• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Anak berbakat merupakan anak yang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada tingkat yang secara signifikan melampaui teman-teman seusianya. Kelas akselerasi merupakan salah satu program pendidikan yang dikhususkan untuk anak berbakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyesuaian sosial di sekolah pada siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta.

Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sebanyak 22 siswa. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dengan teori Schneiders (1964). Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman diperoleh adalah 36 item valid dengan validitas berkisar 0,300 0,519, dan reliabilitas dengan cronbach alfa di dapat 0,859 yang berarti tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki derajat penyesuaian sosial yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswa berbakat di SMP Negeri 49 Jakarta kurang dapat bereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi sosial di lingkungan sekolahnya.

(2)

Universitas Kristen Maranatha v

Abstract

Gifted child is a one who performs or has the ability to perform at a level significantly beyond his or her chronologically aged peers. Accleration class is one of education programme for gifted child. The purpose of this research is to know the description of social adjustment for acceleration students at SMP Negeri 49 Jakarta.

In this research uses purposive sampling method. Total number of sample are 22 respondents. The measuring tool that the researcher uses is questionnaire, which has been made by the researcher based on Schneiders (1964) theory. Based on the validity by using Rank Spearman’s formula, the researcher finds 36 valid items with the validity between 0,300 – 0,519 and 0,859 reliability using Alpha Croncbach Formula, so this measuring tool is high reliable.

The conclusion from this research is most of the gifted students at SMP Negeri 49 Jakarta have a low level of social adjustment. So it shows that most of gifted students do not really react effectively and wholesome to social realities, situation and relation at their school.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN... ii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5. Kerangka Pikir ... 10

1.6. Asumsi Penelitian ... 17

BAB II : KAJIAN TEORI ... 18

(4)

Universitas Kristen Maranatha ix

2.1.1 Pengertian Penyesuaian ... 18

2.1.2 Jenis-jenis Penyesuaian ... 18

2.2. Penyesuaian Sosial ... 19

2.2.1. Pengertian Penyesuaian Sosial ... 19

2.2.2. Macam-macam penyesuaian Sosial ... 20

2.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial ... 24

2.3 Anak Berbakat ... 26

2.3.1 Definisi Anak berbakat ... 26

2.3.2 Perkembangan Sosial Anak Berbakat ... 27

2.3.3 Masalah-masalah Sosial Yang Muncul Pada Anak Berbakat ... 29

2.4 Akselerasi ... 30

2.4.1 Pengertian Akselerasi ... 30

2.4.2 Kurikulum Akselerasi ... 29

2.5 Perkembangan Remaja ... 33

2.5.1 Pengertian Perkembangan Remaja ... 33

2.5.2 Pengelompokan Remaja ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1. Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Prosedur Penelitian ... 36

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Opersional ... 37

3.3.1 Variabel Penelitian ... 37

3.3.2 Definisi Operasional ... 37

3.4. Alat Ukur ... 39

(5)

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 39

3.4.3 Prosedur Pengisian ... 41

3.4.4 Sistem Penilaian ... 42

3.4.5 Data Penunjang ... 43

3.4.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

3.4.6.1 Validitas Alat Ukur ... 43

3.4.6.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.5. Populasi Sasaran dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

3.5.1 Populasi Sasaran ... 44

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 45

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.6. Teknik Analisis data ... 46

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Gambaran Sampel penelitian ... 47

4.1.1 Gambaran sampel berdasarkan jenis kelamin ... 47

4.1.2 Gambaran sambel berdasarkan usia ... 48

4.2. Hasil Penelitian ... 48

4.2.1. Derajat Penyesuaian Sosial ... 48

4.2.2 Tabulasi Silang Aspek 1 dan Penyesuaian Sosial ... 49

4.2.3 Tabulasi Silang Aspek 2 dan Penyesuaian Sosial ... 50

4.2.4 Tabulasi Silang Aspek 3 dan Penyesuaian Sosial ... 51

4.2.5 Tabulasi Silang Aspek 4 dan Penyesuaian Sosial ... 52

(6)

Universitas Kristen Maranatha xi

4.3. Pembahasan ... 53

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

5.2.1. Saran Teoretis ... 64

5.2.2. Saran Praktis ... 64

Daftar Pustaka ... 65

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gambaran kisi-kisi alat ukur ... 41

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Gambaran Responden berdasarkan usia ... 48

Tabel 4.3 Gambaran Penyesuaian sosial ... 48

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Aspek 1 Dengan Penyesuaian Soaial ... 49

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Aspek 1 Dengan Penyesuaian Soaial ... 50

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Aspek 1 Dengan Penyesuaian Soaial ... 51

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Aspek 1 Dengan Penyesuaian Soaial ... 52

(8)

Universitas Kristen Maranatha xiii

DAFTAR BAGAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang besar dan memiliki banyak penduduk. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 237.641.326 jiwa. Pada tahun 2014, mengutip data Departemen Perdagangan Amerika Serikat, melalui Biro Sensusnya, Indonesia berada pada urutan ke-4 penduduk terbanyak di dunia dengan total 253.609.643 jiwa (Herdaru Purnomo, 2014). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki sumber daya manusia yang melimpah. Sumber daya manusia inilah yang nantinya diharapkan mampu membangun Negeri Indonesia sehingga masyarakatnya dapat hidup makmur dan sejahtera. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi sumber daya manusia itu sendiri adalah melalui pendidikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

(10)

2

Universitas Kristen Maranatha ternyata kebutuhan seseorang dalam mengenyam pendidikan tidak sama satu dengan yang lainnya. Tidak semua anak di Indonesia memiliki taraf kecerdasan serupa di usianya faktanya, ada anak yang memiliki taraf kecerdasan yang melebihi rata-rata anak diusianya. Pada tahun 2003, Pemerintah melalui Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) membuat peraturan mengenai anak bangsa yang memiliki kecerdasan istimewa. Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menegaskan bahwa "Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (pasal 5:4 ) hal ini menekankan setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya sehingga dapat memaksimalkan pengembangan diri mereka.

Anak yang memiliki taraf kecerdasan melebihi rata-rata anak seusianya ini biasa disebut anak berbakat atau gifted child. Munandar (2000:30) menuliskan Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Kemampuan-kemampuan tersebut baik secara potensial maupun yang telah nyata, meliputi kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau inteligensi), kemampuan akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan kemampuan psikomotor.

Anak berbakat sering kali belajar lebih cepat dari teman-teman sekelasnya. Alasan itulah yang membuat guru dan orang tua terkadang memutuskan untuk mempercepat program belajar mereka dengan “loncat” kelas. Program spesifik dibutuhkan anak

(11)

3

artikel yang berjudul Sejarah Program Akselerasi di Indonesia yang di unggah oleh Asosiasi C1+B1 Indonesia pada 13 Agustus 2011, dituliskan bahwa pada tahun 2000, program percepaan belajar/ kelas akselerasi dicanangkan oleh Menteri Pendidikan

Nasional pada rapat kerja departemen pendidikan nasional menjadi program pendidikan

nasional. Menurut E.Mulyasa (2003:161) akselerasi adalah belajar dimungkinkan untuk

diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dapat menyelesaikan pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang telah ditentukan.

Salah satu sekolah yang berpartisipasi menyediakan pelayanan pendidikan khusus berupa kelas akselerasi bagi anak berbakat adalah SMP Negeri 49 Jakarta, program kelas akselerasi ini sudah diselenggarakan sejak tahun 2001. Dengan program akselerasi ini siswa hanya menyelesaikan pendidikan di SMP selama 2 tahun. Ada 3 syarat yang harus di penuhi oleh siswa untuk dapat menuntut ilmu dalam kelas akselerasi. Pertama, siswa mendaftarkan diri secara online, dan akan di seleksi berdasarkan nilai NEM saat SD, lalu mereka akan masuk ke kelas reguler terlebih dahulu dan akan di observasi baik memalui nilai akademik dan prilaku selama beberapa bulan. Tahap kedua, pihak sekolah melakukan psikotes dan Tes potensi akademik. Apabila siswa tersebut memiliki IQ minimal 130 maka, tahap selanjutnya adalah sekolah akan mewawancarai orang tua dan juga siswa tersebut. Apabila dari 3 tahap ini sekolah yang di bantu oleh psikolog menganggap siswa layak untuk mengikuti kelas akselerasi maka mereka di terima.

(12)

4

Universitas Kristen Maranatha berbakat difokuskan pada kemampuan kognitif dan mengabaikan kebutuhan sosial dan emosional mereka, Selama 20 tahun terakhir penelitian mengenai sosial dan emosional pada anak berbakat menjadi meningkat, para peneliti mencoba untuk mengetahui apakah siswa berbakat lebih baik dalam penyesuaian atau mereka malah berada dalam masalah penyesuaian (Versteynen, 2001).

Munandar (2000: 378) menuliskan dalam bukunya anak berbakat memiliki kreativitas yang memungkinkannya memiliki imajinasi yang kaut, pemikiran yang original, mandiri, dan minat yang luas, serta melibatkan dirinya dalam berbagai pemecahan masalah, dan menghasilkan proyek dan produk yang menarik Akan tetapi, ciri-ciri mereka untuk mempertanyakan, bersikap kritis, ketidak puasan terhadap figur otoritas, kebosanan dengan tugas-tugas rutin, dan kemampuan untuk “melihat dari sudut pandang yang lain” dan “selalu melihat kemungkinan lain”, dapat menimbulkan

(13)

5

Kisah lain dituliskan Rimm, S (2003) dalam artikelnya yang berjudul Social Adjustment And Peer Pressures For Gifted Children, ia mengungkapkan masa SMP atau SMA pada anak berbakat bisa saja menjadi masa yang membuat mereka cukup kesepian. Remaja biasanya akan mengungkapkan konflik keberbakatan mereka. Ia menuliskan sebuah komentar dari seorang siswa SMP berbakat yang ia temui dalam kelompok peer pressure, Anak tersebut mengatakan dirinya ingin sekali mendapat nilai “A” saat ujian

untuk orang tuanya akan tetapi, jika ia mendapat nilai “A” teman-temannya akan menjulukinya nerd (seseorang yang rendah dan tidak memiliki keterampilan sosial). Dari gambaran diatas, masalah sosial memang nyata ada di sekitar anak berbakat.

Sebagian besar siswa kelas 8 akselerasi di SMP Negeri 49 merupakan siswa reguler saat menempuh pendidikan di jenjang SD dan 1 semester pertama di SMP mereka lalui di kelas reguler sebelum akhirnya mereka dinyatakan layak untuk masuk ke kelas khusus yaitu kelas akselerasi. Tentunya ada perbedaan yang mereka rasakan karena mereka harus masuk ke lingkungan baru dan menjadi siswa di kelas khusus, ditambah lagi dengan keberadaan mereka yang menjadi minoritas di sekolah karena mereka berada satu gedung sekolah dengan siswa reguler yang jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan mereka. Kurikulum yang disusun sedemikian rupa untuk program kelas akselerasi, membuat jadwal belajar-mengajar mereka menjadi sangat padat, belum lagi jika akan mengikuti lomba atau olimpiade sudah di pastikan jadwal mereka akan semakin padat. Pekerjaan rumah juga hampir setiap hari diberikan untuk diselesaikan.

(14)

6

Universitas Kristen Maranatha sekolah tidak hanya sekedar menjalankan kegiatan belajar-mengajar tetapi terdapat interaksi lain di dalamnya seperti, bergabung dalam kepanitiaan, mengikuti ekstrakulikuler, menjadi peserta acara sekolah, dan lainnya. Apabila siswa kelas percepatan tidak dapat melakukan penyesuaian di lingkungan sekolah bisa saja masalah-masalah sosial di seputar lingkungan sekolah terjadi pada mereka dan mungkin saja salah satu masalah seperti yang sudah dipaparkan di atas terjadi pada mereka.

Penyesuaian sosial (social adjustment) merupakan kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi sosial sehingga kebutuhan untuk kehidupan bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan (Schneiders, 1964: 454). Terdapat 5 aspek dalam penyesuaian sosial yaitu, menerima dan menghargai figur otoritas di sekolah, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, menjalin Relasi yang sehat dengan teman-teman dan guru serta karyawan sekolah lainnya, menerima batasan dan menerima tanggung jawab sebagai siswa, membantu sekolah dalam mencapai tujuan intrinsik dan ekstrinsik (Schneiders, 1964: 454). Apabila seseorang mampu melakukan penyesuain sosial dengan baik maka mereka akan diterima oleh orang lain yang berada satu lingkungan dengannya karena itu penyesuaian sosial sangat penting.

(15)

7

Penyesuaian yang buruk berarti individu yang tidak berhasil atau gagal dalam melakukan penyesuaian diri yang tidak mampu mengatasi konflik yang dihadapinya atau tidak menemukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi masalah atau tuntutan dari lingkungan, sehingga hal tersebut menimbulkan rasa frustrasi pada dirinya. Penyesuaian sosial yang tidak berhasil terjadi karena kondisi tertekan yang dialami individu yang mengakibatkan ia bertindak tidak rasional dan tidak efektif, serta mendorong individu melakukan usaha yang tidak realistis untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Pada tanggal 22 Mei 2015, peneliti melakukan wawancara kepada 5 siswa kelas akselerasi SMP Negeri 49 Jakarta sebagai survei awal. Dari 5 siswa tersebut, 100 % menunjukan jawaban yang melakukan penerimaan dan penghargaan kepada figur otoritas yang ditujukan melalui menghargai guru yang sedang mengajar di kelas dan menghormati figur yang lebih tua di sekolah. Dalam hal berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, 40% mengatakan jika diwajibkan maka akan berpartisipasi tetapi jika tidak siswa lebih memilih untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut. Empat puluh persen siswa menunjukan antusiasnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah baik kegiatan belajar mengajar atau kegiatan di luar belajar-mengajar dan 20% lainnya menunjukan ketertarikan untuk menjadi peserta dalam setiap kegiatan sekolah baik dalam hal belajar-mengajar atau di luar itu namun tidak sebagai panitia. Menjalin relasi dengan teman-teman, guru, dan karyawan sekolah lainnya ditunjukkan 100% dari siswa ini namun, 20% dari mereka merasa masih canggung terhadap kakak kelas.

(16)

8

Universitas Kristen Maranatha sudah maksimal atau belum, yang terpenting adalah ia sudah mengerjakan. Membantu pihak sekolah dalam mencapai tujuan intrinsik di respon 40% mengatakan jika kegiatan tidak diwajibkan akan memilih untuk tidak mengikuti, 40% menunjukan sangat ingin mengikuti kegiatan yang sekolah adakan baik sebagai panitia atau peserta, dan 20% menunjukan ingin berpartisipasi dalam semua kegiatan hanya sebagai peserta saja. Respon mengenai tujuan ekstrinsik di respon 100% dari mereka ingin mengikuti kegiatan di luar sekolah karena merupakan kebanggan tersendiri dalam mewakili sekolah untuk olimpiade atau lomba.

Selain mewawancarai 5 siswa kelas percepatan tersebut, peneliti juga melakukan wawancara terhadap salah satu guru yang aktif dalam mengembangkan kelas akselerasi, mengenai pandangannya terhadap penyesuaian sosial siswa akselerasi. Ia mengatakan ciri-ciri dari siswa kelas akselerasi yang ia amati adalah soliter, memiliki ego yang tinggi, kerjasama yang ditunjukkan terbatas, dan kadang mengkerdilkan diri karena jumlah mereka sedikit. Beliau juga mengatakan, tidak dipungkiri jika terlihat seperti ada kesenjangan di antara kelas reguler dan kelas akselerasi, siswa akselerasi merasa eksklusif dan siswa reguler menganggap siswa kelas akselerasi merupakan anak-anak yang super dan kutu buku.

(17)

9

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana penyesuaian sosial di sekolah pada siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran penyesuaian sosial di sekolah pada siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran penyesuaian sosial di sekolah pada siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta yang ditinjau dari 5 aspek penyesuaian sosial di sekolah, yaitu Menerima dan penghargaan pada otoritas, Minat serta berpartisipasi untuk terlibat dalam aktivitas sekolah, Relasi dengan teman-teman dan guru serta staff sekolah lainnya, Menerima batasan dan menerima tanggung jawab, Membantu sekolah dalam mencapai tujuan intrinsik dan ekstrinsik.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

 Untuk memberikan informasi di bidang psikologi sosial mengenai derajat

(18)

10

Universitas Kristen Maranatha  Sebagai referensi dan pendorong bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih lanjut

mengenai Penyesuaian sosial, khususnya pada siswa berbakat.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi pada kepala sekolah dan guru serta warga sekolah lainnya

mengenai gambaran penyesuaian sosial di sekolah siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta

Memberikan informasi pada siswa berbakat di SMP Negeri 49 Jakarta untuk

mengetahui gambaran penyesuaian sosial mereka agar dapat mengembangkan diri lagi dalam melakukan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah.

1.5 Kerangka pemikiran

(19)

11

terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Siswa berbakat dalam tahap remaja tentu mengalami hal yang sama pula, dalam masa transisi sosial-emosionalnya akan tetapi, Versteynen (2001) menuliskan anak berbakat telalu di fokuskan pada kemampuan kognitifnya sehingga perkembangan akan sosial-emosionalnya dikesampingkan. Hal itu membuat beberapa peneliti meyakini bahwa penyesuaian yang anak berbakat lakukan tidak lebih baik dari remaja pada umumnya (Versteynen, 2001).

Salah satu penyesuaian yang harus di lakukan remaja saat terjadi transisi sosial adalah dengan menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya, seperti di lingkungan sekolah. Penyesuaian sosial di sekolah memiliki 5 aspek (Schneiders: 1964) untuk menunjukan apakah siswa berbakat tersebut memiliki penyesuaian sosial yang tinggi atau rendah di sekolah. Penyesuaian sosial dapat dikatakan tinggi apabila siswa berbakat dapat melakukan 5 aspek penyesuaian sosial di sekolahnya dan jika mereka tidak dapat melakukan ke-5 aspek penyesuaian sosial di sekolah dengan baik maka penyesuaian sosial mereka akan rendah.

(20)

12

Universitas Kristen Maranatha lainnya, Menerima batasan dan menerima tanggung jawab sebagai siswa, Membantu sekolah dalam mencapai tujuan intrinsik dan ekstrinsik (Schneiders, 1964: 454)

Aspek penyesuaian sosial yang pertama adalah menerima dan menghargai figure otoritas di sekolah. Merupakan derajat siswa berbakat SMP Negeri 49 di Jakarta nmenghargai guru yang mengajar di kelas dan menghormati orang yang lebih tua di lingkungan sekolah seperti guru, karyawan sekolah, dan senior, sehingga terjadi terjalin hubungan yang selaras dengan figur yang lebih tua. Contohnya, Siswa tetap memperhatikan pelajaran yang di ajarkan oleh guru meskipun tidak menyukai mata pelajaran tersebut.

Aspek yang kedua adalah berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Merupakan derajat siswa berbakat SMP Negeri 49 di Jakarta ikut serta dalam berbagai kegiatan sekolah secara aktif dan tertarik untuk memberikan kontribusi dalam kegiatan sekolah, sehingga siswa belajar untuk bersosialisasi dengan orang-orang di lingkungan sekolahnya. Contohnya, Siswa mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang di adakan pihak sekolah.

Aspek yang ketiga adalah menjalin relasi dengan teman-teman, guru, dan karyawan sekolah lainnya. Merupakan derajat siswa berbakat SMP Negeri 49 di Jakarta yang mau menerima pendapat dan masukan dari guru dan merasa senang berelasi dengan teman seangkatan, senior, guru, dan karyawan lain sehingga terjalin hubungan yang harmonis anatar seluruh warga sekolah. Contohnya, siswa- tidak hanya berteman dan menyapa guru-guru program kelas akselerasi saja tetapi berteman dan menyapa pula siswa dan guru-guru program reguler.

(21)

13

sekolah dan bertanggung jawab akan tugasnya sebagai siswa dengan mengerjakan tugas semaksimal mungkin sehingga seluruh kegiatan di sekolah berjalan tertib dan teratur. Contohnya, Siswa mengumpulkan tugas sesuai waktu yang di tentukan atau disepakati dengan guru serta mematuhi seluruh peraturan yang sekolah berikan.

Yang terakhir, Aspek kelima adalah membantu pihak sekolah untuk mencapai tujuan interinsik dan ekstrinsik. Merupakan derajat siswa berbakat SMP Negeri 49 di Jakarta ikut serta dalam kegiatan yang pihak sekolah selenggarakan (interinsik) dan bersedia ditunjuk oleh guru untuk mewakili sekolah dalam kompetisi dengan sekolah lain atau di luar sekolah (ekstrinsik) sehingga siswa menyadari bahwa mereka adalah bagian dari sekolah itu dan menjaga serta membanggakan untuk sekolah adalah salah satu tugasnya. Contohnya, mengikuti kegiatan yang sekolah adakan serta mengikuti Olimpiade tingkat Nasional.

Penyesuaian sosial dikatakan tinggi apabila siswa memiliki karakteristik yang mendekati aspek atau sebagian besar aspek dari penyesuaian sosial. Sebaliknya, penyesuaian sosial dikatakan rendah apabila siswa akselerasi tidak menunjukan sebagian besar aspek penyesuaian sosial.

(22)

14

Universitas Kristen Maranatha Jika kondisi fisik mereka sehat hal tersebut dapat mendukung penyesuaian sosial mereka.yang mencakup sistem syaraf, dan otot, dan kesehatan tubuh.

Faktor kedua yaitu, perkembangan dan kematangan mencakup kematangan sosial dan emosional. Dalam hal ini apakah siswa mampu mengendalikan emosinya jika tidak mendapatkan apa yang ia ingikan, tentunya jika siswa mudah mengendalikan keinginannya dan tidak selalu ingin dituruti maka akan mendukungnya dalam penyesuaian sosial yang baik. Selain itu, jika siswa dapat membedakan apa yang baik dan buruk serta mengingatkan temannya untuk tidak melakukan hal yang buruk dapat mendukung penyesuaian sosialnya. Selain itu, jika siswa sadar akan keberadaannya sebagai teman dan mau mempertahankan pertemanannya tanpa harus memikirkan siapa yang salah dan siapa yang benar, dapat menunjangnya melakukan penyesuaian sosial yang baik di lingkungan sekolahnya.

Faktor yang ketiga adalah faktor psikologis yang mencakup pengalaman, belajar dan kebiasaan. Apabila siswa memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dalam pergaulan sehingga sulit untuk bergaul akrab dengan orang lain maka akan sulit baginya untuk menjalin hubungan yang mendalam dengan orang lain sehingga dapat menghambat penyesuaian sosialnya. Selain itu jika siswa tidak menerapkan penyelesaian masalah yang sama untuk masalah yang serupa kemungkinan akan menghambat penyesuaian sosialnya karena tidak efisien dalam memanfaatkan waktu untuk mengatasi masalah. Sebaliknya jika siswa menerapkan penyelesaian masalah yang sama pada masalah yang serupa itu akan mendukung penyesuaian sosialnya karena akan menghemat waktu atau bertindak secara efisien.

(23)

15

keluarga. Dalam hal ini apabila siswa memiliki hubungan yang akrab dan memiliki komunikasi yang lancar dengan orang tuanya, hal tersebut dapat mendukung penyesuaian sosialnya di lingkungan lainnya. Hal lain yang dapat mendukung penyesuaian sosial siswa adalah hubungannya dengan saudara di rumah. Apabila sering bertengkar mungkin saja dapat menghambatnya dalam melakukan penyesuaian sosial di lingkungan lain.

(24)

16

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5 Kerangka Pikir

Siswa berbakat

SMPN 49 di Jakarta Penyesuaian sosial

Rendah Tinggi Faktor yang mempengaruhi :

- Kondisi fisik - Kematangan emosi - Kondisi psikologis - Kondisi lingkungan - Budaya

Aspek Penyesuaian sosial:

- Menerima dan menghargai figur otoritas di sekolah

- Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah

- Menjalin Relasi yang sehat dengan teman-teman dan guru serta karyawan sekolah lainnya - Menerima batasan dan menerima

tanggung jawab sebagai siswa - Membantu sekolah dalam

(25)

17

1.6 Asumsi

1. Siswa berbakat di SMP Negeri 49 di Jakarta memiliki derajat penyesuaian sosial yang berbeda-beda.

2. Derajat penyesuaian sosial memiliki derajat yang tinggi atau rendah.

3. Penyesuaian sosial di lingkungan sekolah memiliki 5 aspek, yaitu Menerima dan penghargaan terhadap otoritas, memiliki minat serta berpartisipasi untuk terlibat dalam aktivitas sekolah, Menjalin Relasi dengan teman-teman dan guru serta karyawan sekolah lainnya, Menerima batasan dan menerima tanggung jawab, Membantu sekolah dalam mencapai tujuan intrinsik dan ekstrinsik.

(26)

63 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dalam begian ini, peneliti akan memaparkan berbagai kesimpulan yang ditemukan dalam pengolahan data dan pembahasan yang telah dicantumkan pada bagian sebelumnya.

Untuk itu, peneliti dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:

- Pada para responden siswa akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta, ditemukan lebih banyak responden yang memiliki derajat penyesuaian sosial yang rendah yaitu 45,5%. Hanya kurang dari sebagian responden yang memiliki derajat penyesuaian sosial yang tinggi yaitu sebanyak 54,5% .

- Siswa yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang tinggi, memiliki derajat yang tinggi pula pada aspek-aspek penyesuaian sosial, begitu pula dengan siswa yang memiliki penyesuaian sosial yang rendah, memiliki derajat yang rendah juga pada aspek-aspek penyesuaian sosial.

(27)

64

5.2.SARAN

Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari penelitian mengenai penyesuaian sosial pada siswa berbakat di SMP Negeri 49 Jakarta, peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

5.2.1. Saran Teoretis

 Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian penyesuaian sosial tidak hanya di

sekolah tetapi, penyesuaian sosial secara keseluruhan.

 Peneliti selanjutnya sebaiknya mencari referensi teori terbaru jika ingin melakukan

penelitian pada variabel yang sama.

5.2.2. Saran Praktis

 Bagi Pihak Sekolah SMP Negeri 49 Jakarta mengetahui jika siswa berbakat yang

mengikuti program akselerasi lebih dari sebagian memiliki penyesuaian sosial yang rendah sehingga dapat mencari solusi untuk meningkatkan kemampuan siswanya agar tidak terjadi masalah dalam penyesuaian sosial.

 Bagi siswa di SMP Negeri 49 Jakarta yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial

(28)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PENYESUAIAN SOSIAL DI

SEKOLAH PADA SISWA AKSELERASI DI SMP NEGERI 49 JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

Oleh:

Rachelika Kefiona Dominggus

NRP: 1030075

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(29)
(30)
(31)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Deskriptif Mengenai Penyesuaian Sosial Di Sekolah Pada Siswa Akselerasi di SMP Negeri 49 Jakarta. Penelitian ini disusun dalam rangka untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan syukur dan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang selama ini telah banyak membantu, membimbing, serta mendorong peneliti dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Dr. Yuspendi M.Psi., M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2) Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog selaku pembimbing utama yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing, serta memberikan dorongan semangat kepada peneliti agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

3) Evany Victoriana, M. Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang dengan penuh kesabaran sudah memberikan bimbingan, saran serta kritik dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

4) Dra. Sri Sulastri, MM selaku kepala sekolah SMP Negeri 49 yang mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

(32)

vii

6) Bapak dan ibu saya yang tidak henti-hentinya memberikan support dan dukungan doa serta dukungan materi agar penelitian ini dapat cepat terselesaikan.

7) Firmanda Krisendi yang selalu memberikan semangat serta saran sehingga skripsi

penelitian ini bisa terselesaikan.

8) Khansa Indira Putri, Dhisty, Wangi dan Ibu Krismartanti yang selalu memotivasi peneliti agar penelitian ini cepat diselesaikan.

9) Teman seperjuangan Auliyaa Istiono Putri, Dita Fadhila Pane, Arkis Rezkiafi, Putri Mayangsari, Dezzaria Novanda, Ayu Sri Widyani, Gita Yuliana, Ilham Anggi Putra terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan dalam penyelesaian tugas usulan penelitian ini.

10) Teman – teman Komisi Pemuda dan Remaja GKI Cipinang Indah yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta bantuan sehingga skripsi ini dapat selesai.

Akhir kata, semoga tugas akhir skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membaca. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh karena itu peneliti menerima kritik dan saran dari pembaca.

Bandung, Desember 2015

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam (2002). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Kumar, Ranjit. (1996). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Biginners. Melbourne: Addison Wesley Longman

Munandar, Utami S.C. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Santrock Jhon W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Diterjemahkan oleh Shinto B. Adelar & Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga

Santrock Jhon W. (2014). Adolescence. Edisi 15. New York: McGraw-Hill Education

Schneiders, Alexander S. (1964) . Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinerhart and Wiston

Shaughnessy, Jhon J., dkk. (2012). Research Methode in Psychology. Singapura

Somantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama

(34)

67 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Asosiasi C1+B1 Nasional. (13 Agustus 2011). Sejarah Program Akselerasi di Indonesia.(online). (

https://asosiasicibinasional.wordpress.com/2011/08/13/sejarah-program-akselerasi-di-indonesia/, di akses 25 November 2015)

Fakultas Psikologi, 2015, Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung Universitas Kristen Maranatha

Purnomo, Herdaru. (6 Maret 2014). Negara Dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar. Detik Finance. (online).

(http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar, diakses 15 Maret 2014)

Rimm, S. (2003). Social Adjustment and Peer Pressures for Gifted Children. Davidson

Institute for Talent Development. (online).

(http://www.davidsongifted.org/db/Articles_id_10125.aspx, diakses 8 Maret 2014)

(35)

68

Yolanda, Inggrid. 2013. Studi Deskriptif Mengenai Penyesuaian Sosial di Kampus Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Tahun Pertama Universitas “X” Bandung yang Berasal Drai Luar Jawa Barat (Skripsi). Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung

Versteynen, Linda. (2001). Issues In Social And Emotional Adjustment Of Gifted Children: What Does The Literature say? . APEX: The New Zealand Journal of Gifted Education. (online).

(http://www.giftedchildren.org.nz/apex/v13art04.php, diakses 10 Maret 2014)

Badan Pusat Statistik.(online).

(http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12, diakses pada tanggal 10 Maret 2014)

http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf , diakses 15 Desember 2014

Gambar

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Aspek 1 Dengan Penyesuaian Soaial ....................................

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

[r]

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid atau menstruasi pada remaja

c) Jaminan ( guarantee) : petugas apotek siap mengganti atau menukar obat yang rusak, kurang atau tidak sesuai dengan permintaan resepnya dan mengantarkan ke rumah konsumen... d)

Kegiatan ini akan diawasi dan ditinjau pada waktu yang disepakati oleh Komite Pelaksana yang terdiri dari perwakilan dari Departemen Pertanian Republik Indonesia,

menampilkan diri pada mahasiswa melalui layanan situs jejaring sosial Facebook,. yang dapat

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Kontribusi Motivasi Kerja Dan Pengetahuan Pengelolaan Kelas Terhadap Kinerja

Konteks Tuturan: Dituturkan guru kepada Nanang setelah guru meneliti hasil pekerjaan siswa tersebut yang ternyata tidak sesuai dengan yang dicontohkan guru di