• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan dalam melakukan penelitian tugas akhir tentang perancangan usulan alat bantu untuk mengurangi level risiko postur kerja operator di stasiun warping PT. Iskandar Indah Printing Textile.

2.1 Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “ergon”

berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Menurut Tarwaka (2015), ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih.

Untuk menghindari sikap dan posisis kerja yang kurang baik, pertimbangan- pertimbangan ergonomi yang disarankan menurut Nurmianto (2008) meliputi : a. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.

b. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan.

c. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring.

d. Penetapan sikap dan posisi kerja sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan pada pekerja dengan memperhatikan sikap dan posisi kerja yang mereka senangi.

2.2 Postur Kerja

Sikap kerja merupakan sikap tubuh (posture) manusia saat berinteraksi dengan peralatan kerja, sedangkan sikap tubuh atau postur tubuh adalah orientasi relatif tubuh dalam suatu ruang (Sucipta, 2009). Posisi tubuh dalam beraktivitas

(2)

commit to user

II-2

melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi kerja dengan variasi tempat kerja. Sikap kerja dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut (Pheasant, 1991):

1. Sikap Kerja Alamiah

Sikap kerja alamiah adalah sikap kerja atau posisi kerja yang sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang belakang. Misalnya pada sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit lordose pada pinggang dan sedikit kifose pada punggung.

Dengan posisi seperti ini pengaruh buruk pada tulang belakang terutama pada lumbosacral dapat dikurangi. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan kursi dengan sandaran pinggang yang sesuai dengan bentuk anatomis alami tulang belakang.

2. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tida alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Posisi tubuh atau sikap kerja yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain:

a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain- lain.

b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan menggerakkan kaki, tangan atauleher/kepala).

d. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).

Menurut Pheasant (1991), sikap tubuh (posture) manusia secara mendasar yaitu:

(3)

commit to user

II-3 1. Sikap Duduk

Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilaukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja.

2. Sikap Berdiri (standing)

Sikap kerja dengan posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada kedua kaki. Berdiri dengan posisi benar yaitu dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua kaki.

3. Sikap Berbaring (lying)

Sikap kerja terlentang dengan bagian lordosis dipertahankan dengan dan pada lutut dalam posisi 450.

4. Sikap Jongkok

Sikap kerja dengan posisi lutut, paha, badan, dan lumbal semua dalam posisi fleksi maksimal.

Menurut Bridger (1995), sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya adalah:

1. Fisik: umur, jenis kelamin, ukuran antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi, dan penglihatan.

2. Jenis keperluan tugas: pekerjaan memerlukan ketelitian, kekuatan tangan, ukuran tempat duduk, giliran tugas, dan waktu istirahat.

3. Desain tempat kerja: seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja, kondisi bidang pekerjaan, dan faktor lingkungan.

Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan getaran.

2.3 Metode untuk Menganalisis Postur Kerja a. Quick Exposure Cheklist (QEC)

Quick Exposure Cheklist (QEC) dikembangkan untuk memungkinkan praktisi kesehatan dan keselamatan kerja untuk melakukan penilaian faktor risiko musculoskeletal (Stanton, dkk., 2005). QEC berfokus pada penilaian dan perubahan eksposur sehingga memungkinkan penerapan intervensi di tempat kerja dengan

(4)

commit to user

II-4

segera. Berdasarkan masukan dari praktisi kesehatan dan keselamatan serta ahli ergonomi, dilakukan modifikasi dan pengembangan lebih lanjut untuk kegunaan dan validitas QEC menggunakan pendekatan partisipatif pada simulasi maupun pekerja sungguhan. QEC memiliki tingkat sensitivitas dan reliabilitas yang diterima secara luas. Kajian lapangan membuktikan bahwa QEC dapat digunakan pada cakupan tugas (task) yang luas. Empat aspek kegunaan yang didapatkan meliputi sikap, pembelajaran, fleksibilitas, dan efektivitas (Stanton, dkk., 2005).

Metode QEC dapat digunakan untuk beberapa tujuan, sebagai berikut : 1. Identifikasi faktor-faktor risiko untuk kerja terkait MSDs.

2. Mengevaluasi tingkat risiko pajanan untuk bagian tubuh yang berbeda.

3. Menyarankan tindakan yang perlu diambil untuk mengurangi risiko.

4. Mengevaluasi efektivitas intervensi ergonomi di tempat kerja.

5. Memberikan pengetahuan kepada pengguna tentang risiko musculoskeletal di tempat kerja.

Penialaian menggunakan metode QEC melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Observer’s Assessment

Observer’s Assessment atau penilaian oleh pengamat dilakukan dengan menggunakan checklist untuk menilai suatu jenis tugas (task) tertentu. Sebelum melakukan penilaian, setidaknya harus didahului dengan observasi terhadap satu rangkaian proses kerja. Jika suatu pekerjaan (job) terdiri dari beberapa variasi tugas (task), penilaian dilakukan satu persatu dengan checklist terpisah. Pengamatan mengobservasi postur dan posisi tubuh pekerja ketika melakukan pekerjaan berdasarkan beberapa point pada checklist. Anggota tubuh yang dinilai yaitu punggung, bahu, lengan, pergelangan tangan dan tangan serta leher.

2. Worker’s Assessment

Worker’s Assessment checklist merupakan angket/kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan karakteristik dan kondisi kerja. Checklist diisi oleh pekerja yang telah diamati dan dinilai oleh pengamat.

3. Perhitungan Nilai Pajanan

(5)

commit to user

II-5

Penghitungan nilai pajanan dilakukan dengan menggunakan table exposure scores.

4. Penentuan Tindakan Perbaikan/Intervensi

Setelah tingkat pajanan/risiko diketahui, diharapkan adanya upaya tindak lanjut terhadap pekerjaan yang telah dinilai demi meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan kesehatan dan keselamatan pekerja (Stanton, dkk., 2005).

b. Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF)

Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah alat penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk menentukan sembilan bagian tubuh yang dapat berisiko terhadap terjadinya CTD (Cummulative Trauma Disorders) atau risiko gangguan kesehatan pada sistem rangka. Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari ketiga penetapan data (sederhana, mudah dipahami, dan dapat dipercaya) dan juga yang paling memberikan beban paling berat. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi : tangan kiri, dan pergelangan tangan kiri, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung, tangan kanan dan pergelangan tangan kanan, siku kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1995).

Metode BRIEF menilai postur terhadap beberapa bagian-bagian tubuh diantaranya:

1. Tangan dan pergelangan tangan kiri 2. Siku kiri

3. Bahu kiri 4. Leher 5. Punggung

6. Tangan dan pergelangan tangan kanan 7. Siku kanan

8. Bahu kanan 9. Kaki

Metode BRIEF juga menilai pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dan juga dapat menentukan beban yang paling berat yang diterima pekerja (Humantech, 1995).

(6)

commit to user

II-6 c. Assessment of Repetitive Tasks (ART)

Assessment of repetitive tasks (ART) tool adalah sebuah metode yang diperkenalkan oleh Health and Safety Executive (HSE) yang didesain untuk membantu safety inspector untuk menilai kegiatan repetitif terutama bagian tangan dan lengan atau anggota gerak atas. ART memudahkan untuk menilai beberapa faktor risiko yang berkontribusi dalam terjadinya gangguan pada anggota gerak bagian atas terutama tangan dan lengan, dimana kegiatan repetitif biasa ditemukan di perusahaan produksi, pemrosesan, perakitan, pengepakan, dan pekerjaan penyusunan yang peralatannya melibatkan penggunaan tangan (HSE, 2009).

Penialaian menggunakan metode ART melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Lakukan observasi untuk mengetahui kondisi kerja dan aktivitas kerja dari responden

2. Konsultasikan pekerja yang bertanggung jawab sebelum melakukan pengukuran

3. Rekam dengan video jika perlu, guna membantu memudahkan dalam proses perhitungan

4. Setelah melakukan observasi deskripsikan pekerjaan yang akan dinilai 5. Pastikan membaca pedoman penggunaan metode

6. Lakukan perhitungan yang terbagi dalam empat bagian

 Bagian A: Frekuensi dan gerakan berulang

 Bagian B: Kekuatan

 Bagian C: Postur janggal

 Bagian D: Faktor tambahan

7. Setelah melakukan penilaian dari tiap-tiap bagian, seluruhnya dijumlah dan di kalikan dengan durasi, sehingga akan mendapatkan skor akhir seperti berikut:

(7)

commit to user

II-7

Tabel 2.1 Level Risiko ART

Level Exposure Skor Proposed Exposure Level Low 0 – 11 Pertimbangkan keadaan individu Medium 12 – 21 Diperlukan investigasi lebih lanjut High 22 atau lebih Sangat diperlukan investigasi lebih lanjut

d. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. Piranti ini tidak membutuhkan peralatan khusus dalam menyediakan pengukuran postur leher, punggung, lengan dan tubuh bagian atas seiring fungsi otot dan beban luar yang di alami tubuh. Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur yang di adopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator display maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana risiko yang terkait dengan kelainan otot rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada (Mc Atamney dan Corlett, 1993).

Metode ini menggunakan diagram-diagram dari postur tubuh dan tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor risiko. Faktor - faktor risiko yang di jelaskan merupakan faktor beban eksternal yaitu :

1. Jumlah gerakan.

2. Pekerja dengan otot statis.

3. Tenaga.

4. Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan.

5. Waktu kerja tanpa istirahat.

Penialaian menggunakan metode RULA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Tahap 1

Untuk memudahkan dan mempercepat dalam pengukuran, metode RULA membagi pengukuran tubuh menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A meliputi bagian lengan atas dan bawah serta pergelangan tangan, sedangkan pada kelompok B meliputi leher, punggung dan kaki.

(8)

commit to user

II-8

Pengelompokan tersebut dilakukan untuk memastikan seluruh postur tubuh dapat terekam dengan baik sehingga segala kejanggalan atas atau batas postur oleh kaki, punggung atau leher yang dapat mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup.

2. Tahap 2

Setelah membagi kelompok A dan B, kemudian dilakukan skoring, dimana skoring dilakukan dengan cara merekam kegiatan kemudian menentukan skor yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau pekerjaan. Setiap skor yang dihasilkan dimasukkan kedalam tabel A untuk kelompok A dan tabel B untuk kelompok B, untuk memperoleh skor A dan skor B.

3. Tahap 3

Setelah memperoleh skor A dan B maka kedua skor dimasukkan kedalam tabel grand score untuk memperoleh tindakan yang dibutuhkan atau tingkat risiko.

Adapun tingkatan Action level pada grand score sebagai berikut : Tabel 2.2 Level Risiko RULA

Level Skor Action Level

Low 1 – 2 Postur dapat terima selama tidak berulang untuk waktu yang lama

Medium 3 – 4 Dibutuhkan penyelidikan lebih jauh dan mungkin saja diperlukan perubahan

High 5 – 6 Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera Very

high >T Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin

e. Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Metode REBA adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas tenaga kerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan risiko yang

(9)

commit to user

II-9

diakibatkan postur kerja operator (Hignett & McAtmney, 2000 dalam Modul REBA, 2012).

Menurut Tarwaka (2015), keistimewaan aplikasi metode REBA untuk membantu mempermudah implementasi di lapangan, sebagai berikut :

1. Metode REBA adalaah metode yang sensitif untuk mengevaluasi risiko, khusunya pada sistem muskuloskeletal.

2. Metode REBA, membagi menjadi segmen-segman tubuh yang akan diberi kode secara individu, dan mengevaluasi baik anggota badan bagian atas maupun tubuh, leher, dan kaki.

3. Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pada beban postural selama penanganan kontainer yang dilakukan dengan tahapan atau bagian tubuh lainnya.

4. Medode ini, dianggap relevan untuk jenis kontainer yang mempunyai pegangan.

5. Memungkikan untuk melakukan penilaian terhadap aktivitas otot yang disebabkan oleh posisi tubuh statis, atau karena terjadinya perubahan postur yang tak terduga atau tiba-tiba.

6. Hasilnya untuk menentukan tingkat risiko cidera dengan menetapkan tingkat tindakan korektif yang diperlukan dan melakukan intervensi untuk perbaikan segera.

Penialaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atemney (2000) melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.

Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja mulai dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja saat melakukan aktivitas kerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

(10)

commit to user

II-10

Tahap 2 : Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.

Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sedangkan grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Skor berdasarkan data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai table A score berdasarkan tabel A dan mendapatkan nilai table B score berdasarkan tabel B.

 Grup A

1) Batang tubuh (Trunk)

Gambar 2.1 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh

Hasil skor pengukuran terhadap posisi punggung sebagai berikut:

(1) Skor 1 : Lurus / tegak alamiah

(2) Skor 2 : 0˚ - 20˚ fleksion sampai ekstension (3) Skor 3 : 20˚ - 60˚ fleksion

(4) Skor 4 : > 60˚ fleksion

(5) Skor +1 : jika memutar/miring kesamping 2) Leher (Neck)

Gambar 2.2 Postur Tubuh Bagian Leher Hasil skor pengukuran terhadap posisi leher sebagai berikut:

(1) Skor 1 : 0˚ - 20˚ fleksion sampai ekstension (2) Skor 2 : >20˚ fleksion atau ekstension

(3) Skor +1 : jika leher memutar ke kanan atau ke kiri

(11)

commit to user

II-11 3) Kaki (Legs)

Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Kaki Hasil skor pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut:

(1) Skor 1 : kaki tertopang, bobot tersebar merata jalan atau duduk (2) Skor 2 : kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata/postur tidak stabil (3) Skor +1 : jika lutut antara 30˚ - 60˚ fleksion

(4) Skor +2 : Jika lutut >60˚ fleksion ketika tidak duduk 4) Beban (Load)

Hasil skor pengukuran terhadap beban sebagai berikut:

(1) Skor 0 : beban <5 Kg

(2) Skor 1 : beban antara 5 – 10 Kg (3) Skor 2 : beban >10 Kg

(4) Skor +1 : Jika ada penambahan beban secara tiba – tiba

 Grup B

5) Lengan atas (Upper Arm)

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas

Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan atas sebagai berikut:

(1) Skor 1 : 0˚ - 20˚ fleksion sampai ekstension (2) Skor 2 : > 20˚ ekstension 20˚ - 45˚ fleksion (3) Skor 3 : 45˚ - 90˚ fleksion

(4) Skor 4 : > 90˚ fleksion

(5) Skor +1 : jika posisi lengan adducted atau rotated (6) Skor +1 : jika bahu ditinggikan

(7) Skor -1 : jika bersandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi

(12)

commit to user

II-12 6) Lengan bawah (Lower Arm)

Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah

Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan bawah sebagai berikut:

(1) Skor 1 : 60˚ - 100˚ fleksion sampai ekstension (2) Skor 2 : <20˚ fleksion atau >100˚ fleksion 7) Pergelangan tangan (Wrist)

Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan

Hasil skor pengukuran terhadap posisi pergelangan tangan sebagai berikut:

(1) Skor 1 : 0˚ - 15˚ fleksion sampai ekstension (2) Skor 2 : >15˚ fleksion atau ekstension

(3) Skor +1 jika tangan memutar ke kanan atau kiri

Tahap 3 : Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan aktivitas pekerja.

Selain scoring pada masing-masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu disertakan adalah berat beban, coupling dan aktivitas pekerjanya. Masing-masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. Berikut tabel penilaian berat beban dan coupling :

8) Force/load (beban)

(1) Skor +0 : Beban atau force <5 kg.

(2) Skor +1 : Beban atau force antara 5 - 10 kg (3) Skor +2 : Beban atau force >10 kg

(4) Skor +3 : Pembebanan atau force secara tiba-tiba atau mendadak.

9) Coupling (pegangan)

Hasil skor pengukuran terhadap posisi pegangan sebagai berikut:

(13)

commit to user

II-13

(1) Skor 0 (Baik) : pegangan pas dan tepat di tengah, genggaman kuat (2) Skor 1 (Sedang) : pegangan tangan bisa diterima tetapi tidak ideal (3) Skor 2 (Kurang baik) : pegangan tangan tidak bisa diterima walau memungkinkan

(4) Skor 3 (Tidak dapat diterima) : dipaksakan pegangan yang tidak aman Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.

Setelah didapatkan skor dari tabel REBA A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel REBA B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai dari bagian B. Dari nilai bagian A dan B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel REBA C yang ada dengan nilai aktivitas pekerja.

Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui tingkat risiko pada musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko serta perbaikan kerja.

Level risiko yang terjadi dapat diketahui berdasarkan nilai Final REBA Score.

Berikut akan dijelaskan level risiko dan tindakan yang harus dilakukan terhadap suatu pekerjaan :

Tabel 2.3 Level Risiko REBA

Skor

REBA Level Risiko Level

Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan

2 – 3 Kecil 1 Mungkin diperlukan perbaikan

4 – 7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan

8 – 10 Tinggi 3 Segera dilakukan perbaikan

11 – 15 Sangat tinggi 4 Dilakukan perbaikan sekarang juga

2.4 Metode Pahl dan Beitz (Metode VDI 2221)

Persatuan Insinyur Jerman (Verein Deutscher Ingenieure/VDI) membuat suatu metode perancangan produk yang dikenal dengan metode VDI 2221. Metode tersebut adalah “ Pendekatan Sistematik terhadap Desain untuk Sistem Teknik dan Produk Teknik” (Systematic Approach To The Design Of Technical System And

(14)

commit to user

II-14

Product) yang dijabarkan oleh G. Pahl dan W. Beitz dalam bukunya; Engineering Design : A Systematic Approach. Metode Pahl dan Beitz adalah salah satu teori yang membicarakan tentang cara merancang produk yang terdiri dari 4 kegiatan atau tahap, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat tahap tersebut adalah :

a. Perencanaan dan Penjelasan Tugas

Tugas tahap ini adalah menyusun spesifikasi produk (daftar persyaratan) yang mempunyai fungsi khusus dan karakteristik tertentu yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Produk ini dengan fungsi khusus dan karakteristik tertentu tersebut merupakan olahan hasil survei bagian pemasaran atau atas permintaan segmen masyarakat. Fase pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan informasi mengenai permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi. Proses tersebut dapat dilakukan dengan melakukan survey atau wawancara terhadap pengguna produk yang akan dirancang. Wawancara dapat dilakukan secara personal interview atau focus grup discussion. Permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi merupakan batas-batas untuk perancangan produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi produk yang dimuat dalam suatu daftar persyaratan teknis.

Dalam mempersiapkan suatu daftar spesifikasi teknis, hal yang perlu diperhatikan adalah mendefinisikan persyaratan tersebut sebagai tuntutan (demands) atau harapan (wishes). Demands adalah persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap kondisi, wishes adalah persyaratan-persyaratan yang sebaiknya dipenuhi apabila kondisinya memungkinkan.

Suatu hasil rancangan tidak dapat diterima apabila demans-nya tidak terpenuhi. Demand dan Wishes dapat dibedakan secara:

1. Kuantitatif

Berarti data yang sudah ada merupakan jumlah atau besaran, seperti berat maksimum.

2. Kualitatif

Berarti data-data merupakan variasi disain yang diizinkan atau merupakan sifat khusus.

Daftar persyaratan merupakan hal yang harus diperhatikan didalam mengerjakan tahap-tahap selanjutnya. Apabila ditemukan hal-hal penting pada

(15)

commit to user

II-15

proses perancangan maka daftar persyaratan dapat ditinjau kembali untuk dimodifikasi atau ditambahkan daftar pesyaratan baru.

b. Perancangan Konsep Produk

Tahap ini bertujuan untuk menentukan beberapa konsep produk yang dapat memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi produk yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini dilakukan penentuan struktur fungsi produk, penentuan prinsip kerja produk dan penentuan alternatif produk (Prayoto, dkk.

2016).

1. Penentuan Struktur Fungsi Produk

Setelah masalah utama diketahui, kemudian dibuat struktur fungsi secara keseluruhan. Struktur fungsi ini digambarkan dengan blok diagram yang menunjukkan hubungan input dan output. Input dan output berupa aliran energi, material atau sinyal. Struktur fungsi disusun mulai dari fungsi keseluruhan produk atau overall product function, yang kemudian diuraikan menjadi beberapa sub fungsi dan seterusnya setiap sub fungsi, jika mungkin, diuraikan menjadi sub-sub fungsi. Sebagai sebuah struktur maka pada tingkat pertama adalah (overall product function), pada tingkat kedua (dibawahnya) adalah sub fungsi, pada tingkat ketiga (dibawahnya) adalah sub-sub fungsi.

tidak semua sub fungsi dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sub fungsi.

Gambar 2.7 Diagram Blok Struktur Fungsi Produk 2. Penentuan Prinsip Solusi

Dasar-dasar pemecahan masalah diperoleh dengan mencari prinsip- prinsip solusi dari masing-masing sub fungsi. Dalam tahap ini dicari sebanyak mungkin variasi solusi. Metode pencarian prinsip pemecahan masalah menurut Pahl-Beitz yang digunakan adalah metode kombinasi. Metode ini

(16)

commit to user

II-16

mengkombinasikan kemungkinan solusi yang ada. Metode yang dapat digunakan adalah metode bentuk matriks, dimana sub fungsi dan prinsip solusi dimasukkan dalam kolom dan baris. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu morphological chart. Menurut Zeiler (2017), morphological chart adalah matriks dengan kolom dan baris yang berisi aspek, fungsi yang harus dipenuhi dan solusi yang mungkin digabungkan. Diagram morfologi menyusun ruang solusi dan mendorong kreativitas. Di dalam chart ini dibuat kombinasi dari berbagai kemungkinan solusi untuk suatu produk. Berikut merupakan langkah-langkah dalam pembuatan Morphological Chart:

a. Membuat daftar kriteria berdasarkan pada fungsi produk yang telah dijabarkan. Dimana daftar kriteria tersebut didasarkan pada prioritas yang harus dikembangkan.

b. Daftar semua alternatif yang mungkin untuk mencapai setiap fungsi dari produk.

c. Membuat chart untuk mencantumkan semua kemungkinan alternatif.

d. Identifikasi kombinasi alternatif yang layak dilakukan.

Gambar 2.8 Morphological Chart 3. Penentuan Alternatif Produk

Apabila kombinasi antara sub-sub fungsi dengan prinsip solusi terlalu banyak, maka apabila memungkinkan jumlah kombinasi harus dikurangi.

Prosedur yang dilakukan adalah dengan mengeleminasi dan memilih

(17)

commit to user

II-17

kombinasi yang terbaik. Dibawah ini ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan diantaranya :

a. Kesesuaian dengan fungsi keseluruhan.

b. Terpenuhinya demand yang tercantum dalam daftar spesifikasi.

c. Dapat dibuat atau diwujudkan.

d. Pengetahuan atau informasi tentang konsep yang bersangkutan memadai.

e. Kebaikan dalam kinerja dan kemudahan produksi.

f. Kemudahan dirakit g. Kemudahan perawatan h. Faktor biaya

i. Segi keamanan dan kenyamanan.

j. Kemungkinan Pengembangan lebih lanjut

Setelah terbentuk beberapa kombinasi berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka dapat dibuat morfologi mengenai cara kerja serta kelebihan dan kekurangan pada masing-masing kombinasi yang telah tersusun.

e. Perancangan Desain Produk

Tahap selanjutnya adalah perancangan desain yang terdiri dari beberapa langkah.

1. Pembuatan Desain Produk

Pada fase pembuatan desain produk ini, hasil dari tahap mengonsep produk “diberi bentuk”. Maksudnya adalah alternatif-alternatif yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya dituangkan dalam sebuah desain produk.

2. Penilaian Desain Produk

Proses penilaian desain produk menggunakan Engineering Design Selection (matrik keputusan). Menurut Nursyahuddin dan Gasni (2014) metode tersebut cocok untuk mengevaluasi konsep produk yang belum dapat dibandingkan dengan persyaratan teknis atau performa secara langsung karena beberapa konsep produk masih berada dalam tingkat abstraksi yang berbeda. Pada tahap evaluasi konsep produk ini, setiap konsep produk dibandingkan dengan menggunakan kirteria-kriteria yang akan ditentukan.

Setiap konsep produk diberikan skor berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh

(18)

commit to user

II-18

konsep tersebut dan skor masing-masing konsep dijumlahkan sehingga didapatkan salah satu konsep terbaik yang memiliki jumlah skor tertinggi.

Dari beberapa konsep produk yang telah dikombinasikan, maka harus dipilih salah satu konsep produk yang akan dikembangkan ketahap perancangan produk. Untuk memilih konsep produk terbaik maka dilakukan evaluasi dengan metode matrik keputusan. Setiap alternatif konsep produk diberikan nilai. Nilai yang diberikan berkisar dari nilai terendah 1 hingga nilai tertinggi 10. Setiap kriteria juga diberikan penilaian dengan menggunakan bobot, dimana kriteria yang dianggap lebih penting atau yang diutamakan akan diberikan bobot yang lebih besar dibandingkan kriteria yang dianggap biasa saja atau tidak diutamakan. Total bobot untuk seluruh kriteria berjumlah 100.

Kriteria-kriteria ditentukan langsung oleh perancang dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada proses pembuatan produk dan komponen-komponen serta kemungkinan kemudahan dalam pengoperasian produk nantinya. Kriteria tersebut mewakili keinginan hasil rancangan produk sesuai tujuan dan latar belakang dibutuhkannya produk tersebut. Kriteria tersebut berfungsi sebagai faktor pemberat yang akan mengevaluasi dan memberikan skor terhadap setiap alternatif konsep produk. Contoh penilaian dengan matrik keputusan dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.4 Matrik Keputusan

(19)

commit to user

II-19 f. Perancangan Detail Produk

Perancangan detail produk menjelaskan desain produk terpilih beserta susunan komponen produk, dimensi produk, material dari setiap komponen produk yang ditetapkan, dan perkiraan biaya pembuatan produk. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan, dimana kedua hal tersebut disebut dokumen untuk pembuatan produk.

2.5 Antropometri

Istilah antropometri berasal dari kata “anthropos” yang berarti manusia dan

“metron” yang berarti ukuran. Dengan demikian antropometri memiliki arti telaah tentang ukuran tubuh manusia dan mengupayakan evaluasi untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana. Antropometri sangat penting untuk diperhatikan terutama dalam mendesain tempat kerja. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh dan bentuk manusia yang mempunyai banyak varibilitas.

Selain itu jenis kelamin, ras atau suku dan jenis pekerjaan juga mempengaruhi dalam perancangan (Sukania dan Sentosa , 2010).

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Maka menurut Nurmianto (2008) ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran tubuh manusia antara lain :

a. Keacakan (Random)

Hal ini menjelaskan bahwa walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku atau bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.

b. Suku Bangsa

Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

c. Jenis Kelamin

Dimensi ukuran tubuh laki-laki pada umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul dan sebagainya.

(20)

commit to user

II-20 d. Usia

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besarseiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Variansi ini digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk antropometri anak-anak, antropometrinya akan terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun, setelah dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk menurun.

e. Jenis Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan. Misalnya, buruh dermaga harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

f. Posisi Tubuh (Posture)

Sikap atau posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh karena itu posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran dimensi tubuh.

Menurut Purnomo (2013), metode pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Pengukuran Dimensi Statis

Pengukuran dimensi statis yaitu subjek diukur dalam kondisi diam atau disebut juga sebagai pengukuran dimensi struktural. Pengukuran dimensi tubuh statis mencakup pengukuran seluruh bagian tubuh dalam posisi standar dan diam baik dalam posisi berdiri maupun duduk.

b. Pengukuran Dimensi Dinamis

Pengukuran dimensi dinamis disebut juga sebagai dimensi fungsional merupakan dimensi tubuh yang diukur dalam kondisi kerja atau adanya pergerakan yang dibutuhkan dalam suatu kerja.

2.6 Penerapan Data Antropometri dalam Perancangan Produk

Data antropometri dari anggota tubuh manusia sangat bermanfaat dalam melakukan perancangan produk atau fasilitas kerja yang sesuai dengan tubuh manusia (dari berbagai populasi). Karena populasi yang beragam, maka prinsip-

(21)

commit to user

II-21

prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti di bawah ini:

a. Perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim

Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang dirancang tersebut dapat dipakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-orang yang akan memakainya. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim atas maupun ekstrim bawah. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 5 untuk dimensi maksimum dan persentil 95 untuk dimensi minimumnya (Sutalaksana, 1979).

b. Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan

Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut bisa menampung atau bisa dipakai dengan enak dan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya (Sutalaksana, 1979). Disini rancangan bisa dirubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai persentil 5 sampai dengan persentil 95 (Wignjosoebroto, 2005).

c. Perancangan fasilitas berdasarkan ukuran rata-rata

Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak rugi daripada untungnya, artinya hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa enak dan nyaman ketika menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan jika fasilitas tersebut dirancang berdasarkan fasilitas yang bisa disesuaikan, tidak layak karena mahal biayanya (Sutalaksana, 1979).

2.7 Software Siemens Jack

Menurut Di Gironimo, dkk. (2001) Jack adalah produk ergonomi dan faktor manusia yang memungkinkan penggunanya untuk memposisikan model biomekanikal manusia secara akurat dalam virtual environment, memberikan

(22)

commit to user

II-22

model tersebut sebuah set tugas yang akan dikerjakan, dan menganalisis kinerja dari pelaksanaan tugas.

Beberapa kegunaan dari software Jack adalah sebagai berikut:

 Membuat dan memvisualisasikan digital mock-up dari sebuah desain

 Membuat analisis ergonomi pada desain yang dibuat

 Mempelajari manusia dalam tempat kerja yang disimulasikan

 Mengevaluasi operasi pemeliharaan

 Sebagai alat bantu dalam proses pelatihan

Model manekin pada Jack beraksi seperti layaknya manusia sungguhan. Jack telah memperhatikan keseimbangan tubuh, mampu melakukan kegiatan berjalan, dan dapat diberikan perintah untuk mengangkat suatu benda. Model pada Jack juga memiliki “kekuatan” dan jika telah melebihi batas tertentu, maka Jack dapat memberikan peringatan pada penggunanya. Selain itu, pengguna Jack dapat membuat model pria (Jack) maupun wanita (Jill) dalam berbagai macam ukuran tubuh, berdasarkan populasi yang telah divalidasi. Jack 6.1 menggunakan database antropometri ANSUR (Army Natick Survey User Requirements) tahun 1988 untuk membuat model. Namun, Jack juga menyediakan formulir khusus jika pengguna ingin membuat model manekin berdasarkan data antropometri yang ingin diteliti.

Gambar 2.17 menunjukkan figur model pria dan wanita pada Jack.

Gambar 2.9 Software Jack

(23)

commit to user

II-23

Banyak perusahaan telah menggunakan perangkat lunak ini untuk mendapatkan banyak keuntungan, beberapa diantaranya:

 Mempersingkat waktu dari proses desain.

 Biaya pengembangan produk yang lebih rendah.

 Meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan.

 Meningkatkan produktivitas.

 Meningkatkan keamanan dan keselamatan kerja.

 Secara tidak langsung akan meningkatkan moral dari pekerja.

Secara umum, ada tujuh langkah yang digunakan dalam melakukan simulasi pada Jack, yaitu:

1) Membuat virtual environment pada Jack.

2) Membuat virtual human.

3) Memposisikan virtual human pada virtual environment sesuai dengan yang diinginkan.

4) Memberikan virtual human sebuah tugas atau kerja, dan

5) Menganalisis kinerja dari tugas yang dikerjakan oleh virtual human dengan TAT.

2.8 Jack Task Analysis Toolkit

Task Analysis Toolkit (TAT) adalah sebuah modul tambahan pada software Jack yang dapat memperkaya kemampuan pengguna untuk menganalisis aspek ergonomi dan faktor manusia dalam desain kerja di dunia industri. Dengan TAT, para perancang bisa menempatkan virtual human ke dalam berbagai macam lingkungan untuk melihat bagaimana model manusia tersebut menjalankan tugas yang diberikan. TAT dapat menaksir resiko cedera yang dapat terjadi berdasarkan postur, penggunaan otot, beban yang diterima, durasi kerja, dan frekuensi.

Kemudian, TAT dapat memberikan intervensi untuk mengurangi resiko. Modul ini juga dapat menunjukkan batasan maksimal dari kemampuan pekerja ketika melakukan kegiatan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, dan membengkokkan. Selain itu, TAT juga dapat menunjukkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan rentan menjadi penyebab cedera atau kelelahan. Dengan Jack TAT, analisis ergonomi dapat dilakukan lebih awal, yaitu pada fase pembuatan

(24)

commit to user

II-24

desain, sebelum bahaya dan resiko menjadi semakin sulit untuk diatasi dan menimbulkan biaya yang lebih tinggi.

Jack TAT menyediakan sembilan buah metode analisis ergonomi, seperti tertulis di bawah ini:

 Low Back Compression Analysis, yang digunakan untuk mengevaluasi tekanan yang bekerja pada tulang belakang dalam kualitas postur dan kondisi beban tertentu.

 Static Strength Prediction, yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah persentase populasi pekerja yang mampu menjalankan pekerjaan yang diberikan berdasarkan postur, tenaga yang dibutuhkan, dan ukuran antropometri.

 NIOSH Lifting Analysis, yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mengangkat benda berdasarkan persamaan NIOSH.

 Metabolic Energy Expenditure, yang digunakan untuk memprediksi energi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kerja berdasarkan karakteristik pekerja dan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan.

 Fatigue and Recovery Analysis, yang digunakan untuk menaksir apakah waktu pemulihan yang diberikan bisa mencegah pekerja mengalami kelelahan.

 Ovako Working Posture Analysis (OWAS), yang digunakan untuk mengecek apakah postur yang digunakan dalam bekerja sudah memberikan kenyamanan.

 Rapid Upper Limb Assessment (RULA), yang digunakan untuk mengevaluasi resiko yang menyebabkan gangguan pada tubuh bagian atas.

 Manual Material Handling Limits, yang digunakan untuk mengevaluasi dan merancang kegiatan kerja yang berkaitan dengan proses material handling, sehingga tingkat resiko cedera dapat dikurangi, dan

 Predetermined Time Analysis, yang digunakan untuk memprediksi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kerja berdasarkan sistem method time measurement (MTM-I).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan bantuan Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) ini, seluruh anggota masyarakat bisa bekerja sama untuk membuat perencanaan yang tepat

Transaksi pembelian alat kesehatan habis pakai di Rumah Sakit Kasih ibu dilakukan secara rutin karena alat kesehatan habis pakai merupakan bagian penting dalam kegiatan

Berdasarkan hasil analisis terhadap hipotesis pertama, kredit yang di ukur dengan variabel kredit modal kerja secara parsial berpengaruh positif signifikan mengalami

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan

Dengan menggunakan dua metode ini maka pada penelitian ini diperoleh metode yang lebih baik digunakan untuk meramalkan jumlah DBD di RSUD Kabupaten Sidoarjo yaitu metode

(Friedman,1998) Dukungan keluarga merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupanya dan berada dalam lingkungan

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Lari Jarak Jauh” dengan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang tak berkesudahan serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul