• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studing of Making Candlenut Seasoning In Powder Form Aleurites Moluccana) DALAM BENTUK BUBUK MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU KEMIRI (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Studing of Making Candlenut Seasoning In Powder Form Aleurites Moluccana) DALAM BENTUK BUBUK MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU KEMIRI ("

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU KEMIRI (Aleurites Moluccana) DALAM BENTUK BUBUK

Studing of Making Candlenut Seasoning In Powder Form

Oleh

BAMBANG SETIAWAN

G 611 08 272

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(2)

MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU KEMIRI (Aleurites Moluccana) DALAM BENTUK BUBUK

Studing of Making Seasoning Candlenut (Aleurites Moluccana) In Powder Form

Oleh

BAMBANG SETIAWAN G 611 08 272

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Mempelajari Pembuatan Bumbu Kemiri (Aleurites Moluccana) Dalam Bentuk Bubuk

Nama : Bambang setiawan Stambuk : G 611 08 272

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui 1. Tim Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS Nip. 19570923 198312 2 001

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS Nip. 19500112 198003 1 003

Pembimbing II

Mengetahui

2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS Nip. 19570923 198312 2 001

3. Ketua Panitia Ujian Sarjana

Ir. Nandi K. Sukendar,M.App.Sc Nip. 19571103 198406 1 001

Tanggal Lulus : Januari 2014

(4)

Bambang Setiawan(G61108272). Mempelajari Pembuatan Bumbu kemiri (Aleurites Moluccana) Dalam Bentuk Bubuk. Dibawah bimbingan Muliyati M Tahirdan Jalil Genisa

Ringkasan

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan bumbu kemiri (Aleurites Moluccana) bubuk. Bahan-bahan yang digunakan yaitu kemiri, bawang merah, bawang putih, lada,serai,jahe,jintan,lengkuas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi yang tepat pada proses pembuatan bumbu kemiri bubuk dan untuk mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba,kadar lemak dan uji organoleptik pada pembuatan bumbu kemiri. Pembuatan bumbu ini terdiri atas pengeringan, penghalusan dan pengayakan, serta pencampuran. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah A1 (Kemiri 20% : Bawang Putih 8%), A2 (Kemiri 25% : Bawang Putih 13%), dan A3 (Kemiri 30% : Bawang Putih 8%). Parameter pengamatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kadar air, total mikroba,kadar lemak, dan uji organoleptik yang meliputi (rasa, aroma, dan warna). Pengolahan data dilakukan dengan deskriptif kuantitatif. Berdasarkan uji organoleptik perlakuan A3 dengan kemiri 30%

dan bawang putih 8% merupakan perlakuan terbaik. Bumbu yang dihasilkan memiliki karakteristik yaitu kadar air 8,44%,kadar lemak 20,68%

dan total mikroba 5,1 cfu/g atau 1,3x104 koloni/g Kata Kunci : Bumbu , Kemiri, Rempah.

(5)

Bambang Setiawan (G61108272). Studying of Making Candlenut Seasoning (Aleurites Moluccana) In Powder Form. Supervised by Muliyati M Tahirand Jalil Genisa.

Abstract

Reseach about the manufacture of candlenut seasoning (Aleurites Moluccana) powder has been conducted. The materials used were candlenut, onion, garlic, pepper, lemongrass, ginger,caraway,galangale.

The purpose of this study were to determined the exact formulation in the production of seasoning candlenut powder and to evaluate of water content, total microbes,grease value and organoleptic properties of candlenut seasoning. The seasoning processing consisted of drying, grinding and sieving, and mixing. The used of treatment had A3 (candlenut 20%: Garlic 18%), A2 (25% candlenut: Garlic 13%), and A3 (30%

candlenut: Garlic 8%). Parameters were water content, total microbial,grease content and organoleptic tests (taste, aroma, and color).

The data processed with quantitative descriptive. Based on organoleptic test treatment A3 with candlenut 30% and garlic 8% was the best treatment. Spices had water content of 8,44%,grease content 20,68% and total microbes of 5.1 cfu/g or 1,3x104 colony/g

Keywords: Seasoning, Candlenut, Spices.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mempelajari Pembuatan Bumbu Kemiri (Aleurites Moluccana) Dalam Bentuk Bubuk” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar STP (Sarjana Teknologi Pertanian) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M.

Tahir, MS dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS sebagai dosen-dosen pembimbing, yang tak henti-hentinya memberikan ide, saran, motivasi, semangat dan bimbingan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada selaku dosen penguji Prof. Dr. Ir. Hj.

Meta Mahendradatta dan Dr. rer.nat. Zainal, STP., M.Foodtech yang telah memberikan banyak saran untuk skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini, ada banyak hambatan yang harus dilalui, baik dari luar maupun dari penulis sendiri.

Namun dengan doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi

(7)

ini terdapat kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan banyak Ilmu selama penulis berkuliah, dan kepada seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi siapapun yang membutuhkan. Amin.

Makassar, Januari 2014

Bambang Setiawan

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan yang berharga ini Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada:

1. ALLAH SWT (Atas segala jalan kehidupan yang penuh berkah dan rahmatnya).

2. Kedua Orang Tua yang tercinta Ayahanda Aris D dan Ibunda Indrawati yang telah membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkahku dengan doa dan kasih sayangnya yang tulus, serta Adikku Amelia Puspita dan Sari Ekawati.

3. Kepada Bapak/Ibu dosen Teknologi Pertanian Fak. Pertanian beserta staff atas bantuannya mendidik penulis selama berstatus mahasiswa.

4. Sahabat-sahabat sekaligus saudara-saudara terbaikku, Affandi Burhanuddin,Jumasdin, Moh. Sholeh Nur Malie,Muh. Sakti sakaria, Nur indra Buana, dan seluruh teman-teman TEKPERT 08 (PARANG08) serta kanda-kanda dan dinda-dinda tekpert unhas yang sering memberikan motivasi, gak asyik dan gak rame kalau tidak ada kalian selama ini. Kenangan bersama akan selalu bagian tersendiri dalam memoriku.

5. Special thanks untuk Asriyanti yang senantiasa hadir memberikan nasehat dan motivasi selama ini hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Teman-teman yang ada di PMB UH LATENRITATTA Unhas dan BIGREDS Makassar, serta teman-teman KKN unhas Kecamatan Ganra Thanks for all.

(9)

7. Untuk teman-teman seperjuangan Nur Aliyah Zulkarnaian, Abdul Halim syahruddin, Lukmanul Hakim,Huzain Hasan AP.berjuang bersama tanpa kenal lelah.

8. Teman-teman di Pondok penjernihan 1, Santi, Novi, Tuti, Kiki, Ivon, Emi, Miftah, Kak Ida dan kak Topan yang yang banyak membantu dan selalu memberi semangat kepada penulis

9. Music,Waktu,Keindahan yang memberi warna dalam hidup,seluruh pihak yang telah membantu mewujudkan mimpi dan semua orang yang selalu mendukung + suara-suara yang selalu bilang “Kamu Bisa”

“You’ll Never Walk Alone”

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Bambang Setiawan dilahirkan di Watampone pada tanggal 28 April 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Aris D.

dan Indrawati dan memiliki 1 orang saudara yaitu Amelia Puspita.

Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah:

 Sekolah Dasar Negeri 10 Manurunge Kab. Bone Tahun 1996-2002.

 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Watampone Kab. Bone Tahun 2002- 2005.

 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Watampone Kab. Bone Tahun 2005-2008.

Tahun 2008 penulis diterima melalui jalur UMB di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dengan nomor induk mahasiswa G61108272.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bumbu ... 4

B. Kemiri (Aleurites moluccana) ... 6

C. Bawang Putih (Allium sativum) ... 8

D. Bahan Tambahan ... 9

1. Bawang Merah (Allium cepa L.) ... 9

2. Lada (Piper nigrum) ... 11

3. Sereh (Cymbopogon citratus) ... 12

4. Lengkuas (Alpinia galanga) ... 13

5. Jahe (Zingiber officinale) ... 14

6. Jintan putih (Cuminum cyminum Linn) ... 16

E. Pengeringan ... 17

(12)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ... 19

B. Alat dan Bahan ... 19

C. Prosedur Penelitian ... 19

1. Persiapan Bahan ... 19

2. Pembuatan Bubuk Kemiri ... 20

D. Perlakuan Penelitian ... 20

E. Parameter Pengamatan ... 21

1. Kadar Air ... 21

2. Kadar Lemak ... 21

3. Uji Total Mikroba ... 22

4. Uji Organoleptik ... 23

F. Pengolahan Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air ... 26

B. Kadar Lemak ... 28

C. Total Mikroba ... 30

D. Uji Organoleptik ... 32

1. Rasa ... 32

2. Warna... 34

3. Aroma... 36

(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 42

(14)

DAFTAR TABEL

NO Judul Halaman

1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah ... 5

2. Kandungan Gizi Kemiri per 100 gram ... 7

3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram ... 9

4. Kandungan Gizi Bawang Merah per 100 gram ... 10

5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram bahan ... 11

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kemiri ... 7

2. Bawang Putih ... 8

3. Bawang Merah ... 10

4. Lada ... 11

5. Serai ... 12

6. Lengkuas ... 13

7. Jahe ... 15

8. Jintan ... 17

9. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Kemiri Bubuk ... 25

10. Hasil Analisa Kadar Air ... 27

11. Hasil Analisa Kadar Lemak... 29

12. Hasil Uji Total Mikroba ... 30

13. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa ... 33

14. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna ... 35

15. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma ... 36

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Hasil Pengukuran Kadar Air Bumbu Kemiri ... 42

2. Hasil Pengukuran Kadar Lemak Bumbu Kemiri ... 42

3. Hasil Analisa Total Mikroba Bumbu Kemiri ... 42

4. Hasil Uji Organoleptik Rasa Bumbu Kemiri ... 43

5. Hasil Uji Organoletik Warna Bumbu Kemiri ... 43

6. Hasil Uji Organoletik Aroma Bumbu Kemiri ... 44

7. Gambar Produk Bumbu Kemiri ... 44

8. Gambar Bahan Pembuatan Bumbu Kemiri ... 46

9. Gambar Bahan yang Telah di Keringkan ... 48

(17)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan rempah yang memperkaya cita rasa masakan Indonesia. Bumbu tradisional Indonesia inilah yang membuat masakan Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda. Bumbu dibuat dari campuran rempah-rempah dengan melalui beberapa proses pengolahan. Umumnya bumbu masakan digolongkan menjadi tiga golongan yaitu bumbu merah, putih dan kuning. Banyak jenis rempah- rempah yang dapat dibuat menjadi bumbu, salah satunya adalah kemiri. Kemiri (Aleurites moluccana Willd) berasal dari kepulauan Maluku, dan menurut Burkill (1935) berasal dari Malaysia. Tanaman ini menyebar dari sebelah timur Asia hingga Fiji di kepulauan Pasifik.

Kemiri mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai bahan produk mulai dari penyedap makanan sampai bahan baku industri dan perabot rumah tangga. Produk kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, obat-obatan, minyak kemiri untuk perawatan rambut dan kecantikan, bahan baku industri sabun dan cat, kayu bakar, korek api, perabot rumah tangga, papan pengepak, pulp, dan vinir kayu lapis.

Prospek pasar bumbu saat ini cukup baik karena berkembang dengan cepat,sehingga pengembangan produk masih terbuka luas karena masih ada jenis bumbu yang belum dikembangkan, salah satunya yaitu bumbu kemiri.

(18)

Bumbu kemiri merupakan produk bumbu yang dapat dikembangkan menjadi beragam jenis bumbu sesuai selera konsumen. Bumbu kemiri dibuat dari bahan yang pada umumnya digunakan pada hampir semua jenis bumbu , yaitu bawang merah, bawang putih, jahe, serai.

Pembuatan bumbu kemiri yang baik perlu diperhatikan penambahan jenis dan konsentrasi bahan yang digunakan.. Pada penelitian ini bawang putih dijadikan sebagai bahan variasi untuk kemiri hal ini dikarenakan bawang putih merupakan salah satu bahan yang memiliki aroma dan rasa yang paling kuat diantara bahan yang lainnya. Penelitian ini akan diteliti bagaimana mendapatkan formulasi yang tepat dan bagaimana memperoleh suatu metode pembuatan bumbu kemiri.

B. Rumusan Masalah

Pembuatan bumbu kemiri pada dasarnya menggunakan bahan dasar seperti bawang merah, bawang putih, jahe, serai. Namun konsentrasi kadar penambahan bahan-bahan dasar menjadi pertimbangan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana memperoleh metode pembuatan serta mengetahui formulasi yang tepat dan memperoleh suatu metode pembuatan bumbu kemiri

(19)

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui formulasi yang tepat dan memperoleh suatu metode pembuatan bumbu kemiri yang dapat diterima oleh konsumen serta dapat disimpan lama.

b. Untuk mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba,kadar lemak dan uji organoleptik pada pembuatan bumbu kemiri.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan acuan bagi masyarakat dan industri pangan untuk formulasi bumbu bubuk yang berbahan dasar kemiri.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bumbu

Bumbu didefinisikan sebagai bahan yang mengandung satu atau lebih jenis rempah yang ditambahkan ke dalam bahan makanan pada saat makanan tersebut diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan untuk memperbaiki aroma, citarasa, tekstur, dan penampakan secara keseluruhan. Setiap komponen bumbu menyumbangkan citarasa, warna, aroma, dan penampakannya yang khas, sehingga kombinasinya satu sama lain akan memberikan sensasi baru yang dapat meningkatkan selera, daya terima, dan identitas tersendiri kepada setiap produk yang dihasilkan. Secara alami rempah-rempah mengandung berbagai macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan rasa suatu produk. Rempah-rempah mengandung zat antioksidan, anti bakteri, antikapang, anti khamir, antiseptic, antikanker, dan antibiotik yang kesemuannya itu sangat besar peranannya, membuat bumbu menjadi awet (Astawan, 2009).

Rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan. Oleh karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk bumbu harus cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak atsirinya mencapai optimal (Rahmawati, 1998). Standar mutu rempah- rempah dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut :

(21)

Tabel 1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan : Bau Rasa Air Abu

Abu tak larut dalam asam Kehalusan

Lolos ayakan No 40 (No 425 u) Cemaran Logam

Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total Eschericia coli Kapang

Aflatoxin

- -

%b/b

%b/b

%b/b

%b/b mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g

APM/g mg/kg mg/kg

Normal Normal Maks. 12,0

Maks. 7,0 Maks. 1,0 Maks. 90,0 Maks. 10,0 Maks. 30,0 Maks. 0,1 Maks. 106 Maks. 103 Maks. 104 Maks. 20,0 Sumber : SNI 01-3709-1995

Pada prinsipnya pembuatan rempah-rempah bubuk adalah menggiling atau menumbuk simplisia menjadi tepung kemudian mengayaknya dengan saringan berukuran 50-60 mesh. Pengolahan lanjutan perlu untuk memberikan rasa dan bau lebih sedap disamping juga untuk memperpanjang masa penyimpanannya, kadang-kadang diberi bumbu (rempah-rempah). Bumbu ini dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan karena minyak volatil (minyak atsiri), alkaloid, dan senyawa tanin yang bersifat antioksidan (Rukmana, 2000).

(22)

B. Kemiri (Aleurites moluccana)

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman dari industri dari keluarga Euphorbiaceae dan hingga saat ini tanaman kemiri sudah lama di Indonesia. Buah kemiri berasal dari

pohon kemiri yang ketinggiannya mencapai 10 sampai 40 meter. Kemiri yang dalam bahasa daerah disebut buah tondeh

atau buah Kembiri (Karo) Cundlenut (English) kareh (Minangkabau), muncang (Sunda) dan kemng (Dayak) sebetulnya tergolong bumbu dapur. Bijinya yang berwarna putih kekuningan selain digunakan untuk menggurihkan masakan juga dalam perkembangan modern ini kebanyakan diambil untuk memperoleh minyaknya. Biji kemiri ini mengandung lemak hingga 60% sehingga bila dihaluskan dan diperas menghasilkan minyak. Minyak kemiri juga dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dengan menggunakan alat pengepresan. Biasanya alat pengepres yang digunakan adalah jenis press hidrolik. Kandungan kimia yang terdapat dalam kemiri adalah gliserida, asam linoleat, palmitat, stearat, miristat, asam minyak, protein, vitamin B1, dan zat lemak (Istriyani, 2011). Kandungan gizi yang tedapat pada daging biji kemiri selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

(23)

Tabel 2. Kandungan Gizi Kemiri per 100 gram

No Komponen Gizi Jumlah Terkandung

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Energi Protein Karbohidrat Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin B Air

636 kalori 19 gram 8 gram 63 gram 80 mg 200 mg 2 mg 0,06 mg 7 gram Sumber : Ketaren, S. 1986

Daging kemiri diperoleh setelah melepaskan biji dari kulit biji yang keras. Kulit biji dapat dlepaskan dengan memanaskan buah langsung diatas api kemudian segera direndam dalam air dingin atau buah dibanting sehingga pecah, atau dapat juga dengan merebus buah selama 5-6 jam lalu di tumbuk.

Cara yang mudah yaitu pemanasan dengan oven kemudian direndam selama satu malam dalam air dingin dan keesokan harinya biji akan pecah dengan sendirinya. Gambar kemiri dapat dilihat pada gambar 1 (Genisa, 2013).

Gambar 1. Kemiri

(24)

Biji kemiri digunakan sebagai obat tradisional seperti obat pencahar, perangsang tumbuhnya rambut dan kulit serta obat linu pada pinggang (sciatica). Pulp dari biji kemiri dalam bentuk pasta dapat digunakan untuk obat sakit kepala, demam, borok (bisul) dan bengkak (Hamid, 1992).

C. Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih termasuk dalam famili yang sama dengan bawang merah. Umbi bawang putih juga mengandung mineral-mineral penting dan beberapa vitamin dalam juga tidak besar. Komponen- komponen oleoresin yang terdapat dalam bawang putih ialah dialil disulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida dan sejuga kecil dietil disulfida, dialil polisulfida, allinin dan allisin. Gambar bawang merah dapat dilihat pada gambar 2 (Farrel, 1990).

Gambar 2. Bawang Putih

Bawang Putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap diudara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih ini diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik.

Sementara zat yang berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin, karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak. Didalam tubuh, alisin merusak protein kuman penyakit sehingga

(25)

kuman penyakit tersebut mati. Alisin merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup ampuh (Purwaningsih, 2007).

Kandungan gizi bawang putih selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram

No Kandungan Gizi Bawang Putih

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air

Serat

122 Kal 7 g 0,3 g 12 mg 109 mg

1,2 mg - 0,23 mg 0,08 mg

7 mg 66,2-71 g

1,10 g Sumber : Direktorat Gizi, 1979

D. Bahan Tambahan

1. Bawang Merah (Allium cepa L.)

Bawang merah (Allium cepa L. group Aggregatum) merupakan salah satu sayuran yang digunakan sebagai bumbu dapur untuk melezatkan masakan. Penggunaannya yang sedikit namun kontinyu, membuat bawang merah sebagai kebutuhan yang tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak. Selain manfaatnya dalam hal bumbu masak, bawang merah mempunyai kegunaan lain, yaitu sebagai obat tradisional masyarakat (Sunaryono et al., 1984).

(26)

Gambar 3. Bawang Merah

Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa makanan. Adanya kandungan minyak atsiri dapat menimbulkan aroma yang khas dan memberikan cita rasa yang gurih serta mengundang selera. Sebenarnya disamping memberikan cita rasa, kandungan minyak atsiri juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Nur, 1994).

Kandungan gizi bawang merah selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Kandungan Gizi Bawang Merah per 100 gram

No Kandungan Gizi Bawang Merah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air

Serat

39 Kal 1,5 g 0,3 g 36 mg 40 mg 0,8 mg

- 0,03 mg

- 2,0 mg

88 g - Sumber : Direktorat Gizi,1979

(27)

2. Lada (Piper nigrum)

Lada tidak hanya berfungsi sebagai sumber rasa pedas, namun juga sebagai penyedap rasa dan aroma. Lada mengandung beberapa zat kimia seperti alkaloid (piperin), eteris, dan resin.

Alkaloid tidak berdampak negatif terhadap kesehatan bila dikonsumsi dalam juga yang tidak berlebihan. Eteris adalah sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak pada masakan. Resin adalah zat yang dapat memberikan aroma harum dan khas bila dipakai sebagai bumbu ataupun parfum (Sarpian, 2003). Komposisi kimia lada per 100 gram bahan dan gambar lada, dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 4 sebagai berikut :

Gambar 4. Lada

Tabel 5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram Bahan

No Komponen Komposisi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Air (g) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbon (g)

Kalsium, Ca (mg) Fosfor, P (mg) Besi, Fe (mg) Vitamin B (mg)

13 359 11.5 6.8 64.4

460 200 16.8 0.20 Sumber : Ahmad Djaeni Sediaoetama, 1987

(28)

3. Sereh (Cymbopogon citratus)

Serai wangi memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol, (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), alkaloid dan minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996). Minyak atsiri serai wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan limonene. Gambar serai dapat dilihat pada gambar 5 (Wijayakusumah, 2000).

Gambar 5. Serah

Secara tradisional serai wangi digunakan sebagai pembangkit cita rasa pada makanan, minuman dan sebagai obat tradisional (Wijayakusuma, 2000). Sebagai pembangkit cita rasa, serai banyak digunakan pada saus pedas, sambal goreng, sambal petis, dan saus ikan (Oyen, 1999). Di bidang industri pangan minyak sereh wangi sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam minuman, permen, daging, dan lemak (Leung dan Foster, 1996). Sereh wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid ini merupakan senyawa aromatik.

(29)

4. Lengkuas (Alpinia galanga)

Lengkuas atau tanaman yang memiliki nama latin Alpinia galanga L. termasuk tanaman dengan familia Zingiberaceae.

Minyak atsiri dan fraksi metanol yang terkandung dalam rimpang lengkuas diketahui mampu menghambat aktivitas pertumbuhan mikroba pada beberapa jenis bakteri dan.Minyak atsiri rimpang lengkuas mengandung beberapa turunan fenol dan terpen.Lengkuas selain mengandung minyak atsiri juga mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid.Lengkuas mengandung asetoksi kavikol asetat dan asetoksi eugenol asetat yang bersifat antiradang dan antitumor (Anonim, 2011).

Gambar 6. Lengkuas

Rimpang lengkuas mengandung karbohidrat, lemak, sedikit protein, mineral (K, P, Na), komponen minyak atsiri, dan berbagai komponen lain yang susunannya belum diketahui. Rimpang lengkuas segar mengandung air sebesar 75 %, dalam bentuk kering mengandung 22.44 % karbohidrat, 3.07 % protein dan sekitar 0.07 % senyawa kamferid (Darwis et al., 1991).

(30)

Rimpang lengkuas putih lebih banyak digunakan dalam bidang pangan, yaitu sebagai pengempuk daging dalam masakan dan sebagai salah satu rempah untuk berbagai jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Sedangkan lengkuas berimpang merah lebih sering digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional. Perbedaan fungsi ini dipengaruhi dari kandungan komponen bioaktif antara lengkuas putih dan lengkuas merah. Menurut Rahayu (1998) di dalam Rusmarilin (2003), lengkuas putih memiliki komponen larut air dan larut alkohol yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas merah. Sebaliknya, kandungan minyak atsiri dan komponen antijamur pada lengkuas merah, memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada lengkuas putih.

5. Jahe (Zingiber officinale)

Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman.Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional. Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu (Warintek, 2013). Disamping itu

(31)

terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol (Iksan, 2013). Selain mengandung unsur- unsur gizi, rimpang jahe juga mengandung unsure-unsur lain yang bermanfaat yaitu oleoresin, yang terdiri atas minyak atsiri (volatile oil) dan minyak tak menguap (non-volatil oil). Minyak atsiri bersifat

mudah menguap dan merupakan komponen yang menyebabkan aroma (bau) khas jahe. Minyak atsiri tak menguap terdiri atas komponen-komponen yang menyebabkan rasa pedas dan pahit, disebut juga fixed oil. Gambar jahe dapat dilihat pada gambar 7 (Suprapti, 2003).

Gambar 7. Jahe

Jahe kering adalah irisan rimpang jahe yang telah dikeringkan.Cara pembuatannya sangat sederhana.Rimpang dicuci, kemudian diiris-iris dan dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Jahe kering merupakan bahan baku untuk pengolahan tepung jahe, dan bumbu masak (Hasbullah, 2013). Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 500C – 600C. Rimpang yang akan

(32)

dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi (Warintek, 2013).

6. Jintan putih (Cuminum cyminum Linn)

Biji jintan putih (Cuminum cyminum Linn) termasuk ke dalam famili Apiaceae/Umbelliferae atau tanaman aromatik. Biji jintan putih merupakan salah satu rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dan pemberi rasa pada berbagai jenis masakan. Biji jintan putih sering digunakan sebagai campuran rempah-rempah untuk bumbu kari, sup, pikel, roti dan kue tart. Biji jintan putih juga digunakan sebagai bahan campuran dalam obat- obatan tradisional untuk mengobati penyakit perut seperti kram perut, kembung, diare, sakit kepala dan batuk. Minyak atsiri dari biji jintan putih memiliki manfaat pengobatan sebagai antiseptik, anti- spasmodik, antitoksik, bakterisidal, karminatif, obat pencernaan, pelancar urin dan tonik. Biji jintan putih memiliki komposisi sebagai berikut : Kadar air 6 %, Protein 17.7 %, Lemak 23.8 %, Serat kasar 9.1 %, Karbohidrat 35.5 %, Total abu 7.7 %, Kalsium 0.9 %, fosfor 0.45 %, Besi 0.48 %, Sodium 0.16 %, Potasium 2.1 % (Wardhini, 2011).

(33)

Gambar 8. Jintan E. Pengeringan

Pengeringan adalah proses mengeluarkan air dari suatu bahan pertanian menuju kadar kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga (Henderson, et al., 1976).

pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2008).

Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pengering buatan yakni kondisi pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan bisa lebih cepat dengan tidak tergantung oleh cuaca. Sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik (Taib, 1987).

(34)

Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula dengan waktu pengeringan juga bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari atau secara modern menggunakan alat pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, dibandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari satu minggu (Adawyah, 2008).

Pengeringan harus disesuaikan dengan bahan tanaman yang akan dikeringkan. Jika bahan berasal dari akar, daun, bunga, dan buah, maka suhu dan metode pengeringan perlu diperhatikan. Apabila tidak ditangani secara benar akan mengakibatkan berkurangnya kadar zat berkhasiat. Bahan yang berasal dari bunga dan daun harus tidak mengubah warna dan aroma aslinya, karena daun dan bunga mudah mengalami kerusakan selama pengeringan. Bila penanganannya salah akan terjadi perubahan warna ataupun tercemar (Joyce and Reid, 1986). Daun, herba, dan bunga dapat dikeringkan dengan kisaran suhu 20-40°C, kulit batang dan akar masing-masing pada suhu 30 dan 65°C (Hernani dan Rahmawati, 2009).

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2013 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, wadah, pisau, sendok, alat pengering yang menggunakan blower, grinder, oven, freeze dryer, ayakan, desikator, tabung reaksi, pipet, cawan petri, cawan porselen, autoklaf dan inkubator.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiri, bawang merah, bawang putih, lada, serai, lengkuas, jintan, jahe, aquadest steril, agar cair, kapas, kertas label, tissu, Media PCA, NaCl, dan aluminium foil.

C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Bahan a. Bubuk Kemiri

Diperoleh dari kemiri yang telah di iris tipis menggunakan pisau hingga diperoleh kemiri dalam bentuk serbuk kemudian dilakukan pengeringan beku menggunakan Freeze dryer.

(36)

b. Bubuk Bawang Putih

Diperoleh dari bawang putih yang dikeringkan menggunakan alat pengering yang menggunakan blower pada suhu 60oC dan kemudian dihaluskan menggunakan grinder.

2. Pembuatan Bumbu Kemiri

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Ditimbang Bubuk kemiri dan Bubuk bawang putih serta bahan tambahan lainya yaitu bubuk bawang merah, lada, serai, lengkuas, jahe, jintan.

- Dicampurkan masing-masing formulasi dengan bahan tambahan lain kemudian digrinder untuk meratakan campuran..

- Kemudian, semua formulasi diayak dengan 60 mesh.

- Bumbu yang dihasilkan siap dilakukan analisa kadar air, kadar lemak, uji organoleptik,dan uji mikroba.

D. Perlakuan Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini adalah : A1 = Kemiri 20 % : Bawang Putih 18 % A2 = Kemiri 25 % : Bawang Putih 13 % A3 = Kemiri 30 % : Bawang Putih 8 %

(37)

E. Parameter Pengamatan

1. Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)

a. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya.

b. Bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.

c. Bahan kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

d. Selanjutnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

% = − ℎ

ℎ × 100%

2. Kadar Lemak (Sudarmadji,. dkk, 1997)

Kadar lemak ditentukan dengan metode socxhlet. Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut :

a. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 1 gram sampel. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan chloroform mendekati skala.

b. Kemudian ditutup rata, dikocok dan dibiarkan semalam.

Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang

(38)

sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga homogen.

Kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi.

c. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram). Lalu diovenkan pada suhu 100oC selama 3 jam.

d. Dimasukkan ke dalam desikator lebih kurang 30 menit, kemudian ditimbang (b gram).

e. Dihitung kadar lemak dengan menggunakan persamaan : Kadar lemak = ( )

100%

Dimana : P = Pengenceran = 10/5 = 2 3. Uji Total Mikroba (Ferdiaz,1989)

a. Menimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram menggunakan timbangan analitik.Memasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 g kemudian dikocok hingga terbentuk suspense.Memipet 1 g suspense dari tabung 1, kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2.

Pengenceran dilakukan hingga tabung 10-4.

b. Mengambil masing-masing sampel pada pengenceran 10-4 dari pengenceran tersebut sebanyak 1 g suspensi dipipet ke dalam cawan petri.

c. Kemudian ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 500C sebanyak 15 g.

d. Setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata.

(39)

e. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi selama kurang lebih 48 jam pada suhu 300C pada posisi terbalik.

f. Dilakukan perhitungan mikroba :

= Σ

[(1 × 1) + (0,1 × 2) × ] Keterangan :

N = jumlah koloni per g

∑c = jumlah koloni dari tiap-tiap petri

n1 = jumlah petri dari pengenceran koloni yang dihitung n2 = jumlah petri dari pengenceran kedua

d = pengenceran pertama yang dihitung 4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan dengan metode hedonic meliputi aroma, warna, dan tekstur produk yang dihasilkan.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk dengan menggunakan 15 panelis yang memberikan penilaiannya berkan tingkat kesukaannya terhadap produk pada kuesioner yang disediakan. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif. Skala pengujian 1-5 yaitu : 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka.

(40)

Pengujian organoleptik pada bumbu kemiri bubuk ini dilakukan dengan cara membuat suatu masakan yaitu opor ayam dengan menambahkan bumbu kemiri bubuk sebanyak 10gr, kemudian panelis diminta untuk mencicipi kuah dari masakan tersebut.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kuantitatif dengan melakukan tiga kali ulangan.

(41)

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Kemiri Bubuk Pengirisan

Dikeringkan dengan alat pengering beku

bubuk kemiri

Perlakuan A1 = Kemiri 20% : Bawang Putih 18%

Perlakuan A2 = Kemiri 25% : Bawang Putih 13%

Perlakuan A3 = Kemiri 30% : Bawang Putih 8%

Dikemas dengan plastik Analisa :

1. Uji Kadar air 2. Uji Kadar Lemak 3. Uji Organoleptik 4. uji mikroba

Dihaluskan dengan grinder

Bumbu Kemiri Dihomogenkan Bahan

Dikeringkan dengan alat pengering blower

T=60°C

Dihaluskan dengan grinder dan diayak dengan ayakan

60 mesh

Bubuk

Kemiri

Bawang Putih Lengkuas Bawang Merah Sereh

Lada Jahe Jintan

(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air

Kadar air merupakan parameter penting karena kadar air berpengaruh terhadap daya simpan bumbu kemiri, Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Tingginya kadar air akan mempengaruhi masa simpan suatu bahan pangan karena semakin tinggi kadar air bahan pangan semakin rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti kapang, khamir, dan mikroorgansme lain untuk berkembang biak sehingga bahan pangan akan cepat mengalamai kerusakan. Menurut Purnomo (1995) kandungan air dalam bahan pangan akan berubah‐ubah sesuai dengan lingkungannya dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya simpan bahan pangan dikarenakan kadar air berhubungan erat dengan pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas. Pada penelitian ini analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air yang terkandung dalam bumbu kemiri. Hasil analisa kadar air bumbu kemiri dapat dilihat pada Gambar 2.

(43)

Gambar 2. Hasil Analisa Kadar Air pada Bumbu Kemiri

Hasil analisa kadar air pada bumbu kemiri bubuk menghasilkan perbedaan kadar air yang tidak terlalu signifikan karna range penambahan kemiri dari formulasi tidak terlalu jauh. Hasil analisa kadar air terendah diantara semua perlakuan yaitu terdapat pada perlakuan A3 (kemiri 30% dan bawang putih 8%) yaitu 8,44%

sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kemiri 20%

dan bawang putih 18%). Hal ini dikarenakan penambahan bubuk bawang putih pada perlakuan A1 lebih banyak di bandingkan perlakuan A2 dan A3 dimana bawang putih ini memiliki sifat higroskopis atau menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat Reinneccius (1994) bahwa Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan asalnya. Bubuk bawang memiliki karakteristik flavor yang tetap baik selama penyimpanan.

9.51

8,51 8,44

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(20:18) (25:13) (30:8)

Kadar Air (%)

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih (%)

(44)

Meskipun demikian, bubuk bawang putih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga dalam pengemasannya harus menggunakan wadah yang kedap uap air sehingga dapat mencegah pengerasan produk dan menjadi kasar serta kehilangan flavor.

Kadar air pada bumbu kemiri bubuk ini juga dipengaruhi oleh faktor pengeringan yang bertujuan mengurangi kadar air dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi panas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adawyah (2008), bahwa tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.

Menurut SNI 01-3709-1995 kadar air bumbu inti maksimal 12%

(b/b). Hasil ini menunjukkan bahwa bumbu kemiri bubuk memenuhi syarat mutu bumbu.

B. Kadar Lemak

Lemak merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang umumnya berasal dari tumbuhan atau pun hewan. Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan. Selain itu, lemak juga merupakan sumber energi yang efektif yang sangat penting bagi tubuh (Sudarmadji, 1997).

(45)

Gambar 3. Hasil Analisa Kadar Lemak pada Bumbu Kemiri

Hasil analisa kadar lemak bumbu kemiri seperti yang terlihat pada Gambar 3 menunjukkan kadar lemak yang diperoleh pada

perlakuan A1 (Kemiri 20% : Bawang Putih 18%) dengan nilai 18,36%, A2 (Kemiri 25% : Bawang Putih 13%) dengan nilai 19,10 % dan A3

(Kemiri 30% : Bawang Putih 8%) dengan nilai 20,68%.Berdasarkan hasil penelitian, Dari ketiga perlakuan tersebut ,perlakuan A3 memiliki jumlah kandungan lemak yang tinggi sebanyak 20,68% dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya,hal ini disebabkan karena Pada perlakuan A3 bubuk kemiri yang digunakan sebanyak 30% Hal ini sesuai dengan Anonim (2013) bahwa kandungan kemiri sendiri 53%

di dominasi oleh lemak, namun lemak yang terdapat pada biji kemiri merupakan lemak tak jenuhyang tidak hanya mampu menurunkan kadar LDL tapi juga mencegah penggumpalan darah yang merupakan penyebab serangan jantung dan stroke.

18,36

19,10

20,68

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

(20:18) (25:13) (30:8)

Kadar Lemak (%)

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih (%)

(46)

C. Total Mikroba

Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba seperti tanah, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut

Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya (Dwidjoseputro 2005).

Analisa total mikroba yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terkandung dalam produk bumbu kemiri. Mikroorganisme semacam bakteri, jamur dan cendawan dalam bahan pangan dapat mengakibatkan kerusakan atau pembusukan pada bahan pangan.

Gambar 4. Hasil Uji Total Mikroba pada Bumbu Kemiri

5,3

5,2 5,1

4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4

(20:18) (25:13) (30:8)

log cfu/g

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih (%)

(47)

Berdasarkan hasil penelitian uji total mikroba menunjukkan jumlah mikroba yang sama pada setiap perlakuan. Hal ini disebabkan pada bumbu kemiri bubuk mengandung zat antimikroba yang dapat menghambat mikroba, diantaranya adalah allisin pada bawang putih yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi.

Kemampuan bawang putih ini dikarenakan zat alisin yang dapat merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein bakteri (Rustama et al., 2005).

Winarno et al. (1980) mengemukakan bahwa proses pemanasan pada pengolahan pangan bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas. Namun jika suhu dan waktu pemanasan kurang tepat maka tidak akan mematikan mikroorganisme atau hanya menyebabkan sel mengalami kerusakan.

Pemanasan ini disebut dengan pemanasan subletal. Dalam pengolahan pangan, sel-sel yang mengalami kerusakan karena pemanasan subletal mungkin dapat sembuh kembali menjadi sel-sel normal dan berkembang biak selama penyimpanan di dalam medium yang baik. Sebagian besar bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada suhu 82-94ºC, tetapi banyak spora bakteri yang masih tahan pada suhu air mendidih 100ºC selama 30 menit.

Standar jumlah total mikroba menurut SNI 01-3709-1995 yang diizinkan dalam bumbu inti adalah maksimal 106 koloni/g atau 6 (log koloni/g). Berdasarkan standar tersebut, bumbu kemiri bubuk aman

(48)

secara mikrobiologi baik dikonsumsi maupun disimpan karena jumlah total mikroba pada bumbu kemiri bubuk adalah 105 koloni/g.

D. Uji Organoleptik 1. Rasa

Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk pangan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai maka produk akan ditolak. Ada empat jenis rasa inti yang dikenali oleh manusia yaitu asin, asam, manis dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari keempat rasa tersebut (Soekarto, 1985). Uji organoleptik bumbu kemiri dengan parameter rasa dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya terhadap bumbu kemiri yang dihasilkan pada masing- masing perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap rasa bumbu kemiri yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

(49)

Gambar 5. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa pada Bumbu Kemiri

Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap bumbu kemiri pada perlakuan A1 (kemiri 20% dan bawang putih 18%) memiliki skor 3,53 yang berarti agak disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A2 (kemiri 25% dan bawang putih 13%) memiliki skor 4,22 yang berarti disukai panelis, dan pada perlakuan A3 (kemiri 30% dan bawang putih 8%) memiliki skor 3,93 yang berarti disukai panelis.

Rasa yang dihasilkan pada bumbu kemiri ini dipengaruhi oleh bahan inti bumbu ini yaitu kemiri yang memberikan rasa gurih dan berasal dari perpaduan bahan dan rempah yang digunakan.

Kandungan minyak atsiri pada bawang putih dan bawang merah dapat menimbulkan aroma dan memberikan citarasa yang khas serta mengundang selera. Serta penambahan rempah seperti jahe, lengkuas, lada dan jintan memberikan rasa masakan khas Indonesia. Disamping memberikan cita rasa, kandungan minyak

3.53

4.22 3.93

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

(20:18) (25:13) (30:8)

Rasa (Skor 1-5)

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih (%)

(50)

atsiri juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Berlian, 1994).

2. Warna

Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang baik dipandang atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004). Uji organoleptik bumbu kemiri ini dengan parameter warna dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap warna bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau tingkat kesukaan panelis terhadap warna bumbu kemiri yang dihasilkan pada masing- masing perlakuan. Hasil uji organoleptik dengan parameter warna dapat dilihat pada Gambar 6

(51)

Gambar 6. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna pada Bumbu Kemiri

Hasil uji organoleptik dengan parameter warna menunjukkan bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap parameter warna pada

bumbu kemiri menunjukkan nilai rata-rata berkisar antara 3,13 – 4,51 atau dalam taraf suka. Warna bumbu kemiri perlakuan

A1 (bubuk kemiri 20% : bubuk bawang putih 18%), perlakuan A2 (bubuk kemiri 25% : bubuk bawang putih 13%), dan perlakuan A3 (bubuk kemiri 30% : bubuk bawang putih 8%) semuanya disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A1 memiliki skor terendah yaitu 3,13 dan perlakuan A3 memiliki skor tertingi yaitu 4,51,

Warna pada bumbu kemiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi warna yaitu kadar air pada bahan pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi warna, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

3.13

4,00

4.51

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

(20:18) (25:13) (30:8)

Warna (Skor 1-5)

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih

(52)

3. Aroma

Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik bumbu kemiri dengan parameter aroma dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap aroma bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau tingkat penerimaan panelis terhadap aroma bumbu kemiri yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma bumbu kemiri yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma pada Bumbu Kemiri

Hasil uji organoleptik aroma pada bumbu kemiri menunjukkan pada perlakuan A1 (kemiri 20% dan bawang putih 18%) memiliki skor 3,22 yang berarti disukai panelis, dan

3.22

3.84

4.31

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

(20:18) (25:13) (30:8)

Aroma (Skor 1-5)

Penambahan Kemiri (%) dan Bawang Putih (%)

(53)

pada perlakuan A2 (kemiri 25% dan bawang putih 13%) memiliki skor 3,84 yang berarti disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A3 (kemiri 30% dan bawang putih 8%) memiliki skor 4,31 yang berarti disukai panelis.

Aroma pada bumbu kemiri ini dipengaruhi oleh rempah- rempah yang digunakan di mana rempah-rempah ini memiliki minyak atsiri yang mudah menguap sehingga pada saat pengolahan akan mengeluarkan aroma yang khas. Hal ini sesuai pernyataan Rahmawati (1998), bahwa rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan.

(54)

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Formulasi terbaik berdasarkankan hasil uji organoleptik terdapat pada perlakuan A3 kemiri 30% dan bawang putih 8%.

2. Hasil analisa kadar air dan total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu 9,51% untuk kadar air dan 5,3 cfu/g untuk jumlah total mikroba, sedangkan kadar air dan total mikroba terendah terdapat pada perlakuan A3 yaitu 8,44% untuk kadar air dan 5,1 cfu/g untuk jumlah total mikroba.

F. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian untuk menentukan kemasan yang cocok dan masa simpan pada bumbu kemiri.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara.

Jakarta.

Anonim, 2011.Bumbu Daging. http://repository.ipb.ac.id [13 April 2013].

Anonim, 2013. Kandungan Kemiri. http://tipsagarcantik.com [28 Juni 2013].

Astawan. 2009. Sehat dengan Kacang-kacangan dan Biji-bijian.

Penebar Swadaya: Jakarta.

Darwis , S.N., M. Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Farrel, K.T. 1990. Spcies, Condiments and Seasonings. Second Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.

Genisa, Jalil. 2013. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Masagena Press. Makassar.

Hamid, A. 1992. Budidaya Kemiri (Aleurites moluccana Wild), di dalam Makalah Temu Tugas dalam Aplikasi Teknologi Bidang Perkebunan dan Tanaman Industri. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Hasbullah. 2013. Jahe kering .http://www.warintek.ristek.go.id. [13 April 2013]

Henderson, S.M., R.L Perry, J.H Young. 1976. Agricultural Process Enginering. The AVI Publishing Company, Inc., Wetsport.

Hernani dan Rahmawati. 2009. Aspek Pengeringan Dalam Mempertahankan Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor

Iksan, 2013.Jahe http://bebas.vlsm.org/v12/artikel.pdf. [13 April 2013]

(56)

Istriyani, Y.Y. 2011. Pengujian Kualitas Minyak Kemiri dengan Mengukur Putaran Optik Menggunakan Polarimeter. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

Joyce, D. and M. Reid. 1986. Postharvest handling of fresh culinary herbs. The herb, spice, and medicinal plant digest Vol. 4(2): 1-2.

Leung.A.Y, Foster S. 1996. Encyclopedia of common natural ingredients used in food, drugs and cosmetic. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons.

Oyen LPA, 1999. Cimpogon Sitratus (DC) Staf. Plnat Resort of south east asia. No 19 essensial oil plant. Bogor. Prosea Bogor.

Indonesia.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Purwaningsih, E. 2007.Bawang Putih. Ganeca: Jakarta.

Rahayu, E., dan N. Berlian. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Perlakuan Organoleptik.

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Rahmawati, Yulia. 1998. Pengaruh Beberapa Tingkat Konsentrasi Bahan Penstabil CarboxyMetil Celulose (CMC) Terhadap Sari Lidah Buaya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. UNAND.

Padang.

Reineccius, G.A. 1994. Souce of Book of flavor. 2 nd edition. Chapman

& Hall. New York.

Rismunandar. 1988. Rempah-rempah. Komoditi Ekspor Indonesia.Sinar Baru. Bandung.

Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius, Yogyakarta.

Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang lengkuas Lokal (Alpinia galanga (L) . Sw) Pada Alur Sel Kanker Manusia Serta Mencit yang Ditransplantasi dengan Sel Tumor Primer.

Disertasi. Program Pasca Sarjana ITP. IPB. Bogor.

(57)

Rustama, S., Joko dan Ratu. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Air dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Bakteri Gram negatif dan Gram Positif. Jurnal Biotika Vol.5 No.2

Sarpian, T. 2003. Pedoman Berkebun Lada Dan Analisis Usaha Tani.

Kanisius. Yogyakarta.

Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara: Jakarta

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa: Bandung.

Sunaryono, H., P. Soedomo dan E.Reny. 1984. Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dari Bibit Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. Buletin Penelitian Hortikultura. Vol XI (2):4-10. Lembang Suprapti, L,M. 2003. Aneka Awetan Jahe. Kanisius :Yogyakarta.

Syamsuhidayat SS, dan Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman obat Indonesia. Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Taib, Gunarif., 1987. Operasi Pengerigan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Melton putra. Jakarta.

Wardhini, I. S., 2011. Microbiological And Sensory Quality Of Beef Rollade Coating With Modified Canna Edulis Starch Edible Film Incorporated With Cumin (Cuminum Cyminum) Oil. Skripsi.

Program Studi Tata Boga, Jurusan IKK, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta.

Warintek, 2013. Jahe.http://www.warintek.ristek.go.id. [13 April 2013]

Wijayakusuma HMH. 2000. Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia:

rempah, rimpang, dan umbi. Milenia popular. Jakarta

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

(58)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Kadar Air Bumbu Kemiri

No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-Rata

1 A1 9,72 9,42 9,39 28,53 9,51

2 A2 8,94 8,13 8,45 25,52 8,50

3 A3 8,62 8,4 8,31 25,33 8,44

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013 Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kadar Lemak Bumbu Kemiri

No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-Rata

1 A1 18,62 18,29 18,16 55,07 18,36

2 A2 19,51 18,91 18,88 57,3 19,10

3 A3 21,27 20,36 20,4 62,03 20,68

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013 Lampiran 3. Hasil Analisa Total Mikroba Bumbu Kemiri

No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-Rata Log

1 A1 2,4x10^5 1,8x10^5 2,1x10^5 6,4x10^5 2,1x10^5 5,3 2 A2 7,2x10^4 1,8x10^5 1,7x10^5 4,4x10^5 1,4x10^5 5,2 3 A3 8,6x10^4 1,0x10^5 2,2x10^5 4,1x10^5 1,3x10^5 5,1 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013

(59)

Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptik Rasa Bumbu Kemiri

No Panelis P1 P2 P3 Total

1 Panelis 1 5 4 5 14

2 Panelis 2 3 4 5 12

3 Panelis 3 4 4 4 12

4 Panelis 4 4 4,33 4 12,33

5 Panelis 5 5 4 4 13

6 Panelis 6 3 4 4 11

7 Panelis 7 3 4 4 11

8 Panelis 8 3 5 5 13

9 Panelis 9 2 5 4 11

10 Panelis 10 4 4 3 11

11 Panelis 11 5 4 3 12

12 Panelis 12 3 4 4 11

13 Panelis 13 3 3 4 10

14 Panelis 14 2 5 3 10

15 Panelis 15 4 5 3 12

Total 53 63,33 59 175,33

Rata-rata 3,53 4,22 3,93

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013 Lampiran 5. Hasil Uji Organoletik Warna Bumbu Kemiri

No Panelis P1 P2 P3 Total

1 Panelis 1 3 3 4 10

2 Panelis 2 3 4 5 12

3 Panelis 3 3 4 5 12

4 Panelis 4 4 5 4 13

5 Panelis 5 3 5 5 13

6 Panelis 6 3 3 5 11

7 Panelis 7 3 5 5 13

8 Panelis 8 3 3 5 11

9 Panelis 9 2 4 5 11

10 Panelis 10 5 4 4 13

11 Panelis 11 4 4 2,66 10,66

12 Panelis 12 3 4 4 11

13 Panelis 13 3 4 5 12

14 Panelis 14 3 4 5 12

15 Panelis 15 2 4 4 10

Total 47 60 67,66 174,66

Rata-rata 3,13 4 4,51

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013

(60)

Lampiran 6. Hasil Uji Organoletik Aroma Bumbu Kemiri

No Panelis P1 P2 P3 Total

1 Panelis 1 3 4 4 11

2 Panelis 2 3 4 4 11

3 Panelis 3 2,33 4 4,66 11

4 Panelis 4 4,33 4 4 12,33

5 Panelis 5 3 5 4 12

6 Panelis 6 3 3 5 11

7 Panelis 7 1,66 4 4 9,66

8 Panelis 8 3 4 5 12

9 Panelis 9 3 2,66 5 10,66

10 Panelis 10 2 4 4 10

11 Panelis 11 4 4 5 13

12 Panelis 12 4 4 4 12

13 Panelis 13 4 4 4 12

14 Panelis 14 4 4 4 12

15 Panelis 15 4 3 4 11

Total 48,33 57,66 64,66 170,66

Rata-rata 3,22 3,84 4,31

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Kemiri, 2013 Lampiran 7. Gambar Produk Bumbu Kemiri

(61)

Gambar Produk Bumbu Kemiri

Keterangan :

A1 = Kemiri 20 % : Bawang Putih 18 % A2 = Kemiri 25 % : Bawang Putih 13 % A3 = Kemiri 30 % : Bawang Putih 8 %

(62)

Lampiran 8. Gambar Bahan Pembuatan Bumbu Kemiri

(63)

Gambar Bahan Pembuatan Bumbu Kemiri

(64)

Lampiran 9. Gambar Bahan yang Telah di Keringkan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Dalam Uji serentak atau simultan, hasil pengolahan data penelitian menerima Hipotesis 4 yang diajukan yaitu secara serentak variabel Human ( manusia ),

Keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam diri seseorang, melainkan harus diintegrasikan dalam proses pembinaannya melalui latihan-latihan

Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Di Kelurahan Lok Bahu Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda disimpulkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga sudah cukup

Kaidah sosiolinguistik dalam pemakaian tatakrama bahasa Sunda berkaitan dengan pemilihan ragam bahasa, yakni (1) ragam bahasa untuk diri sendiri (pembicara atau

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan dan pengembangan kawasan dan/atau unit usaha budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan norma, standar,

Selain transportasi darat, transportasi sungai juga merupakan transportasi yang vital di Kabupaten Murung Raya karena masih terdapat kecamatan yang belum terjangkau oleh

Pakan yang memiliki kandungan nutrisi kurang baik atau tidak lengkap dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, sistem saraf, pembentukan tulang dan gigi, kemampuan

Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Oleh karena itu, pada tahap ini pembelajaran sangat