• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGERTIAN, SEJARAH DAN KEDUDUKAN SESERAHAN DALAM HUKUM ISLAM. Perkawinan merupakan peristiwa sejarah yang mewarnai dalam kehidupan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PENGERTIAN, SEJARAH DAN KEDUDUKAN SESERAHAN DALAM HUKUM ISLAM. Perkawinan merupakan peristiwa sejarah yang mewarnai dalam kehidupan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGERTIAN, SEJARAH DAN KEDUDUKAN SESERAHAN DALAM HUKUM ISLAM

Perkawinan merupakan peristiwa sejarah yang mewarnai dalam kehidupan umat islam, karena dengan pernikahan seseorang akan mulai menjalani kehidupan yang lebih serius dan menantang. Islam mengatur kehidupan manusia berpasang- pasangan melalui institusi perkawinan. Ketentuannya dirumuskan berdasarkan aturan hukum Islam dan ditetapkan untuk mewujudkan suatu kesejahteraan baik secara pribadi maupun masyarakat, baik di dunia maupun akhirat. Kesejahteraan hidup akan tewujud dengan terbinanya keluarga yang sejahtera.

Demikian halnya dalam masyarakat adat yang memandang perkawinan sebagai sebuah tujuan untuk membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang damai serta rukun. Sehingga perkawinan dapat dipahami sebagai bagian dari urusan kekerabatan atau keluarga, persekutuan dan martabat.

Perkawinan dapat pula merupakan urusan pribadi tergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.1

Demi terwujudnya kesejahteraan berumah tangga, maka suami atau istri harus mempunyai peranan yang saling mendukung, baik berupa moral, maupun materil agar tercipta keluarga yang ideal. Dalam hal ini, Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an.

1Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hal. 107.

(2)













2

Artinya : “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”.

Perkawinan adalah gerbang menuju kehidupan yang sempurna.

Perkawinan pada umumnya telah disakralkan oleh khalayak ramai, tidak sedikit orang berbicara: “Aku hanya menikah satu kali, setelah itu aku mati.” Maka wajar bila ritual perkawinan ini selalu diiringi dengan berbagai corak tradisi di masyarakat.3 Salah satunya adalah tradisi seserahan sebuah tradisi yang disertakan dalam acara perkawinan. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa sesuatu kebiasaan yang berulang-ulang dan sering terjadi itu menjadi seperangkat aturan bagi mereka. Seperti halnya tradisi dalam perkawinan yaitu adat seserahan, mereka menganggap bahwa kebiasaan itu harus ada sebelum akad nikah.

A. Pengertian dan Sejarah Seserahan 1. Pengertian

Seserahan secara etimologi berasal dari kata Serah yang artinya menyerahkan4 dan mendapatkan imbuhan –an menjadi Serahan adalah sesuatu yang diserahkan.

2 Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Qur’an dan Terjemah,. . .hal.45.

3Abu Yasid, Fikih Keluarga, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 71.

4W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 923.

21

(3)

Sedangkan seserahan menurut terminologi adalah menyerahkan sejumlah barang berupa alat perlengkapan rumah tangga seperti perhiasan, tempat tidur, lemari, meja kursi, alat-alat dapur dan lain sebagainya yang diserahkan kepada wali pengantin wanita sebelum akad nikah, termasuk didalamnya ada barang yang dipersiapkan untuk membayar maskawin pra akad nikah.5

Bapak Rois, sesepuh desa Mundu memberikan penjelasan tentang seserahan dalam sebuah kesempatan wawancara dengan peneliti.

Ingkang dipun wastani sasrahan utawi srah-srahan utawi seserahan punika, masrah ake saliring umbarampe ingkang dados adat tata cara ingkang lumampah ing kitha/ dhusun ngriku, wondene wijudipun warni-warni kadosta:

a) Ubarampe wajib : panjang ilang, majemukan.

b) Kudangan : minangka pamundhutipun calon pengantin putri c) Pamesing : arupi pangageman (sarung, badhe rasukan)

d) Pelangkah : mligi kangge sadherek sepuh pengantin putri nglangkahi sederekipun sepuh

e) Taksih wonten malih panunggilahipun kados dene arta pangageman kangge calon pengantin putri, ingkang boten mujudake kudangan 6

Ada juga yang berpendapat bahwa seserahan adalah upacara penyerahan barang-barang ( jw, raja peni, guru bakal, guru dadi) sebagai tanda asih kekeluarga dari calon memepelai putra kepada calon memepelai putri. Barang-barang tersebut juga sering disebut sebagai Peningset. Ini melambangkan bahwa sudah ada ikatan sayang antara calon mempelai putra dengan calon mempelai putri.7

5Wawancara dengan sesepuh warga desa Mundu Bapak Rois di kediamannya 18 Januari 2014, 19.00 WIB.

6 R.M.A. Sudi Yatmana, Upacara Pengantin (Tata Cara Kejawen), (Semarang: CV.

Aneka Ilmu, Anggota IKAPI, 2001), Cet. Ke-2, hal. 5.

7 R.M.S. Gitosaprodjo, Pedoman Lengkap Acara dan Upacara Perkawinan Adat Jawa, (Surakarta: CV. Cendrawasih, 2010), hal. 10.

(4)

Tidak banyak memang masyarakat yang memberikan penjelasan secara mendetail tentang seserahan. Namun yang jelas keberadaan seserahan ini sangat diyakini bahwa seserahan menjadi salah satu syarat dalam perkawinan oleh hampir semua kalangan masyarakat khususnya desa Mundu dan umumnya masyarakat Indonesia.8

Di bawah ini tanggapan dari beberapa kalangan masyarakat desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes. Pertama bapak Casmadi, pekerjaan buruh tani kondisi ekonomi prasejahtera. Bertempat tinggal di Rt 04 Rw 02. Beliau mengatakan bahwa ”sarahan (seserahan) kuwe ya kudu ana yong kewajibane wong tua ngopeni anak, meski wong ora duwe mbuh apa”. (Bagi dia merupakan suatu keharusan karena merupakan bagian dari ngopeni anak9 walaupun dia orang tidak mampu).” Namun acara seserahan tersebut di-anak-anakna bagjane olih utang”.10 Ujar bapak Casmadi. Karena jika tidak dilaksanakan dia merasa malu dengan masyarakat sekitar rumah tempat tinggalnya.

Lain halnya dengan tanggapan bapak Wardi, pekerjaan penjual beras kondisi ekonomi cukup. Bertempat tinggal di Rt 05 Rw 02. Beliau mengatakan bahwa “kawajibae wongtua supados ngadakake seserahan niku (adat seserahan itu suatu kewajiban bagi seorang ayah untuk mengadaakan acara tersebut). Lamon ora diadakake isin maring tangga bokat di glendengi,

8 Wawancara dengan bapak Casmadi, salah satu warga desa Mundu, di kediamannya pada tanggal 2 Maret 2014. 16.00 WIB.

9 Ngopeni anak artinya memelihara anak. Jadi salah satu caranya adalah dengan seserahan.

10 Di-anak-anakna bagjane olih utang artinya acara seserahan tersebut harus diadakan bagaimanapun caranya walapun uangnya dapat berhutang.

(5)

masa wong sing yambutgawene ora nggenah bisa ngadakake seserahan masa kula sing cukup ora bisa. Intine kula boten kalah karo wong-wong kuwe mau”. Ujar bapak Wardi. (Karena menurutnya seserahan bisa dilaksanakan oleh orang yang pendapatannya jauh dibawahnya masa saya tidak bisa mengadakannya dan menyangkut gengsinya di tengah-tengah masyarakat). 11

Disamping itu seserahan juga merupakan sarana untuk mencirikan besar kecil atau tolak ukur kemampuan dalam ekonomi dimata masyarakat lainnya.

Berbeda dengan kedua orang di atas, bapak Sutarno, pekerjaan penjual, kondisi ekonominya cukup. Bertempat tinggal di Rt 02 Rw 01. Ia berpendapat bahwa seserahan itu tidak menjadi suatu keharusan bagi saya karena seserahan merupakan adat istiadat yang tidak ada sangkut-pautnya dalam syariat Islam. Mengadakan seserahan itu tergantung masing-masing niat dan individunya. Kalau memang kondisi ekonomi kita ada, ya saya akan mengadakan adat seserahan tersebut, tetapi kalau toh tidak ada tidak mengakibatkan kerugian bagi saya, hanya saja masyarakat pasti mencibir saya.12 “Ujar bapak Sutarno”.

2. Sejarah Seserahan

Tidak banyak orang yang mengetahui secara betul dari mana asal adat seserahan ini, banyak orang yang mengatakan bahwa adat seserahan ini

11 Wawancara dengan bapak Wardi, salah satu warga desa Mundu, di kediamannya pada tanggal 5 Maret 2014. 15.00 WIB.

12 Wawancara dengan bapak Sutarno, salah satu warga desa Mundu, di kediamannya pada tanggal 8 Maret 2014. 15.00 WIB.

(6)

sudah ada sejak zaman dahulu kala. Tradisi ini konon dibawa dari kebiasaan orang-orang Bugis dalam melangsungkan pernikahan dan kini membumi dan menjadi tradisi pula di beberapa kawasan tertentu di negeri ini. Khususnya di Desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes, walupun dengan beberapa modifikasi.

Contohnya pada tempo dulu, seseorang sebelum melangsungkan pernikahan terlebih dahulu menyerahkan sejumlah uang kepada calon mertua. Kemudian dari pihak mertua sudah menyediakan rumah beserta perabotannya untuk ditempati kedua mempelai selamanya.13Namun tradisi seperti itu mengalami pergeseran, sebelum akad nikah seseorang mempelai laki-laki dituntut untuk menyerahkan semua keperluan rumah tangga. Dari mulai perabotan dapur, lemari, tempat tidur, perhiasan dan lain sebagainya untuk kehidupan kedua pasangan kelak. Artinya seorang laki-laki dituntut untuk bisa membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal bersama sang istri.

Permasalahannya tidak jarang orang tua mempelai perempuan yang mengambil barang-barang seserahan itu untuk keperluannya sendiri, sehingga itu menjadi beban bagi calon suami. Seserahan pun seakan-akan dijadikan sebagai syarat untuk menuju kepernikahan. Tidak jarang orang yang tidak melakukan adat seserahan belum dikatakan lengkap dalam melaksanakan sebuah pernikahan.14

13Abu Yasid, Fikih Keluarga . . ., hal. 72.

14Wawancara dengan sesepuh warga desa Mundu Bapak Rois di kediamannya 18 Januari 2014, 19.00 WIB.

(7)

Menilik realitas seserahan, nampaknya tradisi ini tak lain adalah suatu persyaratan yang merupakan kesepakatan atau tawar-menawar antara pihak laki-laki dengan orang tua si perempuan. Tujuannya untuk memberikan lampu hijau bagi sang laki-laki untuk mempersunting si gadis.

B. Relasi Seserahan dengan Walimah

Sebelum membahas relasi seserahan dengan walimah lebih jauh, penulis akan menjelaskan pengertian dari walimah itu sendiri dan hal-hal yang terkait dengan walimah.

1. Pengertian Walimah

Walimah هميلولا artinya Al-jam’u= kumpul, sebab antara suami dan istri berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga.

Walimah هميلولا berasal dari kata Arab: لمولا artinya makanan pengatin. Walimah sama artinya dengan perjamuan kawin (sesudah nikah)15 maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Biasa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.16

Walimah diadakan ketik acara akad nikah belangsung atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan (mencampuri isrinya) atau

15W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa . . . , hal. 1147.

16Slamet Abidin dan H. Aminuddin, hlm. 149. Dikutip dari H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 131.

(8)

sesudahnya. Walimah bias juga diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

2. Dasar Hukum Walimah

Mayoritas ulama mengatakan bahwa mengadakan walimah itu hukumnya sunah mu’akad.17 Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah Saw:

م: لاق سنا نع ا

لوا ش ىلع ملسو هيلع للها ىلص للها لوسر م ءى

م ن ن س ئ ا م ا ه لوا ىلع م

ز ني ب ا ل و ب م ش ةا

18

Artinya: “Dari anas, ia berkata “Rasulullah Saw. Belum pernah mengadakan walimah untuk istri-istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk zainab, beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing”

Beberapa hadis di atas menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja, sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi Saw. Perbedaan-perbedaan walimah beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.

3. Hukum Menghadiri Undangan Walimah

Untuk menunjukakan perhatian, memerintahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang di undang walimah wajib mendatanginya.

17H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 132.

18 Al-Hafid Ibn Hajar Al-Asqolani, Bulughul Al-Marom (min adilatil ahkam) (Surabaya:

Warunnashri, 773-852 H.), hal. 219. Hadis dari Bukhari.

(9)

Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:19

a. Tidak ada udzur syar’i.

b. Dalam walimah itu tidak diselenggarakan untuk perbuatan munkar.

c. Tidak membedakan kaya dan miskin.

Dasar hukum mendatangi undangan walimah adalah dalam hadis Nabi Saw. Sebagai berikut:

إ ذ ا ا د ع ي ا ح د ك ا م ل طلا ى ﱠ ع ف ما يل ب ج ش ن ل ءا ش مع ط ءا ت كر

20

Artinya: “Jika salah seorang di antaramu diundang makan, hendaklah diijabah dikabulkan, jika ia menghendaki makanlah, jika ia menghendaki tinggalkanlah.”

ملسو هيلع للها ىلص للها لوسر نا ةريره ىبا نع و :لا ق

م ت ن ر ك دلا وع ف ق ة ع د و للها ى ص

ر س ه لو

21

Artinya: Dari Abu hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda,

“Barang siapa tidak mengahadiri undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Ada ulama yang berpendapat bahwa hukum mengahadiri undangan adalah wajib kifayah. Namun ada juga ulama yang mengatakan sunah, akan tetapi, pendapat pertamalah yang lebih jelas. Adapun hukum mendatangi undangan selain walimah, menurut jumhur ulama, adalah sunah muakkad.

Sebagian golongan imam Syafi’i berpendapat wajib. Akan tetapi, Ibn Hazm menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur Sahabat dan Tabi’in. Karena

19H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,. . . , hal. 134.

20Al-Hafid Ibn Hajar Al-asqolani, Bulughul Al-Marom (min adilatil ahkam) (Surabaya:

Warunnashri, 773-852 H.), hal. 218. Dengan nomor hadis 1068.

21Moh. Rifa’i, Moh. Zuhri, Salomo, Terjemahan Khulashah Kifayatul Akhyar, (Semarang: CV. Toha Putra), hal. 134. Hadis dari Bukhari.

(10)

hadis-hadis di atas memberikan pengertian tentang wajibnya mengahdiri undangan, baik undangan mempelai maupun walinya.22

4. Bentuk Walimah

Islam mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan untuk mengadakan walimah, tetapi tidak memberikan bentuk minimum atau bentuk maksimum dari walimah itu, sesuai dengan sabda-sabda Rasulullah Saw di atas.

Hal ini memberikan isyarat bahwa walimah itu diadakan sesuai dengan kemampuan seseorang yang melaksanakan perkawinannya, dengan catatan, agar dalam pelaksanaan walimah tidak ada pemborosan, kemubaziran, lebih-lebih disertai dengan sifat angkuh dan membanggakan diri.23

5. Relasi Seserahan dengan Walimah

Melihat dari pengertian, dasar hukum, bentuk seserahan dengan walimah di atas, kita sudah bisa mengetahui bahwa, keduanya tidak memiliki kesamaan. Seserahan dalam perkawinan tidak lain merupakan adat istiadat atau tradisi yang turun temurun dari leluhur. Karena hal ini telah dilakukan masyarakat berpuluh tahun yang lalu bahkan mungkin ratusan tahun, maka

22Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,. . ., hal.135.

23Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,. . .,hal.137.

(11)

tradisi ini dianggap merupakan sebuah tradisi, yang kemudian masyarakat menganggapnya suatu keharusan untuk dilaksanakan.

Berbeda dengan walimah. Sebab walimah keberadaannya ditengah pesta pernikahan adalah wajib. Mengadakan walimah setelah dhukul (bercampur), berdasarkan perintah Nabi saw kepada Abdurrahman bin ’Auf r.a. agar menyelenggarakan walimah sebagaimana telah dijelaskan pada hadits berikut. Dari Buraidah bin Hushaib bertutur, ”Tatkala Ali melamar Fathimah r.anha, berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya pada perkawinan harus diadakan walimah.”24

Hukum dari walimah dianjurkan oleh Rasulullah untuk segera mengadakan walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing.

Dari segi hukum seserahan dan Walimah memang tidak ada kaitan sama sekali. Namun, dalam seserahan terdapat istilah rasul yang di dalamnya memiliki makna barang bawaan yang dibawa oleh calon suami berupa bahan- bahan untuk keperluan walimah, seperti beras, sayur-mayur, hewan sembelihan misalnya ayam, kambing atau sapi tergantung kemampuan ekonomi calon penganten laki-laki. Barang-barang tersebut diolah dan dimasak untuk keperluan walimah setelah akad nikah. Jadi relasi dari seserahan dengan walimah memiliki hubungan yang sangat erat.25

24H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani Fikih Munakahat . . ., hal. 132.

25Wawancara dengan sesepuh warga desa Mundu Bapak Rois di kediamannya 28 februari 2014, 20.00 WIB.

(12)

C. Relasi Seserahan dengan Khithbah

Paparan di atas menjelaskan bahwa seserahan dengan walimah dari segi pelaksanaannya memiliki hubungan yang erat walaupun, secara hukum memiliki kedudukan hukum yang berbeda. Namun demikian hal itu bagi masyarakat sudah dianggap sebagai suatu keharusan dengan demikian seserahan dan walimah merupakan bagian dalam hukum adat.

1. Pengertian Khitbah

Khithbah atau dalam bahasa Indonesia berarti “peminangan”, kata peminangan berasal dari kata dasar “pinang-meminang” (kata kerja).

Meminang sinonimnya adalah melamar. Menurut etimologi, meminang atau melamar artinya meminta sesuatu apapun kepada seseorang yang menguasai untuk memilikinya. Meminang atau melamar wanita artinya meminta seorang wanita kepada walinya, untuk dijadikan istri.26Menurut terminologi, peminangan ialah kegiatan atau upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.27Atau seorang laki- laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara- cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyrakat.

Khithbah adalah jalan pembuka menuju pernikahan. Boleh dikatakan, khithbah merupakan jenjang yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang gadis yang telah dipinang oleh seorang pemuda dengan

26Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994), Cet Ke-3 hal. 556.

27 H. Abdurahman, hlm. 113. Dikutip dari, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 24.

(13)

pernikahannya. Keduanya sepakat untuk menikah. Tetapi, hal ini merupakan pengikat untuk dilanjutkan kejenjang pernikahan. Biasanya bentuk pengikat ini diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa perhiasan, hal ini bukan merupakan suatu hal yang mengandung pengertian akad nikah.

Adapun wanita yang boleh dipinang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak dalam pinangan orang lain

b. Pada waktu dipinang, perempuan tidak ada penghalang syara’ yang melarang dilangsungkannya pernikahan

c. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i

d. Apabila perempuan dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaknya meminang dengan cara sirry (tidak terang-terangan).28

2. Relasi Seserahan dengan Khithbah

Khithbah dengan seserahan dilihat dari pelaksanaannya ada persaman dalam kedua acara tersebut dimana keduanya memiliki makna memberi.

Tetapi secara hukum memiliki perbedaan yang sangat menonjol. Pemberian dari calon suami pada calon istri sangat dianjurkan oleh Rasulullah, namun ini bukan termasuk mahar. Pemberian sesuatu dalam acara Khithbh sebagai tanda jadi bahwa calon suami benar-benar serius akan menikahinya.

28H. Abdurahman, hlm. 113. Dikutip dari, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 24-25.

(14)

Jadi sebenarnya ada korelasi antara seserahan dengan khithbah, yakni sama-sama memiliki makna memberi. Namun berbeda dalam pelaksanaannya dan sumber hukumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian Irsyad (2005) yang menguji hubungan antara bagi hasil terhadap simpanan mudharabah dan dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bagi hasil di

Dalam skripsi ini, penyusun menyajikan pembahasan masalah yang meliputi hal- hal sebagai berikut: analisis komparasi tentang bentuk dan mekanisme akad serta sistem pengambilan

Penambahan luas lahan budidaya secara dominan diperkirakan akibat adanya pertambahan jumlah penduduk dari tahun 2003 yaitu sebesar 255.847 jiwa menjadi 318.818

Torak (piston) yang bergerak secara translasi/bolak-balik didalam silinder mengkompresikan udara sehingga menaikan temperatur dan tekanan, kemudian bahan bakar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan berat ragi terhadap kadar alkohol pada pembuatan bioetanol limbah padat tapioka (onggok)..

Berdasarkan ketertarikan pengunjung, status konservasi, endemisitas dan keberadaan jenis burung dari tahun ke tahun, maka ada 25 jenis burung di PKT KRB - LIPI yang memiliki

“ Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan ( melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok

Dengan menggunakan model tersebut investor mampu mengetahui komposis saham pada portofolio yang optimal beserta tingkat keuntungan harapan yang diperoleh dari