• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE GENIUS LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA SMP : Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Cimahi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN METODE GENIUS LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA SMP : Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Cimahi."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... ...8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional. ... 10

F. Hipotesis ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 12

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ... 29

B. Populasi dan Sampel ... 29

C. Instrumen Penelitian ... 31

D. Bahan Ajar ... 33

E. Prosedur Penelitian ... 33

F. Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48

1. Gambaran Umum ... 48

2. Aktivitas Pembelajaran di Kelas ... 48

3. Bahan Ajar yang Digunakan ... 50

4. Data Hasil Penelitian ... 50

5. Analisis Data Kuantitatif a) Analisis Data Hasil Pretes ... 51

b) Analisis Data Hasil Postes ... 57

c) Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Kecerdasan Logis Matematis Siswa ... 63

6. Analisis Data Kualitatif a) Analisis Data Angket Siswa ... 66

b) Analisis Data Lembar Observasi ... 70

c) Analisis Jurnal Harian Siswa ... 72

(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

(4)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 ... 35

TABEL 3.2 ... 36

TABEL 3.3 ... 37

TABEL 3.4 ... 38

TABEL 3.5 ... 38

TABEL 3.6 ... 40

TABEL 3.7 ... 40

TABEL 3.8 ... 41

TABEL 3.9 ... 45

TABEL 3.10 ... 46

TABEL 3.11 ... 46

TABEL 4.1 ... 50

TABEL 4.2 ... 52

TABEL 4.3 ... 53

TABEL 4.4 ... 55

(5)

TABEL 4.7 ... 60

TABEL 4.8 ... 61

TABEL 4.9 ... 63

TABEL 4.10 ... 65

TABEL 4.11 ... 65

TABEL 4.12 ... 67

TABEL 4.13 ... 68

(6)

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM 4.1 ... 51

DIAGRAM 4.2 ... 52

DIAGRAM 4.3 ... 57

DIAGRAM 4.4 ... 58

DIAGRAM 4.5 ... 64

DIAGRAM 4.6 ... 64

(7)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 4.1 ... 54

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN-A

A1. RPP Kelas Eksperimen... 78

A2. RPP Kelas Kontrol ... 99

A3. LKS Kelas Eksperimen ... 113

LAMPIRAN-B B1. Kisi-kisi Soal Pretes/ Postes ... 125

B2. Instrumen Pretes/ Postes... 131

B3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 133

B4. Lembar Observasi Proses Belajar Mengajar ... 135

B5. Kisi-kisi Angket ... 136

B6. Angket ... 137

LAMPIRAN-C C1. Analisis Hasil Uji Coba Tes ... 139

C2. Analisis Validitas ... 140

C3. Analisis Reliabilitas... 141

C4. Analisis Daya Pembeda ... 143

C5. Analisis Indeks Kesukaran ... 144

LAMPIRAN-D D1. Data Hasil Pretes, Postes dan Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 145

(9)

D4. Hasil Uji Statistik Data Pretes Kelas Kontrol dan

Kelas Eksperimen ... 149

D5. Hasil Uji Statistik Data Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 150

D6. Hasil Uji Statistik Data Indeks Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 151

LAMPIRAN-E E1. Hasil Pretes/ Postes Siswa ... 152

E2. Hasil Kinerja Siswa pada LKS ... 160

E3. Hasil Angket Siswa ... 179

E4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 183

E5. Hasil Observasi Proses Belajar Mengajar ... 187

E6. Hasil Jurnal Harian ... 191

LAMPIRAN-F F1. Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 193

F2. Surat Izin Uji Instrumen ... 194

F3. Surat Izin Penelitian ... 195

F4. Surat Keterangan Penelitian ... 196

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk

dibicarakan dan ditemukan solusinya. Di antara berbagai masalah yang ada,

masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

menarik dan tidak akan habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil

belajar merupakan indikator untuk menilai kualitas sistem pendidikan yang

diterapkan pada umumnya.

Menurut Uno (2009: 2) potensi sumber daya manusia merupakan aset

nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa yang hanya dapat

digali dan dikembangkan secara efektif melalui strategi pendidikan dan

pembelajaran yang terarah dan dikelola secara seimbang dengan memperhatikan

pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Strategi

pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih bersifat massal, yang

memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua peserta

didik. Pelayanan pendidikan yang seperti ini kurang menunjang usaha

mengoptimalisasikan pengembangan potensi peserta didik secara tepat. Hasil

penelitian Depdikbud tahun 1994 (Uno, 2009: 2) menunjukkan sekitar sepertiga

peserta didik dapat digolongkan sebagai peserta didik berbakat mengalami gejala

(11)

kurang menunjang dan kurang mendukung peserta didik untuk mewujudkan

kemampuannya secara optimal.

Menurut Fontana (Suherman, 2001: 8) belajar merupakan proses

perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman,

bersifat internal dan unik dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran merupakan

penataan lingkungan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal,

bersifat eksternal dan sengaja direncanakan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

sekolah baik jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah

menengah atas dan perguruan tinggi. Matematika memiliki peranan penting dan

bersifat universal, artinya matematika diperlukan oleh bidang ilmu pengetahuan

lainnya. Menurut Nurdiansyah (2009: 1) simbol, rumus, teorema, ketetapan, serta

konsep dalam matematika sangat diperlukan untuk perhitungan, pengukuran, dan

penilaian.

Dalam pembelajaran matematika, kecerdasan logis matematika lebih

dominan dibandingkan dengan 7 kecerdasan lainnya yang dipaparkan Gardner.

Menurut Uno (2009: 100) kecerdasan ini berkaitan dengan berhitung atau

menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dengan kecerdasan

logis matematis akan berpikir secara logis, linier, teratur yang dalam teori belahan

otak disebut berpikir konvergen, atau dalam fungsi belahan otak, kecerdasan logis

matematis merupakan fungsi kerja otak belahan kiri. Inteligensi logis matematis

(12)

logis, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif dan induktif, dan ketajaman

pola dan hubungan (Uno, 2009: 101).

Beberapa survei/ penelitian yang berkaitan dengan intelegensi

kecerdasan logis matematis siswa seperti yang dipaparkan di atas, antara lain

sebagai berikut:

1) Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian OECD PISA

dukungan bank dunia (dalam Fitriyani, 2010: 3) pada tahun 2003 terhadap

7.355 siswa usia 15 tahun dari 390 SLTP/ SMK se-Indonesia diketahui bahwa

hanya 7.070 siswa menguasai matematika sebatas memecahkan permasalahan

sederhana dan belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks/ rumit.

2) Berdasarkan penelitian Priatna (dalam Gandriani, 2010: 4-5) mengenai

penalaran matematis siswa SLTP kelas 3, diperoleh bahwa kualitas

kemampuan penalaran matematis (analogi dan generalisasi) rendah karena

skornya hanya 49% dari skor ideal.

3) Dalam Mulyadi (2011: 2) salah satu faktor yang dapat diduga sebagai

penyebab utama kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah objek

matematika yang bersifat abstrak. Siswa belum mampu berpikir abstrak atau

kemampuan pernyataan verbal ke dalam bentuk gambar belum ada.

4) Hasil tes Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS

2007) atau lembaga yang mengukur dan membandingkan kecerdasan

matematis siswa-siswa SLTP (eigthth-graders) antarnegara (dalam

Handayani, 2011: 3-4), menyatakan bahwa pada tahun 2007, rerata skor yang

(13)

internasional yaitu 500. Selain itu murid Indonesia yang mampu menggunakan

pemahaman matematikanya untuk menyelesaikan persoalan dengan beberapa

langkah rumit (high order thinking) hanya kurang dari 1%. Hasil ini masih

jauh dari rerata internasional yang sekitar 2% dan juga murid Korea Selatan,

Taiwan, serta Singapura yang di atas 40%. TIMSS juga menyatakan bahwa

siswa SLTP Indonesia sangat lemah dalam pemecahan masalah namun cukup

baik dalam kemampuan prosedural (Ardiyanti, 2006: 3).

5) Rendahnya kemampuan siswa dalam geometri bangun datar juga terungkap

berdasarkan hasil laporan ujian nasional matematika SMP/ MTs pada tahun

2007/ 2008 bahwa skor untuk indikator menghitung besar sudut segi empat,

menghitung luas dan keliling gabungan beberapa bangun datar, berturut-turut

skor rata-ratanya adalah 64.39, 56.19, dan 34.99 (dalam Mulyadi, 2011: 1).

Kekurangan kecerdasan logis matematis mengakibatkan sejumlah

besar problema individu dan budaya. Tanpa kepekaan terhadap bilangan,

seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan-harapan tidak realistis akan

memenangkan sebuah undian atau membuat keuangan yang keliru. Seseorang

juga tidak mampu memahami permasalahan ekonomi, politik dan sosial yang

penting seperti anggaran pemerintah. Menurut Lwin (2008: 45) berpikir logis

penting untuk anak karena anak memperoleh disiplin mental yang keras dan

belajar menentukan apakah alur pikir itu sah atau tidak sah.

Hal ini sejalan pula dengan hasil studi yang dilakukan Direktorat PLP

2002 (dalam Yusniati, 2009: 4) menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan

(14)

Matematika masih kurang. Pembelajaran matematika di SMP cenderung text book

oriented, kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa, serta masih abstrak

sehingga konsep-konsep akademik sulit dipahami.

Hasil penelitian Wahyudin (dalam Ardiyanti, 2006: 3) menunjukkan

bahwa proses mengajar di kelas masih didominasi oleh guru. Sebanyak 90% guru

matematika menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan adalah

kombinasi ceramah dan ekspositori. Dari kedua metode tersebut, diduga proses

pembelajaran tidak mendukung siswa untuk meningkatkan kecerdasan logis

matematisnya karena pembelajaran cenderung berjalan satu arah. Dengan

demikian siswa kurang aktif dan menjadi tidak terampil dalam memecahkan

persoalan-persoalan terutama yang mencakup persoalan tidak rutin yang menuntut

strategi pemecahan dengan pemikiran tingkat tinggi.

Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih

terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman

dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada

peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.

Dalam proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen penting

yang saling berhubungan satu sama lain (id.shvoong.com, 2011). Tiga komponen

itu adalah:

1. Kurikulum, materi yang akan diajarkan

2. Proses, bagaimana materi diajarkan

(15)

Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan

yang membentuk lingkungan pembelajaran. Namun selama ini kita hanya terpaku

pada materi dan hasil/ produk pembelajaran. Kita sibuk dalam menetapkan tujuan

yang ingin dicapai dan menyusun materi apa saja yang dirasa perlu diajarkan.

Namun sering kali kita lupa bahwa proses dalam lingkungan pembelajaran bisa

menjembatani antara kurikulum dan hasil pembelajaran (Gunawan, 2007: 1).

Gunawan (2007: 6) menyatakan bahwa yang ditawarkan oleh metode

Genius Learning adalah suatu sistem yang terancang dengan satu jalinan yang

sangat efisien yang meliputi diri anak didik, guru, proses pembelajaran dan

lingkungan pembelajaran. Dalam Genius Learning, anak ditempatkan sebagai

pusat dari proses pendidikan, sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan.

Dengan adanya guru dan anak didik di kelas tidak berarti proses pendidikan dapat

berlangsung secara otomatis. Bila ada proses pengajaran, tidak berarti pasti diikuti

dengan proses pembelajaran. Kedua proses ini memang diusahakan untuk bisa

dicapai secara bersamaan. Namun perlu dipahami bahwa keduanya merupakan

dua kegiatan yang berbeda. Untuk itulah Genius Learning dirancang, yakni untuk

menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses

belajar.

Metode Genius Learning ini memungkinkan siswa untuk

meningkatkan kecerdasan logis matematisnya karena disusun berdasarkan hasil

riset mutakhir mengenai berbagai disiplin ilmu, terutama cara kerja otak dan

(16)

Dasar Genius Learning adalah metode accelerated learning atau cara

belajar yang dipercepat. Nama Genius Learning diberikan Adi W. Gunawan untuk

membedakan metode accelerated learning. Metode Genius Learning telah

memasukkan dan mempertimbangkan kondisi masyarakat Indonesia secara

umum, kebudayaan bangsa yang beragam, kondisi sosial dan ekonomi, sistem

pendidikan nasional dan tujuan pendidikan yang utama, yaitu untuk menyiapkan

siswa bisa menjalani hidupnya dengan berhasil setelah meninggalkan sekolah

formal.

Pada tahun 1993, Bridley Moor High School di Redditch, Inggris,

mengujicobakan efektivitas metode accelerated learning dalam mempelajari

bahasa asing. Selama 10 minggu sekelompok murid mempelajari bahasa Jerman

dengan menggunakan metode accelerated learning dan hasil ujian mereka

dibandingkan dengan murid lain yang belajar dengan menggunakan metode

konvensional. Hasil yang diperoleh ialah dengan menggunakan metode

accelerated learning murid lulus dengan nilai 90% atau lebih, jumlahnya 10 kali

lipat dibandingkan pembelajaran konvensional (Gunawan, 2007: 12-13).

Menurut Gunawan (2007: 11) secara ringkas proses pembelajaran

Genius Learning adalah sebagai berikut :

1. Membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang kondusif

2. Melakukan penghubungan antara apa yang akan dipelajari dan apa yang telah

diketahui oleh murid

3. Guru menunjukkan gambaran besar dari keseluruhan materi

(17)

5. Pemasukan informasi

6. Proses aktivasi yang membawa murid kepada satu tingkat pemahaman yang

lebih dalam terhadap materi yang diajarkan

7. Demonstrasi

8. Melakukan pengulangan sekaligus membuat kesimpulan dari apa yang telah

dipelajari

Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan penulis tertarik

untuk meneliti skripsi dengan judul “Penggunaan Metode Genius Learning Untuk

Meningkatkan Kecerdasan Logis Matematis Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP

dengan pembelajaran menggunakan metode Genius Learning lebih baik

daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP

dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori?

2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan metode

(18)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan kecerdasan logis

matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode Genius

Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis

matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode

ekspositori.

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika

menggunakan metode Genius Learning.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi

nyata bagi berbagai kalangan berikut ini :

1. Bagi siswa, dengan menggunakan metode Genius Learning dapat

meningkatkan kecerdasan logis matematis siswa.

2. Bagi guru, memperoleh informasi mengenai pembelajaran matematika

menggunakan metode Genius Learning untuk meningkatkan kecerdasan logis

matematis siswa.

3. Bagi peneliti, memberikan gambaran yang jelas tentang metode Genius

(19)

4. Bagi sekolah dan mutu pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk menerapkan metode Genius Learning dan diharapkan

dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

E. Definisi Operasional

1. Metode Genius Learning

Genius Learning adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan

suatu rangkaian pendekatan praktis dalam usaha meningkatkan hasil proses

pembelajaran.

Ssecara ringkas proses pembelajaran metode Genius Learning adalah

sebagai berikut :

1) Membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang

kondusif

2) Melakukan penghubungan antara apa yang akan dipelajari dan apa

yang telah diketahui oleh murid

3) Guru menunjukkan gambaran besar dari keseluruhan materi

4) Menetapkan tujuan pembelajaran

5) Pemasukan informasi

6) Proses aktivasi yang membawa murid kepada satu tingkat pemahaman

yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan

7) Demonstrasi

8) Melakukan pengulangan sekaligus membuat kesimpulan dari apa yang

(20)

2. Metode Ekspositori

Metode ekspositori adalah metode pembelajaran konvensional yang di

dalamnya ceramah sebagai metode dominan, tetapi divariasikan dengan

penggunaan metode lain dan disertai dengan ilustrasi gambar-tulisan tentang

pokok-pokok materi untuk diekspos sehingga lebih menjelaskan sajian.

3. Kecerdasan Logis Matematis

Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang menuntut

seseorang untuk berpikir abstrak, kemampuan perhitungan, logika, analogi

(proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data/ fakta), dan pemahaman

pola dan bilangan.

F. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah sebelumnya,

hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah “Peningkatan kemampuan

kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan

metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan

logis matematis siswa SMP dengan pembelajaran menggunakan metode

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain

kuasi-eksperimen karena subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti

menerima keadaan subjek seadanya. Kelompok yang akan terlibat dalam

penelitian ini yaitu kelompok eksperimen. Kelompok ini mendapatkan

pembelajaran dengan metode Genius Learning sedangkan kelompok yang lainnya

dengan pembelajaran biasa dengan metode ekspositori. Dengan demikian desain

kuasi eksperimen dari penelitian ini (Ruseffendi, 2001: 47) adalah sebagai

berikut:

O X O

O O

Keterangan:

X : Perlakuan dengan metode Genius Learning

O : Pemberian pretes (sebelum perlakuan)

Pemberian postes (setelah perlakuan)

B. Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 4 Cimahi

(22)

karena berada pada klaster menengah sehingga diharapkan hasil penelitian

merupakan dampak dari metode pembelajaran yang diterapkan. Dasar

pertimbangan populasi siswa kelas VIII adalah sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi usia, siswa kelas VIII telah termasuk pada operasi formal.

Menurut Ruseffendi (Mariana 2011: 40) “pada umur 11-12 tahun ke atas

manusia telah masuk pada tahap operasi formal dengan karakteristik dapat

menyusun desain percobaan, dapat memandang perbuatannya secara objektif

dan merefleksikan proses berpikirnya, serta dalam berdiskusi dapat

membedakan argumentasi dan fakta.”

2. Pokok bahasan kubus dan balok terdapat pada pelajaran SMP kelas VIII

semester genap.

Pengambilan sampel yang tepat dalam penelitian merupakan langkah

yang penting, karena hasil penelitian dan kesimpulan didasarkan pada sampel

yang diambil. Sampel yang kurang mewakili populasi, dapat berakibat kepada

kesimpulan yang keliru.

Adapun subjek penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih secara

random dari kelas reguler. Alasan random sampling karena setiap kelas

merupakan kelas reguler. Satu kelas menjadi kelas eksperimen yaitu kelas VIII C

dan satu lagi menjadi kelas kontrol yaitu kelas VIII A. Untuk keperluan uji coba

(23)

C. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah

seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Data Kuantitatif

Tes kemampuan Kecerdasan Logis Matematis

Tes kemampuan kecerdasan logis matematis dikembangkan

berdasarkan pada komponen kecerdasan logis matematis. Tes yang digunakan

adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Hal ini bertujuan agar penulis

dapat melihat proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah

siswa sudah memiliki komponen-komponen kecerdasan logis matematis atau

belum.

Tes ini terdiri dari pretes dan postes. Hal ini dilakukan untuk

mengamati perbedaan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretes dilaksanakan

untuk mengukur kemampuan awal siswa, sedangkan postes dilakukan setelah

proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan kecerdasan

logis matematis siswa.

2. Instrumen Data Kualitatif

a. Angket Siswa

Menurut Suherman (2003: 56) angket siswa adalah suatu daftar

(24)

(responden) yang berfungsi sebagai alat pengumpul data yang berupa keadaan

atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap dan pendapat mengenai suatu hal.

Tujuan pembuatan angket respon siswa ini ialah untuk mengetahui

respon siswa terhadap pembelajaran matematika, khususnya yang menggunakan

metode Genius Learning dan untuk mengetahui sikap siswa terhadap bahan ajar

yang diberikan serta pendapat siswa tentang peran guru saat pembelajaran

berlangsung.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi tentang

tindakan pembelajaran yang dilakukan guru, observasi dilakukan oleh peneliti dan

dua orang sebagai observer. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri atas dua jenis yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru

dalam mengelola pembelajaran dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas

siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas siswa

berfungsi untuk menilai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran berdasarkan

tahapan metode Genius Learning dan untuk menilai kemampuan siswa dalam

menerapkan konsep. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru tersebut

berbentuk format isian, observer hanya perlu membubuhkan tanda ceklist () jika

kriteria dalam daftar sesuai dengan hasil pengamatan.

c. Jurnal Harian

(25)

metode Genius Learning serta mengetahui pengetahuan yang telah mereka

peroleh setelah pembelajaran.

D. Bahan Ajar

Bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini yaitu rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS)

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai

satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam

silabus. RPP disusun untuk 4 pertemuan, RPP untuk kelas eksperimen

menggunakan pembelajaran dengan metode Genius Learning sedangkan RPP

untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran dengan metode ekspositori.

2) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berisi petunjuk,

langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. LKS diberikan pada kelas

eksperimen yang menggunakan metode Genius Learning.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:

(26)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan, yaitu sebagai

berikut:

a. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan pembelajaran,

serta mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai.

b. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.

c. Menyusun instrumen penelitian.

d. Melakukan proses pembimbingan.

e. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui

kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan terhadap subjek lain di luar

subjek penelitian tetapi yang mempunyai kemampuan setara dengan subjek

penelitian yang akan dilakukan. Hasil uji coba soal untuk selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran C.1 halaman 139.

f. Analisis kualitas/ kriteria instrumen yang terdiri dari:

(i) Uji Validitas

Menurut Suherman (2003: 110) suatu alat evaluasi disebut valid

jika dapat mengevaluasi dengan tepat sesuai yang dievaluasi itu. Secara

umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi

karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula.

Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu belum tentu valid

untuk tujuan yang lain. Menurut Suherman (2003: 120) untuk

menghitung kevaliditasan empirik suatu soal, dihitung dengan koefisien

(27)

 

rxy = koefisien korelasi antara nilai hasil ujian dengan nilai hasil ulangan

harian siswa

N = banyak siswa

X = nilai hasil ujian

Y = nilai ulangan harian siswa

Untuk menentukan tingkat validitas alat evaluasi dapat

digunakan kriteria di atas. Dalam hal ini nilai rxy diartikan sebagai

koefisien validitas, sehingga kriterianya dapat ditunjukkan dalam Tabel

3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Instrumen (Suherman, 2003: 113)

Koefisien Validitas

0 rxy  validitasnya sangat tinggi (sangat baik) 90

(28)

Tabel 3.2

Hasil Validitas Tiap Butir Soal

No

Soal Nilai rxy Interpretasi

1 0,713 Tinggi

2 0,642 Sedang

3 0,679 Sedang

4 0,804 Tinggi

5 0,594 Sedang

Hasil perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran C.2 halaman 140.

(ii) Uji Reliabilitas

Suherman (2003: 131) suatu alat evaluasi (tes dan nontes)

disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan

pada objek yang sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat

sama, tetapi mengalami perubahan yang tidak signifikan dan bisa

diabaikan. Adapun bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini

adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu menurut Suherman

(2003: 154) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) menggunakan

(29)

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas alat evaluasi

n = banyaknya butir soal

Si2 = jumlah varians skor setiap soal

Sx tot2 = varians skor total

Adapun kriteria dari koefisien reliabilitas diinterpretasikan

dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas (Suherman, 2003: 139)

Koefisien Reliabilitas

r reliabilitas sangat rendah

40

0 rxy  reliabilitas sangat tinggi.

Dengan bantuan Software AnatesV4, diperoleh hasil perhitungan

nilai koefisien reliabilitas soal bentuk uraian yaitu sebesar 0,82. Maka

berdasarkan skala penilaian di atas reliabilitas soal termasuk tinggi. Hasil

perhitungan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3.

(iii)Uji Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal itu mampu membedakan antara testi yang

(30)

perangkat alat tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai,

rata-rata dan bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus

(Suherman, 2003: 160) :

SA

JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA = jumlah siswa kelompok atas

Adapun kriteria dari daya pembeda diinterpretasikan dalam

Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kriteria Daya Pembeda (Suherman, 2003: 161)

Koefisien Daya Pembeda

Dengan bantuan Software AnatesV4, diperoleh hasil perhitungan

(31)

Tabel 3.5

Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No

Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,63 baik

2 0,26 cukup

3 0,32 cukup

4 0,77 Sangat baik

5 0,28 cukup

Hasil perhitungan daya pembeda selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran C.4 halaman 143.

(iv) Uji Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran adalah bilangan real yang menyatakan derajat

kesukaran suatu butir soal dengan interval 0,00 sampai dengan 1,00

(Suherman, 2003: 169). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00

berarti butir soal tersebut terlalu sukar/ sulit, sebaliknya soal dengan

indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Menurut

Suherman (2003: 170) untuk menentukan indeks kesukaran digunakan

rumus:

BB BA J

J

(32)

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA = jumlah siswa kelompok atas

JSB = jumlah siswa kelompok bawah

Adapun kriteria dari indeks kesukaran diinterpretasikan dalam

Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kriteria Indeks Kesukaran (Suherman, 2003: 170)

Koefisien Daya Pembeda

IK Soal terlalu sukar

0,00<IK0,30 Soal sukar 0,30<IK0,70 Soal sedang 0,70<IK1,00 Soal mudah

IK1,00 Soal terlalu mudah

Dengan bantuan Software AnatesV4, diperoleh hasil perhitungan

indeks kesukaran untuk setiap butir soal instrumen tes yang disajikan

dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No

Soal IK Interpretasi

1 0,52 Sedang

(33)

5 0,65 Sedang

Hasil perhitungan indeks kesukaran selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran C.5 halaman 144.

Dengan melihat validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran

dari setiap soal yang diuji cobakan, maka soal yang digunakan sebagai

instrumen tes disajikan dalam Tabel 3.8.

Tabel 3.8

Data Hasil Uji Coba Instrumen

Nomor

Soal Validitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda Keterangan

1 Tinggi Sedang Baik Digunakan

2 Sedang Sedang Cukup Digunakan

3 Sedang Sedang Cukup Digunakan

4 Tinggi Sedang Sangat baik Digunakan

5 Sedang Sedang Cukup Digunakan

Nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,82 dimana reliabilitas soal

termasuk tinggi.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap dua ini ialah sebagai

berikut:

a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di kelas eskperimen, pembelajaran

dilakukan dengan metode Genius Learning, sedangkan di kelas kontrol

(34)

d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap Refleksi dan Evaluasi

Pada tahap ketiga ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap

pertemuan-pertemuan penelitian serta melihat pengaruh terhadap peningkatan

kemampuan kecerdasan logis-matematis siswa yang diukur. Kemudian dibuat

kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian.

F. Analisis Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa

cara yakni dengan memberikan ujian (pretes dan postes), pengisian angket,

observasi dan jurnal harian. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke

dalam jenis data kuantitatif dan data kualitatif.

1. Data Kuantitatif

Data ini diperoleh dari pretes dan postes. Teknik analisis data yang

digunakan ialah uji statistika yaitu uji rata-rata, setelah itu dilakukan pengolahan

data. Pengolahan ini dilakukan dengan skor pretes, skor postes dan indeks gain.

a. Analisis Deskriptif

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai data

yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum,

nilai minimum, mean, variansi, dan standar deviasi.

b. Menguji Normalitas

(35)

diperlukan untuk menentukan pengujian dua rata-rata yang akan diselidiki.

Pada penelitian ini, uji normalitas akan menggunakan uji Shaphiro-Wilk. Uji

normalisasi ini dilakukan terhadap skor pretes dan postes dari dua kelompok

siswa.

Adapun hipotesisnya ialah sebagai berikut:

H0 : populasi berdistribusi normal

H1 : populasi tidak berdistribusi normal

Dengan mengambil taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya sebagai

berikut:

1) Nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka H0 ditolak

2) Nilai signifikansi (sig) 0,05 maka H0 diterima

Bila kedua data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji

homogenitas untuk mengetahui jenis statistika yang sesuai dengan uji

perbedaan dua rata-rata. Bila data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu

dilakukan uji homogenitas tapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata

dengan menggunakan uji statistika non parametrik.

c. Menguji Homogenitas Varians

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kedua kelas sampel

mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians

dilakukan dengan uji statistika Levene’s test dengan taraf signifikansi 5%.

Adapun hipotesisnya ialah sebagai berikut:

(36)

Dengan mengambil taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya sebagai

berikut:

1) Nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka H0 ditolak

2) Nilai signifikansi (sig) 0,05 maka H0 diterima

Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka

pengujiannya menggunakan uji-t (independent sample test). Jika data

berdistribusi normal dan tidak memiliki varians yang homogen maka

pengujiannya menggunakan uji-t’ (independent sample test).

d. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas

(eksperimen dan kontrol) memiliki rata-rata yang sama atau tidak. Uji

kesamaan dua rata-rata data pretes bertujuan untuk mengetahui apakah kedua

kelas memiliki rata-rata awal yang sama atau tidak.

Adapun hipotesisnya ialah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor pretes antara dua kelas

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata skor pretes antara dua kelas

Dengan mengambil taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya sebagai

berikut:

1) Nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka H0 ditolak

2) Nilai signifikansi (sig) 0,05 maka H0 diterima

Sedangkan untuk menguji kesamaan dua rata-rata data hasil postes

(37)

H0 : Peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa kelas

eksperimen tidak lebih baik dari kelas kontrol

H1 : Peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa kelas

eksperimen lebih baik dari kelas kontrol

Dengan mengambil taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya sebagai

berikut:

1) Nilai signifikansi (sig) < 0,05 maka H0 ditolak

2) Nilai signifikansi (sig) 0,05 maka H0 diterima

Sedangkan untuk mengetahui kualitas kemampuan kecerdasan logis

matematis siwa pada kedua kelas yaitu dengan melihat indeks gain. Indeks

gain ini dihitung dengan menggunakan rumus indeks gain dari Meltzer

(Kurniadi, 2010: 35), yaitu:

� � �� = � − �

��� − �

Tabel 3.9

Kriteria tingkat gain, Hake (Yulianti, 2011: 52)

G Keterangan

0,7 tinggi

0,3 < 0,7 sedang

< 0,3 rendah

2. Data Kualitatif

(38)

Angket diberikan kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui

respon siswa terhadap metode Genius Learning. Angket terdiri dari dua

pernyataan yaitu pernyataan positif dan negatif. Setelah data terkumpul,

kemudian dilakukan pengolahan data. Adapun kategori jawaban angket

(Suherman, 2003: 190) disajikan dalam Tabel 3.10.

Tabel 3.10

Kategori Jawaban Angket

Jenis Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Setelah data terkumpul, data disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian

data dipresentasekan dengan menggunakan rumus perhitungan presentase

sebagai berikut.

= × 100%

Keterangan:

p : persentase jawaban

f : frekuensi jawaban

n : banyak responden

(39)

Tabel 3.11

Interpretasi Persentase Angket, Kuntjaraningrat (Yulianti, 2011: 58)

Besar Persentase Tafsiran

0% tidak ada

0% <� 25% sebagian kecil

25% <� 50% hampir setengahnya

50% setengahnya

50% < � 75% sebagian besar

75% <� 100% pada umumnya

100% seluruhnya

b. Lembar Observasi

Data yang terkumpul ditulis dalam tabel berdasarkan permasalahan

yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan akan disajikan dalam bentuk

tabel untuk mempermudah pembacaan data.

c. Jurnal Harian

Jurnal harian siswa dianalisis untuk mengetahui respon siswa tentang

pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Genius Learning di

akhir pembelajaran. Selanjutnya mengelompokkan pendapat siswa ke dalam

(40)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran

dengan metode Genius Learning terhadap peningkatan kemampuan

kecerdasan logis matematis siswa SMP dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut.

1) Peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan

pembelajaran menggunakan metode Genius Learning lebih baik daripada

peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP dengan

pembelajaran menggunakan metode ekspositori.

2) Pada umumnya siswa menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran

matematika menggunakan metode Genius Learning.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, terdapat

beberapa saran yang dapat dikemukakan yaitu sebagai berikut.

1) Metode Genius Learning dapat dijadikan salah satu alternatif dalam

(41)

2) Metode Genius Learning dapat diujicobakan pada materi lainnya yang

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanti, Y.N. (2006). Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Teknik SQ4R dalam Kelompok Kecil Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Fitriyani, N. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Gunawan, A.W. (2007). Genius Learning Strategy. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Handayani, Y. (2011). Penerapan Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Self Regulated Learning Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Krutetskii, V.A. (1996). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren (Translated from the Russian).

Kurniadi, E. (2010). Pengaruh Pendekatan Open-ended dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Lwin, et al. (2008). How To Multiply Your Childs Intellegence: Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Cetakan Kedua. Penerbit Indeks.

Mariana, S. (2011). Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Pemberian Tugas Mind Map Setelah Pembelajaran terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

(43)

Natalia, M.M dan Kania Islami Dewi. (2008). Seni Mengajarkan Matematika Berbasis Kecerdasan Majemuk. Cetakan Pertama. Bandung: Tinta Emas Publishing.

Nurdiansyah, B. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Rikayanti. (2005). Pengaruh Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kecerdasan Logis-Matematis Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, ET dan Achmad Sanusi. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. FPMIPA UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA. FPMIPA UPI.

Trend In International Mathematics And Science Study (TIMSS). [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/timss/results07_1.asp. [ 1 Februari 2012].

Uno, H dan Masri Kuadrat. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Yulianti, Isty. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Knisley-Mulyana dalam Upaya Menigkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Skripsi pada Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Gambar

TABEL 4.11 ..........................................................................................................
GAMBAR 4.1 .......................................................................................................
Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen (Suherman, 2003: 113)
Tabel 3.2 Hasil Validitas Tiap Butir Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mathedunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika: Kecerdasan Logis Matematis Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi Komposisi Fungsi.. “ Kecerdasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan keaktifan belajar matematika siswa dengan menerapkan strategi Genius Learning pada siswa kelas VIIIC SMP

1. Bagi siswa akan memperoleh pengalaman dalam kemampuan visual thinking siswa pada permasalahan matematika khususnya pada materi lingkaran dengan menggunakan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada prisnsipnya siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis itu akan mudah dalam menyelesaikan soal cerita matematika karena siswa

“PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA (Studi Eksperimen Melalui Materi Tari Giring-giring di Sekolah

INQUIRY LEARNING DAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KECERDASAN SPASIAL

I Gusti Putu Sudiarta, Pengaruh Model Pembelajaran Ikrar Berorientasi Kearifan Lokal Dan Kecerdasan Logis Matematis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, jurnal,

Pada pengujian kecerdasan matematis-logis dan rasa percaya diri siswa terhadap hasil belajar matematika hasil yang diperoleh adalah ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan