• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok) Ade Ramlan Rambe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok) Ade Ramlan Rambe"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok)

Ade Ramlan Rambe 130906002

Dosen Pembimbing: Dr. Heri Kusmanto, MA

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan di perbanyak oleh:

Nama : Ade Ramlan Rambe

NIM : 130906002

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peran Ulama Dalam Aksi Bela Islam di Kota Medan (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok)

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

Dr. Warjio, Ph.D Dr. Heri Kusmanto, MA NIP. 197408062006041003 NIP. 196410061998031002

Mengetahui:

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama : Ade Ramlan Rambe NIM : 130906002

Judul : Peran Ulama Dalam Aksi Bela Islam di Kota Medan (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok)

Dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Majelis Penguji:

Ketua :

Nama :

NIP :

Penguji Utama:

(4)

NIP : Penguji Tamu:

Nama :

NIP :

(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan sesungguhnya :

1. Karya tulis ilmiah saya dalam bentuk Skripsi dengan judul “PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok) “ adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar Akademik, baik di Universitas Sumatera Utara maupun diperguruan tinggi lain.

2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari tim pembimbing dan penguji.

3. Di dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali dengan cara menyebutkan pengarang dan mencamtumkannya pada daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran di dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanski akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena skripsi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan hukum yang berlaku.

Medan, 12 April 2017 Yang menyatakan

(6)

Ade Ramlan Rambe 130906002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ADE RAMLAN RAMBE (130906002)

PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus : Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok).

Rincian isi skripsi : 78 halaman, 23 buku, 2 bagan, 12 situs internet, 3 wawancara, 1 lain-lain.

ABSTRAK

Skripsi ini mencoba membahas mengenai peran Ulama dalam aksi bela Islam di Kota Medan terkait dengan kasus penistaan agama oleh Ahok. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peran-peran Ulama dalam aksi bela Islam di kota Medan serta konsolidasi gerakan nasional pengawal fatwa MUI dan konsolidasi dalam melaksanakan aksi bela Islam di kota Medan. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode wawancara dan studi pustaka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik analisa data secara deskriptif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam aksi bela Islam di Kota Medan terkait dengan kasus penistaan agama oleh Ahok. Hal ini terlihat dari narasumber yang menyatakan bahwa Ulama berperan sebagai sentral dan kekuatan dalam terlaksananya aksi bela Islam tersebut. Selain itu juga Ulama memiliki peran penting dalam mengayomi dan penuntun umat agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariat Islam dalam melaksanakan aksi bela Islam. Selain itu juga adanya konsolidasi dari pihak-pihak pelaksana aksi bela Islam di kota Medan. Seperti adanya konsolidasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI), gerakan yang bersifat nasional dengan Gerakan Anti Penista Agama Islam (GAPAI), gerakan yang berdomisili di Kota Medan, dan GAPAI merupakan sebuah gerakan dari perpanjangan tangan dari GNPF MUI sendiri. Selain itu ada juga konsolidasi GAPAI dengan para peserta aksi bela Islam di Kota Medan dalam mengerahkan dan mengatur dalam berjalannya aksi bela Islam.

Kata Kunci: Peran Ulama, Aksi Bela Islam, Penistaan Agama

(7)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

ADE RAMLAN RAMBE (130906002)

THE ROLE OF ISLAMIC CLERICS IN ACTION FIGHTING IN MEDAN

(Case study: action Fighting Islam in Medan city Over Religious Sacrilege By Ahok).

Details of the contents of the thesis: 78 pages, 23 books, 2 charts, 12 internet sites, 3 interview, 1 others.

ABSTRACT

This study deals with the role of Islamic Clerics in action fighting in Medan city related to cases of religious sacrilege by Ahok. The purpose of this study is to describe the roles of Islamic Scholars in action fighting in the city of Medan as well as consolidation of the national movement of the guard the MUI and consolidation in carrying out action martial Islam in the city of Medan. In data collection, the author uses the method of interview and the study of the literature. The methods used in this research is qualitative data analysis techniques are descriptive.

The results obtained from this research is that Scholars have a very big role in action fighting Islam in Medan city associated with cases of religious sacrilege by Ahok. This is apparent from the interviewees stated that the Cleric serves as a central force in the implementation of the Islamic defense action. In addition, the scholars have an important role in the trial and a guiding people in order not to perform acts that are contrary to Islamic jurisprudence in carrying out action martial Islam. In addition, the existence of a consolidation of the parties implementing action bela Islam in the city of Medan. Such as the existence of a consolidated National Guard Movement the MUI (MUI GNPF), a movement that is national with Anti-Islamic Penista Movement (GAPAI), a company based in the city of Medan, and GAPAI is an extension of the hand movements of the GNPF MUI itself. In addition there are also consolidated with the participants of the action GAPAI bela Islam in Medan city in rally and set the action passes in defense of Islam.

Key Words: The Role Of The Ulama, Action Martial Islam, Religious Sacrilege

(8)

Karya ini dipersembahkan untuk Ayah dan Mamak Tercinta Beserta Keluarga Besar

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Pemberi Kemudahan yang telah memberikan Rahmad dan Hidayah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Peran Ulama dalam Aksi Bela Islam di Kota Medan dalam Aksi Bela Islam (Studi Kasus: Aksi Bela Islam di Kota Medan Atas Penistaan Agama Oleh Ahok) disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M. Si selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Warjio Ph. D selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

3. Bapak Heri Dr. Heri Kusmanto, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan, pemikiran dan meluangkan waktunya selama proses penulisan skripsi.

4. Seluruh Dosen dan Staf admnistrasi Departemen Ilmu politik FISIP USU.

5. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga peneliti dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Politik fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh teman-teman yang selama ini memberikan motivasi khususnya teman-teman di Departemen ilmu Politik 2013 Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh teman-teman yang berkontribusi dalam urusan penyelesaian Skripsi.

Peneliti menyadari begitu banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik dari segi isi dan bahasa. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun peneliti harapkan demi

(10)

Akhir kata peneliti ucapkan terima ksih atas semua bantuan yang diberikan, semoga mendapat limpahan anugerah dari Allah.

Peneliti Medan, April 2017

Ade Ramlan Rambe

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Batasan Masalah ... 14

1.4 Tujuan Penelitian ... 14

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

1.6 Kerangka Teori ... 15

1.6.1 Teori Politik Islam ... 15

1.6.2 Teori Gerakan Sosial ... 18

1.6.3 Teori Elit ... 22

1.7 Metode Penelitian ... 26

1.7.1 Jenis Penelitian ... 27

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ... 28

1.7.3 Teknik Analisa Data ... 29

1.8 Sistematika Penulisan ... 29

BAB II SEJARAH PERAN ULAMA DI INDONESIA DAN SEJARAH ULAMA KOTA MEDAN SERTA TINJAUAN UMUM MENGENAI AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN ATAS PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK 2.1 Sejarah Peran Ulama di Indonesia ... 31

2.1.1 Peran Ulama Pada Masa Kolonial ... 31

2.1.2 Peran Ulama Dalam Merebut Kemerdekaan ... 35

2.1.3 Peran Ulama Pada Masa Orde Lama ... 38

(12)

2.2 Sejarah Ulama Kota Medan Serta Tinjauan Umum Aksi Bela Islam di Kota

Medan ... 45

BAB III ANALISIS PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN ATAS PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK DAN POLA KONSOLIDASI AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN 3.1 Peran Ulama dalam Aksi Bela Islam ... 49

3.1.1 Ulama Sebagai Sentral dan Kekuatan ... 53

3.1.2 Ulama Sebagai Pengayom dan Penuntun Umat ... 61

3.2 Pola Konsolidasi dalam Aksi Bela Islam di Kota Medan ... 67

3.2.1 Konsolidasi GNPF MUI dengan GAPAI ... 68

3.2.2 Konsolidasi GAPAI dengan Peserta Aksi Bela Islam di Kota Medan .. 74

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 76

4.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah satu ideologi. Islam bukan semata-mata satu agama dalam arti hubungan manusia dengan Tuhan. Islam mengandung dua unsur. Unsur hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, dan unsur hubungan manusia dengan sesama makhluk.1 Islam merupakan agama yang mengatur umat manusia dari segala aspek kehidupan (kompleks). Mulai dari kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik. Dalam menjalani aspek kehidupan tersebut umat Islam merujuk dari Al- Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an dan Hadist merupakan pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dalam mempelajari dan mengkaji Al- Qur’an dan Hadist, maka dibutuhkanya guru-guru yang memiliki pengetahuan yang luas. Namun, guru-guru tersebut tidak akan terlepas dari adanya ajaran- ajaran ataupun arahan dari para Ulama.

Namun dalam berbagai kasus, yang dapat dikatakan sebagai Ulama masih banyak diperbincangkan. Banyaknya pandangan-pandangan dan pendapat- pendapat yang terjadi dikalangan akademisi, masyarakat dan lain sebagainya, membuat kebingungan di dalam masyarakat itu sendiri. Pandangan terhadap pengertian Ulama banyak terjadi perbedaan dan diskusi alot dalam

1 Mohammad Natsir.Islam Sebagai Dasar Negara.Bandung: Sega Arsi, hal. 88

(14)

mendeskripsikan sosok yang disebut Ulama. Ada yang berpendapat, Ulama adalah orang yang menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu agama saja.

Ada juga yang berpandangan bahwa Ulama termasuk juga mereka yang menguasai Iptek. Ada yang berpandangan bahwa Ulama harus menguasai kedu- dua bidang itu.2

Ulama merupakan pewaris Nabi yang menjadi penegak, penerus ajaran- ajaran Rosulullah serta menjadi panutan bagi umat Islam. Ulama juga merupakan pemimpin agama yang dikenal masyarakat luas akan kesungguhan dan kesabarannya dalam menegakkan kebenaran, sebagaimana firman Allah. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa Ulama merupakan pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk bagi umat. “Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin- pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar.

Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. (Q.S. As-Sajdah [32]:24). 3

Ulama pewaris para nabi ialah mereka yang mewarisi ilmu yang bermanfaat dan amal saleh yang diwariskan oleh para nabi. Mereka juga mewarisi semangat untuk berdakwah dan beramar makruf nahi munkar, berjihad di jalan Allah, dan berani menanggung risiko yang harus dihadapinya demi menggapai ridha Allah. Seperti inilah amalan yang dahulu diwariskan oleh para nabi.4

Tugas-tugas dan kewajiban Ulama sebagai penerus Rosulullah seperti membina dan membimbing umat dari kesesatan serta pemberi petunujuk ke jalan

2 Basyaruddin.2011.Peta Dakwah Kota Medan.Medan: Perdana Publishing, hal. 39

3 (Q.S. As-Sajdah. [32]:[24].

4 Abu Hafs Sufyan Al-Jazairy.Penerjemah: Muhammad Saefuddin.2011.Potret Ulama Antara yang Konsisten dan Penjilat.Solo: Jazera, hal. 35

(15)

yang benar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan juga menuntun umat kedalam kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat serta menyelamatkan manusia dari kebodohan dan kenistaan. Sehingga Ulama merupakan manusia yang memiliki ilmu pengetahuan atas izin Allah dengan diberikannya amanah sebagai penerus Nabi Muhammad dalam mengurus segala aspek kehidupan umat manusia terkhususnya umat Islam.

Hadis membagi Ulama ke dalam dua kategori-‘ulama-iakharat dan

‘ulama-i-iduniya. Dasar daripada pembagian ini adalah perbedaan sikap mereka terhadap masalah keduniawian. Ulama-i-akharat hidup bersahaja dalam pengabdiannya yang saleh terhadap ilmu agama dan menjauhkan diri dari mengejar hal kebendaan dan politik. Mereka lebih suka melewatkan hari demi hari dalam kemiskinan daripada bergaul dengan raja dan orang kaya. Keseluruhan hidup mereka adalah bentuk menyebarkan pengetahuan dan berjuang untuk mempertinggi moral masyarakat.5

Ulama-i-duniya, sebaliknya mereka bersifat duniawi dalam pandangan hidup mereka. Mereka menginginkan kekayaan dan kehormatan duniawi dan tidak segan-segan untuk mengkhianati hati nurani mereka asalkan tujuan mereka tercapai. Mereka bergaul bebas dengan raja-raja dan pegawai-pegawai pemerintah, serta memberikan sokongan moral terhadap tindakan mereka yang baik ataupun buruk.6

5 Sartono Kartodirdjo.1981.Elite Dalam Perspektif Sejarah.Jakarta: P.T. Djaya Pirusa, hal. 130

6Ibid.,

(16)

Dalam penelitian Mohammad Iskandar dinyatakan bahwa kyai disebut juga sebagai Ulama. Alasannya ini dikarenakan kyai memiliki keunggulan seperti Ulama dibandingkan dengan ahli agama lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecepatannya menanggapi permasalahan keagamaan yang muncul di kalangan masyarakat. Ia dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan cepat beserta penjelasan yang baik disertai dalil- dalilnya (baik berdasarkan Qur’an, Sunnah Rasulullah, maupun pendapat para sahabat atau para ulama terdahulu). Ia dapat mengaktualisasikan nila-nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Qur’an dan Sunnah ke dalam realita sosial- politik yang berkembang di kalangan masyarakat. 7

Ulama memiliki peran yang sangat penting dan berpengaruh dalam dunia keislaman. Ulama menjadi suatu acuan dan memiliki pandangan tersendiri dalam menanggapi suatu persoalan ataupun masalah yang terjadi dalam kehidupan. Baik dalam kehidupan yang sempit sampai ke dalam kehidupan yang luas. Termasuk dalam pandangan-pandangan dalam kehidupan sosial dan permasalahan perpolitikan dalam suatu kenegaraan, dan tidak terlepas juga dengan mengurus persoalan yang terjadi dalam berbangsa dan bernegara.

Di beberapa negara Islam di dunia, Ulama dijadikan sebagai acuan yang mendasar dari segala aspek kehidupan. Bahkan Ulama dijadikan sebagai tokoh utama dalam mengambil suatu keputusan negara. Hal ini membuktikan bahwa

7 Lihat Muhammad Iskandar dkk.2000. Peranan Elit Agama Pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Jakarta: CV. Putra Prima, hlm. 13

(17)

Ulama merupakan aktor penting di suatu negara. Bahkan lebih penting dari pemimpin pemerintahannya sendiri.

Di Indonesia, Ulama juga memiliki peran penting. Hal ini dapat dilihat dari adanya keterlibatan Ulama dalam perlawanan dan pemberontakan Barat pada masa kolonial, seperti Imam Bonjol dan Dipenogoro. Begitu juga dengan peran Ulama dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperjuangkan oleh para Ulama yaitu salah satunya dengan mendesak Soekarno untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Peran Ulama juga dapat dilihat pada masa pemerintahan orde lama, orde baru, dan awal reformasi hingga pada saat ini.

Ulama memiliki peran dan pengaruh yang sangat kuat terhadap umat Islam, baik bagi kalangan masyarakat umum dan terlebih lagi bagi santri-santi (murid-murid) yang berada dalam pesantren. Dalam kalangan masyarakat dan pesantren sangat menghormati Ulama ataupun kyai. Seperti yang dikatakan Dhofie, faktor utama yang menyebabkan kyai demikian dihormati adalah karena kyai adalah guru. Dan melupakan aib guru dianggap merupakan aib besar.

Disamping itu akan menghilangkan barakah dan karamah guru.8

Indonesia merupakan negara dengan jumlah umat Islam terbanyak di dunia. Islam merupakan agama yang mendominasi jumlah dari kependudukannya di Indonesia, yaitu mencapai 85 %. Dengan jumlah umat Islam yang terbilang besar, memungkinkan akan adanya kekuatan tersendiri dalam kalangan umat

8 Ibid.,

(18)

Islam. Mulai dalam menyikapi persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menunjukkan kerukunan beragama dengan agama-agama lain di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan adanya peran ulama sebagai kekuatan dan pengaruh yang besar dalam menstabilkan kerukunan dan persaudaraan dalam satu kesatuan berangsa dan negara.

Keutamaan dan peran Ulama yang begitu besar di Indonesia bisa dilihat dari adanya pembentukan lembaga Keislaman yang diisi oleh para Ulama Indonesia dan cendikiawan muslim. Dimana lembaga tersebut dijadikan sebagai acuan dan kiblat dalam merumuskan dan menentukan suatu persoalan yang terjadi, baik yang terkait dengan urusan agama, politik, dan segala aspek persoalan yang terjadi dan terkait dengan Indonesia. Lembaga tersebut dikenal dengan nama MUI. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dibentuk pada tahun 1975.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) merupakan salah satu LSM yang mewadahi para Ulama dan cendekiawan dari berbagai ormas Islam yang bertugas untuk membimbing, membina, mengayomi umat Islam di seluruh Indonesia.9

Sifat tugas MUI adalah memberikan nasihat, karena MUI tidak diperbolehkan melakukan program praktis. Dalam anggaran dasar MUI dapat dilihat bahwa majelis diharapkan melaksanakan tugasnya dalam pemberian fatwa- fatwa dan nasihat, baik kepada pemerintah maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan denga keagamaan khususnya dan semua masalah yang dihadapi bangsa umumnya. MUI juga diharapkan

9 Tohir Bawazir. 2015. Jalan Tengah Demokrasi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, hal. 260.

(19)

menggalakkan persatuan di kalangan umat Islam, bertindak selaku penengah antara pemerintah dan kaum Ulama, dan mewakili kaum muslimin dalam permusyawarahan antargolongan agama. Menurut kata-kata ketua umum MUI ketiga, Hasan Basri, MUI bertugas “selaku penjaga agar jangan ada undang- undang di negeri ini yang bertentangan dengan ajaran Islam”.10

MUI yang memiliki tugas selain sebagai pengayom umat Islam, juga memiliki tugas sebagai katalisator antara ulama dan Umara (penguasa). Bahkan mengingat begitu banyaknya persoalan umat Islam yang selalu muncul, keberadaan MUI melalui fatwa-fatwanya menjadi pegangan umat. 11 Dalam perumusan ulama (fatwa) tersebut akan dijadikan referensi bagi umat Islam di Indonesia dalam menyikapi persoalan ataupun kejadian sesuai dengan fenomena yang terjadi. Sikap ini didasari dari kepatuhan dan ketaatan masyarakat Islam terhadap Ulama. Sehingga hal ini menjadi kekuatan yang sangat luas dalam pengimplementasian dalam kehidupan.

Adanya Fatwa yang dikeluarkan Ulama akan dijadikan suatu pedoman hidup yang terikat dengan sendirinya dalam diri seseorang dalam menjalani kehidupan. Sehingga akan menimbulkan aktivitas-aktivitas tersendiri yang sesuai dengan azas-azas Islam berdasarkan fatwa tersebut. Namun, hal tersebut tidak jauh dari adanya kepentingan-kepentingan tersendiri bagi Islam, seperti adanya hubungannya dengan politik Islam. Politik Islam yang dimaksud adalah aktivitas politik yang dilakukan oleh umat Islam yang menjadikan ajaran Islam sebagai

10 “Mohammad Atho Mudzhar.1993.Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia.Jakarta: INIS, hal. 63

11 Ibid.

(20)

acuan nilai dan dasar dari solidaritas atau persatuan kelompok. Selain itu, juga Politik Islam merupakan hasil penghadapan Islam dengan kekuasaan dan negara yang melahirkan sikap dan prilaku politik (political behavior), serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.12

Ulama dan umat mempunyai hubungan bathiniyah yang sangat erat dalam masyarakat. Interaksi dan korelasi antara Ulama dan umat dihubungkan oleh cahaya da’wah Islamiyah yang dipancarkannya. Da’wah mempertautkan Ulama dan umat. Da’wah sebagai kewajiban dan tugas utama bagi Ulama. Umat sebagai penerima da’wah yang merupakan kebutuhan ruhaniah yang berfungsi untuk membersihkan dan meneguhkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dengan demikian antara Ulama dan umat dapat dipandang sebagai bentuk hubungan fungsional yang dipertautkan oleh kekuatan cahaya da’wah yang merupakan kewajiban Ulama dan kebutuhan ruhaniah manusia. Itulah sebabnya, Ulama dapat melakukan perubahan sikap umat dan peradaban manusia.13

Keterlibatan para Alim-Ulama dalam masalah politik, sebenarnya hampir sama tuanya dengan sejarah perkembangan Islam. Hal ini tiada lain karena pada dasarnya ajaran Islam tidak hanya mengajarkan tata cara beribadah yang baik untuk bekal kehidupan di akhirat saja, melainkan juga untuk kehidupan di dunia.

Dalam ajaran Islam melainkan juga untuk kehidupan di dunia. Dalam ajaran Islam banyak terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan masalah bermasyarakat dan bernegara. Dalam sejarah lokal sampai dengan sejarah

12 Dr. H. Abuddin Nata, M.A. 2002. Problematika Politik Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, hal. 22.

13 Peta Dakwah Kota Medan. Loc Cit., hal. 45

(21)

Internasional yang mengkaji tentang Islam, sudah banyak yang mengungkapkan keterlibatan para Alim-Ulama dengan masalah politik.14

Sehingga apabila adanya upaya-upaya yang dilakukan yang memungkinkan akan dapat merusak nilai-nilai keislaman serta pendeskriminasian atau penistaan terhadap Islam dan Ulama. Maka para Ulama akan melakukan pengkajian dan perumusan dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

Perusak-perusak terhadap nilai-nilai keislaman bukan hanya berasal dari luar dari kalangan non-muslim tetapi juga berasal dari dalam kalangan muslim itu sendiri.

Sehingga membutuhkan kajian-kajian yang sangat mendalam di MUI.

Dalam kekuatan politik Islam di Indonesia tidak jauh dari adanya pergerakan-pergerakan yang beratas namakan keislaman. Hal tersebut tidak lain dengan didasari adanya orientasi dari gerakan kultural. Hal ini juga membuktikan bahwa hubungan agama dan negara merupakan corak politik, yaitu repolitisasi Islam. Repolitisasi Islam merupakan konsekuensi lohis dari dinamika politik nasional Indonesia itu sendiri.15 Sehingga, agama yang merupakan sebuah keyakinan dalam diri tidak terlepas dari adanya politik yang bersinggungan dengan kehidupan beragama, termasuk dalam agama Islam.

Untuk pencapaian kekuatan yang besar tersebut, maka dibutuhkannya keselarasan yang memadai dalam menjalankan kekuatan-kekuatan tersebut agar tidak menyimpang dari nilai-nilai dan ajaran-ajaran agama Islam. Karena pada

14 Peranan Elit Agama Pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Op Cit., hal. 36

15 Ibid, hal.24.

(22)

dasarnya politik Islam merupakan politik untuk menjadikan negara sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma agama Islam itu sendiri.

Salah satu contoh kasus yang terkait dengan adanya peran Ulama di Indoensia adalah contoh kasus penistaan agama oleh Ahok. Dengan kasus penistaan agama tersebut membuat umat Islam marah. Sehingga dibutuhkannya peran Ulama untuk dapat meredam amarah umat Islam dengan cara melakukan musyawarah di MUI. Dengan menjaga agar tidak adanya tindakan-tindakan yang tidak mendasar dan main hakim sendiri. Sehingga Umat Islam memberikan kepercayaan dan kewenangan sepenuhnya kepada Ulama untuk mengkaji, mempelajari serta menyeru, dan menyikapi fenomena tersebut. Sehingga terumuskannya fatwa yang menjadi dasar dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Kasus ini tidak lepas dari permasalahan yang berasal adanya benturan peradaban antara Barat yang dikenal dari kalangan diluar Islam dengan Islam.

Seperti yang disampaiakan sebelumnya oleh Tesis Huntington (2005) mengenai benturan peradaban Barat dengan Islam dalam di masa depan politik dunia memberikan suatu gambaran bahwa Islam politik akan banyak mengalami persoalan.16

Namun dalam permasalahan penistaan agama oleh Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, membuktikan adanya benturan-benturan ataupun gesekan-gesekan yang dapat mengakibatkan konflik agama. Dalam hal ini permasalahan ini tidak jauh dari adanya kekuatan politik Islam yang dimobilisasi oleh beberapa ulama di

16 Warjio, Ph. D. 2015. Politik Belah Bambu Jokowi. Medan: Puspantara, hal. 141.

(23)

Indonesia dengan landasan-landasan yang sesuai dengan syariat dan ajaran-ajaran Islam. Pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh umat Islam membuktikan bahwa Ulama memiliki kekuatan yang besar. Bisa dilihat dari peran Ulama dalam menyerukan dan memobilisasi yang begitu banyak dalam setiap aksi bela Islam atas penistaan agama oleh Ahok beberapa waktu.

Penistaan Agama dengan menghina Al-Qur’an dan Ulama yang dilakukan oleh Ahok menjadi sebuah pukulan hati yang mendalam bagi umat Islam.

Penistaan diawali pada saat Ahok datang ke Pulau Seribu dalam agenda kunjungan program pemberdayaan budi daya kerapu. Sebagaimana yang dilansir dari salah satu pemberitaan di internet. 27 September 2016: Pidato Ahok saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang lalu dianggap menghina agama. Ahok datang untuk meninjau program pemberdayaan budi daya kerapu. Menurutnya, program itu akan tetap dilanjutkan meski dia nanti tak terpilih lagi menjadi gubernur di pilgub Februari 2017, sehingga warga tak harus memilihnya hanya semata-mata hanya ingin program itu terus dilanjutkan.

"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu," katanya. "Program ini (pemberian modal bagi budi daya kerapu) jalan saja. Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa nggak enak karena nuraninya nggak bisa pilih Ahok," tambahnya.17

17 “Pidato di Kepulauan Seribu dan Hingga Hari-Hari Hingga Ahok Tersangka”. diakses melalui:

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-37996601 pada tanggal 12 januari 2017 Pukul 20:46 WIB.

(24)

Aksi bela Islam sudah terjadi dalam tiga gelombang. Pertama Aksi Bela Islam I pada tanggal 14 Oktober 2016, kedua Aksi Bela Islam II pada tanggal 4 November 2016 dan Aksi Bela Islam III pada tanggal 2 Desember 2016. Aksi- aksi tersebut merupakan aksi massa yang termobilisasi dengan adanya peran Ulama. Hal tersebut dikarenakan adanya kepatuhannya umat Islam kepada Ulama-Ulama Indoensia.

Aksi Bela Islam terkait penistaan agama oleh Ahok sudah beberapa kali dilakukan di Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia dengan tuntutan dan harapan yang sama yaitu menuntut agar Ahok diproses berdasarkan hukum yang ada. Aksi Bela Islam yang terjadi di berbagai daerah yang ada di Indoensia merupakan suatu gerakan yang dibentuk untuk mengawal fawa MUI, dan hal tersebut tidak memungkinkan adanya peran penting Ulama. Jumlah massa aksi bela Islam tersebut merupakan jumlah massa aksi terbesar yang pernah ada di Indonesia bahkan di dunia. Sehingga menjadi catatan baru bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Aksi Bela Islam dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta yang merupakan daerah yang menjadi pusat dari aksi bela Islam. Aksi bela Islam yang terjadi di berbagai daerah merupakan adanya peran Ulama dengan merangkul atau memberi motivasi massa yang berada di daerah-daerah yang melakukan aksi bela Islam. Peranan-peranan elit yang dimaksud adalah peranan- peranan ulama yang memiliki kekuatan tersendiri dalam memobilisasi dan mempengaruhi massa di daerahnya.

(25)

Salah satu daerah yang melakukan aksi massa dalam setiap aksi bela Islam adalah kota Medan. Dalam beberapa kali umat Islam di kota Medan melakukan aksi bela Islam yang berpusat di Mesjid Agung. Dari berbagai ormas Islam dan elemen-elemen masyarakat Islam menjadi peserta dalam aksi bela Islam tersebut.

Aksi bela Islam di kota Medan merupakan aksi massa dengan jumlah massa yang begitu banyak.

Aksi bela Islam di kota Medan menggambarkan salah satu fenomena baru bagi Indoensia. Apakah dikarenakan adanya peran Ulama kota Medan sebagai kekuatan dalam merealisasikan pergerakan aksi tersebut, atau malah tidak adanya campur tangan oleh sosok Ulama. Tetapi yang jadi persoalan adalah orang yang seperti apa yang dikategorikan sebagai Ulama yang berdomisili di kota Medan.

Tetapi yang jelas bahwa semaraknya pergerakan aksi bela Islam di kota Medan tidak luput karena adanya peran Ulama yang kedudukannya berada di Jakarta atau dapat dikatakan dalam ruang lingkup Ulama yang berbasis nasional. Bahkan bisa dikatakan bahwa Ulama Kota Medan tidak memiliki peranan penting dalam pergerakan aksi bela Islam di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas membuktikan bahwa Ulama memiliki peran dan kekuatan dalam memobilisasi massa dalam aksi bela Islam terkait kasus penodaan agama oleh Ahok. Dalam penyelesaian tugas ini dibutuhkannya suatu penelitian yang lebih efektif dan efisien guna mempermudah

(26)

dalam memahami dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti dalam hal ini ingin mengkaji Bagaimana “PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN (Aksi Bela Islam di Kota Medan atas Penodaan Agama oleh Ahok)”

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini tidak terlalu meluas, maka penulis membuat suatu pembahasan yang fokus dan berharap menjadi hasil penelitian yang lebih sistematis dan mendasar.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu antara alain:

1. Peran Ulama dalam aksi bela Islam di Kota Medan atas penistaan agama oleh Ahok.

2. Pola Konsolidasi GNPF MUI kota medan dalam aksi bela Islam atas penistaan agama Oleh Ahok.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimana Peran Ulama dalam aksi bela Islam di Kota Medan atas penistaan agama oleh Ahok.

2. Untuk mengetahui bagaimana Pola Konsolidasi GNPF MUI kota medan dalam aksi bela Islam atas penistaan agama Oleh Ahok.

(27)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah antara lain :

1. Secara teoritis, dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman analisis, diantaranya yaitu sebagai penalaran, pemahaman, pengamalan ilmu pengetahuan.

2. Secara akademisi, penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu referensi dalam mengembangkan daya berfikir dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, terkhususnya bagi mahasiswa Ilmu Politik.

3. Bagi penulis, membantu penulis dalam mengasah kemampuan dalam menganalisi, dan menulis tulisan karya ilmiah, terkhususnya dalam bidang ilmu politik.

1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Teori Politik Islam

Politik Islam merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membuat suatu hal yang berkaitan dengan politik sesuai dengan syariat Islam. Dalam menjalankan kenegaraan, berbangsa, dan kehidupan sosial lainnya harus sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran- ajaran atau syariat Islam itu sendiri. Dalam pandangan Dr. Schacht ”Islam lebih dari sekedar agama: ia juga mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan

(28)

politik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan system peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan.18

Islam sebagai agama menuntun manusia ke jalan yang benar baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat bahkan negara. Islam bukan sekedar ajaran ritualitas melainkan juga memberi petunjuk yang fundamental tentang bagaimana hubungan manusia dengan masyarakat bahkan dengan negara.

Sehubungan dengan itu, di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Pertama, berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.19

Kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam

18 DR.M. Dhiauddin Rais. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insane Press, hal. 6.

19 Munawir Sadzali.1993.”Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan pemikiran”. Jakarta: UI Press, hal. 2

(29)

Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.20

Dalam Islam, kata politik sinonim dengan kata siyasah,-berasal dari Bahasa Arab, “sasa”,”yasusu”dan siyasatan. Siyasah berarti seni memerintah (Thaib,2006:5). Siyasah berarti pemerintahan dan politik atau membuat kebijaksanaan. Siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri serta kemasyarakatan yakni mengatur kehidupan- kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqomah. Dalam memahami pengertian seperti ini Sayuti Pulungan (1995:25) menegaskan bahwa siyasah adalah pengurusan kepentingan-kepentingan umat manusia sesuai dengan syara’ demi terciptanya kemaslahatan.21

Politik Islam di Indonesia dihadapkan pada beberapa pilihan strategi yang memiliki konsekuensi dalam dirinya. Pertama, strategi akomodatif-justifikasi terhadap kekuasaan negara yang sering tidak mencerminkan idealitas Islam, dengan konsekuensi menerima penghujatan dari kalangan garis keras umat Islam.

Kedua, strategi isolatif-oposisional, yaitu menolak dan memisahkan diri dari kekuasaan negara untuk membangun kekuatan sendiri. Ini memiliki konsekuensi kehilangan faktor pendukung, yaitu kekuatan negara itu sendiri yang kemudian dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain. Ketiga, strategi integratis-kritis, yaitu mengintegrasikan diri ke dalam kekuasaan negara, namun tetap kritis terhadap

20 Ibid., hal. 9-10

21 Lihat Warjio, Ph.D. 2013. Politik Pembangunan Islam. Medan: Perdana Publishing, pada lembaran halaman. Xiv.

(30)

penyelewengan kekuasaan dalam suatu perjuangan dari dalam (struggle from within).22

Oleh karena itu, dalam menjalankan kehidupan bernegara di negara demokrasi dengan kemungkinan besar akan banyaknya masalah yang terjadi.

Maka dalam mengatasi masalah tersebut. Di Indonesia dibentuknya suatu Mejelis Permusyawaratan Ulama sebagai lembaga yang mewadahi umat Islam dalam membimbing , mengayomi, dan membina kaum Muslimin di Indonesia. Maka dari itu, umat Islam yang mayoritas di Indonesia dalam menjalankan kehidupan bernegara berpatokan terhadap Ulama-Ulama dengan memegang berpegang dengan Fatwa MUI.

1.6.2 Teori Gerakan Sosial

Gerakan Sosial adalah suatu perubahan sosial dari suatu keadaan yang kurang baik atau tidak baik menuju suatu keadaan yang lebih. Dalam pergerakan ini dibutuhkannya suatu tujuan yang pasti dan memungkinkan akan kehidupan yang sangat baik. Selain itu juga dalam pergerakan adanya suatu mobilisasi yang sifatnya mengkontrol atau mengkoordinir suatu massa dalam menjalani pergerakan tersebut.

Gerakan sosial diantaranya bertujuan mempengaruhi kebijakan penguasa agar mengubah atau mengadakan seperangkat instrumen kehidupan yang diyakini akan dapat meningkatkan kualitas dari dari suatu level tertentu menjadi yang lebih

22 Dr. H. Abuddin Nata, M. A. Lop.Cit., hal. 25.

(31)

baik lagi. Pada kasus dimana, kekuasaan politik pemerintah tidak menghendaki ide perubahan yang ditawarkan oleh para aktor gerakan, maka kekuasaan politik tersebut juga akan membentuk jaringan sebagai counter movement.23

Mengenai struktur mobilisasi, McCarthy mengungkapkan bahwa struktur mobilisasi adalah sejumlah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif, termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial. Struktur organisasi juga memasukkan serangkaian posisi-posisi sosial dalam kehidupan sehai-hari dalam struktur mobilisasi micro.24 Gerakan sosial dalam penelitian ini meliputi gerakan protes oleh sekumpulan umat Islam. Yang mana gerakan protes adalah gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang sejumlah kondisi sosial yang ada. Gerakan protes ini sering dilakukan dikarenakan suatu adanya hal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kelompok yang menentang.

Gerakan sosial dapat diartikan sebagai “sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektof yang kuat melebihi bentuk- bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama. (M. Diani dan I.Bison, 2004 dan Triwibowo, 2006: )25

Gerakan sosial merupakan pergerakan dalam melakukan perubahan dengan adanya suatu hal yang mengakibatkan terjadi gerakan sosial tersebut.

23 Asep Nurjaman Dkk.2006.Kebijakan Elitis Politik Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 20

24 Abdul Wahab Situmorang. 2001. Gerakan Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal. 7

25 P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogayakarta: Graha Imu, hal. 202.

(32)

Dalam fungsionalisme struktur adanya teori tekanan struktur. Teori Tekanan Struktur, yang menadang penyebab utama munculnya gerakan sosial, adalah terganggunya keseimbangan dari sitem sosial. disini ada kolerasi antara nilai-nilai yang dianut dengan praktek masyarakat aktual, tertutupnya fungsi institusional, elemen disfungsional yang mengganggu kelangsungan sistem sosial dan dapat mengganggu keseimbangan sosial, memicu ketegangan struktural dan selanjutnya memicu gerakan sosial.26

Tipologi Gerakan Sosial menurut Horton dan Hunt dibedakan menjadi enam, yaitu27 :

1. Gerakan Perpindahan (migratory movement)

yaitu arus perpindahan ke suatu tempat yang baru. Indvidu-individu dalam jenis gerakan ini umumnya tidak puas dengan keadaan sekarang dan bermigrasi dengan harapan memperoleh masa depan lebih baik.

2. Gerakan Ekspresif (expresive movement)

yaitu gerakan yang merupakan ekspresi, sikap atau reaksi terhadap kenyataan dan bukan merubah kenyataan itu sendiri.

3. Gerakan Utopia (utopian movement)

yaitu gerakan yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat sejahtera dalam skala terbatas.

4. Gerakan Reformasi (reform movement)

26 Ibid, hal. 205.

27 Abdul Wahab.2007.Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan.Yogyakarta: Pustaka Belajar, Hal.

133

(33)

yaitu gerakan yang berupaya memperbaiki beberapa kepincangan atau aspek tertentu dalam masyarakat tanpa memperbarui secara keseluruhan.

5. Gerakan Revolusioner (revolutionary movement)

yaitu gerakana sosial yang melibatkan masyarakat secara tepat dan drastis dengan tujuan mengganti sistem yang ada dengan sistem baru.

6. Gerakan Perlawanan (resistance movement)

yaitu gerakan yang bertujuan untuk melawan atau menghambat perubahan sosial tertentu. Contohnya gerakan anti (pornogradi, narkoba, seks bebas) atau gerakan pemurnian (kembali kepada ajaran agama, tradisi moralitas).

Dalam studi Henselin dikemukakan terdapat beberapa tahapan dari gerakan sosial28 :

1. Tahap Kerusuhan dan Agiatif

Bermula dari sekelompok orang yang merasa terganggu oleh kondisi tertentu dan hendak mengubahnya.

2. Tahapan Mobilisasi Sumber Daya

Tahapan pertama gerakan biasa dilalui jika memobilisasi sumber daya seperti waktu, dana, keterampilan orang, dan untuk mendapatkan perhatian media massa.

3. Tahapan Pengorganisasian

28Damsar.2010.Pengantar Sosiologi Politik Edisi Revisi.Jakarta: Kencana Perdana, Hal. 136-137

(34)

Tahapn ini ditandai dengan adanya pembagian kerja. Pemimpin memutuskan suatu kebijakan, sedangkan perangkat struktur yang ada melaksanakan tugas sehari-hari yang berlaku agar tetap terjalan.

4. Tahapan Institualisasi

Pada tahap ini gerakan telah mengembangkan suatu birokrasi. Kontrol berada ditangan pejabat karir, yang mungkin lebih mementingkan kepentingan atau posisi mereka sendiri ketimbang pencapaian tujuan pergerakan itu sendiri.

5. Tahap Kemunduran dan Kemungkinan Kebangkitan Kembali

Manajemen kegiatan sehari-hari mendominasi kepemimpinan. Juga ditandai dengan perubahan sentimen politik, tidak ada lagi kelompok orang yang mempunyai komitmen kuat dan berbagai tujuan bersama.

Jadi pergerakan sosial terjadi dikarenakan adanya suatu permasalahan yang terjadi. Dalam pergerakan adanya suatu mobilisasi massa dalam berjalannya pergerakan sesuai dengan maksud dan tujuan dari pergerakan tersebut. Dalam konteks perubahan dibutuhkannya solidaritas yang sangat kuat yang melekat dalam jiwa-jiwa yang merangkai dari pergerakan tersebut.

1.6.3 Teori Elit

Eit merupakan orang yang memiliki suatu pengaruh besar dalam suatu kelompok. Dan dapat dipastikan bahwa dalam setiap kelompok memiliki elit. Jadi kelompok dan elit tidak bisa terpisahkan, karena elit tersebutlah yang akan

(35)

membawa kelompok tersebut kedalam suatu tujuan dan maksud terbentuknya kelompok tersebut.

Elit memiliki cakupan yang sangat luas, dimana elit menunujukkan suatu kelompok yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan, politik, ekonomi dan agama. orang Indonesia sejak tahun 1900 mengakui adanya dua tingkatan di dalam masyarakat, yaitu rakyat jelata dan priyayi. Administrasi, pegawai pemerintah dan orang-orang Indonesia yang berpendidikan dianggap sebagai elit dan priyayi. Jadi orang yang disebut elit adalah orang yang mempunyai stratifikasi di atas rakyat jelata dan mempunyai kedudukan memimpin, memberi pengaruh, menuntun dan mengatur masyarakat.29

Terkait dengan elit yang memiliki otoritas dan kekuasaan, maka elit memiliki dua tipe, yaitu elit yang memerintah secara formal dan elit yang tidak memerintah secara formal.30 Elit yang memerintah secara formal terdapat dalam pemerintahan, dimana dia dapat menguasai, memerintah dan mempengaruhi berjalannya pemerintahan. Kalau elit yang memerintah secara non-formal terdapat dalam suatu kelompok atau golongan. Seperti yang terdapat dalam kelompok agama, sosial, politik dan sebagainya.

Huky membagi elit dalam tiga kategori, yaitu:31 1. Elit karena kekayaan

29 Robert Van Niel,1984.Munculnya Elit Modern Indonesia.Jakarta: Pustaka Jaya, hal. 30

30 Sartono Kartodirjo.1981.Elit Dalam Perspektif Sejarah.Jakarta: LP3ES,hal. 114

31 Partisipasi Politik di Indonesia. Diakses melalui: http://birokrasikomplek.blogspot.com/2011/06/partisipasi- politik-di-indonesia-suatu.htm pada tanggal 02 April 2017 pukul 22.17 WIB

(36)

Kekayaan menjadi suatu sumber kekuasaan. orang-orang kaya tergabung ke dalam kelompok tertentu baik bersifat konkrit maupun abstrak dan mengkontrol masyarakat di sekitarnya, seperti majikan dengan posisi elit dalam mengkontrol bawahannya.

2. Elit karena eksekutif

Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai posisi strategis dalam bidang tertentu. dengan posisi yang strategis ini, elit memperoleh kekuasaan untuk mengkontrol orang lain.

3. Elit komunitas

Orang-orang tertentu dalam suatu kelompok yang dipandang sebagai kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok lain. Dari pendapat yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa elit meliputi semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik (body politic). Dalam masyarakat terdapat dua kategori elit, yaitu elit yang memerintah atau yang berkuasa dan elit yang tidak memerintah atau yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan kekuasaan. elit lokal merupakan orang-perorangan atau aliansi dari orang yang dinilai pintar dan mempunyai pengaruh di dalam masyrakat, misalnya para tokoh masyrakat, pemuka agama, para birokrat dan orang-orang yang mempunyai kemampuan finansial yang relatif lebih tinggi dibanding masyarakat umum.

Dalam kelompok agama memiliki elit-elit yang biasanya disebut dengan elit agama. dalam Islam sendiri elit agama merupakan suatu istilah yang sering digunakan dan dibahas. Mengenai pembahasan agama sering juga singgung

(37)

mengenai Islam tradisional dan Islam Modern, dimana dikeduanya tidak bisa dipungkiri memiliki elit-elit tersendiri dalam menjalankan dan menyebarluaskan pemahamannya kepada masyarakat.

Islam traditional merupakan ajaran Islam yang mengikuti para Ulama yang shaleh dengan mengikuti ajaran-ajaran Islam yang traditional dengan berpegang teguh terhadap salah satu mazhab yang empat. Islam traditional masih menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman yang murni, tidak terpengaruh dari perkembangan zaman. Islam Tradisioanal tidak hanya berpegang kepada Al- Qur’an dan AS-Sunnah saja, tetapi juga kepada hasil pemikiran para Ulama yang memiliki dan dianggap unggul dan kokoh dalam berbagai bidang keilmuan. Ciri- ciri Islam Tradisional antara lain : 32.

1. Eklusif (tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat , pemikiran dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama).

2. Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non ajaran. Dengan ciri demikian, Islam tradisionalis menganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan.

32 Makalah Islam “Islam Tradisional dan Modern”. Diakses melalui:

http://strata2.blogspot.co.id/2016/01/islam-tradisional-dan-modern.html pada tanggal 23 februari 2017 pukul 20:15 WIB

(38)

Islam tradisional memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan dengan Islam modernisasi. Islam modernisasi yang mengikuti ulama-ulama pembaharu dalam arti kata ulama-ulama yang membawa paham baru, contohnya seperti:33 1. Mereka yang mengikuti ajaran Wahabi, yang mendalami ilmu agama mengikuti pola pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahab

2. Mereka yang mengikuti paham Liberalisme, yang mendalami ilmu agama secara bebas mengikuti upaya pemahaman mereka sendiri yang mereka katakan sebagai mengikuti kemajuan zaman.

Modern dapat diartikan dengan suatu sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. 34 Sehingga akan menimbulkan prilaku akan kemodernitasan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Islam modern mengikuti Rosulullah tetapi menelaah kitab dari hasil pemikiran sendiri atau mengikuti para Ulama yang menelaah kitab dengan pemikiran Ulama-Ulama tersebut. Sehingga akan terdapat perbedaan dikarenakan kajian-kajian yang menyesuaikan perjalanan kemodern zaman.

1.7 Metodologi Penelitian

Sesuai dengan uraian yang dipaparkan diatas, peneliti akan menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang

33 “T radis ional dan mod ern”. Diaks es melalui

ht tps :// mut iarazuhud. wordp res s .com/ 2 013/ 01/13 /tradis ional -dan-modern/ p ada t anggal 23 Feb ruari 2017 p ukul 20 :19 WIB

34 Dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online. Diakses melalui: http://kbbi.web.id/modern pada tanggal 23 Februari 2017 pukul 20:26 WIB

(39)

digunakan untuk memecahkan masalah berdasarkan fakta, dan data-data yang ada.

Sehingga penelitian ini memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena melalui fakta-fakta yang akurat. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antara fenomena- fenomena yang disilidiki.35

1.7.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penyelesain penulisan penelitian adalah jenis penelitian Kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.36 Sehingga dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini dengan mudahnya dapat dipahami dan digambarkan secara sistematis dengan fakta-fakta yang akurat dan tepat.

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan prilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic.37

35 Sudarman Danin. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif:Ancangan Metodologi Presentasi dan Publikasi Hasil Pnelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan Humaniora. Bandung : Pustaka Setia, hal. 41.

36 Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 42.

37 Lexy J Moleong. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 27.

(40)

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara studi pustaka dan wawancara dengan berbagai narasumber yang berkaitan dengan pembahasan penelitian.

a. Pengumpulan data primer yaitu, data yang diperoleh dari objek atau lokasi penelitian. Perolehan data primer dalam hal ini dilakukan dengan vcara wawancara. Wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak pencafi informasi dengan sumber yang berlangsung secara lisan.38 Adapun yang menjadi narasumber dalam penelitian ini antara lain:

1. MUI kota Medan 2. GAPAI Kota Medan

3. Peserta Aksi Bela Islam di kota Medan

b. Dengan pengumpulan secara studi pustaka merupakan pengumpulan data yang bersifat sekunder, seperti yang didapat dari buku, jurnal, website, artikel, ataupun sumber-sumber lain. Pengumpulan data dengan cara membaca, menganalisi, dan dikutip dari sumber-sumber data yang ada.

38 Hadari Nawawi.1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.hal.63

(41)

1.7.3. Teknik Analisa Data

Teknik Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif, dimana analisis data ini dikumpulkan pada saat pengumpulan berlangsung dan dalam suatu periode tertentu. Adapun teknik analisis data adalah teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamatai dengan menggunakan metode ilmiah.39

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : SEJARAH PERAN ULAMA DI INDONESIA DAN TINJAUAN MENGENAI AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN ATAS PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK

39 Burhan Bungin. 2009. Penelitian kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.

Jakarta: PT. Kencana, hal. 153.

(42)

Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana sejarah Ulama yang memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Mulai dari masa kolonial hingga sekarang.

BAB III : ANALISIS PERAN ULAMA DALAM AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN ATAS PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK DAN POLA KONSOLIDASI AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan analisis dengan data-data yang didapat sesuai dengan pokok permasalahan yang sesuai.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian beserta dengan saran-saran yang bersifat membangun.

(43)

BAB II

SEJARAH PERAN ULAMA DI INDONESIA DAN SEJARAH ULAMA KOTA MEDAN SERTA TINJAUAN UMUM MENGENAI AKSI BELA ISLAM DI KOTA MEDAN ATAS PENISTAAN AGAMA OLEH AHOK

2.1 SEJARAH PERAN ULAMA DI INDONESIA

2.1.1 Peran Ulama Pada Masa Kolonial

Dari masa kolonial, Ulama memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara termasu1k dalam unsur-unsur pergerakan atas nama kemaslahatan umum. Peran penting Ulama pada masa kolonial terlihat dalam keterlibatan para Alim-Ulama dalam perlawanan atau pemberontakan rakyat melawan kekuatan Barat nampak sejak VOC atau kompeni

mengembangkan kekuasaannya di kepulauan Indonesia.40

Peranan para Ulama di Indoensia bertepatan dengan kedudukannya politik yang tidak mutlak kaum muslimin pada umumnya. Pada masa sebelum penjajahan, pada waktu kejayaan kerajaan-kerajaan Islam, peranan para Ulama tidak dapat diragukan lagi adalah sangat penting, baik dalam soal agama maupun dalam soal politik. Kebanyakan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, seperti Demak,

40 Op Cit., Peran Elit Agama Pada Masa Revolusi Kemerdekaan. Hlm. 36

(44)

Cirebon, dan Banten pada abad keenam belas telah diprakarsai oleh kaum Ulama melalui semacam persaudaraan sufi.41

Selang beberapa waktu, peranan para Ulama lambat laun kembali ke arah yang lebih bersifat politik, dan bahkan meluas hingga ke dunia luar, khususnya setelah terjadinya pendekatan dengan Mekah melalui ibadah haji pada abad kesembilan belas. Gerakan Padri pada abad kesembilan belas (1821-1837) adalah bukti bahwa peranan para Ulama di zaman penjajahan Belanda mulai memperoleh warna politik. Pada permulaan abad kedua puluh para Ulama, sebagaimana diterangkan diatas, sudah terlibat dalam gerakan kebangkitan nasional.42

Para masyarakat yang mengalami tekanan dan penindasan dari kolonial akan mencari perlindungan kepada para tokoh-tokoh yang dipercayai memiliki kekuatan, dengan harapan akan diberikannya semangat dan harapan hidup yang lebih baik di masa-masa yang akan datang. Tokoh-tokoh seperti itu antara lain para elit agama, seperti kyai atau Ulama. Walaupun sebagian yang lain ada yang percaya terhadap dukun-dukun yang mempunyai kekuatan ghaib. Masyarakat yang mencari perlindungan tersebut berawal dari kecenderungan masyarakat yang menginginkan pegangan-pegangan lama, seperti menghidupkan kembali nilai- nilai tradisional.43

Masyarakat yang mendominasi mendatangi para Ulama untuk meminta perlindungan merupakan masyarakat petani. Seperti yang dikatakan Harry J.

Benda dalam buku “peranan elit pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia”

41,loc Cit., hal. 53

42 Ibid.,

43 Ibid.,

(45)

menyebutkan bahwa pemberontakan-pemberontakan petani yang muncul sepanjang abad ke-19 sebagian besar bercirikan Islam. gerakan-gerakan yang bercirikan Islam tidak akan terlepas dari adanya peran Ulama sebagai pemimpin dalam melakukan perlawan-perlawan yang terjadi.

Perlawanan-perlawanan yang bercirikan Islam merupakan perlawanan yang memperjuangkan hak-hak yang sesuai dengan agama Islam dan melawan kebathilan. Memperjuangkan hak menjadi keharusan dan gugur dalam mempertahankan hak merupakan mati sahid. Mati sahid merupakan mati dengan membawa kemuliaan dengan imbalan syurga. Sehingga mati dalam keadaan sahid menjadi dambaan seluruh kaum Muslimin.44

Keterlibatan elit-elit agama Islam ini semakin kelihatan terutama dalam gerakan-gerakan rakyat yang muncul secara sporadis dalam hampir sepanjang abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20.45 Pergerakan-pergerakan atas perlawan yang dilakukan masyarakat merupakan kekuatan yang direalisasikan dan ditanamkan oleh Ulama kepada masyarakat.

Clifford Geetzh dalam bukunya “Islam Obsererved : Religius Development in Marocco and Indonesia” mencatat empat kali pemberontakan yang dipimpin para Alim-Ulama. Dia menyebutkan sebagai Pemberontakan Santri (Santri insurrection) melawan Imperialis Belanda pada abad ke-20, yakni

44 Ibid.,

45 Ibid., hlm. 36

(46)

pemberontakan di Sumatera Barat (1821-1828), Jawa Tengah (1826-1830), Barat Laut Jawa (1840-1880), dan Aceh (1873-1903).46

Pemberontakan santri Sumatera Barat tidak lain adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Kaum Paderi di daerah Bonjol, Sumatera Barat yang dipimpin oleh Ulama Besar Malim Basa yang dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Kaum Paderi yang dijiwai oleh semangat keislaman dan cinta tanah air melakukan perlawanan terhadap kolonialis Belanda.47

Di jawa Tengah para santri melakukan perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dibantu oleh Kyai Maja, seorang Ulama terkenal waktu itu.

Perang Diponegoro dikenal dengan sebutan Java Oorlog merupakan perlawanan rakyat setempat terhadap kekuasaan Kolonialis Belanda yang menerapkan sistem kerja paksa, dan penyerobotan atas tanah-tanah masyarakat, yang semuanya itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan yang berkepanjangan.48

Pemberontakan santri di Barat Laut Jawa yang dimaksudkan oleh C.

Geertz, adalah pemberontakan yang dilakukan oleh para Ulama dan Umat Islam Banten yang berupaya melepaskan diri dari sistem tanam paksa yang diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial. Pemberontakan Ulama dan Umat Islam di Banten terjadi pada tahun 1834, 1833, 1842, 1849, 1880, dan 1888.

Begitu juga dengan pemberontakan santri di Aceh yang disebutkan oleh C.

Greetz berlangsung pada tahun 1873-1903, adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Cut Nya’ Dhien, yang lebih dikenal sebagai perang Aceh (De Groot Aceh

46 Ibid., hlm. 40

47 Ibid.,

48Ibid.,

(47)

Oorlog). Pemberontakan di Aceh pada mulanya dipimpin oleh Teuku Umar suami cut Nya’ Dhien sendiri. Setelah Teuku Umar mati sahid di Meulaboh, pimpinan perang kemudia diambil alih oleh Cut Nya’ Dhien. Genderang perang yang didengungkan oleh Cut Nya’ Dhien sangat menakutkan Belanda.49

2.1.2 Peran Ulama dalam Merebut Kemerdekaan

Pada dasarnya dalam merebut kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Namun dari berbagai peristiwa perlawanan dan perebutan dalam merebut kemerdekaan tidak terlepas dari adanya peran Ulama. Ulama dijadikan suatu mediator dalam memberikan semangat juang dengan dilandasi dalih-dalih keagamaan. Sebab pada dasarnya pada saat itu Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Semangat juang dalam merebut kemerdekaan dari tangan kolonial tidak terlepas dari anjuran-anjuran yang terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad-Ijtihad dari para Ulama. Nilai- nilai perjuangan yang dapat diambil adalah seperti kemuliaan mati sahid dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan tanah air.50

Pada masa revolusi (1945-1949) para Ulama menjalankan peranan sangat penting dalam aksi mobilisasi massa untuk bertempur melawan Belanda. Banyak

49 Ibid.,

50Ibid.,

(48)

diantara para komandan kaum gerilya yang bertempur berasal dari para Ulama dari berbagai tingkatan, umunya disebut para kiai.51

Selain bertempur melawan penjajah, Ulama juga memiliki peran dengan mendesak founding father untuk segera memerdekakan Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperjuangkan oleh para Ulama dengan mendesak Soekarno untuk memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia saat di halangi oleh Inggris. Karena apabila tidak segera diproklamirkan, maka bangsa Indonesia harus menunggu Kemerdekaan Negara dan Bangsa Indonesia selama 300 tahun mendatang. Selain mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia, para ulama juga mempunyai beberapa jasa yang tidak dapat diabaikan oleh bangsa Indonesia.

Pertama, para ulama menyadarkan rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan para penjajah. Di berbagai pesantren, madrasah, organisasi, dan pertemuan lainya, para ulama menanamkan kesadaran di hati rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan tersebut. Kedua, para ulama memimpin gerakan non kooperatif pada penjajah Belanda. Para ulama di masa penjajahan banyak mendirikan pesantren di daerah-daerah terpencil, untuk menjauhi bangsa penjajah yang banyak tinggal di kota. Di masa revolusi, Belanda mempropagandakan pelayanan perjalanan haji dengan ongkos dan fasilitas yang dapat dijangkau oleh kaum Muslim di daerah jajahanya. KH Hasyim Asy’ari menentang, beliau mengeluarkan fatwa bahwa pergi haji dalam masa revolusi

51 Loc Cit.,

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian dukungan sosial dari suami atau istri lebih memiliki keterdekatan yang lebih tinggi dari pada sumber dukungan yang lainnya. Keterdekatan yang dimaksud di

Meskipun demikian peran Geuchik atau kepala desa/ gampong masih sangat diharapkan untuk dapat mengembangkan atau meningkatkan kapsitas masyarakatnya namun kenyataannya

3.5 Pandangan Imam Syafi’i Terhadap Kadar Susuan yang Mengharamkan Pernikahan Dalam Kaitan Dengan Konteks Kekinian Terlepas dari kejadian pada masa sekarang banyak

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa diklat responden yang ada di koperasi adalah secara umum diatas hanya dibidang akuntansi dasar dan manajemen yang secara spesifik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang memiliki pendidikan yang baik, sering mengikuti pelatihan serta memiliki pengalaman bekerja di bidangnya

Penelitian tentang potensi sumber daya hijauan pakan penting dilakukan, sebab informasi parameter padang penggembalaan seperti produksi hijauan dan ketersediaan

Penulis melihat usaha untuk mempersatukan dan menghapus sentimen SARA yang ada dalam masyarakat pada sebuah kelompok barongsai kecil mandiri di Sidoarjo bernama

Layout , table settings , dan service staff merupakan variabel yang berpengaruh secara positif, namun tidak signifikan terhadap customer satisfaction di Domi Deli