• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH MASDALIMAH BATUBARA NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH MASDALIMAH BATUBARA NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

MASDALIMAH BATUBARA NIM : 131000298

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

MASDALIMAH BATUBARA NIM : 131000298

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

“PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PENDERITA TBC PARU TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TB PARU DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN TENGGARA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2018 Yang membuat pernyataan,

Masdalimah Batubara

(4)
(5)

ditularkan melalui udara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu untuk mengetahui pengetahuan sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita TB Paru yang berobat di Puskesmas Pijorkoling pada bulan November 2017 sampai Januari 2018 yaitu berjumlah 64 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan subjek penelitian yang berjumlah 64 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dianalisis secara univariat dengan mendeskripsikan variabel-variabel univariat, secara bivariat dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru adalah variabel jenis kelamin (p = 0,005 < p = 0,05), pengetahuan (p = 0,023 < p = 0,05) dan sikap (p = 0,029 < p = 0,05). Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah variabel umur, pendidikan, pekerjaan, ketersediaan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan.

Bagi penderita TB Paru diharapkan agar meningkatkan kesadaran dalam menambah informasi mengenai upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan Pencegahan TB paru

(6)

transmitted through the air. The purpose of this study was to determine the knowledge, attitudes and actions of patients with pulmonary TB in an effort to prevent transmission of pulmonary tuberculosis in the District of Padangsidimpuan Southeast of the City of Padangsidimpuan in 2017.

This type of research is quantitative using analytical survey research method with cross sectional design that is to determine the knowledge of attitudes and actions of pulmonary TB patients to prevent transmission of pulmonary tuberculosis in the District of Padangsidimpuan Southeast of Padangsidimpuan City.

The population in this study were all patients with pulmonary tuberculosis who were treated at Pijorkoling Health Center in November 2017 to January 2018, amounting to 64 people. The sample in this study is that the entire population is made into research subjects totaling 64 people. Data were collected using a questionnaire which was analyzed univariately by describing univariate variables, bivariately using the chi-square test.

The results of this study indicate that the variables that have a significant influence on efforts to prevent pulmonary tuberculosis transmission are sex variables (p = 0.005 <p = 0.05), knowledge (p = 0.023 <p = 0.05) and attitude (p = 0.029 <p

= 0.05). While the variables that have no effect are the variables of age, education, occupation, availability of health facilities and the role of health workers.

Pulmonary TB sufferers are expected to increase awareness in adding information about efforts to prevent transmission of pulmonary tuberculosis.

Keywords: Knowledge, Attitude, Preventive Measures of pulmonary TB

(7)

salam bagi Rasulullah SAW karena rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENDERITA TBC PARU TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN

PENULARAN PENYAKIT TB PARU DI KECAMATAN

PADANGSIDIMPUAN TENGGARA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Lita Sri Andayani SKM., M.Kes, selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara .

4. Dra. Syarifah, MS dan Dr. Drs. R. Kintoko R, MKM, selaku Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

(8)

saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

7. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

8. Kepala Puskesmas yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Kedua orangtua terkasih dan teristimewa Bapak tersayang Soritua Batubara, Ibunda tercinta Nurasiah Dalimunthe, serta adik Abdul Majid dan Muhammad Iswan, yang senantiasa memberikan dukungan doa, moral, kasih sayang, cinta, perhatian semangat spiritual dan juga material yang tiada batasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabatku sekaligus keluarga keduaku Mulyani Ilyas SPd, Siti Hotmaida Pohan dan Sakinah Nasution terimakasih untuk waktu dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

11. Rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

terkhusus Jois Fransiska Ginting, Maslinda Hasibuan, Ayu andina, Delima Darma

Tanjung, Seri Rahmadhani, Selvia Febri terimakasih untuk waktu, tenaga, fikiran

dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

(9)

motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

13. Terkhusus kepada Pak Warsito terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

14. Semua pihak yang telah berjasa dan tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerja samanya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berdoa semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan, September 2018 Penulis

Masdalimah Batubara

(10)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xv

RIWAYAT HIDUP ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Perilaku Kesehatan ... 10

2.2 Pengetahuan ... 10

2.2.1 Pengertian Pengetahuan ... 10

2.2.2 Jenis Pengetahuan ... 12

2.2.3 Tingkatan Pengetahuan... 12

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan... 13

2.3 Sikap ... 14

2.3.1 Pengertian Sikap... 14

2.3.2 Komponen Pokok Sikap ... 15

2.3.3 Tingkatan Sikap ... 16

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 17

2.4 Tindakan ... 18

2.5 Tuberkulosis ... 19

2.5.1 Pengertian dan Sejarah ... 19

2.5.2 Etiologi ... 20

2.5.3 Cara Penularan ... 20

2.5.4 Resiko Penularan ... 21

2.5.5 Tanda dan Gejala ... 21

(11)

2.5.9 Pengobatan ... 26

2.5.10Pencegahan ... 28

2.5 Landasan Teori ... 32

2.6 Kerangka Teori ... 34

2.8 Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1 Populasi ... 37

3.3.2 Sampel ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1 Data Primer ... 38

3.4.2 Data Skunder ... 38

3.5 Defenisi Operasional ... 38

3.5.1 Variabel Independen ... 38

3.5.2 Variabel Dependen ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 40

3.6.1 Variabel Independen ... 40

3.6.2 Variabel Dependen ... 43

3.7 Metode Analisa Data ... 44

3.7.1 Analisis Univariat ... 44

3.7.2 Analisis Bivariat ... ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN... 45

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 45

4.2 Hasil Univariat ... 46

4.2.1 Karakteristik Responden... 46

4.2.2 Variabel Predisposisi Pada Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpun Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.... 47

4.2.2.1 Pengetahuan... 47

4.2.2.2 Sikap ... 50

4.3 Hasil Uji Bivariat ... 56

4.3.1 Hubungan Karakteristik Individu Penderita TB Paru Terhadap

(12)

Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 .. 61 4.3.3 Hubungan Sikap Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan

Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 .. 62 4.3.4 Hubungan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Dengan Tindakan

Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 63 4.3.5 Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Tindakan Penderita

TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 64 BAB V PEMBAHASAN ... 66 5.1 Distribusi Univariat ... 66

5.1.1 Karakteristik Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru... 66 5.1.2 Pengetahuan Penderita TB Paru Dalam Upaya Pencegahan

Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 68 5.1.3 Sikap Penderita TB Paru Dalam Upaya Pencegahan Penularan

Penyakit Tuberkulosis Paru ... 70 5.1.4 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan

Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 71 5.1.5 Peran Petugas Kesehatan Dalam Upaya PencegahanPenularan

Penyakit Tuberkulosis Paru ... 72 5.2 Distribusi Bivariat ... 73

5.2.1 Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru... 73 5.2.2 Hubungan Pengetahuan Penderita TB Paru Terhadap Upaya

Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 78 5.2.3 Hubungan Sikap Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan

Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 80 5.2.4 Hubungan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Terhadap Upaya

Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 81 5.2.5 Hubungan Peran Petugas Kesehatan Terhadap Upaya Pencegahan

Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru ... 83

(13)

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN

(14)

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 46 Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Responden Penderita TB Paru di

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017... 47 Tabel 4.3 Distribusi Kategori Pengetahuan Penderita TB Paru di

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padagsidimpuan Tahun 2017 ... 49 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Sikap Responden

Penderita TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 50 Tabel 4.5 Distribusi Kategori Sikap Responden Penderita TB Paru di

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017... 51 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketersediaan

Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 52 Tabel 4.7 Distribusi Kategori Ketersediaan Fasilitas Kesehatan di

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 52 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Petugas

Kesehatan di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 53 Tabel 4.9 Distribusi Kategori Peran Petugas Kesehatan di Kecamatan

Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 54 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di Kecamatan

Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun

2017 ... 54

(15)

Tabel 4.12 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tindakan Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 57 Tabel 4.13 Hubungan Umur Dengan Tindakan Penderita TB Paru

Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 58 Tabel 4.14 Hubungan Pendidikan Dengan Tindakan Penderita TB Paru

Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 59 Tabel 4.15 Hubungan Pekerjaan Dengan Tindakan Penderita TB Paru

Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 60 Tabel 4.16 Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan Penderita TB Paru

Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017... 61 Tabel 4.17 Hubungan Sikap Dengan Tindakan Penderita TB Paru

Terhadap Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di

Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017... 62 Tabel 4.18 Hubungan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Dengan Tindakan

Penderita TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penularan

Penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 ... 63

(16)
(17)

Gambar 2.1 Landasan Teori ... 33

Gambar 2.2 Kerangka Teori Green (Notoatmodjo 2012) ... 35

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian... 36

(18)

Lampiran 2 Output SPSS

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Daerah Kota Padangsidimpuan

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Kota Padangsidimpuan

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

(19)

1995 di Muaratais III. Beragama Islam, dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Soritua Batubara dan Ibunda Nurasiah Dalimunthe. Alamat penulis berada di Desa Hutaholbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.

Pendidikan formal penulis dimulai di TK SKB Pintu Padang pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No. 100100 Basilam Baru pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Galih Agung Deli Serdang pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Swasta Galih Agung Deli Serdang pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun 2018.

(20)

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012).

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycrobacterim tuberculosis yang ditemukan oleh Roberth Koch pada tahun 1882 melalui penelitiannya. Kuman tersebut dianggap paling berbahaya dalam dunia kesehatan yang menyerang paru-paru, kuman mycrobacterium tuberculosis juga menyerang luar paru seperti kelenjar getah bening (kelenjar),

kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan tulang (Somantri,2009).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycrobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan.

(Riskesdas,2013).

Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 jumlah kasus baru Tuberkulosis (TBC) terdapat 10,4 juta kasus TBC di dunia, meningkat dari tahun sebelumnya hanya 9,6 juta kasus. . Indonesia merupakan negara dengan beban TB tertinggi kedua negara di dunia setelah India. Adapun jumlah temuan

(21)

TBC terbesar adalah di India sebanyak 2,8 juta kasus, Indonesia sebanyak 1,02 juta kasus dan Tiongkok sebanyak 918 ribu kasus. Jumlah kasus terdiri dari 56%

laki-laki, 34% wanita dan 10% anak-anak. Tuberkulosis termasuk 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. (WHO,Global Tuberculosis Report,2016).

Pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 330.729 kasus. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2015 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 18,07% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,25% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 16,81% (Kemenkes RI,2017).

Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2014 diperhitungkan sasaran penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 22.026 jiwa dan hasil cakupan penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) yaitu 11.818 kasus atau 76,35%. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan cakupan penemuan kasus baru tahun 2013 sebesar 72,29%

namun lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 82,57% dan tahun 2011 sebesar 76,57% (Profil Kesehatan Sumatera Utara,2014).

Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang

(22)

menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka.

Keluarga yang pernah mendengar tentang TBC 76% dan 85% mengetahui bahwa TBC dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TBC gratis (Depkes RI,2011).

Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masih ada keluarga yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit tuberkulosis.

Hasil survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TBC, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik swasta. Namun pada responden yang pernah menjalani pengobatan TBC, tiga Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) utama yang digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan praktik dokter swasta.

Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS (Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) untuk diagnosis dan pengobatan TBC merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas (Depkes RI,2011).

Hasil penelitian Media (2010) menunjukkan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai tanda-tanda penyakit TBC relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TBC, perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksakan dahak dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masih kurang, karena

(23)

mereka malu dan takut divonis menderita TBC. Hasil penelitian Astuti (2013) menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan penyakit TBC.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui penginderaan (telinga), dan indera penglihatan (mata). Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik atau buruk, dan sebagainya (Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang baik apabila tidak ditunjang dengan sikap yang positif yang diperlihatkan akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, seperti yang diungkapkan oleh Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan.

Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paketpengobatan. Strategi pengendalian penyakit tuberkulosis dilaksanakan dengan melibatkan semua unit pelayanan kesehatan baik Puskesmas, Rumah

(24)

Sakit, Pustu, Klinik, Balai Pengobatan dan dokter praktek Swasta (DPS) melaksanakan DOTS dalam penanggulangan TBC. Indikator untuk menilai cakupan penemuan penderita minimal 83% dari perkiraan penderita baru BTA positif (Profil Kesehatan Sumatera Utara,2015).

Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan khusus yang dibuat untuk membantu klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry &

Potter,2005). Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Upaya pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC (Francis,2011).

Upaya pencegahan penyakit TB Paru yang perlu dilakukan masyarakat dan khususnya bagi keluarga penderita TB Paru adalah dengan membuka jendela rumah setiap hari, menjemur kasur dan bantal secara teratur, pengidap TB Paru diminta untuk menutup hidung dan mulutnya saat batuk atau bersin, minum obat secara teratur sampai selesai, jangan meludah di sembarang tempat, dianjurkan memakai masker atau penutup mulut apabila sedang dalam perjalanan, gunakan tempat penampungan dahak seperti kaleng yang ditambahkan air sabun, cuci dan bersihkan barang-barang yang digunakan penderita seperti alat makan dan minum atau perlengkapan tidur (Kemenkes RI,2011).

(25)

Pada tahun 2016 jumlah penemuan kasus penyakit TB Paru BTA (+) di Kota Padangsidimpuan adalah 375 kasus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu 89 kasus (Profil Kesehatan Kabupaten/Kota,2016). Diperkirakan masih banyak kasus TB yang tidak terdata yang disebabkan tidak adanya penanganan atau pengobatan karena masyarakat beranggapan bahwa TB Paru adalah penyakit guna-guna atau biasa disebut “tarpangan”.

Kota Padangsidimpuan memiliki 9 Puskesmas yaitu Puskesmas Padangmatinggi, Sadabuan, Sidakkal, Batunadua, Pijorkoling, Hutaimbaru, Pintu Langit, Labuhan Rasoki dan Poken Jior. Puskesmas Pijorkoling terletak di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara dengan wilayah kerja terdiri dari 18 kelurahan. Data kasus penyakit TB Paru pada tahun 2016 yang tercatat di Puskesmas Pijorkoling yaitu angka suspek sebanyak 750 orang dan kasus yang ditangani berjumlah 104 orang. Terjadi peningkatan kasus bila dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu angka suspek 799 orang dan kasus yang ditangani sebanyak 88 orang. Pada bulan Februari sampai April 2018 pasien penderita TB Paru sebanyak 64 orang dengan suspek 516 orang. Dari hasil data menunjukkan kasus TB Paru masih tinggi di Puskesmas Pijorkoling.

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti, dari pernyataan beberapa penderita TB Paru di Puskesmas Pijorkoling dapat diketahui bahwa penderita TB Paru sangat beresiko terhadap penularan penyakit TB Paru. Salah satu penyebab Penderita TB Paru sangat beresiko adalah karena Penderita saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya baik dengan kertas tissue maupun lap tangan dan membuang dahak di sembarangan tempat. Salah satu penderita TB Paru juga

(26)

mengakui bahwa 3 dari 5 anggota keluarganya positif TB Paru termasuk dia sendiri. Penderita tidak mengetahui bagaimana pencegahan penularan terhadap keluarga sehingga tidak ada perbedaan peralatan makan di dalam keluarga dan tidak memakai masker ketika pergi keluar rumah. Dari hasil wawancara peneliti dapatkan jawaban pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap pencegahan penularan penyakit TB Paru masih rendah dan penderita masih berperilaku kurang bersih dan sehat.

Dari paparan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah pengetahuan sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

(27)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik penderita TB Paru (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan) di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

2. Untuk mendeskripsikan pengetahuan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

3. Untuk mendeskripsikan sikap penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

4. Untuk mendeskripsikan ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

5. Untuk mendeskripsikan peran petugas kesehatan terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

6. Untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

7. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

(28)

8. Untuk mengetahui hubungan sikap penderita TB Paru terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

9. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

10. Untuk mengetahui hubungan peran petugas kesehatan terhadap upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Lokasi Penelitian

Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengoptimalisasikan penanggulangan TB Paru di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

2. Bagi Penulis

Memberi pengalaman dan kesempatan untuk melaksanakan penulisan dengan metode yang benar, penulis mampu berpikir lebih baik dalam memahami masalah serta melakukan analisis secara ilmiah dan sistematis.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan datang mengenai aspek lain tentang TB Paru.

(29)

2.1 Perilaku Kesehatan

Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 memberikan batasan:

kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.

Kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usila (usia lanjut) berlaku produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo,2012).

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Kusrini (2009) mengungkapkan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek.

(30)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya terbentuknya suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif. Dalam arti seseorang terlebih dahulu diberi stimulus yang berupa informasi tentang upaya pencegahan penyakit TBC sehingga menimbulkan pengetahuan yang baru dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap pada orang tersebut terhadap informasi upaya pencegahan penyakit TBC yang diketahuinya.

Akhirnya rangsangan yakni informasi upaya pencegahan penyakit TBC yang telah diketahuinya dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan atau sehubungan dengan stimulus atau informasi upaya pencegahan penyakit TBC (Notoatmodjo,2007).

Djannah (2009) dalam penelitiannya di Yogyakarta mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan terhadap suatu objek maka akan semakin baik pula sikap seseorang terhadap objek tersebut. Pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di

(31)

dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

2.2.2 Jenis Pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut:

1. Pengetahuan Implisit

Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

2. Pengetahuan Eksplisit

Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

2.2.3 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

(32)

4. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis), menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

2. Informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

(33)

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

6. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik, dan sebagainya.

(34)

Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo (2010) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

Sikap dalam hal ini merupakan sikap seseorang dalam menghadapi penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya. Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu dan bertindak atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya. Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan, antara lain nilai-nilai yang diyakini dan norma-norma yang dianut. Untuk dapat mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan secara perlahan-lahan dan berulang-ulang dengan memperlihatkan keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi informasi tersebut (Kurniasari,2008).

2.3.2 Komponen Pokok Sikap

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh, seorang ibu telah mendengar penyakit TB paru (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

(35)

sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan pencegahan agar anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit TB paru.

Budiman (2013) menjelaskan bahwa komponen utama sikap adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran 2. Perasaan 3. Perilaku

2.3.3 Tingkatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, Notoatmodjo (2007) membagi sikap dalam berbagai tingkatan, yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.

(36)

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi tindakannya.

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap

Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah:

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

4. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif

(37)

yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.4 Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan antara lain :

(38)

1. Respons terpimpin (guided response) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama.

2. Mekanisme (mecanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua.

3. Adopsi (adoption) yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.5 TUBERKULOSIS 2.5.1 Pengertian dan Sejarah

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012).

TBC adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2002).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke

(39)

bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Notoatmodjo,2011).

Kuman penyebab TBC (mycobacterium tuberculosis) ditemukan pertama kali pada tahun 1882 oleh Robert Koch, sedangkan vaksin BCG ditemukan pada tahun 1921. Kemudian pada tahun 1994 ditemukan streptomisin sebagai obat pertama anti TBC, kemudian disusul INH pada tahun 1949. Penyakit TBC muncul kembali kepermukaan dengan meningkatnya kasus TBC di negara-negara maju atau industri pada tahun 1990. Selain itu, peningkatan kasus TBC sebagai reemerging disease dipengaruhi pula dengan terjadinya penyebaran infeksi

HIV/AIDS. Saat ini di seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal. TBC umumnya menyerang golongan usia produktif dan golongan sosial ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber daya manusia yg dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara.

2.5.2 Etiologi

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa hari.

2.5.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(40)

(dropletnuclel). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang lembab dan gelap. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes,2011).

2.5.4 Resiko Penularan

Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak pasien TB Paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar daripada TB Paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahun ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

Menurut WHO ARTI Indonesia bervariasi antar 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi positif (Depkes,2011).

2.5.5 Tanda dan Gejala

Somantri (2009) menjelaskan keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam keluhan dan keluhan yang sering muncul adalah :

(41)

1. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang mencapai 40° - 41 ℃ yang hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi mycobacterium tuberculosis yang masuk.

2. Batuk

Gejala ini banyak ditemukan. Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (lebih dari 3 minggu). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah pada tuberkulosis karena terdapat pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan batuk darah ini terjadi pada kavitas dan terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3. Sesak nafas

Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak akan terjadi pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

(42)

4. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien menarik atau melepaskan nafasnya.

5. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini sering ditemukan seperti anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

6. Pada atelektasis terdapat gejala berupa : sianosis, sesak nafas, dan kolaps.

Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada rontgen dada tampak bayangan hitam pada sisi yang sakit dan diafragma menonjol ke atas.

2.5.6 Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis dibedakan menjadi dua menurut organ tubuh (anatomical site) yang terkena, yaitu :

1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Tuberkulosis dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a) Tuberkulosis paru BTA positif (sangat menular)

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif.

(43)

- Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif.

b) Tuberkulosis paru BTA negatif

Pemeriksaan dahak negatif, foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. Positif negatif yang dimaksudkan disini adalah

“hasilnya meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif (Yoannes,2008).

2. Tuberkulosis extra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya lymfa, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes RI,2011).

2.5.7 Klasifikasi Penderita Berdasarkan Riwayat Pengobatan menurut Departemen Kesehatan RI (2011)

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah minum OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

2. Kasus yang sebelumnya diobati a. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan/kultur).

(44)

b. Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat setelah 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

c. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3. Kasus pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.

4. Kasus lain :

Adalah kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang a. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya

b. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya c. Kembali diobati dengan BTA negatif

2.5.8 Diagnosis TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan

dan ditemukan kuman TB. Pada program TB Nasional penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan

(45)

gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes RI,2011).

2.5.9 Pengobatan

Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat anti mikroba yang diberikan dalam jangka waktu lama. Obat-obatan ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.

Departemen Kesehatan RI (2011) menjelaskan prinsib-prinsib pengobatan tuberkulosis adalah sebagai berikut :

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT - Kombinasi

Dosis Tetap (OAT_KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kebersihan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

a. Tahap awal (Intensif)

- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk terjadinya resisten obat.

- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

(46)

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman pesister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2011), persyaratan PMO adalah seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela. Selain itu, bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluha bersama-sama dengan penderita. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat, pekarya, sani tarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari keder kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Adapun tugas PMO adalah mengawasi penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

(47)

2.5.10 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan baik perorangan maupun kelompok. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularannya adalah :

a. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur dan setiap ruangan dalam rumah dilengkapi jendela yang cukup untuk pencahayaan alami dan ventilasi untuk pertukaran udara serta usahakan agar sinar matahari dapat masuk ke setiap ruangan dalam rumah melalui jendela atau genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet.

b. Menjemur kasur dan bantal secara teratur.

c. Pengidap TBC diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka batuk atau bersin.

d. Minum obat secara teratur sampai selesai, gunakan Pengawas Minum Obat (PMO) untuk menjaga keteraturan minum obat.

e. Jangan meludah di sembarang tempat karena ludah yang mengandung mycobacterium tuberculosis akan terbawa udara dan dapat terhirup orang lain.

(48)

f. Apabila sedang dalam perjalanan maka penderita dianjurkan memakai penutup mulut atau masker, dan bila akan membuang dahak maka harus closet kemudian disiram atau dipembuangan mengalir.

g. Gunakan tepat penampungan dahak seperti kaleng atau sejenisnya yang ditambahkan air sabun.

h. Cuci dan bersihkan barang-barang yang digunakan oleh penderita. Seperti alat makan dan minum atau perlengkapan tidur.

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah TBC, yaitu :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan

(49)

kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter dan diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 bulan sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat dilakukan dengan penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan

(50)

yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) 2010 menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu :

a. Bagi masyarakat

1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC

2. Tidur dan istirahat yang cukup

3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba 4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya

5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

6. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC

7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai TBC agar segera memeriksa diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

b. Bagi penderita

1. Tidak meludah di sembarangan tempat 2. Menutup mulut saat batuk atau bersin 3. Berperilaku hidup bersih dan sehat 4. Berobat sesuai atauran sampai sembuh

5. Memeriksa balita yang tinggal serumah agar segera diberikan pengobatan pencegahan

(51)

2.6 Landasan Teori

Menurut Green dan Kreuter (1991) pada tahun 1980, merupakan model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi promosi kesehatan yang dikenal dengan model PRECEDE-PROCEED yang merupakan model partisipasi masyarakat yang berorientasi menciptakan masyarakat yang berhasil mengubah perilaku akibat intervensi promosi kesehatan.PRECEDE (Predispising, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation).

PRECEDE merupakan kerangka untuk membantu perencanaan mengenal masalah, mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program.

PROCEED merupakan singkatan dari Polyce, Regulatory, and Organizational Contructs in Educational and Environmental Development.

Model PRECEDE-PROCEED terdiri atas sembilan tahap yaitu tahap pertama gabungan beberapa tahap yang kelihatannya sulit tetapi dirangkaian percobaan mendekati kelanjutan tentang langkah-langkah mengungkapkan suatu urutan sangat logis untuk program promosi kesehatan. Dasar dari model ini adalah untuk memulai mendekati dengan mengindentifikasi, menentukan penyebab, dan akhirnya mendesain serta intervensi yang diarahkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan kata lain, PRECEDE-PROCEED dimulai dengan pembatasan-pembatasan yang konsekuensinya dipengaruhi oleh penyebab.

(52)

Gambar 2.1 Landasan Teori

(53)

2.7 Kerangka Teori

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2012), perilaku dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Faktor-faktor presdisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari seseorang.

2. Faktor-faktor pemungkin/pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

(54)

Bagan teori perilaku Lawrance Green (1980)

Gambar 2.2 Kerangka Teori Green (Notoatmodjo 2012) 1 Faktor Predisposisi

a Karakteristik b Pengetahuan c Sikap

2 Faktor Pendukung a Fasilitas

Kesehatan b Sarana dan

prasarana c Ekonomi

3 Faktor Penguat a Keluarga b Petugas

Kesehatan c Tokoh

Masyarakat d Tokoh Agama

Perilaku

Lingkungan

Kesehatan Kualitas hidup PROMOSI

KESEHATAN

Pendidikan kesehatan

Kebijakan regulasi organisasi

(55)

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Predisposing Factor

- Jenis kelamin - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap

Faktor Pendukung - Ketersediaan Fasilitas

Kesehatan

Faktor Penguat - Peran Petugas

Kesehatan

Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru

(56)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu untuk mengetahui pengetahuan sikap dan tindakan penderita TB Paru.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan. Alasan memilih Puskesmas Pijorkoling sebagai lokasi penelitian karena puskesmas tersebut memiliki angka kunjungan pasien TB yang berobat lebih banyak yaitu sebanyak 64 orang dan di Puskesmas Labuhan Rasoki yaitu 22 orang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita TB Paru yang berobat di Puskesmas Pijorkoling pada bulan Februari sampai April 2018 yaitu berjumlah 64 orang.

(57)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan subjek penelitian yang berjumlah 64 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh meliputi data kunjungan pasien TB Paru yang berkunjung ke Puskesmas Pijorkoling dan Profil Dinas kesehatan Kota Padangsidimpuan.

3.5 Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang dikategorikan dua yaitu laki-laki dan perempuan.

2. Umur

Umur adalah lama waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak responden dilahirkan sampai ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan tahun sesuai dengan pengakuan responden.

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori Green (Notoatmodjo 2012)1 Faktor Predisposisia Karakteristikb Pengetahuanc Sikap2  Faktor Pendukunga Fasilitas Kesehatanb Sarana dan prasaranac Ekonomi3 Faktor Penguata Keluargab Petugas Kesehatanc Tokoh Masyarakatd Tokoh AgamaPer
Gambar 2.3   Kerangka Konsep PenelitianPredisposing Factor- Jenis kelamin- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan  - Sikap Faktor Pendukung- Ketersediaan Fasilitas KesehatanFaktor Penguat- Peran Petugas Kesehatan
Tabel 4.1 Distribusi  Karakteristik  Responden Penderita  TB  Paru  di  Kecamatan  Padangsidimpuan  Tenggara  Kota  Padangsidimpuan  Tahun 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika pasien tidak mendapat penanganan yang tepat pada empat minggu pertama semenjak ia terinfeksi, penyakit tersebut akan berlanjut ke tahap kedua dimana kulit, sistem saraf, sendi,

Riwayat Hipertensi sebelumnya (+) dibenarkan oleh keluarganya, tapi pasien tidak sering minum obat, hanya beberapa minggu saja dalam sebulan pasien mengkonsumsi obat.. Keluarga

tujuan perjuangannya. DI memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia melalui perjuangan bersenjata dengan cara kekerasan, sedangkan KPPSI memperjuangkan penerapan Syari’at

Penelitian terkait dengan perilaku terhadap penerimaan teknologi dengan pendekatan TAM sejak dikenalkannya TAM pada tahun 1986 oleh Davis antara lain oleh Szajna (1994)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul berguna dan bermanfaat bagi para

Dalam penelitian ini penulis berterimakasih kepada pihak – pihak yang telah membantu penulis dalam kelengkapan proposal penelitian ini, sehingga dapat menjadikan

Respon guru tentang pentingnya tujuan pelatihan media pembelajaran berbasis e- learning , Schoology bagi guru SMK Program Keahlian Administrasi Perkantoran Di

Strategi Konservasi Ekosistem Mangrove Desa Mangega dan Desa Bajo sebagai Destinasi Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Sula.. Prodi Perencanaan Wilayah &amp; Kota