• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI SISTEM PEMBELAJARAN DALAM PERSIAPAN MASA PENSIUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI SISTEM PEMBELAJARAN DALAM PERSIAPAN MASA PENSIUN."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ii

PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

UCAPAN TERIMA KASIH v

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Identifikasi Masalah 8

C. Rumusan Masalah 11

D. Pertanyaan Penelitian 11

E. Tujuan Penelitian 12

F. Manfaat Penelitian 12

G. Definisi Oprasional 13

H. Alur Fikir Penelitian 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Sumberdaya Manusia Dan Pendidikan 19

B. Pendidikan Luar Sekolah 22

C. Pensiunan 26

D. Kewirausahaan 32

E. Sistem Pembelajaran 38

F. Manajemen Pelatihan 44

G. Hubungan Manajemen Pelatihan Dan Sistem Pembelajaran 58

H. Keberhasilan Pelatihan 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian 63

B. Teknik Pengumpulan Data 64

C. Lokasi dan Subjek Penelitian 68

D. Langkah-Langkah Penelitian 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 75

B. Pembahasan 112

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 141

B. Rekomendasi 143

DAFTAR PUSTAKA 145

(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur Fikir Penelitian 18

Gambar 2.1 Fase Penyesuaian Diri Pensiunan 29

Gambar 2.2 Klasifikasi Teoritis Kemampuan Manusia 56

Gambar 2.3 Hubungan Manajemen Pelatihan Dengan Sistem Pembelajaran 59

Gambar 4.1 Struktur Organisasi MUVI-Learning Centre 76

Gambar 4.2 Alur Kegiatan Kerja 83

Gambar 4.3 Model Materi Pelatihan Kewirausahaan MPP 91

(3)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Pegangkatan Pembimbing Tesis Lampiran 2 Instrumen Dan Hasil Penelitian

Lampiran 3 Standard Operational Prosedure (SOP) Lampiran 4 Jadwal Pelatihan

Lampiran 5 RPP Dan Modul Materi Pelatihan Lampiran 6 Kuesioner Evaluasi Pasca Pelatihan Lampiran 7 Rekapitulasi Evaluasi Pelatihan Lampiran 8 Formulir Biodata Peserta Lampiran 9 Sertifikat Pelatihan Lampiran 10 Dokumentasi

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan salah satu cara mencapai tujuan pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sebagaimana termaktub

dalam pembukaan UUD 1945 yaitu ”…untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa,…”. UUD sebagai dasar negara memang bersifat visioner.

Terbukti dengan kualitas sumberdaya manusia sekarang menjadi salah satu faktor penentu daya saing sebuah negara setelah lebih dari setengah abad UUD dirumuskan.

Era globalisasi serta semakin terbukanya pasar dunia membuat Indonesia dihadapkan pada persaingan yang terbuka dan berat. Daya saing masyarakat Indonesia di tingkat global yang masih rendah seperti dilaporkan oleh The World Competitiveness Report (2010-2011) yang menyatakan bahwa kemampuan menembus pasar internasional, Indonesia berada di urutan ke-44 dari 139 negara. Dalam laporan tersebut, Thierry Geiger juga mengungkapkan bahwa peringkat Indonesia ini lebih tinggi dibanding Brasil (peringkat 59), Rusia (63), India (51), dan Afrika Selatan (54). Namun, peringkat Indonesia masih kalah dengan China (peringkat 27), Singapura (3), dan Malaysia (26) (vivanews.com, kamis, 9 juni 2011).

Dalam memperbaiki kemampuan manusia Indonesia menembus pasar, serta kemampuan persaingan individu, Indonesia perlu memperbaiki kualitas pendidikannya. Salah satu data yang memperkuat tantangan Indonesia dalam pendidikan adalah data Human

Development Indev (HDI) yang merupakan gabungan angka melek huruf, angka harapan

(5)

Singapura (ranking: 27), Brunei (ranking: 37), Malaysia (ranking: 57), Thailand (ranking: 92), Filipina (ranking: 97); walaupun memang sedikit optimis karena di atas: Vietnam (ranking: 113), Laos PDR (ranking: 122), Cambodia (ranking: 124), Myanmar (ranking: 132) (www data.menkokesra.go.id, 2010).

Sumberdaya manusia dan sumberdaya alam Indonesia yang melimpah sebenarnya merupakan anugerah serta peluang untuk menjadikan Indonesia negara yang unggul. Usaha dalam rangka peningkatan daya saing demi Indonesia yang unggul dapat ditumbuhkan melalui penumbuhan sikap kewirausahaan. Namun sayang sekali, fakta menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki wirausaha sekitar 0,24 persen dari jumlah penduduk di Indonesia yang sekitar 238 juta jiwa. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan jumlah wirausaha di beberapa negara luar yang tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi. Menurut Menteri koperasi dan usaha kecil menengah , jumlah wirausaha di luar negeri, seperti Amerika Serikat yang merupakan negara maju di dunia, mencapai sekitar 11 persen. Jumlah wirausaha di Singapura juga tinggi, mencapai 7 persen, dan di Malaysia mencapai 5 persen (kompas.com, minggu, 27 februari 2011).

Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap kewirausahaan dapat dilakukan melalui pelatihan kewirausahaan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati (2000) yang meneliti tentang hubungan antara pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dengan sikap kewirausahaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dengan sikap kewirausahaan.

Pelatihan kewirausahaan merupakan jenis pelatihan. Istilah pelatihan kewirausahaan merupakan kombinasi dari pengertian pelatihan dan kewirausahaan. Pelatihan menurut Friedman dan Yarbrough (1985) dalam Sudjana (2007:4) adalah:

‘a process used by organizations to meet their goals. It is called into operation when

(6)

affairs. The trainer’s role s to facilitate trainee’s movement from the status quo

toward the ideal’.

Sedangkan kewirausahaan menurut Hisrich, Peters, dan oleh Sheperd (2008) dalam modul konsep dasar kewirausahaan Kemdiknas (2010):

„Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi‟.

Jika ditinjau dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan kewirausahaan merupakan pelatihan yang dilakukan guna mendorong sikap kewirausahaan sebagai tujuan pelatihannya. Sikap kewirausahaan yang tercakup dalam beberapa sikap kunci kewirausahaan berdasarkan pendapat Yusuf (2006) adalah sebagai berikut: (a) pengambilan resiko, (b) menjalankan usaha sendiri, (c) memanfaatkan peluang-peluang, (d) menciptakan usaha baru, (e) pendekatan yang inovatif, dan (f) kemandirian (Kemdiknas, 2010).

Menurut UU RI No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 26 ayat 4 dinyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan formal, disamping satuan pendidikan lain yaitu kursus, kelompok belajar, majelis ta‟lim, kelompok bermain, dll.

satuan pendidikan yang menyelenggarakan pelatihan juga bervariasi, baik perorangan, lembaga, kelompok, perusahaan, maupun komunitas atau instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga swasta, dll. Selain itu, sasaran pelatihan dilihat dari segi usia dapat juga dari balita, remaja, orang dewasa, maupun lanjut usia.

(7)

pelatihan kewirausahaan memiliki nilai strategis karena kewirausahaan merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan daya saing masyarakat Indonesia dalam era globalisasi.

Di Indonesia yang dimaksud dengan masa pensiun berdasarkan PP No.32 tahun1979 tentang pemberhentian pegawai negeri sipil adalah usia 56 tahun dimana secara psikologis merupakan orang dewasa madya. Hal ini berbeda dengan usia pensiun di negara lain seperti Jerman misalnya yang usia pensiunnya di umur 65 tahun. Karakteristik orang dewasa madya yang jauh lebih prima dibandingkan usia 65 tahun serta tren yang menunjukkan banyaknya pensiun dini yang dilakukan di usia produktif merupakan potensi kekuatan yang besar bagi perbaikan daya saing. Selain matang pengalaman hidup, bekerja, dan berorganisasi di kehidupan pekerjaan sebelumnya orang menjelang pensiun di Indonesia juga memiliki sumberdaya finansial yang cukup untuk membuka usaha dan berbuat lebih banyak bagi masyarakat sekitarnya termasuk mengurangi kemiskinan dengan berwirausaha.

Pelatihan kewirausahaan masa pensiun ditinjau dari Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) merupakan salah satu jenis pendidikan luar sekolah yaitu pendidikan umum. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan dan peningkatan keterampilan dan sikap warga belajar dalam bidang tertentu. Sasaran program pelatihan ini adalah orang dewasa dan orang lanjut usia, mengingat tren pensiun dini yang terjadi beberapa tahun terakhir.

(8)

rangking 10 besar untuk posisi stress (Eliana, 2003). Berdasarkan penelitian tentang “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada PNS di PemKot

Tebing Tinggi Sumut” yang dilakukan oleh Lubis (2009) ditemukan adanya hubungan

negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada PNS di Pemkot Tebing Tinggi Sumut, yaitu semakin tinggi kecemasan menghadapi pensiun pada PNS, maka semakin rendah kecerdasan emosinya, begitu juga sebaliknya.

Menurut Turner dan Helms (1982) dalam Eliana (2003) ada beberapa hal yang mengalami perubahan dan menuntut penyesuaian diri yang baik ketika menghadapi masa pensiun: (a) Masalah Keuangan (b) Berkurangnya harga diri (Self Esteem), (c) Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan, (d) Hilangnya makna suatu tugas, (e) Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image, dan (f) Hilangnya rutinitas (Longhurst, Michael, 2001).

Agar beberapa perubahan dalam masa pensiun dapat berdampak positif sebaiknya pada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk membekali diri. Pelatihan Kewirausahaan menumbuhkan keyakinan pada warga belajarnya bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga orang masa pra pensiun tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya. Selain itu pelatihan kewirausahaan yang berhasil membentuk warga belajarnya menjadi wirausahawan baru dapat menumbuhkan kepercayaan diri orang dewasa dalam mengaktualisasikan dirinya dengan cara lebih bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya.

(9)

Pematangsiantar Tahun 2008”. Penelitian ini salah satu hasilnya menunjukkan bahwa untuk

menghilangkan kejenuhan pada masa pensiun, para pensiunan biasanya mencari kegiatan sesuai hobinya (61,5%). Pelatihan kewirausahaan dapat mengakomodasi kebutuhan orang dewasa mempersiapkan masa pensiun melalui pilihan kegiatan kewirausahaan yang disesuaikan dengan hobi para calon pensiunan.

Usaha akomodasi kebutuhan calon pensiunan yang disesuaikan dengan hobinya tersebut dapat dilakukan dengan sistem pembelajaran yang terdiri dari beberapa komponen yang meliputi seperti Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE) (Jabar, 2011). Agar sistem pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, maka harus dilakukan pengelolaan program melalui fungsi manajemen. Berdasarkan pendekatan fungsi manajemen pelatihan, pelatihan kewirausahaan masa pensiun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program pelatihan (Sudjana, 2007).

(10)

Pengelolaan program akan sangat menentukan keberhasilan pelatihan kewirausahaan masa pensiun. Berhasil atau tidaknya pelatihan tergantung pada pencapaian tujuan pelatihan yang dapat terindikasi dari perubahan performansi warga belajar masa sekarang (sebelum pelatihan) ke arah performansi yang seharusnya (ideal). Meskipun menerapkan strategi pembelajaran yang sama, setiap lembaga pelatihan memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda. Sudjana, N (1988) mengemukakan dua kriteria keberhasilan pelatihan, yaitu kriteria proses dan kriteria produk. Kedua kritaria ini tidak bisa berdiri sendiri tapi harus merupakan hubungan sebab akibat. Dengan kriteria tersebut menunjukkan pembelajaran tidak hanya mengejar hasil yang setinggi-tingginya dengan mengabaikan proses. Dengan kata lain, pembelajaran tidak semata-mata output oriented tapi juga process oriented.

Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan pelatihan kewirausahaan masa pensiun, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Cahyana (2009). Penelitian tersebut meneliti tentang model pelatihan kewirausahaan masa persiapan pensiun yang menghasilkan temuan bahwa pelatihan kewirausahaan selama ini memang sudah sesuai dengan teori dan merekomendasikan penelitian hasil dari pelatihan kewirausahaan terhadap kesiapan memulai usaha, model pelatihan kewirausahaan dengan variasi porsi waktu belajar yang berbeda dan warga belajar yang dengan latar belakang berbeda.

MUVI Learning Center merupakan salah satu lembaga pelatihan yang menerapkan program pelatihannya pada banyak variasi latar belakang kebutuhan warga belajar, dan memiliki daya jual yang tinggi mengingat MUVI-Learning Center merupakan lembaga yang biasa menangani pelatihan kewirausahaan berbagai perusahaan di Indonesia.

(11)

MUVI-Learning Center menawarkan pelatihan ke lembaga/korporasi lain. Kesepakatan tentang pelatihan juga dilakukan antara petugas pemasaran dari MUVI-Learning Center dengan perwakilan lembaga yang akan memakai jasa pelatihan. Pelatihan yang diselenggarakan biasanya menggunakan model pelatihan yang berpusat pada kebutuhan peserta didik. Model pelatihan yang dipilih dengan pelaksanaan perencanaan yang hanya melibatkan perwakilan tentu mempersempit gambaran kebutuhan peserta. Pelatihan ini menggunakan strategi transplantation training, yaitu dengan melakukan model kemitraan dan menggunakan pemateri dari kalangan praktisi dan profesional di bidang masing-masing. Namun, strategi ini juga dilakukan dengan menyuguhkan lebih dari satu bidang usaha dengan tujuan memberikan pilihan kepada peserta didik, tidak melakukan satu pilihan khusus dan mendalam pada satu bidang. Evaluasi pelatihan ini biasanya dengan mengukur kesan serta respon peserta selama pelatihan serta evaluasi internal lembaga MUVI-Learning Center saja.

Dengan mempertimbangkan nilai strategis kewirausahaan dalam pembangunan, pentingnya mengatasi masa kritis menjelang pensiun, fleksibilitas penerapan program pelatihan kewirausahaan masa pensiun, dengan memperhatikan rekomendasi penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan studi pendahuluan serta demi menghasilkan gambaran pelatihan yang menyeluruh maka penelitian ini difokuskan pada Pengelolaan Pelatihan Kewirausahaan Sebagai Sistem Pembelajaran Dalam Persiapan Masa Pensiun.

B. Identifikasi Masalah

(12)

negara, dan peningkatan jumlah pengusaha bisa dicapai diawali dengan pembentukan sikap kewirausahaan. Sikap kewirausahaan dapat dibentuk melalui pelatihan kewirausahaan.

Para calon pensiunan yang akan segera mengalami perubahan dari bekerja menjadi tidak bekerja memiliki konsekuensi tingkatan stress yang sangat tinggi. Tapi selain konsekuensi tersebut, para calon pensiunan juga merupakan kelompok dengan potensi yang sangat tinggi. Potensi yang dimaksud adalah kekayaan pengalaman, kematangan kemampuan, serta keberadaan sumber daya keuangan yang jauh lebih baik dibandingkan orang di usia produktif. Potensi tersebut agar tidak sia-sia harus dimanfaatkan secara optimal terutama untuk mendatangkan manfaat pada diri peserta sendiri dalam mengatasi perubahan yang akan dialami.

Kombinasi kebutuhan Indonesia akan peningkatan jumlah manusia yang memiliki sikap kewirausahaan serta potensi orang dewasa madya menjelang pensiun dapat dikelola melalui penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan masa persiapan pensiun. Pelatihan ini merupakan jenis pelatihan yang dapat menumbuhkan sikap kewirausahaan dan mendorong peserta didiknya untuk lebih mandiri dan berwirausaha serta dalam waktu bersamaan juga memanfaatkan potensi calon pensiunan yang sarat pengalaman supaya dapat beradaptasi terhadap perubahan yang mungkin dihadapi setelah pensiun dengan perubahan status pekerjaan, keuangan, dan kehidupan sosial.

MUVI-learning Centre merupakan lembaga pelatihan yang biasa membantu berbagai instansi lain mempersiapkan para karyawannya menghadapi pensiun. Pendekatan fungsi manajemen pelatihan, pengelolaan pelatihan kewirausahaan masa pensiun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program pelatihan (Sudjana, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, dalam prakteknya MUVI-learning centre

(13)

mencari informasi dari representatif lembaga yang menjadi kliennya. Hal ini tentu saja membatasi informasi tentang apa kebutuhan dan bagaimana seharusnya pelatihan disajikan sehingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan warga belajar. Selain itu, perbedaan jenjang pendidikan, keterampilan, level pekerjaan para calon pensiunan juga harus ditangani dengan cerdik agar pelatihan yang akan disajikan dapat mengakomodasi variasi tersebut. Jika diidentifikasi maka masalah pengelolaan pelatihan kewirausahaan masa persiapan pensiun sebagai berikut:

1. Pada perencanaan, pelaksanaannya dilakukan melalui hubungan antar lembaga, yaitu staff marketing MUVI-Learning Centre dan representasi dari lembaga klien. Proses perencanaan yang menjadi bahan dasar penentuan program dilakukan melalui kombinasi generalisasi gambaran umum yang disodorkan klien dan pengalaman MUVI-Learning Centre dalam menangani sasaran pelatihan kewirausaahaan masa persiapan pensiun.

2. Pelaksanaan pelatihan sebagaimana diketahui adalah pelatihan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik. Penggunaan data yang diperoleh dari tahap sebelumnya yang bersifat umum untuk penentuan program bertentangan dengan prinsip pelatihan yang berorientasi peserta didik yang pasti bersifat sangat khas antar peserta didik yang satu dengan yang lainnya.

3. Evaluasi pelatihan dilakukan hanya pada proses pembelajaran saja. Meskipun begitu, tingkat repeat order dari lembaga klien cukup tinggi, bahkan ada yang secara rutin menjadikan MUVI-Learning Centre sebagai vendor pelaksanaan pelatihan kewirausahaan karyawannya yang akan pensiun.

(14)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang dan identifikasi masalah yang sudah dituliskan diatas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana Pengelolaan Pelatihan Kewirausahaan Sebagai Sistem Pembelajaran Dalam Pembekalan Masa Pensiun Dan Apakah pelatihan tersebut berhasil menurut kriteria proses dan hasil/produk?

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta rumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Perencanaan Pelatihan Kewirausahaan Sebagai Sistem Pembelajaran Dalam Pembekalan Masa Pensiun?

2. Bagaimana Pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan Sebagai Sistem Pembelajaran Dalam Pembekalan Masa Pensiun?

3. Bagaimana Evaluasi Pelatihan Kewirausahaan Sebagai Sistem Pembelajaran Dalam Pembekalan Masa Pensiun?

(15)

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah sebagaimana di tuliskan diatas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap, menganalisis dan mendeskripsikan temuan penelitian terkait dengan fungsi manajemen yang diterapkan dalam pengelolaan pelatihan kewirausahaan sebagai upaya pembekalan masa pensiun serta keberhasilannya berdasarkan kriteria proses dan produk.

2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus berdasarkan tujuan umum tersebut meliputi:

a. Untuk mendapatkan data mengenai perencanaan pelatihan kewirausahaan sebagai pembekalan masa pensiun.

b. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pelatihan kewirausahaan sebagai pembekalan masa pensiun.

c. Untuk mengetahui proses penilaian dalam pelatihan kewirausahaan sebagai upaya pembekalan masa pensiun.

d. Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kewirausahaan sebagai upaya pembekalan masa pensiun berdasarkan kriteria proses dan hasil.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua hal, diantaranya: 1. Secara Teoretis

(16)

2. Secara Praktis

a. Bagi Pendidikan Luar Sekolah, dapat dijadikan pertimbangan dalam

pengembangan program pelatihan dan penyusunan program sejenis dengan membandingkan proses dengan ouput yang dihasilkan.

b. Bagi Lembaga Pelatihan, dapat memperoleh gambaran pengelolaan salah satu model pelatihan kewirausahaan masa pensiun, sebagai masukan bagi pengembilan keputusan program pelatihan dan menjadikannya bahan pengembangan program. c. Bagi Mahasiswa, dapat mengetahui gambaran yang lebih lengkap tentang

pelaksanaan dan dampak program pelatihan secara ilmiah setelah berbagai pelatihan dilakukan pada aspek pembelajaran program pelatihan.

G. Definisi Operasional

Agar terjadi penafsiran yang sama dan tidak terjadi perbedaan penafsiran, maka berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang digunakan:

1. Pelatihan. Menurut Sudjana (2007) pelatihan adalah upaya sadar untuk menumbuhkembangkan perubahan bagi peserta didik, lembaga penyelenggara, masyarakat dan bangsa. Pelatihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan kewirausahaan sebagai upaya pembekalan masa pensiun yang dilakukan secara sadar untuk menumbuhkembangkan perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik pada calon pensiunan.

2. Kewirausahaan. Hisrich, Peters, dan Sheperd (2002) mendifinisikan: “Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan

(17)

dan kebebasan pribadi”. Yang dimaksud dengan kewirausahaan dalam pelatihan ini

adalah dimunculkannya sifat kewirausahaan para pegawai menjelang pensiun melalui pelatihan ini diukur dan diidentifikasi pengaruhnya terhadap inisiatif membuka usaha, keterlibatan dalam kegiatan wirausaha, pengembangan keterampilan pribadi serta masyarakat.

3. Pensiun. Di Indonesia yang dimaksud dengan masa pensiun berdasarkan PP No.32 tahun 1979 tentang pemberhentian pegawai negeri sipil adalah usia 56 tahun dimana secara psikologis merupakan orang dewasa madya. Pada periode ini perbedaan peranan sosial ekonomi dan jenis kelamin diantara individu sudah digeneralisasikan. Bagi beberapa orang, terasa perlunya diadakan konsolidasi kembali status dan posisi, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan okupasional, sedangkan bagi yang lainnya, periode ini merupakan kesempatan untuk memperbaharui nilai dan sikap serta merevisi konsep diri (self-concept). Secara fisik, dalam masa ini dialami penurunan kemampuan sumber daya dan dana, lebih sering menderita sakit, kurang enak badan, sehingga terasa pengaruhnya terhadap gaya kehidupan yang mempercepat proses terhadap tua.

4. Sistem Pembelajaran PLS

(18)

5. Manajemen Pelatihan. Manajemen Pelatihan dalam penelitian ini adalah penerapan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan sebagai upaya pembekalan masa pensiun. Fungsi manajemen yang dimksud adalah perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Fungsi perencanaan dilakukan untuk memperoleh informasi tentang alasan penetapan program, proses identifikasi kebutuhan belajar dan potensi serta kemungkinan hambatan dalam pelaksanaan program pelatihan. Selain itu terdapat juga proses penyusunan tujuan program pelatihan, penyusunan strategi dan kegiatan pembelajaran, dan penyusunan alat tes awal dan tes akhir pelatihan. Fungsi pelaksanaan terdiri dari penilaian awal terhadap peserta pelatihan, pelaksanaan program pelatihan, pelaksanaan kegiatan penyeliaan dan pemantauan program pelatihan, dan pelaksanaan penilaian akhir peserta program pelatihan. Fungsi penilaian meliputi pelaksanaan program serta hasil program pelatihannya.

6. Keberhasilan Pelatihan. Nana Sudjana (1988) mengemukakan dua kriteria keberhasilan pelatihan, yaitu kriteria proses dan kriteria produk. Yang dimaksud dengan kriteria proses dalam penelitian ini adalah kriteria yang menekankan pembelajaran sebagai suatu proses haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga peserta didik sebagai subjek belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Sedangkan kriteria produk atau hasil menekankan pada penguasaan tujuan oleh siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

H. Alur Fikir Penelitian

(19)

ditangani dengan peningkatan kualitas sumberdaya melalui pendidikan. Peningkatan jumlah pengusaha dapat dipacu dengan pembentukan sikap wirausaha pada masyarakatnya. Pembentukan sikap wirausaha dapat dilakukan melalui jalur pendidikan non formal dengan satuan pendidikan nya yaitu pelatihan, khususnya pelatihan kewirausahaan masa persiapan pensiun.

Berdasarkan pendekatan fungsi manajemen pelatihan, pelatihan kewirausahaan masa pensiun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pelatihan (Sudjana, 2007). Pada pelatihan yang berpusat pada peserta pelatihan dan masyarakat maka fungsi perencanaan menurut Sudjana (2007) (a) identifikasi kebutuhan, sumber-sumber, dan kemungkinan hambatan pelatihan, (b) rumusan tujuan pelatihan, (c) penyusunan program pelatihan, (d) penyusunan alat evaluasi awal dan evaluasi akhir peserta pelatihan, dan (e) penyiapan (pelatihan) para pelatih. Langkah-langkah kegiatan pada tahap pelaksanaan pelatihan adalah : (f) pelaksanaan evaluasi awal peserta pelatihan, dan (g) pelaksanaan evaluasi akhir pelatihan. Langkah-langkah pada tahap evaluasi program pelatihan mencakup: (h) penilaian terhadap proses pelatihan, (i) penilaian terhadap hasil (keluaran) pelatihan, (j) penilaian terhadap pengaruh dampak pelatihan, dan (k) penilaian terhadap strategi model pelatihan.

(20)

sebelum mengikuti, saat mengikuti, dan atau setelah mengikuti pelatihan berdasarkan tiga domain pendidikan yaitu keterampilan (psikomotor), pengetahuan (kognitif), dan sikap (afektif). Sikap kewirausahaan yang tercakup dalam beberapa sikap kunci kewirausahaan berikut: (a) pengambilan resiko, (b) menjalankan usaha sendiri, (c) memanfaatkan peluang-peluang, (d) menciptakan usaha baru, (e) pendekatan yang inovatif, dan (f) kemandirian.

Pelatihan kewirausahaan dirancang sebagai kegiatan yang bersifat solusi bagi para pensiunan untuk lebih siap menghadapi pensiun, memperkecil perbedaan aktivitas dan pendapatan sebelum dan sesudah pensiun serta dapat berkontribusi pada masyarakat sekitar dan lingkungannya mempertahankan kemudian meningkatkan kualitas hidup diri dan kualitas hidup lingkungannya dengan meningkatkan pendapatan melalui kegiatan wirausaha. Oleh karena itu, pelatihan kewirausahaan ini harus dikelola dengan baik, dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya agar tujuan pelatihan yang sudah dirumuskan dapat terlaksana dengan cara yang efektif dan efisien. Keberhasilan suatu pelatihan tidak bisa dinyatakan begitu saja tanpa pengukuran yang jelas atau hanya berdasarkan asumsi. Harus ada kriteria yang dijadikan tolak ukur keberhasilan.

Sudjana, N (1988) mengemukakan dua kriteria keberhasilan pelatihan, yaitu kriteria proses dan kriteria produk. Kedua kritaria ini tidak bisa berdiri sendiri tapi harus merupakan hubungan sebab akibat. Dengan kriteria tersebut menunjukkan pembelajaran tidak hanya mengejar hasil yang setinggi-tingginya dengan mengabaikan proses. Asumsi dasarnya adalah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil yang optimal pula. Ada korelasi antara proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, pembelajaran tidak semata-mata output oriented tapi juga process oriented.

(21)

berdasarkan sistem, sedangkan berkelanjutan dilakukan secara berkesinambungan atau terus menerus. Sistem pelatihan adalah kesatuan (organisme) pelatihan yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan berproses untuk mencapai tujuan pelatihan. Sistem yang digunakan pada pelatihan biasanya terdiri dari komponen-komponen Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE) (Jabar, 2011). Kombinasi antara pengelolaan program melalui fungsi manajemen dan sistem bembelajaran itulah yang dijadikan rekomendasi penelitian ini. Penjelasan tersebut digambarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 1.1 Alur Fikir Penelitian Kebutuhan

Meningkatkan Sikap

Kewirausahaan

Pelatihan

Perencanaan Pelaksanaan

Evaluasi

Pelatihan berjalan lancar sesuai rencana dan mencapai target pelatihannya

Calon pensiunan yang memiliki kesiapan mental untuk pensiun dan memiliki sikap dan keterampilan berwirausaha Vendor

Pelatihan Klien

Tingkat Keberhasilan Pelatihan (Proses Dan

Hasil) Rekomendasi

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan dan metode merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian dengan tujuan untuk memandu seorang peneliti. Suatu penelitian akan efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan apabila pemilihan dan penggunaan pendekatan dan metode dilakukan secara tepat. Pendekatan penelitian yang dianggap cocok pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian empirik yang datanya dikumpulkan dan disajikan bukan dalam bentuk angka-angka, tetapi dalam bentuk naratif (Trisnamansyah, 2010). Penelitian ini akan dilakukan dengan menangkap fenomena pelatihan secara alamiah, apa adanya, dan dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami.

(23)

Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, tempat dan waktu penelitian dilakukan, penelitian deskriptif memiliki beberapa jenis penelitian diantaranya adalah studi kasus. Menurut Maxfield (1930) dalam Nazir (2003) yang dimaksud dengan studi kasus adalah penelitian tentang status penelitian subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus dilakukan biasanya bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus di MUVI-learning centre, dimana subjek dari penelitian ini dapat berupa individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti ingin melakukan deskripsi dan mengeksplorasi pengelolaan pelatihan kewirausahaan persiapan masa pensiun yang melibatkan tiga fungsi manajemen pelatihan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Penelitian ini menanggapi dan memecahkan masalah penelitiannya dengan menggunakan cara berfikir yang bertolak dari pengetahuan khusus dan fakta-fakta yang sifatnya unik, kemudian merangkaikan fakta-fakta unik tadi menjadi suatu penggolongan yang bersifat umum. Artinya, data yang diperoleh di lapangan dikumpulkan, disusun, dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri umum, diuraikan dan dianalisis berdasarkan teori sehingga diperoleh kesimpulan yang bersifat umum.

B. Teknik Pengumpulan Data

(24)

dalam penelitian studi kasus peneliti adalah instrumen kunci dalam penelitian (Yin, 2003). Hal ini berarti bahwa dalam penelitian studi kasus instrumen yang paling utama adalah peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk kepentingan penelitian pelatihan kewirausahaan pembekalan masa pensiun ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui becakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti (Mardalis, 2002).

(25)

Wawancara merupakan proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Wawancara dilakukan karena keinginan untuk memperoleh keterangan berdasarkan apa yang diketahui dan yang ingin diberikan responden, baik tentang suatu fakta, suatu kepercayaan, suatu standar, suatu alasan, dsb. Seringkali keterangan yang ingin diperoleh berjenis-jenis banyak dan sifatnya, oleh karena itu Selltiz (1964) dalam Nazir (2003) mencoba mengelompokkan isi dari keterangan yang ingin diperoleh dengan wawancara sebagai berikut. (a) memperolah dan memastikan fakta. Cara yang paling baik untuk memperoleh suatu fakta adalah dengan menanyakannya kepada orang yang mengetahui tentang fakta tersebut yang tentu saja pewawancara harus selalu mengaitkan fakta tersebut dengan kredibilitas. (b) memperkuat kepercayaan. Adakalanya isis pertanyaan bukan mengenai fakta, tetapi mengenai hal yang menyangkut kepercayaan atau tentang pendapat seseorang mengenai suatu fakta. (c) memperkuar perasaan. Perasaan seseorang ada hubungannya dengan kepercayaan seseorang terhadap sesuatu, begitu juga sebaliknya. Adakalanya seorang pewawancara ingin mengetahui secara langsung perasaan seseorang terhadap sesuatu. (d) menggali standar kegiatan. Banyak juga wawancara dilakukan untuk mengetahui kegiatan standar, terutama berdasarkan standar etika dan standar kegiatan yang fisibel. (e) mengetahui alasan seseorang. Tidak jarang, pertanyaan ditujukan untuk mengetahui alasan seseorang mengenai anggapannya, perasaannya, perilakunya, dan kebijakannya.

(26)

informasi dapat membeberkan keterangan penting dengan baik kedalam situasi yang berkaitan (Yin, 2003).

2. Observasi

Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan yang diinginkan, atau untuk suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis, 2002).

Observasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif. Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengambilan data dimana peneliti ikut terlibat dalam kegiatan yang diamatinya (Mardalis, 2002). Dalam penelitiannya, peneliti tidak sedikitpun melakukan manipulasi dan membiarkan kegiatan sebagaimana aslinya sehingga teknik ini disebut dengan observasi natural.

Yang dilakukan dalam observasi adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu seperti alat pencatat, formulir dan alat mekanik. Dalam menggunakan metode observasi, peneliti melengkapinya dengan format atau blangko pengematan sebagai instrumen. Pada saat observasi berlangsung, peneliti mencatat tentang kejadian yang berlangsung sesuai dengan fokus permasalahan yang diteliti.

3. Dokumentasi

(27)

membantu penverifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar dari organisasi yang telah disinggung dalam wawancara. Kedua, dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain. Ketiga, inferensi dapat dibuatdari dokumen-dokumen. Namun demikian, inferensi-inferensi ini harus diperlakukan hanya sebagai rambu-rambu bagi penelitian selanjutnya dan bukan sebagai temuan definitif, sebab inferensi ini pada suatu saat bisa menghasilkan arah yang keliru (Yin, 2003).

Teknik dokumentasi dipilih karena sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Lincoln & Guba, yaitu: (1) merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong, (2) sebagai bukti suatu pengujian, (3) berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengn konteks; lahir dan berada dalam konteks, (4) murah dan tidak sukar diperoleh, (5)tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi, dan (6) hasil kajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi Penelitian adalah MUVI-Learning Centre yang beralamat di Perumahan Lembah Permai Hanjuang, Cihajuang, Cimahi, Jawa Barat. Subjek Penelitian merupakan komponen utama yang memiliki kedudukan penting dalam penelitian, karena pada subjek inilah terdapat aspek yang menjadi kajian untuk diteliti. Dalam penelitian ini subjek yang diteliti terdiri atas dua bagian. Pertama sebagai informan yang terdiri dari:

(28)

Peneliti melakukan wawancara serta bservasi kepada penyelenggara pelatihan yang terdiri dari 1 direktur utama, 2 penanggungjawab program, 1 fasilitator. 2. Peserta Pelatihan

Peneliti melakukan wawancara langsung dan observasi kepada 3 peserta pelatihan yang merupakan representasi dari variasi level manajemen serta pengalaman kewirausahaan.

Bagian kedua dari subjek penelitian ini adalah sumber informasi yang akan menjadi bahan trianggulasi. Peneliti memanfaatkan sumber lain yang tidak terungkap dari informan. Sumber informasi ini dapat berupa laporan-laporan program dan dokumen-dokumen yang relevan.

D. Langkah-Langkah Penelitian 1. Tahap Pengumpulan Data

Penelitian pengelolaan pelatihan kewirausahaan masa pensiun ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu (a) tahap orientasi, (b) tahap eksplorasi, dan (c) tahap

member check.

a. Tahap Orientasi

(29)

b. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data. Kegiatan yang dilakukan sudah mengarah kepada hal-hal yang dianggap mempunyai hubungan degan fokus masalah. Informasi yang dikumpulkan tidak lagi bersifat umum, tetapi sudah lebih mengarah dan terstuktur serta masih terbuka. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan prinsip penelitian kualitatif, yaitu berusaha memahami makna dari peristiwa manusia dalam situasi tertentu. Dengan demikian penekanannya terletak pada pemahaman terhadap interaksi, perilaku, dan peristiwa.

Dalam tahap ini, wawancara dengan responden dan observasi yang dilakukan secara terarah/terfokus, spesifik, dan intensif. Dengan kata lain pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden diarahkan pada fokus penelitian. Peneliti juga melakukan pengamatan terhadap perilaku lingkungan responden, peneliti membuat catatan lapangan hasil wawancara serta observasi yang diupayakan secara teliti, rinci, selektif, dan sistematis.

Kegiatan eksplorasi dilakukan untuk menggambarkan dan menspesifikasikan data yang diperoleh pada tahap orientasi agar dalam tahap selanjutnya lebih terinci dan terarah pada hal-hal yang diperlukan dalam rangka menganalisis masalah penelitian.

c. Tahap Member Check

Member Check merupakan tahap pengecekan ulang atas data,

(30)

pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji konsistensi informasi yang telah diberikan sumber informasi yang telah dituangkan dalam bentuk laporan naratif untuk memperoleh tingkat kredibilitas hasil penelitian, sebagai upaya pembenaran hasil penelitian terutama atas informasi-informasi yang diperoleh baik melalui wawancara, observasi, maupun studi dokumentasi. Dengan demikian kesalahpahaman dalam menafsirkan informasi yang diperoleh dapat dihindari.

2. Prosedur Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisis data. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, dan penyederhanaan data dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci, sehingga ditemukan makna dan konteks masalahnya. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat rangkuman terhadap pokok-pokok permasalahan yang diteliti, terinci, dan sistematis, serta membuang data yang tidak diperlukan sehingga memudahkan penelitidalam melakukan analisis berikutnya dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali data itu apabila diperlukan.

b. Display Data

(31)

disajikan/didisplay dengan cara menggabungkan informasi yang tersusun dalam satu bentuk deskriptif sehingga memudahkan dalam memahami makna data tersebut.

c. Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah terakhir dari kegiatan analisis data adalah pengambilan kesimpulan dan verifikasi data. Kesimpulan dan verifikasi data adalah upaya mencari makna terhadap data yang dikumpulkan dengan cara mempelajari pola, tema, topik, hubungan, persamaan, perbedaan dan hal yang paling banyak timbul, dan sebagainya. Melalui kesimpulan, data yang telah terkumpul diberi makna dalam bentuk pernyataan singkat yang mudah dipahami, dengan mengacu pada aspek-aspek yang diteliti. Sedangkan kegiatan verifikasi dilakukan dengan cara mempelajari data yang telah direduksi dan data yang disajikan. Pengambilan kesimpulan yang bersifat sementara dan verifikasi perlu dilakukan secara terus menerus hingga diperoleh kesimpulan akhir.

3. Validitas Hasil Penelitian

Menurut Nasution (2003:114) keabsahan penelitian tergantung pada

kredibilitas (validitas internal), transferabilitas (validitas internal), dependabilitas

(32)

mengembangkan kegiatan yang sejenis atau juga populer digunakan dalam penelitian kualitatif dengan istilah validitas. Konfirmabilitas berkaitan dengan tingkat objektifitas hasil penilaian yang dilakukan mengingat penelitian adalah instrumen utama dalam pengumpulan data maka tingkat objektivitasnya sangat bergantung pada sikap objektivitas semaksimal munkin, melalui penggunaan metode dan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan objek kajian serta pendekatan dalam penelitian.

Menurut Junadi (2008), peningkatan validitas studi kasus dapat dilakukan dengan cara-cara umum studi kualitatif, yaitu trianggulasi sumber, trianggulasi data, dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara (a)mengecek data dengan fakta dan sumber lain, misalnya dari informan yang berbeda atau hasil dari studi lain dengan tujuan yang sama, (b)membandingkan dan melakukan kontras data, ketika menginvestigasi dengan informan lain, dan (c) menginvestigasi dengan menggunakan kelompok informan yang berbeda.

Trianggulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan berbagai metode (misalnya wawancara dengan observasi). Trianggulasi data dilakukan dengan cara (a) menganalisis data dilakukan oleh lebih dari satu anggota peneliti, (b)interpretasi data yang sama oleh pakar yang lain, dan (c)umpan balik hasil analisis dengan informan, dalam rangka etika dan pengecekan validitas informasi yang dihasilkan.

(33)
(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan yang dilakukan MUVI-Learning Center dapat disimpulkan sebagaimana dijabarkan dalam uraian berikut.

1. Perencanaan

Proses perencanaan yang dilakukan MUVI-Learning Center tidak jauh berbeda dengan proses pemasaran pada vendor jasa lain yang bukan bidang pendidikan. Proses pemasaran ini dilakukan demi kepentingan kelangsungan lembaga pelatihan

MUVI-Learning Center itu sendiri, dimana salah satu tujuan manajemennya adalah agar lembaga

ini dapat terus hidup dan berkembang berdasarkan indikasi penyerapan klien atas program pelatihan yang dikembangkannya. Jadi perencanaan program dilakukan secara mandiri oleh MUVI-Learning Center sebagai bagian dari strategi pemasaran yang diterapkannya.

2. Pelaksanaan

(35)

kepuasan pelanggan. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan belajar yang berpusat pada peserta didik (learner centered approach), metode yang digunakan merupakan kombinasi dari metode pembelajaran individu (individual learning method), pembelajaran kelompok, (group learning method), dan teknik yang dilakukan bervariasi diantaranya teknik permainan, soal jawab, teknik forum dan teknik perbincangan.

Adapun tahap identifikasi kebutuhan serta kontrak belajar dapat dipenuhi melalui asumsi pengetahuan dan pengalaman MUVI-Learning Center selama melakukan pelatihan sejenis. Sedangkan tes awal dan akhir pelatihan diabaikan oleh MUVI-Learning

Center karena sifatnya yang formatif yang identik dengan pendidikan formal yang kaku.

3. Evaluasi/Penilaian

(36)

4. Keberhasilan Pelatihan

Berdasarkan kriteria proses, pelatihan ini dianggap berhasil. Keberhasilan proses ini terutama faktor fasilitator yang kompeten. Fasilitator kompeten ini merupakan hasil dari rekanan MUVI-Learning Centre. Konsep rekanan dalam mengisi materi pelatihan diambil sebagai strategi menutupi kekurangan sumberdaya yang dialami MUVI-Learning Center. Kepuasan peserta didik dalam proses pembelajaran mempengaruhi persepsi keberhasilan pelatihan ini mengingat proses pembelajaran merupakan satu-satunya kegiatan pelatihan yang melibatkan peserta didik secara penuh. Adapun berdasarkan kriteria hasil, pelatihan ini juga dianggap berhasil secara terbatas. Terbatas salam hal ini adalah domain hasil pelatihan yang sangat signifikan keberhasilannya terutama pada ranah afektif atau soft skills. Domain ini memang sengaja dipilih sebagai domain hasil yang dijadikan taarget pencapaian tujuan pelatihan karena keterbatasan waktu pelatihan yang hanya memungkinkan perubahan pada perubahan motivasi dan keberanian dalam memulai usaha. Adapun domain lain memang sengaja diabaikan pencapaiannya.

B. Rekomendasi

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menjadi dasar beberapa rekomendasi yang peneliti ajukan terkait pelatihan kewirausahaan masa persiapan pensiun. Rekomendasi ini ditujukan kepada:

1. Penyelenggara Pelatihan

(37)

kondisi paradoksal antara penerapan manajemen dan keberhasilan pelatihan tidaklah mengherankan. Manajemen yang buruk masih memiliki peluang untuk keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan suatu model yang menerapkan manajemen dengan pendekatan sistem. Karakter sistem yang memiliki komponen yang terintegrasi dapat memastikan ketercapaian setiap komponennya sangat berpengaruh pada baik/buruknya suatu sistem. Model yang diajukan adalah model pelatihan sebagai suatu proses yang terintegrasi yang terdiri dari komponen proses pengkajian kebutuhan pelatihan, proses perumusan tujuan pelatihan, proses merancang program pelatihan, proses pelaksanaan program pelatihan, dan proses evaluasi program pelatihan.

2. Peserta Pelatihan

Mengingat pendeknya waktu yang digunakan dalam pelatihan ini, peserta sebaiknya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Karena ini merupakan belajar kelompok, bagi peserta yang sudah memiliki usaha sebelumnya atau bru saja memulai usaha sebelum pelatihan berlangsung dapat secara pro aktif meminta bimbingan kepada para pemateri dan staff MUVI-Learning Center. Setelah berakhir pelatihan, peserta didik juga dapat meneruskan bimbingan kewirausahaannya, terutama jika usahanya sesuai dengan kemitraan MUVI-Learning Center yang sudah ada.

3. Peneliti Selanjutnya

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1987). Pendidikan Dari Masa Ke Masa: Untuk Para Pendidik Dan Calon

Pendidik Di Indonesia. Bandung: Armico.

Ali, M., dkk. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyana, Y. (2009). Model Pelatihan Kewirausahaan Masa Persiapan Pensiun. Tesis Magister pada UPI Bandung: tidak diterbitkan

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya, Jakarta: Depdiknas.

Eliana, Rika. (2003). Konsep Diri Pensiunan. Tesis Magister pada USU Medan: tidak diterbitkan.

Endro. (2008). Who Are Our Customer?. PPt ITS. Tidak diterbitkan.

Griffith, S., McClusky, Y.H. (1980). Developing, Administering, And Evaluating Adult

Education. Washington DC, California, London: Jossey-Bass Publisher.

Hatton, Michael J. (1977). Lifelong Learning: Policies, Practices, adn Programs. Canada: School of Media Studies at Humber College.

Hisrich, DR. And Peters, PM. (2002). Entrepreneurship. Boston: Mc Graw-Hill. Jabar, CSA. (2011). Desain Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (Pengembangan

Diklat Sistemik Model ADDIE). Makalah Seminar Penyusunan Draft Desain

Kurikulum Diklat Manajemen Perkantoran pada Badan Diklat Propinsi DI Yogyakarta.

Junadi, P. (2008). Aplikasi Studi Kasus Dalam Manajemen. Ppt pada FKMUI. Tidak diterbitkan

Kemendiknas. (2010). Modul 1: Membangun Jiwa Kewirausahaan. Bahan Pelatihan Untuk Calon Wirausaha. Jakarta: Kemendiknas

Kemendiknas. (2010). Modul 2: Konsep Dasar Kewirausahaan. Bahan Pelatihan Untuk Calon Wirausaha. Jakarta: Kemendiknas

Knowles, Malcom., Holtom III, Elwood F., dkk. (2005). The Adult Learner: The Definitive

Classic Adult Education and Human Resources Development. USA: elsevier Inc.

________ (1977). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy versus Pedagogy. New York: Association Press.

Lisnawati, L. (2005). Hubungan antara pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dengan sikap kewirausahaan. Skripsi FPIPS UPI: tidak diterbitkan

(39)

Lubis, H. (2009). Hubungan Emosi Dengan Kecemasan Menghadapi Pensiun Pada Pegawai

Negeri Sipil DI Pemerintah Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara. Skripsi pada

Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan

Mappa, S. dan Basleman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Depdikbud. Mardalis. (2002). Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Maslow, A.H. (1943). A Theory Of Human Motivation. Psychological Review.

Mudyahardjo, R. (2002). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar

Pendidikan Pada Umunya Dan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Muhyi, H.A. (2007). Menumbuhkan Jiwa Dan Kompetensi Kewirusahaan. Makalah. FISIPOL UNPAD, Bandung

Mulyana, E. (2007). Revitalisasi Pendidikan Luar Sekolah Menuju Masa Depan. Jurnal PLS, 4, (1)

Nasution, MA. (2003). Metode Penelitian Naturalis Kualitatif. Bandung: Tarsito Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sanjaya, W., (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Subur. (2007). Islam dan Mental Kewirausahaan: Studi Tentaang Konsep Dan

Pendidikannya. Jurnal Insania Vol 12 No 4,341-354. P3MSTAIN Purwokerto

Sudjana, D. (2007). Sistem & Manajemen Pelatihan: Teori & Aplikasi. Bandung: Falah Production.

________ (2005). Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production. ________ (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

________ (2000). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah &

Teori Pendukung, Serta Asas. Bandung: Falah Production.

________ (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

Sudjana, N. (1988). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Suprayogi, U. (2009). Pendidikan Bagi Masyarakat Lanjut Usia. Bandung: Rizqi Press. Supriatna, D.&Mulyadi, M. (2009). Konsep Dasar Desain Pembelajaran:Bahan ajakr untuk

Diklat E-training PPPPTK TK dan PLB. Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak Dan Pendidikan Luar Biasa. Tidak dipublikasikan.

Surbakti, EP. (2008). Stres Dan Koping Lansia Pada Masa Peniun Di Kelurahan Pardomuan

Kecamatan Siantar Timur Kotamadya Pematangsiantar. Skripsi pada Universitas

(40)

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar: Konsep, Kebijakan, dan

Implementasi. Bandung: Widya Aksara Press.

_______ (2002). Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan: Isu, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Balai Pustaka.

Tilaar, H.A.R. (2002). Perubahan Sosial Dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik

Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.

_______ (1997). Pengembangan SDM Dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Aksi

Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: Grasindo.

Trisnamansyah, S. (2010). Metode Penelitian: Kuantitatif Dan Kualitatif. Handout (Materi Pokok) Perkuliahan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

UNESCO (1993). Appeal Training Materials For Continuing Education Personel

(ATLP-CE). Bangkok: UNESCO Principal Regional Office For Asia And The Pacific.

Yin, R.K. (2003). Studi Kasus: Desain Dan Metode. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sumber Internet

Imadha, H. (2012). SistemItu Apa Sih?. FE UI. (online) Tersedia:http://feusakti.wordpress.com/

Putra, S.A., (2011). Hubungan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Dengan Pendidikan.(online)

Tersedia:http://sataaswelputra.blogspot.com/2011/02/hubungan-sim-sistem-informasi-manajemen.html

Wati, N. (2011). Manajemen Pendidikan. (online)

Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/04/manajemen-pendidikan/ PP RI No. 32 tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional www.vivanews.com, kamis, 9 juni 2011

www data.menkokesra.go.id, 2010

www.kompas.com, minggu, 27 februari 2011

Gambar

Gambar 1.1 Alur Fikir Penelitian
Gambar 1.1 Alur Fikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Chapter III Overview of Economic Condition 3.1 Indonesia’s Stock Price Index

[r]

[r]

Item Customer Relationship Management (X) Proses menyeluruh dalam membangun dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan, yaitu dengan memberikan nilai

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAGI SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peningkatan tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Mulyasa (2006: 101) yang menyatakan bahwa suatu pembelajaran dapat dinyatakan berhasil dan berkualitas

The thesis entitled “The Shifting of the Parent’s Primary Role in Naumann’s Family in Novel Bee Season” has been defended before the Letters and Humanities Faculty’s

Kingdom Family Class Member Attribute Joining Shaping Finishing Casting Deformation Moulding Composite Powder Prototyping Compression Rotational Transfer Injection