitian
memberikan dukungan pada hipotesis yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja mempunyai hubungan signifikansi dengan kinerja
manajerial. Meskipun kinerja yang diukur dalam penelitian ini
kemungkinan mempunyai perbedaan dengan konstruk profitabilitas dan
subyek yang diteliti, namun temuan ini dapat di analogikan bahwa
kepuasan kerja mempunyai pengaruh pada peningkatan kerja manajerial
dosen dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perencanaan, investigasi,
koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf, negoisasi dan
representasi. Meskipun penelitian ini tidak mengukur kinerja secara
organisasional berdasarkan rerata skor jawaban responden yang relatif
tinggi kepuasan kerja, responden penelitian ini kemungkinan juga
mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja secara
organisasional strategi-strategi ( Anthony, Dearden dan Govendarajan :
92, yang dikutip oleh Supriyono dalam Sistem Pengendalian Manajemen
: 99 ).
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Akuntansi Perilaku
Pendekatan perilaku dalam perumusan teori akuntansi bersangkutan
dengan perilaku manusia yang berkaitan dengan informasi dan masalah akuntansi.
Dalam konteks ini, pemilihan suatu teknik akuntansi harus dievaluasi dengan
Pendekatan perilaku telah membangkitkan gairah dan dorongan baru
dalam riset akuntansi yang memusatkan perhatian pada stuktur perilaku di mana
para akuntan bertindak di dalamnya. Pendekatan perilaku dalam perumusan teori
akuntansi menekankan relevansi pengambilan keputusan dan informasi yang
dikomunikasi informasi tersebut. Akuntansi dianggap berorientasi pada tindakan :
tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan ( perilaku ) secara langsung
melalui kandungan informasional dari pesan yang disampaikan dan secara tidak
langsung melalui perilaku para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu
proses perilaku pada akuntansi.
2.2.1.1. Tujuan Akuntansi Perilaku
Komite untuk Kandungan Ilmu Perilaku Kurikulum Akuntansi dari
American Accounting Association memberikan pandangan melalui ilmu perilaku:
” Tujuan ilmu perilaku adalah untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan
perilaku manusia yakni untuk menetapkan generalisasi tentang perilaku manusia
yang didukung oleh bukti-bukti empiris yang dikumpulkan dalam konteks ini,
pemilihan suatu teknik akuntansi harus di evaluasi dengan mengacu pada tujuan
dan perilaku dari para pemakai informasi keuangan”.
Pendekatan perilaku telah membangkitkan gairah dan dorongan baru
dalam riset akuntansi yang memusatkan perhatian pada struktur perilaku di mana
para akuntan bertindak di dalamnya. Pendekatan perilaku dalam perumusan teori
akuntansi menekankan relevansi pengambilan keputusan dan informasi yang
komunikasi informasi tersebut. Akuntansi dianggap berorientasi pada tindakan
tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan ( perilaku ) secara langsung
melalui kandungan informasional dari pesan ynag disampaikan dan secara tidak
langsung perilaklu para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu proses
perilaku yang akuntansi.
2.2.2. Pengendalian Organisasi 2.2.2.1. Pengendalian Intern
Menurut AICPA ( American Institute of Certificated Public Accountant )
seperti yang dikutip Kosasih ( 1993 : 177 ), pengendalian intern didefinisikan
sebagai berikut :
“ Pengendalian Intern meliputi susunan organisasi dan semua cara-cara
serta peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk menjaga dan
mengamankan harta miliknya, memeriksa kecermatan dan kebenaran data-data
administrasi, memajukan efisiensi dalam operasi dan membantu menjaga
kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan untuk dipatuhi”.
Pengertian Pengendalian Intern mencakup pengendalian administrasi dan
pengendalian akuntansi :
1) Pengendalian Administrasi, meliputi rencana organisasi serta
prosedur-prosedur dan catatan-catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan
keputusan yang mengarah kepada tindakan manajemen untuk menyetujui
atau memberi wewenang. Pemberian wewenang merupakan fungsi
mencapai tujuan organisasi dan merupakan titik awal untuk menciptakan
pengendalian akuntansi. Tujuan pengendalian administrasi diutamakan
pada pencapaian tujuan operasional seperti hubungan masyarakat ( public
relation), efisiensi operasi atau pabrik, efektifitas operasi dan efektifitas
manajemen. Pengendalian intern yang diarahkan pada pencapaian tujuan
administrasi mempunyai pengaruh langsung yang kecil terhadap ketelitian
dan dipercayainya laporan keuangan.
2) Pengendalian Akuntansi, meliputi rencana organisasi dan
prosedur-prosedur serta catatan-catatan yang berhubungan dengan pengamanan
harta atau aktiva serta keandalan pencatatan keuangan.
Manajemen harus mempunyai pandangan dan sikap yang profesional
untuk memajukan atau meningkatkan hasil-hasil yang dicapainya. Manajemen
harus selalu melihat, meneliti, menganalisa dan mengambil keputusan atas laporan
yang telah disampaikan kepada mereka. Laporan tersebut biasanya berbentuk
laporan akuntansi dan statistik yang berfungsi untuk mengendalikan dan
mengarahkan manajemen dalam mengambil keputusan. Selain itu laporan juga
mempunyai arti untuk menilai apakah kebijakan perusahaan yang telah ditentukan
dan dijalankan, apakah kondisi keuangannya sehat, kegiatan penjualannya
menguntungkan dan untuk mengetahui apakah hubungan antara bagian serta
departemen berlangsung humoris. Hanya dengan pemeriksaan yang terus
berkesinambungan dan menganalisa laporan dan catatan-catatan darimana laporan
tersebut didapat, manajemen dapat meletakkan kepercayaanya terhadap laporan
2.2.2.1.1 Sistem Pengendalian Intern
” Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, semua metode
dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk
melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian dan seberapa jauh data
akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong
ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan ” ( AICPA : Bambang
Hartadi, 1986 : 3 ).
Sistem Pengendalian Intern tersebut akan berada dan mempengaruhi
semua kegiatan perusahaan ini meliputi metode-metode di mana manajemen atas
akan memberi delegasi / wewenang dan memberi tanggung jawab untuk fungsi
pembeli, penjualan produksi dan akuntansi lebih lanjut faktor di bawah ini
dipandang sebagai alasan mengapa Sistem Pengendalian Intern diperlukan,
menurut Bambang Hartadi ( 1986 : 2 ) :
a. Luas dan Ukuran kesatuan usaha yang menjadi begitu kompleks dan
meluas sehingga manajemen harus mempercayai berbagai macam
laporan-laporan dan analisis-analisis, untuk mengendalikan operasi secara efektif.
b. Tidak praktis apabila akuntan untuk memeriksa secara keseluruhan dengan
keterbatasan uang jasa ( fee ) tanpa mempercayai Sistem Pengendalian
Ada lima sifat ( karakteristik ) Sistem Pengendalian Intern yang dapat
dipercaya :
1. Kualitas karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya.
2. Rencana organisasi yang memberi pemisahan tanggung jawab fungsi
secara layak.
3. Sistem pemberi wewenang, tujuan dan teknik, dan pengawasan yang wajar
untuk pengadaan atas aktiva, hutang, penghasilan dan biaya.
4. Pengendalian terhadap penggunaan aktiva dan dokumen serta formulir
yang penting.
5. Perbandingan catatan-catatan aktiva dan hutang dengan yang senyatanya
ada dan mengadakan tindakan koreksi bila ada perbedaan.
2.2.2.2. Pengendalian Ekstern
Di samping menerapkan bentuk pengendalian intern, organisasi juga perlu
bersandar pada pengendalian profesional yang merupakan bentuk pengendalian
ekstern. Definisi pengendalian profesional adalah pengendalian yang memberikan
otonomi kepada para pekerja profesional untuk melaksanakan tugas-tugasnya
dalam perusahaan dalam membatasi aktifitas mereka oleh norma-norma atau
aturan-aturan tertentu karena aktifitas mereka secara otomatis dilaksanakan
berdasarkan norma-norma, nilai-nilai dan kode etik profesinya. Jadi pada sistem
ini para profesional diberikan kebebasan untuk menyelesaikan tugas dan sikap
permasalahan dalam perusahaan
Menurut Puspa ( 1999 : 14 ), berbagai bentuk pengendalian yang
dikembangkan dan diuji dalam literatur akuntansi dan organisasi perilaku
mengindikasikan bahwa dalam organisasi yang sangat beruntung pada keahlian
profesional dan etika proses produksi menjadi semakin kompleks dan tidak bisa
diprediksi, bentuk pengendalian administrasi kurang sesuai diterapkan di dalam
organisasi tersebut.
2.2.3 Lingkungan Pengendalian Organisasi
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu
organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang
pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur
pengendalian intern yang membentuk disiplin dan stuktur (Mulyadi 1998 : 179).
Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu
entitas antara lain :
1) Nilai integritas dan etika
2) Komitmen terhadap kompetensi
3) Dewan komisaris dan komite audit
4) Filosofi dan gaya operasi manajemen
5) Struktur organisasi
6) Pembagian wewenang dan pembebasan tanggung jawab
2.2.3.1 Teori yang melandasi hubungan Lingkungan Organisasi dan Kinerja Manajerial
Pengaruh lingkungan pengendalian organisasi terhadap kinerja manajerial
dilandasi oleh Teori Birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber, 1900 (
Stephen P. Robbins, 1996 ). Teori Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang
ditandai dengan pembagian kerja, hierarki wewenang, aturan-aturan dan
ketetapan-ketetapan, serta hubungan-hubungan yang impersonal. Maksud dari
teori ini adalah suatu bentuk organisasi yang berteori tentang kerja itu dapat
dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan tanpa campur tangan hubungan kepribadian karyawan.
2.2.4. Konflik Peran
Bila seseorang individu dihadapkan pada pengharapan peran yang
berlainan, akibatnya adalah konflik peran. Konflik ini ada bila seorang individu
mendapatkan bawah patuh pada persyaratan satu peran menyebabkan kesulitan
untuk mematuhi persyaratan daripada peran lain. Hal itu akan mencakup situasi di
mana dua atau lebih pengharapan peran saling berlawanan ( Stephen P. Robbins :
2001 ).
Tenaga kerja profesional menurut Derber dan Schwartz ( 1991 ) dalam
JRAI Dwi Fitri Puspa dan Bambang LS, ( 1999 ) adalah mereka yang terlatih
untuk melaksanakan tugas yang komplek secara indepeden dan yang dalam
menerapkan keahlian dan pengalamannya. Ini berarti bahwa dalam diri seorang
profesional terdapat suatu sistem nilai atau norma yang akan mengatur perilaku
mereka dalam proses pelaksanaan tugas atau pekerjaan mereka.
Seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya, terutama ketika
menghadapi suatu masalah tertentu akan sering menerima dua perintah sekaligus.
Perintah pertama datang dari kode etik profesi , sedangkan yang kedua datang dari
sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila profesional bertindak
sesuai dengan kode etiknya, maka ia akan merasa tidak berperan sebagai
karyawan perusahaan yang baik. Sebaliknya apabila ia bertindak sesuai dengan
prosedur yang ditentukankan oleh perusahaan, maka ia akan merasa telah
bertindak secara tidak profesional. Kondisi ini yang disebut konflik peran, yaitu
konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak
sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Konflik peran
merupakan suatu gejala psychologis yang dialami oleh anggota organisasi yang
bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan secara potensial bisa
menurunkan motivasi kerja ( Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS : 1999 ).
Menurut Kahn dkk ( 1964 ) serta Jackson dan Schuler ( 1985 ) dalam JRAI Dwi
Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS ( 1999 ), menemukan konflik peran
mempunyai dampak yang negatif terhadap perilaku karyawan, seperti timbulnya
ketegangan kerja, penurunan kepuasan kerja, penurunan komitmen pada
2.2.4.1 Teori yang melandasi hubungan Konflik Peran dan Kinerja Manajerial
Tiga elemen Teori Kelompok yang dikembangkan oleh George Homans
( Thoha, 2003 : 80 ) yaitu suatu teori yang berdasarkan pada aktivitas-aktivitas,
interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen ( perasaan dan emosi ).
Tiga elemen ini satu sama lain saling berhubungan secara langsung antara
lain sebagai berikut:
a. Semakin banyak aktivitas-aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain
semakin beraneka interaksi-interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya
sentimen-sentimen mereka.
b. Semakin banyak interaksi-interaksi orang-orang, maka semakin banyak
kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang
lain.
c. Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain
serta sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak
kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.
Menurut ( Lurie, 1981 ) yang dikutip oleh ( Puspa & Riyanto, 1999 : 120),
tingkat keinginan untuk mempertahankan sikap profesional berbeda-beda antara
satu pekerja profesional dengan pekerja profesional yang lainnya. Proses sosialis
dapat mempengaruhi kemandirian seorang profesional. Dimana para profesional
merasa dirinya sebagai bagian dari organisasian melepas norma, aturan dan kode
etik profesi dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menjadi tanggung
2.2.5. Kepuasan Kerja
Menurut Stephen P. Robbins ( 2001 : 24 ), definisi kepuasan kerja adalah
sebagai berikut :
“ Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yand diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.”
Menurut Davis dan Newstrom ( 1995 : 105 ), definisi kepuasan kerja
sebagai berikut :
“ Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang
menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka ”.
2.2.5.1. Faktor - Faktor yang Mendorong Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang lebih penting untuk mendorong kepuasan kerja
menurut Robbins ( 2001 : 149 ) :
1.) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan baragam tugas, kebebasan dan umpan balik
mengenai betapa baik mereka bekerja.
2.) Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil, tidak merugikan dan segaris dengan
tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan
komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Karyawan
berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab
yang lebih banyak dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu
individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dengan cara yang adil kemungkinan beasr akan merasakan kepuasan
dengan pekerjaan mereka.
3.) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik yang tidak
berbahaya atau merepotkan.
4.) Rekan sekerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
terwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidak
mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja ramah dan mendukung kepada
meningkatnya kepuasan kerja.
5.) Kesesuaian kepribadian pekerjaan
Orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen ( sama dan sebangun )
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa
tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian lebiih besar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut dan sukses ini
mempunyai kemingkinan yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang
tinggi dari pekerjaan mereka.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara ( 2000 : 120 ), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a Faktor pegawai.
Yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik
pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara
berfikir, persepsi dan sikap kerja.
b Faktor pekerjaan.
Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat atau golongan,
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi
jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.
2.2.5.2. Alasan Kepuasan Kerja
Robert L. Kahn ( Davis dan Newtrom : 1995 ) mengemukakan :
“ Kepuasan kerja tampaknya memang mengurangi tingkat kemangkiran,
pergantian pegawai dan barangkali juga tingkat kecelakaan yang terjadi.”
Kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat
dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi
merupakan tanda bahwa organisasi dapat dikelola dengan baik dan pada dasarnya
proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan. Sebagai sekumpulan
perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamis. Para manajer tidak dapat menciptakan
kondisi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sekarang dan kemudian
mengabaikannya karena tingkat kepuasan kerja bisa saja menurun dengan cepat.
Sedangkan menurut Indrawijaya ( 1989 : 72-73 ) menyebutkan bahwa
kepuasan kerja penting, karena :
1.) Alasan nilai
Kita mengetahui bahwa para tenaga kerja menggunakan sebagian waktu
dalam bekerja. Oleh sebab itu mereka menginginkan agar waktu tersebut
dapat digunakan dengan penuh kesenangan, kegembiraan dan
kebahagiaan.
2.) Alasan kesehatan jiwa
Seseorang yang melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang tidak berharga
atau sebagai sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya
kelingkungan keluarganya dan masyarakat sekitar.
3.) Alasan kesehatan jasmaniah
Orang yang menyenangi pekerjaannya juga cenderung mendapatkan lebih
banyak uang dari pekerjaan tersebut dengan demikian mempunyai
2.2.5.3 Akibat Dari Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja.
Akibat yang timbul dari perasaan tidak puas terhadap pekerjaannya,
adalah :
a Pergantian karyawan.
Seorang karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan bertahan
lebih lama dari perusahaan, sedangkan karyawan yang tidak puas akan
meninggalkan perusahaan tempat kerjanya untuk mencari perusahaan lain.
b Absensi.
Karyawan tidak masuk kerja mempunyai berbagai macam alasan,
misalnya sakit, ijin dan cuti. Karyawan yang merasa tidak puas akan lebih
memanfaatkan untuk tidak masuk kerja. Banyak sedikitnya karyawan yang
tidak masuk kerja memberikan gambaran tentang kepuasan kerja dari
karyawan tersebut.
2.2.5.4 Teori yang melandasi Kepuasan Kerja dan Kinerja Manajerial
Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial dilandasi oleh teori
motivasi kerja ( The motivation to work ) yang dikemukakan oleh Hezberg, 1959
( Maryani dan Bambang Supomo, 2001 ). Teori ini menyatakan bahwa
faktor-faktor intristik berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Maksud dari teori ini adalah
faktor-faktor instristik seperti prestasi, pengakuan, dan tanggung jawab berkaitan
dengan kepuasan kerja. Apabila orang yang ditanyai itu merasa senang tentang
pekerjaan mereka, maka mereka cenderung mengerakan ciri-ciri ini pada diri
menyebut faktor-faktor luar seperti kebijakan perusahaan dan administrasi,
pengawasan, hubungan antar pribadi dan situasi kerja.
2.2.6. Kinerja Manajerial
Sumber daya yang paling penting dalam sebuah organisasi adalah sumber
daya manusia. Kebutuhan akan perencanaan sumber daya manusia mungkin tidak
segera tampak. Orang mungkin bertanya, jika organisasi memerlukan orang baru,
mengapa dengan mudah saja menariknya? Sebenarnya kebutuhan sumber daya
manusia sukar dipenuhi secepat itu. Organisasi yang tidak merencanakan sumber
daya manusianya sering menemukan bahwa mereka tidak dapat memenuhi
kebutuhannya akan pegawai atau tujuan keseluruhan secara efektif ( James A.F.
Stober dan Charles Winkel, 1986 : 467 ).
Kinerja manajer menurut Mahoney dkk. ( 1963 ) dalam JRAI Maulana
Kamal dan Ainun Na’im, 2000 adalah kinerja para individu anggota organisasi
dalam kegiatan-kegiatan manajerial seperti perencanaan, investigasi, koordinasi,
supervisi, pengaturan staff, negoisasi dan representasi.
Penilaian manajer merupakan kunci utama dalam pengembangan
manajemen. Penilain manajer jelas penting bagi pengembangan manajemen
karena dengan mengetahui sejauh mana para manajer merencanakan,
mengorganisasi, melakukan staffing, memimpin dan mengendalikan adalah
merupakan satu-satunya jalan untuk memastikan bahwa orang-orang yang
organisasi ingin mencapai sasarannya secara efektif dan efisien, cara-cara untuk
menilai secra tepat kinerja manajemen harus ditemukan dan dijalankan ( Koontz,
Cyril O’Donnell dan Heinz eihrich ; 1984 ).
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara ( 2000 : 67 ) kinerja manajer adalah
efisiensi dan efektifitas pertanggung jawaban hasil kerja manajer yang meliputi
pendapatan dan pengeluaran yang berguna untuk perencanaan, berkoordinasi dan
mengontrol kegiatan sehari-hari. Rendahnya mutu tenaga kerja tidak hanya
menyebabkan rendahnya prestasi kerja dan penghasilan tetapi juga menyulitkan
usaha-usaha pemantapan sumber daya alam yang melimpah. Manajemen sumber
daya manusia atau dalam praktek lebih sering disebut manajemen personalia
merupakan ilmu manajemen yang menyangkut bidang ilmu jiwa ( psikologi ),
sosiologi, ekonomi dan administrasi manajemen personalia dituntut bersifat
dinamis seiring dengan perkembangan ilmu yang mendasarinya. Perubahan atau
perkembangan pada bidang ilmu jiwa misalnya akan menuntut manajemen
personalia untuk selalu dapat mengikutinya agar tetap relevan dengan
permasalahan yang ada.
Sebagai misal, apabila terjadi penurunan kinerja manajer yang disebabkan
oleh beban psikologis seperti kondisi depresi atau stress terhadap pekerjaan maka
psikologi-psikologi akan mempelajari bagaimana cara-cara mengatasi
permasalahan yang terkait dengan sumber daya manusia dengan baik diantaranya
ditampilkan leadership yang baik serta penciptaan kinerja internal yang baik.
Manajer dalam posisinya sebagai pimpinan yang mengarahkan
oleh perusahan, harus melakukan koordinasi yang baik dengan departemen
manapun di dalam perusahaan yang bersangkutan.
2.2.6.1. Tugas Manajer
Manajer yang efisien akan menghasilkan output ( hasil ) dengan
menggunakan input ( karyawan, bahan dan waktu ). Manajer yang berhasil
menekan biaya sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan berarti
efisien. Sedangkan efektifitas berarti kemampuan untuk memilih dengan tepat.
Manajer yang efektif adalah manajer yang memilih pekerjaan yang benar untuk
dilaksanakan. Kegiatan – kegiatan utama manajemen menurut James A. F. Stoner
dan Charles Winkel ( 1986 : 19 ) adalah :
1) Perencanaan. Rencana memberikan sasaran bagi organisasi dan
menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai sasaran tersebut.
2) Pengorganisasian. Bila manajer telah menetapkan sasaran dan
mengembangkan rencana atau program untuk mencapainyan, ia harus
merancang dan mengembangkan sebuah organisasi yang mampu
menjalankan program itu agar berhasil. Manajer harus mempunyai
kemampuan untuk menentukan jenis organisasi yang akan dibutuhkan
untuk mencapai serangkaian tujuan yang telah ditentukan.
3) Pemimpin. Setelah rencana disusun, struktur organisasi telah ditentukan
serta staf telah direktur dan dilatih, langkah berikutnya adalah mengatur
4) Pengendalian. Artinya, manajer harus memastikan bahwa tindakan para
anggota organisasi benar-benar membawa organisasi ke arah tujuan yang
telah ditetapkan. Melalui fungsi pengendalian manajer dapat menjaga
organisasi dan tidak membiarkannya terlalu jauh menyimpang dari
tujuannya. Fungsi ini mencakup tiga unsur utama :
a.) Menetapkan standar prestasi.
b.) Mengukur prestasi yang sedang berjalan dan membandingakan
dengan standar yang telah ditetapkan.
c.) Mengambil tindakan untuk memperbaiki prestasi yang tidak sesuai
dengan standar.
2.2.6.2. Penilaian Kinerja Manajer
Penilaian kinerja manajer menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan ( 2001 :
353 ) adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi
bagian organisasi dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan utama penilaian kinerja manajer adalah untuk memotivasi personel
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen
atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran organisasi.
Menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan ( 2001 : 354 ) seseorang yang
manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan yang bersifat kongkrit kinerja
manjerial bersifat abstrak dan kompleks. Manajer mampu menghasilkan dan
mengerahkan bakat dan kemapuan serta usaha beberapa orang lainnya berada di
daerah wewenangnya.
2.2.6.3. Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja menurut Mulyadi ( 1993: 417 ) dimanfaatkan oleh
organisasi untuk :
a.) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personel secara maksimum.
b.) Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.
c.) Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan
personel seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
2.2.6.4. Tingkatan Manajemen dan Ketrampilan Manajer
Secara umum “ Manajer ” berarti setiap orang yang mempunyai tanggung
jawab atas bawahan dan sumber daya organisasi lainnya. Tingkatan manajemen
dalam organisasi menurut T. Hani Handoko ( 1999 : 17 ) akan menjadi tiga
golongan yang berbeda, yaitu :
1) Manajer Lini Pertama.
Tingkatan yang terendah dalam sebuah organisasi di mana seseorang
operasional, tetapi tidak mensupervisi manajer lain. Manajemen ini sering
disebut supervisor.
2) Manajer Menengah.
Manajemen ini menunjukkan sebuah organisasi ada lebih dari satu
tingkatan. Manajemen ini mengarahkan kegiatan-kegiatan karyawan
operasional. Tanggung jawab utamanya adalah mengarahkan
kegiatan-kegiatan yang mengimplementasikan kebijaksanaan organisasi dan
membuat keseimbangan antara apa yang dituntut oleh atasannya dengan
kemampuan para bawahannya.
3) Manajer Puncak.
Manajemen ini bertanggung jawab atas manajemen yang menyeluruh dari
organisasi yang bersangkutan. Mereka menetapkan kebijaksanaan
operasional dan menuntun interaksi organisasi dengan lingkungannya.
Robert L. Katz mengidentifikasikan tiga jenis utama ketrampilan, yaitu
teknis, manusiawi dan konseptual yang menurut pendapatnya diperlukan oleh
semua manajer ( James A. F. Stoner, 1986 :22 ), yaitu :
1.) Keterampilan teknis, adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat,
prosedur dan teknik suatu bidang yang khusus.
2.) Keterampilan manusiawi, adalah kemampuan bekerja dengan orang lain,
memahami orang lain dan memotivasi orang lain baik sebagai perorangan
3.) Keterampilan konseptual, adalah kemampuan mental untuk
mengkoordinasikan dan memadukan semua kepentingan dan kegiatan
organisasi.
2.2.6.5. Motivasi
Pengertian motivasi menurut Fuad ( 2000 : 97 ) adalah pemberian motif (
penggerak ) kepada karyawan untuk dapat bekerja sedemikian rupa sehingga
tujuan organisasi dapat secara efisien dan efektif tercapai.
Apabila tenaga kerja menyukai pekerjaannya, menganggap tugas mereka
penuh tantangan dan menyukai lingkungan kerja secara umum maka biasanya
mereka akan berusaha maksimal untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh
semangat dan penuh dedikasi. Untuk maksud tersebut ada dua jenis motivasi yang
dapat ditanamkan menurut Fuad ( 2000 : 97 ), yaitu :
a Motivasi positif.
Yaitu proses mempengaruhi orang lain dengan memberikan tambahan
tingkat kepuasan tertentu, misalnya memberikan promosi, tambahan
penghasilan, menciptakan kondisi kerja yang nyaman.
b Motivasi negatif.
Yaitu proses mempengaruhi orang lain dengan memberikan ancaman atau
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan terpaksa, misalnya
memberikan ancamandengan penurunan pangkat, pemotongan gaji atau
2.2.7. Hubungan antara Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Manajerial.
Lingkungan pengendalian organisasi adalah lingkungan manusia di mana
para anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka yang mengarah pada sistem
pengendalian perilaku atau profesional.
Karakteristik mendasar dari manajemen adalah bahwa para manajer
mencapai hasil melalui orang lain dan bahwa ruang lingkup pekerjaan manajerial
adalah sebuah organisasi ( Gibson, Donelly dan Ivanevich, 1997 : 331 ).
Mengelola dan memotivasi pekerja secara efektif merupakan unsur kritis dalam
pengembangan fungsi manajerial untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
mengkomunikasikan tugas-tugas secara efektif, menghargai kinerja yang baik dan
menciptakan suasana yang mendukung usaha para pekerja serta kebutuhan
individu ( Gibson, Donelly dan Ivanevich, 1997 : 299 ).
Sistem kemandirian profesional dalam memecahkan masalah yang
dihadapi pelaksanaan tugasnya akan cenderung menbuat mereka menuntut
penguasaan dan pengendalian secara penuh terhadap prosedur pelaksanaan tugas.
Konflik peran merupakan suatu gejala psychologis yanng dialami oleh anggota
organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalma bekerja dan secara
potensial bisa menurunkan motivasi kerja. Kahnn dkk ( 1964 ), Jackson dan
Schuler ( 1985 ) menemukan bahwa konflik peran mempunyai dampak negative
terhadap perilaku karyawan, penurunan komitmen pada organisasi dan penurunan
Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap
yang positif terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun
ditugaskan kepadanya dilingkungan kerjanya. Karyawan yang puas adalah mereka
yang berproduksi tinggi, sedang atau rendah dan mereka akan cenderung
menentukan tingkat prestasi yang menimbulkan bagi mereka.
Keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih produktif dari pada
karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya telah menjadi suatu ajaran dasar
bagi para manajer. Dari sudut pandang manajemen, karyawan yang bermotivasi
tinggi dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah akan berusaha mencari
pekerjaan lain. Oleh sebab itu yang harus dilakukan manajer adalah menggunakan
motivator yang mengarahkan karyawan untuk bekerja secara efektif bagi
perusahaan ( Harold Koontz, Cyril O’Donell dan Heinz Weihrich ; 1984 ).
2.3. Kerangka Pikir
Pada hakekatnya kerangka pikir ini merupakan upaya untuk mencoba
menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara
rasional melalui alur pikir yang didasarkan pada kerangka logis.
Secara tidak langsung yang dimaksud dengan pemikiran sebenarnya telah
terdapat dalam bahasan landasan teori. Jadi sumber kerangka pikir adalah
landasan teori yang dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan
di atas maka dapat diambil premis-premis yang kemudian dari premis-premis
tersebut disimpulkan sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengemukakan
hipotesis. Premis-premis tersebut adalah :
Premis 1
Terdapat hubungan yang negatif antara konflik peran dan kepuasan kerja,
dalam hal ini konflik peran hanya berpengaruh terhadap kinerja
manajerial. ( Abernethy dan Stoelwinder, 1995 ) ( dikutip oleh Dwi Fitri
Puspa dan Bambang Riyanto, 1999 ).
Premis 2
Tenaga kerja professional yang bekerja dalam lingkungan organisasi yang
birokratis mengalami konflik peran ( Hall, 1967 ; Scott, 1966 ; Paelin,
1989 ; Copur, 1990 ) (dikutip oleh Dwi Fitri Puspa dab Bambang Riyanto)
Premis 3
Kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang
berasal dari pengalaman kerja seseorang ( Locke, 1967 ) ( dikutip oleh
Maulana Kamal dan Ainun Naim, 2000 ).
Premis 4
Kepuasan kerja sering ditentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi
atau harus melebihi harapan seseorang ( Luthans, 1995 ) ( dikutip oleh
Premis 5
Konflik peran bisa membawa akibat negative, seperti menurunnya tingkat
kepuasan kerja dan komitmen pekerja, serta menurunnya kinerja
( Jackson dan Schuler, 1985; Abernethy dan Stoelwinder, 1998) dikutip
oleh Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto, 1999 ).
Premis 6
Fakta menunjukkan bahwa factor penting yang lebih banyak
mendatangkan kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mentalitas
memberi tantangan, penghargaan yang layak, kondisi kerja yang
menunjang dan rekan kerja yang mendukung. Sebuah analisis yang lebih
cermat menunjukkan bahwa kepuasan memiliki efek positif pada
produktivitas, efek tersebut sangat kecil ( Stephen P. Robbins, 2002 ).
Premis 7
Bentuk lingkungan pengendalian administrastif atau birokratis ternyata
secara potensial bisa menimbulkan konflik bagi professional yang
berpengaruh secara negative terhadap kepuasan kerja dan mempunyai efek
Dari uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pikirnya sebagai
berikut :
Gambar Kerangka Pikir :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Konflik peran (X2)
Lingkungan Pengendalian Organisasi (X1)
Kinerja Manajerial (Y)
Kepuasan Kerja (X3)
Regresi Linier Berganda
Keterangan :
-- = Terdapat Pengaruh
-- = Uji Regresi Linier Berganda
2.4. Hipotesis.
Dari diagram kerangka di atas maka disusun hipotesis sebagai berikut :
“ Bahwa lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan
kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial di PT. PLN
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Nazir ( 1998 : 152 ) adalah suatu definisi
yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti
atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional
menentukan bagaimana suatu variabel atau konstrak itu diukur. Variabel diukur
dengan menggunakan instrumen pengukuran dalam bentuk kuesioner yang
memenuhi pertanyaan-pertanyaan tipe “Semanthic Differensial”. Untuk setiap
pilihan responden atau jawaban diberi skor dan skor yang diperoleh mempunyai
tingkat pengukuran interval.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan menggunakan dua variabel,
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Kinerja manajerial ( Y ) sebagai variabel
terikat, diduga dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yaitu lingkungan
pengendalian organisasi ( X1 ), konflik peran ( X2 ) dan kepuasan kerja ( X3 ).
Definisi variabel-variabel tersebut adalah :
1. Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ).
Adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan
pekerjaan mereka yang mengarah pada sistem pengendalian perilaku atau
yang berupa prosedur dan aturan kerja dalam bentuk pengendalian
terhadap manajer agar sesuai dengan keinginan pihak manajemen.
2. Konflik Peran ( X2 ).
Adalah suatu konflik yang timbul karna mekanisme pengendalian
birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etik dan
kemamdirian professional. Pihak manajemen menyerahkan suatu tanggung
jawab penuh kepada professional untuk menyelesaikan masalah
perusahaan, tanpa harus menyimpang dengan mekanisme pengendalian
perusahaan.
3. Kepuasan Kerja ( X3 ).
Adalah kepuasan yang diperoleh para manajer didalam pekerjaannya
selama ini. Variabel kepuasan kerja diukur dari prestasi kerja, penghargaan
terhadap pekerjaan, respon terhadap pekerjaan dan kemajuan terhadap
pekerjaan.
4. Kinerja Manajerial ( Y ).
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh manajer dalam mengoperasikan
kegiatan suatu organisasi perusahaan secara efektif dan efisien sesuai
dengan standar dan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan untuk
mencapai tujuan perusahaan. Kinerja manajer dalam kegiatan-kegiatan
manajerial meliputi perencanaan, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan,
Sedangkan untuk tehnik pengukuran kinerja manajerial ini adalah dengan
membandingkan kesesuaian antara realisasi dengan anggaran yang ditargetkan (
Schermerhorn, 1998 : 166 ).
3.2. Pengukuran Variabel.
Skala pengukuran yang digunakan dalam mengukur variabel-variabel
tersebut baik itu variabel bebas maupun variabel terikat adalah menggunakan
skala Semanthic Differensial. Skala ini tersusun dalam satu garis kontinum
dengan jawaban sangat positifnya terletak di sebelah kanan dan jawaban sangat
negatifnya terletak di sebelah kiri, atau sebaliknya. Skala data yang digunakan
adalah skala interval, yaitu skala yang menunjukkan tingkatan dan jarak yang
sama diantara titik bipolarnya.
1. Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )
Ada 5 item pertanyaan yang diajukan untuk mengukur persepsi responden
tentang lingkungan pengendalian organisasi tempat mereka bekerja.
Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen ynag dikembangkan oleh
Oichi ( 1997 ) dan Govindarajan dan Fisher ( 1990 ) seperti yang dikutip
oleh Ika Kurniawaty ( 2003 ) dengan skala perbedaan semantik 7 poin.
2. Konflik Peran ( X2 )
Konflik Peran terdiri dari 6 item pertanyaan dan dikembangkan oleh Rizzo
dkk ( 1970 ) dengan skala semantic differential 7 poin. Satu sangat tidak
setuju dampai dengan 7 sangat setuju.
3. Kepuasan Kerja ( X3 )
Kepuasan kerja terdiri dari 8 item pertanyaan dan dikembangkan dengan
skala perbedaan semantik 7 poin. Satu, sangat tidak setuju atau sangat
tidak memuaskan sampai dengan tujuh, sangat setuju atau sangat
memuaskan.
4. Kinerja Manajerial ( Y )
Kinerja manajerial diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 item
pertanyaan dan dikembangkan dengan skala perbedaan semantik 7 poin.
Satu, sangat tidak setuju sampai dengan tujuh, sangat setuju.
Contoh kuesioner : Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat setuju
Jawaban bernilai 1 berarti cenderung sangat tidak setuju dengan
pertanyaan yang diberikan. Nilai 4 merupakan nilai tengah antara sangat
tidak setuju dengan sangat setuju. Kesimpulan jawaban dengan nilai 1
sampai 3 cenderung sangat tidak setuju dengan pertanyaan yang diberikan.
Jawaban antara 5 sampai 7 berarti cenderung sangat setuju dengan
3.3. Teknik Penentuan Sampel 3.3.1. Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahan jasa yang bergerak dalam bidang
kelistrikkan yaitu PT. PLN ( Persero ) yang merupakan BUMN berskala nasional.
Pada penelitian ini peneliti khusus mengadakan penelitian pada PT. PLN.(Persero)
APJ Sidoarjo.
3.3.2. Populasi dan Sampel.
a Populasi.
Menurut Mudrajat Kuncoro ( 2003 : 108 ) populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen adalah unit terkecil yang
merupakan sumber dari data yang diperlukan. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh manajer, asisten manajer dan supervisor PT. PLN (
Persero ) APJ Sidoarjo yang berjumlah 11 orang.
b Sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh manajer, asisten manajer dan supervisor yang ada pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo yaitu 1 orang
manajer, 5 orang asisten manajer dan 5 orang supervisor. Jadi jumlah
keseluruhan sebanyak 11 sampel. Oleh karena jumlah sampel meliputi
semua yang terdapat di dalam populasi, maka penelitian ini disebut studi
3.4. Teknik Pengumpulan Data.
Penelitian ini menggunakan data primer berupa persepsi para manajer dari
berbagai departemen pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo, tentang
variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian yang diperoleh dengan
menggunakan :
a.) Kuesioner
Adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan
daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden.
b.) Wawancara.
Adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung
oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban responden
dicatat atau direkam.
c.) Dokumentasi.
Adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada
subyek penelitian, namun melalui dokumen.
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Uji Validitas
Uji Validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi
sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah
tiap butir pertanyaan benar-benar telah valid. Untuk mengetahuinya yaitu dengan
Correlation. Koefisien masing-masing item kemudian dibandingkan dengan nilai
rkritis dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
a. Jika nilai rhitung > 0,30 berarti pernyataan valid
b. Jika nilai rhitung < 0,30 berarti pernyataan tidak valid ( Azwar, 1997 : 69 ).
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah jawaban yang
diberikan responden dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan perkataan
lain, hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap objek dan alat pengukur yang sama. ( Sumarsono, 2002 : 34 ).
Perhitungan keandalan butir dalam penelitian ini dengan melihat rhasil yaitu
nilai ALPHA ( terletak di akhir output ). Dasar pengambilan keputusan:
a. Jika nilai ALPHA > 0,60 berarti pernyataan reliable
b. Jika nilai ALPHA < 0,60 berarti pernyataan tidak reliable
3.5.3. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti
sebaran normal / tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran
norma dapat dilkukan dengan berbagai metode di antaranya adalah metode
Kolmogorov Smornovdan metode SaphiroWilk.
Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
- Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka
distribusi adalah tidak normal.
- Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih besar dari 5%, maka
distribusi adalah normal.
3.5.4. Uji Asumsi Klasik.
Persamaan regresi linier harus bersifat BLUE ( Best Linear Unbiased
Estimator ), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias.
Untuk bisa dikatakan sebagai alat ukur yang BLUE maka persamaan
regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik berikut ini :
1. Tidak boleh terjadi Autokorelasi
2. Tidak boleh terjadi Multikolinearitas
3. Tidak boleh terjadi Heterokedastisitas
Berikut ini uraian singkat mengenai ketiga asumsi tersebut dan bagaimana
cara mendeteksinya.
1. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara data observasi
yang diurutkan berdasarkan waktu urut ( time series ) atau data yang
diambil pada waktu tertentu atau ( data cross-sectional ). Dalam konteks
regresi, model regresi linier mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu
tidak terdapat dalam disturbansi atau nilai pengganggu ( Gujarati, 1993 :
Jadi suatu model regresi dikatakan tidak terjadi autokorelasi jika nilai
residul dari observasi pada waktu ke –t (
e
t)
tidak boleh ada hubungandengan nilai residual dengan observasi sebelumnya (
e
t-1 ).Menurut ( Ghozali, 2001: 61 ), Pendeteksian autokorelasi dalam penelitian
adalah dengan menggunakan perhitungan nilai Durbin Watson (DW).
Tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena data
dalam penelitian ini adalah Data Cross Section bukan Time Series.
2. Multikolinearitas
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel ( Ghozali, 2005 : 57 ).
Besar nilai VIF yang digunakan acuan adalah VIF dibawah 10, apabila
nilai VIF lebih tinggi dari 10 maka akan terjadi multikolinearitas.
3. Heteroskedastisitas
Maksud dari penyimpangan heteroskedastisitas adalah jika nilai residual
tidak konstan atau berbeda untuk setiap nilai tertentu variabel bebas.
Dalam regresi linier, nilai residual harus konstan untuk setiap nilai variabel
bebas, jika ketentuan ini dilanggar maka akan terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2001 : 69 ). Dengan kata lain dalam suatu model regresi linier,
nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas.
Pendeteksian heteroskedastisitas dalam penelitian ini yaitu dengan cara
menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh
terhadap residual lebih besar dari tarif signifikan 0,05 yang berarti dalam
hasil ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas ( Santoso, 2001 : 210 ).
3.5.5. Teknik Analisis
Teknik analisis regresi linier berganda yang disajikan dalam persamaan
sebagai berikut :
Y =
β
0+
β
1X
1+
β
2X
2+
Є
i
... ( Anonim, 2003 : L-21)Keterangan :