DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………... i
LEMBAR PERNYATAAN ……… ii
LEMBAR PENGESAHAN ……….... iii
MOTTO ………... v
KATA PENGANTAR ………. vi
ABSTRAK……… xi
DAFTAR ISI ……….. xiii
DAFTAR TABEL ………... xvi
DAFTAR BAGAN ……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ………... 1. Tantangan Pendidikan Agama Islam: Menjawab Fenomena Globalisasi ……… 2. Kebutuhan Life Skills Peserta Didik dalam Pembelajaran PAI: Antara Idealitas dan Realitas ………. 3. Posisi Penelitian yang Akan Dikembangkan ………... 1 1 8 12 B.Rumusan dan Batasan Masalah ……… 18
C.Definisi Operasional ………. 24
D.Tujuan Penelitian ……….. 26
E. Manfaat Penelitian ……… 26
F. Asumsi Penelitian ……… 28
BAB II MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN
LIFE SKILLS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN
PAI SMP
A.Makna Pembelajaran, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran ………
1. Makna Pembelajaran ……….. ……
2. Teori-teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Personal dan Sosial ………..
3. Model-model Pembelajaran ……….
a. Hakekat Model Pembelajaran ……….
b. Klasifikasi Model-model Pembelajaran ………. c. Pemilihan Model Pembelajaran ………...
B.Pendidikan Agama Islam ………... 1. Kedudukan, Pengertian, Dasar, Tujuan dan Karakteristik
PAI ………...
a. Kedudukan dan Pengertian PAI ………
b. Dasar-dasar PAI ……….
c. Tujuan PAI ……….
d. Karakteristik PAI ………
2. Hakekat Pembelajaran PAI: Konsep, Teori, Strategi, Metode dan Pendekatan ……….. a. Konsep dan Teori Pembelajaran PAI ………. b. Strategi dan Metode Pembelajaran PAI ……….
c. Pendekatan Pembelajaran PAI ………
3. Ruang Lingkup Pengembangan Materi PAI ………... 4. Struktur dan Muatan Kurikulum PAI di SMP ………
46 46 46 53 54 56 58 58 68 74 76 79
C.Pendidikan Life Skills ………... 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Life Skills ……….. 2. Tujuan dan Manfaat Life Skills ………. 3. Pola Pendidikan Life Skills ……….
84 85 89 92
D.Karakteristik Peserta didik SMP ………. 96
E. Paradigma Pembelajaran PAI dalam Meningkatkan Nilai-nilai Life Skills Peserta didik ……… 1. Relevansi Pembelajaran PAI dengan Pendidikan Life Skills 2. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Life Skills pada Mata Pelajaran PAI ……… 3. Dampak Pembelajaran dan Dampak Pengiring Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Life Skills pada Mata Pelajaran PAI ……….. 102 102 112 119 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ………. 121
B.Langkah-langkah Penelitian ………. 124
C.Lokasi, Subyek, dan Sampel Penelitian ………... 130
D.Teknik Pengumpulan Data ………... 134
E. Pengembangan Instrumen ……… 138
F. Teknik Analisis Data ………... 139
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian ……….
1. Hasil Survei Awal ………
142
a. Pandangan tentang Mata Pelajaran PAI ………..
b. Pembelajaran PAI ………
c. Pandangan tentang Life Skills ………... d. Kemampuan dan Kinerja Guru PAI ……… e. Kemampuan dan Aktivitas Belajar Peserta Didik …….. f. Sarana, Prasarana, dan Lingkungan Belajar ………
2. Interpretasi Hasil Survei Awal ………
3. Paradigma Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Life Skills pada Mata Pelajaran PAI …………
4. Model Awal yang Dikembangkan ………..
5. Pelaksanaan Uji Coba Model ………..
a. Uji Coba Terbatas ………
b. UJi Coba Luas ……….
c. Uji Kepatutan Model ………..
6. Model Akhir Hasil Pengembangan ……….
7. Uji Validasi Model ………..
8. Interpretasi Hasil Penelitian ……….
145 149 153 156 158 162 164 169 172 174 177 199 212 214 220 229
B.Pembahasan ……….
1. Desain Model Pembelajaran Hasil Pengembangan untuk Meningkatkan Life Skills Peserta Dididk (Model Pembelajaran Komprehensif) ……….. 2. Hasil Implementasi Model Pembelajaran Komprehensif
dan Efektifitasnya dalam Meningkatkan Life Skills Peserta Didik pada Mata Pelajaran PAI ……….. 3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan
Model Pembelajaran ………
245
245
255
260
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan ………...
B.Implikasi ………...
C.Rekomendasi ………
268 272 275
DAFTAR PUSTAKA ………. 280
LAMPIRAN ..……… ……… 287
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) PAI SMP .. 79
2.2 Indikator-indikator aspek life skills di TK/SD/SMP dan SMA/SMK (Depdiknas, 2005) ……….. 88 2.3 Nilai-nilai paradigma pembelajaran PAI dan life skills …………. 104
2.4 Pemetaan materi, pokok bahasan dan life skills yang diharapkan. 104 3.1 Pelaksanaan perlakuan pengujian model ……….. 129
3.2 Lokasi survei awal penelitian .……….. 132
3.3 Sampel sekolah uji validasi ……… 133
3.4 Teknik pengumpulan data ………. 137
4.1 Daftar responden penelitian dalam survai awal ………. 143
4.2 Latar belakang guru PAI ……… 144
4.3 Pandangan guru tentang mata pelajaran PAI ……… 145
4.4 Minat peserta didik terhadap mata pelajaran PAI ………. 147
4.5 Pendapat peserta didik tentang tujuan mata pelajaran PAI …….. 148
4.6 Pendapat peserta didik tentang manfaat mata pelajaran PAI …… 148
4.7 Pendapat guru tentang aspek-aspek pengembangan dalam rencana program pembelajaran ………. 149 4.8 Kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran PAI …………. 151
4.9 Pandangan guru tentang life skills ………. 153
4.10 Harapan peserta didik tentang pengembangan life skills (kecakapan hidup) dalam pembelajaran PAI ……….. 155 4.11 Pandangan guru terhadap tugas, minat dan tujuan mengajar …… 156
4.12 Pendapat peserta didik tentang kinerja guru di kelas ……… 158
4.13 Tujuan dan sikap tentang bersekolah menurut peserta didik …… 159
4.14 Kemampuan umum pengetahuan, pengamalan agama, minat belajar dan motivasi peserta didik terhadap PAI menurut guru ... 160 4.15 Aktivitas peserta didik belajar agama di luar sekolah …………... 161
4.16 Program tahunan mata pelajaran PAI kelas VIII SMP …………. 175
4.17 Distribusi materi PAI SMP kelas VIII semester genap (II) …….. 176
4.19 Hasil uji t perbedaan skor rata-rata jawaban skala sikap life skills dan tes hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran pada uji coba terbatas ……….
189
4.20 Pemanfaatan sumber, media dan fasilitas pembelajaran dalam uji coba terbatas ………..
191
4.21 Hambatan-hambatan yang nampak dalam uji coba terbatas …… 192
4.22 Skor hasil pelaksanaan uji coba terbatas ………. 195
4.23 Perbandingan draf awal model dengan hasil pengembangan uji coba terbatas ……….
198
4.24 Skor rata-rata tes hasil belajar peserta didik katagori sekolah A, B dan C ………..
202
4.25 Skor rata-rata jawaban skala sikap life skills dan tes hasil belajar peserta didik katagori sekolah A setelah kegiatan pembelajaran pada uji coba kelima, keenam, dan ketujuh ………
204
4.26 Skor rata-rata jawaban skala sikap life skills dan tes hasil belajar peserta didik katagori sekolah B setelah kegiatan pembelajaran pada uji coba kelima, keenam, dan ketujuh ………
205
4.27 Skor rata-rata jawaban skala sikap life skills dan tes hasil belajar peserta didik katagori sekolah C setelah kegiatan pembelajaran pada uji coba kelima, keenam, dan ketujuh ………
206
4.28 Skor setiap aspek berdasarkan uji coba model lebih luas ……… 209
4.29 Hasil tes selama uji validasi (validasi 1 dan 2) ………. 221
4.30 Hasil uji t skor rata-rata kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran katagori sekolah A antara kelompok eksperimen (SA) dengan kelompok kontrol (SX) ………
223
4.31 Hasil uji t skor rata-rata kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran katagori sekolah B antara kelompok eksperimen (SB) dengan kelompok kontrol (SY) ………
223
4.32 Hasil uji t skor rata-rata kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran katagori sekolah C antara kelompok eksperimen (SC) dengan kelompok kontrol (SZ) ………
224
4.33 Perbandingan gains pada katagori sekolah A antara kelompok eksperimen (SA) dengan kelompok kontrol (SX) ………
225
4.34 Perbandingan gains pada katagori sekolah B antara kelompok eksperimen (SB) dengan kelompok kontrol (SY) ………
226
4.35 Perbandingan gains pada katagori sekolah C antara kelompok eksperimen (SC) dengan kelompok kontrol (SZ) ………
227
4.36 Perbandingan gains antara gabungan sekolah-sekolah kelompok eksperimen dengan sekolah-sekolah kelompok kontrol ………..
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
1.1 Paradigma teoritis variabel-variabel pembentuk proses
pembelajaran (Adaptasi dari dari Dunkin dan Biddle, 1975) ……
19
1.2 Kerangka penelitian ………... 24
2.1 Sistematika ajaran Islam (Adabtasi dari Muhaimin, 2002:79) …. 77
2.2 Konsep kecakapan hidup (Depdiknas, 2007) ……… 86
2.3 Piramida belajar (USAID-DBE3, 2006) ……… 102
2.4 Hubungan PAI, life skills dan kehidupan nyata ……… 109
2.5 Dampak pembelajaran dan dampak pengiring pengembangan model ……….
120
3.1 Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ………. 130
4.1 Paradigma model pembelajaran untuk meningkatkan life skills pada mata pelajaran PAI ………...
171
4.2 Draf awal model pembelajaran untuk meningkatkan life skills pada mata pelajaran PAI ………
173
4.3 Grafik kemajuan uji coba model skala terbatas………. 197
4.4 Grafik kemajuan uji coba model skala luas 211
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi-kisi instrumen penelitian ………... 289
2. Angket untuk guru ………... 291
3. Angket untuk peserta didik ………... 298
4. Instrumen wawancara ………... 301
5. Instrumen observasi persekolahan ……… 302
6. Instrumen observasi pembelajaran (survei awal) ………. 303
7. Instrumen observasi pembelajaran (uji coba model) ………… 304
8. Kriteria penilaian life skills ………... 306
9. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ……….. 307
10. Hasil uji coba model ………... 334
11. SK pembimbing ………... 360
12. Surat ijin penelitian ………... 362
13. Rekomendasi dinas pendidikan ……… 363
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
1. Tantangan Pendidikan Agama Islam:Menjawab Fenomena Globalisasi
Dalam konteks pendidikan Nasional, pendidikan memegang peranan
penting dalam membentuk watak dan karakter anak bangsa yang
berpotensi,sebagaimana dijelaskan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1).
Pernyataan di atas menunjukkan tentang pentingnya pendidikan melalui
proses pembelajaran, khususnya pendidikan agama menjadi sangat penting
sebagai dasar utama dalam pengembangan potensi diri, yaitu peletakan dasar
kekuatan spiritual sehingga mampu diwujudkan pengembangan akhlak mulia,
kemampuan pengendalian diri, memiliki kepribadian utama dalam setiap aspek
kecerdasan dan terampil baik untuk kepentingan sendiri maupun terampil secara
sosial. Oleh sebab itu maka tidak salah dalam pasal 37 Undang-Undang Sisdiknas
menempatkan pendidikan agama di semua jenjang pendidikan sebagai salah satu
mata pelajaran wajib. Bahkan dalam penjelasan umum ditegaskan bahwa strategi
pertama dalam melaksanakan pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional adalah
Pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia yang salah satunya
diimplementasikan dalam bentuk mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di
semua jenjang pendidikan, mengandung tantangan untuk segera dijawab dengan
perbaikan mutu pendidikan dan usaha-usaha antisipasi terhadap dampak yang
muncul. Tantangan-tantangan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tantangan
pokok, yaitu tantangan eksternal (makro) dan tantangan internal (mikro).
Tantangan eksternal (makro) berupa tantangan yang sifatnya luas, yaitu
meningkatkan kualitas SDM dalam menghadapi percaturan dunia global dengan
segala manfaat, problem dan tantangan-tantangan yang menyertainya, termasuk
kebutuhan life skills.Beberapa kecenderungan global yang perlu diantisipasi oleh
dunia pendidikan, menurut Zamroni (2000: 34-35), adalah: Pertama, cepatnya
proses investasi dan re-investasi yang terjadi di dunia industri, menyebabkan
terjadinya perubahanyang sangat cepat pula pada kebutuhan dunia kerja.
Sedangkan praktik pendidikan berubah sangat lambat, akibatnya mismacth
education and employment cenderung semakin membesar.Kedua, perkembangan
industri, komunikasi dan informasi yang semakin cepat akan melahirkan
”knowledge worker” yang semakin besar jumlahnya. Ketiga, munculnya
kecenderungan bergesernya pola pendidikan dari ide back to basic ke arah ide the
forward to future basics, yang mengandalkan pada peningkatan kemampuan TLC (how to think, how to learn and how to create).How to think menekankan pada
pengembangan critical thinking, how to learn menekankan pada kemampuan
untuk dapat menguasai dan mengolah informasi, dan how to create menekankan
yang berbeda-beda.Keempat, berkembang dan meluasnya ide demokratisasi yang
bersifat substansi, yang antara lain dalam dunia pendidikan munculnya tuntutan
pelaksanaan school based management dan site-specific solution,
sehinggamemunculkan berbagai bentuk praktek pendidikan yang berbeda satu
dengan yang lain, yang kesemuanya menawarkan pendidikan yang berkualitas.
Kelima, semua bangsa akan menghadapi krisis demi krisis yang tidak hanya dapat
dianalisis dengan metode sebab-akibat yang sederhana, tetapi memerlukan analisis
sistem yang saling bergantungan.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut di atas, harus diantisipasi dengan
berbagai usaha serius, apalagi kecenderungan global tersebut secara otomatis akan
diiringi dengan adanya dampak pergeseran nilai di bidang budaya, etika dan moral
masyarakat. Kecenderungan ini ditandai dengan era kebebasan berekspresi
masyarakat yang berdampak pada pola pemikiran dan prilaku tanpa kontrol dalam
mencapai tuntutan kehidupan dengan tanpa mengindahkan kaidah etika-moral. Di
satu sisi persaingan hidup menuntut kehidupan yang layak dengan ekonomi
menjadi patokan utama telah menggejala menjadi budaya dalam tuntutan
profesional, sementara di sisi yang lain adanya pergeseran nilai-nilai moralitas dan
spiritual dalam berbagai aktifitas kehidupan hanya sebagai asesoris semata tanpa
diiringi penghayatan dalam amaliah sehari-hari sehingga manusia terjebak dengan
formaliatas-formalitas semu. Bahkan tidak heran, sebagaimana dikeluhkan
Muhaimin (2009:16), bahwa pada saat ini sering dijumpai model kehidupan
kontroversial yang dapat dialami dalam waktu yang sama serta dapat bertemu
kelembutan dan kekerasan, antara koruptor dan dermawan, antara koruptor dan
keaktifan beribadah (shalat, haji atau umrah) serta antara masjid dan mall, yang
keduanya terus-menerus berdampingan satu sama lain.
Hasil surveiThe Political and Economic Risk Colsultancy (PERC) tahun
2004 bahwa indeks korupsi di Indonesia sudah mencapai 9,25 atau rangking
pertama se-Asia, bahkan pada tahun 2005 indeknya meningkat sampai 9,4.
Penyebab dari persoalan ini diindikasikan karena rendahnya tingkat social-capital,
yang intinya adalah trust (sikap amanah). Menurut pengamatan para ahli bahwa
dalam bidang social-capital bangsa Indonesia ini hampir mencapai titik ”zero
trust society” atau masyarakat yang sulit dipercaya, yang berarti sikap amanah (trust) sangat lemah (Muhaimin, 2009: 16). Hal ini menjadi tantangan tersendiri
dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam dalam menjawab berbagai
permasalahan yang timbul dengan mengupayakan sedini mungkin bentuk
pembelajaran yang dapat meningkatkan life skills dalam mempersiapkan potensi
anak bangsa yang berkarakter.
Sedangkan tantangan internal (mikro) berupa tantangan yang sifatnya
terbatas, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas yang
dilakukan guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.Tantangan
yang harus dihadapi adalah beberapa problematika, sebagaimana dikemukakan
Buchori (1992: 8), yang menunjukkan bahwa praktik pembelajaran PAI selama ini
hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran
nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif, yakni kemauan dan
mengakibatkan terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara
teoridan praktekdalam kehidupan nilai agama.Atau dalam praktik pendidikan
agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk
pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah
pendidikan moral.
Sementara menurut Hidayat (Bisri, 1999:16) “pendidikan agama lebih
berorientasi pada belajar tentang agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan
nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya”. Artinya bahwa PAI lebih banyak
terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif,
tetapi tidak cukup konsen terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan
agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan
dalam diri peserta didik melalui berbagai cara, metode dan pendekatan yang
sesuai.
Rasdijanah (1995:71), memberikan kritik yang lebih mendasar terhadap
pelaksanaan pembelajaran PAI, menurutnya PAI mempunyai
kelemahan-kelemahan sebagai berikut: (1) dalam bidang teologi, ada kecenderungan
mengarah pada faham fatalistik; (2) bidang akhlak berorientasi pada urusan sopan
santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama; (3)
bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan
sebagai proses pembentukan kepribadian; (4) dalam bidang hukum (fiqh)
cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa,
dan kurang memahami dinamika dan jiwa hukum Islam; (5) ajaran Islam
serta kecintaan pada kemajuan ilmu pengetahuan; (6) orientasi mempelajari
Al-Quran masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada
pemahaman arti dan penggalian makna.
Abdullah (1998: 49-65) dalam pengamatannya terhadap pelaksanaan
pembelajaran PAI yang berlangsung selama ini di sekolah-sekolah formal,
menegaskan bahwa proses pembelajaran PAI mengindikasikan: pertama, PAI
lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang
bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah praktis; kedua, PAI kurang
concern terhadap persoalan-persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama
yang kognitif menjadi ”makna” dan ”nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam
diri peserta didik melalui berbagai cara, media dan forum; ketiga, isu kenakalan
remaja, perkelahian di antara para pelajar, tindak kekerasan, premanisme,
konsumsi minuman keras dan sebagainya, walaupun tidak secara langsung ada
keterkaitan dengan pola metodologi pendidikan agama yang selama ini berjalan
secara konvensional-tradisional; keempat, metodologi pembelajaran PAI tidak
kunjung berubah antara pra dan post modernitas; kelima, PAI lebih
menitikberatkan pada aspek korespondensi-tekstual, yang lebih menekankan
hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada; keenam, sistem evaluasi,
bentuk-bentuk soal ujian mata pelajaran PAI menunjukkan prioritas utama pada kognitif,
dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan ”nilai” dan makna
spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
Muhaimin (2009: 57) menjelaskan beberapa kesulitan dalam pelaksanaan
Kesulitan internal berasal dari sifat mata pelajaran PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan bersifat abstrak, atau hal-hal yang menyangkut suprarasional. Sedangkan kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam bekerja, orang tua di rumah mulai kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya, orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain. Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat yang sudah mengglobal.
Sebuah problem yang harus dipecahkan segera dari pembelajaran PAI, di
samping dari substansi bahan kajiannya yang cenderung monoton, semangat
pengembangan life skills kurang dibangun dengan model pendidikan yang tepat.
Pendidikan Agama masih bersifat doktriner yang kaku dengan metodologi yang
pada umumnya masih bersifat ekspositorik dan seragam sehingga hasil yang
dicapai kurang optimal, juga masalah minat belajar peserta didik terhadap mata
pelajaran PAI yang membawa dampak tersendiri terhadap tingkat kepribadian
yang dilandasi nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
Mengantisipasi tantangan makro dan mikro sebagaimana dijelaskan di atas,
maka diperlukan upaya fungsionalisasi peran PAI seoptimal mungkin melalui
pembenahan kurikulum dan model pembelajaran yang kredibel bagi pembentukan
peserta didik yang berkualitas. Pembentukan peserta didik yang berkualitas,
menunjukkan karakter yang kuat, ulet, mandiri, kreatif dan bertanggung jawab,
serta tidak hanya terampil kerja tetapi terampil hidup, tidak sekedar cerdas kerja
tetapi juga cerdas hidup.Peserta didik yang demikian hanya dapat dihasilkan
melalui pendidikan yang berkualitas, dalam arti pendidikan yang tidak hanya
keterampilan hidup (life skills).
Dengan bertolak dari pandangan bahwa kegiatan pendidikan merupakan
suatu proses pengembangan dan penanaman seperangkat nilai dan norma yang
implisit dalam setiap mata pelajaran dan sekaligus gurunya, maka tugas
pendidikan akhlak mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru
PAI saja, melainkan juga guru-guru mata pelajaran yang lain. Apalagi iman dan
takwa merupakan persyaratan utama bagi setiap guru, yang secara praktis akan
berimplikasi pada keharusan setiap guru untuk mentransformasikan nilai-nilai
akhlak yang mulia dalam setiap mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik.
Hal ini selaras sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Maskawaih (330 H/940
M-421 H/1030 M), bahwa setiap ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan oleh
guru/pendidik harus memperjuangkan terciptanya akhlak yang mulia (Muhaimin,
2009: 57).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa berbagai kritik dan sekaligus yang
menjadi kelemahan dari pelaksanaan pendidikan agama lebih banyak bermuara
pada aspek metodologi pembelajaran PAI dan orientasinya lebih bersifat normatif,
teoritis dan kognitif, termasuk di dalamnya aspek muatan kurikulum atau materi
PAI, di samping faktor dari peserta didik itu sendiri.
2. Kebutuhan Life Skills Peserta Didik dalam Pembelajaran PAI:Antara Idealitas
dan Realitas
Kebutuhan life skillsdalam pembelajaran PAI secara idealitas dan realitas
bagaimana pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang direncanakan, sebagaimana digambarkan dalam rumusan das
Sollen dan das Sein.Das Sollen adalah rumusan tentang tujuan dalam arti idealnya
dan das Sein adalah upaya pencapaiannya (Barnadib & Barnadib, 1996: 7). Proses
pembelajaran PAI merupakan hasil das Sein yang bergerak menuju das Sollen
yang pada hakekatnya adalah nilai-nilai (values). Proses pembelajaran ini tidak
hanya harus efisien, efektif, dan berkualitas melainkan juga harus dilakukan
secara kontinyu untuk menumbuhkan life skills.Jadi, proses pembelajaran PAI
diwujudkan dalam kerangka perubahan peserta didik, misalnya dari pola hidup
yang primitif tanpa aturan menjadi pola hidup yang disiplin sesuai dengan
nilai-nilai islami.Sesuai dengan sifatnya (das Sollen) yang bermuatan nilai-nilai, maka
perubahan yang diharapkan itu harus selaras dan mengandung kebaikan dan
menolak segala bentuk yang sifatnya mengandung kerusakan(amar ma’ruf nahi
munkar).
PAI merupakan jenis pendidikan yang berdimensi nilai,
moral,normamaupun keimanan yang dapat diwujudkan dengan life skills. Sebagai
mata pelajaran, PAI memiliki peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama
Islam kepada peserta didik.Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral,
etika agama, menempatkan PAI pada posisi terdepan dalam pengembangan
karakter peserta didik.Demikian juga, PAI memiliki karakteristik yang luhur,
yaitu: (1) PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran
pokok ajaran Islam, (2) PAI bertujuan membentuk peserta didik agar beriman dan
tiga kerangka dasar, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak (Mulyana, 2004: 198). Hal
ini berimplikasi pada tugas guru yang kemudian dituntut lebih banyak perannya
dalam penyadaran nilai-nilai agama pada peserta didik, sebagai bagian dari
pengembangan life skills.
Pendidikan yang dilaksanakan guru pada dasarnya mengandung pengertian
sebagai bentuk tanggung jawab yang dilakukan secara sadar dan terencana agar
peserta didik memiliki kompetensi-kompetensi yang diharapkan baik yang
sifatnya hard kompetensi maupun soft kompetensi sebagai bekal untuk
menghadapi kehidupan saat ini maupun kehidupan kelak di masyarakat. Ada tiga
sasaran pokok yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran PAI, yakni
pertama, PAI sebagai filter atau gawang moral peserta didik dalam menghadapi
percaturan dunia global, kedua, PAI sebagai model landasan ilmu pengetahuan
dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial peserta didik,
dan ketiga, PAI sebagai bentuk pembinaan etika sosial peserta didik dalam
dinamika perkembangan masyarakat. Ketiga sasaran pokok ini merupakan juga
sasaran strategis dari pendidikan life skills yang harus dilaksanakan secara terpadu
dan konsisten semenjak dini, sehingga benar-benar mampu diwujudkan dalam
lapangan empirik.
Mengingat pentingnya PAI sebagai bekal dalam meningkatkan kualitas
hidup peserta didik, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat,
maka PAI harus diarahkan pada peningkatan life skills khususnya yang
berhubungan dengan kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Hal ini dilandasi
semata tetapi juga pada pengembangan keterampilan, sikap, nilai-nilai yang dapat
direfleksikan dalam kehidupan peserta didik, sebagaimana diatur dalam PP 19
Tahun 2005 pasal 13 ayat (1) bahwa “kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan
kecakapan hidup”. Ayat (2) pendidikan kecakapan hidup sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) mencakup kecakapan personal (pribadi), kecakapan
sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.Atas dasar itu, baik
sekolah formal maupun non-formal memiliki kepentingan untuk mengembangkan
pembelajaran berorientasi kecakapan hidup.
Life skills yang dimaknai kecakapan hidup merupakan
kecakapan-kecakapan yang secara praksis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi
berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.Kecakapan itu menyangkut aspek
pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan
kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga
mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.Pendidikan
life skills dapat dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler untuk
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik, emosional, dan
spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada
sejumlah mata pelajaran yang ada, termasuk mata pelajaran PAI.Penentuan isi dan
bahan pendidikan life skills dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan
agar peserta didik mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan
yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri (Depdiknas,
2007).Pada tingkat dasar (SD dan SMP) pendidikan life skills ditekankan pada
kemampuan kecakapan umum (general life skills), yaitu kecakapan pribadi
(personal skills) dan kecakapan sosial (social skills) dari peserta didik.
Untuk mewujudkan idealitas memenuhi kebutuhan life skills peserta didik,
proses pembelajaran seharusnya dapat memenuhi target empat pilar pendidikan
sebagaimana dirumuskan UNESCO (1996) yang menekankan kepadalearning to
know(belajar mengetahui), learning to do(belajar berbuat), learning to be(belajar
menjadi diri sendiri), dan learning to live together (belajar hidup bersama). Dari
keempat pilar ini, pelaksanaan pendidikan tidak sekedar berorientasi pada hasil
tapi lebih mementingkan proses sehingga peserta didik mampu menguasai
kompetensi, menjadi diri sendiri yang optimis dan berakhlak mulia, serta mampu
bekerja sama dan bermanfaat di lingkungan sosialnya.
Dari uraian di atas, maka nampak jelas bahwa life skills dalam pendidikan
Islam berperan penting dalam menjawab tantangan globalisasi, melalui
pembelajaran yang tidak sekedar transfer of knowledge, tetapi juga yang lebih
utama adalah transfer of values pada diri peserta didik.
3. Posisi Penelitian yang Akan Dikembangkan
Penelitian yang akan dikembangkan ini merupakan jawaban akan kebutuhan
sebuah model pembelajaran untuk meningkatkan life skills peserta didik pada
mata pelajaran PAI,sebagai respon terhadap gejala melemahnya kualitas proses
peserta didik menjadi warga negara yang beriman, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar. Kenyataan tersebut menjadi
lebih penting lagi untuk jenjang pendidikan tingkat SMP, dimana mereka berusia
antara 13-15 tahun yang hampir disepakati para ahli jiwa kelompok umur ini
berada pada masa remaja, dengan situasi dan kondisi sosial dan emosionalnya
yang belum stabil. Dari sisi fiqh (hukum Islam) pada usia ini secara umum anak
sudah memasuki masa baligh/mumayyis sehingga pada masa ini sudah ada
kewajiban ibadah shalat dan puasa. Dengan demikian hasil belajar peserta didik
harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga menghasilkan prestasi
rohani yang disebut takwa yang akan membentuk keshalehan pribadi dan
keshalehan sosial, sebagaimana dijelaskan dalam tujuan PAI di SMP, yaitu:
Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006).
Beberapa penelitian terdahulu yang mengupas tentang pengembangan
terhadap pembelajaran PAI belum menyentuh pengembangan life skillssecara
substantif.Sebagaimana yang dilakukan Marhamah (2002) dan Gojwan (2004)
yang mengembangkan pembelajaran kooperatif pada pembelajaran PAI. Dari
penelitian ini dapat di lihat dari sisi guru dapat meningkatkan aktivitas dan
belajar, meningkatkan hasil belajar, meningkatkan dan mengembangkan suasana
belajar yang aktif, semangat untuk menemukan, sikap demokratis, berfikir logis
dan kritis serta kemampuan menggalang kerjasama yang dapat diaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Mawardi dan Setyaningrum (2009),
tentang pengaruh metode keteladanan guru PAI terhadap perilaku keagamaan
siswa di SMP Negeri Mungkid Magelang menunjukkan bahwa keteladanan guru
sebagai faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
keagamaan siswa. Demikian juga Suyuti (2002) yang mengadakan studi evaluatif
implementasi kurikulum PAI dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik sangat dipengaruhi oleh faktor guru, siswa dan
lingkungannya.Adapun Masykur (2008) meneliti tentang model pembelajaran
kreatif PAI dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik
yang dimaksudkan untuk memberikan peranan kepada rasio (aql) dalam
memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami
hikmah dan fungsi ajaran agama.
Sementara itu,penelitian yang berhubungan dengan life skills pada mata
pelajaran PAI penulis belum menemukan. Namun yang berhubungan dengan mata
pelajaran lain, sudah banyak dilakukan, misalnya Sukardi (2008) yang
mengadakan analisis pendidikan life skills dalam implementasi pembelajaran IPS
di SMP, sangat erat hubungannya dengan kemampuan guru dalam menyusun
silabus, SAP, strategi pembelajaran, dan penilaian. Kekeliruan guru dalam
menyusun silabus, SAP, strategi pembelajaran, dan penilaian akan membawa
pembelajaran IPS. Demikian juga penelitian yang dilakukan Andriati (2010)
tentang aplikasi pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada mata pelajaran IPA
untuk kecakapan generik di SMP, hasilnya menunjukkan kemampuan guru
mengintegrasikan life skills pada mata pelajaran IPA untuk mengetahui kecakapan
yang diperoleh peserta didik dalam berkomunikasi lisan, tulisan maupun
penggunaan teknologi komunikasi.Dilihat dari substansi proses pembelajarandari
penelitian yang berhubungan dengan life skills ini,tidak jauh berbeda apabila
digunakan dalam pembelajaran PAI meskipun memiliki substansi materi, makna
dan tujuan yang berbeda.
Berdasarkan hasil studi dokumenter dari beberapa penelitian terdahulu,
pengamatan para ahli dan kenyataan faktual, maka teridentifikasi masalah sebagai
berikut: Pertama, pembelajaran PAI secara umum baru pada tataran
pengembangan kognitif yaitu menekankan pada materi pelajaran. Padahal
seharusnya pembelajaran PAI lebih mengutamakan being-nya (beragama atau
menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama) dari pada knowing
(mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama), ataupun doing (bisa
mempraktekkan apa yang diketahui) setelah diajarkannya di sekolah. Kedua,
proses pembelajaran PAI cenderung ekspositorik atau bersifat informatif dan
kurang menekankan life skills, sehingga peserta didik lebih banyak diposisikan
sebagai obyek pelajaran. Padahal yang seharusnya guru dapat menempatkan
peserta didik sebagai obyek sekaligus subyek dalam proses pembelajaran. Hal ini
berarti dalam pembelajaran PAI seharusnya peserta didik bukan hanya menerima
pembelajaran untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta
didik memiliki life skills yang bermanfaat dalam mengelola kehidupannya.Dengan
demikian, maka diperlukan sebuah model yang cocok dalam pembelajaran PAI
sehingga nilai-nilai yang dikandungnya dapat terinternalisasi kepada diri peserta
didik.
Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, menunjukkan adanya
pengaruh bagaimana kepribadian guru dan model pembelajaran yang
dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan dan kepribadian peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Namun substansi nilai yang
ditransformasikan belum menjadi sasaran utama hanya sebagai pengiring yang
sifatnya implisit (tersirat), belum dinyatakan secara eksplisit (tegas dan nyata)
dalam perencanaan maupun pelaksanaan/ proses pembelajarannya, hal inilah yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Nilai-nilai yang
dikembangkan pada penelitian ini memiliki karakteristik kecakapan umum
(general life skills)yang melekat pada tujuan pembelajaran PAI sebagai nurturant effectyang bermanfaat secara langsung.
Dengan memperhatikan kajian di atas, maka model pembelajaran yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari berbagai
model yang dimodifikasi untuk meningkatkan life skills berdasarkan nilai-nilai
islami. Model ini diharapkan mampu meramu bagaimana aspek kognitif, afektif
dan psikomotor dari pembelajaran dapat meningkatkan life skills peserta didik
sebagai sebuah amalan yang dilaksanakan secara istiqomah dalam kehidupan
Model yang akan dikembangkan ini titik tekannya terletak bagaimana
desain dan proses pelaksanaan pembelajaran yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan agama Islam, menghayati dan mengamalkannya secara
sinergissesuai dengan karakteristik PAI itu sendiri yang meliputi aspek-aspek
Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqih dan Sejarah kebudayaan Islam secara
terpadu. Adapun implementasinya, yaitu dengan cara: pertama, memberikan
pemahaman kepada peserta didik akan keberadaan dirinya sebagai hamba Allah,
makluk individu dan makluk sosial; kedua, membuat keterkaitan yang bermakna
antara pembelajaran PAI dengan kehidupan peserta didik; ketiga, berfikir kritis
dan kreatif dalam menganalisa dan memecahkan persoalan-persoalan dirinya dan
kehidupan sosial; keempat, mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari; dan
kelima, mengambil sikap istiqomah sebagai bentuk kebutuhan dalam amaliah
sehari-hari. Dari sini dapat dipahami bahwa life skills atau kecakapan hidup dalam
PAI adalah didasari atas nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia yang
memberi spirit gerak prilaku dan perbuatan dalam bersikap dalam segala aktifitas
kehidupan.Dengan demikian, melalui model pembelajaran yang akan
dikembangkan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai-nilai life skills peserta
didik dan dapat menjadi alternatif dalam membekali peserta didik memiliki
kekuatan spiritual dan moral sehingga menjadi benteng yang tangguh dalam
menyerap perkembangan budaya di samping dapat menumbuhkan semangat
kepercayaan diri yang kuat dan tangguh secara intelektual, spiritual dan sosial.
Kedudukan atau posisi masalah dalam penelitian ini, yaitu pengembangan
pelajaran PAI merupakan tuntutan yang mendesak.Oleh sebab itu, penelitian ini
mencoba menghadirkan pengembangan model yang tepat dari perencanaan dan
pelaksanaan yang sesuai dengan tuntutan dan karakteristik peserta didik untuk
meningkatkan life skills (kecakapan hidup) sebagai bekal yang bermanfaat bagi
pengembangan dirinya. Keuntungan yang diperoleh dalam pengembangan model
ini akan memberikan alternatif model pembelajaran terbaik sebagai solusi
mengatasi berbagai problematika pembelajaran PAI, dan tentunya sangat
dibutuhkan bagi guru-guru agama, khususnya di tingkat SMP.
B.Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan
bahwa permasalahan pokok yang dikaji sangat terkait dengan kebutuhan
peningkatan life skills pada pembelajaran PAI, karena sebuah pengembangan
model pembelajaran tidak lepas dari kontribusi komponen proses belajar
mengajar. Hal ini sebagaimana dikatakan Dunkin dan Biddle (1975:37), bahwa
suatu proses pembelajaran untuk menghasilkan lulusan sesuai dengan harapan
dipengaruhi beberapa variabel.Variabel tersebut yaitu variabel bawaan (presage
variable), variabel konteks (context variable), variabel proses (process variable),
dan variabel hasil (product variable). Adapun varibel-variabel tersebut dapat
Bagan 1.1
Paradigma teoritis variabel-variabel pembentuk proses pembelajaran(Adaptasi dari Dunkin dan Biddle, 1975:38)
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan, bahwa prilaku guru dalam membangun
proses pembelajaran (variabel proses) dipengaruhi oleh variabel bawaan dan
variabel konteks. Variabel bawaan meliputi latar belakang guru, baik sosial
ekonomi, usia dan jenis kelamin; pengalaman pendidikan dan pelatihan yang
LATAR BELAKANG GURU •Status sosial •Usia •Jenis kelamin
VARIABEL BAWAAN
(presage variable)
VARIABEL KONTEKS
(context variable) VARIABEL HASIL (product variable) VARIABEL PROSES (process variable) KEMAMPUAN GURU •Ketr. mengajar •Intelegensi •Motivasi •kepribadian PENGALAMAN PELATIHAN GURU •Tingk. Pendidikan •Jenis pelatihan
yang dimiliki •Pengalaman mengajar LATAR BELAKANG SISWA •Status sosial •Usia •Jenis kelamin KEADAAN SISWA •Kemam puan •Pengeta huan •Sikap
IKLIM SOSIAL SEKOLAH •Iklim sosial •Etnik/kebudayaan •Ukuran sekolah
KEADAAN KELAS •Ukuran kelas •Bahan penunjang
(Buku teks, TV pend)
Dampak siswa jangka panjang •Kematangan •Kepribadian •Ketramp.
diikuti guru; serta keadaan guru yang menyangkut kemampuan, intelegensi,
motivasi dan kepribadian. Variabel ini selanjutnya mempengaruhi perilaku guru di
kelas. Sedangkan variabel konteks, meliputi latar belakang kehidupan peserta
didik, baik dari segi sosial ekonomi, tingkat usia dan jenis kelamin. Latar
belakang peserta didik ini selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan,
pengetahuan, dan sikap peserta didik yang kesemuanya dapat mempengaruhi
perilaku peserta didik di kelas. Selain variabel latar belakang kehidupan peserta
didik, dalam variabel konteks ini juga meliputi iklim sosial sekolah, keadaan etnik
atau budaya peserta didik dan ukuran sekolah. Keseluruhannya akan
mempengaruhi perilaku peserta didik di kelas. Perilaku guru dan peserta didik di
kelas inilah yang dinamakan kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya
menimbulkan perubahan perilaku peserta didik yang dapat diobservasi.Dari sini
variabel hasil dapat ditentukan, baik pertumbuhan atau kemajuan peserta didik
saat ini, maupun perilaku jangka panjang, berupa kematangan, kepribadian dan
keterampilan profesi.
Dalam pemilihan dan pengembangan model pembelajaran, variabel-variabel
sebagaimana dijelaskan pada bagan 1.1 adalah saling berkaitan dan berkontribusi
dalam membentuk proses pembelajaran. Pada gilirannya, model yang dipilih dan
dikembangkan atau diterapkan di kelas akan dipengaruhi oleh lingkungan sekolah,
seperti iklim atau suasana pembelajaran yang berlangsung di kelas yang juga
dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih besar, yakni lingkungan masyarakat.
Maka dari itu, pemilihan dan pengembangan model pembelajaran tidak lepas dari
Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Gage dalam Brown (2001: 7) bahwa:
Teaching cannot be defined apart from learning... to satisfy the practical demands of education, theories of learning must be ’stood on their head’ so as yield theories of teaching... Teaching is guiding and facilitating learning, enabling the learner to learn, setting the conditions for learning. Your understanding of how learner learns will determine your philosophy of education, your teahing styles, your approach, methods, and classroom techniques.
Pengembangan model pembelajaran pada mata pelajaran PAI tidak lepas
dari model-model yang selama ini digunakan dalam pembelajaran pada umumnya,
namun untuk mengembangkan sebuah model yang dapat meningkatkan life skills
peserta didik diperlukan model baru.Hal ini dikarenakan life skills terutama yang
berhubungan dengan kecakapan personal dan kecakapan sosial sangat dibutuhkan
peserta didik terutama dalam pengelolaan dan pengembangan jati diri.Untuk itu,
dalam penelitian ini peneliti ingin mengembangkan model pembelajaran yang
dapat meningkatkan life skills peserta didik, dengan rumusan masalah ”Model
pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan life skills peserta
didik pada mata pelajaran PAI di SMP sebagai salah satu hasil belajar yang
bermakna sesuai dengan kondisi lapangan dan tujuan PAI yang ingin dicapai?”
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini terfokus pada pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana kondisi pembelajaran PAI di SMP saat ini dilihat dari (1)
kemampuan dan kinerja guru; (2) kemampuan dan aktifitas belajar peserta
didik; (3) desain dan pelaksanaan pembelajaran PAI; dan (4) sarana,
b. Model pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan life skills
peserta didik SMP pada mata pelajaran PAI dilihat dari desain dan
langkah-langkah pembelajarannya?
c. Bagaimana efektivitasmodel pembelajaran hasil pengembangan dalam
meningkatkan life skillspada mata pelajaran PAI dilihat dari nilai-nilai
kecakapan personal dan sosial peserta didik SMP?
d. Apa faktor pendukung dan penghambat dari model pembelajaran yang
dikembangkan dalam meningkatkan life skills peserta didik pada mata
pelajaran PAI di SMP?
2. Batasan Masalah
Atas pertimbangan praktis berkenaan dengan keterbatasan waktu, dana,
penyusunan instrumen dan kemudahan dalam mendapatkan data, maka
pembatasan masalah perlu peneliti lakukan, yaitu:
a. Model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam mata pelajaran PAI
adalah model pembelajaran komprehensif yang dielaborasi dari beberapa
model pembelajaran berdasarkan teori belajar humanistik, teori belajar sosial,
dan teori pengembangan afektif (kepercayaan, moral dan nilai). Meskipun
demikian, model ini lebih memfokuskan kepada pengembangan nilai yang
dikemas sesuai dengan standar proses pembelajaran (Kemendiknas RI No
41/2007) dengan memasukkan unsur-unsur spiritual Islam secara eksplisit
dalam setiap proses pembelajaran. Model yang dikembangkan ini
manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak,
serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya
dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat dan tangguh dalam
menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam
pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun
global (Panduan KTSP, 2006).
b. Lingkup satuan pendidikan yang dipilih adalah SMP, pemilihan ini dilakukan
dengan melihat karakteristik anak usia SMP (12–15 tahun) yang secara
psikologis mulai memasuki usia remaja, yaitu masa social adjustment, mulai
masuk proses pematangan, mulai menyadari adanya lawan jenis, dan muncul
sikap humanistik. Secara ilmu Fiqhusia SMP diindikasikan telah memasuki
usia akil baligh dimana setiap anak sudah ada kewajiban untuk menjalankan
perintah ibadah wajib(madla). Pada masa ini perlu bimbingan dan
internalisasi (penanaman) nilai-nilai islami dan moralitas yang luhur.
c. Life skills yang dikembangkan dibatasi pada bidang general skills(kecakapan
personal dan sosial), sedangkan bidang specific skills (kecakapan akademik
dan vokasional) tidak diteliti. Batasan pemilihan ini didasarkan atas hubungan
antara tujuan mata pelajaran PAI yang intinya adalah meningkatkan aqidah,
akhlak dan moral peserta didik dan hakekat pengembangan general skills
yaitu mengembangkan kecakapan personal dan kecakapan sosial peserta
didik. Di samping itu, juga memperhatikan bahwa pendidikan di tingkat
SD/MI dan SMP/MTs difokuskan pada pengembangan general life skills
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka kerangka penelitian atau
paradigma penelitian yang digunakan untuk pemetaan operasionaldapat
digambarkan dalam bagan 1.2 sebagai berikut:
Bagan 1.2 Kerangka penelitian
C.Definisi Operasional
Setidaknya terdapat dua konsep topik dalam penelitian ini yang perlu
didefinisikan dan dijelaskan secara operasional untuk menyamakan persepsi,
yaitu:
1. Pengembangan Model Pembelajaran pada Mata Pelajaran PAI
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang Masalah dan
Tujuan
Penelitian Pengembangan model
Efektifitas model Telaah teoritis
Telaah empiris
Kurikulum PAI
Model Pembelajaran yang
dikembangkan
Peningkatan
Life Skills
Guru dan Peserta didik SMP
Sarana dan Lingkungan Belajar
Kecakapan Personal
Kecakapan Sosial
Instructional effect
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain (Joyce & Weil, 2000:1). Mata pelajaran PAI merupakan mata pelajaran
Al-Islam secara terpadu yang mengandung unsur-unsur materi Al-Qur’an-Hadits,
Aqidah, Akhlak, Fiqh dan Tarikh-Sejarah Kebudayaan Islam, sebagaimana yang
diberlakukan dalam kurikulum sekolah umum non madrasah.
Pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini, dimaknai sebagai
proses rekayasa menemukan desain konseptual melalui elaborasi dari berbagai
model yang sudah ada sebelumnya dengan penambahan spiritual Islam yang
dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan yang hendak dicapai,
baik tujuan proses maupun tujuan hasil sebagai representasi dari peningkatan life
skills peserta didik. Model tersebut menyangkut desain dan langkah-langkah
pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam meningkatkan life skills
padamata pelajaran PAI, sebagai bagian dari pendidikan agama berdasarkan
kurikulum sekolah formal khususnya di kelas VIII SMP.
2. Meningkatkan Life Skills
Life skills atau kecakapan hidup merupakan keterampilan atau kemampuan
untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang
mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara
lebih efektif (WHO, 1997 dalam Depdiknas 2007).
Meningkatkan life skills dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai usaha
untuk mengembangkan nilai-nilai kecakapan hidup peserta didik pada bagian
berdasarkan katagori usia pengembangan peserta didik pada pendidikan dasar
(SMP) melalui program pembelajaran PAI. Kecakapan yang dikembangkan ini
merupakan aktualisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam hal peningkatan
keimanan kepada Allah SWT dan akhlak mulia baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungan sosial peserta didik.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produkbaru
sebuah model pembelajaran untuk meningkatkan life skills peserta didik pada
mata pelajaran PAI di SMP sebagai salah satu hasil belajar bermakna yang
dirancang sesuai dengan kondisi lapangan dan tujuan PAI.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kondisi pembelajaran PAI di SMP yang selama ini digunakan,
dilihat dari: kemampuan dan kinerja guru; kemampuan dan aktifitas belajar
peserta didik; desain dan pelaksanaan pembelajaran PAI yang digunakan; dan
sarana, prasarana dan lingkungan belajar.
2. Menghasilkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan life skills peserta
didik SMP pada mata pelajaran PAI, yang berupa desain dan
langkah-langkahpembelajaran.
3. Memperoleh data empiris tentang efektivitas model pembelajaran hasil
pengembangan dalam meningkatkan life skillspada mata pelajaran PAI dilihat
4. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat model pembelajaran
yang dikembangkan dalam meningkatkan life skills peserta didikpada mata
pelajaran PAI di SMP.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam dua hal, yaitu manfaat teoritis
dan praktis.Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
model pembelajaran PAI yang komprehensif.Model ini sangat efektif karena
mengembangkan kolaborasi berbagai model, dimana pembentukan kepribadian
yang dihubungkan dengan konteks pengalaman peserta didik dalam mendapatkan
makna belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI sehingga dapat
meningkatkan kemampuan life skills peserta didik SMP.Model ini merupakan
sesuatu yang baru dan penting bagi keperluan bahan kajian teoritis, apabila
dihubungkan dengan masih jarangnya referensi yang membahas penerapan
pendidikan life skillsdalam pembelajaran PAI.
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
beberapa pihak:
1. Pihak pengambil kebijakan. Hasil penelitian yang berupa produk model
pembelajaran yang dapat meningkatkan life skillspeserta didik, dapat dijadikan
masukan dan alternatif rujukan dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran
PAI khususnya pada satuan pendidikan SMP.
2. Pihak guru PAI. Penggunaan model hasil penelitian ini dapat dijadikan
dari tahap pengembangan perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan
pembelajaran, sehingga proses pembelajaran semakin menarik, bermakna dan
bermanfaat bagi peserta didik dalam meningkatkan nilai-nilai life skills.
3. Pihak peserta didik. Diterapkan model hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam menumbuhkan nilai-nilai life skills melalui pembelajaran
yang menarik dan bermakna sehingga dapat terbentuk kepribadian peserta
didik.
4. Peneliti lanjutan.Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi,
khususnya yang berkaitan dengan pengembangan model dalam mata pelajaran
PAI.
F. Asumsi Penelitian
Asumsi dalam konteks penelitian diartikan sebagai anggapan dasar, yaitu
suatu pernyataan atau sesuatu yang diakui kebenarannya atau dianggap benar
tanpa harus dibuktikan terlebih dahuluyang dijadikan pijakan berfikir dan
bertindak dalam melaksanakan penelitian (Ibnu, Mukhadis dan Dasna, 2003: 56).
Ada dua argumentasi yang menjadi rujukan utama penelitian ini, yaitu:
pertama, pembelajaran PAI merupakan bagian dari pendidikan agama yang
berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan
kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama, dan bertujuan untuk
berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan
pengetahuan, teknologi dan seni (PP RI Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan).
Kedua, pendidikan kecakapan hidup (life skill education) merupakan aspek
yang perlu mendapat perhatian pada jenjang pendidikandasar dan menengah
(Depdiknas, 2007).Terintegrasinya unsur life skills dalam Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dilandasi kenyataan bahwa dalam pendidikan
tidak hanya mengejar pengetahuan semata tetapi juga pada pengembangan
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai tertentu yang dapat direfleksikan dalam
kehidupan peserta didik.
Berdasarkan dua argumentasi di atas, maka asumsi pokok yang mendasari
penelitian ini adalah: (1) pembelajaran PAI dapat meningkatkan life skills peserta
didik apabila didukung model pembelajaran yang sesuai, (2) proses dan hasil
pembelajaran PAI dipengaruhi banyak faktor, baik faktor yang mendukung
maupun yang menghambat, (3) implementasi model pembelajaran mempunyai
dampak pembelajaran dan dampak pengiring, (4) pendidikan life skills di SMP
dapat meningkatkan kesadaran diri, kesadaran rasional dan kesadaran sosial
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pembelajaran PAI,
yang ditujukan dalam rangka untuk meningkatkan life skills peserta didik SMP.
Pengembangan model pembelajaran ini sebagai suatu produk model pembelajaran
yang perlu diuji keefektifannya, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran mata pelajaran PAI. Dengan demikian, model pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan
pengembangan (research & development—R&D).
Borg and Gall (1979: 626) memberikan definisi model pendekatan
penelitian dan pengembangan sebagai “a process used to develop and validate
educational products”. Dalam prosesnya, pendekatan penelitian ini menggunakan
bentuk siklus yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan berdasarkan
analisis kebutuhan atau permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan
menggunakan suatu produk tertentu, kemudian produk ini diuji dalam situasi
tertentu, direvisi dan diuji kembali sampai pada akhirnya diperoleh suatu produk
(model) baku hasil pengembangan yang dapat digunakan untuk memperbaiki
proses pembelajaran. Adapun jenis produk penelitian dan pengembangan
khususnya di bidang pendidikan tidak hanya terbatas pada segi perangkat keras
(hardware), seperti modul, buku teks, alat peraga dan lain-lainnya, tetapi juga
berupa perangkat lunak (software) misalnya yang berhubungan dengan program
bimbingan, dan lain sebagainya.
Menurut Borg and Gall (1979: 626) secara rinci ada 10 langkah dalam
pelaksanaan penelitian dan pengembangan, yaitu:
1. Penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collecting).
Tahap ini merupakan studi pendahuluan sebagai bentuk pengumpulan data
awal yang meliputi studi literatur dan observasi lapangan, khususnya
berkenaan dengan ketersediaan sarana, alat, media dan sumber belajar; telaah
kondisi dan kinerja guru serta lingkungan sekolah.
2. Perencanaan (planning), merupakan kegiatan perancangan berbagai kegiatan
dan prosedur yang akan ditempuh dalam penelitian, meliputi pendefiniian
keterampilan, menetapkan tujuan, menentukan urutan pembelajaran, dan uji
kemungkinan dalam skala kecil.
3. Pengembangan bentuk produk pendahuluan (develop preliminary form of
product), merupakan langkah pengembangan draf awal yang termasuk di
dalamnya persiapan materi belajar, buku-buku yang digunakan dan alat
penilaian.
4. Uji coba lapangan awal (preliminary field testing), merupakan kegiatan uji
coba awal yang dilakukan terhadap satu sampai tiga sekolah dengan
menyertakan beberapa subyek penelitian (6-12 subyek). Dalam hal ini
dilakukan analisis data berdasarkan angket, hasil wawancara, dan observasi.
5. Revisi produk utama (main product revision), merupakan tahap penyempurnaan atau perbaikan yang didasarkan atas hasil uji coba awal.
direvisi dalam skala yang lebih luas yang dilakukan pada sejumlah sekolah
dengan menyertakan sejumlah besar subyek penelitian. Pada tahap ini, data
secara kuantitatif dari subyek penelitian baik sebelum maupun sesudah
pengembangan dikumpulkan, hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan dan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
7. Revisi produk operasional (operational product revision), yang dilakukan
berdasarkan hasil uji coba utama.
8. Uji coba operasional (operational field testing), yaitu dilakukan dengan
melibatkan 10-30 sekolah dan 40-200 subyek penelitian. Pada langkah ini
dikumpulkan data angket, observasi, dan hasil wawancara, yang kemudian data
tersebut dianalisis.
9. Revisi produk akhir (final product revision), dilakukan berdasarkan masukan
hasil uji coba operasional.
10. Diseminasi dan distribusi (dissemination and implementation), merupakan
tahap terakhir dari urutan riset dan pengembangan, yaitu dengan cara
melaporkan produk yang telah dihasilkan pada pertemuan ilmiah serta
dipublikasikan melalui jurnal.
Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan Borg and Gall di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan suatu produk pendidikan dengan
berbagai macam bentuknya, adalah lahir dari studi pendahuluan yang mendalam
berdasarkan proses analisis kajian teoritis dari berbagai literatur dan hasil analisis
studi lapangan, yang kemudian diuji coba (secara terbatas dan secara luas).
kecilnya kemungkinan untuk membawa dan melatih guru-guru di laboratorium,
dan berdasarkan pengalaman penelitian dan pengembangan yang dilakukan
Sukmadinata, dkk, maka untuk memudahkan dilakukan penyederhanaan dan
modifikasi langkah-langkah dengan tiga tahapan proses, yaitu: (1) studi
pendahuluan, (2) pengembangan model, dan (3) validasi model (Sukmadinata,
2008: 184).
Tahap pertama: studi pendahuluan yang merupakan tahap awal atau
persiapan untuk pengembangan. Tahap ini terdiri atas tiga langkah, yaitu studi
kepustakaan, survei lapangan, dan penyusunan produk awal atau draf model.
Tahap kedua: pengembangan model di lapangan, terdiri dari dua langkah
kegiatan, yaitu uji coba terbatas dan uji coba luas yang dilakukan dengan sampel
yang lebih banyak. Tahap ketiga: validasi model agar diperoleh suatu model
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pengujian validasi dilakukan
dengan menggunakan metode eksperimen dengan dua kelompok sampel, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji produk akan menentukan
keampuhan dari produk atau model yang dihasilkan.
B.Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian dalam penelitian ini sebagaimana
dijelaskan di depan yaitu mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan
Sukmadinata (2008: 184) sebagai penyederhanaan dari 10 langkah yang
dikemukakan Borg and Gall (1979: 626), yaitu studi pendahuluan, pengembangan
1. Studi Pendahuluan.
Studi pendahuluan merupakan tahapan awal penelitian yang dilakukan
dengan tiga kegiatan yaitu studi pustaka, survei lapangan, dan penyusunan draf
model. Studi pustaka ditujukan untuk mengkaji teori-teori yang mendasari
penelitian, baik teori yang berkenaan dengan bidang ilmu yang diteliti maupun
metodologi, di samping itu juga dikaji hal-hal yang bersifat empiris yang
bersumber dari temuan-temuan penelitian terdahulu (Sukmadinata, 2008: 10).
Dengan demikian, dalam studi pustaka ini hal yang dilakukan peneliti adalah: a)
mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan
pembelajaran, model-model pembelajaran, mata pelajaran PAI, pendidikan life
skills, b) mengkaji perkembangan dan karakteristik anak SMP sesuai dengan
model yang akan dikembangkan, dan c) mengkaji hasil penelitian terdahulu dan
analisis kajian yang berkenaan dengan pembelajaran PAI.
Survei lapangan ditujukan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP saat ini. Survei dilakukan
setelah menempuh beberapa tahapan prasurvei, yang meliputi: pertama,
permohonan surat pengantar penelitian dari SPs Universitas Pendidikan
Indonesia, dan kedua, pengurusan ijin penelitian kepada: a) Kementerian Agama
Kota Magelang untuk mendapatkan data tentang guru PAI yang mengajar di SMP
dan akses informasi kepada MGMP PAI SMP Kota Magelang, b) Dinas
Pendidikan Kota Magelang untuk mendapatkan data tentang SMP di Kota
Magelang, peringkat akreditasi sekolah, dan surat ijin untuk penelitian di SMP
mendapatkan ijin persetujuan mengadakan penelitian di sekolah yang
dipimpinnya.
Data yang dikumpulkan dalam survei awal ini meliputi data-data yang
berhubungan dengan: a) aspek guru, yang meliputi: persepsi, motivasi, persiapan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, b) aspek
siswa yang meliputi: kemampuan, sikap, motivasi dan minat belajar PAI, dan c)
aspek faktor pendukung, yang meliputi: kondisi sekolah, lingkungan belajar,
sarana, media dan sumber-sumber belajar.
Penyusunan draf model dilakukan berdasarkan atas hasil kajian studi
pustaka dan survei lapangan. Draf model yang dikembangkan sudah mengarah
pada bentuk pengembangan model pembelajaran PAI yang orientasinya pada
pengembangan life skills peserta didik di SMP. Draf model kemudian direviw
bersama para guru dalam sebuah pertemuan untuk mendapatkan
masukan-masukan untuk perbaikan model tersebut. Draf model kemudian dikonsultasikan
pada pembimbing untuk mendapatkan kesempurnaan model, sebelum model
diujicobakan di lapangan.
2. Pengembangan Model
Tahap kedua dalam penelitian ini adalah pengembangan model
pembelajaran, yang meliputi uji coba terbatas dan uji coba luas hingga diperoleh
desain akhir. Uji coba model pembelajaran dilaksanakan dengan