BAB II
ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF FUQAHA
A. Pengertian Zakat Profesi
Menurut Yusuf Qardhawi zakat profesi adalah, “pendapatan bersih” yang wajib dizakati adalah total penerimaan dari semua jenis penghasilan (gaji tetap, tunjangan, bonus tahunan, honorarium
dan sebagainya) dalam jangka waktu satu tahun (atau 12 bulan) setelah dikurangi dengan hutang-hutang (termasuk cicilan rumah yang jatuh tempo sepanjang tahun tersebut) serta biaya hidup seseorang bersama keluarganya secara layak (yakni kehidupan orang-orang kebanyakan di setiap negeri, bukan yang amat kaya dan bukan pula yang amat miskin.1
Zakat Profesi menurut keputusan Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil atau uang, relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Sedangkan dalam pemahaman Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat penghasilan yang didapat dan diterima dengan jalan yang halal dalam bentuk upah, honor ataupun gaji.
Zakat Profesi menurut Az-Zuhri adalah penghasilan sebelum di belanjakan pada bulan wajib zakat tersebut atau zakat dikeluarkan bersamaan dengan kekayaan yang lain pada bulan zakat jika uang penghasikan tidak ingin dibelanjakan.
Zakat Profesi menurut Makhul zakat adalah zakat dari penghasilan atau pendapatan di dapat dari keahlian tertentu (guru, pengacara dan sebagainya) yang telah mencapai nisab maka ia boleh mengeluarkan zakatnya sebesar 2.5%.2
Zakat Profesi menurut Muhammad Gozali adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun yang dilakukan bersama dengan orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk bisa berzakat).3
Zakat Profesi Muhammad Abduh Tuasikal, MSc adalah pendapatan yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji dan honorarium baik
1Supena Ilyas, dkk, Manajemen Zakat, Walisongo Pers, Semarang, 2009. Hlm 25
2Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Cet 7, ( Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2004). Hlm. 484-485 3Saleh al-Fauzan, 2005, Fiqih Sehari-Hari, Depok : Gema Insani hlm 17
14
pegawai negeri maupun swasta, konsultan, dokter dan lain-lain, atau rezeki yang didapat secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi).
Zakat Profesi Menurut Syeikh Abdullah bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia adalah zakat gaji yang berupa uang apabila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Menurut Ulama NU Jawa Timur Zakat profesi adalah mengeluarkan sebagian harta dari hasil gaji, komisi atau bayaran suatu pekerjaan atau profesi, baik sebagai karyawan, dokter, konsultan, pengacara, penjahit, pemborong, kontraktor, makelaran, pengajar dan lainnya, baik itu pegawai negeri atau swasta. Diwajibkan mengeluarkan zakat setelah mencapai satu nishab dan memenuhi syarat.
Dari pengertian diatas yang disampaikan oleh para ahli ulama dapat disimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Adapun yang dimaksud dengan profesi dalam hal ini terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Profesi yang penghasilnya diperoleh dengan cara usaha sendiri seperti dokter, pengacara, kontraktor, arsitek, penjahit dan lain sebagainya.
2. Profesi yang penghasilannya diperoleh dengan cara bekerja pada orang lain sehingga ia memperoleh gaji/imbalan, seperti pegawai negeri, karyawan BUMN/BUMS, dan lain sebagainya.
B. Landasan Hukum Zakat profesi.
1. Al-Qur’an4
Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradawi zakat profesi berdasarkansurat Al Baqarah ayat 267:
4Wahbah Al-Juhayly. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 1998. Hlm 32
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Dalam Kitab tafsir Fiqhuz-Zakahlandasan zakat profesi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal harta perolehan.
Harta perolehan adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal harta perolehan pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah).
Menurut wahhab Al Juhayly zakat profesi berdasarkan Al-Qur,an QS.
Adz-Zaariyaat (51) : 19,
Artinya :dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[1417].Orang miskin yang tidak mendapat bagian Maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.
Dalam Kitab Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam sebagaimana dikutip dalam Tafsier Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata “Amwaal” (harta) pada QS. Adz-Zaariyaat (51) : 19, adalah zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua
penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya. 5
Sabda Rosulullah SAW “Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang muslim berzakat (bersedekah)”. Mereka bertanya, “Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak mempunyai harta ?. Rosulullah menjawab “Bekerjalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dirinya, lalu bersedekah”. Mereka bertanya
“kalau tidak mempunyai pekerjaan ?” Rosul bersabda “Tolonglah orang yang meminta pertolongan”. Mereka bertanya lagi “Bagaimana bila tak kuasa ?”
Rosulullah menjawab ”kerjakanlah kebaikan dan tinggalkanlah kejahatan, hal itu merupakan sedekah”.
Sehingga menurut ayat al-qur’an yang menjadikan landasan zakat profesi hukumnya adalah wajib.
2. Hadits
Banyak hadist terkait zakat profesi para ulama seperti Dr. Yusuf Al- Qaradawi, Muhammad Gozali, Muhmamad Azzuhri yang menjadikan landasan zakat profesi
ضر اًذاَعُم َثَعَ ب ملسو هيلع للها ىلص َّيِبَّنلَا َّنَأ ( :اَمُهْ نَع ُهَّللَا َيِضَر ٍساَّبَع ِنْبِا ِنَع للها ي
) ِنَمَيْلَا ىَلِإ هنع ,ْمِهِلاَوْمَأ يِف ًةَقَدَص ْمِهْيَلَع َضَرَ تْ فِا ِدَق َهَّللَا َّنَأ ( :ِهيِفَو ,َثيِدَحْلَا َرَكَذَف
) ْمِهِئاَرَقُ ف ي ِف ُّدَرُ تَ ف ,ْمِهِئاَيِنْغَأ ْنِم ُذَخْؤُ ت ِ ّيِراَخُبْلِل ُظْفَّللاَو ,ِهْيَلَع ٌقَفَّ تُم
“Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.6
3. Qiyas
Khusus mengenai zakat profesi ini dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan Perluasan cakupan makna lafaz yang terdapat dalam Firman
Allah, Q.S. 2; 267, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu(apa saja yang kamu usahakan)
5Kitab Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an Juz I : hal. 310-311
6Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugul Maram dan Dalil-Dalil Hukum, (Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm. 241
Dalam ayat di atas pada dasarnya bersifat umum, namun ulama kemudian membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis usaha atau harta yang wajib dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas dan perak, hasil pertanian dan peternakan. Pengkhususan terhadap beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu saja membatasi cakupan lafaz umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai selain yang disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz umum tersebut mestilah dikembalikan kepada keumumannya sehingga cakupannya meluas meliputi segala usaha yang halal yang menghasilkan uang atau kekayaan bagi setiap muslim. Dengan demikian zakat profesi dapat ditetapkan hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat di atas.
Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% haul (berputar selama setahun). Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.7 Disamping mereka mengkiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Al-Qardhawi didalam kitabnya Fiqhu az-Zakāh menulis tentang zakat Kasbul ‘Amal wal-Mihan al-Hurrah, yang dimaksud dengan kasbul amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Sedangkan yang dimaksud dengan al-mihānul hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain, seperti pekerjaan seorang dokter, swasta, pemborong, pengacara, seniman, penjahit, tukang kayu, dan lain sebagainya.
Al-Qardawy menceritakan bahwa pada tahun 1952 M di Damsyik, Abdurrahman Hasan dan Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahhab Khallaf telah melontarkan masalah tersebut pada perkuliahan mereka. Mereka mengkiyaskan upah kerja dan penghasilan usaha bebas dengan pendapatan uang sewa rumah menurut mazhab Ahmad. Imam Ahmad berpendapat bahwa barangsiapa menyewakan rumahnya dan ia menerima uang sewa sebanyak
7Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis II (Cet.VI; Bandung: PT. Mizan, 2005), h. 303.
satu nisab, maka wajib zakat atas nya pada waktu menerima uang sewa itu, tanpa syarat menunggu setahun.
Selanjutnya menurut Al-Qardawy, sebenarnya masalah gaji, upah kerja, penghasilan wiraswasta ini termasuk kategori mal mustafād, yaitu harta pendapatan baru, yang bukan harta yang sudah dipungut zakatnya. Mal mustafād ini mencakup segala macam pendapatan yang diperoleh oleh orang Islam dan baru dimilikinya melalui suatu cara yang sah.
Mal mustafād sudah disepakati oleh jamaah sahabat dan ulama-ulama sebelumnya untuk wajib dikenakan zakat. Perbedaan pendapat yaitu pada waktu wajib zakat, tentang persyaratan haul.
1. Menurut Abu Hanifah
Mal mustafād tidak dizakati sebelum sempurna satu tahun di tangan pemiliknya, kecuali apabila pemiliknya, kecuali apabila pemilik mempunyai hatra sejenis yang pada permulaan tahun sudah mencapai satu nisab, maka mal mustafād dipungut zakatnya bersamaan dengan harta yang sudah ada setelah harta yang sudah ada itu mencapai satu tahun.
2. Menurut Malik
Mal mustafād tidak dizakati sebelum sempurna setahun, baik si pemilik mempunyai harta yang sejenis ataupun tidak, kecuali binatang ternak yang ada.
3. Menurut asy-Syafi’i
Mal mustafād tidak dizakati sebelum setahun, meskipun si pemilik mempunyai harta yang sejenis, kecuali anak ternaknya sendiri, maka mal mustafad yang berupa anak ternaknya sendiri dizakati mengikuti induknya.
4. Menurut Ibnu Hasm
Mengkritik penafsiran ulama empat tersebut dan ia menyatakan pendapat- pendapat tersebut tanpa dalil sama sekali. Menurut dia, semua harta itu dsyaratkan setahun, baik harta mustafād maupun tidak, baik anak binatang ternak maupun tidak.
5. Menurut Dawud az-Zahiri
Mal mustafād wajib zakat tanpa syarat samapi setahun 6. Menurut Yusuf Qardhawy
Mal mustafād seperti gaji pegawai, upah buruh, penghasilan dokter, dan lain sebagainya wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampainya setahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut.
Menurut penulis, persamaan zakat profesi dari yang di atas adalah dari segi kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.
4. Fatwa Mui Tentang Zakat Profesi di Indonesia
Fatwa MUI Indonesia mengenai zakat Profesi : Berdasar pertimbangan bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan, baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih sering ditanyakan oleh umat Islam Indonesia, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 06 R.
Akhir 1424 H/07 Juni 2003 M tentang Zakat Penghasilan.
Dalam fatwa ini, MUI mendasarkan pada petunjuk dalam Alquran juga hadits nabi sebagai berikut :
. Artinya :
“Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …” (QS. Al-Baqarah [2]: 267).
Artinya
:mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. al-Baqarah [2]: 219).
Artinya
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.…” (QS. al-Taubah [9]: 103).
“Diriwayatkan secara marfu’ hadis Ibn Umar, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, ‘Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun’.” (HR.)
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: ‘Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’. (HR. Muslim).
Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.”
“Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi SAW, beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR.
Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: ‘Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutu-han. Tangan atas lebih baik daripa-da tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu” (HR. Ahmad).
5. UUD Tentang Zakat Profesi Di Indonesia
Pengesahan Undang Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 25 November 2011 disikapi beragam oleh para praktisi dan pemerhati pengelola zakat. Perbedaan ini sah-sah saja dan merupakan dinamika yang lazim dalam setiap pengambilan sebuah keputusan politik termasuk pengesahan UU tentang Pengelolaan Zakat. Walau demikian, kejelasan kondisi atau permasalahan perlu dipahami bersama agar pensikapan selanjutnya tidak masuk pada area perselisihan bahkan perpecahan yang berdampak pada kontra produktif dalam dunia perzakatan.
Pemahaman yang perlu dibangun diantara para pengelola zakat agar dapat secara obyektif melihat UU Pengelolaan Zakat adalah memahami karakteristik pengelolaan zakat. Dengan memahami karakteristik pengelolaan zakat maka kita akan melihat dari sisi pandang yang sama dan insya Allah benar sehingga melahirkan pemahaman dan pensikapan yang tidak bertentangan secara diametral.
Beberapa pointer perubahan yang signifikan dari Undang-Undang zakat yang baru antara lain:
a. Adanya Penguatan Kelembagaan BAZNAS yang terintegrasi sampai ke BAZNAS tingkat Kota/kabupaten (dahulu BAZ Kota/Kabupaten). BAZ Kecamatan menjadi UPZ KecamatanPenguatan kelembagaan BAZNAS akan menciptakan keteraturan, sinergitas dan harmoni dengan aktivitas pengumpulan zakat yang sudah berjalan di masjid-masjid dan di tempat lainnya dengan memberi wadah UPZ supaya terkoordinir dengan baik.
Sebab itu, undang-undang yang baru tidak menggunakan kata
”pengorganisasian” seperti pada undang-undang yang lama, melainkan
”pengoordinasian” dalam ketentuan umum pengelolaan zakat.8
b. Lebih diperjelasnya ikatan hubungan BAZNAS dengan pemerintah Daerah.Dalam kerangka otonomi daerah, walaupun agama termasuk urusan pemerintahan yang tidak diotonomikan, namun dalam undang- undang pengelolaan zakat, Pemerintah Daerah memiliki peran yang strategis seperti yang berjalan selama ini. Berikut empat klausul yang
8Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta; Kencana Prenada Group, Cet. II, 2008, hlm. 287.
mengikat secara permanen hubungan BAZNAS dengan Pemerintah Daerah, ialah: (a) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri Agama atas usul Gubernur atau Bupati/Walikota.
(b) BAZNAS kabupaten/kota dan BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pengelolaan zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS setingkat di atasnya dan kepada Pemerintah Daerah secara berkala. (c) Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). (d) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
c. Kepengurusan BAZNAS yang dibentuk langsung oleh menteri atas usul kepala daerah mengindikasikan sebuah tanggung jawab yang lebih besar bagi kepengurusan BAZ. Kepengurusan BAZ yang lebih ramping berjumlah sebanyak-banyaknya (11 orang) terdiri dari 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya Pengurus dibantu oleh sekretariat.
d. Adanya Pengaturan terhadap izin pendirian LAZ (lembaga Amil Zakat) antara lain paling sedikit memenuhi syarat (1) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakat Islam yang mengelola pendidikan, dakwah dan sosial, (2) Berbentuk badan hukum, (3) mendapat rekomendasi BAZNAS, (4) memiliki pengawas syariat, (5) memiliki kemampuan teknis, administrasi, dan keuangan dll. Untuk LAZ yang sudah resmi dikukuhkan oleh Menteri dinyatakan LAZ yang resmi.
e. Undang-undang pengelolaan zakat tidak menghambat masyarakat untuk berbuat baik melalui pemberdayaan infaq, shadaqah, dan sebagainya.
Khusus mengenai zakat, bahwa menunaikan zakat bukan hanya urusan manusia dengan Tuhan. Tetapi ada bagian-bagian yang memang harus dilembagakan. Pemerintah dan lembaga legislatif (dalam hal ini DPR-RI) telah mengambil langkah yang bijak ketika memutuskan nama undang- undang, yaitu Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, dan bukan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah.
f. Adanya sanksi bagi orang yang dengan sengaja bertindak sebagai amil melakukan pengumpulan dan pendistribusian zakat tanpa izin pejabat
yang berwenang dengan sanksi kurungan (1) tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp.50.000.000 juta rupiah.
g. akan dialokasikannya dana operasional BAZNAS dalam APBN melalui DIPA Kementerian Agama.Regulasi atau undang-undang bukanlah tujuan, melainkan alat yang kita gunakan bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Nasaruddin Umar bahwa “regulator sejati dalam hukum zakat ialah Allah SWT”.
Wallahualam (Haryati/ Sekretaris BAZ)
C. Perbedaan Pendapat Ulama Tentang zakat Profesi
Zakat menurut bahasa artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah adalah mengeluarkansebagian harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada mereka yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Secara harfiah zakat berarti tumbuh, berkembang, menyucikan, atau membersihkan. Sedangkan secara terminologi, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
Secara umum zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang), relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Sedangkan menurut Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat penghasilan yang didapati dan diterima dengan jalan yang halal dalam bentuk upah, honor ataupun gaji.
Menanggapi persoalan zakat profesi ini, para ulama ahli fiqih zaman dahulu dan zaman sekarang berpendapat mengenai zakat profesi ini. Berdasarkan dalil-dalil yang mereka pahami, maka pandangan ulama tentang permasalahan ini terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Para Ulama yang menolak zakat profesi
Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah 'ubudiyah. Sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rosulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu membuat-buat aturan baru.
Di zaman Rosulullah SAW dan Salafus Sholeh sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya ketentuan zakat gaji atau profesi.
Bagaimana mungkin sekarang ini ada dibuat-buat zakat profesi.
Rosulullah SAW bersabda “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak” (HR. Muslim).
Rosulullah SAW juga bersabda “Jauhilah bid’ah, karena bid’ah sesat dan kesesatan ada di neraka” (HR. Turmudzi).
Di antara kalangan yang tidak setuju dengan adanya zakat profesi, terdiri para tokoh ulama di masa modern dan juga beberapa lembaga fatwa yang terkenal.
a. Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Dr. Wahbah Az-Zuhaili salah satu tokoh ulama kontemporer menuliskan pikirannya di dalam kitabnya, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu sebagai berikut :
لاوح متيو ًاباصن غلبي ىتح دافتسملا لاملا يف ةاكز لا هنأ ةعبرلأا بهاذملا يف ررقملاو
Yang menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat untuk mal mustafad (zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan haul.9
Dalam tanya jawab langsung dengan ulama asal Suriah ini di Masjid Baitul Mughni, Penulis berkesempatan untuk bertanya kepada beliau tentang kedudukan zakat profesi ini.
Jawaban beliau tegas sekali saat itu, bahwa zakat profesi ini tidak punya landasan yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah. Padahal zakat itu termasuk rukun Islam, dimana landasannya harus qath’i dan tidak bisa hanya sekedar hasil pemikiran dan ijtihad pada waktu tertentu.
Dalam pendapatnya ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili bisa Penulis golongkan sebagai kalangan ulama moderat kontemporer yang tidak menerima keberadaan zakat profesi.
Namun beliau memberikan kelonggaran bagi mereka yang mewajibkan zakat profesi. Beliau menuliskan sebagai berikut :
مل ولو ،هضبق درجمب دافتسملا لاملا يف ةاكزلا بوجوب لوقلا نكميو ضعب يأرب ًاذخأ لوح هيلع ضمي
ةيواعمو دوعسم نباو سابع نبا ةباحصلا
Dan dimungkinkan adanya pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad semata ketika menerimanya meski tidak sampai satu tahun, karena mengambil pendapat dari sebagian shahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah.
b. Syeikh Bin Baz
9Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid 3 hal. 1949
Syeikh Abdullah bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia di masanya bisa dikategorikan sebagai ulama masa kini yang juga tidak sepakat dengan adanya zakat profesi ini. Berikut petikan fatwanya :
Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati.10
Beliau mensyaratkan adanya nishab dan haul, sedangkan intisari dari zakat profesi justru meninggalkan kedua syarat tersebut.
c. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin
Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia di masanya.“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi.Apabila gaji bulanan yang diterima oleh seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di antara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”11
d. Hai'atu Kibaril Ulama
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
"Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah
10http://lintang.wordpress.com/2008/04/28 . Maqalaat Al Mutanawwi'ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134 11 des 2015, pkl. 11.42 wib
11http://lawmescee.wordpress.com/2012/02/14 . Majmu' Fatawa wa Ar Rasaa'il 18/178 11 des 2015, pkl. 11.52 wib
ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul)."12 e. Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Di dalam negeri sebagian kalangan ulama dari Nahdhatul Ulama juga termasuk ke dalam barisan yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di asrama haji Pondok Gede Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002 bertepatan dengan 14-17 Rabiul Akhir 1423 hijriyah telah menetapkan hukum-hukum terkait dengan zakat profesi. Berikut kutipannya :
Intinya pada dasarnya semua hasil pendapatan halal yang mengandung unsur mu’awadhah (tukar-menukar), baik dari hasil kerja profesional/non-profesional, atau pun hasil industri jasa dalam segala bentuknya, yang telah memenuhi persyaratan zakat, antara lain : mencapai satu jumlah 1 (satu) nishab dan niat tijarah, dikenakan kewajiban zakat.13
Dari keputusan ini kita bisa menyimpulkan, apabila seseorang mendapat gaji atau honor, tidak langsung wajib berzakat, karena harus terpenuhi dua hal, yaitu nishab dan niat tijarah. Niat tijarah maksudnya adalah ketika seseorang bekerja, niatnya adalah berdagang atau berjual-beli. Dan ini sulit dilaksanakan, lantaran agak sulit mengubah akad bekerja demi mendapat upah dengan akad berjual beli. Oleh karena itu keputusan itu ada tambahannya :
”Akan tetapi realitasnya jarang yang bisa memenuhi persyaratan tersebut, lantaran tidak terdapat unsur tijarah (pertukaran harta terus menerus untuk memperoleh keuntungan.”
Sekilas kita akan sulit memastikan sikap dari musyarawah ini, apakah menerima zakat profesi atau tidak. Karena keputusan ini masih bersifat mendua, tergantung dari niatnya.
Tegas sekali bahwa kalau yang dimaksud dengan zakat profesi yang umumnya dikenal, yaitu langsung potong gaji tiap bulan, bahkan sebelum diterima oleh yang berhak, keputusan ini secara tegas menolak kebolehannya. Sebab dalam pandangan mereka, zakat itu harus berupa harta yang sudah dimiliki, dalam arti sudah berada di tangan pemiliknya.
12Majmu' Fatwa Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia 9/281, fatwa no: 1360 13Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamarat Nahdhatil Ulama, hal. 556-557
f. Dewan Hisbah Persis
PERSIS yang diwakili oleh Dewan Hisbah telah berketetapan untuk menolak zakat profesi, dengan alasan karena zakat termasuk ibadah mahdhah. 14
Barangkali maksudnya, kita tidak dibenarkan untuk menciptakan jenis zakat baru, bila tidak ada dalil yang tegas dari Al-Quran dan As-Sunnah. Sedangkan zakat profesi tidak punya landasan yang sifatnya tegas langsung dari keduanya.
Namun insitusi ini menerima adanya kewajiban infaq bagi harta yang tidak terkena zakat. Maka karena bukan termasuk zakat, gaji itu perlu diinfaqkan, tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut.
Maka tidak ada besarannya yang baku, dan dalam hal ini pimpinan jam’iyah dapat menetapkan besarnya infaq tersebut.
g. Muktamar Zakat di Kuwait
Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan: “Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya".
"Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab".
"Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun“.15
2. Para Ulama Yang MendukungZakat Profesi
Ada banyak hujjah yang mendasari kenapa para ulama dan juga lembaga fatwa di atas tidak menerima keberadaan zakat profesi. Kalau kita sebutkan satu per satu, susunannya sebagai berikut :
a. Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Tidak bisa dipungkiri bahwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku
14Kumpulan Keputusan Sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS) tentang Akidah dan Ibadah, hal. 443
15Abhats wa A’mal Mu’tamar Zakat Awal hlm. 442-443, dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat al-Mua’shiroh 1/283-284.
beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar, dalam bab ةرحلا نهـملا و لمعلا بسك ةاكز(zakat hasil pekerjaan dan profesi).
Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kali membahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf. Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Al-Qaradawi lebih dikenal sebagai rujukan utama dalam masalah zakat profesi.
Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang. Dan zakat profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan.
Dan sebenarnya disitulah letak titik masalahnya. Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa diantara syarat-syarat harta yang wajib dizakati, selain zakat pertanian dan barang tambang (rikaz), harus ada masa kepemilikan selama satu tahun, yang dikenal dengan istilah haul.
Sementara Al-Qaradawi dan juga para pendukung zakat profesi berkeinginan agar gaji dan pemasukan dari berbagai profesi itu wajib dibayarkan meski belum dimiliki selama satu haul.
b. Dr. Abdul Wahhab Khalaf
Dalam kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi tegas menyebutkan bahwa pendapatnya yang mendukung zakat profesi bukan pendapat yang pertama. Sebelumnya sudah ada tokoh ulama Mesir yang mendukung zakat profesi, yaitu Abdul Wahhab Khalaf.
Abdul Wahab adalah seorang ulama besar di Mesir (1888-1906), dikenal sebagai ahli hadits, ahli ushul fiqih dan juga ahli fiqih. Salah satu karya utama beliau adalah kitab Ushul Fiqih, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Al-Waqfu wa Al- Mawarits, As-Siyasah Asy-Syar'iyah, dan juga dalam masalah tafsir, Nur min Al- Islam.
Saya memasukkan beliau di kalangan pendukung zakat profesi dengan alasan beliau adalah orang yang memberi inspirasi awal kepada Dr. Yusuf Al-Qaradawi tentang pemikiran dan ide dicetuskannya zakat profesi.
Namun anehnya kalau kita rujuk langsung kepada pendapat beliau, sebenarnya beliau lebih tepat didudukkan sebagai orang yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Dalam kuliah yang beliau sampaikan tentang zakat, disebutkan bahwa
zakat profesi itu wajib, namun harus memenuhi syarat haul dan nishab dulu.
Berikut kutipannya :
ابَصِن غلبو ٌلْوَح هيلع ىضم نإ ةاكز هنم ذخؤي هنإف نهملاو لمعلا بسك امأ
Sedangkan penghasilan kerja dan profesi diambil zakatnya apabila telah dimiliki selama setahun dan telah mencapai nishab.
c. Syeikh Muhammad Abu Zahrah
Selain Abdul Wahhab Khalaf, di kitab Fiqhuzzakah, Al-Qaradawi juga menyebutkan bahwa Syeikh Abu Zahrah termasuk orang yang mendukung adanya zakat profesi.
Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974) adalah guru dari Al-Qaradawi.
Beliau adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupan manusia.
Namun kalau kita telaah fatwa Abu Zahrah dan juga Abdul Wahhab Khalaf dengan cermat, sebenarnya yang mereka fatwakan bukan zakat profesi yang umumnya dimaksud. Sebab ada syarat haul dan nishab. Kalau ada kedua syarat itu, setidaknya syarat haul, maka zakat itu lebih merupakan zakat atas harta yang ditabung atau disimpan. Padahal inti dari zakat profesi itu tidak membutuhkan haul, sehingga begitu diterima, langsung terkena zakat.
Namun rupanya Dr. Yusuf Al-Qaradawi bersikeras menggolongkan mereka sebagai pendukung zakat profesi, padahal yang dimaksud agak berbeda kriterianya.
d. Muhammad Al-Ghazali
Dalam fatwanya. Dr. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang penghasilannya di atas petani yang terkena kewajiban zakat, maka dia pun wajib berzakat. Maka doker, pengacara, insinyur, produsen, pegawai dan sejenisnya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat dari harta mereka yang terhitung besar itu. 16 d. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat.
Lampiran 2
Keputusan Munas Tarjih XXV
16Majalah Jami’atu Al-Malik Suud, jilid 5 hal. 116
Tentang Zakat Profesi dan Zakat Lembaga 1. Zakat Profesi
2. Zakat Profesi hukumnya wajib.
3. Nisab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat 4. Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %
e. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) termasuk ke dalam barisan pendukung zakat profesi. Dalam fatwa MUI 7 Juni tahun 2003 disebutkan bahwa :Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Fatwa MUI ini menarik dikaji dan setidaknya ada dua catatan yang menarik.
Pertama : Nishabnya Mengikuti Emas Bukan Pertanian
disebutkan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya, dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.Kalau kita bandingkan dengan fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi, nishabnya bukan kepada emas 85 gram, melainkan kepada hasil pertanian 653 kg gabah kering atau 520 kg beras.
Bahkan lebih jauh, meski pun penghasilannya belum mencapai nisab sekalipun, tetap sudah bisa membayar zakat. caranya dengan membuat pengandaian.
Maksudnya, seolah-olah sudah terima gaji untuk setahun ke depan.
Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Kedua : Tanpa Haul
Dalam hal ini, MUI tidak mensyaratkan harus ada masa kepemilikan selama setahun. Pokoknya kalau jumlah penghasilan itu mencapai nisab emas, maka wajib langsung dikeluarkan zakatnya. Ini adalah doktrin dasar zakat profesi. Padahal kalau mengacu kepada fiqih zakat yang original, harta itu harus dimiliki dulu selama setahun penuh (haul) sejak awal hingga akhir tahun. Kalau belum dimiliki setahun, belum terkena zakat.
f. Dr. K.H.Didin Hafidhuddin, M.Sc
Di Indonesia, salah satu icon zakat profesi yang cukup terkenal adalah Dr.
K.H.Didin Hafidhuddin, M.Sc. sebagaimana naskah disertasi doktor yang diajukannya. Guru Besar IPB dan Ketua Umum BAZNAS ini mencoba mendefinisikan profesi ialah setiap keahlian atau pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan.
Dalam disertasi doktor yang berjudul Zakat dalam Perekonomian Modern, yang berhasil diraihnya lewat Universitas Islam Negeri Jakarta, paling tidak beliau menyebutkan bahwa setidaknya ada sepuluh jenis zakat di masa modern, yaitu : 17
Zakat Profesi
Zakat Perusahaan
Zakat Surat Berharga
Zakat Perdagangan Mata Uang
Zakat Hewan Ternak yang Diperdagangkan
Zakat Madu dan Produk Hewani
Zakat Investasi properti
Zakat Asuransi Syari’ah
Zakat Usaha Tanaman Angrek, Walet, Ikan Hias
Zakat Sektor Rumah Tangga.
D. Jenis-Jenis Profesi Yang Wajib Dizakati.
1. Pengertian profesi
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan sepanjang hayat, memerlukan ilmu dan keterampilan, menggunakan hasil penelitian dan aplikasi teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus, mempunyai persyaratan masuk, mempunyai otonami dalam ruang lingkup kerjanya, bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, menggunakan administrator, mempunyai organisasi yang dikelola anggota profesi, mempunyai kode etik, memiliki kepercayaan publik yang tinggi, mempunyai status sosial yang tinggi, ada kelompok elit untuk menilai keberhasilan.18
2. Jenis jenis profesi
17Dr. K.H.Didin Hafidhuddin, M.Sc, Zakat dalam Perekonomian Modern hlm 27 18 Syaiful. AdministrasiPendidikanKontemporer. Bandung : CV Alfabeta 2006 hlm 22
a. Akuntan
Seorang akuntan adalah praktisi akuntansi, yang merupakan ahli pengukuran, pengungkapan atau pemberian kepastian mengenai informasi keuangan yang membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain membuat keputusan alokasi sumber daya.
b. Advokat
Seorang advokat adalah seseorang yang berbicara atas nama orang lain, terutama dalam konteks hukum. Tersirat dalam konsep ini adalah gagasan bahwa diwakili kekurangan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau berdiri untuk berbicara sendiri. Setara dengan luas di berbagai jurisdiksi hukum berbasis bahasa Inggris adalah “pengacara”.19
c. Arsitek
Seorang arsitek adalah orang yang terlatih dalam perencanaan, desain dan pengawasan konstruksi bangunan, dan izin untuk praktek arsitektur. Untuk praktek arsitektur berarti menawarkan atau memberikan layanan dalam hubungannya dengan desain dan konstruksi bangunan, atau sekelompok bangunan dan ruang dalam situs yang mengelilingi bangunan, sebagai hunian yang memiliki tujuan utama manusia.
Secara etimologis, arsitek berasal dari bahawa Latin architectus, kata itu sendiri berasal dari bahasa Yunani arkhitekton (arkhi, kepala; tekton, pembangun), yaitu kepala pembangun. Keputusan seorang arsitek yang mempengaruhi keamanan publik, dan dengan demikian seorang arsitek harus menjalani pelatihan khusus yang terdiri dari pendidikan lanjutan dan praktikum (atau magang) untuk pengalaman praktis dan untuk mendapatkan izin praktek arsitektur. Persyaratan praktis, teknis, dan akademik untuk menjadi seorang arsitek bervariasi.
Istilah arsitek dan arsitektur juga digunakan dalam disiplin ilmu teknologi informasi (misalnya seorang arsitek perangkat lunak), arsitektur laut dan arsitektur lansekap. Di sebagian besar wilayah hukum di dunia, penggunaan profesional dan komersial istilah ‘arsitek’, di luar varian etimologis dicatat bahwa secara hukum dilindungi.
d. Dokter Gigi
19Trianto.Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi pendidikan dan tenaga kependidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.2010 hlm 54
Kedokteran Gigi adalah cabang kedokteran yang terlibat dalam evaluasi, diagnosis, pencegahan, dan bedah atau non-bedah pengobatan penyakit, gangguan dan kondisi rongga mulut yang terkait dengan struktur dan dampaknya terhadap tubuh manusia. Kedokteran Gigi secara luas dianggap perlu untuk kesehatan secara keseluruhan. Mereka yang praktek kedokteran gigi dikenal sebagai dokter gigi. Tim pembantu dan pendukung dokter gigi dalam menyediakan layanan kesehatan mulut, meliputi asisten gigi, hygienists gigi, teknisi gigi, dan terapis gigi.
e. Guru
Dalam pendidikan, guru adalah orang yang menyediakan pendidikan bagi orang lain. Seorang guru yang memfasilitasi pendidikan untuk setiap siswa juga dapat digambarkan sebagai seorang tutor pribadi. Peran guru adalah formal dan berkelanjutan, yang dilakukan dengan cara bekerja di sekolah atau tempat pendidikan formal lainnya. Di banyak negara, seseorang yang ingin menjadi guru di sekolah-sekolah negeri yang didanai harus terlebih dahulu memperoleh kualifikasi profesi atau mandat dari sebuah universitas atau perguruan tinggi. Kualifikasi profesi ini dapat mencakup studi tentang pedagogik ilmu mengajar. Guru harus melanjutkan pendidikan mereka setelah mereka menerima gelar dari sebuah universitas. Guru dapat menggunakan rencana pelajaran untuk memfasilitasi belajar siswa, memberikan suatu program studi yang mencakup kurikulum standar.20
f. Insinyur
Insinyur adalah orang yang bekerja untuk mengembangkan solusi ekonomi dan keamanan untuk masalah-masalah praktis, dengan menerapkan matematika, ilmu pengetahuan dan kecerdikan sambil mempertimbangkan kendala teknis. Istilah ini berasal dari akar bahasa Latin ‘ingenium,’ berarti
‘kepandaian’. Revolusi industri dan perkembangan teknologi terus-menerus dari beberapa abad terakhir ini sedikit mengubah konotasi istilah, bahwa persepsi insinyur adalah sebagai ilmuwan. Pekerjaan insinyur adalah penghubung antara kebutuhan yang dirasakan masyarakat dengan aplikasi komersial.
g. Pengacara
20 Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosda 2007 hlm 34
Seorang pengacara, menurut Black’s Law Dictionary, adalah “seseorang yang mempelajari hukum. Sebagai pengacara, seseorang berlisensi untuk melakukan praktek hukum’. Hukum adalah sistem aturan perilaku yang ditetapkan oleh pemerintah berdaulat dari masyarakat untuk memperbaiki kesalahan, menjaga stabilitas otoritas politik dan sosial, dan memberikan keadilan.
Bekerja sebagai pengacara melibatkan aplikasi praktis dari teori hukum abstrak dan pengetahuan untuk memecahkan masalah individual yang spesifik, atau untuk memajukan kepentingan orang-orang yang mempertahankan (yaitu, menyewa) pengacara untuk melakukan pelayanan hukum.
posisi dalam industri farmasi serta dalam pendidikan farmasi dan penelitian dan lembaga pembangunan.21
h. Dokter
Seorang dokter dikenal sebagai dokter medis, dokter, atau cukup dokter praktek. Profesi kedokteran kuno berkaitan dengan memelihara atau memulihkan kesehatan manusia melalui penelitian, diagnosis, dan perawatan penyakit atau cedera. Profesi ini membutuhkan suatu pengetahuan yang terperinci dari disiplin akademis (seperti anatomi dan fisiologi) . Penyakit yang mendasari dalam pengobatan ilmu kedokteran dan kompetensi juga diterapkan layak dalam praktiknya .Kedua peran dokter dan makna dari kata itu sendiri bervariasi secara signifikan di seluruh dunia, tetapi secara umum dipahami, etika mengharuskan obat dokter menunjukkan pertimbangan, kasih sayang dan kebajikan bagi pasien mereka
i. Professor
Arti kata profesor dalam bahasa latin adalah professor yaitu orang yang mengaku menjadi ahli dalam beberapa seni atau ilmu. Di negara-negara berbahasa Inggris kebanyakan mengacu pada akademik senior yang memegang kursi departemen, terutama sebagai kepala departemen, atau kursi pribadi yang diberikan secara khusus untuk individu tersebut. Ini adalah kasus di negara-negara Persemakmuran (kecuali Kanada) dan Republik Irlandia.
Namun, di Amerika Serikat dan Kanada professor adalah gelar yang diberikan kepada kelompok yang jauh lebih besar dari guru-guru senior di perguruan tinggi dan universitas.
21Uno, Hamzah Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.2010 hlm 29
E. Ketentuan Zakat Profesi.
1. Syarat-syarat Zakat
Untuk membatasi pengertian syarat, penyusun berpegang pada makna syarat yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang ada atau tidak adanya hukum tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.22
Dari pengertian tersebut, syarat dalam zakat ada dua, yaitu:
a. Syarat zakat yang berhubungan dengan subyek atau pelaku (muzakkī orang yang terkena wajib zakat) adalah Islam, merdeka, balig dan berakal.
b. Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai obyek zakat)
Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat secara umum telah disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian diperincikan dan diperjelas dalam hadis- hadis nabi, menyangkut pada lima kelompok harta, namun macam- macam jenis harta tersebut, tidak sebagai pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi additional yaitu sesuai dengan waktu itu.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya jenis (macam- macam) harta yang menjadi obyek zakat adalah harta yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Milik penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang punya, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
2) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia.Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income, keuntungan ataupendapatan.Dengan begitu nampak jelas bahwa jenis atau macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang mempunyai potensi dapat dikembangkan atau berkembang dengan sendirinya.
3) Mencapai Nisab
22Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, penerj. Iskandar al-Barsany, cet. Ke-3, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 185.
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Contoh: nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing.
Sehingga apabila jumlah unta kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun ketentuan nisab zakat ini berdasarkan hadis Nabi SAW sebagai berikut:
ةقدصدوذ سمخ نوداميفلاو ةقدص قسوأ ةسمخ نوداميف سيل ةقدصقاوأ سمخ نوداميفلاو
23
4) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
5)Bebas dari hutang
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nażar atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
6)Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili< dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.24 Hal ini sebagai mana dalam hadis Nabi SAW diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sebagai berikut:
لوحلا هيلع لوحي ىتح ةاكز لام ىف بجتلا Tahun yang dimaksud adalah hitungan tahun Qamariyyah. Syarat ini hanya
terbatas pada jenis harta: ternak, emas perak dan harta dagangan, masuk dalam istilah zakat modal. Untuk hasil pertanian, buah-buahan, harta karun dan yang sejenis disebut zakat pendapatan, tidak disyaratkan satu tahun.
2. Rukun Zakat
Adapun yang termasuk rukum zakat adalah sebagai berikut :
a. Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakat
b. Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
c. Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.25
23Imām Muslim, Sahīh Muslim,Kitab az-Zakāh,(Beirut: Dār al-Fikr t.t) hlm. 390.
24Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), hlm. 128.
F. Perhitungan Zakat Profesi
Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat). Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.Simulasi cara perhitungan menurut kaidah Zakat profesi seperti di bawah ini :26
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan) Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000 1 gram emas = Rp 100.000 Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5% x Rp 24.000.000 = Rp 600.000,- Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan) Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan = Rp 1.000.000 Pengeluaran setahun = Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun = Rp 24.000.000 – 12.000.000 = Rp12.000.000 1 gram emas = Rp 100.000
Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5% x Rp 12.000.000 = Rp 300.000,-
Sedangkan kaidah umum syar’i sejak dahulu menurut para ‘ulama berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam adalah wajibnya zakat uang dan
25Malik bin Anas, Al-Muwaţţa, Kitab az-Zakah bab az-Zakah fi al-‘ ِِ ِِAini min az-zahab wa al-waraqi, (ttp: tnp, t.t.) Hadis no.
61:168
26M. Arief Mufraini, Lc., M.Si.akuntansi dan manajemen zakat,(jakarta:kencana prenada), 2006 hlm 28
sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria, yaitu :
1. batas minimal nishab dan
2. harus menjalani haul (putaran satu tahun).
a. Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil berikut:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud].20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai nishab emas.27
b. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam“Artinya : Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul” [Shahih Riwayat Abu Daud]
c. Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).“Artinya : Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul” [Shahih dengan syawahidnya, Riwayat Tirmidzi] Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.
G. Pengelolaan Zakat Profesi
Dalam ayat al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang berhak dan berwenang untuk mengelola zakat adalah petugas khusus yang ditunjuk olehpemerintah atau penguasa dan negara atau pemerintah bertanggung jawab penuh atas pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian hingga sampai menentukan mustahiq (Shihab, 1994:326). Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam surat at- Taubah ayat 60 yang berbunyi:
27 Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis II (Cet.VI; Bandung: PT. Mizan, 2005), h. 303.
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].
[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5.
memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Pada ayat di atas disebutkan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah ‘amil.
menurut Yusuf Qardhawi, amil zakat adalah semua orang yang ikut aktif dalam organisasi kezakatan, termsuk penanggung jawab, para pengumpul, pembagi, bendaharawan, penulis dansebagainya.
Pada awal islam para „amil diangkat langsung oleh Rasulullah saw, tetapi pada masa pemerintahan „Utsman r.a, kebijaksanaan pengumpulan zakat diubah.Karena pada masa „Utsman harta kekayaan melimpah, dan demi kemashlahatan umum, beliau mengalihkan wewenang pembagian kepada pemilik harta secara langsung. Keterlibatan para penguasa dalam pengumpulan dan pembagian zakat berangsur-angsur berkurang. Hal ini disebabkan, antara lain karena keengganan kaum muslim sendiri untuk menyerahkan dengan alasan adanya para penguasa yang tidak islami, dan tidak mustahil disebabkan juga karena keengganan para penguasa sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan berbagai pertimbangan (Shihab, 1994:327).
Di samping amil zakat, menurut Masjfuk Zuhdi (1989:210) ada lagi sebuah lembaga yang mempunyai tugas yang sama dengan amil zakat, yaitu baitul mal.
Namun baitul mal ini ada 4 (empat) macam, yakni:
a. Baitul mal yang khusus mengelola zakat
b.Baitul mal yang khusus mengelola pajak yang ditarik dari non muslim
c.Baitul mal yang khusus mengelola rampasan perang dan barang temuan (rikaz) d.Baitul mal yang khusus mengelola harta benda yang tidak diketahui pemiliknya,
termasuk harta peninggalan orang yang tidak punya ahli waris.
Dalam bukunya,Fiqh Al-Zakat, Yusuf Qardhawi (1991:745-747)
memperinci pendapat beberapa mazhab tentang penyerahan zakat kepada imam atau amil, yaitu sebagai berikut:
1. Imam Abu hanifah berpendapat bahwa al-amwal al-zhahirahharus diserahkan kepada imam, sedangkan al-amwal al-bathinah terserah kepada pemilik harta.
2. Mazhab maliki berpendapat bahwa pada dasarnya zakat wajib diserahkan kepada imam yang adil. Imam Al-Qurthubi menambahkan bahwa “kalau imam yang menerima bersifat adil (dalam penerimaan dan atau pembagiannya), maka tidak dibenarkan si pemilik untuk membagi-baginya sendiri”.
3. Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa “untuk harta yang bersifat bathin, si pemilik dapat membagi-baginya sendiri. Sedaang dalam bentuk zhahir, terdapat dua pilihan yaitu, ja’iz(boleh) dan tidak. Kalau ja’iz(boleh), maka dapat diperselisihkan lagi, yaitu apakah wajib atau tidak”.
4. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa “tidak diwajibkan penyerahan dan pembagian oleh imam atau amil. tetapi apabila si pemilik menyerahkan, maka kewajibannya telah gugur.