• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMP."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas IX SMP)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Oleh

MARIAM AR RAHMAH NIM 1009527

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PADA SISWA SMP

Oleh Mariam Ar Rahmah S.Pd. UPI Bandung, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Mariam Ar Rahmah, 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas IX SMP)

Oleh:

Mariam Ar Rahmah NIM 1009527

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd.

Pembimbing II

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Mariam Ar Rahmah. Pendekatan Induktif-Deduktif untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis pada Siswa SMP.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen yang menitikberatkan kepada peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa SMP dengan penerapan pendekatan induktif-deduktif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP di Kabupaten Subang Tahun Ajaran 2012/2013. Dua dari sembilan kelas yang ada terpilih sebagai sampel penelitian. Pokok bahasan yang dijadikan sebagai bahan ajar adalah peluang yang meliputi kejadian acak, dasar-dasar peluang, frekuensi relatif, perhitungan peluang, menentukan nilai peluang, frekuensi harapan, dan peluang gabungan dua kejadian. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis, angket siswa, dan lembar observasi. Analisis data yang digunaan adalah uji beda rataan Mann-Whitney dan Uji t. Berdasarkan analisis pada keseluruhan tahapan penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif memiliki kualitas sedang, 2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, 3) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif memiliki kualitas rendah, 4) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, 5) sebagian besar siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif, meskipun pada kenyataannya siswa mengalami kendala selama dan setelah pembelajaran berlangsung.

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

ABSTRAK ……….……….i

KATA PENGANTAR ...ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

KATA MUTIARA ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ………..………..x

DAFTAR GAMBAR ………xiii DAFTAR LAMPIRAN ………xiv

BAB I PENDAHULUAN ……….…1

A. Latar Belakang Masalah ……….……….1

B. Rumusan Masalah ……….…………..9

C. Tujuan Penelitian ………9

D. Manfaat Penelitian ………..10

E. Definisi Operasional ……….……11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….………13

A. Pendekatan Pembelajaran ……….13

B. Pendekatan Konvensional ……….14

(6)

D. Pemahaman Konsep Matematis ………20

E. Pemecahan Masalah Matematis ………24

F. Penelitian yang Relevan ………27

G. Teori Belajar yang Mendukung ……….28

H. Sikap Siswa ………29

I. Hipotesis Penelitian ………31

BAB III METODE PENELITIAN ……….………..…33

A. Desain Penelitian ……….……….…….33

B. Variabel Penelitian ………33

C. Populasi dan Sampel ……….34

D. Instrumen Penelitian ……….35

1. Pengembangan Bahan Ajar ………35

2. Tes Kemampuan ……….35

3. Angket ………46

4. Lembar Observasi ………..47

E. Prosedur Penelitian ………..…..48

F. Teknik Analisis Data ……….…...49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …….………..…..56

A. Hasil Penelitian ……….……56

1. Deskripsi secara Umum ………56

2. Deskripsi Hasil Pengolahan Data ……….58

2.1 Kemampuan Pemahaman Matematis ………59

(7)

2.3 Skala Sikap ………79

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….………..…..83

BAB V PENUTUP ……….……….92

A. Simpulan ………..…………..92

B. Implikasi ………93

C. Rekomendasi ……….93

DAFTAR PUSTAKA ……….…….94

(8)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemahaman Konsep …….36

TABEL 3.2 Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemecahan

Masalah Matematis ………..37

TABEL 3.3 Kriteria Koefisien Validitas ………....38

TABEL 3.4 Interpretasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis ……….…39

TABEL 3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah

Matematis ………..…..40

TABEL 3.6 Kriteria Koefisien Reliabilitas J.P Guilford ………41

TABEL 3.7 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ……….…..42

TABEL 3.8 Interpretasi Uji Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis .….43

TABEL 3.9 Interpretasi Daya Pembeda Tes Pemecahan Masalah

Matematis ……….43

TABEL 3.10 Klasifikasi Indeks Kesukaran ………..…44

TABEL 3.11 Interpretasi Uji Indeks Kesukaran Tes Pemahaman

Matematis ……….44

TABEL 3.12 Interpretasi Indeks Kesukaran Tes Pemecahan

Masalah Matematis ………..…45

TABEL 3.13 Kesimpulan Hasil Analisa Tes Kemampuan

Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis …………..….45

TABEL 3.14 N-Gain ...52

(9)

TABEL 4.1 Statistik Deskriptif Skor KPM……….…59

TABEL 4.2 Rataan Skor Pretes, Postes, dan N-gain KPM……… ..60

TABEL 4.3 Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes KPM………..61

TABEL 4.4 Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes KPM……… 62

TABEL 4.5 Rataan dan Klasifikasi N-gain KPM……….... 63

TABEL 4.6 Uji Normalitas Skor N-gain KPM………... 64

TABEL 4.7 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain KPM……… 65

TABEL 4.8 Uji Normalitias Skor N-gain KPM Kelompok Tinggi ………...66

TABEL 4.9 Uji Homogenitas Skor N-gain KPM Kelompok Tinggi ……….67

TABEL 4.10 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain KPM Kelompok Tinggi …..68

TABEL 4.11 Uji Normalitias Skor N-gain KPM Kelompok Rendah ………...69

TABEL 4.12 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain KPM Kelompok Rendah…..70

TABEL 4.13 Statistik Deskriptif Skor KPMM……….. 71

TABEL 4.14 Rataan Skor Pretes, Postes, dan N-gain KPMM………... 72

TABEL 4.15 Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes KPMM………..73

TABEL 4.16 Uji Homogenitas Varians Skor Postes KPMM………..74

TABEL 4.17 Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes KPMM………75

TABEL 4.18 Uji Perbedaan Rataan Skor Postes KPMM……….76

TABEL 4.19 Rataan dan Klasifikasi N-gain KPMM……… 77

TABEL 4.20 Uji Normalitas Skor N-gain KPMM………..78

TABEL 4.21 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain KPMM………79

TABEL 4.22 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ……...80

(10)

TABEL 4.24 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Matematika

dengan Menggunakan Pendekatan Induktif Deduktif ………...81

TABEL 4.25 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Matematika

dengan Menggunakan Pendekatan Induktif Deduktif …………81

TABEL 4.26 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Kelompok Kecil …………..….82

TABEL 4.27 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Kelompok Kecil ……..…..82

TABEL 4.28 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Guru Matematika ………….…82

TABEL 4.29 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Guru Matematika ……….82

(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ………..48

GAMBAR 3.2 Diagram Analisis Data ………54

GAMBAR 4.1 Rataan Skor Pretes dan Postes KPM ……….60

GAMBAR 4.2 Rataan Skor N-gain KPM………..…....64

GAMBAR 4.3 Rataan Skor Pretes dan Postes KPMM. ………...……..72

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A ………100

LAMPIRAN B ………144

LAMPIRAN C ……….159

LAMPIRAN D ……….178

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Abad XXI merupakan era globalisasi, era yang mengakibatkan produk

teknologi terus bermunculan dengan kuantitas melimpah dan kualitas yang

semakin canggih serta penyebaran arus informasi yang kian rapat dan tak

terbendung. Hal ini menyebabkan terjadinya kompetisi yang sangat ketat di antara

individu, hingga pada akhirnya individu-individu yang memiliki keterampilan dan

kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan mampu

mengkomuni-kasikan ide-ide kreatifnya dengan baik yang akan menjadi bagian di dalamnya.

Untuk membentuk individu yang sesuai dengan karakteristik di atas dapat

ditempuh melalui pendidikan. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang

Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3, yang berbunyi, “pendidik

-an nasional berfungsi mengemb-angk-an kemampu-an d-an membentuk watak serta

peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta

tanggung jawab”.

Pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang di atas salah

satunya adalah matematika. Dengan mempelajari matematika secara menyeluruh,

maka siswa akan dapat memiliki kemampuan dalam pemahaman, komunikasi,

(14)

berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Hal ini dikarenakan matematika adalah sarana

berpikir, sehingga matematika dapat dikatakan sebagai “kendaraan” utama untuk

mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih

tinggi pada anak-anak (Muijis dan Reynolds, 2008).

Akan tetapi yang diteliti dalam penelitian ini adalah pada aspek

pemahaman dan pemecahan masalah matematis. Hal ini didasarkan kemampuan

pemahaman dan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang

dianggap penting dalam pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Herdian

(2010) kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan

kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.

Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang

disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai

konsep yang diharapkan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan

bahwa pemahaman matematis dengan pemahaman konsep matematis memiliki

makna yang sama.

Sementara itu, menurut Sabandar (Kurniawan, 2010) pemecahan masalah

matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dicapai dan peningkatan

berpikir matematis tersebut merupakan prioritas tujuan dalam pembelajaran

matematika. Untuk sampai pada tahap pemecahan masalah matematis, maka perlu

diawali dengan penguasaan pemahaman, sehingga aspek pemahaman konsep dan

(15)

penting dalam matematika. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Devlin

(Kurniawan, 2010) yang menegaskan bahwa pemahaman konsep dan pemecahan

masalah matematis merupakan unsur penting dalam setiap pembelajaran di semua

jenjang pendidikan, baik jenjang persekolahan maupun perguruan tinggi. Bahkan

ia menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah

matematis merupakan salah satu kekuatan yang menjadi tujuan pembelajaran

matematika pada level sekolah menengah, yang memberi peluang besar kepada

siswa untuk dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari, dunia kerja, dan ilmu pengetahuan lainnya.

Selain pendapat yang dikemukakan di atas, pentingnya dua kemampuan ini

dapat dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi (Permendiknas, 2006) disebutkan

bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

(16)

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari

masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Akan tetapi fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat

pencapaian kedua kemampuan di atas belum memuaskan, seperti yang

dikemukakan oleh Wahyudin (Bano, 2012) bahwa kemampuan penalaran,

pemahaman, keaktifan, dan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika

masih kurang. Dari 40 siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bandung yang

diamatinya hanya sebagian kecil saja yang memiliki kemampuan pemahaman

yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis

siswa belum sesuai dengan harapan. Diperlukan usaha berbagai pihak untuk

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa,

mengingat pemahaman merupakan proses kognitif yang sangat penting dalam

proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat terlihat

bahwa sampai saat ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

mempelajari matematika. Salah satu kesulitan tersebut adalah kesulitan siswa

dalam memahami konsep suatu materi. Pendapat senada juga dikemukakan oleh

Herman (2006) bahwa pemahaman matematis siswa sudah lama menjadi kendala

yang sulit dipecahkan segera, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa hasil riset

dan pengkajian dalam pembelajaran matematika yang berkonsentrasi dan

(17)

Sementara itu untuk kemampuan pemecahan masalah matematis

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nurhadiyati (Anriani, 2011) terhadap

siswa SMP di kota Bandung. Secara umun hasil kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa SMP belum memuaskan, yakni sekitar 30% - 50% dari skor

ideal. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ahmad (Ahmad, 2005)

berdasarkan studi kasus pada mata pelajaran matematika pokok bahasan peluang

dan statistik yang dilakukan terhadap 41 orang siswa kelas II SMP Negeri 2

Purwokerto, diperoleh temuan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan

pemahaman matematik dan pemecahan masalah matematik.

Ketidakberhasilan siswa dalam mencapai kemampuan-kemampuan

matematika di atas bukan tidak mungkin akan berdampak pada pembentukan

sikap ke arah yang negatif. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Suherman

(2003) bahwa dalam pelajaran matematika seringkali pembentukan sikap

seseorang terhadap matematika sebagai akibat dari pembentukan daerah

kognitifnya, meskipun kadang-kadang terjadi sebaliknya. Misalnya seorang siswa

yang seringkali merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika, ia

menjadi senang bahkan mengharapkan lebih banyak lagi belajar matematika.

Sebaliknya, jika ia sering tidak mampu akan mengakibatkan rasa segan atau

bahkan menakutinya. Hal ini terbukti dengan fakta di lapangan yang menunjukkan

bahwa sebagian besar siswa memiliki sikap negatif terhadap matematika. Seperti

yang dikemukakan oleh (Muijis dan Reynolds, 2008) bahwa matematika biasanya

(18)

dewasa. Di sekolah, banyak murid tampaknya menjadi tidak tertarik dengan

matematika, dan sering kali mempertanyakan relevansi dari begitu besarnya

waktu yang dihabiskan untuk mengajarkan pelajaran ini.

Permasalahan tersebut terjadi tidak hanya disebabkan oleh siswa tetapi

dapat pula disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan pendidikan yang tidak menjanjikan, serta guru

yang kurang dapat menjalankan perannya dengan baik. Dari beberapa faktor

tersebut, ketidakcakapan guru yang rendah dalam mengajar akan berdampak

sangat besar terhadap rendahnya kemampuan matematis siswa. Padahal menurut

pendapat Gage dan Berliner (Makmun, 2007), guru selayaknya dapat berperan,

bertugas, dan bertanggung jawab sebagai:

a. perencana (planner), yang harus mempersiapkan apa yang diperlukan di

dalam proses belajar-mengajar (preteaching problems).

b. pelaksana (organizer), yang harus menciptakan situasi, pemimpin,

merangsang, menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar

sesuai dengan rencana; ia bertindak sebagai orang sumber (resource person),

konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis dan

humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung;

c. penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan,

dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat

keberhasilan proses belajar mengajar (PBM) tersebut berdasarkan kriteria

yang ditetapkan baik mengenai aspek keefektivan prosesnya maupun

(19)

Pada kondisi ini guru tidak hanya mempersiapkan hal-hal yang bersifat

fisik saja (misalnya: alat peraga) akan tetapi guru juga mempersiapkan hal-hal

yang bersifat non fisik, mulai dari penguasaan materi hingga pendekatan

pembelajaran yang akan digunakan. Pendekatan yang digunakan sangatlah tidak

dibenarkan apabila hanya didasarkan atas kepentingan pribadi semata, misalnya

kepraktisan atau pendekatan “itu”lah yang paling dikuasai, akan tetapi seorang

guru hendaklah menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang

minat serta menggali pengetahuan siswa, sehingga akan berdampak pula pada

munculnya sikap positif siswa terhadap matematika. Pendekatan tersebut tentu

saja disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari serta tujuan yang ingin

dicapai.

Adapun pembelajaran ideal dikemukakan di dalam Standar Proses pada

Standar Nasional Pendidikan (2009), yaitu proses pembelajaran pada satuan

pendidikan yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

Hamzah (2001) menyarankan agar dalam pembelajaran, siswa harus aktif

secara mental, membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan

kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan seperti

botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan

kehendak guru. Sementara itu, Dahlan (2004) juga mengemukakan ketika

(20)

aktivitas aktif dalam memecahkan hubungan, pola, dan membuat generalisasi

yang terpadu dalam pengetahuan baru yang diperoleh siswa, dan belajar adalah

aktivitas sosial yang terjadi dari interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan

teman-temannya. Pembelajaran yang demikian diantaranya dapat diterapkan

dengan pendekatan induktif-deduktif.

Pendekatan induktif-deduktif merujuk kepada aktivitas yang dilakukan

guru agar bahan ajar dapat diadaptasi oleh siswa. Pendekatan induktif-deduktif

menurut Mulyana (2005) adalah proses penyajian konsep atau prinsip matematik

yang diawali dengan pemberian contoh-contoh, dilanjutkan dengan menemukan/

mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi konjektur, dan diakhiri dengan

pemberian soal-soal sesuai dengan tahapan konsep dan prinsip yang telah

diberikan. Melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini siswa

dilatih untuk membuat generalisasi.

Untuk sampai pada tahap pembuatan generalisasi, diperlukan kemampuan

dalam memahami hubungan/keterkaitan antara contoh-contoh yang diberikan,

rencana penyelesaian masalah, proses perhitungan, dan proses memeriksa kembali

kebenaran hasil yang diperoleh. Unsur-unsur tersebut tiada lain merupakan

indikator dari kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis.

Dari uraian di atas, diduga pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

induktif-deduktif dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemahaman

dan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan

penelitian dengan judul: “Pendekatan Induktif-Deduktif untuk Meningkatkan

(21)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa

yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

induktif-deduktif?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif

lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan induktif-deduktif?

4. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif

lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

5. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang

menggunakan pendekatan induktif-deduktif?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa

yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

(22)

2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif

lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan induktif-deduktif.

4. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan

induktif-de-duktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

5. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang

meng-gunakan pendekatan induktif-deduktif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

khusus-nya bagi peneliti dan pendidikan pada umumkhusus-nya. Harapan-harapan itu antara lain:

1. Bagi Guru/Tenaga Pendidik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi guru-guru

SMP khususnya dan guru-guru di sekolah lain umumnya untuk menjadikan

pendekatan induktif-deduktif sebagai alternatif dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Bagi Siswa

Pembelajaran dengan menggunakan menggunakan pendekatan

induktif-deduktif diharapkan mendorong siswa lebih siap dalam belajar matematika serta

(23)

3. Bagi Peneliti Lain

Memberikan sumbangan bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan,

khususnya pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan

induktif-deduktif untuk penelitian yang akan datang.

4. Bagi Sekolah dan Mutu Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif dan

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Agar tidak terjadi kesalahfahaman serta untuk memperjelas bidang

garapan, berikut diberikan definisi dari masing-masing bagian.

1. Pemahaman matematis

Pemahaman matematis atau pemahaman konsep matematis atau

pemahaman relasional adalah kemampuan mengaitkan beberapa konsep yang

saling berhubungan. Indikator pemahaman konsep adalah membuktikan

kebenaran, mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, mengerjakan

kegiatan matematik secara sadar, dan memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu.

2. Pemecahan masalah matematis

Pemecahan masalah adalah aktivitas intelektual yang dilakukan untuk

mencari penyelesaian melalui bekal pengetahuan yang telah dimiliki. Indikator

kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini adalah: (1)

(24)

data untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa

yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut, (2) kemampuan

merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian,

pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah,

(3) kemampuan menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian

berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep,

persamaan serta teori yang dipilih, (4) kemampuan melihat kembali apa yang

telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah langkah-langkah penyelesaian

telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran

jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir.

3. Pendekatan induktif-deduktif

Pendekatan induktif-deduktif adalah pembelajaran yang diawali dengan

pemberian contoh-contoh yang dapat digeneralisasikan (rumus) dan diakhiri

pengerjaan sejumlah soal dengan menggunakan rumus yang telah diperoleh.

4. Sikap

Sikap adalah respon yang ditunjukkan siswa dikarenakan menyukai atau

tidak menyukai sesuatu. Sikap siswa yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

sikap siswa terhadap: (1) pelajaran matematika, (2) pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif, (3) pemahaman matematis,

(4) pemecahan masalah matematis, (5) kelompok kecil, dan (6) guru matematika.

5. Peningkatan kemampuan

Peningkatan kemampuan dapat dilihat dari indeks normal gain (N-gain)

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kuasi-eksperimen yaitu penelitian dengan

melibatkan kelas yang sudah terbentuk untuk dijadikan sebagai obyek penelitian.

Hal ini didasarkan karena apabila dibentuk kelas baru (pengelompokan secara

acak) maka akan mengakibatkan terganggunya kurikulum pembelajaran yang

telah sekolah susun. Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen

(kelas yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

induktif-deduktif) dan kelas kontrol (kelas yang mendapat pembelajaran konven-sional).

Pembentukan dua kelas tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan

pemahaman dan pemecahan masalah matematis di kelas eksperimen lebih baik

daripada di kelas kontrol. Sebelum pembelajaran dimulai, masing-masing kelas

diberi pretes dan untuk mengetahui pengaruh dari pembelajaran tersebut, diakhiri

dengan pemberian postes. Adapun disain penelitian yang dimaksud adalah desain

kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005).

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Keterangan:

O : Pemberian pretes dan postes untuk mengukur kemampuan pemahaman

dan pemecahan masalah matematis

X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

(26)

B. VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas atau variabel stimulus adalah variabel yang menyebabkan atau

mempengaruhi. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif.

2. Variabel terikat atau variabel dependen adalah suatu variabel respon atau hasil.

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman dan

pemecahan masalah matematis.

C. POPULASI DAN SAMPEL

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah menengah pertama negeri

yang berada di Subang dengan pertimbangan karena sekolah tersebut merupakan

sekolah dengan kemampuan siswanya berada di kelompok tengah, artinya tidak

dominan pintar maupun kurang, serta setiap siswanya memiliki kemampuan

akademis yang hampir merata. Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa di sekolah terkait tahun ajaran 2012/2013 semester ganjil yang

berjumlah sembilan kelas (IX A, IX, hingga IX I), selanjutnya dua dari sembilan

kelas dijadikan sampel. Kelompok siswa di kelas pertama mendapat pembelajaran

dengan pendekatan induktif-deduktif sedangkan kelompok siswa di kelas kedua

(27)

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah

sepe-rangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan selama penelitian berlangsung terdiri dari dua

macam, yaitu bahan ajar dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

untuk kelas eksperimen dan bahan ajar tanpa pendekatan induktif-deduktif untuk

kelas kontrol. Bahan ajar yang dibuat mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan yang berlaku, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematis siswa. Bahan ajar ini

disajikan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan materi ajar

peluang. LKS ini berisikan sejumlah soal yang dapat membuat siswa menguasai

materi tersebut. Secara rinci, instrumen bahan ajar dapat di lihat di Lampiran A.

2. Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis

Soal ujian ini diberikan dalam bentuk pretes dan postes. Hal ini dilakukan

karena peneliti ingin mengamati kemampuan pemahaman dan pemecahan

masalah matematis siswa sebelum dan setelah pembelajaran dilangsungkan di

dalam kelas dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif (untuk kelas

eksperimen) dan secara konvensional (untuk kelas kontrol). Pretes dilaksanakan

untuk mengukur kemampuan awal pemahaman konsep dan pemecahan masalah

(28)

Secara rinci, instrumen tes yang meliputi kisi-kisi soal serta soal pretes dan soal

postes siswa dapat di lihat di Lampiran B.

Untuk membantu dalam pemberian skor terhadap hasil tes siswa, maka

digunakan pedoman penskoran. Melalui pedoman ini diharapkan terjadi

kekonsistenan dalam pemberian skor. Adapun pedoman pemberian skor untuk

aspek pemahaman konsep didasarkan atas Holistic Scoring Rubrics menurut Cai,

Lane, dan Jakabcsin (Maizon, 2010) dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemahaman Konsep

Skor Kriteria

4

Menunjukkan kemampuan pemahaman.

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap.

b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar dan melakukan perhitungan dengan benar.

3 Menunjukkan kemampuan pemahaman.

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap.

b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan.

2 Menunjukkan kemampuan pemahaman.

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap.

b. Penggunaan algoritma, namun mengandung perhitungan yang salah. 1 Menunjukkan kemampuan pemahaman.

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap.

b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah.

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika.

Sedangkan pedoman penskoran aspek pemecahan masalah matematis

(29)

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemecahan Masalah Matematis Skor Memahami

Masalah Menyusun Rencana Melaksanakan Penyelesaian Memeriksa Kembali 0 Salah

mengin-terpretasikan soal/salah sama sekali.

Tidak ada rencana penyelesaian.

Tidak ada rencana penyelesaian.

Tidak ada keterangan.

1 Tidak

mengindahkan kondisi soal/ interpretasi kurang tepat.

Membuat rencana strategi yang tidak tepat.

Melakukan prosedur yang mengarah pada jawaban benar tapi salah perhitungan/ penyelesaian tidak lengkap. Pemeriksaan hanya pada hasil perhitungan.

2 Memahami soal selengkapnya. Membuat rencana strategi penyelesaian yang kurang relevan sehingga tidak dapat dilaksanakan. Melakukan prosedur yang benar dan mendapat hasil yang benar. Pemeriksaan kebenaran proses (keseluruhan).

3 Membuat rencana strategi yang benar tetapi tidak lengkap

4 Membuat rencana strategi penyelesa-ian yang benar dan mengarah pada ja-waban yang benar.

2 4 2 2

Untuk mengetahui kualitas dari instrumen tes yang akan digunakan, maka

instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu sehingga diperoleh validitas,

reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya. Berikut langkah-langkah

(30)

a. Validitas Instrumen

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang

diukur. Untuk menghitung koefisien validitas butir soal dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar yaitu:

Keterangan:

: Koefisien korelasi antara X dan Y

: Banyaknya subyek

: Skor tiap-tiap item

: Skor total

Dengan mengambil taraf signifikan 0,05, sehingga didapat interpretasi:

(i) Jika hitung ≤ tabel, maka soal tidak valid

(ii) Jika hitung > tabel, maka soal dikatakan valid

Hasil interpretasi dari validitas butir soal dalam penelitian ini dapat dilihat

[image:30.595.113.509.214.751.2]

pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Kriteria Koefisien Validitas (Suherman, 2003) Koefisien Validitas Kriteria Validitas

< 0,00 Tidak Valid

0,00 ≤ < 0,20 Sangat rendah

0,20 ≤ < 0,40 Rendah (kurang)

0,40 ≤ < 0,70 Sedang (cukup)

0,70 ≤ < 0,90 Tinggi (baik)

(31)

Hasil perhitungan validitas untuk kemampuan pemahaman matematis

dengan menggunakan program software Anates V.4 for Windows pada soal uraian

secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.4, sementara untuk hasil selengkapnya

[image:31.595.107.517.230.627.2]

dapat dilihat pada Lampiran C.

Tabel 3.4

Interpretasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis

Nomor Soal Korelasi Interpretasi Signifikansi

1 0,668 Sedang (cukup) Signifikan 2a 0,817 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 2b 0,644 Sedang (cukup) Signifikan

3 0,811 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 4 0,787 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

Dari Tabel 3.4 terlihat bahwa hanya terdapat dua soal (yaitu soal nomor 1

dan 2b) dari lima soal yang diberikan mempunyai validitas sedang, sementara tiga

soal lainnya (yaitu soal nomor 2a, 3, dan 4) mempunyai validitas tinggi atau baik.

Hal ini menandakan bahwa hampir semua soal tes pemahaman matematis yang

diberikan memberikan validitas yang baik. Sementara untuk kriteria signifikansi

dari korelasi pada Tabel. 3.4 terlihat hanya ada dua soal (yaitu soal nomor 1 dan

2b) yang signifikan, sementara signifikansi untuk soal lainnya adalah sangat

signifikan.

Aspek selanjutnya yang akan diuji adalah validitas kemampuan

pemecahan masalah matematis. Dengan menggunakan program software Anates

V.4 for Windows pada soal uraian yang hasil perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran C. dan secara ringkas dirangkum pada Tabel 3.5 di bawah

(32)
[image:32.595.109.516.170.646.2]

Tabel 3.5

Interpretasi Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah Matematis

Nomor Soal Korelasi Interpretasi Signifikansi

5 0,758 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 6a 0,926 Sangat Tinggi (sangat baik) Sangat Signifikan 6b 0,937 Sangat Tinggi (sangat baik) Sangat Signifikan 7 0,962 Sangat Tinggi (sangat baik) Sangat Signifikan

Dari Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa hanya satu (yaitu soal nomor 5)

yang memiliki validitas baik, sementara untuk soal lainnya nilai validitas yang

dihasilkan adalah sangat baik, sehingga secara keseluruhan soal tes kemampuan

pemecahan masalah matematis mempunyai validitas yang sangat baik. Untuk

kriteria signifikansi dari korelasi pada Tabel 3.5 di atas terlihat bahwa seluruh

butir soal memiliki kategori sangat signifikan.

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah derajat keajegan instrumen tersebut dalam mengukur

apa saja yang diukurnya. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien

reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha seperti di bawah ini:

Keterangan:

: Koefisien reliabilitas

: Banyaknya butir soal

: Varians skor tiap butir soal

(33)

Adapun rumus untuk menghitung nilai varians adalah:

Keterangan:

: Varians tiap butir soal

: Jumlah responden

[image:33.595.112.512.192.621.2]

x : Skor masing-masing subyek

Tabel 3.6

Kriteria Koefisien Reliabilitas J.P Guilford (Suherman, 2003)

Koefisien Reliabilitas Kriteria Reliabilitas

< 0,20 Sangat rendah

0,20 ≤ < 0,40 Rendah

0,40 ≤ < 0,70 Sedang (cukup)

0,70 ≤ < 0,90 Tinggi

0,90 ≤ < 1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan dengan

menggunakan program software Anates V.4 for Windows diperoleh nilai

reliabilitas sebesar 0,76 untuk tes pemahaman matematis dan nilai reliabilitas tes

untuk pemecahan masalah matematis 0,92, sehingga dapat diinterpretasikan

bahwa jenis soal pemahaman dan pemecahan masalah matematis secara

berturut-turut mempunyai reliabilitas tinggi dan sangat tinggi. Dari hasil analis di atas

dapat disimpulkan bahwa kedua jenis soal ini layak untuk diujicobakan.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan

(34)

jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut

(atau testi menjawab salah) (Suherman, 2003).

Untuk menghitung daya pembeda tes yang berbentuk uraian yaitu dengan

menggunakan rumus:

Keterangan:

: Daya pembeda

: Rata-rata skor kelompok atas

: Rata-rata skor kelompok bawah

SMI : Skor Maksimal Ideal

Daya pembeda uji coba soal kemampuan pemahaman dan pemecahan

[image:34.595.114.511.217.630.2]

masalah matematis didasarkan pada klasifikasi di bawah ini.

Tabel 3.7

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda (Suherman, 2003)

Nilai Kriteria Daya Pembeda DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda untuk kemampuan pemahaman

matematis dengan menggunakan program software Anates V.4 for Windows pada

soal uraian secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.8, sementara untuk hasil

(35)
[image:35.595.115.511.113.614.2]

Tabel 3.8

Interpretasi Uji Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 0,273 Cukup 2a 0,250 Cukup 2b 0,205 Cukup

3 0,614 Baik

4 0,455 Baik

Selanjutnya uji daya pembeda untuk kemampuan pemecahan masalah

matematis dengan menggunakan program software Anates V.4 for Windows pada

soal uraian yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

dan secara ringkas dirangkum pada Tabel 3.9 di bawah ini.

Tabel 3.9

Interpretasi Daya Pembeda Tes Pemecahan Masalah Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

5 0,255 Cukup 6a 0,282 Cukup 6b 0,264 Cukup

7 0,791 Sangat baik

Dari Tabel 3.8 dan Tabel 3.9 terlihat bahwa terdapat satu soal (yaitu soal

nomor 7) yang memiliki daya pembeda sangat baik, sementara terdapat dua soal

(yaitu soal nomor 4 dan 7) dengan daya pembeda baik, dan tiga soal lainnya

memiliki daya pembeda cukup, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa

kedua jenis soal ini cukup dapat membedakan antara kelompok atas dengan

kelompok bawah.

d. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran suatu soal. Pada tipe

uraian, rumus yang digunakan untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal

(36)

Keterangan:

: Indeks Kesukaran

: Rata-rata skor total kelompok atas dan bawah untuk tiap butir soal

SMI : Skor Maksimal Ideal

Indeks kesukaran uji coba soal kemampuan pemahaman dan pemecahan

masalah matematis didasarkan pada klasifikasi di bawah ini.

Tabel 3.10

Klasifikasi Indeks Kesukaran (Suherman, 2003)

Nilai Kriteria Soal

IK = 0,00 Sangat sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Sangat mudah

Hasil perhitungan indeks kesukaran untuk kemampuan pemahaman

matematis dengan menggunakan program software Anates V.4 for Windows pada

soal uraian secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.11, dan untuk hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

Tabel 3.11

Interpretasi Uji Indeks Kesukaran Tes Pemahaman Matematis Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

[image:36.595.115.516.216.729.2]
(37)

Sementara uji indeks kesukaran untuk kemampuan pemecahan masalah

matematis dengan menggunakan program software Anates V.4 for Windows pada

soal uraian yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

[image:37.595.115.510.232.759.2]

dan secara ringkas dirangkum pada Tabel 3.12 di bawah ini.

Tabel 3.12

Interpretasi Indeks Kesukaran Tes Pemecahan Masalah Matematis Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

5 0,327 Sedang 6a 0,109 Sangat sukar 6b 0,109 Sangat sukar

7 0,527 Sedang

Berdasarkan Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 di atas terlihat bahwa hanya

terdapat empat soal (yaitu soal nomor 3, 4, 5, dan 7) yang memiliki indeks

kesukaran sedang, tiga soal (yaitu soal nomor 1, 2a, dan 2b) yang tergolong sukar,

sementara dua soal lainnya dengan indeks kesukaran yang sangat sukar.

e. Analisis dan Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat dilihat hasil kesimpulannya pada

Tabel 3.13 di bawah ini.

Tabel 3.13

Kesimpulan Hasil Analisa Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan No Soal

Koef.

(rxy) Kriteria DP IK Kesimpulan Pemahaman 1 0,668 Signifikan 0,273 0,296 Dipakai

2a 0,817 Sangat

Signifikan 0,250 0,148 Dipakai 2b 0,644 Signifikan 0,205 0,102 Dipakai

3 0,811 Sangat

Signifikan 0,614 0,398 Dipakai

4 0,787 Sangat

(38)

Kemampuan No Soal

Koef. (rxy)

Kriteria DP IK Kesimpulan

Pemecahan Masalah

5 0,758 Sangat Signifikan

0,255 0,327 Diperbaiki

6a 0,926 Sangat Signifikan

0,282 0,109 Dipakai

6b 0,937 Sangat Signifikan

0,264 0,109 Dipakai

7 0,962 Sangat Signifikan

0,791 0,527 Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.13 di atas terdapat satu soal (nomor 5) yang

diperbaiki hal ini dikarenakan soal yang dibuat mengandung makna ganda

sehingga cukup banyak siswa yang menafsirkan dalam bentuk yang tidak sesuai

dengan harapan. Sementara untuk soal yang lainnya telah memenuhi kriteria

kelayakan soal untuk diujicobakan.

3. Angket

Angket adalah suatu daftar pertanyaan atau penyataan yang harus dijawab

oleh orang yang akan dievaluasi (responden) yang berfungsi sebagai alat

pengumpul data yang berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan,

sikap dan pendapat mengenai suatu hal (Suheman, 2003). Angket ini diberikan

kepada siswa di kelas eksperimen setelah keseluruhan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan induktif-deduktif, sehingga secara umum dapat

mem-perlihatkan sikap siswa mengenai pembelajaran yang menggunakan pendekatan

induktif-deduktif melalui pernyataan yang diberikan. Skala yang digunakan dalam

pengolahan angket adalah skala Likert. Dalam skala Likert mempunyai gradasi

dari suatu pernyataan positif (favorable) hingga pernyataan negatif (unfavorable).

(39)

skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS) dan

Sangat Tidak Setuju (STS) dan untuk keperluan analisis kuantitatif, maka hasil itu

dapat diberi skor, misalnya: Setuju (SS) bernilai 5, Setuju (S) bernilai 4,

Ragu-ragu (R) bernilai 3, Tidak Setuju (TS) bernilai 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)

bernilai 1. Untuk menghindari “ketidaktegasan” dalam mengisi angket, maka butir

Ragu-ragu (R) sengaja peneliti hilangkan. Sikap yang diamati berupa 1) sikap

siswa terhadap pelajaran matematika, 2) sikap siswa terhadap pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif, 3) sikap siswa

terhadap diskusi oleh kelompok kecil, dan 4) sikap siswa terhadap guru

mate-matika. Secara rinci, instrumen skala sikap siswa dapat di lihat di Lampiran B.

4. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai

ciri-ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara

dan angket, karena observasi tidak terbatas pada orang, tetapi pada obyek-obyek

alam yang lain, misalnya segenap interaksi siswa baik dengan guru, sesama siswa

maupun dengan bahan ajar yang dikembangkan. Lembar observasi yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan aktivitas guru dan siswa

selama pembelajaran. Aspek siswa yang diamati meliputi 1) aktivitas siswa dalam

mengerjakan LKS, 2) interaksi antarsiswa pada saat PBM, serta 3) interaksi antara

siswa dan guru pada saat PBM, sedangkan aspek guru yang diamati mencakup

jalannya PBM dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif. Untuk lebih

(40)

E. PROSEDUR PENELITIAN

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penenlitian ini dapat

[image:40.595.114.513.197.748.2]

dilihat secara jelas pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1

Diagram Prosedur Penelitian Analisis Data

Penyusunan laporan

Kelompok Eksperimen:

Pembelajaran matematika dengan meng-gunakan pendekatan induktif-deduktif

Kelompok Kontrol: Pembelajaran matematika

dengan konvensional

Pengelompokkan kelas Identifikasi

Masalah

Analisis Instrumen: 1) Validitas, 2) Reliabilitas, 3) Daya Pembeda, dan 4) Tingkat Kesukaran

Perencanaan Bahan Ajar dan Instrumen

Penyusunan Bahan Ajar dan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Pretes

Postes

(41)

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara

yakni dengan memberikan ujian (pretes dan postes), pengisian angket, lembar

observasi. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil ujian siswa

(pretes dan postes), sementara itu data kualitatif meliputi data hasil pengisian

angket. Data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh kemudian diolah. Berikut

adalah langkah-langkah pengolahan data yang diperoleh.

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Pengolahan data dan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

uji statistik terhadap hasil data pretes, postes, dan peningkatan kemampuan siswa

(N-gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data diperoleh, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis dan mengolah data dengan bantuan

software SPSS versi 13.0 for Windows. Adapun langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut.

a. Menguji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan data pretes,

postes, dan N-gain di kedua kelas. Adapun rumusan hipotesis uji normalitas

adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

(42)

Karena jumlah data yang telibat lebih dari 30, maka uji normalitas yang

dilakukan yaitu dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan kriteria

pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

i) Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05, maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak.

Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi

normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Sedangkan jika hasil

pengujian menunjukkan bahwa sebaran dari salah satu atau semua data tidak

berdistribusi normal, maka untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan

kaidah statistika nonparametrik, yaitu dengan menggunakan uji Mann Whitney-U.

b. Menguji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui asumsi yang dipakai

dalam pengujian kesamaan dua rata-rata independen dari skor pretes, postes, dan

N-gain di kedua kelas. Adapun perumusan hipotesis pengujian homogenitas

adalah sebagai berikut.

H0 : varians gain ternormalisasi kemampuan pemahaman atau

pemecahan masalah kedua kelompok homogen.

H1 : varians gain ternormalisasi kemampuan pemahaman atau

pemecahan masalah matematis kedua kelompok tidak homogen.

Keterangan:

: varians skor gain ternormalisasi kelompok eksperimen.

(43)

Uji homogenitas yang dilakukan melalui uji F atau Levene’s test. Jika

sebaran data tidak normal, uji homogenitas ini tidak dipakai untuk uji kesamaan

dua rata-rata independen.

Adapun kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

i) Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05, maka H0 diterima.

ii) Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak.

c. Uji Perbedaan Rata-rata

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah antara kelas eksperimen

dengan kelas kontrol terdapat perbedaan kemampuan atau tidak pada

pokok-pokok yang menjadi fokus penelitian setelah perlakuan diberikan. Uji perbedaan

dua rerata yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji

homogenitas variansi data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji perbedaan dua

rerata antara lain:

1) Uji dua pihak/arah (2-tailed)

H0 :

H1 :

atau

2) Uji sepihak/searah (one-tailed)

H0 :

H1 :

Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata

menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T Test.

(44)

digunakan yaitu “Equal variances assumed”. Sedangkan apabila variansi kedua

kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang digunakan yaitu “Equal

variances not assumed”. Akan tetapi apabila data yang dianalisis tidak

berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji statistik

nonparametrik yaitu Mann Whitney-U. Adapun kriteria penerimaan H0 untuk uji

dua pihak yaitu jika nilai signifikansi ≥ 0,05.

d. Analisis Data N-Gain

Pengolahan data gain dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah.

Mana yang sebenarnya dikatakan gain tinggi dan mana yang dikatakan gain

rendah, kurang dapat dijelaskan melalui gain absolut (selisih antara skor postes

dengan pretes). Meltzer (Firmansah, 2008) mengembangkan sebuah alternatif

untuk menjelaskan gain yang disebut normalized gain (N-gain) yang

diformulasikan dalam bentuk seperti di bawah ini:

N-gain tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria yang

diungkapkan oleh Hake (Firmansah, 2008) dalam Tabel 3.14.

Tabel 3.14 N-gain

N-gain Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g  0,7 Sedang g  0,3 Rendah

Teknik analisis data N-gain yang dilakukan dengan menggunakan

[image:44.595.113.513.244.673.2]
(45)

rata-rata (N-gain). Hasil yang diharapkan adalah terdapat perbedaan yang

signifikan antara rata-rata N-gain kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dengan

melihat rata-rata N-gain di kedua kelas, rata-rata yang lebih tinggi menunjukkan

bahwa perlakuan yang menggunakan pendekatan induktif-deduktif adalah lebih

baik dibandingkan dengan kelas kontrol terhadap peningkatan kemampuan

pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematis.

e. Diagram Analisis Data

Secara ringkas langkah-langkah yang dilakukan untuk mengnalisis data

(46)

Gambar 3.2 Diagram Analisis Data

2. Teknik Analisis Data Kualitatif (Angket)

Angket siswa dibuat dengan skala sikap (Likert) yang bergradasi dari

Tidak Ya

Pengujian Hipotesis

Uji t

Kesimpulan

Homo-gen?

Tidak

Uji t’

Uji Non-Parametrik

Mann-Whitney

Berdis-tribusi Normal? Uji Homogenitas Varians

dari Dua Kelompok (Uji F atau Levene’s test)

Uji Shapiro-Wilk Uji Kolmogorov-Smirnov

Data pretes, pos-tes, dan N-gain

Uji Normalitas

n < 30 n ≥ 30

[image:46.595.106.522.106.649.2]
(47)

siswa terhadap matematika dan pendekatan yang sedang dilaksanakan dan

dikembangkan. Data yang diperoleh dari angket kemudian diolah dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui sebaran frekuensi,

persentase, dan skor serta mempermudah interpretasi data dari masing-masing

pernyataan. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P : Persentase jawaban

f : Frekuensi jawaban

n : Banyaknya responden

2. Penafsiran Data

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori

persentase berdasarkan Hendro (Parley, 2007) yang disajikan pada Tabel 3.15

berikut ini.

Tabel 3.15

Kriteria Persentase Angket Siswa Persentase Jawaban Kriteria

P = 0 Tak seorang pun

0 < P < 25 Sebagian kecil

25 ≤ P < 50 Hampir setengahnya

P = 50 Setengahnya

50 < P < 75 Sebagian besar

75 ≤ P < 100 Hampir seluruhnya

[image:47.595.110.512.240.732.2]
(48)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di bab

sebelumnya, dihasilkan beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan

pemahaman matematis baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol.

2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan

peme-cahan masalah matematis baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol.

3. Sebagian besar siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif, meskipun pada

kenya-taannya siswa mengalami kendala selama dan setelah pembelajaran berlangsung.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di bab

sebelumnya, dihasilkan beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

kurang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah

(49)

2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

baik dilaksanakan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dan kesadaran

siswa atas pentingnya mempelajari matematika.

3. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

baik digunakan untuk melatih siswa dalam bersosialisasi, berkomunikasi, dan

bersikap pantang menyerah sebelum tujuan dicapai.

C. REKOMENDASI

Adapun rekomendasi setelah berlangsungnya penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

dapat diujicobakan di sekolah dengan klaster tinggi.

2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif-deduktif

(50)

DAFTAR PUSTAKA

A. Todd, Jennifer, dan Emily. (2006). An Exploration of Definition and Procedural Fluency in Integral Calculus. PRIMUS, v16

Abdulhak, I. (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan (Suatu Pengantar). Rosda: Bandung

Ahmad. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP dengan Model Pembelajaran Berbasih Masalah. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Anriani, N. (2011). Pembelajaran dengan Pendekatan Resource Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Asdoris, S. (2009). Pembelajaran Matematika Sekolah. [Online]. Tersedia: http://syarifartikel.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-matematika-sekolah-1.html

Bano, E. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Dahiana, W. O. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Matematis Siswa MTs melalui Pendekatan Induktif-Deduktif Berbasis Konstruktivisme. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open Ended. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Depdiknas, (2004). Jurnal Teknodik. Jakarta, Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.

(51)

Dwirahayu, G. (2005). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Engelbrecht, Harding, Potgieter. (tanpa tahun). Undergraduate students’ performance and confidence in procedural and conceptual mathematics. Tanpa volume.

Hafriani. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika melalui Problem Centered Learning. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Hamzah. (2001). Pembelajaran Matematika menurut Teori Belajar Konstruktiv-isme. [Online]. Tersedia: http://depdiknas.go.id/jurnal/40/pembelajaran

Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bandung: Disertasi PPS UPI. Tidak diterbitkan

Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA

Joyce, dkk. (2009). Models of teaching (Model-Model Pengajaran). Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Juliantara, K. (2009). Arti, Posisi, Fungsi, Klasifikasi, dan Karakteristiknya. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/media-pembelajaran-arti-posisi-fungsi-klasifikasi-dan-karakteristiknya/

Khairani, Zamri dan Nurdin, Sahari. (2011). The development and construct validation of the mathematics proficiency test for 14-year-old students. Asia Pacific Journal of Educators and Education.

Kuriniawan, R. (2009). Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik. [Online]. Tersedia: http://rudyks3-majalengka.blogspot.com/ 2009/01/kemampuan-pemahaman-dan-pemecahan.html

(52)

Maizon, H. (2010). Pembelajaran Kuantum untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika dan Motivasi Belajar Siswa . Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Makmun, A. S. (2007). Prikologi Kependidikan (Perangkat Sistem Pengajaran Modul). Rosda: Bandung

Mardalis. (2003). Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara

Muijis, D. & Reynolds, D. (2008). Effective Teaching (Teori dan Aplikasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Mulyana, T. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Bandung: Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan

Parley, H. F. (2007). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Suherman.,dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FPMIPA

(53)

Suherman, E. (tanpa tahun). “Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi

Kompetensi Siswa”. Jurnal Pendidikan dan Budaya

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa Dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Disertasi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo. U. (2011). Pembinaan Karakter, Berpikir dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru dan Siswa erta Alternatif Solusinya. Makalah FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Suryosuboto. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta

UU R.I. No 23. (2003), Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Walle, J. A. V. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah (Pengem-bangan Pengajaran). Jakarta: Erlangga

Yaniawati, P. (2006). Implementasi E-Learning dalam Upaya Mengembangkan Daya Matematik (Mathematical Power)Mahasiswa Calon Guru. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Gambar

TABEL 4.25
GAMBAR 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ………………………………..48
Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemahaman Konsep
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor pada Soal Pemecahan Masalah Matematis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tangsi tentara inilah/ waktu itu masih ditempati oleh tentara Jepang// Mereka tidak mau menyerah/ meskipun sudah kalah perang//Para pemuda Yogya tak sabar segera

Space Function Nett Area Occupancy Ruang Serbaguna Tempat untuk melakukan kegiatan tertentu yang membutuhkan ruang luas Luasan sebesar 200 m 2 dengan jumlah pelaku

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU

OB : OBSERVASI ( kondisi sudah sesuai tetapi belum maksimal sehingga terdapat peluang perbaikan untuk peningkatan kinerja organisasi). KTS : KETIDASESUAIAN (kondisi tidak

3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh siswa lulusan sekolah menengah yang mempunyai prestasi akademik terbaik di seluruh Indonesia untuk dapat mengikuti

[r]

Baca petikan cerpen di bawah ini dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikutnya dengan ntenggunakan ayot anda sendiri.. Setiap kali saya meluahkan hasrat

[r]