• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT DAN METAFISIKA DALAM ISLAM;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FILSAFAT DAN METAFISIKA DALAM ISLAM;"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

mm H

fl KL\

1

(2)

FILSAFAT DAN METAFISIKA DALAM ISLAM;

Sebuah Penjelajahan Nalar, PengalamanMistik, dan Perjalanan Aliran

Manunggaling Kavvula-Gusti

Oleh: KH.

Muhammad

Sholikhin

©

all rights reserved

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Penyunting: Tim NARASI Perancang Sampul: Gunawan

Tataletak:Azzagrafika Diterbitkan oleh:

PenerbitNARASI

Jl. Irian Jaya D-24, Perum Nogotirto II

Yogyakarta 55292

Telp. (0274) 7103084, Faks. (0274) 620879

KatalogDalamTerbitan(KDT)

Sholikhin,KH. Muhammad

FILSAFAT DANMETAFISIKADALAM ISLAM; SebuahPenjelajahanNalar, Penga- laman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti/KH. Muhammad

Sholikhin. Penyunting:Tim NARASI

cet. 1

Yogyakarta:PenerbitNARASI. 2008, xvi+400 hlm; 15 x23 cm

ISBN (10) 979-168-100-7 ISBN (13) 978-979-168-100-1

I. FilosofidanTeori Religi I. Judul

II. TimNARASI 210

Distributor tunggal:

PT.

BUKU

KITA

Jl. Kelapa Hijau No. 22 RT 006/03 Jagakarsa - Jakarta 12620

Telp. (021) 7888-1850, Faks. (021) 7888-1860

Cetakan Pertama, 2008

Undang-Undang RI

Nomor

19Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana * Pasal 72:

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar- kan, atau menjual kepada

umum

suatu ciptaan atau barang hasil

pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ataudenda paling banyakRp 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).

(3)

BAGIAN KETIGA:

MEN GENAL_TQKQH_PEMICUJPOLEMIK-TILSAFAT_DAN MISTIK DALAM ISLAM, KONTROVERSI DAN

ATARANNYA

7. Filsafat Pengetahuan Plato dan Posisinya

dalam

Islam : 117

A.

Mengapa

Plato Menjadi Penting

dalam

Islam? 117

B. Siapakah Plato? 120

C. Mengenal Karya Tulis Plato 125 D. Inti Ajaran dan Pemikiran Plato: Teori

Pengetahuan 129

E. Relevansi Plato bagi Pemikiran Kekinian 143

S.Filsafai

dan

Metafisika Islam

Menurut Ibnu

Sina »146 A.

Tokoh

Filsafat Dunia

Muslim

146

B. Filsafat, Pengetahuan, dan Pencarian Kebenaran ...147

C. Biografi dan Karya Ibnu Sina 150

D. PemikiranFilsafat

dan

Metafisika Ibnu Sina 152

E.

Tanggapan

atas Pemikiran Ibnu Sina 156 F Keabsahan Pemikiran Ihnn Sina

9. Al-Farabi, Neoplatonisme,

dan

Kesatuan

Wujud

dalamJFilsafat Islam 161

A. Perintis Filsafat Neoplatonis 161

B. Sekilas tentang Neoplatonisme 162

C. Al-Farabi

dan

Filsafat Neoplatoniknya 168 D. Al-Farabi dalam

Timbangan

Filsafat Islam 179

10.

Imam

Al-Ghazali: Trilogi

Agama,

Filsafat

dan Misrik IRI

A. Biografi Ringkas

Abu Hamid

Al-Ghazali 181 B. Karya Tulis dan Pokok-pokok Ajaran Al-Ghazali ..184 C. Trilogi

Keagamaan

dan Metafisika

dalam

Pandangan

Al-Ghazali 189

xiii

(4)

11. Ibnu Al-'Arabi iTasawuf Falsafi

dan

Mistik

Wujudiah

{Manunggali"g Kazvula-Gusti) 193 A. Pelopor Filsafat

Kemanunggalan

193 B. Mengenal Biografi Ibn al-'Arabi 194 C. Karya Tulis Ibn Al-yArabi 197 D.

Paham

Mistik Wujudiah Ibn 'Arabi 200

E. Pemikir Terbesar

Mazhab Kemanunggalan

205

12. Filosofi

Manunggaling

Kawula-Gusti Al-Hallaj

dan 'Ain Al-Quddat

Al-Hamadani

208

A.

Abu Mansyur

al-Hallaj 208

B. 'Ayn aI-Quddat al-Hamadani 212

BAGIAN KEEMPAT:

UPAYA APLIKATIF HARMONISME FILSAFAT DAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA

13, Iman, Islam,

dan

Ihsan: Metafisika Islam sebagai

Terapi Problematika Kejiwaan Masyarakat Modem....221

A. Kerangka Pasar

Keagamaan

221

B.

Memaknai

Islam 223

C. Konteks

Keimanan

226

D.

Makna

Dasar Ihsan 228

E. Mistik Falsafati Islam

dan

Psikoterapi 229

F. Sufisme Filosofis dan

Hukum

Paradoksal 236

14. Perbuatan

Manusia dalam

Konteks Filosofi Islam

Perspektif Mu'tazilah

dan Ahl Al-Sunnah

239 A. Kontroversi tentang

Kemerdekaan

Manusia 239

B.

Menimbang

Keraguan Kekuasaan

Tuhan

dan

Keterpaksaan Manusia 240

C. Manusia sebagai

Makhluk

dengan

Aneka

Pilihan-Sendiri ... - 251

15. Oksidentalisme: "Filsafat Baru"

Memahami

Peradaban Barat Refleksi Pemikiran Hassan Hanafi 252

A.

Perkembangan

Oksidentalisme 252

xiv

(5)

B. Hassan Hanafi dan

Wacana

Pemikiran

Filsafat Islam Kontemporer 254

C.

Arah Wacana

Oksidentalisme bagi Dunia Islam 257 D. Keraguan atas Proyek Oksidentalisme Hanafi 261

16« Sains

dan Agama; Menyongsong

Era

Milenium

Baru 264

A. Filsafat Sains

Dewasa

Ini 264

B. Paradigma

Lama

dan Baru 265

C« Perpaduan Sains dan

Agama

267 D. Bentuk "

Agama

Baru'"? 269

17. Spiritualisme Islam

dalam

Konteks

Dunia

Modern....271 A. Modernitas vs Spiritualitas 271 B. Inti Spiritualitas Islam atau

Tasawuf

272

C. Spiritualisme Islam

Pra-Modem

274

D.

Masa-masa Runtuhnya

Sufisme Pra-Era Modem.... 276

E. Sufisme dan Modernitas:

Kecemasan

atau

Harapan

Baru? 278

F.

Tasawuf

di Dunia

Modem

279

Pasca-Modernisme 282

H. Etos Kerja dan Moralitas sebagai Inti

Spiritualisme Islam 283

18. "Ahl Al-Kitab": Masyarakat Trans-Religius

(Barat

dan

Islam

Menuju

Era "Global Teologi") 286

A. The People ofBook 286

B.

Makna

Ahl al-Kitab dan

Konsep

"Three

AbrahamicReli^ioti" 289

C.

Konsep

Ahl al-Kitab

dalam

Penafsiran Al

Quran

293 D.

Wujud

Inklusifisme Islam

dan

Substansi

Agama

.... 295 E. Pluralisme

dan

Dialog

Agama-agama

300

F. Kooperasi Barat-Islam: Masyarakat Kitab

dan

Era Global Theolozv 302

xv

(6)

BAGIAN KELIMA:

EPILOG; SUFISME SEBAGAI ALTERNATIF KEHIDUPAN

19. Posisi dan Peran

T

arekat Sufi

dalam Pembentukan

Sosio-Kultural Masyarakat Indonesia 311 A, Islam Holistik--.^— ... ... ... ....J311

B, Hakikat dan Tujuan Tarekat 313

C, Tarekat

Mu

tabarah di Indonesia 327 D, Peranan Tarekat

dalam Membentuk

Sosio-Kultural

Masyarakat 334

E, Sufisme sebagai Alternatif 342

20.

Menjadi

Manusia-Ilahi

dengan

Tradisi Sufi 344

Daftar Pustaka 360

Tentang

Penulis 398

xvi

(7)

BAGIAN PERTAMA

$

FILSAFAT DAN MISTIK

DALAM KONSTRUKSI

PERADABAN ISLAM

(8)
(9)

D

Perjalanan Peradaban Islam

A. Asal-Usul Peradaban Islam

KALAUPUN kemudian

Islam

muncul

sebagai sistem pera-

daban yang mandiri,

maka

hal itu

merupakan

realitas sejarah

yang tentu saja bukan untuk itu arah utama Islam sebagai

agama

hadir.

Dalam

arti, Allah

mengutus Muhammad membawa

Islam,

tentulah "tidak direncanakan" untuk muncul sebagai sebuah per- adaban. Islam

muncul

sebagai sebuah

agama

dengan

membawa

aneka sistem keagamaan.

Oleh karenanya, harus dipahami perbedaan Islam sebagai

agama

(agama Islam) dengan Islam sebagai peradaban (peradab- an Islam). Peradaban Islam

merupakan

realitas masyarakat mus-

lim, di

mana

hal-hal yang terjadi berada dalam konteks netrali- tas. Segi-segi historis, baik atau buruk, dalam peradaban Islam

itu adalah kenyataan sejarah yang harus dibaca dengan jujur, na-

mun

itu bukanlah realitas Islam sebagai

agama

yang tentu saja

sangat ideal. Lain lagi persoalannya jika yang dibicarakan ha- nyalah "Islam danperadaban", di

mana

Islam hanya

merupakan

subsistem dari peradaban yang ada.

Dengan

demikian, kemunculan Islam pertama kali di

Timur Tengah

tidaklah dengansendirinya langsung

muncul

peradaban Islam. Peradaban Islam baru terbentuk beberapa waktu

kemu-

dian, ketika ia

tumbuh

menjadi suatu kekuatan disegala bidang, 3

(10)

yang

mampu memengaruhi

dunia, dan

memunculkan

aneka ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan sebagainya, ke

mana

sistem-sistem lain kemudian berkiblat. Artinya, Islam sebagai se-

buahperadabansangattergantungkepada

mekanisme kaum

mus-

limdi

panggung

sejarah, bagaimanaia

mampu

mengaplikasinilai- nilaikeislamanyangdiejawantahkandalamkehidupannya.

Yang

harus diingat adalah untuk menjadi sebuah peradaban, sistem

ini tidak

cukup

hanya denganditerimadikalangan komunitasnya

sendiri (manusia beragama Islam),

namun

sebagaimana pernah

terjadi, ia harus dapat diterima menjadi sistem yang universal.

Karena peradaban Islam adalah akumulasi hasil dari sistem baca masyarakatIslam,

maka

ialebihdekatkepada konsepsi sunna-

tullah yang lebih

mengedepankan

bagaimana manusia

memba- ngun

peradabannya, yang diletakkan

dalam

bingkai normatif keislaman. Bisasaja terjadi,suatukomunitas muslim kemudianber-

ada dalamsistem peradaban lain, ketika peradaban Islam dipan- dangsudah kurangrelevan, atau kurang

menghegemoni

lagi bagi masyarakat dunia, sebagaimana sekarang ini terjadi.

Mengikuti alur peradaban yang

dikemukakan

oleh Capra

(1997:12),’

maka

peradaban Islam dewasa ini sedang berada da- lamfase disintegrasi setelahsebelumnya mengalami kemunculan,

pertumbuhan

dan keruntuhan. Dibandingkan dengan berbagai peradaban dunia

yang cukup

besar,

yang

pernah hadir sejak tahun 3000

SM

sampai tahun2000-an

M

(Sumero-Akadia, Mesir,2 Aegean, Syria, Yunani,3 Byzantium,4 Islam, Kristen-Ortodoks,

1 Buku monumental karya Fritjof Capra, TheTuming Point; Science, Society andThe Rising Culture tersebut telah penulis review secara mendalam dalam tiga tulisan.

Lihat masing-masing: (1) "Titik Balik Sebuah peradaban 'Cara Baru' Beragama lewat Sains" dalam Suara Merdeka. Hal. 7. 9 Mei 1997; (2) "Kaitan Ilmu Fisika

dan Mistik" dalam Info Buku No. 08/97 Gatra. No. 37. Thn. III. 9 Agustus 1997 (juga "Dunia Buku" dalam Parott. No. 16. 9 Agustus 1997); (3) "Sains dan Agama; Menyongsong Era Millenium Baru" dan "Karya-karya Besar Seputar Perpaduan Agama dan Sains" dalam Kajian Pustaka Republika. Hal. 22. 7 September 1997.

*• Peradaban Mesir Kuno eksis dalam pentas sejarah sejak tahun 3200-200 SM.

Untuk gambaran lebih jelas terdapat dalam Casson, L. 1973. Ancient Egypt.

Nederland: Time-Life International.

3 Peradaban Yunani menjadi eksis antara tahun 1200-330 SM. Perhatikan Bowra, C.M. 1975. CIassicaI Greece. Nederland: Time-Life International.

4 Tentang eksistensi peradaban Romawi yang berlangsung sejak tahun 300-1450 M, lihat Sherrard, P. 1967. Byzantium. Nederland: Time-Life International.

(11)

dan Barat; ditambah Cina, India, danJepang5),

masa

puncak per-

adaban Islam terhitung sangat sedikit

walaupun

kehadirannya di pentas sejarah agak lama (jika ditambah dengan kekuasaan Turki Utsmani, antara tahun 600-1600 M).

Kehadiran

masa

puncak peradaban Islamyang palingsedi- kititu, ternyatajustru

mampu memberikan

pengaruhyang

cukup

signifikan bagi

kemunculan dan pertumbuhan

peradaban lain,6 yang muncul

maupun

terus ada dan

tumbuh

sejak Islam hadirse- bagaisistemperadaban.7Sementara Islamtelah

mampu

memberi- kan pengaruh yang sangat signifikan bagi peradaban lain yang

kini

menghegemoni

dunia, termasuk masyarakat muslim, justru

peradaban Islam

pada

akhir-akhir ini seakan

hanya

tinggal percikan-percikan dari sebuah peradaban yang pernah berjaya.

Oleh karenanya, kehadiran suatu konstruk profil peradab- anIslamsangatdiperlukanuntukmemperolehinspirasibagi proses konstruksi peradaban Islam lebih lanjut.

B. Peradaban, Kebudayaan, dan Peradaban Islam

Antara peradabandan kebudayaan memiliki garisperbeda- an yangjelas,

namun

keberadaan di antara keduanya tidak bisa salingdipisahkan. Peradaban

muncul

sebagai akibat dari"tenaga budaya" sehingga ketika suatu peradaban telah mencapai fase

puncakvitalitasnya, ia cenderungkehilangan tenaga budayanya

dan kemudian

runtuh(Capra,1997:12-15). Di sini

tampak

adanya pola lingkar, di

mana

kebudayaan yang

mampu

menghadirkan daya vitalnya secara hegemonis, akan

mampu muncul

sebagai

4 Penjelasan sedikit tentang kebudayaan Jepang dengan Shintonya, baca Saburo Matsubara, et.all. 1987. Sejarah Kebudayaan Jepang Sebuah Perspektif. Tokyo:

Kementerian Luar Negeri Jepang.

6 Peradaban Islam muncuL di samping dari wahyu juga sebagai hasil interaksi

dengan peradaban lain. Demikian pula peradaban Islam kemudian memberikan

korfstribusi besar pada peradaban lain. Tentang proses tarik-ulurdan saling serap antarperadaban dalam interaksinya dengan peradaban Islam, lihat Grunebaum, GustaveE.1976. Islam

&

MediavalHellenism:SocialandCulturalPersfiective.London:

Variorum Reprints.

7

- Untuk pengakuan bagi adanya pengaruh kuat peradaban Islam bagi kultur dan peradaban Barat-Eropa. Lihat misalnya. Watt, W. Montgomery. 1995. Islam dan PeradabanDuniaPengaruhIslamatasEropaAbadPertengahan.Terj.HendroPrasetyo.

Jakarta: Gramedia. Review atas buku ini baca Sholikhin, Muhammad. "Berlalu,

Kejayaan Islam di Eropa" dalam Suara Hidayatullah. Hal. 38. No. 10/VIII/

Februari 1996-Ramadhan 1416.

(12)

sebuah peradaban. Peradaban tidakakanmuncultanpapengaruh kuat suatu kebudayaan,

namun

kebudayaan yang ada

belum

tentu

mampu

hadir sebagaisebuahperadaban. Inisejalan dengan

pandangan

Toynbee (1972:87-89) yang menyatakan

bahwa

terja-

dinya suatu peradaban terdiri dari suatu transisi kondisi statis

ke aktivitas dinamis setelah melibatkankontraksi "tantangan dan tanggapan" terhadap sistem budaya atau peradaban lain.

Sebelummembicarakan lebih lanjuttentangprofil peradaban Islam secara lebih lengkap, tentu sangat penting untuk mengeta- hui batasandefinitifperadabanIslam. Untuk menuju pada penger-

tian yang lebih tegas,

maka

dalam konteks ini sangat penting un- tuk

dikemukakan

tentangpersamaan danperbedaanantara "per-

adaban" dan "kebudayaan".

Dalam

terminologi bahasa Arab, terdapat dua istilah yang

berkaitan dengan peradaban dan kebudayaan.

Kedua

istilah ter-

sebut adalah al-hadharahal-lslamiyah.

Hanya

saja, istilah ini yang sebenarnya lebih

mengacu

kepada "peradaban Islam", sering disalahkaprahkan atau disamakan begitu saja dengan "kebuda- yaan Islam" atau al-tsaqafah al-lslamiyah.

Antara kebudayaan, al-tsaqqfah (Inggris: culture),

dan

per- adaban, al-hadharah (Inggris: civilization),

memang

sampai saat

ini masih sering disamakan, baik dalam asumsi pengertian kese- harian

maupun

dalam penulisan buku-bukuakademis.

Walaupun

memang dalam

beberapa hal ada

kesamaan

di antara keduanya, terdapatperbedaan yang mendasar secara epistemologi

maupun

praktis.

Menurut

antropologi

modem,

kebudayaan

merupakan

ben- tuk

ungkapan

tentang semangat

mendalam

suatu masyarakat.

Sementara manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan tek- nologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau peradaban le-

bih direfleksikan dalam seni, sastra, religi dan moral,

maka

per-

adaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi (al-Shar-

qawy, 1986:5).

Pemaknaan

seperti itu

tampaknya

menjadi tepat, karenaal-tsaqaafah secaraharfiah memiliki

makna

"kebudayaan",

"pendidikan"

(Munawwir,

1997:152; bdk.

Munawwir &

Fairuz,

2007:6),yang

mengandung makna

tarbiyyah, ta'dib, dan tahadzdzub

(Munawwir &

Fairuz, 2007:232),sementaraal-hadharah

bermakna

"kehidupan menetap", atau "peradaban"

(Munawwir,

1997:273;

(13)

Munawwir &

Fairuz, 2207:6). Oleh karenanya, kesalahpahaman

penyamaan makna

antara kebudayaan dan peradaban bisa ter- jadi. Halinidisebabkan wilayahcakupankebudayaan yang

memi-

liki

kesamaan

dengan peradaban. Kebudayaan, sebagaimana di-

kemukakan

olehTaylor(1924:1) adalahkompleksyang

mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

hukum,

adat istia- dat, dan lain-lain, berbagai

kemampuan

serta kebiasaan yang di- dapatkanoleh manusia sebagai anggota masyarakat.Jadi, ia men- cakup

semua

yangdidapatkandandipelajari manusiasebagaiang- gota masyarakat.

Dalam

bahasa

kamus Arab

sendiri,

walaupun

sering masih

diberi

makna

yang dipersamakan, secara mendasar sudahterda- pat perbedaan yang

cukup

bisa dimengerti sebagai basis perbe- daanantarakebudayaan danperadaban. Misalnya, dalam

kamus

al-Munjid

dikemukakan

salah satu artial-hadharahsebagai kecen- derungan untuk

membangun

komunitassesuaidengankonsepkon-

struktif, atau tidakmenyalahi aturan penataan yang telah dibuat (Ma'luf, 1998:139). Oleh karenanya, al-hadharah di sini lebih

men-

dekatipengertian

"modem"

yang

mengacu

pada kepositifandan kemajuan,

yang kemudian

dikenal sebagai konsepsi al-madani (berperadaban). Ini sejalan dengan

pemaknaan Hans

Wehr, di

mana

hadhar dimaknai sebagai "a civilized region with towns and

villages and a settled population (as opposed to desert, stcppe); settled population, towns dwellers (asopposed tonomads)".Jadi,al-hadhaarah

bermakna

"civilization ", "settled ness", "sedentariness" (Ma'luf, 1998:139).

Sementaraal-tsaqajahlebihdimaknaisebagai

membangun

kon- sepsi keilmuan, seni, dan keberadaban (Ma'luf, 1998:71).

Mung-

kin dalam konteks inilah, terkadang tsaqafah diartikan sebagai

civilization, di

samping

culture, dan education (Wehr, 1971:104).

Hanya

saja civilization di sini bukan dalam artian "peradaban"

yang

sudahjadi,

namun

"keberadaban" yang sedang

memproses

"menjadi peradaban". Halini

menampakkan

kebudayaan dalam tahapanproses,yangbisasajamenjadiperadaban dalam perkem-

bangan

berikutnya. Pada proses inilah,

kebudayaan

memiliki tujuhunsursehingga iadapatdianggapsebagaicultural universal,

yaitu (1)peralatandanperlengkapankehidupanmanusia; (2)mata pencarian dan sistem-sistem ekonomi; (3) sistem kemasyarakat-

(14)

an; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem pengetahuan; (7) religi; (8)

sistem pengetahuan (Kroeker, 1953:507-523).

Oleh karena itu, menjadi nyatalah perbedaan antara kebu- dayaan dan peradaban. Kebudayaan, sebagaimana

tampak

se- cara eksplisit

maupun

implisit dari uraian tersebut, lebih bersifat subjektifyang

menyangkut

ide, karya dan perilaku suatu

komu-

nitas dalam kehidupannya.

Kebudayaan belum

bersifat sebagai ilmu pengetahuan yang mapan,apalagi teknologi yangtetap, dan

selalu berkembang. Dapat dikatakan

bahwa

kebudayaan masih

lebih bersifat sederhana sebagai hasil kreasi komunitas masya-

rakat. Sementara peradaban yang sudah diwarnai oleh hasil tek- nologi,

menunjukkan

hasil kinerja ilmu pengetahuan yang siste- matis sehingga menjadi lebih objektif. Karenanya, tidak

semua kelompok

masyarakat

mempunyai

peradaban

walaupun

dapat dipastikan memiliki kebudayaan.

Dengan

sifatnya yang "lebih objektif" itu,

maka

dalam sejarah dunia pernah bermunculan ber- bagai peradaban besar, seperti Barat, Islam, Cina/Konghucu,

India/Hindu, Jepang, Latin, dan Afrika. Masing-masing dari per-

adaban besartersebut memilikisubperadabanyangbersifatlebih kecil lingkupnya. Oleh karenanya, sebenarnya tidak pernah ada apa yangdisebut sebagai "peradaban dunia",yangada hanyalah peradabanyangpaling

dominan

atau menjadi hegemoni didunia.

Peradaban dunia tersebut oleh

Hodgson

(1977:30-34

dan

71) disebut sebagai "budaya tinggi" (high culture).

Pada

ranah

ini,

Hodgson

secaraimplisit menjelaskan

bahwa

apa yang

kemu-

dian disebutsebagai "peradaban Islam" adalahsistem peradaban yang terbangun pada landasan kepercayaan Islam, lalu memfor-

mat

dalam bentuk masyarakat baru, yang seiring dengan perge- seran waktu

membawa

serta lambang-lambangnya sendiri yang

khas, seni dan sastra, ilmu dan kesarjanaan, bentuk-bentuk poli- tikdan sosial, ritual atau sistem pemujaan, dan mistikyang kese-

muanya

jelas

memberi

kesan islami.

Penggunaan

istilah"islami"

di sini

menunjukkan bahwa

peradaban Islam tidak hanya ter-

bentuk dari dirinya sendiri.

Hodgson menegaskan bahwa

kebu- dayaan

gabungan

dapat disebut sebagai "sebuah peradaban", yakni suatu

pengelompokan

yang relatif luas dari berbagai ke-

budayaan yang saling berkaitan, karena mereka telah terbagi da-

lamtradisi-tradisi yang kumulatifdalam bentukkebudayaanting-

(15)

gi,pada tingkat urban, dan "melek" huruf ("Sebuah kebudayaan

... yang diambil sebagai keseluruhan kultural" [1977:91]).

Pada konteks tersebut, peradaban Islam juga dapatdikenali

dengansebutan"islamdom",yang

menunjuk

pada bangsa-bangsa

yang

berlainan di

mana

Islam menjadi

agama yang dominan

dan yang telah terbagi dalam tradisi-tradisi kultural yang secara

khususdikaitkandengannyasecara kolektif. Sementara peradab- anyangkhususdari "islamdom" dapat disebutsebagai "islamicate"

(bercorak Islam) (Hodgson, 1977:95).

Sinyalemen

Hodgson

tersebut tidaklah salah. Peradaban Islam

memang merupakan

sebuah peradabanyangdibingkai oleh

wahyu.

Namun

dalam proses perjalanan berikutnya, bingkaian

wahyu

yang sebelumnya belum

membentuk

peradaban,

kemu-

dian mengalami elaborasi, inovasi dan proses rangkai-pemak- naan, baik melalui apa yang disebut sebagai "ijtihad"

maupun

eksperimen para

ilmuwan

dan cendekiawanmuslim. Hal ini me- munculkanberbagai ilmupengetahuandanteknologihinggaabad ke-9

M

dan ke-10 M, yang

kemudian

disebutsebagai "peradaban Islam" (klasik) tersebut. Selain proses-proses internal tersebut,

peradaban Islamdapatterbentukjuga melalui interaksieksternal

dengancara "imitasi", rekonstruksi, akulturasi, dan dalam bebe- rapa hal asimilasi dengan peradaban-peradaban lain yang sudah pernah muncul, dan sampai ke tangan Islam. Maka,

tampak

je- laslah

bahwa

Islamyanghadir sebagaiagama, ternyatabukanlah hanya sekadar agama, karena di

dalamnya mengandung

unsur- unsur peradaban yang kompleks.

Dalam

hal inilah

tampaknya

penegasan

ilmuwan

muslim suami-istri Isma'il Raji-Lois

Lamya

al-Faruqi menjadi penting, yaitu

bahwa

intisari dari peradaban Islam adalah

agama

Islam itu sendiri dengan

sumbu

tauhid se-

bagai poros, di

mana pemahaman

manusia (yang dapat

muncul

dalambentuk peradabanyangsangatmaju) memiliki titiktuju pada pelayanan bagi pencipta-Nya (al-Faruqi, 2003:109-126). Atau, dapat dinyatakan

bahwa

peradaban Islam

muncul

secara gemi-

lang, karena keseimbangan aplikasi peran manusia sebagai 'abi- dullah dan sekaligus khalifatullah.

(16)

B

Filsafat dan Mistik

SEBAGAI PEMBINGKAI PROFIL

Peradaban Islam

A. Peradaban Berbingkai

Wahyu

PERADABAN

Islammerupakansuatuformatkonstruktifbagi suatu hasil pencapaian dari programtransmisi, transformasi

dan

sosialisasi

bahkan upaya asimilasi

prinsip-prinsip

dan

nilai-

nilai (values) Islam

dalam

kehidupan sehari-hari

kaum muslim

(penganut

agama

Islam), baik yang bersifat individual

maupun

kolektifguna

membentuk

konsepsi masyarakatyangislami. Pada

giliran berikutnya, pola perilaku tersebut

mampu

menjadi rujuk- an masyarakat bersama sehingga muncul menjadi sebuah pera-

daban

yang

pernah hadir sebagai

hegemoni

dunia, atau Islam pernahmengalami pengglobalansebelumadanya globalisasi

mo-

dem

Barat, yang ditegakkan melalui penetrasi politik, ekonomi, dan budaya secara kombinatif.1

Idealisasi seperti itu tentu saja selalu menjadi obsesi para intelektual

dan

masyarakat

muslim umumnya,

sebab

memang

sudah

pemah

terbentuk pola masyarakat impian tersebut. Hal

ini disinggungolehpengamatBarat,

A

.J. Arberry(1964:72)

bahwa

1 Untuk proses globalisasi Barat dan karakteristiknya, lihat Said, Edward W.

1955. Kebudayaan dan Kekuasaan MembongkarMitos HegemoniBarat. Terj. Rahmani

Astuti. Bandung: Mizan. Rei'ieu>atas buku tersebut lihatSholikhin, Muhammad.

"Menyingkap Topeng Imperialisme Barat" dalam Suara Hidayatullah. Hal. 52.

No. 03/VIII/Shafar 1416 H.

(17)

formulasi ideal dari

bangunan

Islam adalah teokrasi yang ber- fondasikan pada

Kalam

Allah dalam Al Quran, dan

menemukan model

elaboratifnya melalui sunnah Nabi

Muhammad

saw.

Mo-

del ideal inilah yang telah

mampu

memberikan inspirasi bagi ka- langan reformis muslim selama hampir empat belas abad untuk

mewujudkan

konsepsi "kotaTuhan" (the cityofGod) dalamnaung- an Islam, sebagaimana pernah terwujud pada

masa Madinah

di era Rasulullah dan keempat khalifah sesudahnya.

Masa-masa

Rasulullah dan al-khulafa' al-rasyidin itulah

hingga abad ke-3

H —

yang oleh para

ilmuwan

muslim disebut sebagai

masa

salafal-shalih, yakni elaborasi

dan

aktualisasi nilai- nilai Islam masih benar-benar

mengacu

pada konsepsi Al

Quran

sebagai al-mashdar al-ula, sementara al-sunnah (bukan

cuma

al- hadis, tetapi termasuk sirah atau tarikh Rasulullah dan sahabat) sebagai al-mashdaral-tsani dalam Islam (al-Khatib, 1971:1). Justru oleh banyak

pengamat

Barat, masyarakat Islam pada

masa

Ra- sulullah itulah yang benar-benar

mencerminkan

model masya-

rakat

modem.

Sebenarnya, kondisi alam

modem

sekarang ini,

sekadarupayapengulangan

zaman modem

dari masyarakatIslam dieraRasulullah di Madinah. Bahkan, terlalu

modem

untukukur- an sekarang sehingga hal

semacam

itu hampir tidak akan pernah

bisa muncul kembali sampai kapan

pun

(Hadgson, 1974:437-441).

Kemodernan

itu lebih disebabkan Islam

merppakan

ajaran yang

bersifat sangat urban secara radikal (Madjid, 1992:315) dengan corak perkotaan yang

cukup

menonjol, yakni bercirikan kosmo-

politanismeIslamyangdiajukansebagai responsi positif,dan amat kuat terhadap iklim modernitas (Madjid, 1997:163).

Dengan

coraknyayangmadiniyah(urbanisme) tersebut,

maka kemudian

masyarakatyangdilahirkannya memiliki karakterma- daniyah (peradaban), yang banyakdiimpikan olehhampir

semua

sistem peradaban.2 Karakteristik inilah sebenarnya yang sangat

1 Penulis sudah memberikan gambaran sedikit tentang kontinuitas peradaban, ilmu, dan teknologi masyarakat muslim dari abad I sampai abad XIV H. Lihat Sholikhin, Muhammad. 1999. "Pemikiran-pemikiran Dakwah Mohammed

Arkoun; Studi Analisis atas Koasep Kritik Nalar Islami dan Islamologi Terapan dalam Buku NalarIslami NalarModern Berbagai Tantangandan Jalan Baru". Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Hal. 1-26. Selain itu, penulis juga sudah melakukan penelitian tentang perkembangan tasawuf, salah satu dari

unsur pembentuk peradaban muslim, dari abad I sampai 15

H

(Sholikhin, 2004:47-80).

(18)

dibutuhkanolehsuatu sistem

keagamaan

padaera globalisasi de-

wasa ini,di

mana "agama

Islam" yangpernah menjadihegemoni dunia pada

masa

lalu, sekarang ini masyarakatnya justru

men-

jadi sasaran

mudah

dari "peradaban lain" yang justru kelahir-

annya terinspirasi oleh kemajuan Islam pada

masa

lalunya.

Jelas

bahwa

peradaban Islam yang lahir, berada dalam bing- kaian

wahyu walaupun

sebenarnyaperadabanitu sendiriadalah

hasilekspresi komunitas muslim. Bingkai

wahyu

initerjadi, kare- na

kemudian dalam

ekspresi kehidupannya, komunitas

muslim

sangat terpengaruh oleh

wahyu

yang diperuntukkan bagi Islam sebagai agama.

Dengan

ekspresi dari

wahyu

dalam kehidupan- nya itulah,

maka kemudian memunculkan

kebudayaan dan per-

adaban Islam.

Munculnya

Islam sebagai peradaban, tidak lain

karenapengejawantahanunsur normatifke

dalam

kontekshisto-

ris,yang

mau

tidak

mau

selainyangsearahdenganidealitas

wahyu

yangada,sebagian juga

menjauh

bahkan

menyimpang

dari idea-

litas tersebut.

Maka dalam

hal ini, sebagian peradaban

muslim

yang tidak sepenuhnya "bersih", bukanlah imbas dari wahyu,

tetapi imbas dari ekspresi kehidupan muslimnya.

Pembedaan

iniharus ditegaskanuntuk menghindarikesalah- mengertian di kalangan sebagian muslim, dan terutama oleh ko- munitas luar, yang memiliki "peradabanlain". Sementara dialog

peradaban tidak boleh berhenti

dalam

arena global seperti de-

wasa

ini. Karena "peradaban lain" ternyata tetap

mempertim-

bangkan Islam, yang

bukan

semata-mata sebagai agama, tetapi

merupakan

salah satu sistem peradaban

yang

besar. Tentu saja ketika "pihak lain" mengapresiasi peradaban Islam, karena ia

muncul didasarimotifwahyu,

maka mau

tidak mau, konteks

wah-

yu

pun

harus dipelajari

dan

dipertimbangkan oleh peradaban

lain tersebut. Akibatnya, globalisasi Barat

dewasa

ini tidaklah harus menjadi

"musuh"

atau "ancaman" bagi peradaban Islam,

namun

justru

bagaimana kedua

peradaban tersebut

mampu

menjadi

semacam

kolaborasi globalisasi, atau minimal mitra da- lam gerakan global.

Dalam

konteks bingkai

wahyu

ini, sistem peradaban Islam selalu menghadirkan

wacana

Al

Quran

sebagai kitab suci, serta

sosok

Muhammad

sebagai

pembawa

pesan Ilahiah,

dan

ideali- tasmanusiasebagai unsur

pembentuk

peradaban.

Kesempurnaan

(19)

sosok

agung

ini tidaksaja diakui olehkomunitas muslim,3

namun

para ahli sejarah

pun

mengakui sosok

Muhammad

sebagai

ma-

nusia sempurna, tokoh ideal, manusia luar biasa yang hadir se-

bagai figurhistoris, di balik kenabian dan kehidupan asketiknya (Grunebaum, 1974:2). Ditambah dengan keberhasilannya

mem-

bangun

sistem peradaban Islam dalam

tempo

yang singkat, sete- lahhampir

enam

abad lebih kawasan Arab tidak memiliki kerang- ka filosofis lagi,

maka

wajarjika Hart (1986: 27) meletakkannya sebagai tokoh

nomor

satu dari banyak tokoh dunia.

Peradaban Islam

memang

berutang budi besar terhadap Nabi

Muhammad,

utusan

pamungkas

dari sekitar 124.000 nabi

dan

315 rasul

(Umar

al-Samarani, hal. 15).

Sebab—

terlepas posi- sinyasebagai seorangRasulyangharusdiyakini olehsetiap

mus-

lim

peradaban Islamyangmuncul kemudian dimulaidari proses reformasi sosial yang dilaksanakan secara drastis oleh

Muham-

mad. Reformasi sosial tersebut, sesuai dengan ajaran Al

Quran

(Qs. Al-A'raaf: 56 dan 85), dilakukan dalam rangka usaha refor- masi dunia (ishlah al-ardl), dan Nabi

Muhammad

sudah melak- sanakannya dengan sukses.

Hubungan

antara

wahyu

danapa yangdisebut sebagaisun-

nah

nabi tidak hanya terjadi secara doktrinal. Relasi

dalam pem-

bentukan peradaban lebih bercorak filosofis, karena Al

Quran

(Syiria: Qeryana 'kata atau susunan kata') sebagai

wujud

firman Tuhan, tidaklahdapatdipahamisebagai penyediasegala sesuatu.

Maka, langkah interpretasi atau penafsiran menjadi salah satu cara bagiupaya pengejawantahan ajaran ketuhanan. Pada posisi

inilah, sunnah menjadi

sumber

idealitas yang kedua bagi Islam.

Otentisitas Al

Quran

sebagai

way

oflife komunitas muslim, dibuktikan

dengan

adanya proses kodifikasi segera atas teks- teks Al

Quran

yang tertulis diberbagai benda, yang sudahdihim-

pun

pada suatu maktabnh Zaid bin Tsabit.4 Dari satu mushaf ini, pada

masa Utsman kemudian dikembangkan

menjadi

empat

nas- kah, disertai dengan beberapa

penyeragaman

sistem tanda baca-

3 Tentang ekspresi muslim dalam pengakuannya atas kesempurnaan manusiawi Nabi Muhammad, lihat misalnya Muhammad bin al-Sayyid 'Alawi al-Maliki al-

Hasani (1990-1411).

4 Perhatikan kajian menarik Muhammad Mushthafa al-A'zhami. 2003. TheHistory ofthe Qur’anic Textfrom Reivlation to Compilation:A Comparative Study with the

Old and New Testaments.

(20)

nya.Demikianpula tentangotentisitas hadisyang sudahterkom-

pilasi dalam berbagai naskah yang diakui di kalangan muslim,

dihimpun

dengan melalui proses yang sangat ketat, untuk me- misahkan hadis nabi dengan pernyataan yang dipersangkakan kepada nabi.5

B.,

Masa

Awal Peradaban Islam

Islam melihat dengan

pandangan

idealisapa yang akan ter- jadi pada dirinya, yakni

munculnya umat

Islam, yang darinya

memunculkan

peradabannya sendiri.

Dalam

tataran realitas, se- jarah peradaban masyarakat ini bisa diringkas sebagai kesen- janganantara idealisme danrealitas praktissehingga seakan-akan idealisme Islam hanyalah berhenti pada utopianisme.

Namun,

keinginan menjadi teladan utama yang

muncul

dari baliksejarahdanmenjadisaksiatas

umat

manusia terusbergema.

Masyarakat muslim terus berusaha dengan sungguh-sungguh se- bagai teladanyangberusaha untuk menjelmakandiri dalam kehi-

dupan

kelompok, sosial, dan pribadi mereka, serta

dalam

hu-

bungan-hubungan

mereka.

Dengan

inilah mereka

mewarnai dan mengarahkan

kehidupan mereka sehingga

muncul

apa yang di-

sebut sebagai "teladan yang terbatas" (Arkoun

&

Gardet, 1997:

17-18).

Dalam

perjalanan pasang surutnya, serta perpecahan yang disebabkanoleh pertikaian regional

maupun

pergolakaninternal, serta berbagai peperangan, bangsa

muslim

dengan peradaban- nya,meskipun nasibnyaada yang buruk dan mulia, tidak

pemah

lepas dari kerinduan kepada "teladan yang terbatas" tersebut secara terus-menerus, dan

masa

lampau senantiasa

merupakan

penjamin bagi

masa

depan. Sebab, sangat

mungkin

untuk berbi- cara tentang

"zaman

keemasan" dalam Islam.

Maksud zaman

keemasan di sini bukanlah

zaman

kegemi- langan duniawi yangdikenal dalam abad-abad awal daulat Bani

5 Kajian tentang masalah ini lihat dalam Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 1971. al- Stitmah Qabla al-Tadwin, Dar al-Fikr, Beirut, Cet II; untuk kajian kontemporer dan sangat mendalam, perhatikan, Muhammad Mushthafa al-A'zhami, Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1413 H/

19% M. Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, M.M. Azami.

2000.

H

adits Nabauri dan Sejarah Kodifikasinya. Terj. Ali Mustafa Ya'qub. Jakarta:

Pustaka Firdaus.

(21)

Abbasiyah dengan hasil-hasilnya yang bersifat manusiawi

dan

universal, ataupun

zaman keemasan

Bani

Umayyah

di Cordoba pada abad kesepuluh, ketika ilmu-ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian

dan

kesusastraan

berkembang

pesat

dan

cemerlang.

Sebab di balik

semua

kecemerlangan itu, banyak kritikus yang mencatat adanya kemerosotan dalam perilaku moral

umum ma-

syarakat

dan kesewenang-wenangan

para penguasa.

Zaman

ke-

emasan

Islam

yang

sesungguhnya adalah

masa

sejak terbentuk-

nya Daulat

Madinah

hingga sekitar tahun 37 H, khususnya dari saat Nabi hijrah sampai wafatnya beliau.

Tujuanyangdicita-citakanbukanlahkembali ke

masa

Daulah Madinah, melainkan

memandangnya

sebagai pelita yang

mene-

rangi jalan dan titik tolak ataupun rujukan yang

mampu men-

jawabtuntutanzaman,di sampingcapaian-capaianyang

memang

nyata. Peradaban

Madinah

menjadi inspirasi setiap pembaru, di

mana

kesenjangan antara "teladan yang terbatas" dan realitas

keseharian

memberikan

nilai yang besar bagi pemikiran

pemba-

ruan.

Dokumen

sejarah yang

kemudian

dikenal sebagai "Piagam

Madinah"

menjadi saksi sejarah tentang inti dari peradaban

Ma-

dinah, yang memiliki corak madiniyah (urbanisme) sehingga me-

lahirkansistemmadaniyah(peradaban).

Dalam

perjanjian tersebut, disebutkan tentang dasar-dasar masyarakat partisipatif dengan

ciri utamakewajiban pertahananbersama dan kebebasanberaga-

ma

(Hamidullah, 1389/1969:44-45; Ibn Ishaq, 1980:233). Perjanjian tersebut memiliki

makna

selain

pengukuhan

solidaritas

dan

sa- lingmencintai antara

kaum

berimandan Yahudi, sertakeduduk- an

Madinah

sebagai negeri yang

aman

dan bebas untuk kedua

kelompok

itu.

Dengan

isi dan semangat isi perjanjian tersebut, Rasulullahdi

Madinah

bukanlahseorang penguasaotokratik, me-

lainkanhanya

menempati

posisisebagai "yangpertamadariyang sama" (Watt, 1977:257, 228-229).

Didasarkanpadadasar-dasarprinsipal dalamperjanjian ter- sebut,

maka

terbentuklah asas-asas masyarakat

dan

kebudayaan

Islam,

yang

bersendikan pada prinsip-prinsip (Tim

Penyusun

Textbook Sejarah, 1981-1982:45-46): (1) al-Ikha (persaudaraan); (2) al-musaurwamah (persamaan); (3) tasammuh (toleransi); (4)

mu-

syawarah; (5) al-Muawanah (gotong royong), yang

membentuk

(22)

masyarakat

ummah

(Grunebaum, 1970:42-45;bdk. uraian tentang masyarakat ideal

menurut

Al

Quran

dalam

Rahman,

1996:54- 94).

Maka, masyarakat pada masa itu merupakan

wadah

bagi pe-

ngembangan

kebudayaan dan peradaban. Peradaban Islam itu sendiri dapat dipahami sebagai nilai-nilai material dan immate-

rialyangdimiliki dan dikembangkanoleh

umat

Islam.Sementara dasar-dasar peradaban yang diletakkan oleh Rasulullah pada

umumnya, merupakan

sejumlah nilai

dan norma

yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berlainan dengan per- ibadatan, sosial,

ekonomi

dan politik yang bersumber pada Al

Quran

dan sunnah.

Kondisi masyarakat

Madinah

pada

masa

Rasulullahtersebut berlanjut semakin maju pada

masa-masa

khulafa' al-ra$yidin.

Administrasi pemerintahan

berkembang

dalam bentuk lembaga- lembaga danjabatan-jabatan baru,seiringdengan

perkembangan

wilayah dan kebudayaan masyarakat Islam. Demikian pula sek- tor material, sebagai wujud dari kemajuan aspek immaterial, ber- bagai ilmu pengetahuan danteknologi, konstruksi, dan kesenian

berkembang

sedemikian rupa pada

masa-masa

hingga sekitar

tahun 39

H

(659 M).

C. Kejayaan Peradaban Islam Klasik

Bersumbu

pada Filsafat

dan Sufisme

Memerhatikan

pemaparan

diatas,

maka

jelaslah

bahwa

tong- gak-tonggak peradaban Islam

yang

ideal, ditancapkan

dalam

sejarah pada abad Isampai IVHijriah. Pada masa-masaitu, kebe- basan pemikiran

dan

kreativitas di segala bidang

mendapatkan

tempatnya yang wajar.

Dalam

perjalanan sejarahnya

yang

awal, peradaban Islam,

utamanya dalam perkembangan

pemikiran

dan

kebudayaan, mencatatkan suatu kekuatan yang sangat kreatif

dan

dinamis.

Hal inidapatdilihatdenganbanyaknya mazhab, baikteologi6

mau-

K Teologi; ilmu ketuhanan atau ilmu tentang Tuhan, sebenarnya berasal dari luar konteksislamologi,yang merupakan perkembanganevolusiftentangilmu Kalam dan filsafatketuhanan. Tentang penggunaan teknis istilah ini, lihat Harun Nasu-

tion.Teologi Islam. 1986. Cet. V. Hal.ix-x.Jakarta:UI Press. Lihatjuga Ilhamuddin.

Referensi

Dokumen terkait

Kita akan mengutip Al-Qur'an janji-janji ilahi yang diberikan kepada Maryam tentang Al- Masih yang akan dilahirkan olehnya: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan

5edangkan penguraian tulang disebut as%r(si, ter+adi secara bersamaan dengan  pembentukan tulang. !enyerapan tulang ter+adi karena akti8itas sel-sel yang disebut

Jika dalam suatu sistem pengendalian intern pemberian kredit terdapat masalah SDM kurang memadai maka solusi yang harus diambil oleh BUMDes Artha Werdhi Sarana

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan menghafal ayat-ayat al-Qur`an pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa di

SPP Gaji untuk disampaikan kepada Bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan SPP Gaji. b) SPP Gaji diajukan kepada PPK-SKPD.. c) PPK-SKPD meneliti dokumen SPP Gaji,

Sudiyono (2002) menyebutkan terdapat enam asumsi model cobweb yang harus di penuhi, pertama harga ditentukan oleh struktur persaingan yang terjadi pada proses

Bredecamp dan Copple, yang dikutip dari strategi pembelajaran taman kanak- kanak,mengemukakan bahwa hakikat pembelajaran anak usia dini yang lebih mengutamakan bermain

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Gaya kepemimpinan transformasional ketua yayasan pondok pesantren terhadap kinerja guru madrasah tsanawiyah dilihat dari nilai