• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai) pada tanggal 26 Oktober 2020 yang mulai diberlakukan per tanggal 1 Januari 2021. Pengesahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tersebut sekaligus mencabut peraturan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (pajak.go.id, 2020).

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai, Bea Meterai didefinisikan sebagai pajak atas dokumen. Yang dimaksud dengan dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Sedangkan yang dimaksud meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.

Bea Meterai menjadi salah satu sumber pendapatan negara melalui penerimaan pajak. Penerimaan pajak dari Bea Meterai dalam tujuh tahun terakhir berada pada kisaran Rp 4-5 triliun. Pada tahun 2013 sebesar Rp 4,27 triliun, tahun 2014 sebesar Rp 4,94 triliun, tahun 2015 sebesar Rp 4,59 triliun, tahun 2016 sebesar Rp 4,81 triliun, tahun 2017 sebesar Rp 5,08 triliun, tahun 2018 Rp 5,46 triliun, dan di tahun 2019 sampai dengan bulan Oktober turun menjadi sebesar Rp 4,6 triliun. Penerimaan paling tinggi dalam tujuh tahun terakhir, terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp 5,46 triliun (Buletin APBN, 2019)

Berdasarkan data penerimaan negara dari Bea Meterai tersebut dapat dilihat bahwa tren penerimaan negara dari Bea Meterai cenderung meningkat. Hasil

(2)

2

penerimaan negara dari Bea Meterai dan juga dari hasil penerimaan pajak pusat lainnya digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan, di mana hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas termasuk para pembayar bea meterai (Buletin APBN, 2019).

Sementara itu, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Yon Arsal bahwa potensi sumbangan bea meterai pada penerimaan negara cukup besar karena melibatkan transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan non-ekonomi seperti administrasi (Media Indonesia, 2019). Pemenuhan kepatuhan pemungutan Bea Meterai memang bukan hal mudah. Terlebih lagi, dalam beberapa tahun terakhir terdapat dua permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait optimalisasi penerimaan negara dari Bea Meterai. Pertama, kerugian negara yang diakibatkan pemalsuan meterai tempel. Kedua, kepatuhan masyarakat dalam disiplin melaksanakan ketentuan UU Bea Meterai.

Selama kurang lebih 35 tahun, Undang-Undang Bea Meterai belum pernah mengalami perubahan. Mempertimbangkan hal tersebut, Pemerintah merasa perlu untuk melakukan penyesuaian atas UU Bea Meterai. Selain untuk mengoptimalkan penerimaan negara, perubahan Undang-Undang atas Bea Meterai tersebut dilakukan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi saat ini. Dalam merumuskan Undang- Undang Bea Meterai yang baru, Pemerintah berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan (pajak.go.id 2020).

Undang-Undang Bea Meterai yang baru mengatur enam poin perubahan antara lain: perluasan obyek; penyesuaian tarif menjadi tarif tunggal sebesar Rp 10.000,-; penyesuaian batasan nilai nominal dokumen menjadi minimal di atas Rp 5.000.000,-; penggunaan meterai elektronik terhadap dokumen yang berbentuk elektronik; dan pemberian fasilitas pembebasan Bea Meterai (pajak.go.id, 2020).

Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai perubahan Undang-Undang Bea Meterai tersebut, Pemerintah dalam hal ini Direktorat

(3)

3

Jenderal Pajak (DJP) melakukan diseminasi informasi kepada masyarakat. Upaya edukasi yang dilakukan antara lain melalui sosialisasi secara daring, publikasi melalui siaran pers dan media cetak, juga diseminasi informasi melalui website dan media sosial (pajak.go.id, 2020).

Di tengah upaya sosialisasi Pemerintah atas Undang-Undang Bea Meterai yang baru, muncul keresahan pada beberapa kelompok masyarakat terkait pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru. Keresahan yang terjadi di tengah masyarakat salah satunya terlihat dari beberapa unggahan komentar masyarakat pada kolom komentar kegiatan sosialisasi Pemerintah terkait UU Bea Meterai yang baru yang diselenggarakan secara daring pada 11 November 2020 melalui kanal youtube @Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa komentar yang bernada negatif antara lain adalah sebagai berikut:

Per TC kena bea materai 10k, pdhl swing trader biasanya bisa melakukan transaksi tiap hari di jam kerja. Nah bagi yg trader di rate modal 5jt, menurut saya ini cukup memberatkan. Sebulan bs sampai 220k belum fee broker, ppn dll. Selain itu bagi yg mengikuti program Pemerintah nabung saham, yg nabung di rate 100k tiap hari d jam kerja, berarti harus menanggung 220k tiap bulan. Menurut saya ini akan berimbas pada menurunnya minat masyarakat khususnya bagi para retail saham untuk mulai masuk ke salah satu instrumen investasi ini. Mohon agar di sesuaikan lagi

(Akun Ilmu Hidup, Desember 2020)

wihhh 10.000 beli, 10.000 jual sama dengan 20.000 ambyar kalo misalkan dana 1 juta, harus cuan 3% itupun dapatnya 1% kurang haha mantap infonya gan, semangat

(Akun Majid Nusa, Desember 2020)

Ini menyedihkan untuk retail kecil saham. Slogan Pemerintah, yuk nabung saham. Misal sebulan sekali nabung 100 rebu, potongan 10 rebu bea materai.

Mana ada yang mau nabung kalo gini caranya 😆 tolong ada batasan nominal untuk saham pak, bu , yang terhormat.

(Akun Wasil Hidayat, Desember 2020)

(4)

4

Munculnya keresahan di tengah masyarakat juga tampak dari cuitan pada media sosial twitter. Berikut adalah beberapa cuitan Twitter yang menunjukkan keresahan atas pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru.

“Duh, jadi males pake kartu kredit. @NetflixID bisa bayar lewat

@gopayindonesia ga? Please bisa dunk, biar lebih hemat. Mendingan uang matrai-nya buat nabung, langganan #netflix biar bisa nonton film dokumenter berkalitas atau traveling.”

(Akun Twitter PemudaHarapanBangsa @ari_aditya)

“Sudah habis kah uang kas negara ini? Dari mulai harga listrik - bpjs dinaikkan Skrg pembayaran CC wajb pke materai Knp tdk gaji pejabat Pemerintah aja diturunkan jd UMR, agar bisa menambah lg kas negara?

(Akun Twitter @Tendyzad)

"Manfaat adanya tambahan bea materai ini apa ya ? oke anggap aja untuk menambah pendapatan negara, tapi apakah sudah dipikirkan dampaknya bagi investor ritel yang modal masih sedikit, dengan mekanisme yang ada sekarang transaksi dan perkembangan investor sudah bagus."

(Akun Twitter @asrifin99)

Kalimat pada cuitan akun Twitter @ari_aditya di atas menunjukkan bahwa

@ari_aditya keberatan atas pemberlakuan Bea Meterai pada dokumen dengan pembayaran menggunakan kartu kredit. Selain itu terdapat cuitan yang menyatakan keresahan atas ketentuan pengenaan Bea Meterai pada dokumen yang menyatakan transaksi surat berharga tanpa batasan nominal, yang dikhawatirkan akan menurunkan minat investor ritel dari kalangan trader saham di pasar bursa dalam berinvestasi akibat pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru.

Keresahan kelompok masyarakat atas pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai juga disampaikan oleh trader saham yang terlihat melalui postingan pada halaman akun Instagram official Indonesia Stock Exchange (IDX). Pada tanggal 18 Desember 2020 akun IDX @indonesiastockexchange memposting informasi terkait pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru. Postingan tersebut mendapat respon sebanyak 2487 komentar. Berikut ini adalah beberapa postingan

(5)

5

komentar follower akun instagram IDX yang menunjukkan keresahan atas pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru:

"Wah dengan begini program yuk nabung saham berarti tidak didukung lagi karena pembelian 100 ribu beli kena pajak 10 ribu begitu juga dengan jual."

(Akun Instagram @vincentius.prasetio)

“Lha katanya promosi 100 rb bisa buka rekg saham, lha kalo tiap beli/jual diluar fee broker kena 10 rb auto ga jadi buka.... Boncosss kalo dibatasi 10jt masih make sense, jual 200 rb kena 10rb+fee broker+VAT+pajak bo

ncoss....”

(Akun Instagram @indrapras_77)

“Baru rame #YukNabungSaham, udah dikasi kebijakan begini. Apa gak makin bikin investor ritel kecil berpikir 2x untuk masuk ke saham? Jgn liat dr investor retail besar aja dong. Bnyk lho yg skli transaksi cuma 100-200rb.

Fee materainya nya udh 5-10% sndr. Meh! 😑

(Akun Instagram @dencuandenyngrat)

“Kalau aturan gini berlaku yang ada investor retail rugi min, harusnya isi minimal transaksi, pemain di bursa efek indonesia tidak semuanya triliuner, sungguh kebijakan yang merugikan investor. Bisa yang ada tuh bursa efek indonesia sepi, orang akan pindah ke Bursa Negara lain yang lebih ramah ke investor. Masa pajak ppn 10% dari deviden nggak cukup buat negara sih ? Makin halu yang ada nih.”

(Akun Instagram @williams_jocelyn13)

Selain ramai dibicarakan dalam percakapan media sosial, pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai juga memicu penolakan oleh kelompok masyarakat yang merupakan para pelaku pasar modal (Bisnis.com, 2020). Mereka memprotes aturan pengenaan Bea Meterai Rp 10.000,- atas setiap Trade Confirmation(TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor sebagai dokumen transaksi surat berharga. Pengenaan Bea Meterai tersebut dirasa memberatkan bagi investor retail yang melakukan transaksi jual beli saham dalam jumlah nominal yang kecil.

Selain protes yang dilakukan secara perseorangan melalui postingan pada media sosial, protes dalam gelombang yang lebih besar juga dilakukan secara terkordinir

(6)

6

melalui penandatangan petisi Penolakan Pengenaan Bea Meterai pada transaksi di pasar modal yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan RI, dan Dirjen Pajak melalui laman Change.org. (Bisnis.com, 2020; Kompas.com, 2020).

Berdasarkan data yang diambil pada 1 Maret 2021, salah satu petisi yang diinisiasi oleh akun Farissi Frisky pada 18 Desember 2020 dengan judul “Tolak Bea Meterai Untuk Saham” telah ditandatangani oleh 10.192 pendukung.

Sedangkan petisi yang diinisiasi oleh akun Inan Sulaiman pada 18 Desember 2020 dengan judul “Evaluasi Bea Materai Untuk Saham!” ditandatangani oleh 6610 orang pendukung (Change.org, 2020).

Kondisi keresahan pada kelompok masyarakat dan munculnya penolakan atas pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai tersebut pada akhirnya diangkat dalam pemberitaan media. Dalam beberapa pekan, keresahan publik atas pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai ini juga ramai diberitakan pada semua media massa, termasuk media online. Isu seputar pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai yang baru bahkan menjadi berita trending pada beberapa media online nasional seperti Kompas, Swa, dan Tempo (Kompas.com, 2020; Swa.co.id, 2020;

Tempo.co, 2021).

Kondisi keresahan masyarakat yang ramai diberitakan dalam media terkait pemberlakuan Undang-Undang Bea Meterai menjadi salah satu bentuk indikasi bahwa terdapat masalah yang perlu ditangani oleh Pemerintah selaku perumus kebijakan. Munculnya masalah mengindikasikan bahwa terdapat kesenjangan antara ekspektasi publik dengan kebijakan yang dibuat organisasi dan berdampak pada publiknya (Galloway & Kwansah-Aidoo, 2005; Harrison, 2008; Regester &

Larkin, 2008). Masalah menyiratkan adanya perbedaan sudut pandang yang dapat memunculkan perdebatan yang berkenaan dengan tujuan, filosofi, tempat, waktu, dan siapa pihak yang terkait (Dutton, Stempf, & Wagner, 1990, p. 144 dalam Ferguson, Sherry D.,1999). Semakin besar kesenjangan antara harapan dan realita semakin mendorong kondisi di mana masalah berkembang menjadi isu. Pada titik

(7)

7

ini maka pengelolaan isu harus dilakukan untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi sehingga potensi konflik antara publik dan organisasi dapat dihindari (Gaunt & Ollenburger, 1995).

Chase & Jones (1977) berpendapat bahwa tahap awal yang paling utama dalam penanganan isu adalah identifikasi isu. Dalam identifikasi isu, PR dapat melakukan monitoring situasi dan mengobservasi alur opini publik dengan tujuan untuk memahami isu publik yang berkembang pada situasi yang berpotensi mempengaruhi organisasi. Selanjutnya, dalam situasi isu, aktor-aktor yang terlibat dapat dipetakan dalam kategorial persetujuan (pro) dan ketidaksetujuan (kontra) (Kriyantono, 2015). Proses mengidentifikasi isu, alur opini publik, serta pemetaan publik yang terlibat dapat dilakukan melalui monitoring berita-berita media dan merekam pemberitaan media (Kim et., al, 2008; Kriyantono, 2015:181-184).

Organisasi dapat memanfaatkan pemberitaan dalam media untuk melakukan monitoring dan alur perkembangan isu. Lebih jauh, pada satu sisi media dapat menjadi peluang yang baik untuk pengelolaan isu, namun di sisi lain pemberitaan kontra atas kebijakan Pemerintah dan respon negatif dari masyarakat pada media juga menjadi ancaman bagi reputasi Pemerintah saat publik menuliskan hal yang negatif tentang organisasi dan kebijakan yang diambil (Puspitasari, 2016).

Survei Maverick Indonesia pada 16 Desember 2020 menunjukkan bahwa portal berita online menjadi sumber utama generasi muda dalam mendapatkan berita. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil survei Maverick Indonesia, di mana sebanyak 85% responden memperoleh berita secara berkala dari media online. Sebanyak 16% responden mendapatkan berita dari televisi, sebanyak 6% responden mendapatkan berita dari radio, dan hanya 5% responden yang memperoleh berita dari media cetak (katadata.co.id, 2020). Hasil survey Maverick tersebut mendukung hasil The 2020 Reuters Digital News Report yang menunjukkan bahwa unsur penting yang menjadikan platform media online menjadi populer antara lain faktor visual dan real-time (Newman, 2020).

(8)

8

Gambar 1.1

Pilihan Sumber Berita Generasi Muda

Berdasarkan Survei Maverick Indonesia Bulan Desember 2020

Sumber : katadata.co.id berdasarkah hasil Survei oleh Maverick Indonesia (Maverick Solusi Komunikasi, PT), Desember 2020

Media online sebagai sumber informasi memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan media konvensional. Meskipun membutuhan perangkat yang mensyaratkan tersambung dengan jaringan internet, informasi pada media online sangat mudah diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Kelebihan lain dari media online adalah perolehan informasi yang sangat cepat dan bersifat real time. Hal ini sangat dimungkinkan karena informasi pada media online dapat di-update sewaktu-waktu, bahkan pada setiap detik. Selain itu media online juga dilengkapi dengan fasilitas pencarian berita serta terekam secara digital dalam database sehingga mudah ditelusuri dan diakses (Mondry, 2008:22).

Dengan mempertimbangkan kelebihan media online dan popularitas media online sebagai sumber berita pilihan masyarakat, maka monitoring isu, pengenalan situasi dan pengumpulan informasi atas alur opini publik serta identifikasi aktor- aktor yang terlibat, dapat difokuskan pada pemberitaan media online.

Perkembangan teknologi yang pesat dan kemudahan akses internet menjadikan media online menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mengakses informasi.

(9)

9

Penelitian terdahulu yang secara khusus dilakukan dalam konteks pemetaan isu dan aktor berdasarkan kategorial koalisi aktor atas pemberlakuan sebuah kebijakan dilakukan oleh Liefeld et.al (2017). Dalam kajiannya Leifeld (2017) menggunakan metode Discourse Networks Analysis (DNA) atas wacana dalam pemberitaan media dan mengembangkan perangkat lunak yang memudahkan periset untuk melakukan studi wacana kualitatif sekaligus menggambarkan jaringan untuk memetakan koalisi aktor. Penelitian dengan metode Discourse Networks Analysis menjadi salah satu kebaharuan dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif yang dapat dipakai untuk melakukan kajian atas situasi tertentu sekaligus memetakan aktor yang terlibat di dalamnya.

Selanjutnya penelitian aktor publik yang terlibat aktif dalam isu dapat dikaji secara mendalam dengan pendekatan persepsi publik. Ditinjau dari sisi perancangan komunikasi strategis terkait kebijakan publik, pemahaman atas siapa target dari program kebijakan merupakan hal pokok dalam menentukan program komunikasi strategis dalam rangka keberhasilan implementasi kebijakan. Rencana komunikasi yang berhasil mengedepankan kebutuhan informasi dan preferensi audiens terlebih dahulu. Langkah ini mengajukan pertanyaan ''Siapa yang kita butuhkan untuk berhasil?''. Dalam rangka mencapai keberhasilan jangka panjang atas implementasi sebuah kebijakan, Pemerintah perlu memfokuskan upaya komunikasi dan sumber daya pada mereka yang terlibat, yang sejalan dengan misi organisasi, yang peduli dengan permasalahan organisasi, dan yang dapat dengan mudah dipersiapkan untuk mendukung implementasi kebijakan (Patterson &

Radtke, 2009:8-9).

Mazmanian & Sabatier berpendapat bahwa dukungan publik menjadi salah satu variable di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan (Mazmanian & Sabatier, 1983). Dengan demikian dalam situasi isu terkait kebijakan UU Bea Meterai, yang dalam hal ini terjadi keresahan bahkan muncul penolakan pemberlakuan UU Bea Meterai, menjadi penting untuk mengetahui situasi atas isu, mengidentifikasi aktor yang terlibat serta relasi di antara para aktor

(10)

10

dan kemudian dapat diperdalam dengan pemahaman persepsi dan alur opini publik dalam isu dalam rangka perencanaan program kampanye yang tepat sasaran yang berorientasi pada keberhasilan implementasi kebijakan dalam jangka panjang.

Mempertimbangkan pentingnya pemahaman atas siapa target dari program kebijakan dalam rangka mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, maka selain melakukan identifikasi isu dan aktor, pemahaman terhadap publik sebagai target kebijakan juga perlu dilakukan, terutama terkait bagaimana publik mempersepsi situasi isu. Pemahaman mendalam pada publik ditinjau dari persepsi publik dilakukan untuk tujuan mengarahkan strategi penanganan isu yang berorientasi pada keberhasilan program/kebijakan organisasi (Kriyantono, 2015:300). Grunig & Hunt (1984) mengenalkan Situational Theory of Public (STP) sebagai sebuah pendekatan yang dapat dipakai untuk mengenali persepsi publik dalam situasi isu. STP dapat dipakai untuk melihat bagaimana persepsi publik atas sebuah situasi yang mendorong perilaku komunikasi publik dalam situasi isu. Pemahaman publik yang dikaji berdasarkan persepsi publik dapat dimanfaatkan PR untuk merancang program kampanye yang tepat untuk keberlangsungan implementasi kebijakan yang berorientasi pada publik.

Selanjutnya, Pemerintah selaku aktor perumus kebijakan sekaligus penanggung jawab dalam fungsi eksekutif pemberlakuan UU Bea Meterai, perlu untuk melakukan penanganan isu atas keresahan masyarakat terkait pemberlakuan UU Bea Meterai. Harison (2008) menjabarkan bahwa penanganan manajemen isu meliputi monitoring isu, analisis isu, perancangan program, pelaksanaan program isu serta evaluasi atas program penanganan isu. Pelaksanan progam penanganan isu menjadi penting dalam penangan isu.

Manajemen isu penting untuk mencegah kondisi isu berkembang menjadi krisis. Kunci dari semua tindakan tersebut adalah persiapan dan penanganan krisis dalam tahapan pre-crisis. Manajemen isu dalam PR melibatkan berbagai tindakan mencegah, menyiapkan, bereaksi, dan mengantisipasi kondisi krisis pada tahapan pre-crisis. Jika organisasi berpikir tentang krisis dan pentingnya mengambil

(11)

11

tindakan persiapan dan melakukan manajemen isu sebelum krisis terjadi, organisasi akan lebih siap sehingga krisis dapat dicegah (Coombs & Holladay, 2012; Tench & Yeomans, 2017).

Dalam menanggapi isu, pemilihan strategi respon turut menentukan keberhasilan penanganan isu. Strategi respon dapat dikaji dengan pendekatan Situational Crisis Communication Theory (Coombs, 2007) yang membagi strategi respon ke dalam dua strategi utama: strategi primer dan strategi sekunder. Secara khusus, riset PR dapat diarahkan untuk meninjau strategi yang diambil dalam menangani isu sebagai sebuah bentuk evaluasi untuk mengukur apakah strategi respon isu yang diambil tersebut telah efektif dan mampu meredam isu. Dengan demikian, kajian yang dilakukan juga perlu menjabarkan bagaimana tanggapan Pemerintah atas isu dengan melihat lebih jauh strategi respon yang bagaimana yang diambil Pemerintah dalam menanggapi isu.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perkembangan isu penolakan pemberlakuan UU Bea Meterai yang dihadapi Pemerintah yang diangkat dalam pemberitaan media online menarik untuk dikaji secara mendalam. Kajian yang dilakukan dapat memanfaatkan metode DNA atas wacana dalam pemberitaan online untuk mendapatkan gambaran pemetaan isu, aktor yang terlibat dan beropini, koalisi di antara para aktor, serta melihat secara mendalam relasi di antara aktor yang terlibat. Selanjutnya relasi di antara aktor dapat dieksplorasi lebih dalam untuk mengetahui bagaimana persepsi publik yang terlibat aktif dalam isu dan bagaimana Pemerintah menanggapi isu yang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti akan melakukan sebuah penelitian dengan judul “Studi Jaringan Wacana dan Relasi Aktor dalam Isu Pemberlakuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai pada Pemberitaan Media Online”.

(12)

12 B. Kebaharuan Penelitian

Pentingnya pemahaman situasi dan identifikasi publik dalam sebuah isu dan praktek PR menarik banyak peneliti untuk melakukan kajian yang mendalam.

Beberapa studi terdahulu mengkaji pemahaman situasi dan identifikasi publik dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (Hong, H., et. al., 2012; Chen, Y.R.

R., Hung-Baesecke, C.J.F., & Kim, J.N., 2017;Krishna, A., 2017; Chen, Z., 2019;

Chon, M.G & Park, H, 2019). Studi terkait pengenalan situasi dan identifikasi publik juga dilakukan dengan pendekatan kualitatif (Kim, J.N., Ni, L., Sha, B.L., 2008; Ni, Lan & Kim, JN., 2009; Ni, Lan, 2012; Muller, A., 2015).

Selain itu beberapa penelitian juga dilakukan dengan metode Discourse Networks Analysis atas pemberitaan media untuk melihat pemetaan koalisi dalam perdebatan sebuah kebijakan oleh berbagai aktor (Leifeld, P., Hilton, S., Fergie, G., & Hawkins, B., 2017; Zhao, X., Zhan, M., & Wong, C.W., 2017; Buckton, C.H., et.al., 2019; Hilton, Shona., et.al., 2019).

Penelitian dengan pendekatan Discourse Networks Analysis yang dikembangkan oleh Leifield dapat dipakai sebagai metode rujukan untuk mengetahui isu yang berkembang, aktor-aktor yang terlibat, serta arah opini dari aktor yang terlibat. Sebagai pendekatan metodologis serbaguna, Discourse Networks Analysis menggabungkan analisis konten kualitatif berbasis kategori sekaligus mencakup analisis jaringan deskriptif dan inferensial (Leifeld, et.al., 2017) yang dapat dipakai dalam riset PR untuk memetakan isu dan publik.

Discourse Networks Analysis merupakan salah satu kebaharuan dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif untuk melakukan kajian atas situasi tertentu sekaligus memetakan aktor yang terlibat di dalamnya (Leifeld, et.al., 2017; Buckton, et.al, 2019; Hilton, et. al., 2019). Analisis pemberitaan media online atas pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dalam penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan Discourse Networks Analysis.

(13)

13

Penelitian terdahulu yang pendekatan Discourse Networks Analysis banyak diterapkan dalam kajian perdebatan di bidang politik (Fisher, Leifeld &

Iwaki, 2013; Fisher, Waggle & Leifeld, 2013; Broadbent & Vaughter, 2014, Stoddart & Tindall, 2015; Wagner & Payne 2015; Yun et al., 2014), Proyek infrastruktur (Nagel, 2015) dan juga kebijakan seperti kebijakan internet, (Breindl 2013), kebijakan energi (Brutschin, 2013; Rinscheid, 2015; Rinscheid et al., 2015), koalisi wacana politik (Muller, 2015), serta paten software dan property right (Leifeld & Haunss, 2012; Herweg, 2013).

Sementara dalam penelitian ini, Discourse Networks Analysis akan diaplikasikan tidak hanya terkait dalam bidang kebijakan namun juga dalam bidang komunikasi dan riset PR. Selain itu kajian ini juga akan diperdalam diperluas dengan analisis atas persepsi publik dalam isu seputar pemberlakuan kebijakan dengan menggunakan sudut pandang PR dalam konteks manajemen isu dan teori publik. Dalam penelitian ini eksplorasi persepsi publik dibatasi pada aktor yang menonjol berdasarkan hasil analisisi DNA pada jaringan wacana yang terbentuk. Analisis tersebut diharapkan akan membantu humas Pemerintah dalam memahami isu-isu yang berkembang di sekitar situasi, perspektif para aktor kebijakan, sekaligus identifikasi dan persepsi aktor khususnya kelompok sasaran kebijakan dalam mendefinisikan peran aktor yang terlibat dan urgensi penanganan isu serta dalam merancang program komunikasi yang strategis atas keberhasilan implementasi kebijakan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai.

C. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana jaringan wacana yang terbentuk atas isu terkait pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dalam pemberitaan media online?

(14)

14

2. Bagaimana relasi aktor publik dalam isu pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai ditinjau dari perilaku komunikasi berdasarkan persepsi situasional publik atas isu?

3. Bagaimana relasi aktor Pemerintah dalam menanggapi isu yang berkembang atas pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dalam pemberitaan media online?

D. Tujuan Penelitian

Berikut ini adalah tujuan dalam penelitian yang akan dilakukan:

1. Untuk mengetahui pemetaan jaringan wacana yang terbentuk berdasarkan koalisi aktor atas isu yang berkembang terkait pemberlakuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai berdasarkan wacana pada pemberitaan media online.

2. Untuk mengetahui bagaimana relasi aktor publik dalam isu ditinjau dari perilaku komunikasi publik berdasarkan persepsi situasional publik atas isu terkait pemberlakuan UU Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.

3. Untuk mengetahui bagaimana relasi aktor Pemerintah dalam menanggapi isu yang berkembang terkait pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai berdasarkan wacana dalam pemberitaan media online.

E. Manfaat Penelitian

Berikut ini adalah manfaat dari penelitian yang akan dilakukan:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penambahan kajian teoritis dan pemahaman mendalam terkait identifikasi isu dan publik sebagai bagian dari proses manajemen isu. Lebih lanjut, penyajian jaringan wacana atas koalisi aktor yang terbentuk dalam isu yang dianalisis dengan

(15)

15

metode penelitian Discourse Networks Analysis diharapkan dapat menjadi sebuah kebaharuan yang dapat memberikan keluasan atas alternatif metode dalam penelitian pada riset di bidang Public Relation. Penelitian ini juga akan mengkaji lebih dalam bagaimana relasi aktor publik dan Pemerintah terutama mengenai bagaimana perilaku komunikasi publik berdasarkan persepsisituasional publik atas situasi isu dan analisis strategi respon Pemerintah dalam menangani isu sebagai sebuah kajian mendalam atas proses komunikasi yang komprehensif yang dapat dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya di dalam bidang kajian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran aplikatif untuk mengetahui isu apa saja yang berkembang, siapa saja aktor yang berbicara dan terlibat dalam isu, serta bagaimana pemetaan jaringan wacana terbentuk atas koalisi aktor. Kajian akan diperdalam untuk mnegetahui bagaimana relasi aktor publik dan Pemerintah yang dikaji melalui analisis perilaku komunikasi publik berdasarkan persepsi situasional publik terkait isu dan strategi respon Pemerintah dalam menanggapi isu pemberlakuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Identifikasi isu, aktor, pemetaan aktor yang terlibat dalam isu, serta pendalaman perilaku komunikasi publik berdasarkan persepsi situasional publik atas isu dapat membantu praktisi PR, terutama dalam kehumasan pada instansi Pemerintah, untuk melakukan perencanaan komunikasi yang strategis dalam upaya mendukung pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan berdasarkan analisis jaringan wacana pada pemberitaan media juga dapat memberikan rujukan bagi praktisi PR sebagai salah satu alternatif teknik praktik PR dalam pelaksanaan fungsi PR dalam melakukan monitoring media dalam ruang lingkup manajemen isu.

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Munarsih, Natadidjaja dan Syamsudin (2018) tentang Pengaruh Pemberian Antibiotik Berdasarkan Panduan

Hipertensi adalah gangguan dalam pembuluh darah yang menyebapkan suplai oksigen dan nutrisi yang akan disalurkan terhambat disertai dengan peningkatan tekana

Berangkat dari fenomena-fenomena di atas yaitu tugas dan fungsi dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan dan melindungi hak asasi setiap masyarakat

Kedudukan pembina sebagai organ tertinggi dalam Undang-Undang Yayasan diatur dalam Pasal 28 ayat (1), bahwa pembina memiliki kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus

(4) Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak

16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Jawa. 5) Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1954 tentang Dasar

Karena itu, Pancasila adalah pernyataan dari niat dan cita-cita kebijakan (bangsa Indonesia) yang harus diusahakan terlaksananya di dalam bangsa dan negara kita.. 86